BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Era perdagangan bebas yang terbuka antar negara memungkinkan suatu
negara dapat dengan mudah melakukan aktifitas transaksi perekonomian melintasi
batas negara (world borderless) tidak terkecuali dalam hal perdagangan barang
dan jasa dimana produk-produk luar negeri sangat mudah memasuki pasar sebuah
negara sehingga akan menimbulkan persaingan dengan produk lokal. Persaingan
dagang tersebut apabila tidak dibarengi dengan payung hukum yang memadai
disuatu negara maka akan menimbulkan berbagai permasalahan terlebih apabila
pihak yang merasa dirugikan memiliki keunggulan dibanding produk lainnya.
Merek dengan demikian juga menjadi salah satu strategi setiap perusahaan
yaitu suatu strategi pemasaran berupa pengembangan produk. Suatu perdagangan
tidak akan berkembang dengan baik apabila suatu merek tidak memperoleh
perlindungan hukum yang memadai di suatu Negara.1
1
Citra Citawinda. Sekilas tentang pemalsuan terhadap merek. Artikel dalam www.legalitas.org. Tanggal akses 20 Mei 2013
Khusus terhadap
merek-merek terkenal atau merek-merek asing sebagai contoh Nike pastinya telah
mengembangkan kemampuannya untuk menciptakan nilai yang tinggi terhadap
produk-produknya sehingga permintaan terhadap produk-produk mereka juga
bahwa merek-merek terkenal tersebut dibajak di berbagai Negara. Tindakan
pemalsuan merek atau pembajakan tersebut tentunya akan mengurangi
kepercayaan internasional terhadap jaminan keamanan merek yang mereka miliki
sehinga pada akhirnya juga mengurangi kepercayaan investor asing untuk
menanamkan modalnya di Indonesia.
Image merek yang gampang diingat, menarik dan selalu dipromosikan
berulang-ulang tentunya akan dapat menghadirkan efek brand minded pada
masyarakat. Meskipun kualitas dan harga tetap menjadi pertimbangan utama
konsumen dalam membeli, namun suatu merek terkenal dan bonafid juga menjadi
faktor yang tidak kalah pentingnya dalam meraih pangsa pasar dibidang
perdagangan dan jasa. Asal negara pemilik merek ternyata juga ikut
mempengaruhi minat pembelian produk karena masyarakat Indonesia umumnya
menganggap merek asing memiliki citra produk yang baik disamping juga karena
faktor gengsi dan gaya hidup.
Pada awalnya merek hanyalah sebuah tanda agar konsumen dapat
membedakan produk yang satu dengan yang lainnya. Merek membuat konsumen
lebih mudah mengingat sesuatu yang dibutuhkan, dan dengan cepat dapat
menentukan apa yang akan dibelinya. Dalam perkembangannya peran merek
berubah. Merek bukan sekedar tanda, melainkan gaya hidup.2
2
www.google.com/merek_sebagai_tanda_pembeda. Tanggal akses 1 Mei 2013
Dalam kamus
bahasa Indonesia Merek diartikan sebagai tanda yang dikenalkan oleh pengusaha
tanda pengenal atau cap (tanda) yang menjadi pengenal untuk menyatakan nama
dan sebagainya.
Menurut David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat
membedakan (baik berupa logo,cap dan kemasan) untuk mengidentifikasikan
barang dan jasa dari seorang penjual/ kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda
yang digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan produk
barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan
usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha
lain.3
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Merek.Tanggal akses 1 Mei 2013
Merek merupakan suatu identitas bagi sebuah produk yang dihasilkan oleh
produsen yang merupakan bagian aset dari perusahaan. Bisa dikatakan identitas
ini mempunyai pengertian pada kualitas produksi suatu barang, artinya barang
tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Hal inilah yang memerlukan perlindungan
hukum. Apabila terjadi pembajakan merek tetapi kualitas barang berlainan akan
mengganggu stabilitas dan jaminan konsumen terhadap barang tersebut. Merek
juga merupakan garansi atas jaminan kepemilikan pribadi atas sebuah produk
dagang, yang apabila produk dagang tersebut mempunyai kesamaan dengan
produk dagang milik orang lain, maka negara dalam hal ini Kantor Merek sebagai
wakilnya berkewajiban untuk menolak merek yang dimintakan pendaftarannya
Banyak alasan mengapa banyak industri atau pelaku memanfaatkan merek
merek terkenal untuk memasarkan produk-produknya, salah satunya adalah agar
mudah dijual, selain itu produsen merek tersebut juga tidak perlu bersusah payah
mengurus nomor pendaftaran kepada Dirjen HaKI atau mengeluarkan uang jutaan
rupiah untuk membangun citra produknya (brand image) melalui iklan dan
pemasaran. Produsen juga tidak perlu membuat divisi riset dan pengembangan
untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date, karena mereka tinggal
menjiplak produk lain dan memasarkannya.
