• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TENTANG PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENANGANI ANAKNYA YANG AUTIS DI WONOREJO RUNGKUT SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TENTANG PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENANGANI ANAKNYA YANG AUTIS DI WONOREJO RUNGKUT SURABAYA."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TENTANG

PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENANGANI ANAKNYA YANG AUTIS DI WONOREJO RUNGKUT SURABAYA

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA UNTUK MEMENUHI SALAH SATU PERSYARATAN DALAM MEMPEROLEH GELAR

Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)

Oleh:

Miftahul Rizeki Hardiyansah NIM. B03211058

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)

vii

ABSTRAK

Miftahul Rizki Hardiansah (B03211058), 2016

Perspektif Bimbingan dan Konseling islam tentang pengalaman orangtua dalam menangani anaknya yang autis di wonorejo rungkut

Ada dua persoalan yang akan dikaji dalam skripsi ini adalah: 1.Bagaimana pengalaman orang tua dalam menangani anaknya yang autis di wonorejo? 2.Bagaimana perspektif bimbingan dan konseling islam dalam melihat pengalaman orang tua tersebut?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Dalam menganalisis model pengalaman orangtua dalam menangani anaknya yang autis, data yang digunakan meliputi hasil observasi, wawancara, yang disajikan pada penyajian data dan analisis data.

Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan penanganan anaknya yang autis orang tua bertindak sebagai konselor dan anaknya sebagai klien, orang tua sudah menerapkan konseling pada anaknya, Berdasarkan hasil dari penelitian mengenai pengalaman orang tua dalam menanganai anak autis dapat di simpulkan sebagai berikut:

1. Pengalaman Orang tua dalam menangani anaknya yang autis di wonorejo dalam melakukan penanganan anaknya yang autis orang tua bertindak sebagai konselor dan anaknya sebagai klien, orangtua sudah menerapkan konseling pada anaknya dan orangtua bisa mendapatkan pengalaman berupa ilmu untuk mengkonselingi anaknya yang autis, dan dari hasil wawancara saya dengan orangtuanya, pengalaman orangtua ini memiliki 5 tips untuk membimbing anaknya yang autis sehingga anaknaya menjadi sukses.

2. Dilihat dari segi Perspektif bimbingan dan konseling islam dalam melihat pengalaman orangtua dalam menangani anak autis ada yang dinamakan sebagai Konselor. Disini yang bertindak sebagai konselor adalah orangtua, Problem konseling. Problem konseling dalam ahal ini orang tua yang mempunyai anak autis, Terapi.

(6)

1 A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

1. Perspektif Bimbingan dan Konseling Islam ... 8

2. Pengalaman Orang Tua ... 9

3. Anak Autis ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 12

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 13

3. Data dan Sumber Data ... 13

a. Jenis data ... 13

b. Suber data ... 14

4. Tahap – Tahap Penelitian ... 14

a. Tahap pra lapangan ... 14

b. Tahap persiapan lapangan ... 16

(7)

2

5. Teknik Pengumpulan Data ... 17

a. Observasi ... 17

BAB II BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, AUTIS, PENGALAMAN ORANGTUA A. Kajian Teori ... 24

1. Bimbingan dan konseling Islam ... 24

a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam... 24

b. Hakikat Bimbingan Konseling Islam ... 25

c. Teori-teori Bimbingan Konseling Islam ... 27

2. Autis ... 28

a. Amak Autis ... 28

b. Ciri-ciri Anak Autis... 29

c. Faktor dan dampak dari penyandang autis ... 30

d. Dampak anak autis ... 33

3. Pengalaman orangtua dalam menangani nak autis... 34

a. Sikap orangtua terhadap anak autis ... 36

b. Upaya orangtua menangani anak autis ... 37

c. Kunci sukses orangtua dalam menangani anak autis .... 42

4. Penanganan anak autis prespektif bimbingan dan konseling islam ... 56

a. Bersabar dan iklas ... 56

b. Cinta dan penerimaan ... 56

c. Biasakan anak bersopan santun ... 56

(8)

3 BAB IIIPENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum Obyek Penelitian ... 58

1. Lokasi Penelitian ... 58

2. Unit Penelitian ...60

a. Kondisi keluarga ...61

b. Susunan keluarga ...63

c. Kondisi anak dan keluarga ...66

d. Seorang anak autis dan problemnya dalam keluarga ...68

B. Deskripsi Data Pengalaman Orang Tua dalam Menangani Anaknya ... 72

1. Sikap Orang Tua terhadap Anak Autisnya... 72

2. Upaya – Upaya yang Dilakukan Orang Tua dalam Menangani Anaknya yang Autis ... 76

3. Kunci Sukses Orang Tua dalam Menangani Anaknya yang Autis ... 79

a. Bersabarlah ... 87

b. Jangan berteriak pada anak ... 88

c. Gunakan jadwal bergambar untuk menciptakan ketertiban ... 88

d. Pastikan ada pengawasan ... 89

e. Hindari disiplin yang berupa rasa fisik, seperti memukul, menampar, atau paparan terhadap rangsangan intens ... 90

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis tentang Pengalaman Orang Tua Mengenai Anak Autis ... 91

B. Analisis Pengalaman Orang Tua Mengenai Anak Autis dengan Perspektif Bimbingan dan Konseling Islam ... 94

(9)

4 A. Kesimpulan ... 99 B. Saran ... 100

Daftar Pustaka ... 102

(10)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Kelahiran seorang anak merupakan kebahagian tiada tara yang tidak bisa di bandingkan dengan harta ataupun nyawa. Jika dengan melahirkan anak perempuan merasa sempurna bagi laki-laki mendapat keturunan merupakan sebuah keberhasilan yang membanggakan. Namun, itu adalah gambaran perasaan orangtua mendapat anak yang normal. Kemudian, bagaimana kalau anaknya berbeda dari yang lain, dia tetaplah anak anda yang sudah menjadi tugas anda untuk menjaga dan merawatnya.1

Tidak hanya pada bagian itu, di dalam keluarga, anak mendapatkan pendidikan dasar mengenai hakikat kehidupan, nilai-nilai agama serta pendidikan. Pola asuh yang salah akan berdampak pada anak di masa yang akan datang. Tidak hanya anak biasa, anak autis juga memerlukan pola asuh yang cukup kompleks dan relevan terhadap permasalahan yang diderita anak tersebut. Karena tidak semua anak autis memiliki karakteristik dan kebutuhan yang sama.2

Anak autis memiliki kendala dan permasalahan pada interaksi sosial, komunikasi dan perilakunya. Dan ada juga anak autis yang perlu diet makanan agar keautisan anak tidak bertambah. Pola asuh bagi anak autis tidak terletak pada pemberian nilai maupun bimbingan ilmu spiritual, melainkan pada pelayanan yang diperlukan agar keautisan anak berkurang.3

Anak-anak yang mengalami gangguan autis menunjukkan kurang respon terhadap orang lain, mengalami kendala berat dalam kemampuan komunikasi, dan memunculkan respon yang

1 Aqila Smart, anak cacat bukan kiamat, (Yogyakarta: katahati 2010), hal 13 2 Aqila Smart, anak cacat bukan kiamat, (

Yogyakarta: katahati 2010), hal 14

3

(11)

aneh terhadap berbagai aspek lingkungan di sekitarnya, yang semua ini berkembang pada masa 30 bulan pertama anak.

