• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT STRES PENGASUHAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DITINJAU DARI STRATEGI COPING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT STRES PENGASUHAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DITINJAU DARI STRATEGI COPING."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN TINGKAT STRES PENGASUHAN ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL DITINJAU DARI

STRATEGI COPING

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu

(S1) Psikologi (S.Psi)

Nafidhotul Khusnah NIM. B07209072

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara tingkat stres pengasuhan orang tua yang memiliki anak retardasi mental ditinjau dari strategi coping yang digunakan. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada orang tua yang memiliki anak retar dasi mental dengan berjumlah responden sebanyak 39 orang yang memenuhi syarat dan bersedia tuk menjadi subjek dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan statistik uji-t dengan teknik analsis anova dengan bantuan program SPSS 16for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan antara tingkat stres dan strategi coping (Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping) orang tua yang memiliki anak retardasi mental, dimana nilai rata-rata PFC sebesar 77,20 dan EFC sebesar 87,875. Perbedaan nilai rata-rata PFC tersebut relatif rendah dari nilai rata-rata EFC atau terdapat perbedaan stres pengasuhan pada PFC dan EFC. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji independent sample t test, yang menunjukkan nilaihitung yang dihasilkan sebesar -2,318 dengan nilai signifikansi 0,027 (p<0,05)sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak yang artinya terdapat perbedaan stres pengasuhan ditinjau dari strategi coping (PFC dan EFC).

(7)

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Stres Pengasuhan 1. Pengertian Stres ... 10

2. Pengertian Stres Pengasuhan... 10

3. Penyebab & Akibat Stres Pengasuhan ... 11

4. Aspek-Aspek dalam Pengasuhan ... 13

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Pengasuhan ... 17

B. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping ... 20

2. Bentuk-Bentuk Strategi Coping ... 20

3. Aspek-Aspek Strategi Coping ... 22

4. Faktor-faktor yang MempengaruhI Strategi Coping ... 23

C. Retardasi Mental 1. Pengertian Retardasi Mental ... 25

2. Kriteria Diagnosa Retardasi Mental ... 26

3. Faktor-faktor penyebab Terjadinya Retardasi Mental ... 26

4. Karakteristik Retardasi Mental ... 29

5. Klasifikasi Retardasi Mental ... 30

D. Perbedaan Tingkat Stres dan Coping Stres Ibu yang Memiliki Anak RM ditinjau dari Streategi Coping ... .... 31

(8)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Variabel & Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian ... 36 2. Definisi Operasional ... 36 B. Subjek Penelitian

1. Populasi ... 38 2. Tehnik Sampling ... 39 C. Tehnik Pengumpulan Data

1. Blue Print Strategi Coping ... 42 2. Blue Print Stres Pengasuhan ... 42 D. Uji Validitas

1. Validitas ... 43 2. Reabilitas ... 57 E. Analisis Data

1. Ui Normalitas ... 60 2. Uji Homogenitas ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam kehidupan berumah tangga, setiap pasangan tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai pelengkap kebahagiaan serta puncak pemenuhan dari kebutuhan pernikahan mereka (Gargiulo, 1985). Kehadiran anak akan menjadi kebahagiaan ditengah-tengah keluarga dan membawa beragai perubahan bagi keluarga. Perubahan yang mendasar berkaitan dengan status baru sebagai orangtua yang memiliki kewajiban dan tanggungjawab untuk mengasuh anak (Akbar, 2008). (Mangungsong Dkk. 1998) mengelompokkan reaksi-reaksi orang tua sebagai berikut: Selain itu hubungan dalam sebuah rumah tangga menjadi semakin komplek karena interaksi tidak hanya terjadi antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak.

Memiliki anak yang terlahir sehat baik secara fisik maupun mental dengan masa depan gemilang merupakan impian dari setiap orang tua. Sebagai calon penerus bagi keluarga, setiap oang tua mendambahkan anaknya memiliki potensi dan prestasi yang bisa membuat kedua orang tuanya bangga, akan tetapi pada kenyataanya tidak semua keluarga dikaruniai anak yang normal. Anak dengan retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

(10)

2

Fungsi intelektual umum dibawah normal. 2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial. 3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun. Melly Budhiman (dalam markum dkk 1991). Menyatakan fungsi intelektual dapat diketahui dengan tes fungsi kecerdasan dan hasilnya dinyatakan sebagai suatu taraf kecerdasan atau skor IQ. Lebih lanjut dijelaskan bahwa fungsi intelektual berada dibawah normal apabila skor IQ dibawah 70. Anak dengan ciri-ciri tersebut tidak bisa mengikuti pendidikan sekolah biasa karena cara berfikirnya yang terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya lemah, demikian pula dengan pengertian bahasa dan berhitungnya juga sangat lemah. Penyandang retardasi mental di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Populasi anak dengan retardasi mental menempati angka paling besar dibandingkan jumlah anak dengan keterbatasan lainya. Prevalensi retarsdasi mental. Saat ini diperkirakan 1-3 % dari jumlah penduduk indonesia (sako dan hapsare 2006).

(11)

3

masih banyak orang tua yang menolak kehadiran anak yang tidak normal. Orang tua yag demikian akan cenderung menyangkal keberadaan anaknya, dengan menyembunyikan si anak yag mengalami retardasi mental dari lingkungan sosial.

Perasaan stres yang dirasakan orang tua sebagai figur terdekat dalam mengasuh anak retardasi mental akan memaksa orang tua untuk belajar menguasai keadaan atau tekanan yang dirasakannya. Proses yang dilakukan individu dalam rangka penguasaan tekanan dan penyesuaian diri terhadap perubahan serta respon terhadap situasi yang mengancam itula yang dinamakan strategi coping. (keliat, 1999). Lazarus dan Folkman (1984) mendefinisikan coping sebagai perubahan kognitif dan perilaku yang berlangsung secara terus menerus untuk mengatasi tuntutan eksternal atau internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya yang dimiliki oleh individu tersebut.

Menurut Blacher & Baker (dalam Martin & Colbert, 1997) orangtua yang merasa terstigma oleh keterbatasan anak, mengalami kelelahan karena tuntutan pengasuhan tambahan, terisolasi secara sosial, dan terbebani biaya finansial pengasuhan mungkin mengalami kesulitan yang lebih besar. Kondisi seperti inilah yang berpotensi memunculkan stres.

(12)

4

pengawasan khusus karena kemampuan motorik dan sosial mereka juga mengalami gangguan (Lambert & Wilcox, dalam Larasati 2005). Lebih lanjut Hutt (dalam Larasati 2005) mengatakan bahwa masalah yang juga merisaukan atau menyusahkan orangtua adalah ketika anak tersebut berperilaku mencederai diri sendiri, seperti membenturkan kepalanya, menggingit jarinnya, mengamuk dan mengalami gangguan tidur.

Stres yang dialami oleh figur orangtua dalam mengasuh anak yang berkebutuhan khusus disebut stres pengasuhan, yang didefinisikan sebagai kecemasan dan ketegangan berlebihan yang secara khusus terkait dengan peran orangtua dan interaksi orangtua dengan anak (Abidin, dalam Ahern, 2004). Beban yang merupakan stres ini diperbesar dengan kondisi anak yang mengalami retardasi mental. Menurut Prasadio (1976), keberadaan anak retardasi mental membawa stres tersendiri bagi kehidupan keluarga, termasuk didalamnya trauma psikologik, masalah dalam pengasuhan anak, beban finansial, dan isolasi sosial.

