• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Altruisme dan Ekonomi Kekeluargaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika Altruisme dan Ekonomi Kekeluargaan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P a g e

Etika altruisme dan Ekonomi kekeluargaan

Victor Christianto1

Teks: Kisah Para Rasul 2:45

"dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing."

Pendahuluan

Salah satu permasalahan utama dalam bidang ekonomi adalah bagaimana menafsirkan dan menjabarkan Pasal 33 UUD 1945 (6)(7). Sudah banyak upaya untuk melakukan Judicial Review terhadap berbagai Undang-undang yang berhubungan dengan Pasal 33 tersebut. Artikel ini juga merupakan salah satu upaya untuk merefleksikan Pasal 33 tersebut, khususnya dalam perspektif altruisme dan Etika Kristen.

Egoisme dan maksimalisasi utilitas

Sejak zaman dahulu kala, manusia cenderung mendahulukan egonya ketimbang

sesamanya. Hal ini seakan dirumuskan oleh Adam Smith yang menulis antara lain bahwa masyarakat akan menjadi makmur jika setiap orang bebas mengejar

kepentingan-kepentingannya secara individual. Itulah yang kemudian menjadi dasar dari suatu prinsip ekonomi yaitu memaksimalkan utilitas ("utility maximisation"), sehingga egoisme dan keserakahan merupakan dasar dari ekonomi kapitalistik (15).

Prinsip ekonomi tersebut tampaknya lalu memperoleh penegasan lagi oleh buku Richard Dawkins berjudul The Selfish Gene (4), yang intinya mengajarkan bahwa sel-sel dalam tubuh manusia juga mengutamakan kepentingannya sendiri. Dawkins dikenal sebagai tokoh Neo Darwinisme.

Dengan kata lain kita sampai pada kesimpulan yang meresahkan yaitu bahwa egoisme (selfishness) tampaknya dibenarkan atau bahkan dianjurkan dalam ilmu ekonomi maupun biologi modern. Itulah sebabnya banyak manusia dewasa ini cenderung menjadi sangat individualis dan hanya mengejar kemakmuran diri sendiri.

Benarkah demikian halnya? Adakah pendekatan ekonomi yang tidak bertumpu pada egoisme dan keserakahan?

Altruisme

Altruisme yang artinya "selflessness" atau mendahulukan kepentingan liyan daripada kepentingan diri sendiri,* merupakan lawan kata dari egoisme, meskipun kata altruisme memang agak jarang terdengar dewasa ini. Dalam konteks iman Kristen, altruisme atau

1

Independent Researcher from Indonesia. url: www.sci4God.com,

(2)

2 | P a g e

kasih adalah perwujudan cinta kepada Tuhan yang kita teruskan kepada sesama yang menderita. Jadi jelas bahwa altruisme adalah salah satu inti dari Etika Kristen (Mat. 22:37-41). Lihat (5).

Mari kita lihat beberapa kisah dari Kitab Injil. Ajaran Yesus tentang altruisme nampak misalnya dalam kisah pemuda yang datang kepada Yesus dan menanyakan jalan menuju sorga. Yesus yang tahu bahwa pemuda itu telah menaati seluruh hukum Allah hanya menyuruh dia menjual semua hartanya dan membagikan kepada orang-orang miskin, lalu mengikut Yesus (Luk. 18:22). Yesus sebenarnya hendak mengajarkan pemuda itu untuk menerapkan altruisme, bukan hanya sekadar ketaatan akan hukum-hukum Taurat. Demikian juga Zakheus diterima pertobatannya, karena ia sudah belajar menerapkan altruisme (Luk. 19:8). Hal ini tidak berarti bahwa menjadi kaya itu dilarang oleh Yesus, namun memang sulit menjadi kaya sekaligus tetap menerapkan altruisme. Itu sebabnya Yesus pernah mengatakan bahwa lebih mudah bagi seekor unta untuk masuk lobang jarum daripada bagi orang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah (Mat. 19:24).

Masih banyak contoh dari Alkitab yang bisa disebut yang menegaskan bahwa altruisme, belaskasih, dan pengampunan merupakan ajaran sentral dari Yesus Kristus.

Dalam kaitan ini ada satu hal yang menarik, yakni seorang ahli biologi evolusioner dari Praha yaitu Prof. Jaroslav Flegr menulis buku yang isinya terang-terangan menyanggah konsep "selfish gene" dari Dawkins.(3)(17) Meskipun temuan ini perlu riset lanjutan, tampaknya hal ini menunjukkan bahwa gen-gen kita pun tidak melulu egois.

Ekonomi kekeluargaan

Penerapan altruisme ada beberapa hal, misalnya dalam ekonomi dikenal sebagai kooperasi (kerjasama). Lihat (1). Kita mesti bersyukur bahwa dalam UUD 45 Pasal 33 ayat 1

ditegaskan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan," dengan kata lain ekonomi kekeluargaan merupakan ciri khas ekonomi Indonesia. Artinya kooperasi dan altruisme mesti merupakan landasan hidup berbangsa, bukan maksimalisasi utilitas.

Lalu bagaimana penerapan praktis ekonomi kekeluargaan yang berbasis altruisme dan kooperasi tersebut? Tentu ini pertanyaan besar yang memerlukan jawaban dan terobosan kreatif dari para ekonom dan ahli hukum Indonesia.(7)(8)

Penulis akan coba berikan 3 contoh pendekatan ekonomi berbasis kooperasi dan altruisme yang mungkin ditempuh:

(a) Beberapa waktu lalu harian Kompas memuat headline berjudul "Bisnis aplikasi sedang tumbuh pesat: ekonomi berbagi tidak bisa dibendung" (28/3/2016). Artinya ekonomi yang muncul akibat penggunaan gawai dan berbagai apps tidak lagi sesuai dengan model bisnis ekonomi industrial. Konsep ekonomi berbagi (sharing economy) merupakan salah satu ciri dari ekonomi masa depan, dan hal ini perlu disambut gembira karena memberikan sebersit harapan akan ekonomi masyarakat yang tidak melulu bertumpu pada egoisme dan

(3)

3 | P a g e

antara lain adalah crowdfunding dan crowdsourcing (13).