Kebanyakan orang tua mengalami shock bercampur perasaan sedih, khawatir, cemas, takut, dan marah ketika pertama kali mendengar diagnosis bahwa anak mengalami gangguan autis. Perasaan tak percaya bahwa anak mengalami autis kadang-kadang menyebabkan orang tua mencari dokter lain untuk menyangkal diaknosis dokter sebelumnya, bahkan sampai beberapa kali berganti dokter. Pada akhirnya, setelah di hadapkan pada fakta yang objektif dari berbagai sumber, maka kebanyakan orang tua pun dengan amat terpukul dan terpaksa menerima kenyataan pahit yang menimpa anaknya.4

Tentu saja, hal ini sangat memukul perasaan orang tua. Bagaimana tidak anak yang sangat di cintainya harus menderita suatu gangguan yang menyebabkannya tidak berkembang secara kognitif, emosi, dan sosial sebagaimana anak-anak lainnya. Banyak perasan yang timbul kepada orang tua ketika mempunyai anak yang autis, diantaranya adalah perasaan tidak mampu dan malu, perasaan ini di tujukan pada diri orang tua sendiri karena tidak mampu melahirkan anak yang normal. Kadang-kadang perasaan ini muncul dari adanya perasaan bersalah dari orang tua, terutama ibu. Kemudian ibu mencari-cari penyebab-penyebab yang mungkin dilakukannya sewaktu dia mengandung anaknya. Ibu kemudian banyak menduga-duga makanan apa yang telah di makannya, tindakan apa yang pernah dilakukannya sewaktu mengandung yang di anggap tabu, hingga dugaan-dugaan pada mitos yang biasanya terdapat di dalam masyarakat.5

4 Aqila Smart, anak cacat bukan kiamat, (Yogyakarta: katahati 2010), hal 15

(12)

Salah satu perasaan lain yang bisa dialamai oleh orang tua adalah munculnya perasaan bersalah atau berdosa. Perasaan bersalah ditujukan pada diri sendiri, orang tua kemudian menghukum diri, menyesali kemudian merasa berdosa. Kadang-kadang orangtua mencari fakta yang menguatkan rasa bersalahnya tanpa landasan yang objektif. Hal ini juga tidak baik jika terus-menerus menimpa keadaan jiwa orang tua.

Namun, tidak semua orangtua mengalami semacam itu. Ada pengalaman orangtua yang tetap tegar menghadapi kenyataan ini dan anak dalam keluarga memang sangat di perhatikan dalam kesehariannya, kondisi anak yang autis ini sangat butuh perhatian dari keluarga terlebih perhatian kepada ibu, keluarga ini tidak membeda-bedakan anak mereka satu dengan yang lain. Kasih sayang terhadap anak mereka sama pada umumnya tetapi pada poloa penerapannya yang lebih di pantau adalah perhatian kepada anak pertama, karena anak pertama mengalami autis sehingga membutuhkan perhatian yang lebih dibandingkan kedua anak mereka yang lain.

Anak pertama mendapatkan kasih sayang yang sama dengan anak ke dua dan ke tiga, tetapi karena butuh bimbingan yang lebih jadi orang tua menitik beratkan membimbing anak pertama. Pada waktu usia 5-10 tahun Anak pertama selau dalam pengawasan orang tua ketika dia berbuat yang tidak wajar. Orang tua pun pasti mengingatkan, menasihati dan anak pun perlahan-lahan mengerti walaupun kadang perbuatan itu diulanginya lagi. Karena takut berbuat hal yang diluar batas. Dia selalu diajak kemana-mana agar mudah dalam pengawasan orang tua, jika di tinggal di rumah ada figure seorang nenek yang mengawasi dia setiap hari selalu dalam pamtauan orang tua. Dan anakpun merasa ada yang selalu memperhatikannya bila ada kesalahan dalam tindakan yang tidak wajar.

(13)

dan perhatian yang lebih. Pemberian kasih sayang sangatlah penting bagi perkembangan anak. Rasa kasih sayang yang anda berikan akan berpengaruh pada pembentukan mental dan watak anak kelak. Seorang anak di lahirkan ke dunia dengan segala kelebihan dan kekurangan, lengkap dengan bakat, potensi, dan rezeki yang sudah di gariskan untuknya. Yang harus orangtua lakukan adalah menggali bakat tersebut dengan perhatian dan kasih sayang yang tepat. Maksudnya tepat adalah tidak berlebihan tidak kekurangan.

Kehadiran orangtua di tengah-tengah anak sengat diperlukan oleh anak agar penanganan seorang anak dapat mencapai hasil yang lebih baik. Kekuatan cinta dan kasih sayang orangtua di hadapan anak nyang autis turut mempercepat pemulihan si anak.

Sebenarnya seorang anak yang autis semakin dewasa akan semakin baik kemampuannya jika mendapat kekuatan cinta dan kasih sayang dari orangtuanya, dalam hal ini ada beberapa contoh pengalaman orangtua dalam menagani anak autis.

Dalam menghadapi anak autis, kita harus mengetahui kebiasaan anak itu, pada umumnya anak autis tidak suka diperlakukan kasar, keras, ataupun omongan-omongan yang bersifat memerintah, hendaknya kita harus membiasakan apa saja yang dia lakukan.

(14)

Bila ibu ini rapat dia tidak berprilaku agresif dan cenderung diam duduk manis, dia juga bisa bersosialisasi dengan siapa saja, karena dari kecil dia sering di ajak ibunya ke pertemuan, undangan, dengan tanpa rasa malu ibu ini mengajaknya. Ibunya selalu memperkenalkan anaknya kepada teman-temannya yang bertemu dengan dia, dan anaknya sangat terbuka sekali sekaligus tidak memalukan.

Selain itu interaksi yang baik antara orangtua dan anaknya yang dilandasi cinta kasih akan mampu membuka jalan bagi di temukannya kebahagiaan. Unuk itu, orangtua perlu memahami keterbatasan anak dan menemukan hal-hal positifnya. Lalu, mendapatkan target-target sesuai kondisi anak. Cinta kasih yang diberikan orangtua bagi penanganan anaknya bisa menjadi awal dari sebuah harapan yang lebih baik.6

Kenakalan anak memang wajar terjadi apalagi anak-anak itu masih kecil dalam keluarga ini pun juga mengalami masa dimana anak-anaknya nakal dan suka membuat orangtua jengkel. Tetapi bagaimana caranya orang tua bisa menghadapi semua ini. Ibunya menceritakan pengalaman anaknya ketika bertengkar, kata beliau banyak sekali masalah yang sering saya alami ketika anak-anak masih kecil, kadang minta mainan, kadang minta ini, itu, dan lainnya. Ketika sudah di belikan mainan yang sama masih saja salah satu dari anak saya merebut milik saudaranya entah itu kakaknya atau adeknya, kadang juga bertengkar karena hal yang sepeleh entah mainannya di pinjam tidak di kembalikan, atau bercanda terlalu berlebihan. Tetapi saya memaklumi ketika anak saya yang autis nakal karena memang anak autis itu emosionalnya tidak bisa terkendali.

Berdasarkan latar belakang dari kasus diatas, untuk mengetahui lebih jauh tentang pengalaman orang tua yang mempunyai Anak autis, maka penulis mengadakan penelitian dengan

judul. ”PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TENTANG PENGALAMAN

6 Aqila Smart, Anak cacat bukan kiamat,metode pembelajaran dan terapi untuk anak berkebutuhan

(15)

ORANG TUA DALAM MENANGANI ANAKNYA YANG AUTIS DI WONOREJO RUNGKUT SURABAYA”.

B.Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pengalaman orang tua dalam menangani anaknya yang autis di wonorejo?

2. Bagaimana perspektif bimbingan dan konseling islam dalam melihat pengalaman orang tua tersebut?

C.Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuannya adalah:

1. Untuk menjelaskan pengalaman orang tua dalam menangani anak yang autis di wonorejo. 2. Untuk menjelaskan prespektif bimbingan dan konseling islam tentang pengalaman orang tua

dalam menangani anaknya yang autis di wonorejo. D.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis bagi para pembaca, antara lain sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain khususnya dalam bidang pola asuh anak yang autis.

b. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pembaca dan jurusan Bimbingan dan Konseling Islam mengenai pola asuh orangtua terhadap anka yang autis.

