• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sosiologi Sastra (1) sosiologi sosiologi sosiologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sosiologi Sastra (1) sosiologi sosiologi sosiologi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra, Sosiologi berasal dari akar kata sosio (yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, sosio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan (evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris.Sastra dari akar sas (Sansakerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra adalah kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.

Karya sastra sebagai cermin masyarakat pada suatu zaman bisa juga dianggap sebagai dokumen sosial budaya, meskipun unsur-unsur imajinasi tidak bisa dilepaskan begitu saja, sebab tidak mungkin seorang pengarang dapat berimajinasi jika tidak ada kenyataan yang melandasinya. Karya sastra juga bisa menjadi media untuk menyampaikan gagasan atau ide-ide penulis. Max Adereth dalam salah satu karangannya membicarakan litterature engage (sastra yang terlibat) yang menampilkan gagasan tentang keterlibatan sastra dan sastrawan dalam politik dan ideologi (Sapardi, 2002:15).

Sastra dalam prespektif sosiologi sastra merupakan sebuah cermin dari realitas yang terjadi di masyarakat. Dalam pandangan Lowethal (Laurenson & Swingewood dalam Endraswara, 2004:88) sastra sebagai cermin nilai dan perasaan, akan merujuk pada tingkatan perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang berbeda dan juga cara individu menyosialisasikan diri melalui struktur sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Dari paparan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah dari makalah ini antara lain:

1. Bagaimana konteks pengarang dalam novel “Pulang” Karya Leila S Chudori? 2. Apa novel “Pulang” termasuk cerminan masyarakat? Jelaskan!

(2)

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain:

1. Mengetahui lebih rinci tentang konteks pengarang dalam novel “Pulang” Karya Leila S Chudori.

(3)

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Hakikat Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra adalah suatu tealaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakatdan tentang sosial dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan masalah-masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain. (Atar Semi: 52).

Pandanga Atar Sami mendeskripsikan kajian sosiologi sastra tidak jauh beda dengan unsur-unsur ekstrinsik karya sastra. Sosiologi sastra ingin mengaitkan penciptaan karya sastra, keberadaan karya sastra, serta peranan karya sastra dengan realitas sosial (Retno, 2009:164). Lebih jauh Wolf (Faruk dalam Endraswara, 2004:77) memberikan defiinisi bahwa sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari studi, studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general, yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat.

Baik sosiologi maupun sastra memiliki objek kajian yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat,memahami hubungan-hubungan antarmanusia danproses yang timbul dari hubungan-hubungan tersebutdi dalam masyarakat.Bedanya, kalau sosiologi melakukan telaah objektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial, mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung dan bagaimana ia tetap ada, maka sastra menyusup, menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya, melakukan telaah secara subjektifdan personal (Damono,2002).

Telaah sosiologis mempunyai tiga klasifikasi (Wellek dan Werren dalam Atar Semi: 53) yaitu:

1. Sosiologi pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, idiologi politik, dan lain-lain yang menyangkut status pengarang.

2. Sosiologi karya sastra: yakni mempermasalahkan tenatang suatu karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya.

(4)

2.2 Objek Kajian Sosiologi Sastra

1.

Konteks Sosial Pengarang

a) Bagaimana sastrawan mendapatkan mata pencaharian; apakah ia menerima bantuan dari pengayom atau dari masyarakat secara langsung atau bekerja rangkap.

b) Profesionalisme dalam kepengarangan; sejauh mana sastrawan menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi.

a) Sastra mungkin dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu sudah tidak berlaku lagi pada waktu ia ditulis.

b) Sifat “lain dari yang lain” seorang sastrawan sering mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam karyanya.

c) Genre sastra sering merupakan sikap sosial suatu kelompok tertentu, dan bukan sikap sosial seluruh masyarakat.

d) Sastra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat yang secermat-cermatnya mungkin saja tidak bisa dipercaya atau diterima sebagai cermin masyarakat. (Damono, 2002: 4)

2.3 Karya Sastra dalam Perspektif Sosiologi Sastra

(5)

Demikian juga, pembaca yang menikmati karya sastra. Pembaca pun merupakan anggota masyarakat, dengan sejumlah aspek dan latar belakang sosial budaya, poltik, dan psikologi yang ikut berpengaruh dalam memilih bacaan maupun memaknai karya yang dibacanya.

Bertolak dari hal tersebut, maka dalam perspektif sosiologi sastra, karya sastra antara lain dapat dipandang sebagai produk masyarakat, sebagai sarana menggambarkan kembali (representasi) realitas dalam masyarakat. Sastra juga dapat menjadi dokumen dari realitas sosial budaya, maupun politik yang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu. Di samping itu, sastra juga dapat menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai ataupun ideologi tertentu pada masyarakat pembaca. Bahkan, sastra juga sangat mungkin menjadi alat melawan kebiadaban atau ketidakadilan dengan mewartakan nilai-nilai yang humanis. Uraian berbagai macam varian sosiologi sastra pada bab berikutnya, akan menjelaskan berbagai macam perspektif sosiologi sastra dalam memandang keberadaan karya sastra.