(13)

5

dukungan dari keluarga. Ditambah dengan beban sosial dengan respon negatif dari masyarakat membuat orangtua yang memiliki anak retardasi mental menjadi menarik diri dari lingkungan sosial (Mawardah, dkk, 2012). Oleh karena itu Prasadio (1976), anak retardasi mental merupakan sumber stres yang cukup besar bagi suatu keluarga, terutama orangtua.

Dalam menghadapi situasi yang stressful, ibu yang memiliki anak retardasi mental perlu mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan atau menghilangkan stressor yang ditimbulkan dari berbagai masalah yang dihadapi. Para orangtua yang memiliki anak retardasi mental membutuhkan perilaku coping yang sesuai, sehingga mereka akan dapat berbuat yang terbaik bagi anak maupun dirinya sendiri. Menuruut Nurhayati (2005) kemampuan setiap individu dalam memilih strategi coping dan mengguanakannya untuk mengurangi tekanan adalah berbeda. Perbedaan juga terdapat dalam hal pemahaman mengenai bagaimana dan kapan harus memakai strategi coping yang diperlukan.

(14)

6

merupakan usaha yang dilakukan oleh individu dengan cara menghadapi secara langsung sumber penyebab masalah. emotional focused coping atau yang disebut strategi menghadapi masalah yang berorientasi pada emosi merupakan prilaku yang diarahkan pada usaha untuk menghadapi tekanan-tekanan emosi atau stres yang ditimbulkan oleh masalah yang dihadapi.

B. Rumusan masalah

Apakah ada perbedaan tingkat stres pengasuhan orang tua yang memiliki anak retardasi mental ditinjau dari strategi coping.

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara tingkat stres pengasuhan orang tua yang memiliki anak retardasi mental ditinjau dari strategi coping.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi orang lain khususnya bagi pembaca hasil penelitian, antara lain:

a. Manfaat secara Teoritis

(15)

7

b. Manfaat secara Praktis

1. Bagi orang tua

Diharapkan akan memberikan sumbangan kepada orangtua yang memiliki anak retardasi mental untuk berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi yang tidak dapat dirubah sebagai anugerah yang ditakdirkan tuhan.

2. Bagi peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui secara langsung pada objek yang diteliti didalam dengan teori yang diperoleh selama dibangku kuliyah untuk menambah dan memperluas pengetahuan sehingga pengetahuannya dapat diterapkan dalam keadaan konkrit atau nyata.

3. Bagi pihak lain (masyarakat)

Sebagai tambahan pengetahuan, wawasan, dan referensi bagi yang ingin mengembangkan penelitian ini, dan sebagai sumbangan pemikiran dalam menyebarkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat.

E. Keaslian penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Dwii Widya Ningrum tentang

“Hubungan Antara Optimisme dan Coping Stres pada Mahasiswa yang

sedang menyusun skripsi”. Pada penelitian ini, menggunakan metode

(16)

8

diperoleh dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hasil pengolahan data, diketahui bahwa secara umum terdapat hubungan positif tinggi dan signifikan antara optimisme dengan coping stress pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Artinya semakin tinggi optimisme maka semakin tinggi coping stress, begitu pula sebaliknya rendah optimisme mahasiswa maka semakin rendah coping stress.

Penelitian yang dilakukan oleh Meita Anggraini tentang

“Hubungan antara perilaku coping stres dengan kematangan emosi pada

remaja akhir”. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian

kuantitatif dengan teknik analisa data yang digunakan adalah tehnik korelasi product moment. Dari hasil analisis data penelitian yang diperoleh, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan positif antara perilaku coping stres dengan kematangan emosi pada remaja akhir. Semakin tinggi kematangan emosi maka perilaku coping stresnya semakin efektif. Sebaliknya, semakin rendah kematangan emosi semakin tidak efektif perilaku coping stressnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Bima Adi Prasa tentang “ stres

(17)

9

yang terencana, kontrol diri, menjauh, penilaian positif, dan menerima tanggungjawab. Yang artinya dalam penelitian ini orangtua lebih banyak menggunakan strategi coping PFC dari pada EFC. dengan adanya tingkat stres yang berbeda maka akan berbeda pula dalam penggunaan atau pengambilan strategi coping yang akan digunakan.

Perbedaan dua penelitian sekarang dengan penelitian yang

terdahulu yakni yang berjudul “hubungna antara optimisme dan coping

stres pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi” dan “hubungan

antara perilaku coping stres dengan kematangan emosi pada remaja

akhir”. Terdapat pada subjek penelitian dimana pada penelitian

(18)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Stres pengasuhan

1. Pengertian Stres

Muhammad Surya (2001) berpendapat bahwa stres merupakan keadaan dimana seseorang yang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya. Dalam bukunya Psikologi Klinis Ardani (2007) stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan.

Maramis (2009) menyatakan bahwa stres adalah segala masalah atau tuntutan menyesuaikan diri, yang karena tuntutan itulah individu merasa terganggu keseimbangan hidupnya.

Jadi stres adalah kondisi dimana individu mengalami ketegangan yang desebabkan oleh tekanan internal maupun ekstrenal sehingga individu merasa terganggu keseimbangan hidupnya.

2. Pengertian stres pengasuhan

(19)

11

membawa pada kondisi psikologi yang tidak disukai dan reaksi psikologi yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntutan peran sebagai orangtua.

Menurut Abidin (Ahern, 2004) stres pengasuhan digambarkan sebagai kecemasan dan ketegangan yang melampui batas dan secara khusus berhubungan dengan peran orangtua dan interaksi antara orangtua dengan anak. Model stres pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) juga memberikan perumpamaan bahwa stres mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, pada intinya menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres pengasuhan adalah tidak berfungsinya peran orangtua dalam pengasuhan dari interaksi dengan anak karena ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak berkebutuhan khusus yang menghambat dalam kelangsungan hidupnya.

3. Penyebab dan akibat stres pengasuhan

(20)

12

pihak orang tua): ranah anak (C, yaitu segala aspek stres pengasuhan yang muncul dari perilaku anak) dan ranah hubungan orangtua-anak (R, yaitu segala aspek pengasuhan yang bersumber dari hubungan orangtua-anak) (Lestari , 2012).

(21)

13

Dari sudut pandang teori daily hassles, stres pengasuhan merupakan tipikal stres yang sering terjadi sehari-hari atau mingguan. Teori ini tidak menentang P-C-R. Namun memperluas dan melengkapi. Stres pengasuhan yang tipikal ini masih bersifat normal, belum sampai menimbulkan gangguan psikologi. Orangtua hanya perlu beradaptasi untuk mengatasi stres yang demikian ini. (Lestari, 2012).

4. Aspek-aspek dalam stres pengasuhan

Model stres pengasuhan abidin (Ahern, 2004) memberikan perumpamaan bahwa stres mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, pada intinya menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka. Model ini tentang pengasuhan orangtua yang dicerminkan dalam aspek-aspeknya meliputi:

a. The Parent Distress

Stres pengasuhan disini menunjukan pengalaman stres orangtua sebagai sebuah fungsi dari faktor pribadi dalam memecahkan personal stres lain yang secara langsung dihubungkan dengan peran orangtua dalam pengasuhan anak. Tingkat stres pengasuhan ini berhubungan dengan karakteristik individu yang mengalami gangguan. Indikatornya meliputi:

(22)

14

kemampuannya dalam merawat anak. Hal ini dihubungkan dengan kurangnya pengetahuan orangtua dalam hal perkembangan anak dan keterampilan menejemen anak yang sesuai.