(16)

a. Diharapkan peneliti dapat mengetahui cara atau kiat-kiat untuk mengeatasi atau membimbing anak yang berkebutuhan kusus.

b. Menjadi bahan pertimbangan dalam melaksanakan tugas penelitian. E.Definisi Konsep

Pada dasarnya, definisi konsep adalah salah satu unsur terpenting dalam suatu penelitian yang merupakan definisi singkat dari sejumlah fakta ataupun gejala-gejala yang telah diamati. Oleh sebab itu teori dan konsep-konsep yang dipilih dalam penelitian ini perlu adanya ruang lingkup dan batasan masalahnya, sehingga pembahasannya tidak akan melebar kemana-kemana.

Sesuai dengan judul yang peneliti tulis diatas, maka perlulah ada pembatasan konsep dari judul yang ada yaitu: “PERSPEKTIF BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TENTANG PENGALAMAN ORANG TUA DALAM MENANGANI ANAKNYA YANG AUTIS DI WONOREJO RUNGKUT SURABAYA “.

Agar dapat memahami judul diatas, maka penulis menjelaskan beberapa istilah yang

terdapat di dalam judul yang telah dituliskan. Isitilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Prespektif bimbingan dan konseling islam

Prespektif Dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah: cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya);

Di pandang dari sudut yang lain prespektif adalah satuan bahasa sebagaimana satuan itu berhubungan dengan yang lain dalam suatu sistem atau jaringan; pandangan relasional.7

(17)

Jadi yang di maksud dengan Prespektif bimbingan dan konseling islam adalah sudut pandang teori untuk melihat pengalaman orang tua dalam membimbing anaknya yang autis sehingga anak tersebut menjadi sukses.

2. Pengalaman orang tua

Pengalaman ialah hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan.

Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung dsb) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi. Pengalaman bisa berupa : yang terpenting dari pengalaman adalah hikmah atau pelajaran yang bisa diambil.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993) pengalaman diartikan: yang Pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dan sebagainya). Berbagai pengalaman bisa saja terjadi pada diri setiap orang.8

Jadi yang di maksud pengalaman orang tua adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasakan, ditanggung dsb) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi.

3. Anak autis

Anak autis adalah anak yang menderita gangguan perkembangan pervasive (pervasive developmental disorders)secara khas gangguan ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan ketrampilan sosial dan berbahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan motorik. Menurut sebuah hasil penelitian, tingkat pervalensi dari autisme ini diperkirakan empat sampai lima per 10.000 anak mengalami gangguan autisem. Anak yang mengalamai gangguan autisme menunjukkan

8

(18)

kurang respon terhadap orang lain, dan memunculkan respon yang aneh terhadap berbagai macam aspek lingkungan di sekitarnya, yang semua ini berkembang pada masa 30 bulan pertama anak. Terkadang para ahli gangguan perkembangan anak menjelaskan gangguan ini dengan nama gangguan autisme infantile.9

Autism juga bisa disebut perilaku abnormal istilah ini memiliki arti yang bermacam-macam.kadang-kadang dipakai untuk menunjukkan aspek batiniah kepribadian, aspek perilaku yan langsung dapat diamati, atau keduanya. Kadang-kadang hanyalah perilaku spesifik tertentu.10

Jadi, dari uraian konsep-konsep diatas, maka bisa di simpulkan bahwa judul ini adalah mendeskripsikan tentang pengalaman orang tua yang berhasil membimbing anaknya yang autis dalam perspektif bimbingan konseling islam dan pengalaman orangtua tersebut dapat dijadikan sebuah masukan dalam perilaku ilmu BKI, sehingga anak tersebut menjadi sukses dan bisa di terima di masyarakat umum.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya “ Metode Penelitian Kualitatif” adalah

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini melihat keseluruhan latar belakang subyek, penelitian secara holistic.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberi gambaran sistematis, tekstual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan ciri-ciri orang tertentu, kelompok-kelompok atau keadaan-keadaan. Keterangan untuk penelitian seperti ini dapat dikumpulkan dengan bantuan wawancara,

9 Triantoro Safaria, Autisme,(Yogyakarta:Graha Ilmu 2005)hal:3-4

(19)

kuesioner dan pengamatan langsung. Penelitian seperti ini akan memberikan informasi tentang sifat atau gejala pada keadaan tertentu. Dalam penelitian ini tidak terdapat perlakuan atau pengendalian data. Penelitian deskriptif hanya menggambarkan apa yang ada, bukan menguji hepotesa. Sehingga penelitian ini bersifat non hipotesis. Penelitian ini bergantung pada pengamatan peneliti.11

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dikarenakan oleh adanya data-data yang didapatkan nantinya adalah data kualitatif berupa kata-kata atau tulisan tidak berbentuk angka dan untuk mengetahui serta memahami fenomena secara terinci, mendalam dan menyeluruh. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus atau penelitian kasus. Penelitian kasus merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu, yang hasil penelitian itu memberi gambaran luas dan mendalam mengenai unit sosial tertentu.12

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistic dengan cara mendeskripsikan dalam bentu kata-kata atau bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.13

Fokus penelitian kualitatif adalah gejala dari suatu objek itu sifatnya tunggal dan parsial. Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala itu bersifat holistic (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan

11 S. Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal. 35

12 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2002), hal.55

(20)

veriabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat

(place), pelaku (Actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.14

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Sasaran dalam penelitian ini adalah orangtua yang mempunyai anak autis dan berkat kegigihan orangtua anaknya yang autis sekarang menjadi anak yang sukses dan bisa di terima kerja ini membuktikan bahwa peran orangtua atau pola asuh orang tua terhadap anak yang autis berhasil. Sedangkan saya selaku observer adalah salah satu mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya yaitu Miftahul Rizeki Hardiyansah. Untuk lokasi penelitian ini bertempat di Jl.Wisma Indah Blok B No. 114 Wonorejo Rungkut Surabaya.

3. Data dan Sumber Data a. Jenis data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk verbal atau deskriptif bukan dalam bentuk angka. Adapun jenis data pada penelitian ini adalah :

1) Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber pertama di lapangan. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan menggali data, tentang pengaalaman orang tua dalam menagani anaknya yang autis, kiat-kiat, cara-cara, serta bimbingan apa saja sehingga anaknya yang autis menjadi sukses.

(21)

2) Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder. Diperoleh dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan anak, riwayat pendidikan anak, dan perilaku keseharian anak.15

b. Sumber Data

Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh.

1) Sumber Data Primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh penulis dilapangan yaitu informasi dari orangtua anak yang diberikan pengamat dan pengamat yang memberikan kesimpulan.

2) Sumber Data Sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lain sebagai pendukung guna melengkapi data yang penulis peroleh dari data primer.16 Sumber ini bisa diperoleh dari keluarga anak, tetangga anak, dan teman anak. Dalam penelitian ini data diambil dari keluarga dan tetangga klien, serta teman klien.

4. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 3 tahapan dari penelitian diantaranya:

a. Tahap Pra Lapangan

Ada enam tahap kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahapan ini ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan, Kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan berikut ini.17

1) Pada tahap ini digunakan untuk menyusun rencana penelitian

15 Burhan Bungin. Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif Dan Kualitatif . (Surabaya: Universitas

Airlangga. 2001). Hal: 128

(22)

Dalam hal ini peneliti membuat susunan rencana penelitian apa yang akan peneliti hendak teliti ketika sudah terjun kelapangan.