Persaingan dagang dan industri yang tajam menuntut berbagai pihak untuk
mengerahkan segala sumber daya yang ada dalam mengelola perusahaan dan
omzet pendapatannya dalam hal memupuk laba, namun pada praktiknya tidak
jarang dijumpai perbuatan melawan hukum khususnya berkenaan dengan merek
sebagai usaha persaingan yang tidak sehat dengan cara yang tidak jujur dengan
tujuan demi keuntungan pribadinya.
Adapun secara garis besar, praktek-praktek perdagangan yang tidak jujur
dalam hal pelanggaran merek tersebut meliputi sebagai berikut:
1. Praktek peniruan merek dagang
Pengusaha yang beritikad tidak baik tersebut pada cara ini akan berupaya
menggunakan merek terkenal yang sudah ada sehingga merek atas barang dan
jasa yang diproduksinya pada pokoknya memiliki persamaan dengan merek
yang sudah terkenal atau akan menimbulkan kesan seolah-olah berasal dari
2. Praktek Pemalsuan merek dagang
Modus daripada praktik ini ialah dengan memproduksi barang-barang atau jasa
dengan menggunakan merek terkenal yang sudah ada namun tidak menjadi
haknya. Praktek seperti ini disebut juga pembajakan dimana barang tersebut
akan bermerek terkenal namun dengan kualitas yang tidak memadai;
3. Praktek perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan sifat dan
asal-usul merek
Modus ini terjadi karena adanya tempat atau daerah suatu Negara yang dapat
menjadi kekuatan untuk memberikan pengaruh baik pada suatu barang karena
dapat dianggap sebagai asal usul barang tersebut dengasn tujuan untuk
mengelabui konsumen. Sebagai contoh sejak dulu di Cina terkenal sebagai
tempat asal barang-barang antik yang pecah belah seperti teko, giok, guci dan
sebagainya. Keadaan ini membuat pihak-pihak lain yang membuat barang
serupa akan menulis Made in China pada produk tersebut.
Keadaan persaingan yang tidak sehat seperti ini tentunya akan merugikan
banyak pihak diantaranya pemilik merek karena omzet perusahaannya menurun,
konsumen yang dirugikan karena salah membeli serta pihak pemerintah dalam hal
menciptakan iklim usaha yang sehat serta keuntungan pajak yang ada. Oleh
karena itu Negara memiliki tanggung jawab untuk melakukan perlindungan atas
penerapan hak merek tersebut.4
4
Globalisasi yang diikuti dengan pasar bebas telah mengakibatkan
kompetisi semakin ketat, dan ratusan produk yang berada dalam satu kategori
saling berebut memuaskan kebutuhan konsumen. Konsumen berada dalam posisi
yang sangat kuat karena tersedianya banyak alternatif untuk suatu kebutuhan,
sekaligus bingung karena banyaknya pilihan. Apalagi masing-masing membanjiri
konsumen dengan iklan dan bentuk komunikasi pemasaran lainnya, disertai klaim
dan janji. Semakin jelaslah betapa pentingnya peran sebuah merek.
Era pembangunan global yang juga ditandai dengan pembangunan di
bidang perekonomian, diperlukan berbagai adanya peraturan atau
regulasi-regulasi untuk mendukung kegiatan ekonomi baik itu industri, jasa, maupun
perdagangan5
Hak kekayaan intelektual atau yang dikenal dengan singkatan HaKI
berasal dari kepustakaan hukum anglo saxon yang merupakan terjemahan dari
Intellectual Property Rights. HaKI adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan
kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak
umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam . Dalam kegiatan industri khususnya industri perdagangan, peranan
merek menjadi sangat penting dalam hal menjaga persaingan usaha sekaligus
menumbuhkan kegiatan usaha itu sendiri. Hal ini disebabkan merek merupakan
suatu image produk barang atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Semakin
mudah dan diingatnya merek tersebut pada masyarakat, maka omzet penjualan
suatu perusahaan tentunya akan semakin meningkat.
5
menunjang kehidupan manusia, juga mempunyai nilai ekonomis. Bentuk nyata
dari kemampuan karya intelektual tersebut bisa di bidang teknologi, ilmu
pengetahuan, seni dan sastra. Secara singkat HaKI adalah hak milik yang timbul
dari karya, karsa, dan cipta manusia, jadi esensi dari HaKI adalah ciptaan atau
creation.
