• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Teori 2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Teori

2.1.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

dinyatakan secara formal dalam ukuran kuantitatif, biasanya dalam satuan uang

(perencanaan keuangan), untuk menunjukkan perolehan dan penggunaan

sumber-sumber suatu organisasi. Anggaran digunakan untuk membantu manajemen untuk

melihat dan mengontrol pelaksanaan visi, goals, objectives, strategi dan

program-program.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya

merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Menurut Halim (2004 : 15) : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu Anggaran daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.

Menurut UU No. 33 tahun 2004, “Anggaran pendapatan dan belanja daerah

yang selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah

(2)

Unsur-Unsur APBD menurut Halim (2004 : 16) adalah :

1) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.

2) Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya

biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran

yang akan dilaksanakan.

3) Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.

4) Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

Prinsip-prinsip penting dalam mengelola keuangan daerah yang diperlukan

untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi hal-hal berikut ini

(Yuwono,2005:58)

1) Transparansi, adalah keterbukaan dalam proses perencanaan,penyusunan

dan pelaksanaan anggaran daerah. Transparansi memberikan arti bahwa

anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui

proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat,

terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.

2) Akuntabilitas, adalah pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa

proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan

pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan

dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak

hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut,tetapi juga

berhak menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan

(3)

3) Value for money, yakni diterapkan tiga prinsip dalam proses penganggaran

daerah yaitu ekonomi,efisiensi dan efektivitas. Ekonomi berkaitan dengan

pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas

tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa

penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut menghasilkan output

yang maksimal (berdaya guna). Efektivitas berarti bahwa penggunaan

anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan

publik.Dalam konteks otonomi daerah,value for money merupakan

jembatan untuk mengantarkan pemerintah daerah mencapai good

governance. Value for money tersebut harus dioperasionalkan dalam

pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah.Untuk mendukung

dilakukannya pengelolaan dana publik (publik money) yang mendasar

konsep value for money diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah

dan anggaran daerah yang baik. Hal tersebut dapat tercapai apabila

pemerintah daerah memliki sistem akuntansi yang baik.

2.1.2. Struktur APBD

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,

APBD terdiri atas 3 bagian, yaitu :

1) Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening

kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak

daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh

(4)

dan dana perimbangan dari pusat berupa dana alokasi umum dan dana

alokasi khusus.

2) Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui

sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

3) Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar

kembali daan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada

tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran

berikutnya.

2.1.3. Belanja Modal

Berdasarkan Permendagri No.59/2007 Pasal 53, belanja modal adalah untuk

pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang

mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam

kegiatan pemerintahan.

Nilai aset tetap berwujud dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun

aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset

sampai aset tersebut siap digunakan. Kepala daerah menetapkan batas minimal

kapitalisasi (capitalization threshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal.

Belanja Modal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

(5)

pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat,dan

pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai

tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas

peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari

12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap

pakai

3.Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja

Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan

untuk pengadaan/penambahan/penggantian dan termasuk pengeluaran untuk

perencanaan,pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan

yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan yang dimaksud dalam

kondisi siap pakai.

4.Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan

pembangunan/ pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk

perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang

menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi

(6)

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan

untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan pembangunan/

pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan

kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,

dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal

kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan

barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

Belanja daerah adalah semua kewajiban pemerintah daerah yang diakui

sebagai pengurang nilai kekayaan bersih (ekuitas dana) dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan. Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006 ,belanja

daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang

mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun

anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

Istilah belanja (expenditure) sebagaimana yang dilaporkan dalam laporan

realisasi anggaran pemerintah,juga mempunyai pengertian yang berbeda dengan

istilah beban (expense) yang dilaporkan dalam laporan keuangan bisnis

(perusahaan).

Berdasarkan PP No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah,belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri

(7)

perundang-undangan. Sejak dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah dan

desentralisasi fiskal pada tahun 2001, anggaran belanja daerah,dari tahun ke tahun

menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, baik dari segi cakupan jenis

dana yang didaerahkan,maupun besaran alokasi dana yang didaerahkan.

Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri No.13

Tahun 2006 terdiri atas: Belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok

belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara

langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung

merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan

program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis

belanja yang terdiri dari:

a. Belanja Pegawai

b. Belanja Bunga

c. Belanja Subsidi

d. Belanja Hibah

e. Belanja Bantuan Sosial

f. Belanja Bagi Hasil

g. Belanja Bantuan Keuangan

h. Belanja tidak terduga.