2) Memilih lapangan penelitian

Dalam hal ini peneliti mulai memilih lapangan yang akan diteliti. 3) Mengurus perizinan

Dalam hal ini peneliti mengurus surat-surat perizinan sebagai bentuk administrasi dalam penelitian sehingga dapat mempermudah kelancaran peneliti dalam melakukan penelitian.

4) Menjajaki dan memilih lapangan

Penjajakan dan penilaian lapangan akan terlaksana dengan baik apabila peneliti sudah membaca terlebih dahulu dari keputusan atau mengetahui melalui orang dalam situasi atau kondisi daerah tempat penelitian dilakukan.18 Dalam hal ini peneliti akan menjajaki dengan lapangan dengan mencari informasi dari masyarakat tempat peneliti melakukan penelitian. 5) Memilih dan memanfaatkan informan

Dalam hal ini peneliti memilih dan memanfaatkan informan guna mendapatkan informasi tentang situasi dan kondisi lapangan.

6) Menyiapkan perlengkapan

Dalam hal ini peneliti menyiapkan alat-alat untuk keperluan penelitian seperti alat-alat tulis, tape recorder, kamera, dan lain-lain.

7) Persoalan Etika Penelitian

(23)

Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak menghormati, tidak mematuhi, dan tidak mengindahkan nilai-nilai masyarakat dan pribadi tersebut.19 Dalam hal ini peneliti harus dapat menyesuaikan norma-norma dan nilai-nilai yang ada di latar penelitian.

b. Tahap Persiapan Lapangan

Pada tahap ini peneliti melakukan persiapan untuk memasuki lapangan dan persiapan yang harus dipersiapkan adalah jadwal yang mencakup waktu, kegiatan yang dijabarkan secara rinci. Kemudian ikut berperan serta sambil mengumpulkan data yang ada di lapangan.

c. Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini peneliti menganalisa data yang telah didapat dari lapangan. Analisis dan laporan ini meliputi berbagai tugas yang saling berhubungan dan terpenting pula dalam suatu proses penelitian.20

5. Teknik Pengumpulan Data

Yang dimaksud dengan pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standart untuk memperoleh data yang diperlukan. Dimana teknik ini untuk mempermudah dalam memperoleh data, sehubungan dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan.21

Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan sebagai berikut: a. Observasi

19 J. Moelong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Hal: 134.

(24)

Obserasi adalah, pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Pada dasarnya teknik observasi di gunakan untuk menyakinkan pengamat tentang perubahan sikap anak autis tersebut yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas perubahan tersebut. Bagi pelaksana atau petugas atau disebut sebagai observer bertugas melihat obyek dan kepekaan mengungkap proses konseling yang di lakukan orangtua agar dapat membuat contoh cara membimbing anak yang autis sehingga menjadi sukses.22

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk membuktikan bahwa orang tua berhasil membimbing anaknya yang autis. Selain itu untuk mengetahui deskripsi lokasi penelitian.

b. Wawancara

Wawancara merupakan satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data dengan dialog Tanya jawab secara lisan baik langsung maupun tidak langsung.23

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara mendalam pada pengalaman orang tua yang meliputi: Identitas diri, kondisi keluarga, lingkungan dan ekonomi, serta deskripsi dan permasalahan yang dialami. Selain mendapatkan informasi mengenai anak wawancara juga dilakukan untuk mendapatkan data tentang kiat-kiat, usaha-usaha, dan pengalaman menarik dalam menangani anaknya yang autis sehimgga menjadi kunci sukses anak tersebut. c. Dokumentasi

(25)

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.24

Dalam penelitian ini, dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya dari monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya: catatan harian, sejarah kehidupan, biografi dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya: foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berupa karya misalnya: karya seni yang berupa gambar, patung dan lain-lain.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses teknik pengumpulan data dapat dilihat melalui table dibawah ini:

Table 1.1 Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

No Jenis Data Sumber Data TPD

1 a. Identitas amak

b. Tempat dan tanggal lahir anak c. Usia anak

d. Pendidikan anak e. Pengalaman orangtua

f. Proses konseling yang dilakukan orang tua

Orangtua W+O

2 a. Identitas opserver b. Pendidikan opserver

c. Usia opserfer Opserver W+O

(26)

d. Pengalaman dan proses konseling yang dilakukan orangtua.

3 a. Kebiasaan anak

b. Kondisi keluarga, lingkungan tempat tinggal dan ekonomi keluarga

Informan (keluarga, kerabat dekat, tetangga)

W+O

4 a. Luas wilayah penelitian b. Jumlah keluarga

Gambaran lokasi

penelitian O+W+D

Keterangan:

TPD : Teknik Pengumpulan Data

O : Observasi

W : Wawancara

D : Dokumentasi

6. Teknik Analisa Data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasaran wawancara yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan berdasarkan wawancara tersebut. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik trianggulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.25

(27)

Teknik analisa data ini setelah proses pengumpulan data yang telah diperoleh. Penelitian ini bersifat studi kasus, untuk itu, analisis data yang digunakan adalah deskriptif-komparatif yaitu setelah semua data-data terkumpul, diteliti dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisa dilakukan untuk mengetahui pengalaman orang tua yaitu dengan menjelaskan bagaimana pengalaman orangtua ini bisa sukses membimbing anaknya yang autis. Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat persamaan pada cara bimbingan orang tua deangan prespektif bimbingan konseling islam.

7. Keabsahan Data

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan itu tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti dalam latar penelitian.26

b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud mencari dan menemukan ciri-ciri serta situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan penelitian menyediakan data yang lengkap, maka ketekunan pengamatan menyediakan pendalaman data. Oleh karena itu ketekunan pengamatan merupakan bagian penting dalam pemeriksaan keabsahan data. G.Sistematika Pembahasan

(28)

Untuk mempermudah dalam pembahasan ini, peneliti membagi pembahasan ke dalam lima bab, yang masing-masing terdiri dari sub-sub bab. Sistematika pembahasan dalam penelitian ini yang meliputi:

1. BAB I pendahuluan ialah gambaran umum dari kerangka atau pola dasar pembahasan dari pada skripsi. Isi dari bab ini meliputi : latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian dan sistematika penulisan.

2. BAB II Tinjauan pustaka: pada bab ini peneliti menuliskan tentang kajian teori yang tertulis dan dijelaskan dari beberapa buku referensi untuk menelaah objek kajian yang dikaji. Dalam bab ini akan membahas tentang pengertian Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, tentang pengalaman orangtua dalam menangania ankanya yang autis.

3. BAB III Penyajian data: dalam penyajian data ini menjelaskan tentang setting penelitian yang meliputi: deskripsi umum objek penelitian (deskripsi lokasi penelitian, data tentang pengalaman orangtua, data tentang bukti bahwa anak ini autis, deskripsi masalah), deskripsi hasil penelitian (deskripsi tentang pengalaman ibu dan kiat-kiat apa saja yang di orangtua seingga menjadi anak yang sukses).

4. BAB IV Analisis data: dalam bab ini menjelaskan tentang perspektif bimbingan dan konseling islam tentang pengala pengalamanman orangtua dalam menangani anak yang autis.

(29)

BAB II

Bimbingan dan Konseling Islam, Autis, Pengalaman orangtua A. Kajian Teori

1. Bimbingan dan Konseling Islam.

a. Pengertian Bimbingan Konseling Islam.

Bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, continue dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadis Rasulullah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadis. Dan apabila internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadis telah tercapai dan fitrah beragama itu telah berkembang secara optimal maka individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan Allah SWT, dengan manusia dan alam semesta sebagai manifestasi dari peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi untuk mengabdi kepada Allah SWT.1

Bimbingan konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.2

Dari uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa bimbingan dan konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu secara terarah, dan

1 Samsul Munir Amin. Bimbingan dan Konseling Islam. (Jakarta: AMZAH. 2010). hal: 23

2 Aunur Rahim Faqih. Bimbingan dan Konseling dalam Islami. (Yogyakarta: UII Prees. 2001). hal: 4

(30)

sistematis agar mampu hidup selaras dan dapat mengembangkan potensi secara optimal yang sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah SWT.3

Sedangkan pengertian bimbingan dan konseling Islami berdasarkan rumusan hasil seminar Nasional Bimbingan dan Konseling Islami, bimbingan konseling Islami adalah proses dalam bmbingan dan konseling yang berlandaskan ajaran Islam untuk membantu individu yang mempunyai masalah guna mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Dari pengertian dan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa jika bimbingan agama yang diberikan kepada klien dapat dilaksanakan dan diamalkan oleh klien/helpee dengan baik, maka kecerahan dan ketentraman batin klien semakin terwujud, masalah atau gejala penyakit jiwa (psychose dan neurose) yang pernah ada dan mengganggu selama ini akan hilang sama sekali.

Dengan demikian, inti dari bimbingan konseling Islami maupun bimbingan dan konseling agama adalah penjiwaan agama pada pribadi klien. Klien dibimbing dan diarahkan sesuai dengan perkembangan sikap dan perasaan keagamaannya serta sesuai dengan tingkat dan situasi kehidupan psikologisnya.

b. Hakikat Bimbingan Knseling Islam.

Hakikat bimbingan konseling Islam adalah upaya utuk membantu individu mengembakikan ke fitrah manusia dengan cara memberdayakan Iman,akal,dan kemauan yang di karuniakan Allah SWT. Untuk mempelajari tuntunan Allah dan Rosul-Nya, agar fitrah yang ada pada individu berkembang dengan benar dan kuat sesuai perintah Allah SWT. 4

(31)

Dengan adanya bimbingan dan konseling Islam ini, dituntut agar mampu untuk memberikan bimbingan dan arahan untuk anak agar dapat mewujudkan kemapuan dan bakat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Terlebih kepada orangtuanya yang selalu mendampinginya, agar lebih termotivasi, lebih sabar dan tegar untuk mendampingi anaknya.

Tujuan akhir dari bimbingan islami adalah terujudnya keselarasan antara aspek duniawi dan ukhrawi dalam diri klien, atau dengan kata lain setiap klien harus mampu hidup secara wajar, dapat berdampingan dan berhubungan dengan orang lain secara baik serta dapat melaksanaka ajaran Allah dengan sebaik-baiknya.

Hidup yang selaras dengan ketentuan Allah adalah hidup yang sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk Allah. Hidup selaras dengan petunjuk Allah artinya hidup sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan oleh Allah SWT melalui Alqur’an

dan sunnah Rasulullah SAW.

c. Teori-teori Bimbingan dan Konseling Islam sebagai prespektif

Ada beberapa teori dalam bimbingan dan konseling islam yang berhubungan dengan pengalaman orang tua dalam membimbing anak yang autis. Dalam hal ini konselor perlu mendorong individu untuk mengamalkan apa yang dipelajarinya itu secara benar dan istikomah. Maka konselor perlu nendorong dan membantu individu memahami hal-hal berikut beserta aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari.

1) Aktualisasi rukun iman sesuai kehidupan sehari-hari:

(32)

d) Ikhlas menerima ketentuan allah atas dirinya 2) Aktualisasi rukun islam dalam kehidupan sehari-hari.

a) Meninggalkan segala bentuk sirik

b) Mendirikan solat wajib dan solat sunah secara benar c) Melakukan puasa wajib dan sunah secara benar5

d) Nuansa konseling islam.

Peran utama konselor dalam konseling dengan pendekatan ini adalah sebagai pengingat, yaitu sebagai orang yang mengingatkan individu yang di bimbing dengan cara allah. Dikatakan mengingatkan sebab, konseling dengan pendekatan ini adalah upaya membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan kembali kepada fitrah.

Maka dalam membantu individu pun dilakukan sesuai dengan cara-cara yang di ajarkan allah dalam al-Qur’an dalam surat an-Nahl (16), ayat 125 yaitu (a) dengan cara yang terbaik, dengan rujuka yang paling benar atau bebas dari kesalahan, dan mendatangkan manfaat atau kebaikan yang paling benar, (b) dengan ucapan yang menyentuh hati dan mengantar kepada kebaikan, agar ucapan itu bisa menyentuh hati maka perlu keteladanan dari yang menyampaikannya.6

2. Autis

a. Anak autis

Anak autis adalah anak yang menderita gangguan perkembangan pervasive (pervasive developmental disorders) secara khas gangguan ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan ketrampilan sosial dan berbahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas, dan gerakan-gerakan

(33)

motorik. Menurut sebuah hasil penelitian, tingkat pervalensi dari autisme ini diperkirakan empat sampai lima per 10.000 anak mengalami gangguan autisem. Anak yang mengalamai gangguan autisme menunjukkan kurang respon terhadap orang lain,dan memunculkan respons yang aneh terhadap berbagai macam aspek lingkungan di sekitarnya, yang semua ini berkembang pada masa 30 bulan pertama anak. Terkadang para ahli gangguan perkembangan anak menjelaskan gangguan ini dengan nama gangguan autisme infantile.7

Autism juga bisa disebut prerilaku abnormal. Istilah ini memiliki arti yang bermacam-macam.kadang-kadang dipakai untuk menunjukkan aspek batiniah kepribadian, aspek perilaku yang langsung dapat diamati, atau keduanya. Kadang-kadang hanyalah perilaku spesifik tertentu.8

b. Ciri-ciri anak autis.

Dari hal ini jika seorang anak terkena autis, gejala yang tampak antara anak satu dengan yang lain berbeda, gejalaauts sangatlah bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri sendir, berikut ada 18 ciri-ciri anak autis:

1) Sulit bersosialisasi dengan anak lainnya. 2) Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya. 3) Tidak pernah atau jarang sekali kotak mata. 4) Tidak peka terhadap rasa sakit.

5) Lebih suka menyendiri, sifatnya agak menjauhkan diri. 6) Suka benda-benda yang berputar/memutarkan benda. 7) Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan.

7 Triantoro Safaria, Autisme, (Yogyakarta:Graha Ilmu 2005),hal,3-4

(34)

8) Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak melakukan apa pun (terlalu pendiam)

9) Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan dari pada kata-kata.

10)Menunut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang bersifat rutin. 11)Tidak peduli bahaya.

12)Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama. 13)Mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa (echolalia).

14)Tidak suka di peluk (disayang) atau menyayangi.

15)Tidak tanggap dengan isyarat kata-kata, bersikap seperti orang tuli. 16)Tidak berminat dengan metode pengajaran yang biasa.

17)Suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan yang jelas (tantrums). 18)Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak mau menendang

bola namun dapat menumpuk balok-balok).9

Jadi, dari uraian konsep-konsep diatas, maka bisa di simpulkan bahwa mendeskripsikan tentang pengalaman orang tua yang berhasil membimbing anaknya yang autis dalam perspektif bimbingan konseling islam, sehingga anak tersebut menjadi sukses dan bisa di terima di masyarakat umum.

c. Faktor dan dampak dari penyandang autis.

Diketahui akhir-akhir ini, anak autis sering lahir dari pasangan yang sama-sama memiliki pendidikan tinggi. Karena menurut prnelitian hasil yang di dapat adalah daerah yang di tempati pasangan yang berpendidikan tinggi, di temukan banyak anak autis di

(35)

bandingkan daerah yng di tempati oleh pasangan dengan pendidikan yang sedang-sedang saja. Namun, ada pula yang mengatakan anak autis juga terlahir dari pasangan yang sudah berumur.10berikut adalah beberapa faktor dan dampak dari autis.