Peristilahan hak kekayaan intelektual setidaknya memiliki tiga kata kunci
yaitu hak, kekayaan dan intelektual. Istilah hak memiliki pengertian benar, milik,
kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan
oleh undang-undang ataupun wewenang menurut hukum. Kekayaan berarti harta
yang menjadi milik seseorang sedangkan intelektual berarti cerdas, berakal
berdasarkan ilmu pengetahuan sehingga HaKI didefenisikan sebagai hak atas
kekayaan yang timbul dari kemampuan intelek manusia (penciptanya).6
Dalam menghasilkan suatu hasil karya, manusia telah mengeluarkan
waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit. Oleh karena itu, perlindungan hukum
terhadap Hak Kekayaan Intelektual sangat diperlukan. Karena dalam setiap karya,
terdapat hak yang dapat dinikmati, khususnya hak ekonomi. Terjaminnya
perlindungan hukum bagi suatu hasil karya, akan menumbuh kembangkan
semangat dan kreatifitas untuk berkarya dan mencipta.7
Hak atas merek maupun merek itu sendiri dapat digolongkan sebagai
suatu benda/ hak kebendaan. Hukum Perdata mengenai benda mengenal berbagai
6
Amstrong. Historis dan Perkembangan HaKI di Indonesia. Artikel dalam www.amstrongsembiring.com.Tanggal akses 22 Januari 2010
7 M. Djumhana dan R. Djubaedillah,
Hak Milik Intelektual (Sejarah Teori dan Prakteknya di
macam penggolongan benda. Salah satunya adalah benda berwujud (materiil) dan
benda tidak berwujud (immateri). HaKI sendiri dapat digolongkan ke dalam
benda tidak berwujud. Abdul Kadir Muhammad juga mengemukakan bahwa yang
dimaksud dengan barang (tangible goods) adalah benda materiil yang ada
wujudnya karena dapat dilihat dan diraba, misalnya kendaraan; sedangkan yang
dimaksud dengan hak (intangible goods) adalah benda imateril yang tidak ada
wujudnya karena tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya HaKI.8
Pernyataan Abdul Kadir di atas, sesuai dengan rumusan Pasal 499
KUHPerdata yang menyatakan bahwa : ”Barang adalah tiap benda dan tiap hak
yang dapat menjadi obyek dari hak milik”. Selanjutnya menurut Mahadi,
ketentuan Pasal 499 KUH Perdata mengenai hek benda ialah untuk benda yang
tergolong kepada benda materil (stoffelijk voorwrep). Hak atas benda tersebut
yang disebut dengan benda immateril.9 Adapun klasifikasi benda tersebut
terdapat dalam Pasal 503 KUH Perdata10
Hal lain yang juga menjadikan hukum HaKI dalam hal ini merek termasuk
dalam aspek hukum privat/perdata adalah dari segi pemberian lisensi dengan
tujuan agar tidak melanggar hak atau kuasa dari si pemilik hak kekayaan
intelektual, pelaksanaan pemberian lisensi harus didahului dengan adanya
perjanjian lisensi antara pemohon lisensi dan pemberi lisensi yakni si pemilik hak.
Makna dari lisensi itu sendiri adalah suatu bentuk pemberian izin oleh pemilik .
8Ibid,
.
9
OK Saidin, Aspek hukum hak kekayaan intelektual, Jakarta, Rajawali Press. 2004. Hal 12
10
lisensi kepada penerima lisensi kepada penerima lisensi untuk memanfaatkan atau
menggunakan (bukan mengalihkan hak) suatu kekayaan intelektual yang dipunyai
pemilik lisensi berdasarkan syarat-syarat tertentu dan dalam jangka waktu tertentu
yang umumnya disertai dengan imbalan berupa royalti.
Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan dan peranan pribadi
individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem Hak Atas Kekayan
Intelektual berdasarkan prinsip :
1) Prinsip keadilan (the principle of natural justice) Pencipta sebuah karya atau
orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya,
wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa materi maupun
bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas
hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan
pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut, yang disebut dengan hak. Setiap hak menurut
hukum itu mempunyai title ,yaitu sebuah peristiwa tertentu yang menjadi
alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya. Menyangkut hak milik
intelektual, maka peristiwa yang menjadi alasan melekatnya itu, adalah
penciptaan yang mendasarkan atas kemampuan intelektualnya. Perlindungan
inipun tidak terbatas di dalam negeri si penemu itu sendiri, tetapi juga dapat
meliputi perlindungan di luar batas negaranya. Hal itu karena hak yang ada
pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission)
2) Prinsip ekonomi (the economic argument) Hak Atas Kekayaan Intelektual ini
merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan
daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam
berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang
kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa kepemilikan itu wajar karena
sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu 1 (satu) keharusan untuk
menunjang kehidupannya di dalam masyarakat. Dengan demikian, Hak Atas
Kekayaan Intelektual merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya.