(b) Pola pendanaan mikro (microlending/microcredit) dengan pengawasan berkelompok seperti yang diterapkan oleh Grameen Bank, juga menunjukkan salah satu jalan alternatif ekonomi altruisme yang berakar pada kebutuhan riil masyarakat terutama di tingkat akarrumput. Keberhasilan metode pendanaan mikro di Bangladesh serta beberapa negara Asia lainnya tampaknya perlu dipelajari untuk diterapkan di negeri ini (11)(12)(16). (c) Contoh lain adalah seorang sahabat penulis sedang berupaya merintis sebuah konsep baru yang disebut ekonomi Gotong Royong, bertolak dari keprihatinan akan kegagalan banyak koperasi sebagai badan usaha di berbagai tempat.

Dengan kata lain, kemajuan teknologi khususnya informatika dan komunikasi membuka peluang untuk menerobos kebuntuan penafsiran akan Pasal 33 tersebut, dan

memungkinkan berbagai pendekatan baru untuk mewujudkan demokrasi ekonomi yang berwatak partisipatif dan emansipatif, seperti yang pernah dikemukakan oleh Prof. Sri-Edi Swasono (6). Beliau juga mengutip model pendekatan Jalan Ketiga yang diperkenalkan oleh Anthony Giddens. Pendekatan Jalan Ketiga ini telah mencetuskan berbagai perubahan dalam kebijakan publik di Eropa, khususnya di Inggris dalam masa Tony Blair (9)(10). Lihat juga (14).

Dengan kata lain, altruisme juga mesti diterapkan dalam kepemimpinan di berbagai bidang, baik sekuler maupun kepemimpinan religius.(2)

Penutup

Demikianlah kiranya kita mulai belajar menerapkan altruisme yang sejati dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam bidang ekonomi, alih-alih menelan mentah-mentah berbagai teori ekonomi kapitalistik yang menekankan egoisme dan keserakahan. Memang hal ini sulit, tapi itulah amanat Konstitusi bangsa Indonesia.

Sebagai penutup, izinkan saya mengutip I Timotius 6:17 untuk mengingatkan salah satu tugas sebagai orang Kristen:

"Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati."

Bagaimana pendapat Anda?**

Versi 1.0: 24 april 2016, pk. 11:47, versi 1.1: 26 april 2016, pk. 12:27.

Catatan:

* Terimakasih kepada Prof. Liek Wilardjo yang memberikan definisi yang lebih tepat untuk altruisme.

(4)

4 | P a g e

Ekonomi, Universitas Pelita Harapan, Karawaci. Kini mengajar di UKDW, Jogjakarta. Lihat lampiran.

Referensi:

(1) Karen Cunningham. Cooperation and altruism. Url:

http://www.personal.kent.edu/~kcunning/conflict_theory/sample_paper_pdf.pdf

(2) Andrew Ma. Leadership Advance Online. Issue XVI, 2009. Url:

http://www.regent.edu/acad/global/publications/lao/issue_16/LAO_IssXVI_Ma.pdf

(3) Jaroslav Flegr. Frozen evolution: A farewell to selfish gene. Prague: Charles University, 2008. Url: http://www.frozenevolution.com/about-jaroslav-flegr

(4) Richard Dawkins. The Selfish Gene. Oxford: Oxford University Press, 1976.

(5) Colin Grant. Altruism and Christian Ethics. Cambridge: Cambridge University Press, 2001.

(6) Sri-Edi Swasono. Pasal 33 UUD 1945 harus dipertahankan: jangan dirubah tapi boleh ditambah ayat. 2008. Url:

https://materikuliahfhunibraw.files.wordpress.com/2008/12/sri-edi-swasono-asas-kekeluargaan.pdf

(7) Sulitnya merealisasikan Pasal 33 UUD 1945. Url:

http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt55505f23aac65/sulitnya-merealisasikan-pasal-33-uud-1945

(8) M. Lutfi Chakim. Url: http://www.lutfichakim.com/2011/12/analisis-penafsiran-pasal-33-uud-1945.html

(9) Philip Arestis & Malcolm Sawyer (eds.) The economics of the Third Way: Experiences from around the world. Cheltenham: Edward Elgar Publ. Ltd., 2001

(10) Ray Kiely. The clash of globalisations: Neo-Liberalism, the Third Way, and anti-globalisation. Leiden, Boston: Brill, 2005.

(11) Phil Smith & Eric Thurman. A billion bootstraps. McGraw-Hill Comp., 2007.

(12) Aminur Rahman. Women and microcredit in rural Bangladesh: anthropology study on the rhetoric and realities of Grameen Bank lending. Colorado: Westview Press, 1999. (13) Kevin Lawton & Dan Marom. The Crowdfunding revolution: social networking meets venture financing. 2010, self published.

(14) Dawam Rahardjo. Ekonomi Pancasila dalam tinjauan Filsafat Ilmu. 2004. Url:

https://matakuliah.files.wordpress.com/2007/09/ekonomi-pancasila-dalam-tinjauan-pilsafat-ilmu.pdf

(15) Fuad Aleskerov, Denis Bouyssou, Bernard Monjardet. Utility maximization, choice and preference. 2nd ed. Berlin: Springer, 2007.