2) Social isolation: yaitu orangtua merasa terisolasi secara sosial dan ketidakhadiran dukungan emosional dari teman sehingga meningkatkan kemungkinan tidak berfungsinya pengasuhan orangtua dalam bentuk mengabaikan anaknya. 3) Restrictin imposed by parent role: yaitu adanya pembatasan pada kebebasan pribadi, orangtua melihat dirinya sebagai hal yang dikendalikan dan yang dikuasai oleh kebutuhan dan permintaan anaknya. Berhubungan dengan hilangnya penghargaan terhadap identitasnya diri yang diekspesikan. Seringkali, adanya kecewaan dan kemarahan yang kuat yang dihassilkan oleh frustasinya. 4) Relationship with spouse: yaitu adanya konflik antar

(23)

15

5) Health of parent : yaitu sampai taraf tertentu, efektivitas proses pengasuhan orangtua terhadap anak dapat mempengaruhi kondisi kesehatan orangtua.

6) Parent depression: yaitu orangtua mengalami beberapa gejala depresi ringan hingga menengah dan rasa bersalah (kecewa), yang mana pada suatu waktu dapat melemahkan kemampuannya untuk menangani tanggung jawabnya terhadap pengasuhan. Permasalahan ini secara khas dihubungkan dengan tingkatan depresi meliputi keluhan hilangnya energi.

b. The Difficult Child

Stres pengasuhan disini digambarkan dengan menghadirkan perilaku anak yang sering terlibat dalam mempermudah pengasuhan atau malah lebih mempersulit karena orangtua merasa anaknya memiliki banyak kerakteristik tingkah laku mengganggu. Indikatornya meliputi:

(24)

16

2) Child demands: yaitu anak lebih banyak permintaan terhadap orangtua berupa perhatian dan bantuan. Umumnya anak-anak sulit melakukan segala sesuatu secara mandiri dan mengalami hambatan dalam perkembangannya.

3) Child mood: yaitu orangtua merasa anaknya kehilangan perasaan akan hal-hal positif yang biasanya merupakan ciri khas anak yang bisa dilihat dari ekspresinya sehari-hari.

4) Districtability: yaitu orangtua merasa anaknya menunjukkan perilaku yang terlalu aktif dan sulit mengikuti perintah.

c. The parent Child Dysfunctional Interaction

Stres pengasuhan disini menunjukkan interaksi antara orangtua dan anak yang tidak berfungsi dengan baik yang berfokus pada tingkat penguatan dari anak terhadap orangtua serta tingkat harapan orangtua terhadap anak. Indikatornya meliputi:

(25)

17

2) Acceptability of child to parent: yaitu stres pengasuhan orangtua karena karakteristik anak seperti intelktual, fisik, dan emosi yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan orangtua sehingga lebih besar dapat menyebabkan penolakan orangtua.

3) Attachmen: yaitu orangtua tidak memiliki kedekatan emosional dengan anaknya sehingga mempengaruhi perasaan orangtua.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres pengasuhan

Menurut Johnston dkk (2003)faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan sebagai faktor penentu stress pengasuhan yaitu:

a) Chil behavior problemsdan dukungan sosial

Perilaku yang bermasalah berhubungan dengan stress pengasuhan yaitu perasaan keibuan yang meliputi aspek kemampuan, penerimaan ibu serta perasaan terisolasi.

b) Family cohesion

Menekankan pada berbagai rasa tanggung jawab dan dukungan interpersonal di rumah.

c) Family income

(26)

18

d) Maternal psychological well being

Kesejahteraan psikologis meliputi aspek perasaan erisolasi dan penerimaan. Jika seorang ibu sedang menderita permasalahan psikologis, ibu mungkin tidak memiliki sumber daya pribadi yang cukup tersedia untuk orang lain atau anaknya, dengan demikian meningkatnya perasaan terisolasi dan pengurangan perasaan akan kemampuan dalam keterampilan pengasuhan juga, sehingga mempengaruhi kesejahteraan psikoligis.

Menurut Lestari, 2012. Faktor-faktor yang dapat mendorong timbulnya stress dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu:

1) Individu

(27)

19

perilaku anak. Apalagi pada anak-anak yang tergolong sebagai anak yang sulit. Anak-anak seperti ini biasanya sangat sulit diatur, suka membangkang, sering menimbulkan kekacauan bahkan kerusakan. Orangtua menghadapi anak yang demikian akan mudah mengalami stres pengasuhan.

2) Keluarga

Pada tingkatan ini masalah keuangan dan struktur keluarga merupakan faktor-faktor yang mendorong timbulnya stres pengasuhan. Aspek ini juga dapat berupa pengasuhan anak yang dilakukan sendri tanpa keterlibatan pasangan atau karena menjadi orangtua tunggal. Selain itu hubungan yang penuh dengan konflik, baik antar pasangan maupun antara orangtua anak, sangat berpotensi menimbulkan stres pengasuhan.

3) Lingkungan

(28)

20

B. Strategi Coping

1. pengertian strategi coping

Strategi coping didefinisikan sebagai suatu proses tertentu yang disertai dengan suatu usaha dalam rangka merubah domain kognitif dan atau perilaku secara konstan untuk mengatur dan mengendalikan tuntutan atau tekanan internal maupun eksternal yang diprediksi akan mampu membebani dan melampaui kemampuan serta ketahanan individu yang bersangkutan (lazarus&folkman dalam boeman and stern, 1995).

(29)

21

2. bentuk-bentuk strategi coping

Lazarus dan Folkman (aldwin dan revenson 1987). Mengklasifikasikan strategi coping yang digunakan menjadi dua yaitu:

a. Problem focused coping.Digunakan untuk mengontrol hal yang terjadi antara individu dengan lingkungan melalui pemecahan masalah, pembuatan keputusan dan tindakan langsung. Problem focused coping dapat diarahkan pada lingkungan maupun pada diri sendiri. Folkman (1984) menyatakan bahwa poblem focused coping juga dapat berupa pembuatan rencana tindakan, melaksanakan, dan mempertahankan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

b. Emotion focused coping. Emotion focused coping merupakan strategi untuk merendahkan emosi individu yang ditemukan oleh stresor, tanpa berusaha untuk mengubah suatu situasi yang menjadi sumber stress secara langsung.

(30)

22

merendahkan atau mengola stress yang muncul ketika individu berinteraksi dengan lingkungan.

3. aspek-aspek strategi coping

a. Problem focused coping

Suatu studi dilakukan oleh Folkman (dalam Smet 1994), problem focused coping terdiri atas tiga variasi,yaitu:

1. Instrumental action (tindakan secara langsung). Seseorang melakukan usaha dan menetapkan langkah-langkah yang mengarahkan pada penyelesaian masalah secara langsung serta menyusun rencana untuk bertindak dan melaksanakannya.

2. Cautiousness (kehati-hatian). Individu berfikir dan mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang tersedia, meminta pendapat orang lain, berhati-hati dalam memutuskan masalah serta mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan sebelumnya.

3. Negotiation (negoisasi). Beberapa usaha individu yang dilakukan dan ditunjukan kepada orang lain yang terlibat atau merupakan penyebab masalahnya untuk ikut menyelesaikan masalah.

b. Emotion focused coping

(31)

23

1. Escapism (pelarian diri dari masalah), cara individu mengatasi stress dengan berkhayal atau membayangkan hasil yang akan terjadi atau mengandaikan dirinya berada dalam situasi yang lebih baik dari situasi yang dialaminya saat ini.