Dari kepemilikannya, seseorang akan mendapatkan keuntungan, misalnya
dalam bentuk royalty dan technical fee.
3) Prinsip kebudayaan (the cultural argument) dimana bahwa karya manusia itu
pada HaKIkatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari
karya itu pula suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya
lagi. Dengan konsepsi demikian maka pertumbuhan, perkembangan ilmu
pengetahuan, seni dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf
kehidupan, peradaban, dan martabat manusia. Selain itu, juga akan
memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Pengakuan
atas kreasi, karya, karsa, dan cipta manusia yang dibakukan dalam sistem Hak
Milik Intelektual adalah suatu usaha yang tidak dapat dilepaskan sebagai
perwujudan suasana yang diharapkan mampu membengkitkan semangat dan
minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru.
4) Prinsip sosial (the social argument) dimana hukum tidak mengatur
manusia yang lain, tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai
warga masyarakat. Jadi, manusia dalam hubungannya dengan manusia lain,
yang sama-sama terikat dalam 1 (satu) ikatan kemasyarakatan. Dengan
demikian, hak apapun yang diakui oleh hukum dan diberikan kepada
perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan itu saja, tetapi pemberian
hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan itu diberikan, dan diakui oleh
hukum, oleh karena dengan diberikannya hak tersebut kepada perseorangan,
persekutuan ataupun kesatuan hukum itu, kepentingan seluruh masyarakat
akan terpenuhi.
Perlindungan hukum terhadap merek diberikan melalui proses
pendaftaran. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek menerapkan
sistem konstitutif. Artinya, hak atas merek diperoleh karena proses pendaftaran,
yaitu pendaftar merek pertama yang berhak atas merek. Perlindungan hukum
berdasarkan sistem first to file principle tersebut diberikan kepada pemegang hak
merek terdaftar yang “beritikad baik” dengan bersifat preventif maupun represif.
Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pendaftaran merek, dan
perlindungan hukum represif diberikan jika terjadi pelanggaran merek melalui
gugatan perdata maupun tuntutan pidana dengan mengurangi kemungkinan
penyelesaian alternatif diluar pengadilan.11
11
Prasetyo Hadi. Problematika perlindungan hukum merek di Indonesia artikel dalam www.google.com/hadi_problematikamerek. Tanggal akses 22 Juni 2013..
Hak untuk menuntut tersebut dijamin
dalam Pasal 76 ayat (1) UU Merek memberikan hak kepada pemilik merek
menggunakan merek barang dan atau jasa yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhan untuk barang atau jasa sejenis berupa:
1) Gugatan ganti rugi, dan/atau
2) Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek
tersebut
Secara ekonomis memanfaatkan merek terkenal memang mendatangkan
keuntungan yang cukup besar dan fakta dilapangan membuktikan hal tersebut,
selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan tetapi ingin
tampil trendi. Namun jika dilihat dari sisi hukum hal itu sebenarnya tidak dapat
ditolelir lagi karena Negara Indonesia sudah meratifikasi Kovensi Internasional
tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994
sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000
Indonesia sudah harus menerapakan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam
kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding
Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai
anggota dari WTO (Word Trade Organization.).
Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan
perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka
Negara mengatur perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan selalu
disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang terjadi di dunia
perdagangan internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang diwujudkan melalui
serangkaian kegiatan regulasi perundang-undangan merupakan langkah maju bagi
Bangsa Indonesia yang pada tahun 2020 akan memasuki era pasar bebas. Salah
salah satu implementasi era pasar bebas ialah negara dan masyarakat Indonesia
akan menjadi pasar yang terbuka bagi produk ataupun karya orang/perusahaan
luar negeri (asing), demikian pula masyarakat Indonesia dapat menjual
produk/karya ciptaannya ke luar negeri secara bebas. Oleh karena itu, sudah
selayaknyalah produk-produk ataupun karya-karya lainnya yang merupakan HaKI
dan sudah beredar dalam pasar global diperlukan perlindungan hukum yang
efektif dari segala tindak pelanggaran yang tidak sesuai dengan persetujuan TRIPs
serta konvensi-konvensi yang telah disepakati.