(16) Alex Counts. Small loans, big dreams. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2008. (17) Jaroslav Flegr. Biology Direct, 2013. Url:

(5)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO

Impian Ekonomi Kekeluargaan di Indonesia: Catatan Untuk

Victor Christianto, “Etika Altruisme & Ekonomi Kekeluargaan”

David Widihandojo1

Pengertian Konsep

Didalam tulisannya Victor memakai konsep etika altruisme untuk mengacu

sistem ekonomi yang merupakan kritik terhadap kapitalisme; namun dalam tanggaoan

ini saya tidak akan menggunakannya, dengan alasan: pertama, altruisme adalah

konsep umum yang mengacu pada perilaku/ perbuatan yang bertujuan mensejahtera

-kan orang lain/masyarakat/kelompok, bersumber pada ancient wisdom yang terdapat

di semua budaya di dunia ini. Kedua, perilaku altruis ini tidaklah ekslusif untuk

penganut agama tertentu atau hanya dilakukan oleh manusia modern. Para pakar

evolusi manusia menemukan bukti-bukti yang tidak terbantahkan bahwa baik manusia

purba (archaic human) yang sudah musnah dan primata yang hidup berkelompok

menerapkan perilaku altruis untuk menyelamatkan kehidupan kelompoknya

(survival). Oleh karena tanpa menerapkan solidaritas, kesetiakawanan, merawat

mereka yang lemah/terluka atau sakit dan keterbukaan untuk selalu berbagi rejeki/

pangan dan tempat tinggal tidaklah mungkin dapat mempertahankan kehidupan

berkelompok.2 Jadi ini adalah sebuah konsep umum yang mengacu pada perilaku

tertentu tetapi tidak secara jelas dan spesifik menunjuk ke sistem ekonomi tertentu.

Saya memakai sosialisme dan ekonomi kekeluargaan secara bergantian untuk

mengacu spesifik ke sistem ekonomi yang merupakan kritik kepada kapitalisme yaitu

ekonomi sosialis atau sosialisme. Oleh karena sebuah perekonomian yang mendasar

-kan diri pada prinsip-prinsip untuk mensejahtera-kan rakyat serta berbagai norma dan

etika seperti digambarkan dalam Ekonomi Kekekeluargaan telah dikaji secara

sistematik dan saintifik oleh Karl Marx yang diterima dan diakui oleh Bung Karno dan

para Bapak Pendiri Bangsa (the Founding Fathers) yaitu dengan Deklarasi Ekonomi.

1 . David Widihandojo, dosen tetap di Program Pasca Sarjana UKDW Yogyakarta. Kontak:

david.widihandojo@gmail.com

2. Richard Leaky & Roger Lewin. Origins Reconsidered: In Search What Makes Us Human. New York:

(6)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO 2

Altruisme & Ekonomi Kekeluargaan

Namun sungguh sayang sejak 1966 kita menolak karya-karya besarnya karena fobia

yang berlebihan kepada komunisme, yang dihantukan oleh diri kita sendiri.

Ekonomi kekeluargaan bukan sebuah konsep ilmiah (scientific concept) dan

tidak menunjuk secara jelas serta spesifik ke sistem ekonomi tertentu. Namun konsep

ini banyak digunakan di Indonesia karena secara umum banyak pihak masih

malu-malu, takut serta bingung untuk seperti Bung Karno mengacu secara tegas dan spesifik

ke sosialisme sebagai alternatif terhadap kapitalisme.

Ekonomi Kekeluargaan Dalam Konteks Histori & Teori

Cita-cita terbentuknya sebuah ekonomi nasional yang mendasarkan diri pada

prinsip kekeluargaan seperti yang tertulis dalam UUD ’45 pasal 33 muncul dalam berbagai perdebatan ekonomi di sepanjang sejarah kehidupan bangsa ini. Dalam

periode 1945 sampai dengan 1960an, para bapak pendiri bangsa ini Hatta, Sjafrudin,

Wilopo, Widjojo Nitisastro, Sumitro Djojohadikusumo dan Frans Seda dengan tegas

mengemukakan prinsip membangun sebuah state-led-economy; dimana negara

berperan penuh mengatur perekonomian untuk kepentingan nasional demi

menetralisir dampak negative kapitalisme. Ditahun 1955, Wilopo menegaskan bahwa

asas perekonomian nasional adalah anti liberal karena kewajiban negara untuk

melindungi ekonomi rakyat dari dominasi dan eksploatasi modal-modal swasta; yang

menurut Hatta, “..suatu penghisapan rakyat oleh para kapitalis yang melihat Indonesia

hanya sebagai onderneming besar untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia dan

sumber buruh murah……perekonomian nasional harus didasarkan pada prinsip

solidaritas dan kesetiakawanan…” Disini koperasi dilihat adalah solusi kongkrit karena koperasi yang dimiliki oleh rakyat dapat dikembangkan sebagai unit ekonomi produktif

yang menggerakkan perekonomian nasional. Ditahun 1963, dalam pidatonya tanggal

28 Maret, Bung Karno menegaskan dukungannya terhadap gagasan para ekonom tsb

dengan mendeklarasikan Ekonomi Sosialis Indonesia yaitu “…….sebuah ekonomi yang

dibangun tanpa exploitation de l’homme par l’homme, tanpa penghisapan manusia

oleh manusia ……dalam masyarakat sosialis Indonesia tiap-tiap orang dijamin akan

pekerjaan, sandang-pangan, perumahan serta kehidupan kulturil dan spiritual yang

layak…” 3

3. Pidato Presiden Sukarno di Istana Negara Jakarta tanggal 28 Maret 1963. Lihat, Imam T. K. Rahardjo

(7)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO Frans Seda dengan tegas mengemukakan bahwa gagasan Sukarno tsb tentang

ekonomi sangat dipengaruhi oleh Marx namun Sukarno bukanlah seorang Marxis yang

radikal. Jika kita ingin mengerti kritik terhadap kapitalisme secara dalam dan

mendasar, mau tidak mau kita pasti meminjam analisis Marx untuk memahami secara

mendasar, struktural dan sistemik apa itu kapitalisme.