2. Minimization (meringankan beban masalah), cara individu mengatasi stress dengan menolak memikirkan masalah dan menganggapnya seakan-akan masalah tersebut tidak ada dan membuat masalah menjadi ringan.

3. Self blame (menyalahkan diri sendiri), cara individu mengatasi stress dengan memunculkan perasaan menyesal, menghukum dan menyalahkan diri sendiri atas tekanan masalah yang terjadi. Strategi ini bersifat pasif dan intropinitive yang ditunjukan dalam diri sendiri.

4. Seeking meaning (mencari arti), cara individu mengatasi stress dengan mencari makna atau hikmah dari kegagalan yang dialaminya dan melihat hal-hal yang penting dalam kehidupan.

4.Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping

(32)

24

a. Kepribadian .

Carver, dkk (1989) mengkarakteristikkan kepribadian berdasarkan tipenya. Tipe A dengan ciri-ciri ambisius, kritis terhadap diri sendiri, tidak sabaran, melakukan pekerjaan yang berbeda dalam waktu yang sama, mudah marah dan agresif akan cenderung menggunakan strategi coping yang berfokus pada emosi, sedangkan seseorang dengan tipe kepribadian B memiliki ciri-ciri suka rileks, tidak terburu-buru, tidak mudah terpancing untuk marah, berbicara dan bersikap tenang, serta lebih suka untuk memperluas pengalaman hidup cenderung menggunakan strategi coping yang berorientasi pada masalah.

b. Jenis kelamin

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Folkman dan Laarus, ditemukan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama menggunakan bentuk coping Imotion focused coping dan problem focused coping. Namun menurut pendapat Billing dan Moss (1984), wanita lebih cenderung menggunakan strategi coping yang berfokus pada emosi sedangkan pria cenderung menggunakan strategi coping yang berorientasi pada tugas dalam mengatasi masalah.

c. Konteks lingkungan dan sumber individual

(33)

25

intelektual, kesehatan, situasi yag dihadapi, merupakan faktor-faktor yang sangat menentukan proses atau penerimaan suatu stimulus yang kemudin dapat dirasakan sebagai tekanan atau ancaman.

d. Dukungan sosial

Pramadi dan Lazarus (2003) dukungan sosial terdiri atas informasi atau nasehat verbal maupun non verbal. Jenis dukungan sosial ini meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan maupun dukungan informatif. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa dukugan sosial yang tinggi akakn menimbulkan strategi coping sedangkan tidak ada atau rendahnya dukungan sosial yang diterima tidak akan menimbulkan strategi coping.

C. Retardasi mental

1.pengertian retardasi mental

Retardasi mental adalah kelainan atau kelemahan jiwa dengan intelegensi yang kurang sejak masa perkembangan. Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligfrenia (oligio: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (maramis:2005).

(34)

26

jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya kendala keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial(Maslim, 2001).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa retardasi mental atau tuna grahita ialah keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap dan muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) yang ditandai dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.

2. kriteria diagnosa retardasi mental

Reterdasi mental didiagnosis berdasarkan tiga kriteria (APA, dalam Nevid, 2005), diantaranya adalah:

a. Skor rendah pada intelegensi formal (skor IQ kira-kira 70 atau dibawahnya)

b. Adanya bukti hendaya dalam melakukan tugas sehari-hari dibandingkan dengan orang lain yang seusia.

c. Perkembangan gangguan terjadi sebelum usia 18 tahun.

3. faktor-faktor penyebab terjadinya retardasi mental

(35)

27

a. Infeksi dan atau intoksikasi

Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada perkembangan janin, yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat rusak yang pada akhirnya menimbulkan retardasi mental.

Infeksi dapat terjadi karena masuknya rubella , sifilis, toksoplasma, dll, kedalam tubuh ibu yang sedang mengandung.

Begitu pula halnya dengan intoksinasi, karena masuknya”racun”

atau obat yang semestinya dibutuhkan.

b. Terjadinya rudapaksa dan atau sebab fisik lain.

Rudakpaksa sebelum lahir serta trauma lainya, seperti hiper radiasi, alat kontrasepsi, dan usaha melakukan obortus dapat mengakibatkan kelainan berupa retardasi mental.

Pada waktu proses kelahiran (perinatal) kepala bayi dapat mengalami tekanan sehingga menimbulkan pendarahan dalam otak. Mungkin juga karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak mengakibatkna retardasi mental.

c. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi

(36)

28

berlangsung lama sebelum anak berusia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangna otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan seperti ini dapat diperbaiki dengan memberikan gizi yang cukup sebelum anak berusia 6 tahun, sesudah itu biarikan anak tersebut sangat sukar untuk ditingkatkan.

d. Penyakit otak yangn yata (postnatal)

Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, yang bersifat degenerative, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif. Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat menyebabkan penderita mengalami keterbelakangan mental. e. Penyakit atau pengaruh prenatal

Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomaly cranila primer dan defek congenital yang tidak diketahui sebabnya.

f. Kelainan kromosom

(37)

29

g. Prematuritas

Retardasi mental yang termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan atau dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu.

h. Akibat gangguan jiwa yang berat

Retardasi mental juga terjadi karena ganggguan jiwa yang berat pada masa kanak-kanak.

i. Deprivasi psikososial

Deprivasi artinya tidak terpenuhi kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikososila awal-awal perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental pada anak.

4. karakteristik retardasi mental

(38)

30

a. aspek medis, yaitu adanya perubahan-perubahan dasar dalam otak, misalnya perubahan unsur-unsur yang penting didalam otak, perubahan metabolisme sel-sel otak dan kurangnya kapasitas tranmisi antar neuron.

b. aspek psikologis, yaitu adanya gangguan perkembangan fisik, intelegensi dan emosi pada bayi sampai anak prasekolah timbulnya rasa rendah diri akibat kemapuannya lebih rendah daripada anak normal.

c. aspek pendidikan , yaitu kesukaran menangkap pelajaran pada anak-anak retardasi mental yang mulai bersekolah, sehingga perlu pendidikan khusus yang disebut sekolah luar biasa.

d. aspek perawatan, yaitu tidak jarang anak dengan retardasi mental jenis yang berat atau sangat berat tak mampu mengurus kebutuhannya sendiri seperti makan, minum, mandi, sehingga perlu perawatan khusus.

e. aspek sosial, yaitu kurangnya kemampuan daya belajar dan daya penyesuaian diri sosial dengan permintaan masyarakat, sehingga penempatan anak dalam masyarakat selalu kurang memuaskan, baik bagi masyarakat, keluarganya maupun anak itu sendiri.

5. klasifikasi retardasi mental.

(39)

31

taraf berat 3-4%, dan dalam taraf sangat berat sebanyak 1-2% (Nevid, 2005). Menurut maramis (2005), mengklasifikasikan retardasi mental sebagai berikut:

a. retardasi mental taraf perbatasan (IQ = 68-85) b. retardasi mental ringan (IQ = 52-67)

c. retardasi mental sedang (IQ = 36-51) d. retardasi mental berat (IQ = 20-35)

e. retardasi mental sangat berat (IQ = kurang dari 20).

D. Perbedaan Tingkat stres pengasuhan orang tua yang memiliki

anak retardasi mental ditinjau dari strategi coping

Orangtua anak berkebutuhan khusus memiliki berbagai tanggung jawab lebih dibandingkan orangtua dengan anak normal. Kondisi anak yang memiliki kebutuhan khusus membuat orangtua mengalami kekhawatiran misalnya masalah finansial, kesempatan yang terbentang didepan anaknya serta realitas yang akan dihadapi anak pada saat dewasa kelak.