Sejarah merek12
12
www.google.com/analisa uu merek no 15 Tahun 2002. Tanggal akses 25 Mei 2013. di dunia dengan pemberian tanda pada barang sebagai
merek bukanlah fenomena baru. Zaman prasejarah dan setelah sejarah ditulis
telah membuktikan hal ini. Para pemburu pada zaman itu telah memberi tanda
atau ukir-ukiran pada senjata buruan mereka sebagai bukti kepemilikan. Pembuat
tembikar pada masa Yunani dan Romawi kuno telah memberi identitas dengan
memberi tanda pada dasar pot ketika masih basah, yang akan menimbulkan relief
ketika kering. Hal lain lagi adalah menuliskan nama diri pada beberapa barang,
seperti pada pahatan batu yang dimaksudkan sebagai identifikasi pembuatnya.
Pada abad pertengahan kemudian dimulaialah penggunaan tanda-tanda seperti cap
pada hewan ternak. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tanda sekaligus
Salah satu bentuk perlindungan terhadap hak merek yang juga berdasarkan
kesepakatan internasional adalah tuntutan akan pemberlakuan prinsip national
treatment di masing-masing negara. Prinsip national tretament merupaka suatu
prinsip yang menuntut adanya kesetaraan perlakuan dan perlindungan antara
produk negara yang satu dengan lainnya dalam lingkup perdagangan barang dan
jasa. Dengan demikian setiap negara wajib memberikan kesempatan yang sama
dan menghindarkan proteksi berlebihan terhadap produk lokal yang dimilikinya.
Melalui ketentuan prinsip ini batas-batas Negara tidak lagi menjadi
halangan bagi lalu lintas perdagangan karena barang dan jasa akan bebas diperjual
belikan di mana saja, keseluruhan negara anggota telah bersatu menjadi satu pasar
bebas dan terbuka. Di sisi lain politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif
mengisyaratkan Indonesia untuk berperan serta secara aktif mewujudkan iklim
kondusif bagi persaingan bebas dalam perekonomian global dan mengambil
manfaat dari kebijakan-kebijakan non diskriminasi tersebut bagi kepentingan
nasional.13
Selain pertimbangan akses pasar dan penurunan tariff, prinsip National
Treatment berpotensi untuk mengurangi konflik antar pelaku PMA yaitu
Pemerintah Negara tuan tumah, Pemerintah Negara asal dan Penanam modal
karena prinsip ini akan memberikan jaminan keamanan terutama bagi penanam
modal, sedangkan bagi Negara penerima modal prinsip ini memungkinkan mereka
memberlakukan aturan yang sama mengikatnya terhadap Investor asing dan
domestik. Sehingga apabila Investor asing melakukan pelanggaran hukum yang
13
berlaku di Indonesia maka mereka mereka akan dijerat dengan hukum yang
berlaku tanpa adanya keistimewaan tertentu.
B. PERMASALAHAN
Dengan Latar belakang sebagaimana diuraikan diatas, maka skripsi ini
mengambil permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan prinsip national treatment yang diatur dalam hukum
internasional?
2. Bagaimanakah pelaksanaan dan bentuk penerapan prinsip national treatment
oleh Negara-Negara di dunia?
3. Bagaimanakah penerapan prinsip national treatment dalam sistem hukum di
Indonesia?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang terencana dan
dilakukan dengan metode ilmiah serta bertujuan untuk mendapatkan data baru.
Pengertian dari penelitian itu sendiri adalah suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan
ilmiah yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat
ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya atau kecenderungan yang timbul.14
1. Untuk mengetahui prinsip national treatment yang diatur dalam hukum
internasional
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam rumusan masalah, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penerapan prinsip national treatment di
berbagai negara-negara didunia.
3. Untuk mengetahui penerapan sistem national treatment dalam sistme hukum
di Indonesia.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis, adapun kedua manfaat
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan atau data informasi dibidang
ilmu hukum khusunya hukum bisnis bagi kalangan akademisi maupun praktisi
yang ingin mengetahui
lebih jauh mengenai penerapa prinsip national treatment dalam hukum hak
kekayaan intelektual dan hukum internasional. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan masukan mengenai dinamika bisnis dalam masyarakat dan
14
penyempurnaan pranata-pranata hukum khusunya mengenai hukum hak cipta
berkaitan dengan merek dan prinsip hukum internasional tentang merek
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan masukan
bagi aparat penegak hukum dan para praktisi hukum lainnya termasuk konsultan
hukum HaKI dan Badan Pengawas HaKI sehingga para pihak yang terlibat
menangani masalah HaKI dapat memiliki persepsi yang sama.