Bagaimanakah konsep sosialisme lahir di Indonesia? Mengapa para bapak

pendiri negara ini (the Founding Fathers) sangat bulat setuju mendukungnya? Di

Indonesia, konsep tentang negara dan tanggungjawab sosialnya dikembangkan oleh

Jacques Oppenheim, salah seorang ketua Komisi Konstitusi Kolonial di Indonesia pada

dekade 1920 an. Pokok-pokok pikiran Oppenheim sangat berpengaruh di Indonesia

modern ini serta banyak dikutip didalam tulisan-tulisan politik dan filosofi politik

dalam berbagai karya pemikiran para tokoh pergerakan nasional Indonesia. 4 Selain

itu juga didorong oleh kuatnya nationalist cultural relativism, yang muncul dalam

bentuk penolakan terhadap segenap bentuk tradisi yang liberal serta berbau Barat.

Baratdilihat sebagai sumber individualisme, materialisme, konflik yang destruktif bagi

masyarakat. Timur yang diartikan secara lebih khusus sebagai masyarakat tradisional

Indonesia yang secara romantis diartikan sebagai harmoni dan konsensus. 5 Struktur

sosial politik pada saat Republik Indonesia berdiripun sangat mendukung karena

politik nasional dikuasai hanya oleh sekelompok kecil elit yang terdidik serta memiliki

latar belakang aristokrat. Sedangkan sebagian besar masyarakat hidup di pedesaan,

terbelenggu dalam kemiskinan dan tradisi feudal-aristokratis dimana individu yang

menduduki kepala adalah pemegang kekuasaan absolut.

Dalam pidatonya di sidang BPUPKI, Supomo melancarkan kritiknya terhadap

Liberalisme yang dianggap tidak cocok bagi Indonesia, dan mengajukan alternatif

4. Jacques Oppenheim. De Theorie van den Organischen Staat en Haare Waarde voor Onzen Tijd (The Theory of the Organic State and its Value for Our Times). Groningen, Wolters, 1893. Berdasarkan penelusuran David Bourchier ditemukan bahwa pokok-pokok pikiran Oppenheim berpengaruh di Indonesia modern ini dan dikutip didalam tulisan-tulisan politik. Lihat, Hamid S Attamimi. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, disertasi Doktor Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. 1990. Abdulkadir Besar. “Negara Persatuan Citra Negara Integralistik Anutan UUD 1945" di Guru Pinandita: Sumbangsih Untuk Prof. Djokosoetono SH, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta, 1984. Lihat David Bourchier. Contradictions in the Dominant Paradigm of State Organisation in Indonesia, paper presented in ARC Conference on Indonesia Paradigms for the Future, Fremantle, July 1993.

5. Richard Robison.“Indonesia: Tensions in State and Regime”, in Robison Hewison & Gary Rodan. and

(8)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO 4

Altruisme & Ekonomi Kekeluargaan

bentuk pengorganisasian politik yang paling tepat bagi Indonesia adalah - yang

disebutnya - paham integralistik - yang menurutnya - digali dari Adam Muller, Hegel

& Spinoza. Supomo mengemukakan visinya tentang masa depan Indonesia yang

digambarkannya sebagai sebuah komunitas yang harmonis sehingga Konstitusi Negara

harus tidak merefleksikan dualisme antara negara dan masyarakat maka untuk

mengatasi dualisme ini kekuasaan tertinggi (the ultimate sovereignty) ditangan

Presiden, bukannya di Parlemen. 6

Diantara Adam Muller, Hegel dan Spinoza yang disebut Supomo sebagai sumber

referensinya, Adam Heinrich Muller (1779 – 1829) adalah yang paling signifikan.

Muller adalah filsuf dan ahli ekonomi politik Jerman, gagasannya dituangkannya

dalam Die Elemente der Staatskunst ( Elements of Statecraft), buku ini merupakan

kumpulan materi kuliahnya di depan Prince Bernhard of Saxe-Weimar beserta

negarawan, politisi dan diplomat Jerman terkemuka di Dresden tahun 1808. Dalam

DieElemente Muller mengemukakan bahwa sistem pengorganisasian negara Jerman

yang cocok adalah Standestaat (Corporatist State) yang didasarkan pada filosofi

Negara Organik atau dalam istilah Muller Medieval Feudalism dimana negara dan

masyarakat dilihat sebagai sebuah organisme yang dipersatukan oleh budaya, bahasa,

hukum dan spirit (volksgeist). Bagi Muller inilah model yang terbaik untuk

pengorganisasian sebuah negara modern. Sedangkan untuk perekonomian negara,

Muller menyatakan adalah kewajiban etis negara untuk mengatur perekonomian demi

kesejahteraan rakyatnya dan sepenuhnya menolak gagasan pasar bebas (free market)

Adam Smith dengan mengemukakan bahwa pasar bebas adalah sebuah ekonomi tanpa

etika.7

Dari paparan gagasan Muller ini nampak jelas kuatnya pengaruh gagasan

Jean-Jacques Rousseau yang diuraikannya dalam The Manifesto of Social Contract. 8

6. Yamin, Mohammad 1959. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Yayasan Prapanca,

Jakarta, vol. I, hal. 263.

7 . Adam Heinrich Muller. Die Elemente der Staatskunst, Berlin, 1809; dalam, Karl Mannheim. “The History of the Concept of the State as an Organism: A Sociological Analysis”, in his Essays in Sociology and Social Psychology, Routledge & Keegan, London, 1953.