(40)

32

Kehadiran anak retardasi mental yang termasuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus yang membawa pengaruh di dalam kehidupan keluarga terutama ibu sebagai figur terdekat anak. Menurut Prasadio (1979), keberadaan anak retardasi mental membawa stress tersendiri bagi kehidupan keluarga, termasuk didalamnya trauma psikologik, masalah dalam pengasuhan anak, beban finansial, dan isolasi sosial. Stres yang dialami ibu ini disebut dengan stres pengasuhan. Stres pengasuhan digambarkan sebagai kecemasan dan ketegangan yang melampaui batas dan secara khusus berhubungan dengan peran orangtua dan interaksi anara orangtua dengan anak. (dalam Ahern, 2004). Ibu sebagi figur terdekat anak seringkali merasa khawatir dengan masalah emosional yang akan muncul dalam kemampuan menyediakan kebutuhan untuk anaknya. Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus akan lebih berpotensi mengalami stres pengasuhan dibandingkan dengan ibu yang mimiliki anak normal.

Banyak ibu yang merasa takut akan kelangsungan hidup anaknya dalam waktu dekat maupun yang akan datang. Keraguan yang dapat dilihat adalah tentang penepatan sekolah bagi anak dan kesehatan anak retardasi mental. Keraguan orangtua akan merasa masa depan anaknya juga meliputi keemampuan orangtua dalam mengasuh anaknya, kemampuan anak utnuk menjadi mandiri dan mencari uang.

(41)

33

untuk meminimalkan atau menghilangkan stressor yang ditimbulkan dari berbagai masalah yang dihadapi. Para ibu yang memiliki anak retardasi mental membutuhkan perilaku coping yang sesuai, sehingga mereka akan dapat berbuat yang terbaik bagi anak maupun dirinya sendiri.

Ketika individu menggunakan strategiemotional focused coping (coping yang berpusat pada emosi), maka strategi tersebut hanya berfungsi untuk meregulasi respon emosional terhadap masalah. Strategi coping ini sebagian besar terdiri dari proses-proses kognitif yang ditujukan pada pengukuran tekanan emosional dan strategi yang termasuk didalamnya adalah:

a. penghindaran, peminiman atau pembuat jarak b. perhatian yang selektif

c. memberikan penilaian yang positif pada kejadian negative

Artinya bahwa Emotional Focused Coping hanya berfungsi sebagai regulator respon emosional dan bersifat sementara waktu.

Sebaliknya strategi Problem Focused Coping (coping yang berpusat pada masalah) seperti yang dikemukakan oleh Folkman dan Lazarus, yang berfungsi untuk mengatur dan merubah masalah penyebab stres. Strategi coping termasuk didalamnya adalah :

a. mengintensifikasikan masalah

(42)

34

d. memilih alternatif terbaik e. mengambil tindakan

Artinya orangtua yang menggunakan strategi coping Emotional Focused Coping stres yang dialami semakin tinggi karena tidak berpusat pada masalah dan penyelesaian sebaliknya orangtua yang menggunakan strategi coping Problem Focused Coping stres yang dialaminya semakin rendah karena berpusat pada menyelesaian masalah. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kim dkk (dalam Cheng, 2001) yang menyatakan bahwa Problem Focused Coping secara umum merupakan strategi adaftif dalam mengurangi stres sedangkan strategi coping Emotional Focused Coping umumnya merupakan bentk maladaptive coping dalam usahanya memecahkan stres dan distres karena dengan menngunakan Emotional Focused Copingbersifat seentara bukan menyelesaikan masalah.

Menurut Lazarus & Folkman (dalam Smet, 1994) individu cenderung menggunakan strategi Problem Focused Coping ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah. Problem Focused coping pada dasarnya ialah keberanian individu menghadapi masalah

(43)

35

sesuatu untuk dapat mengatasi hal tersebut. Berbagai usaha dan perencanaan serta penilaian yang berbeda tentang anak retardassi mental akan membuat orangtua lebih dapat memiliki pemikiran positif terhadap kemampuan orangtua dalam merawat dan membesarkan anaknya sehingga menjadi lebih optimis terhadap anak retardasi mental dengan bimbingan orangtua dan tenaga profesional akan bisa berfungsi dengan baik dalam kehidupannya

E. Kerangkah teoritik

Menurut Abidin (Ahern, 2004) stres pengasuhan digambarkan sebagai kecemasan dan ketegangan yang melampui batas dan secara khusus berhubungan dengan peran orang tua dan interaksi antara orang tua dengan anak. Model stres pengasuhan Abidin (Ahern, 2004) juga memberikan perumpamaan bahwa stres mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, pada intinya menjelasskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menanggapi konflik dengan anak-anak mereka.

Menurut Nurhayati (2005) kemampuan setiap individu dalam memilih strategi coping dan menggunakannya untuk mengurangi tekanan adalah berbeda. Perbedaan juga terdapat dalam hal pemahaman mengenai bagaimana dan kapan harus memakai strategi coping yang diperlukan.

(44)

36

Dari kerangka teoritik diatas secara ringkas dapat dijelaskan bahwa adanya strategi coping dikarenakan adanya stresor yang berupa stres. Faktor yang mempengaruhi strategi coping itu sendiri adalah kepribadian, jenis kelamin, konteks lingkungan, dukungan sosial dan tingkat pendidikan. Strategi coping sendiri dibagi menjadi dua macam diantaranya:

1. Problem Focused Coping

 Instrumental action (tindakan secara langsung)  Cautiousness (kehati-hatian)

Orang tua yang memiliki anak retardasi mental

Faktor yang mempengaruhi strategi coping Kepribadian, jenis kelamin, konteks lingkungan, dukungan sosial, tingkat pendidikan.

Strategi Coping

Emotion focused coping • Escapism

• Minimazation • Self blame • Seeking meaning Problem focused coping

(45)

37

 Negotiation (negoisasi) 2. Emotion Focused Coping

 Escapism (pelarian diri dari masalah)  Minimization (meringankan beban masalah)  Self blame (menyalahkan diri sendiri)  Seeking meaning (mencari arti)

F. Hipotesis

Menurut Sugiono, 2004. Hipotesis adalah jawaban sementara

terhadap rumusan penelitian “berdasarkan uraian dalam kajian pustaka

(46)

36

BAB III

METODE PENENLITIAN

A. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independent. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang menjadi perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Sedangkan variabel independen (bebas) adalah variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif ataupun yang negatif bagi variabel dependen lainya (kuncoro, 2009).

a) Variabel Bebas : Strategi Coping b) Variabel Tergantung : Stres Pengasuhan

2. Definisi Operasional

1. Strategi Coping

(47)

37

menyelesaikan. Bentuk strategi coping ada dua macam yaitu 1. problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. 2. Emotion focused coping (EFC) adalah bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan behavior dan kognitif. Seseorang melakukan usaha dan menetapkan langkah-langkah yang mengarahkan pada penyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun rencana untuk bertindak dan melaksanakannya. Aspek dalam strategi coping ini meliputiinstrumen action(tindakan secara langsung), cautiousness (kehati-hatian), negotiation (negoisiasi), escapism (pelarian diri dari masalah), minimization (meringankan beban masalah), self blame (menyalahkan diri sendiri), dan seeking meaning(mencari arti).

2. Stres Pengasuhan

(48)

38

Distress, The Difficult Child, dan The Parent Child Dysfunctional Interaction. Dalam skala ini, semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula stres pengasuhan dan semakin rendah skor yang diperoleh subjek, maka semakin rendah pula tingkat stres pengasuhan.

B. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan. (Sugiyono. 2012).

Populasi bukan hannya sekedar jumlah yang ada pada obyek ataupun subyek yang dipelajari, akan tetapi meliputi seluruh kerakteristik atau sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek itu.

(49)

39

Semua subjek yang memenuhi kriteria diatas dijadikan sebagai subjek penelitian, sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi.

2. Teknik Sampling

Pengolahan data atau analisis data merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam kegiatan penelitian, terutama bila diinginkan generalisasi atau kesimpulan tentang masalah yang diteliti. Hal ini disebabkan data kurang mempunyai banyak arti apabila disajikan dalam bentuk mentah.

Berdasarkan permasalahan yang diteliti yang telah dirumuskan, dan data yang dikumpulkan, teknik analisis data yang digunakan adalah rumus statistik uji-T dua sampel saling bebas (Independent Sampel T-test). Uji-T untuk sampel saling bebas (Independent Samples T-test) merupakan prosedur uji-t untuk kelompok sampel bebas dengan membandingkan rata-rata dua kelompok kasus.

C. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Metode angket merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawa.(sugiyono. 2012).

(50)

40

setuju). Ini memiliki skor tiap aitem yang bergerak dari nilai minimal yaitu 1 hingga maksimal yaitu 4. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka tingkat stres yang dialami semakin tinggi dan sebaliknya jika semakin rendah skor subjek maka semakin rendah stres yang dialami oleh subjek.

Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala untuk mengungkap tingkat stres pengasuhan dan coping stres orangtua yang memiliki anak retardasi mental.

1. Skala Coping Stres Pengasuhan pada Orangtua yang Memiliki

Anak Retardasi Mental

Aspek yang digunakan dalam skala strategi coping ini meliputi instrumental Action (tindakan secara langsung), Cautiousness (kehati-hatian), Negotiation (negoisasi), Excapism(pelarian diri dari masalah), Minimization (meringankan beban masalah), Self Blame (menyalahkan diri sendiri), danSeeking meaning(mencari arti).

2. skala stres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak

retardasi mental.

Aspek-aspek yang digunakan dalam skala stres pengasuhan meliputi The Parent Distress, The Difficult Child, dan The Parent Child Dysfunctional Interaction.

3. Alat Ukur (Blue Print)

(51)

41

(favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable). Pernyataan positif adalah pernyataan yang mendukung adanya suatu variabel, sedangkan pernyataan negatif adalah suatu pernyataan yang tidak mendukung adanya suatu variabel.

Skala ini bersifat tertutup yang setiap aitem disediakan 4 pilihan jawaban. Sistem penilaian mulai drai 1, 2, 3, dan 4 , sedangkan aternatif jawaban adalah sangat setuju, setuju, tidak setuju, ragu-ragu dan sangat tidak setuju.

Penilaian yang diberikan untuk pernyataan positif (favourable) adalah :

Skor 4 = SS (sangat setuju) Skor 3 = S (setuju)

Skor 2 = TS (tidak setuju)

Skor 1 = STS(sangat tidak setuju)

Begitu pula sebaliknya untuk pernyataan negatif (unfavourabel) penilaian yang diberikan adalah :

Skor 1 = SS (sangat setuju) Skor 2 = S (setuju)

Skor 3 = TS (tidak setuju)

Skor 4 = STS(sangat tidak setuju)

(52)
(53)

43

tabel 3.2

Blue print Skala Stres Pengasuhan

Variabel Aspek Indikator No. Item

F UF

(54)

44

D. Uji Validitas dan Reabilitas

1. Validitas

Validasi adalah sejauh mana kecermatan dan ketepatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Uji validasi dikatakan mempunyai validasi tinggi tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan juga akurat (Azwar, 1997). Sedangkan Anastasi dan Urbina (1997) menyatakan bahwa validitas sebuah tes menyangkup apa yang diukur tes dan seberapa baik tes itu bisa mengukur.

Uji validitas skala Strategi coping dan stres pengasuhan menggunakan bantuan komputer program Statistical Package For Sosial Science(SPSS) veri 16 for windows.

Syarat bahwa item-item tersebut valid adalah nilai korelasi (r-hitung) harus positif dan lebih besar atau sama dengan r tabel (Azwar, 1997). Beberapa kaidah yang digunakan dalam menilai validasi adalah:

a. jika hargacorrected item total correlation bertanda positif dan < r tabel, maka aitem tersebut dinyatakan valid.

b. jika hargacorrected item total correlationbertanda negatif dan < r tabel, maka item tersebut dinyatakan tidak valid.

(55)

45

d. jika harga corrected item total correlation bertanda positif > r tabel, maka item tersebut dinyatakan valid.

Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan pada variabel strategi Copingdan Stres pengasuhan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.3

Uji Validitas Variabel Strategi Coping dimensi 1

No. Item corrected Item r tabel keterangan kesimpulan

Total correlation

Item 1 0,635 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 2 -0,027 0,3 r positif tidak valid

r hitung > r tabel

Item 4 0,638 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 5 0,495 0,3 r positif valid

(56)

46

Item 7 0,353 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 8 0,543 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 9 0,479 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 14 0,692 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 15 0,389 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 16 0,006 0,3 r positif tidak

r hitung > r valid

tabel

Item 17 0,666 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

(57)

47

r hitung > r tabel

Item 24 0,488 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 25 0,333 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 30 0,443 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa 15 item yang ada pada dimensi ke-1 terdapat 13 aitem yang valid yaitu item nomor 1, 4, 5, 7, 8, 9, 14, 15, 17, 19, 24, serta 25, dan 2 item yang dinyatakan yang tidak valid yaitu nomor 2 dan 1

Tabel 3.4

Uji Validitas Variabel Strategi Coping dimensi 2

No. Item Corrected Item r tabel keterangan kesimpulan total correlation

r tabel

(58)

48

tabel

Item 6 0,692 0,3 r positif valid r hitung > r

tabel

Item 10 0,472 0,3 r positif valid r hitung > r

tabel

Item 11 0,649 0,3 r positif valid r hitung > r

tabel

Item 12 0,477 0,3 r positif valid r hitung > r

tabel

Item 13 0,130 0,3 r positif tidak r hitung > r valid tabel

Item 18 0,488 0,3 r positif valid r hitung > r

tabel

Item 20 0,653 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

(59)

49

r hitung > r tabel

Item 22 0,680 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 23 0,390 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 26 0,547 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 27 0,444 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 28 0,692 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 29 0,353 0,3 r positif valid

r hitung > r tabel

(60)

50

11, 12, 18, 20, 21, 22, 23, 26, 27, 28, dan 29. Sedangkan 1 item lainnya yang tdak valid yaitu nomor 1.

Tabel 3.5

Uji Validitas Variabel Stres Pengasuhan dimensi 1

No. Item Corrected item r tabel keterangan kesimpulan

total correlation

Item 3 -0,074 0,254 r positif tidak

r hitung > r valid

tabel

Item 4 0,461 0,254 r positif valid

r hitung > r

tabel

Item 5 0,512 0,254 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 6 0,515 0,254 r positif valid

r hitung > r tabel

Item 7 0,503 0,254 r positif Valid

r hitung > r tabel

Item 8 0,318 0,254 r positif Valid

r hitung > r tabel

Item 12 0,683 0,254 r positif Valid

(61)

lainnya tidak valid yaitu item 3 dan 26.