Kelompok Belanja Langsung dibagi menurut jenis belanjanya yang terdiri dari:

(8)

b. Belanja Barang dan Jasa

c. Belanja Modal

Menurut Halim (2004:18),belanja daerah digolongkan menjadi 4,yaitu:

a. Belanja aparatur daerah

b. Belanja pelayanan publik

c. Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan

d. Belanja tidak tersangka.

Menurut Halim (2004:73),belanja modal merupakan belanja pemerintah

daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset

atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin

seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum.

2.1.4. Pendapatan Asli Daerah

Menurut UU No.33 Tahun 2004 ,pendapatan asli daerah (PAD)merupakan

pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah

dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai

mewujudkan asas desentralisasi.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa

Pemerintah Daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri diberikan

(9)

aktivitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan

untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan makmur.

Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan

semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak

daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah.

Berdasarkan Permendagri No.13 Tahun 2006,PAD dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

(10)

Menurut Halim (2007 : 96) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan

menjadi empat jenis pendapatan:

a.Pajak Daerah.

Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 merupakan

kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi

sebesar-besarnya kemakmuran daerah.

Sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009 pasal (2) jenis pajak untuk kabupaten/

kota terdiri atas:

1. Pajak Hotel,

2. Pajak Restoran,

3. Pajak Hiburan,

4. Pajak Reklame,

5. Pajak Penerangan Jalan,

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan,

7. Pajak Parkir,

8. Pajak Air Tanah,

9. Pajak Sarang Burung Walet,

10.Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;dan

11.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

b. Retribusi Daerah.

(11)

yang berasal dari retribusi daerah.”

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu

sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintah

daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan

kemandirian daerah, perlu dilakukan perluasan objek pajak daerah dan retribusi

daerah dan pemberin diskresi dalam penetapan tarif.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

c.Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan

Menurut Halim (2004:68), “Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil

Pengelolaan kekayaan milik Daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan

Daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik Daerah dan pengelolaan

Kekayaan Daerah yang dipisahkan.”

Jenis hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan berdasarkan

Permendagri No.59/2007 pada ayat (1) merupakan:

1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.

2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah /

(12)

3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok

usaha masyarakat.

d.Lain-lain PAD yang sah.

Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004, yang dimaksud dengan

Lain-lain PAD yang sah antara Lain-lain penerimaan daerah di luar pajak dan retribusi

daerah seperti jasa giro, hasil penjualan aset daerah. Lain-lain PAD yang sah

sebagaimana dimaksud dalam Permendagri No. 59/2007 meliputi:

1.hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan,

2.jasa giro,

3.pendapatan bunga,

4.keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,

5.komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau

pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah,

6.Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang

asing,

7.Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,

8.Pendapatan denda pajak,

9.Pendapatan denda retribusi,

10.Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan,

11.Pendapatan dari pengembalian,

12.Fasilitas sosial dan fasiltas umum,

(13)

2.2. Penelitian Terdahulu

Try Indraningrum(2011) melakukan penelitian dengan topik pendapatan asli

daerah dan dana alokasi umum terhadap belanja langsung.Hasil dari penelitian ini

PAD dan DAU mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap belanja

langsung.Hal tersebut berarti pemerintah daerah dapat memprediksi anggaran

belanja langsung didasarkan pada Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi

Umum.

Arny Yuniar (2013) melakukan penelitian dengan topik Pengaruh

Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal(studi kasus pada kabupaten dan

kota Se-Jawa Barat Tahun 2011). Berdasarkan hasil penelitian secara deskriptif

menunjukan bahwa PAD terendah adalah Kota Banjar, namun dalam hal rasio

belanja modal dan belanja daerah, Kota Banjar merupakan kota dengan rasio

tertinggi. Selain itu, hasil perhitungan hipotesis menunjukan persamaan berupa

Y =7.369.138.125,5+0.734X, dari persamaan tersebut dapat dinyatakan bahwa, ̂

jika X adalah 0 maka pendapatan asli daerah adalah 7.369.138.125,5 sedangkan

nilai 0,734 artinya setiap peningkatan pendapatan asli daerah sebesar Rp 1,- maka

akan mengakibatkan kenaikan pada belanja modal sebesar 0,734 kali, Dari hasil

tersebut menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara pendapatan asli daerah

terhadap belanja modal pada kabupaten dan kota di Jawa Barat pada tahun 2011.