8. Jean-Jacques Rousseau. The Manifesto of Social Contract. Copyright 2010-2015 by Jonathan Bennet.

www.earlymoderntexts.com/assets/pdfs/rousseau1762.pdf. Jean –Jacques Rousseau. The Social

Contract' and Other Later Political Writings, trans. Victor Gourevitch. Cambridge: Cambridge

(9)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO Rousseau mengajukan gagasan yang sejalan dengan yang dikemukakan Confucius

yaitu menekankan kewajiban tiap warga negara untuk memiliki nasionalisme atau

dalam terminologi Confucius “berbakti pada negara.” Namun setiap penguasa

memiliki tanggungjawab kepada rakyat memberi kesejahteraan, kemakmuran,

keamanan, keadilan dalam hukum dan berbagai bentuk fasilitas kehidupan lainnya;

kewajiban etis yang mengikat hubungan timbal balik inilah yang disebut Rousseau

sebagai kontrak sosial atau oleh Konfusius sebagi Mandat Surga (Heavenly Mandate)

karena hanya seorang yang pemimpin yang berhati mulia, yang mau bekerja bagi

kesejahteraan bangsa yang layak memegang mandat semacam itu.

Baik Konfusius, Jean-Jacques Rousseau dan Adam Muller yang bekerja dijaman

serta konteks budaya dan histori yang sangat berbeda juga dengan selisih waktu sekitar

2 milenia/2000 tahun. Mereka memiliki gagasan yang sama yaitu fokus pada kewajib

- an etis negara untuk mensejahterakan rakyat termasuk dalam mengelola

sumber-sumber daya ekonomi serta meregulasi pasar. Mereka tegas menolak konsep pasar

bebas atau ekonomi Liberal dimana negara tidak turut campur ke pasar karena

membiarkan sepenuhnya sebagai arena bermain para pemilik modal. Mereka sangat

tidak yakin pada kepentingan-kepentingan jangka pendek (short-term interest) para

pemilik modal atau pedagang dalam terminologi Konfusius akan dapat menciptakan

kesejahteraan negara. Ketiga pakar dan filsuf sosial-politik ini melahirkan dua konsep

besar tentang bernegara yang sangat berpengaruh sampai saat ini yaitu Confucian

States yang diterapkan di Asia Timur dan Singapore serta Standestaat yang diterapkan

di negara-negara Eropa Barat serta seluruh negara-negara dengan tradisi politik

Iberian, yang dimasa Eropa modern dikenal sebagai Welfare States. Baik Confucian

States maupun Welfare States, negara berperan kuat, aktif dan intervensionis

mengatur perekonomian demi kesejahteraan warganya, ini jelas manifestasi dari

sosialisme Marx atau sering juga disebut sebagai state capitalism atau

state-led-capitalism.

Jelas konsep bernegara ini sangat jauh berbeda dengan demokrasi dan

kapitalisme Liberal yang dianut negara-negara Anglo-Saxon. Konsep demokrasi

(10)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO 6

Altruisme & Ekonomi Kekeluargaan

Mill, filsuf dan ekonom politik Skotlandia.9 Berbeda dengan Muller, Rousseau dan

Confucius, Mill melihat inti masyarakat adalah individu dengan demikian kebebasan

dan demokrasi adalah jalan menuju kebebasan individu secara penuh. Mill melihat

kehadiran negara cenderung hanya akan membatasi atau mengungkung kebebasan

individu. Oleh karena itu negara dan individu adalah kekuatan yang saling bertentang

- an (conflicting forces) maka kebebasan dan demokrasi yang sejati akan terbentuk jika

peran & wewenang negara dibatasi. Inilah latar belakang munculnya konsep kaum

Liberal dan Neoliberal bahwa demokrasi hanya tercapai dengan cara memperlemah

negara serta membebaskan pasar menjadi hanya sebuah arena bermain para pemilik

modal.

Bagi Confucius,Rousseau dan Muller, inti masyarakat adalah kelompok/kolektif

(Rousseau dan Muller) atau keluarga (Confucius). Disini kebebasan dan demokrasi

adalah jalan untuk memperkuat eksistensi kelompok atau keluarga. Konfusius,

Rousseau dan Muller juga melihat negara dan rakyat bukanlah dua kekuatan yang

saling berlawanan tetapi saling mendukung, negara hadir untuk memperkuat

eksistensi kelompok atau keluarga. Jadi kebebasan dan demokrasi dalam konsep

Konfusius, Rousseau & Muller adalah upaya untuk menata ulang hubungan negara dan

rakyat sehingga terbentuklah –menurut Konfusius - harmoni. Dalam konsep Konfusius

harmoni bukan berarti tidak ada konflik tetapi tidak ada relasi yang eksploatatif antara

negara dan rakyat. Menata ulang hubungan negara dan rakyat inilah yang menjadi

fokus Tiongkok dalam membangun demokrasinya. Bagi Tiongkok demokrasi bukanlah

the right to vote yang diutamakan seperti dalam konsep demokrasi Liberal tetapi the

involvement in the decision making, yang sama dengan gagasan Deliberative

Democracy dalam tulisan Rousseau. Disini rakyat terlibat langsung dalam pengambil

- an keputusan atas hal-hal yang strategis, ini nampak jelas dalam tatanan dan aturan

wewenang para pemimpin politik Tiongkok.

Konsep hubungan negara dan rakyat yang dilahirkan Konfusius, Rousseau dan

Muller ini sejalan dengan Sosialismenya Marx karena Marx mengadopsi konsep Adam

Muller dalam pengaturan negara dan rakyat. Oleh karena itu bagi Marx adalah

9. John Stuart Mill. ”On Liberty” Encyclopaedia Britannica, 1859; “On Social Freedom.”Oxford Cambridge Review, 1907. John S Mill sangat dipengaruhi oleh ayahnya, James Mill, yang dikenal

(11)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO tanggungjawab etis negara untuk menata pasar demi kesejahteraan rakyat. Sejalan

dengan Konfusius, Rousseau dan Muller, Marx tidak yakin short-term interest para

pemilik modal akan dapat menciptakan kemakmuran bagi negara dan bangsa.