Item 13 0,346 0,254 r positif Valid

r hitung > r tabel

Item 16 0,619 0,254 r positif Valid

r hitung > r tabel

Item 17 0,421 0,254 r positif Valid

r hitung > r tabel

Item 19 0,490 0,254 r positif Valid

r hitung > r tabel

Item 26 0,032 0,254 r positif

r hitung > r tabel

Tidak Valid

Item 30 0,499 0,254 r positif

r hitung > r tabel

(62)

52

Tabel 3.6

Uji Validitas Variabel Stres Pengasuhan dimensi 2 No item Corrected

item total correlation

r tabel keterangan Kesimpulan

Item 9 0,539 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 10 0,543 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 18 -0,114 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Tidak valid

Item 20 0,579 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 23 0,300 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 24 0,469 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 25 0,372 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 27 0,325 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 28 0,542 0,3 r positif

r hitung > r tabel

(63)

53

Item 31 0,541 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa 9 item yang ada pada dimensi ke-2 terdapat 9 item yang valid yaitu item nomor 9, 10, 20, 23, 24, 25, 27,28, dan 31. Sedangkan 1 item lainnya tidak valid yakni item nomor 18.

Tabel 3.7

Uji Validasi variabel Stres pengasuhan dimensi 3 No. item Corrected

item total correlation

r tabel keterangan Kesimpulan

Item 1 0,556 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 2 0,643 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 11 0,524 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 14 0,380 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 15 -0,490 0,3 r positif

r hitung > r tabel

(64)

dimensi ke-3 terdapat 8 item yang valid yaitu item nomor 1, 2, 11, 14, 21, 22, dan 29. Sedangkan 1 item lainnya tidak valid yakni nomor 15.

Dari keseluruhan tabel diatas, maka dapat disimpulkan dari 2 dimensi yang terdapat pada skala strategi coping, terdapat 3 item yang gugur atau dinyatakan tidak valid dari 30 item. Sedangkan pada skala stres pengasuhan terdapat 4 item yang gugur atau dinyatakan tidak valid dari 31 item. Berikut ini adalah rangkuman validasi aitem.

Tabel 3.8

Rangkuman Hasil Validitas Item Skala Strategi Coping

Jenis Indikator item Keterangan

Item 21 0,627 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 22 0,519 0,3 r positif

r hitung > r tabel

Valid

Item 29 0,593 0,3 r positif

r hitung > r tabel

(65)

55

8 Valid

24 Valid

25 Valid

Contiousness 2 Tidak valid

9 Valid

15 Valid

17 Valid

1 Valid

Negotiation 14 Valid

16 Tidak valid

19 Valid

30 Valid

Emotion focused coping

Escapism 3 Valid

21 Valid

23 Valid

Minimazation 10 Valid

12 Valid

26 Valid

29 Valid

Self blame 6 Valid

13 Tidak valid

(66)

Feeling of competence 6 Valid

16 Valid

26 Tidak valid

Social isolation 3 Tidak valid

5 Valid

Health of parent 17 Valid

(67)

57

Child demand 18 Tidak valid

31 Valid

Child mood 23 Valid

27 Valid

28 Valid

Distractability 9 Valid

10 Valid

20 Valid

The parent child

disfunctional

interaction

Child reinforced parent 2 Valid

21 Valid

Acceptability of child to

parent

1 Valid

22 Valid

29 Valid

Attachment 11 Valid

14 Valid

15 Tidak valid

2. Uji Reabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran tinggi rendahnya ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reabilitas (Azwar, 1997).

(68)

58

untuk mencari reliabilitas alat ukur skala Strategi Coping dan Stres Pengasuhan digunakan rumus alpha. Tehnik yang digunakan untuk menganalisa hasil reabilitas skala Strategi coping dan Stres Pengasuhan dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 16 for windows yang mana rumus yang dipakai adalah rumusAlpha. Rumus Koofiien Alpha.

α =

keterangan :

α = Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach k = Jumlah Item Pertanyaan yang diuji∑ sx² = Variansi Skor-skor (Seluruh item K)

Perhitungan reabilitas pada penelitian ini menggunakan uji Alpha dan pengukuran reabilitasnya dengan menentukan besar r tabel sebesar 0.7. Beberapa hal yang digunakan dalam menilai reabilitas suatu data adalah:

1. jika r alpha bertanda positif dan < r tabel, maka variabel tersebut dinyatakan tidak valid.

2. jika r alpha bertanda negatif dan < r tabel, maka variabel tersebut dinyatakan tidak valid.

(69)

59

4. jika r alpha bertanda positif dan > r tabel, maka variabel tersebut dinyatakan valid.

Tabel 3.10

Reabilitas Statistik Skalatry outStrategi Coping Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha N of Item

.910 30

Berdasarkan hasil uji reabilitas yang telah dilakukan pada skala try out Strategi Coping diperoleh harga nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,910 > 0,7, maka dapat dijelaskna bahwa instrument try out StrategiCopingtersebut reliabel. Artinya semua item tersebut reliabel sebagai instrument pengumpulan data.

Tabel 3.11

Reabilitas Statistik Skala Strategi Coping Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha N of Item

.850 27

(70)

60

instrument Strategi Coping tersebut reliabel. Artinya semua item tersebut reliabel sebagai instrument pengumpulan data.

Tabel 3.12

Reabilitas statistik skala try out stres pengasuhan Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha N of Item

.897 31

Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang telah dilakukan pada skala try out stres pengasuhan diperoleh harga nilai Cronbach’s Alphasebesar 0,897>7, maka dapat dijelaskna bahwa instrument strategi coping tersebut reliabel. Artinya semua item tersebut reliabel sebagai instrument pengumpulan data.

Tabel 3.13

Reabilitas Statistik Skala Stres Pengasuhan Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha N of Item

.850 27

(71)

61

instrument strategi Coping tersebut reliabel. Artinya semua item tersebut reliabel sebagai instrument pengumpulan data.

E. Analisis Data

Sebelum analisis data dilakukan perlu dilakukan uji prasyarat yaitu :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data dalam setiap variabel penelitian yang akan dianalisis dapat membentuk distribusi normal (Sugiyono, 2008). Model statistik yang digunakan untuk uji normalitas adalahKolmogorov-Smirnov.

Hasilnya apakah normal atau tidak. Kaidah yang digunakan adalah jika p>0,05 maka dikatakan normal dan sebaliknya jika p<0,05 maka dikatakana tidak normal. Berikut ini hasil uji normalitas pada variabel stres pengasuhan, PFC dan EFC.

Tabel 3.14 Hasil Uji Normalitas

Variabel penelitian Kolmogorov smirnov Tingkat signifikan

Stres pengasuhan PFC

EFC

0,845 1,066 1,328

0,473 0,206 0,059

(72)

62

Sedangkan pada variabel PFC dan EFC dapat diketahui tingkat signifikan masing-masing sebesar 0,206 dan 0,059 yang lebih besar 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel berdistribusi normal.

Hasil uji normalitas sebaran Skala strategi coping dan skala stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak retardasi mental dengan teknikKolmogorov-Smirnovdiperoleh nilai statistik 0,473.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas variansi digunakan untuk membuktikan bahwa variansi tiap-tiap kelompok akan dianalisa yang memiliki kesamaan dari segi statistik. Dikatakan variansi homogen jika taraf signifikansi (p)<0,05 berarti variansi tidak homogen.

(73)

63

Tabel 3.15 Uji Homogenitas

F-hitung Sig

0,098 0,756

(74)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Tempat Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti menentukan tempat mana yang akan dijadikan lokasi penelitian, setelah peneliti menentukan tempat mana yang akan dijadikan penelitian yaitu berada di SLB Gedangan, selanjutnya peneliti mencoba untuk mencari data atau mencari banyaknya populasi yang ada disekolah luar biasa tersebut yang sesuai dengan karakteristik yang diinginkan dalam penelitian, pencarian dan populasi subyek dilakukan di SLB Gedangan.