1) Vaksin yang mengandung thimerosal.

Thimerosal merupakan zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan thimerosal di Negara maju. Nanum, entah bagaimana halnya di Negara berkembang. 2) Televisi.

Semakin maju suatu Negara, biasanya interaksi antara anak dan orangtua semakin berkurang karena berbagai hal. Kompensasinya, TV sering digunakan sebagai penghibur anak. Ternyata, ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab utisme pada anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya. 3) Genetik

Ini adalah dugaan awal dari penyebab autis. Telah lama di ketahui bisa di turunkan dari orangtua kepada anaknya. Namun, tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah anak-anak yang lair dari ayah yang berusia lanjut memiliki kasus lebih besar untuk menderita autis meskipun ayangnya normal. 4) Makanan

Mengingat dari sebelumnya. Penelitian pun menemukan peyebab mengapa kasus ADHD mengingat pada tahun itu. Hasil penelitian itu 11menunjukkan pada zat kimia yang ada pada makanan modern dicurigai sebagai penyebab utama meningkatnya

(36)

kasus ini. Ketika zat-zat pada makanan tersebut dihilangkan, kasus ADHD menurun secara drastis.

5) Radiasi langsung pada bayi.

Sebuah riset dalam sekala besar menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang ultrasonik berlebihan akan cenderung menjadi kidal. Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autis.

6) Asam folat

Zat ini bisa di berikan pada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sebesar 30%. Namun, di lain pihak, tingkat autis pada janin meningkat.

7) Sekolah lebih awal.

Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa menyekolahkan anak lebih awal akan memicu timbulnya autis. Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autis sebetulnya bisa sembuh/ membaik dengan berada dalam lingkup orangtuanya. Namun, karena justru di pindahkan di lingkungan asing yang berbeda, beberapa anak jadi mengalami shock,dan bakat autisnya menjadi muncul sangat jelas.

d. Dampak anak autis.

1) kesulitan dalam interaksi dengan orang lain

(37)

gerak-gerik orang tersebut dan mengikuti kemanapun dia pergi. Cara ini bukannya mereka banyak teman, melainkan justru membuat teman-temannya menjauh.

2) Hambatan berbicara dan berkomunikasi

Anak autis biasanyaberbicara cukup baik tetapi kesulitan dalam hal belajar kata-kata abtrak. Jauh lebih mudah mengerti kata-kata-kata-kata benda karena bisa dilihat dan bisa di pegang, selain bahasa komunikasi non verbal mereka juga bermasalah. Sikap tubuh mereka sering menunjukkan ketidakinginnan untuk berdekatan, atau sebaliknya berdiri terlalu dekat dengan lawan bicara sehingga orang lain jadi risih. Nada suara mereka cenderung monoton, seringkali bicara terlalu keras, atau terlalu cepat.12

3) Tingkah laku repetitif dan minat yang sempit.

Tingkah laku ini sering di sebut stimulasi diri atau stimming yang biasanya muncul saat mereka frustasi, marah atau sangat senang. Selain itu mereka sukapada rutinaitas yang kaku dan menjadi marah atau cemas bila terjadi perubahan tanpa pemberitahuan terlebih dulu. Bahkan perubahan susunan barang-barang di rumah dan di sekolah juga bisa menimbulkan emosi negatif.

4) Gangguan tingkah laku.

Ada anak autis yang tampak tenang dan gembira selama di biarkan melakukan kegiatan yang di sukainya. Tetapi bila dilarang atau disuruh melakukan sesuatu yang tidak di sukai, mulai muncul tingkah laku agresif. Dalam sekejab kegembiraan mereka berubah menjadi tangisan dan amukan. Tidak jarang orang di dekat mereka menjadi sasaran pukulan, gigitan bahkan tendangan berkekuatan tinggi.13

3. Pengalaman orangtua dalam menangani anak autis.

(38)

Dalam menghadapi anak autis, kita harus mengetahui kebiasaan anak itu, pada umumnya anak autis tidak suka diperlakukan kasar, keras, ataupun omongan-omongan yang bersifat memerintah, hendaknya kita harus membiasakan apa saja yang dia lakukan. Kalaupun kebiasaan itu salah hendaklah kita arahkan ke hal yang lain dengan cara tidak memarahinya. Kita arahkan ke hal yang positif, contoh (bangun pagi solat, sehari harus solat lima waktu, jika sudah dewasa harus mencuci pakaiannya sendiri, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Pengalaman seorang ibu yang mempunayi anak autis ini anaknya sngat mandiri, dari umur empat tahun dia sudah bisa tidur sendiri, dan pada usia tujuh tahun sudah bisa cebok, mandi sendiri, dan mempersiapkan keperluhan sekolahnya sendiri, dari situ ada peran ibu yang selalu menerima anaknya apa adanya tidak di tutup-tutupi, contoh di bawanya anak ibu ini kemana saja, baik ke kampus,maupun ke rapat nasional atau pun ke rapat internasional. Bila ibu ini rapat dia tidak berprilaku agresif dan cenderung diam duduk manis, dia juga bisa bersosialisasi dengan siapa saja,karena dari kecil dia sering di ajak ibunya ke pertemuan,undangan,dengan tanpa rasa malu ibu ini mengajaknya. Ibunya selalu memperkenalkan anaknya kepada teman-temannya yang bertemu dengan dia,dan anaknya sangat terbuka sekali sekaligus tidak memalukan.

(39)

kesimpulannya, bergantung pada kita bagaimana cara kita membuat dia mandiri, tanpa membedakan dengan saudaranya yang normal, memberi pengertian dengan sudaranya, dan jangan pernah menyembunyikan dia dari orang lain (jangan merasa malu mempunyai anak autis), itu sangat tidak membantu anak untuk berkembang, yang penting yang lebih terhadap anak autis, dan sabar.14

Selain itu interaksi yang baik antara orangtua dan anaknya yang dilandasi cinta kasih akan mampu membuka jalan bagi di temukannya kebahagiaan. Unuk itu. Orangtua perlu memahami keterbatasan anak dan menemukan hal-hal positifnya. Lalu, mendapatkan target-target sesuai kondisi anak. Cinta kasih yang diberikan orangtua bagi penanganan anaknya bisa menjadi awal dari sebuah harapan yang lebih baik.15

a. Sikap orang tua terhadap anak autis. 1) Jangan terlalu larut dalam kesedihan.

Setiap orangtua pada awalnya pasti memiliki perasaan kecewa jika mengetahui anaknya menderita autis. Namun, kesadaran orangtua juga sangat penting bagi mental anak. Orangtua yang sadar pentingnya pergaulan dan perkembangan bagi anak akan membantu memberikan motivasi bagi anakautis.16

2) Lihat ke depan dan tetap konsisten bahwa anak pasti bisa.

Anak yang memiliki kekurangan juga dapat berprestasiakan membangun suatu harapan bahwa mereka pasti bisa menjadi lebih baik dari sekarang.

3) Pahami kesukaan dan hal-hal yang tidak di sukai si anak

14 HR,Hsdianah, Autis pada Anak,(Yogyakarta:Nuha Medika.2013),hal.112 15 Aqila Smart. Anak cacat bukan kiamat,hal, 57

(40)

Anak autis cukup sensitif terhadap lingkungan dan benda-benda di sekitarnya jika mereka suka, mereka akan merasa nyaman dan terlarut dalam aktivitasnya. Namun, jika tidak suka, mereka tidak segan untuk memberontak, marah, berteriak. Sebisa mungkin hindarkan dari hal-hal yang tidak disukainya. 17

4) Berikan rutinitas yang menyenangkan.