Tegasnya, negara wajib menata pasar sehingga tercipta relasi yang positif antara pasar

dan rakyat yaitu terciptanya kemakmuran bagi semua pihak sehingga tidak ada lagi

hubungan eksploatatif antara di pasar yang merugikan rakyat.

Dari sudut pandang Liberal, ketimpangan sosial, kemiskinan, pengangguran

serta berbagai dampak negatif kapitalisme hanyalah simtom yang muncul akibat tidak

kompetennya individu atau kesalahan kebijakan saja. Disini penyelesaian sepenuhnya

hanya melalui pelatihan/ training, sertifikasi, pelatihan-pelatihan motivasi dsb. Marx

menunjuk dengan tegas dan tajam bahwa semua itu bukan sekedar simtom tetapi

sistemik, kontradiksi yang terjadi pada kapitalisme itu sendiri, jadi ini adalah

struktural dan sistemik. Ini berarti, penyelesaian yang bersifat parsial – hanya untuk

menghilangkan simtom – sepenuhnya tidak signifikan. Kemudian Marx menunjukkan

arah guna menetralisir dampak negatif ini yaitu dengan meminjam gagasan Muller

yaitu negara wajib mengatur ekonomi demi kesejahteraan warganya untuk

membangun sebuah perekonomian yang berorientasi bagi kepentingan masyarakat

sehingga terbentuk sebuah ekonomi sosialis atau sosialisme, ekonomi untuk sosial.

Bukannya kapitalisme, ekonomi untuk kapital/pemilik modal.

Dalam bentuk yang belum sempurna inilah yang terjadi pada ekonomi

Tiongkok, dimana pembangunan terjadi sejak 1980 sampai saat ini berhasil

membebaskan lebih dari 800 juta orang dari jebakan kemiskinan, penghasilan

meningkat terus melaju menuju ke level negara kaya dan sekalipun terbuka gap antara

kaya dan miskin tetapi masyarakat Tiongkok tetap yang paling merata di dunia karena

korporasi tetap dibawah pengawasan negara yang ketat dan 80% ekonomi tetap

dikuasai negara melalui BUMN sehingga kekayaan yang terbentuk tetap mengalir

untuk ke negara bagi kemakmuran bersama.

Oleh karena itu adalah sebuah kebodohan, ignorance ataupun ketidaktahuan

apa itu kapitalisme atau sosialisme bagi yang menyatakan bahwa Tiongkok telah

(12)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO 8

Altruisme & Ekonomi Kekeluargaan

komunisme/ sosialisme Tiongkok sudah mati! 10 Fakta bahwa negara Tiongkok kokoh

mempertahankan kontrol terhadap 80% ekonomi sangat jelas membuktikan bahwa

ini sebuah sosialisme. Sangat jelas bahwa kapitalisme liberal bukanlah satu-satunya

sistem ekonomi yang mampu menciptakan kemakmuran. Juga adanya gerai

MacDonald, Gucci, Rolex, Prada, Louis Vitton, Hermes, Kentucky Fried Chicken

ataupun Burger King bukanlah bukti kehadiran kapitalisme tetapi sekedar indikasi

terjadinya kemajuan ekonomi. Apa yang terjadi adalah reformasi yang terus

berkelanjutan. Tiongkok adalah sebuah bangsa yang sangat terbuka, agresif dan

dinamis mereka terus menerus belajar dan mereformasi diri. Baik negara, Partai

Komunis Tiongkok serta seluruh sektor kehidupan, terus menerus memperbaiki diri.

Sejak tahun 1980 sampai saat ini terjada puluhan reformasi dalam skala nasional dan

4 diantara sangat komprehensif untuk segala sektor kehidupan dan semuanya demi

kesejahteraan kehidupan rakyat Tiongkok. Aapa yang terbentuk saat ini adalah

Sosialisme, Partai Komunis dan Negara Tiongkok yang modern, canggih, kokoh,

tangguh dan sangat efektif serta efisien. Menurut Martin Jacques,…saat ini adalah yang

paling efektif di dunia, jauh melebihi kemampuan negara-negara Barat…..11 Sebaliknya

Kapitalisme Liberal di US, UK dan negaranegara Anglo Saxon lainnya dan di Indo

-nesia, Fillipina dsb terjebak kedalam orthodoxy yang menuntun kedalam krisis yang

parah sampai saat ini.

Namun terlepas dari perdebatan tentang Tiongkok, bukankah pembangunan

dalam sistem ekonomi seperti yang terjadi di Tiongkok; dimana pembangunan

membebaskan bangsanya dari kemiskinan, menciptakan kemandirian, kemakmuran,

harga diri dan kemajuan bangsa, dimana pembangunan menciptakan lapangan kerja

dan membuka kesempatan untuk maju bagi setiap orang secara merata, dimana

kekayaan dan sumber daya nasional dikelola dan diatur oleh negara demi kesejahtera

- an bangsa, dimana kesenjangan kaya dan miskin dikelola dengan baik sehingga relatif

tetap merata. Bukankah ini adalah perekonomian yang diimpikan oleh Bung Karno,

Bung Hatta, Syafrudin dan kemudian dilanjutkan dengan mimpi-mimpi indah dengan

10. Sebagai contoh lihat, James Mann. 2007. The China Fantasy: How Our Leaders Explain Away Chinese Repression. New York: Viking, hal.1-7; Willy Lam, 2009.”China’s Political Feet of Clay,” Far Eastern Economic Review, October, hal. 10-14; Bruce Gilley. 2004. China Democratic Future: How It Will Happen and Where It Will Lead: New York: Columbia University Press. I.Wibowo. Belajar dari China: Bagaimana China Merebut Peluang Dalam Era Globalisasi. Jakarta: Kompas, 2004.