(75)

65

1. Profil SLB Negeri Gedangan

SLB Negeri Gedangan berada di Jl. Sedati KM.2 Gedangan. Desa Wedi, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo. Sekolah ini didirikan sejak tahun 1997 dan beroperasi ditahun yang sama. Status akreditasi dari sekolah SLB Negeri Gedangan ini

adalah “B”.

Tabel 4.1

Profil Sekolah SLB Negeri Gedangan

Nama sekolah SLB Negeri Gedangan

Alamat Jl. Sedati uKm.2 Gedangan

Nama Kepalah Sekolah Drs. Suhermanto, M.pd

Nomor Identitas Sekolah 282000

Nomor Statistik Sekolah 831050216035

Jenis Ketunaan A, B, C, C1, D, D1, E, G

Jenjang Pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB,

SMALB

Status Tanah Hak Pakai

Jumlah Guru 36 orang

a) visi

Terwujudnya lulusan yang berbudi pekerti, siap bekerja dan bermasyarakat sesuai dengan kapasitasnya.

b) Misi

• Menanamkan nilai-nilai keimanan dan budi pekerti.

(76)

66

• Mengembangkan berbagai keterampilan hidup sesuai bakat dan minat siswa.

• Mengembangkan kecakapan sosial siswa guna menghadapi kehidupan di masyarakat.

• Menjadi sistem pendukung (supporting system) penyelenggara pendidikan inklusi mulai dari satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB, sampai dengan SMALB.

2. Persiapan Penelitian

persiapan penelitian dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan sesuai dengan harapan. Untuk dapat melakukan pengambilan data penelitian, peneliti menggunakan surat perizinan yang dikeluarkan oleh pihak Fakultas Psikologi dan Kesehatan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Surat permohonan ijin penelitian ditunjukan kepada Kepala Sekolah SLB negeri Gedangan.

(77)

67

secara langsung menyerahkan surat ijin penelitian kepada Kepala Sekolah SLB Negeri Gedangan. Sebelum peneliti mengambil data atau menyebarkan angket, Peneliti berdiskusi dengan pihak sekolah mengenai prosedur pengambilan data penelitian dengan menyesuaikan pengambilan data penelitian dengan agenda sekolah sehingga lebih memudahkan penelitian. Selain itu sebelum dibagikan angket, pihak sekolah menyarankan kepada para orang tua untuk berkumpul di sebuah aula agar lebih efisien dalam mengisi data angket yang akan disebarkan.

3. Pelaksanaan Penelitian

(78)

68

Hal ini dilakukan guna untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat stres dan strategi coping stres yang digunakanorang tua yang memiliki anak retardasi mental.

Setelah semua data terisi oleh responden, maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah:

a. Memberikan skor pada masing-masing jawaban yang telah diisi oleh responden.

b. Menghitung data per item.

c. Menentukan tingkat perbedaan tingkat stres dan strategi coping stres yang digunakan orang tua yang memiliki anak retardasi mental.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan skor pada hasil pengisian skala stres pengasuhan dan skala strategi coping untuk keperluan analisis data. Cara pelaksanaan skor pada masing-masing skala dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Stres Pengasuhan

(79)

69

mendukung). Total skor skala yang diperoleh dari subjek penelitian ini dipakai dalam analisis data.

Analisi deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan data dan meringkas data. Analisis deskriptif dalam penelitian ini akan memberikan gambaran umum mengenai kondisi tingkat stres pengasuhan pada subjek yang diteliti, dengan penentuan nilai ini memerlukan interval kelas yang dicari melalui rumus:

=

Dimana : IK : Interval Kelas

STt : Skor Tertinggi yaitu 4 x 27 = 108 STr : Skor Terendah yaitu 1 x 27 = 27 JK : Jumlah Kelas

Sehingga berdasarkan rumus diatas menjadi :

= =

IK =27

(80)

70

Tabel 4.2 Interval Kelas

Interval Penilaian untuk setiap variabel

27-63 Rendah

64-96 Sedang

97-120 Tinggi

Sumber : diolah peneliti

Selanjutnya data deskriptif stres pengasuhan pada orang tua yang memiliki anak retardasi mental yang duduk dibangku TK dan SD serta bersekolah di SLB Gedangan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3

Deskripsi Stres Pengasuhan

N 39

Minimum 49

Maximum 108

Mean 81.94

Std. Deviation 14.56

(81)

Valid

dan SD serta bersekolah di SLB Gedanga pada kategori sedang, yaitu terata sebesar 81,94.

Tabel 4.4 bahwa mayoritas responden memiliki tingka yaitu sebanyak 28 orang atau sekitar 75 responden yang memiliki tingkat stres tingg orang atau sekitar 16,67% dan terdapat 4 or ngkat stres sedang 75%, sedangkan tinggi sebanyak 7 4 orang responden

(82)

72

2. Strategi Coping

Skala strategi coping merupakan gabungan dari dua aitem skala yaitu aitem skala strategi coping yang berorientasi pada masalah (problem-focused coping) dan aitem skala strategi coping yang berorientasi pada emosi (emotion-focused coping). Pengukuran skala dilakukan untuk mengkategorikan subjek pada kecenderungan strategi coping yang digunakan. Pemberian skor pada skala dilakukan dengan terlebih dahulu menggolongkan skala menjadi dua bagian berdasarkan bentuk strategi yang dipilih subjek. Skala digolongkan menjadi skala yang berisikan aitem yang mewakili strategi coping yang berorientasi pada masalah (problem focused coping) dan skala yang berisikan atem yang mewakili strategi coping yang berorientasi pada emosi yang menyertai (emotion focused coping). Pemberian skor pada skala strategi coping dilakukan dengan menjumlahkan skor yang didapat dari masing-masing item, baik aitem yang mewakili strategi coping yang berorientasi pada masalah (problem focesud coping ) maupun aitem yang mewakili strategi coping yang berorientasi pada emosi yang menyertai (emotion focused coping).

Gambar

 Tabel 3.1
tabel 3.2
 tabel
  tabelItem 240,4880,3r positif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan ini meliputi kebijakan-kebijakan jangka pendek bagi UMKM yakni pengenalan teknologi digital dan pelatihan bagi para pelaku dan pekerja UMKM serta

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laba dan arus kas memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi kondisi keuangan yang terjadi pada seluruh

Dari berbagai permaslahan yang telah diidentifikasikan di atas, ternyata sangatlah kompleks, sehingga peneliti hanya membatasi masalah yang akan diteliti hanya pada

Adapun implikasi dalam penelitian ini yaitu dengan penggunaan Bahan Ajar Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Berbasis Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

a) Menumbuhkembangkan keberanian pada Anak-anak; upaya yang dimaksud adalah untuk membiasakan pada anak-anak sejak diri untuk berani menolak apabila ada seseorang yang memperlakukannya

Zonasi tempat hiburan malam dapat dengan mudah mengawasi dan mengontrol dampak negatif yang ditimbulkan dari penyelenggaraan tempat-tempat hiburan malam seperti diskotik,

Melihat hasil rilis Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah kondisi Februari 2014 dengan usia kerja sebanyak 24,98 juta orang dan jumlah angkatan kerja ada sebanyak 17,72

Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2009 memuat berbagai data tentang kesehatan, yang meliputi derajat kesehatan, upaya kesehatan, dan sumber daya