Muhammad Edwin Kadafi (2013) melakukan penelitian dengan topik

Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal (Studi Kasus

pada Pemerintah Kota Bandung). Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa

(14)

berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian belanja modal. Selanjutnya, hasil

uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana perimbangan

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

Sandry Yossi Mamonto,J.B.Kalangi dan Krest D. Tolosong (2015)

melakukan penelitian dengan topik pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah

terhadap belanja modal di kabupaten Bolaang Mongondow. Hasil penelitian ini

adalah Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial variabel Pajak

Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal dan variabel Retribusi Daerah

juga tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal. Kemudian secara simultan, Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah juga tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.

(15)

2. Arny Yuniar namun dalam hal rasio belanja modal dan belanja daerah, Kota Banjar merupakan kota dengan rasio tertinggi. Selain asli daerah adalah 7.369.138.125,5 sedangkan nilai 0,734 artinya setiap peningkatan pendapatan asli daerah sebesar Rp 1,- maka akan mengakibatkan

(16)

dan kota di Jawa Barat pada tahun 2011.

Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah dan dana perimbangan

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal.

4. Sandry Yossi Pajak Daerah tidak berpengaruh

terhadap Belanja Modal dan

variabel Retribusi Daerah juga tidak berpengaruh

terhadap Belanja Modal. Kemudian secara simultan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(17)

terhadap Belanja Modal.

2.3. Kerangka Konseptual

Peningkatan masyarakat dapat mengupayakan peningkatan pendapatan asli

daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Peningkatan pelayanan

masyarakat ini merupakan unsur yang penting mengingat paradigma yang

berkembang dalam masyarakat saat ini adalah pembayaran pajak dan retribusi ini

sudah merupakan hak daripada kewajiban masyarakat terhadap negara karena

adanya pelayanan dari Negara (Sukarwo,2003). Peningkatan pelayanan ini

dilakukan dengan pengalokasian belanja modal untuk pembangunan aset

pelayanan publik.

Semakin tinggi tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatan

kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat

partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya

peningkatan PAD (Mardiasmo,2002).

Pengalokasian belanja modal pada dasarnya ditujukan dengan harapan akan

memberikan kemajuan bagi daerah tersebut. Kemajuan suatu daerah dilihat

dengan berbagai indikator. Salah satu dari imdikator yang sering dilihat adalah

pendapatan asli daerah tersebut. Dengan kata lain, penentuan kebijakan belanja

(18)

Variabel Independen Variabel Dependen

H1

H2

H5

H3

H4

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual 2.4.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat hipotesis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

Dipisahkan, dan Lain-Lain PAD yang sah mempunyai pengaruh secara

parsial dan simultan terhadap Belanja Modal pada pemerintah

kabupaten/kota di Kalimantan Tengah PAJAK DAERAH

(X1)

RETRIBUSI DAERAH (X2)

HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN (X3)

LAIN-LAIN PAD YANG SAH (X4)

BELANJA MODAL

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 menyediakan kemudahan kepada programmer dengan memanfaatkan fasilitas dari beberapa komponen seperti yang digunakan pada aplikasi ini, yaitu

[r]

Keluarga sangatlah berperan dalam membentuk karakter anak, karena itulah dalam ajaran agama anak yang masih dalam kandungan harus sudah diajarkan kepada hal-hal yang baik melalui

Petugas yang memberikan penjelasan memperkenalkan diri kepada pasien atau keluarganya dan menyampaikan penjelasan tentang informasi yang di butuhkan .informasi

Hasil Penelitian Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh asuhan metode kanguru terhadap perubahan suhu tubuh pada BBLR yang ditunjukkan dengan hasil uji statistik

MUHAMMAD NADHIF ILYASA NABILA PUTRI LISANDRINA NABILAH

(pemilik bisnis ritel Islam) memiliki strategi yang baik, seperti right product, produk yang ia jual sesuai dengan kriteria Islam dan pelayanan yang ramah,

Kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan hidup sejahtera lahir dan bathin, tempat tinggal dan lingkungan yang baik dan sehat yang terbebas dari dampak negative