(13)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO topik Ekonomi Kekeluargaan? Namun mengapa kita yang membangun 20 tahun lebih

dahulu dari Tiongkok tetap berkubang dalam lumpur kemiskinan dan pengangguran

dan terjebak hutang yang menumpuk? Dengan hanya segelintir elit politik dan kelas

pemilik modal yang terus menerus bertambah kaya sedangkan penghasilan rakyat

terus menerus menurun ke titik nadir tergerus inflasi dan jatuhnya Rupiah?

Rontoknya Cita-Cita Ekonomi Kekeluargaan

Sampai dengan dekade awal 1980an di Indonesia, para pemimpin politik dan

teknokrat tetap teguh menolak liberalisasi pasar. Namun perubahan besar terjadi

diakhir dekade 1980an, pemicunya adalah jatuhnya harga minyak yang pada tahun

1982 harga minyak jatuh dari $38/barrel ke $28/barrel dan pada tahun 1986 merosot

tajam menjadi $ 12/barrel kemudi.an perlahan-lahan naik kembali menjadi $

18/barrel. Jatuhnya harga minyak ini menyebabkan turunnya penerimaan pemerintah

sebesar 35% yaitu sekitar US$ 6 milyar per tahun ditambah depresiasi US dollar yang

meng -akibatkan naiknya kewajiban pembayaran hutang negara sebesar US 1.6

milyar.12 Untuk pertama kalinya rejim Suharto dihadapkan dengan keterbatas -an

finansial yang parah sehingga mendorong pemerintah menggali pendanaan dari swasta

dan rejim Orde Baru tidak dapat lagi menolak tekanan negara adikuasa untuk

menerapkan liberalisasi perekonomian.

Liberalisasi perekonomian di Indonesia dirancang oleh sebuah tim teknokrat

dan ekonom yaitu Ali Wardhana, Mohammad Sadli, Iwan Jaya Aziz, Hadi Soesastro

dan Marie Pangestu. 13 Dimulai Juni 1988 dengan deregulasi perbankan dan keuang

-an y-ang dil-anjutk-an dibul-an Nopember deng-an penghapus-an proteksi non-tariff lebih

dari separuh komoditas yaitu bijih besi, baja, plastik dan bahanbahan kimia. Di

lanjutkan di bulan Juni 1994, pemerintah kembali meluncurkan kebijakan pen

-cabutan kewajiban investor asing untuk bermitra dengan warga negara Indonesia serta

memperbolehkan kepemilikan asing 100%. Puncak liberalisasi terjadi di bulan

Nopember 1994 yaitu pada saat Presiden Suharto mengumumkan secara terbuka

dalam sidang APEC di Bogor bahwa Indonesia sepenuhnya siap memasuki era

perdagangan bebas di Asia Pasifik yang di ikuti dengan penghapusan tariff untuk 6,030

12. Ali Wardhana. “Structural Adjustment in Indonesia: Export and the High-Cost Economy,” Indonesian Quarterly, XVII/3, 1990. Halaman 209 – 211.

13 . Rizal Mallarangeng. “Politik Liberalisasi Ekonomi Indonesia: Mencari Sejumlah Penjelasan,”

(14)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO 10

Altruisme & Ekonomi Kekeluargaan

komoditi. Setahun kemudian di bulan Nopember 1995, pemerintah melakukan

swastanisasi 3 BUMN besar yaitu PT Telkom, PT Timah dan PT Indosat. Sejak itu laju

liberalisasi perekonomian dan swastanisasi BUMN pun makin gencar dan merambah

ke semua sektor kehidupan bangsa termasuk pendidikan dan setahap demi setahap

kesehatan sehingga di lingkungan Asia Pasifik, Indonesialah yang terdepan dalam

liberalisasi perekonomiannya.14

Fobia berlebihan kepada komunisme dan fanatisme terhadap demokrasi dan

kapitalisme liberal merupakan habitat yang subur dan menguntungkan bagi para

kapitalis baik lokal maupun global. Oleh karena itu tidak perlu heran jika arus

liberalisasi ekonomi mengalir deras, para pemilik modal besar memborong

sumber-sumber daya alam, membentuk kartel untuk menguasai pasar dalam negeri, menguasai

politik, pengangguran dan jurang kaya dan miskin melebar secara tak terkontrol,

kemiskinan cenderung naik terus dan negara terjebak hutang yang akut. Ini bukan khas

Indonesia tetapi terjadi secara global, kondisi AS jauh lebih parah lagi dan sampai saat

ini belum ada tanda-tanda akan mampu bangkit dari krisis. Akar masalahnya sudah

dikemukakan dengan amat jelas oleh Marx sekitar 2 abad yl; dan kemudian ditegaskan

oleh Joseph Stiglitz yaitu ketimpangan/ketidakmerataan (inequality); bagi Stiglitz

krisis yang terjadi adalah akibat ketimpangan sosial akibat lebarnya perbedaan kaya

dan miskin membuat masyarakat terbelah (divided society) dan ini sangat membahaya

- kan AS. 15 Marx sudah mengemukakan hal yang sama 2 abad yang lalu bahwa

kapitalisme akan bunuh diri akibat berbagai kontradiksi yang terjadi dalam sistemnya

sendiri dan jelas ketimpangan sosial adalah salah satu kontradiksi yang dimaksud.