Sosiologi sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. Perspektif ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Ketiga, perspektif reseptif, yaitu penelitian menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra (Endraswara, 2004:81).

Ian Watt (Damono, 2002:5) merumuskan pendekatan sosiologi sastra melalui tiga cara: 1) Konteks pengarang. Ini berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam

masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.

2) Sastra sebagai cerminan masyarakat, sampai sejauh mana sastra dapat dianggap mencerminkan keadaan masyarakat.

3) Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai berapa jauh pula nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus politik bagi masyarakat pembaca.

2.4 Sinopsis

(6)
(7)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Konteks Pengarang dalam Novel “Pulang” Karya Leila S Chudori

Suatu karya sastra, khususnya novel selalu memiliki relasi dengan pengarangnya. Berbagai aspek yang sangat berpangaruh dari pengarang dalam menuangkan ide, gagasan kreatifnya dalam karya sastra. Aspek sosial-politik pengarang merupakan aspek yang paling berperan dalam medeskripsikan cerita dalam sebuah novel.

Seperti halnya dalam novel “Pulang” karya Leila S Chudori. Leila sangat lihai dan cermat dalam mengisahkan para tokoh dalam novel tersebut. Novel Pulang, terdapat tujuh orang juru-kisah: Hananto Prawiro, Dimas Suryo, Lintang Utara, Vivienne Deveraux, Segara Alam, Bimo Nugroho, dan orang ketiga di luar cerita. Kecuali narator terakhir yang hanya digunakan Leila pada sub-bab Keluarga Aji Suryo (hlm. 329-363), enam narator lain berbicara mengenai diri mereka sendiri dan orang-orang di sekitarnya secara personal. Namun tentu saja porsinya tak sama banyak. Bisa dikatakan, yang paling dominan suaranya dalam novel ini adalah Dimas dan Lintang. Dimas sebagai perwakilan generasi pertama generasi yang berhubungan secara langsung dengan prahara 1965 dan Lintang sebagai juru bicara generasi kedua, generasi yang terkena imbas masa silam dan diharuskan ikut menanggung beban sejarah. Pulang berkisah tentang orang-orang yang merindukan tanah kelahiran sebagai tempat terindah dalam kehidupannya. Pulang adalah sebuah cerita keluarga, persahabatan, cinta dan pengkhianatan berlatar belakang tiga peristiwa bersejarah: Indonesia 30 September 1965; Prancis Mei 1968; dan Indonesia Mei 1998”.

(8)

Literary Award (KLA) 2014. Pulang mampu menarik pembaca untuk terus membacanya sampai akhir, terpikat, dan terhibur. Pembaca mendapatkan apa yang selayaknya diperoleh dari cerita: Penyajian Pulang membantu pembaca memaknai sebuah nasionalisme dan memeriksa kembali keyakinan dan konstruk pembaca tentang Indonesia. Kini, Novel Pulang kurang lebih sudah memikat dan membantu para pembaca memaknai kembali Indonesia. Kekuatan penyajian novel ini berperan besar menghasilkan daya pikat dan daya gugahnya.

3.2 Novel “Pulang” Sebagai Cerminan Masyarakat

Keberadaan karya sastra tidak terlepas dari adanya hubungan timbal balik antara pengarang, masyarakat, dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Seperti dalam kutipan berikut:

“Aku tidak bisa marah pada Nara. Selain Maman, Nara adalah orang yang paling memahami hatiku. Dia tahu, ada sebuah ruang di dalam diriku yang tak kukenal, begitu asing, begitu ganjil yang bernama Indonesia. Kami sama-sama generasi yang lahir di Paris dari orang tua Prancis dan Indonesia. Bedanya, Nara dan orang tuanya bisa bebas keluar masuk Jakarta tanpa masalah. Orangtua Nara tak dikerangkeng oleh sejarah buruk. Sedangkan Ayah dan ketiga sahabatnya akan selalu dipagari oleh teralis yang dinamakan G 30 S (pemerintah Indonesia menambahkan kata ‘PKI’ di belakangnya). Aku menjelaskan soal pagar dan sejarah ini pada Nara. “Kalaupun aku membuat film dokumenter ini, isinya menjadi testimoni para eksil. Aku tak akan bisa ke Indonesia untuk mewawancarai pihak pemerintah Indonesia. Aku bahkan tak akan bisa menginjak KBRI untuk sekadar merekam pandangan resmi mereka terhadap eksil politikseperti Ayah, Om Nug, Om Tjai, Om Risjaf, dan...” (Chudori.2013:155)

(9)