E. KEASLIAN PENELITIAN
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan peneliti di perpustakaan
Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang Penerapan prinsip
National Treatment dalam hal pelanggaran merek asing menurut hukum
internasional ini belum pernah dilakukan dengan pendekatan dan perumusan
masalah yang sama. Walaupun ada beberapa topik mengenai hukum merek dan
pelanggaran merek, namun jelas berbeda dengan penelitian ini. Oleh karena itu
penelitian ini adalah asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur,
rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan terbuka atas masukan dan saran-saran
yang membangun. Apabila dikemudian hari ditemukan penelitian yang sama
persis yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti akan bertanggungjawab
F. KERANGKA TEORI DAN KONSEPSI
1. Kerangka Teori
Menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pada Pasal 1 ayat (3), negara
Indonesia adalah negara hukum sehingga semua warga negara mempunyai
kedudukan yang sama didepan hukum dalam pengertian semua orang harus
dilindungi oleh hukum. Dalam pergaulan masyarakat, terdapat aneka macam
hubungan antar anggotanya, yaitu hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan
anggota masyarakat untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dengan
hubungan antar anggota masyarakat itu, maka diperlukan adanya hukum.
Hukum merupakan seperangkat norma-norma yang menunjukkan apa
yang harus dilakukan atau harus dilakukan atau yang harus terjadi, dengan
demikian bila dilihat dari proses bekerjanya, maka akan terjadi regenerasi
norma-norma hukum. Masyarakat merupakan pasangan yang mutlak yang harus ada
dalam kajian hukum, karena tanpa masyarakat hukum tidak akan ada. Masyarakat
merupakan tempat dimana hukum tumbuh dan berkembang.
Secara teori dibedakan tiga (3) macam hal berlakunya hukum, yaitu:
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuan didasarkan pada
kaidah yang lebih tinggi tingkatnya, atau apabila berbentuk menurut cara
yang telah ditetapkan atau apabila menunjukkan hubungan keharusan antar
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif,
artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak dapat diterima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku karena
diterima dan diakui oleh masyarakat.
c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan
cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi
Hak atas merek adalah suatu hak yang secara ekslusif diberikan oleh
Negara kepada pemilik merek yang telah terdaftar untuk menggunakan izin
mereknya tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Dengan kata lain pemilik hak atas merek berhak untuk menggugat semua pihak
apabila tanpa seizinnya memakai merek tersebut demi keuntungan pribadi bahkan
berhak meminta putusan pengadilan untuk membatalkan merek tersebut apabila
telah didaftarkan.
Adapun kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ilmiah ini adalah
teori hukum dari Roscoe Pound yaitu Law as a tool of social engineering dimana
regulasi hukum yang dibuat pemerintah bertujuan memberikan sarana rekayasa
sosial yang baru. Imajinasi dan karya cipta atas merek menjadi sesuati yang
sangat berharga, mempunyai nilai ekonomis dan memiliki sanksi pidana apabila
dilanggar hak-haknya.
Pound menyatakan bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana
untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering).15
15
Roscoe Pound 1992. Pengantar Filsafat Hukum Terjemahan Mohammad Radjab. Jakarta Bharata. Hal 272.
hubungan sosial yang ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Keadilan merupakan
suatu hal dari penyesuaian-penyesuaian hubungan dan penataan perilaku sehingga
tercipta kebaikan, alat yang memuaskan keinginan manusia untuk memiliki dan
mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai kemungkinan terjadinya ketegangan,
inti teorinya terletak pada konsep "kepentingan". Pound mengatakan bahwa
sistem hukum mencapai tujuan ketertiban hukum dengan mengakui
kepentingan-kepentingan itu, dengan menentukan batasan-batasan pengakuan atas
kepentingan-kepentingan tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan serta
diterapkan oleh proses peradilan memiliki dampak positif serta dilaksanakan
melalui prosedur yang berwibawa, juga berusaha menghormati berbagai
kepentingan sesuai dengan batas-batas yang diakui dan ditetapkan. Hukum
dengan kata lain sebagai sarana kontrol sosial.16
Pound juga menyatakan bahwa kebutuhan akan adanya kontrol sosial
bersumber dari fakta mengenai kelangkaan. Kelangkaan mendorong kebutuhan
untuk menciptakan sebuah sistem hukum yang mampu mengklasifikasikan
berbagai kepentingan serta menyahihkan sebagian dari kepentingan-kepentingan
itu. Hukum tidak melahirkan kepentingan, melainkan menemukannya dan
menjamin keamanannya. Hukum memilih untuk berbagai kepentingan yang
dibutuhkan untuk mempertahankan dan mengembangan peradaban. Pound
mengakui adanya tumpang tindih dari berbagai kelompok kepentingan, yaitu
antara kepentingan individual atau personal dengan kepentingan publik atau
sosial. Semua itu diamankan melalui dan ditetapkan dengan status “hak hukum”.