Refleksi Ekonomi Kekeluargaan

Bung Karno bersama Hatta, Syafrudin, Sumitro, Fran Seda dan

teman-temannya yang lain sudah tepat dalam menetapkan Sosialisme sebagai sistem ekonomi

yang paling tepat untuk memenuhi impian Ekonomi Kekeluargaan. Sekalipun dititik

awal Hatta, Sjafruddin, Sukarno dan teman-temannya telah tegas menunjukkan

langkah yang kongkrit untuk menerapkan Ekonomi Kekeluargaan dengan

mendeklarasikan bahwa ekonomi di Indonesia adalah sebuah Sosialisme. Namun sejak

1966 arah politik berubah kuat karena Indonesia terjebak kedalam kancah Perang

14 . Ibid

15. Joseph Stiglitz. The Price of Inequality: How’s Today’s Divided Society Endangered Our Future.

(15)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO Dingin dengan memberangus semua gagasan kritis terhadap kapitalisme. Segenap

karya Marx serta tiap tulisan yang kritis dilarang. Akibatnya, karya-karya tulisan

tentang Ekonomi Kekeluargaan menjadi sangat normatif dan romantis, bagikan novel

dan ceritera pendek yang romantis, konsep Ekonomi Kekeluargaanpun digantikan

dengan berbagai nama yang indah-indah.16 Lengkap dengan berbagai bumbu agama,

ayat-ayat dari firman Tuhan serta norma-norma budaya lainnya namun tanpa ada

upaya serius untuk masuk kedalam tataran berpikir saintifik, sistemik dan realistis

termasuk memikirkannya ketataran struktural dan sistem supaya operasional untuk

diterapkan.

Semua ini konsisten dengan kondisi sosial-politik di Indonesia, dimana

buku-buku referensi sangat terbatas serta hanya bersumber pada para penulis Liberal dan

makin diperparah dengan tingginya kelesuan minat baca dan keingintahuan

(curiosity) generasi muda akibat terjangkit virus Lazy-Indonesian-Brain. Ini terjadi

disemua lapisan generasi muda. Mereka lebih menyukai dan meyakini informasi palsu

(hoax) dari BBM, WA, Line, dan Messenger daripada membaca serta berpikir secara

mendalam berbagai analisis dari Kompas, Tempo, BBC InDepth atau The Economist.

Akibatnya, sekalipun telah memasuki era kebebasan informasi melalui revolusi

Teknologi Informasi, dimana”information just on the finger-tip” tetap saja tulisan yang tajam serta mendasar mengupas Ekonomi Kekeluargaan sulit ditemui.

Kelemahan utama yang sering saya temui dalam tulisan Ekonomi Kekeluargaan

adalah sebagai berikut:

1. Tidak Adanya Filsafat tentang Manusia: setiap sistem ekonomi baik itu

kapitalisme atau sosialisme selalu memiliki filsafat tentang manusia yang

mendasarinya. Manusia macam apakah yang akan dibentuk dalam sistem ini?

Manusia yang serakah dan dan selalu terpacu dengan insentif uang? Ataukah

manusia sosial yang hidup memperhatikan keseimbangan dengan sesama atau

harmoni dan konsep Konfusius.

2. Tidak Adanya Mekanisme Sistem untuk Membentuk Perilaku yang

Dikehendaki: perilaku apakah yang dikehendaki akan dilakukan oleh manusia

dalam sistem ekonomi ini? Perlu diciptakan mekanisme untuk merangsang

manusia melakukan perilaku tsb. Jika kita menginginkan bangsa Indonesia

(16)

DOC:DATA/VID/CRITICAL REVIEW/MAY’2016 DAVID SULISTIJO WIDIHANDOJO 12

Altruisme & Ekonomi Kekeluargaan

kreatif dan inovatif mengembangkan usaha (berwiraswasta) maka yang

dikembangkan bukannya sebanyaknya mungkin melakukan pelatihan wira -

swasta dan menambah beban kurikulum sekolah dengan mata kuliah kewirau

-sahaan. Itu semua hanya lelucon besar dan pasti tidak akan berhasil. Cukup

ciptakanlah mekanisme dalam sistem yang mendukung inovasi dan mendorong

dibukanya berbagai usaha baru. Jadi mekanisme dalam sistem itulah yang jauh

lebih mendasar dan utama.

Tanpa adanya bahasan yang mendalam atas kedua hal tsb diatas maka tulisn-tulisan

Ekonomi Kekeluargaan menjadi tulisan yang romantis dan normatif belaka.

Salatiga, medio May, 2016

Referensi

Dokumen terkait

Bila pasien pulang diluat jam kerja untuk urusan administrasi akan dilakukan di hari berikutnya Allianz tidak bekerja sama dengan Poli Sore. Untuk Jam pulang pasien rawat inap

Hasilnya, Dewan direksi wanita secara parsial memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan dewan direksi asing, komposisi komisaris

Setelah melakukan pengeditan isi, pengorganisasian, dan gaya penulisannya, langkah berikutnya adalah melakukan pengeditan dari sudut mekanik atau teknis penulisan suatu pesan –

“Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan : Study Empiris pada Perusahaan

Pendekatan kebudayaan di artikan sebagai sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan suatu gejala yang menjadi perhatian dengan menggunakan kebudayaan

Why, a bad action is just a wrong in this world, but when you’ve won the whole world, it’s a wrong in your own world, so you can make it right

Pada bulan Juli 1952, pro-Barat pemerintah Mesir digulingkan oleh nasionalis Pejabat Free Gerakan dipimpin oleh Gamal Abdel Nasser. Baik Qutb dan Ikhwanul Muslimin menyambut

Ekoran daripada itu, penulis telah didorong untuk menjalankan satu kajian bagi mengenalpasti perbezaan antara kaedah IBS dan kaedah konventional dari segi tempoh penyiapan projek,