Orangtua perlu memberikan gambaran pada anak tentang aktivitas yang akan dilaluinya dalam keseharian. Misalnya, saat bangun tidur, mereka perlu mandi, ganti baju, dan berangkat sekolah. Gambaran tersebut akan menjadi rutinitas yang menyenagkan bagi anak. Jika suatu saat orangtua ingin mengubah kebiasaan tersebut, misalnya dengan menggantikan makan malam dirumah dengan di rumah makan, sebelumnya perlu di berikan gambaran ulang. Menunjukkan aktifitas yang akan dilalui akan membuat anak merasa nyaman. 18

b. Upaya orangtua menangani anak autis.

Agar penerapan prosedur pengukuhan berjalan denagn baik dan efektif maka ada beberapa syarat penting yang perlu di pahami oleh orang tua, yaitu:

1) Menyajikan pengukuhan (respon) seketika.

Agar hasil dari penerapan prosedur respon positif ini berjalan efektif penyajian respon di berikan seketika ketika perilaku di jalankan oleh anak. Misalnya ketika ibu melihat anaknya mampu berjalan kemudian ibu pun seketika itu juga bertepuktangan memuji anaknya sambil tersenyum berkata, wah, anak pintar ini ya atau ketika ayahnya melihat anaknya bisa mengucapkan sepatah kata yang punya arti, “pa mimik ….haus…..”

17 Ratih putri pratiwi, afin murtingsih, kita sukses mengasuh anak berkebutuhan kusus,(Yongyakarta: ar-

ruzzmedia,2013), hal: 88

(41)

kemudian ayahnya pun memberikan susu pada anaknya, mengapa penyajian responnya harus seketika, hal ini untuk menghindari perilaku tadi belum dislipin.19

2) Memilih pengukuhan respon yang tepat.

Memilih pengukuhan atau respon yang tepat karena tidak semua anak akan menyukai satu jenis pengukuhan seperti permen, atau main boneka. Anak laki-laki tentu tidak menyukai mainan boneka, tapi anak perempuan tentu lebih menyukainya. Bisa saja anak tidak menyukai permen, tapi lebih menyukai coklat. Untuk itu orang tua perlu memahami pengukuhan seperti apa yang lebih menarik buat anaknya.

3) Mengatur kondisi situasional.

Kadang-kadang pengukuhan di berikan kepada setting keadaan, waktu, dan tempat yang telah ditentukan. Sebagai contoh, ibu hanya akan memberikan permen pada jam 09.00 setelah makan pagi jika anaknya mampu berbicara dengan kata-kata yang jelas. Hal ini untuk mencegah agar anak mau makan pagi dan terhindar dari sakit perut akibat permen yang di berikan. 20

4) Menentukan kualitas pengukuhan.

Perlu juga menentukan seberapa banyak pengukuhan yang akan di berikan terutama berkaitan dengan pengukuhan konkrit. Pertimbangan yang menjadi acuahan adalah keadaan deprivasinya, serta pertimbangan seberapa besar usaha atau perilaku positif yang dimunculkan anaknya. Contoh jika anak mampu membersihkan kamarnya maka orang tua akan memberikan 5 buah permen beserta pujian pada anaknya.

5) Memilih kualitas/ kebaruan pengukuhan.

19Triantoro Safaria, Autisme,(Yogyakarta:Graha Ilmu 2005)hal: 199

(42)

Pengukuhan yang diberikan apada anak baik itu pengukuhan konkrit ataupun simbolik sebaiknya selalu bervariasi sehingga ada nilai kebaruannya. Karena bagaimanapun sesuatu yang monoton akan menimbulkan kejenuhan, tetapi sesuatu yang mempunyai nilai kebaruan akan cenderung lebih menarik minat anak.

6) Memberikan contoh pengukuhan.

Kadang-kadang pada awalnya anak perlu diberikan contoh geratis dari pengukuhan yang akan di berikan. Hal ini disebabkan agar anak mengetahui dan merasakan kenikmatan pengukuhan tersebut juka pengukuhannya berupa makanan dan minuman. Namu setelah anak merasakan kelezatan makanan itu maka makanan itu menjadi pengukuhnya yang menarik bagi anak itu.21

7) Menangani persaingan asosiasi.

Kadang dalam hidup anak ada faktor lain yang memengaruhi sehingga pengukuhan yang diberikan menjadi tidak efektif. Untuk itu orang tua perlu menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan pengukuhannya. Jika terdapat faktor yang menyaingi tersebut maka faktor itu harus dikalahkan atau dihilangkan. Jika tidak memungkinkan maka pengukuhan yang diberikan pada anak harus diperbesar atau ditambah agar pengaruhnya menjadi lebih kuat daripada faktor pesaingnya.

8) Mengatur jadwal pengukuhan.

Jadwal pemberian pengukauhan adalah aturan yang di anut oleh pemberi pengukuhan dalam menentukan di antara sekian kali suatu perilaku yang timbul, kapan atau yang mana yang akan mendapat pengukuhan. Ada dua macam jadwal pengukuhan, 1) jadwal pengukuhan terus menerus ialah jadwal yang di berikan terus-menerus setiap

(43)

perilaku-sasaran muncul. 2) jadwal pengukuha berselang atau jadwal pengukuhan sebagian, jadwal ini di berikan tidak terus-menerus hanya sebagian saja yang mendapatkan pengukuhan.22

9) Pemadaman.

Cara ini dilakukan oleh orang tua dengan tidak memberikan baik pengukuhan positif atau pun pengukuhan negatif seolah-olah orang tua tidak memperdulikan anaknya. Kadang-kadang bagi anak, pemberian pengukuhan negatif atau hukuman oleh orang tua merupakan pengukuhan positif bagi anak. Contoh ketika orang tua memarahi anak perilaku anak semakin menjadi-jadi perilakunya, hal ini menandakan kemarahan orang tua pada anak sebagai pengukuhan positif. Artinya anak merasa mendapat perhatian darinorang tuanya. Dengan pemadaman ini orang tua tidak memarahi anak atau memberikan hadiah pada anak dan anak merasa di biarkan oleh orang tua dan ank secara sadar akan diam dan tidak mengamuk lagi.23

10)Hukuman.

Pemberian hukuman menurut modifikasi perilaku adalah pemberian stimulus yang mengikuti suatu perilaku yang dimana perilakuini menyebabkan pemberhentian atau cenderung tidak berulang. Metode hukuman ini bisa berbentuk verbal atau non verbal dan bisa juga stimulus aveksi ( yang menyakitkan). 24

11)Time-out (penyishan sesaat)

Penyisihan sesaat adalah prosedur yang memindahkan sumber pengukuhan untuk sementara waktu, bila perilaku sasaran muncul sehingga amak tidak dapat memperoleh

(44)

pengukuhan iersebut. Kesempatan anak untuk mendapatkan pengukuhan ditiadakan untuk sementara waktu. 25

12)Pengekangan singkat.

Metode ini di lakukan dengan mengapit kedua lengan anak sehingga anak tidak bisa bergerak lagi. Namun selama melakukan pengekangan singkat ini jangan berbicara pada anak atau berinteraksi pada anak. Kalau selama pengekangan ini orang tua berbicara pada anak maka prosedur ini bisa di anaggap sebagai pengukuan positif berupa perhatian. Akinatnya perilaku anak tidak malah berkurang namun akan cenderung meningkat Karen anak menginginkan pengekangan sesaat tersebut yang dianggapnya sebagai pengukuhan positif karena mendapatkan perhatian ataupun permainan baru. 26

c. Kunci sukses orangtua dalam menangani anak autis.

Langkah-langkah apa saja yang di inginkan anak autis, inilah beberapa hal tentang kunci sukses dalam menangani anak autis:

1) Jangan lupa bahwa, di atas segalanya, anak autis adalah seorang anak.