16
Pernyataan Roscoe Pound tentang hukum. Persis sama seperti yang dikatakan
oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum itu merubah masyarakat.
Dalam perspektif politik hukum, jika menurut Roscoe Pound hukum itu
berasal dari atas ke bawah (top down) maksudnya disini adalah hukum itu berasal
dari pemerintah untuk dijalankan oleh masyarakat karena hukum butuh regulasi
dari pemerintah. Pembentukan hukum di Indonesia selalu dipengaruhi oleh suatu
kepentingan-kepentingan. Kekuasaan politiklah yang memiliki kepentingan
tersebut. Kekuasaan politik tersebut duduk di dalam institusi untuk melakukan
legislasi kepentingan. Jadi, kekuasaan politik dapat mempengaruhi hukum. Tapi,
pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang
geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan check and
balances seperti yang dianut Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan.
Dalam hal perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual yaitu merek,
pemerintah yang membuat undang-undang merek untuk dijalankan masyarakat
lebih kepada suatu rekayasa sosial. Jadi, pada kenyataannya pembentukan hukum
di Indonesia menggunakan teori Roscoe Pound (social engineering) yang top
down. Ditinjau dari aspek hukum masalah merek menjadi sangat penting,
sehubungan dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian
hukum bagi pemilik atau pemegang merek dan perlindungan hukum terhadap
masyarakat sebagai konsumen atas suatu barang atau jasa yang memakai suatu
merek agar tidak terkecoh oleh merek-merek lain, tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa masalah penggunaan merek terkenal oleh pihak yang tidak berhak, masih
pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali kendala-kendala. Hal itu tidak
dapat dilepaskan dari sisi historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu adalah
masyarakat agraris, sehingga terbiasa segala sesuatunya dikerjakan dan dianggap
sebagai milik bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri
bahwa merek adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut
berdampak positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu
menyebabakan masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang
inovatif.
2. Konsepsi
a. Suatu merek bagi produsen barang atau jasa sangat penting, karena berfungsi
untuk membedakan antara barang atau jasa satu dengan yang lainnya serta
berfungsi sebagai tanda untuk membedakan asal-usul, citra reputasi maupun
bonafiditas diantara perusahaan yang satu dengan yang lainnya yang sejenis.
Bagi konsumen dengan makin beragamnya barang dan jasa yang berada
dipasaran melalui merek dapat diketahui kualitas dan asal-usul dari barang
tersebut. Dalam kamus bahasa Indonesia Merek diartikan sebagai tanda yang
dikenalkan oleh pengusaha (pabrik, produsen,) pada barang barang yang
dihasilkan sebagai tanda pengenal atau cap (tanda) yang menjadi pengenal
untuk menyatakan nama dan sebagainya.Merek adalah tanda atau simbol yang
dapat berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
b. Merek terkenal dapat diartikan sebagai suatu merek yang telah memenuhi
berbagai kriteria diantaranya adalah dasar pengetahuan masyarakat terhadap
merek itu, reputasi merek itu diperoleh melalui promosi yang gencar dan luas,
pendaftaran merek dilakukan di beberapa negara dan investasi perusahaan itu
dinegara- negara lain.
c. Hak atas merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik
merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu
dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada
pihak lain untuk menggunakannya.
d. Prinsip national treatment adalah prinsip yang melarang perbedaan perlakuan
antara produk asing dan produk domestik yang berarti bahwa suatu saat barang
impor telah masuk ke pasar dalam negeri suatu negara anggota, dan setelah
melalui daerah pabean serta membayar bea masuk barang impor tersebut harus
diberlakukan sama dengan barang dalam domestik.17
F. METODOLOGI PENELITIAN
Menurut pendapat koentjaraningrat, yang dinamakan metode penelitian
adalah Dalam arti katanya yang sesungguhnya, maka metode (Yunani :
"methods") adalah cara atau jalan, sehubungan dengan upaya ilmiah, maka
metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek dari
sasaran yang bersangkutan. Untuk memenuhi kriteria penulisan yang bersifat
17
ilmiah, maka harus didukung dengan metode yang bersifat ilmiah pula, yaitu
berpikir yang obyektif, dan hasilnya harus dapat dibuktikan dan di uji secara
benar.18
Metodologi penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian
ilmiah itu sendiri ialah suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir
yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena
penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Metode penelitian
normatif tersebut disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research)
yaitu suatu penelitian yang memusatkan pada analisis hukum baik hukum yang
tertulis dalam buku (law in books) maupun hukum yang diputuskan oleh HaKIm
melalui putusan pengadilan (law is decided by the judge through the judicial
process)19
1) Sifat Penelitian .
