BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awal dari reformasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara
dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Reformasi sistem penyelenggaraan pemerintahan negara tersebut merupakan dasar
dan referensi bagi bangsa Indonesia, mencakup proses demokratisasi, penegakan
hukum, otonomi dan desentralisasi, serta penciptaan penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik. Upaya dalam penciptaan kepemerintahan yang baik
tersebut, antara lain adalah dengan penyempurnaan kebijakan pengelolaan
keuangan negara yang meliputi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara dan PP Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Negara. Sejumlah peraturan
perundang-undangan di bidang keuangan negara tersebut mengindikasikan perlunya sistem
pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan dalam
menjalankan pemerintahan.
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mengamanatkan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Serta upaya
Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara mengamanatkan, Presiden mengatur dan
menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah secara menyeluruh
dalam rangka pengelolaan keuangan Negara secara akuntabel dan transparan.
Namun kenyataannya, amanat ini belum dapat terealisasi karena belum
adanya persepsi yang sama terhadap konfigurasi Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) secara keseluruhan yang masih bersifat parsial ditingkat
kementrian dan ditingkat pemerintah daerah. Belum terdapat Sistem Pengendalian
Intern secara nasional yang mengurusi masalah pengawasan strategik dalam skala
nasional (Widayati, 2007).
Lebih lanjut isu tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
mendapat perhatian yang cukup besar belakangan ini. Sebagai auditor eksternal,
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senantiasa menguji “kekuatan” SPI ini di
setiap pemeriksaan yang dilakukannya dalam penentuan luas lingkup (scope)
pengujian yang akan dilaksanakannya. Beberapa lembaga pemantau (watch) juga
mengkritisi lemahnya SPI yang diterapkan di pemerintahan baik pusat maupun
daerah, sehingga membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya
penyimpangan dalam pelaksanaan anggaran (APBN/APBD). Sebagai tindak
lanjut dari hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Sistem Pengendalian Intern ini didasari pada konsep pemikiran bahwa
Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dan dipengaruhi oleh
sumber daya manusia, serta harus dapat memberikan keyakinan yang memadai.
pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-masing. Dengan
demikian, maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban,
harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif.
Selain itu, Sistem Pengendalian Intern memiliki arti yang sangat penting
dalam penentuan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan. Pengendalian internal yang melekat pada fungsi
manajerial ditujukan untuk memastikan dan menjamin bahwa visi, misi, tujuan,
sasaran, program serta kegiatan dapat terlaksana dan mencapai hasil dengan baik.
Penerapan sistem pengendalian internal pada hakekatnya adalah segala upaya
yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk mengarahkan seluruh kegiatan agar
tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien dan ekonomis, segala
sumber daya dimanfaatkan dan dilindungi, data dan informasi serta laporan dapat
dipercaya dan disajikan secara wajar, serta ditaatinya segala ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Marsono, 2009).
Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlu
adanya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan
sehingga dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa
penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai
tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara
secara andal, pengamanan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sistem ini dikenal sebagai Sistem
kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah tersebut.
PP 60 Tahun 2008 ini merupakan implementasi dari Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2) tentang Perbendaharaan
Negara memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah secara menyeluruh dengan Peraturan Pemerintah.
Sistem Pengendalian Intern dalam Peraturan Pemerintah ini dilandasi pada
pemikiran bahwa Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan,
dipengaruhi oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang
memadai, bukan keyakinan mutlak. PP 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) juga mempertegas komitmen dari
pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme pada
berbagai aspek dalam pelaksanaan tugas umum pemerintah.
Sistem Pengendalian Intern dalam PP 60 tahun 2008 merupakan suatu
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien (operating), keandalan pelaporan keuangan (financial reporting),
pengamanan aset negara (safeguarding) dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan (compliance). Tujuan dari penetapan PP 60 tahun 2008 ini
adalah untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan dan akuntabel.
Peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan daerah terhadap pemerintah
keuangan pemerintah daerah setiap tahunnya. Dengan dilaksanakannya kegiatan
SPIP, diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan opini yang
diperolehnya, yang sebelumnya disclaimer menjadi Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) ataupun mendapatkan opini yang tertinggi yaitu Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP).
Secara umum pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern di Pemerintah Kota
Tebing Tinggi masih belum optimal. Gambaran ini dapat dilihat dari opini yang
diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap hasil pemeriksaan atas
laporan keuangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi, selama tiga tahun belakangan
ini mendapat Opini Wajar Dengan Pengecualian. Salah satu hal yang menjadi
pokok pertimbangan adalah kelemahan Sistem Pengendalian Intern dalam
penyusunan laporan keuangan, antara lain dalam penatausahaan dan pengelolaan
kas pada beberapa SKPD yang tidak sesuai ketentuan, dan penatausahaan aset
tetap pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi belum tertib dan nilai aset yang
disajikan pada neraca masih belum diyakini kewajarannya.
Kelemahan dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) daerah
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah. Hal ini tercermin dari salah satu unsur-unsur utama
kualifikasi dalam pemberian opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan
Keuangan yang disusun oleh pemerintah kabupaten/kota yaitu:
1. Kelemahan di dalam pengelolaan aset dan persediaan
2. Kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah
3. Kebijakan akuntansi pemerintah daerah yang belum dijalankan secara
4. Pengelolaan penerimaan dan penggunaan dana yang belum akuntabel
5. Akuntabilitas penyertaan dan penempatan modal pemerintah daerah yang
belum tertib
6. Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
Penerapan seluruh unsur-unsur yang ada dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sampai
saat ini belum terlaksana sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Hal ini dapat dilihat
hasil laporan yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan yang salah satu point
nya menyoroti tentang lemahnya penerapan Sistem Pengendalian Intern oleh
pemerintah daerah setempat. Indikator bahwa pengelolaan keuangan negara sudah
transparan dan akuntabel adalah opini BPK atas laporan keuangan pemerintah
pusat dan daerah.
SPIP itu sendiri berfungsi dalam memberikan arah yang jelas dalam
mencapai tujuan organisasi, yaitu dengan membangun lima unsur yang ada dalam
SPIP tersebut, antara lain Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko, Kegiatan
Pengendalian, Informasi dan Komunikasi serta Pemantauan.
Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Ramandei (2009) yang
menyimpulkan bahwa karakteristik sasaran anggaran (partisipasi anggaran,
kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran dan evaluasi anggaran) tidak
berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan Sistem Pengendalian Intern
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial.
Berdasarkan hal diatas, penulis ingin melakukan penelitian yang lebih
fokus terhadap unsur-unsur dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sebagai
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) berpengaruh terhadap kinerja manajerial
pejabat Pemerintah Kota Tebing Tinggi?
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis ingin menguji pengaruh
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah terhadap kinerja manajerial pejabat
dengan rumusan masalah yaitu : “Apakah Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial
pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi?”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, tujuan penelitian ini dilakukan
untuk: Menganalisis pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
terhadap kinerja manajerial pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Tebing
Tinggi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, antara lain adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan peneliti untuk memperdalam
wawasan dan pengetahuan dalam hal Sistem Pengendalian Intern pada
umumnya.
2. Bagi pemerintah daerah, diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
implementasi Sistem Pengendalian Intern di lingkungan Pemerintah Kota
3. Bagi akademis, penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan
dalam pemahaman akan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang
dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi untuk penelitian
sejenis oleh calon peneliti berikutmya di masa yang akan datang.
1.5 Originalitas
Penelitian ini merupakan replika dari penelitian Ramandei (2009) yang
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran
Dan Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah
Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura)”.
Adapun perbedaan penelitian ini adalah terletak pada lokasi daerah yang
sebelumnya di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura
sedangkan penelitian ini dilakukan di lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.
Variabel independen pada penelitian ini adalah Sistem Pengendalian Intern