“Ayah dan ibunya saling memandang, kaget. Jantung Aji mulai bedebar. ‘Sejak saya bekerja di PT Citra Karya, saya berkenalan dengan dia.’ ‘O, teman kerja?’ tanya Dini. ‘Bukan. Dia anak Pak Pri.’ ‘Pak Pri?’ ‘Ya, Pa. Pak Priasmoro, direktur.’ ‘Bukan Pak Dirjen kan?’ ‘Di bawahnya Pa. Pak Priasmoro adalah atasan saya di bidang kontruksi.’ ‘Ooo...’ Mereka semua terdiam. Baik Aji, Retno, maupun Andini sudah sudah tahu bahwa sejak empat tahun terakhir Rama bekerja sebagai salah satu akuntan tepercaya di BUMN yang bergerak di bidang konstruksi. Mereka juga mafhum bahwa Rama bisa lolos litsus masuk BUMN, itu berarti dia pasti tak menggunakan nama Suryo dan berbohong tentang latar belakangnya. Aji tahu betul untuk masuk ke dalam perusahaan milik negara harus melalui birokrasi yang luar biasa yang memastikan calon pegawainya betul-betul bebas dari ‘kekotoran’ hubungan darah dengan tahanan politik atau eksil politik. (Chudori.2013:340-341)

Dalam kutipan di atas si penulis menggambarkan Rama sebagai keponakan eksil politik yang sangat membenci pamannya dan ingin melupakan masa lalu yang dianggap sangatlah kelam. Untuk itu dia ingin merubah hidupnya dengan tidak menggunakan nama belakang Suryo dan menyembunyikan identitasnya sebagai salah satu saudara eksil politik dan bekerja di salah satu perusahaan negara. Namun keputusan yang diambil Rama membuat Ayah dan ibunya sangatlah kecewa kepadanya.

3.3 Nilai Politik yang Terdapat dalam Novel “Pulang”

Sebagai sebuah karya sastra yang tidak terlepas dari faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya, sastra juga merupakan sebuah maha karya manusia yang tidak terlepas dari nilai-nilai ideologi, baik ideologi dari pengarang, ataupun ideologi-ideologi luar luar yang mempengaruhi perkembangan karya sastra itu sendiri. Salah satu fungsi dari karya sastra adalah sebagai alat untuk penyampai ideolog, pengetahuan, dan nilai-nilai sosial. Faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kesusastraan adalah politik, pengarang dengan pandangan politik tentu biasanya juga menyalurkan ideologi politiknya ke dalam karya sastra yang dihasilkannya. Ideologi dan politik dalam kesusastraan tidak hanya terangkum dalam karya sastra melalui sentuhan dari penulis kesusastraan tersebut, namun ada kalanya pengaruh dari ideologi dan politik itu datang dari luar dengan memberikan batasan-batasan terhadap karya sastra apa saja yang bisa dipublikasikan. Seperti dalam kutipan berikut:

“Kali ini kampus Trisakti bukan hanya penuh oleh mahasiswa dan alumni, tetapi terlihat banyak tokoh yang datang menghadiri aksi berkabung ini. aku melihat Amien Rais, Megawati Sukarnoputri, Emil Salim, Ali Sadikin, dan Adnan Buyung Nasution. Aku mencoba mendekat ke tengah untuk merekam mereka berorasi secara bergantian.

(10)

seluruh negeri menyorot kampus ini dan mengirim rasa simpati. “Hidup Bang Ali, Hidup Bang Ali,” demikian para mahasiswa untuk menyampaikan orasinya. Aku berdesak lebih dekat agar bisa merekam dia. “Saya ikut serta mendirikan Orde Baru, tapi kecewa!” katanya dengan suara lantang.” (Chudori.2013:414-415).

(11)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sosiologi sastra adalah suatu tealaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakatdan tentang sosial dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan masalah-masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain.

pendekatan sosiologi sastra dapat dilakukan dengan 3 cara antara lain:

4) Konteks pengarang. Ini berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca.

5) Sastra sebagai cerminan masyarakat, sampai sejauh mana sastra dapat dianggap mencerminkan keadaan masyarakat.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Atar Semi. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Chudori, S, Leila.2013. Pulang. Jakarta: PT Gramedia.

Damono, Sapardi Djoko. 2002. Pedoman Penelitian Sosiologi Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa. Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan mengenai pengaturan lokasi tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.3.

Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang progresif lambat maka timbulnya gejalanya pun lambat dan tidak disadari sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Keluhan

Jadi, etnomusikolog dan etnomusikologi tidak hanya berada di dalam konteks akademik untuk mengembangkan teori yang berlaku di kampus saja tetapi juga kerangka kebijakan yang

Hasil uji t masing-masing bahan binder menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara bahan binder albumin, kasein, dan campuran dengan bahan binder paten Leuron E dan

METODE TERMODINAMIKA l y K‐Value > Hidrokarbon : Peng‐Robinson, Soave‐Redlich‐ Kwong

YB TUAN WONG LING BIU [SARIKEI] minta WIENTERI KESEJAHTERAAN BANDAR, PERUMAHAN DAN KERAJAAN TEMPATAN menyatakan apakah lanakah-langkah yana telah diambil oleh Keraiaan

Shukla ve ark (1999) ile benzer şekilde, topikal uygulanan fizyolojik tuzlu suyun iyileşen deri yarası dokusunda hidroksiprolin düzeyini etkileyebileceği yönünde

Dengan melihat pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam perikop ini Paulus menyatakan kebenaran Allah dari dua sisi, yaitu (1) secara forensik sebagai status benar