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dengan
menggunakan bahan-bahan hukum primer yaitu suatu teknik pengumpulan data
dengan memanfaatkan berbagai literatur ilmu hukum berupa peraturan
perundang-undangan, buku-buku hukum, karya ilmiah, bahan-bahan kuliah maupun putusan
pengadilan yang kemudian dianalisis dengan pendekatan yuridis normatif yaitu
menemukan hubungan antara peraturan yang satu dengan lainnya.
18
Danang Ari. 2008. Study Tentang Perlindungan Dagang. Surakarta, UMM Hal.9
19
Penelitian ini bersifat deskriptif analis yang bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok
tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu
peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta
menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan
perundang-undangan mengenai prinsip national teratment dalam hal pelanggaran merek.
2) Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach) karena penelitian ini mengambil fokus
berbagai aturan hukum yang menjadi tema sentral penelitian. Pendekatan
perundang-undangan yang dimaksudkan diatas disebut juga pendekatan yuridis
normatif atau socio legal research.
Menurut Sunaryati Hartono untuk penelitian dalam rangka penulisan tesis,
penggunaan socio legal research disamping metode penelitian akan memberikan
bobot lebih pada penelitian yang bersangkutan. Dalam penelitian hukum normatif
ini dilakukan penelaahan terhadap peraturan-peraturan yang ada relevansinya
dengan merek, selain itu juga penelaahan terhadap keputusan pengadilan dalam
penyelesaian perkara merek dengan melakukan inventarisasi hukum positif yang
berlaku in abstracto dan menghubungkannya dengan fakta-fakta yang relevan
dalam perkara yang terjadi sehingga dapat menemukan hukum yang terjadi serta
Pendekatan socio legal research dimaksudkan untuk menjelaskan secara
internal dan eksternal permasalahan yang diteliti beserta hasil yang diperoleh
dalam hubungannya dengan aspek-aspek hukumnya serta mencoba menjelajahi
relitas empirik dalam masyarakat khususnya pada masyarakat yang bergerak di
bidang produksi dan perdagangan barang atau jasa dengan menggunakan merek.
3) Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai
sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari
peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi maupun risalah dalam
pembuatan undang-undang.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu berupa bahan hukum yang merupakan publikasi hukum yang bukan
merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku teks, dan jurnal. Bahan
hukum sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi mengenai
prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang
memiliki kualitas keilmuan.
4) Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi
kepustkaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data
tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini.
Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.
5) Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat
dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan Pasal-Pasal kedalam
kategori-kategori atas pengertian dasar dari system hukum tersebut.data yang berasal dari
studi kepustakaan kemudian dianalisis berdasarkan metode kualitatif dengan
melakukan:
a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan bahan hukum
(konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap
bahan hukum tersebut.
b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis,
dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan pelanggaran merek,
perlindungan serta pertanggungjawabannya.
c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian
diolah
d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau
peraturan perundang-undangan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif
sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan tesis ini direncanakan terbagi dalam 5 (Lima) Bab dengan
beberapa sub bab tersendiri dalam ruang lingkup sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab awal yang mmeberikan ilustrasi guna memberikan
informasi yang bersifat umum dan menyeluruh secara sistematis
mengenai perlindungan dan pertanggungjawaban hukum dalam hal
pelanggaran merek terkenal. Pembahasan dalam bab ini terdiri dari
latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian
penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II : PENERAPAN PRINSIP NATIONAL TREATMENT DALAM
SISTEM HUKUM INTERNASIONAL
Pembahasan bab ini mencakup dan berusaha mencari pengertian
mengenai penerapan prinsip national treatment dalam hukum
internasional, Bab ini akan memusatkan pembahasan pada penjelasan
mengenai konvensi-konvensi internasional khusunya GATT dan
WIPO tentang prinsip national treatment.
BAB III : PRINSIP NATIONAL TREATMENT OLEH NEGARA-NEGARA
DIDUNIA
Pokok bahasan dalam bab ini akan mencakup penerapan prinsip
karakteristik penerapan prinsip tersebut dalam pelaksanaannya
berdasarkan persetujuan dan konvensi-konvensi internasional
BAB IV: PRINSIP NATIONAL TREATMENT DALAM SISTEM HUKUM DI
INDONESIA
Pokok bahasan dalam bab ini membahas mengenai prinsip national
treatment yang telah diratifikasi maupun diterapkan dalam sistem
hukum Indonesia terutama menyangkut penerapan prinsip tersebut
dalam perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab penutup yang menguraikan kesimpulan atas
pembahasan-pembahasan masalah yang telah diuraikan. Bab ini juga
akan menguraikan sumbangsih saran yang dapat diberikan setelah