Setiap anak yang diberikan memiliki pilihan, kebiasaan, perilaku, dan reaksi mereka sendiri. Setiap anak mempunyai hal-hal yang tidak mereka sukai, dan juga yang mereka suka. Autistik tidak mengubah kenyataan itu. Cara mendisiplinkan yang saya gunakan adalah pendekatan tingkah laku jika dengan dengan pemahaman maka akan sulit. Fokuslah pada penyediaan dukungan yang dibutuhkan anak untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan mengubah perilaku "nakal" menjadi tindakan yang lebih baik dan tersusun.27

25Triantoro Safaria, Autisme,hal:206 26Triantoro Safaria, Autisme,hal,208

(45)

Seperti anak pada umumnya, anak yang menderita autisme bisa berkelakuan buruk. Anak-anak tidak selalu mengikuti peraturan, dan kadang semua anak memiliki kesulitan mengendalikan diri mereka sendiri ketika merasa kesal. Menjadi autis seharusnya tidak menjadikan anak untuk tidak mentatati peraturan dari kewajiban mengikuti peraturan, tetapi di satu sisi, anak autis juga tidak seharusnya dihukum karena cara mereka mengekspresikan diri. Cara yang benar seharusnya melibatkan pengajaran mengendalikan diri dan bagaimana memenuhi kebutuhan denagan cara yang tersusun.28

2) Bersabarlah.

Meskipun kadang Anda menjadi frustrasi ketika mencoba memahami tingkah laku anak, namun penting untuk mengingat bahwa kuncinya adalah sabar. Seiring waktu, dengan menggunakan strategi yang dibahas di bawah ini, anak Anda yang autis akan mempelajari cara yang lebih baik untuk bertingkah laku. Hal ini tidak akan terjadi dalam semalam.

Jadi ketika mereka tidak memperhatikan Anda atau sepertinya tidak mendengarkan dan mengikuti apa yang Anda katakan, jangan langsung menyimpulkan bahwa mereka melakukan itu untuk membuat Anda jengkel. Ada sesuatu yang mungkin sedang mengganggu konsentrasi mereka.

3) Tangani krisis dengan hati-hati.

Banyak dari apa yang Anda pikir sebagai "tingkah laku buruk" pada anak autis muncul dalam bentuk krisis. Kadang sangat sulit bereaksi terhadap hal ini bila berhadapan dengan anak yang lebih kecil atau yang tidak menggunakan

(46)

komunikasi verbal untuk berekspresi ketika mereka kesal. Apa yang mungkin tampak seperti amukan "tingkah laku buruk" pada beberapa anak sebenarnya adalah usaha untuk mengekspresikan kebutuhan mereka, menghadapi pengalaman sensoris yang meresahkan, atau menangani stres.

sebaiknya, Anda perlu membuat rencana untuk membantu mengajari anak menghindari krisis itu sendiri. Taktik klasik ". seperti setrap, bisa menjadikan semuanya lebih buruk karena membuat anak lebih kesal dan menghilangkan rasa bahwa mereka memiliki kendali atas keputusan mereka sendiri. Sebaliknya, mengajari anak untuk mengambil “jeda” dan mengajarkan teknik menenangkan

diri akan memberdayakan anak agar bisa mengelola waktu dan emosi serta mendorongnya untuk mengatur diri sendiri.

4) Jangan berteriak pada anak.

Berteriak pada anak, mencoba menjadi orang tua yang suka memerintah atau menunjukkan terlalu banyak kekuasaan dapat membuat anak cemas dan bingung. Ketika menghadapi kecemasan, anak bisa menjadi sangat gelisah dan kacau. Mungkin mereka mulai menunjukkan amarah, berteriak atau menjerit. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk menjaga agar suara tetap rendah, meskipun sangat frustrasi.

(47)

membenturkan kepalanya dapat menggoyangkan kepala dengan cepat untuk menghilangkan stres tanpa membahayakan dirinya sendiri.29

5) Menciptakan Rutinitas untuk Mengurangi Kebutuhan Mendisiplinkan Anak. Memastikan langkah-langkah berikut ini agar dilaksanakan secara teratur, sangat penting karena sulit menerapkan strategi yang ditujukan untuk mendisiplinkan anak autis bila tidak ada konsistensi dalam cara mendisiplinkan atau pengawasan anak yang tidak memadai.30

6) Miliki rutinitas dan struktur yang sudah jadi dan mapan.

Atur tempat yang sudah ditetapkan untuk melakukan aktivitas. Rutinitas umum dalam hidup anak sangat penting agar mereka dapat memahami dunia dan merasa aman. Ketika Anda membuat rutinitas, Anda juga akan bisa mengerucutkan alasan tingkah laku anak yang berlebihan.

7) Gunakan "jadwal bergambar" untuk menciptakan ketertiban.

Jadwal bergambar membantu menjelaskan aktivitas apa yang harus dilakukan anak selanjutnya. Jadwal bergambar merupakan bantuan yang luar biasa bagi orang tua untuk membimbing anak autis melalui berbagai aktivitas yang akan mereka jalani dalam satu hari. Jadwal seperti ini membantu memperbaiki struktur dalam hidup anak terutama bila anak yang menderita autisme memiliki kesulitan mengikuti gambaran aktivitas mereka sehari-hari. Berikut adalah beberapa ide bagaimana menggunakan jadwal bergambar.31

(48)

Anda dan anak dapat mengetahui tugas dengan “mencentang” aktivitas

yang sudah selesai.

Anda dan anak dapat membawa jam dekat dengan tempat aktivitas untuk menentukan kerangka waktu dalam setiap aktivitas.

Bantu anak mendesain dan melukis semua gambar tersebut sehingga dia merasa lebih terhubung.

Simpan gambar di dalam buku, tempelkan pada papan atau dinding sehingga anak dapat mengacu pada gambar itu bila mereka menginginkannya.32 8) Konsisten dengan jadwal.

Ini membantu anak merasa aman. Bila suatu perubahan harus dilakukan, sampaikan pemberitahuan dan penjelasan kepada anak, sehingga perubahan itu tidak terasa begitu mengejutkan.

9) Sesuaikan jadwal sedikit-sedikit ketika anak tumbuh besar.

Meskipun seharusnya jadwal secara relatif tetap konsisten, bukan berarti tidak ada ruang untuk perkembangan aktivitas dan disiplin anak ketika mereka tumbuh dan berkembang secara alami sebagai individu.

Sebagai contoh, Anda mungkin sudah menjadwalkan olahraga sebagai aktivitas setelah makan siang. Namun bila anak merasakan perutnya sakit setiap kali, mereka mungkin mulai bertingkah kesakitan sebelum tiap sesi olahraga. Ini tidak berarti Anda harus mengikuti aktivitas yang sudah dijadwalkan karena takut akan “membingungkan” anak bila jadwal diubah. Sebaliknya, semua bisa

dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan anak dengan cara terbaik. Untuk kasus

(49)

seperti itu, jadwal bisa diubah sehingga olahraga dilakukan sebelum makan siang. Bicarakan perubahan tersebut dengan anak sehingga dia mengerti.

10)Pastikan ada pengawasan yang cukup untuk anak. 33

Pengawasan ini termasuk mengetahui kapan dan di mana anak

membutuhkan “masa tenang” (misalnya setelah pulang sekolah). Masa tenang

sangat relevan bila anak merasa terlalu banyak yang terjadi dan indra mereka kelebihan beban. Ketika anak tertekan atau kesal karena rangsangan berlebihan tersebut, ini merupakan indikasi perlunya masa tenang. Cukup bawa anak Anda ke

tempat aman dan tenang, izinkan anak “rileks” dalam lingkungan yang biasa di

bawah pengawasan santai. Contohnya adalah membiarkan anak menggambar di ruang yang tenang sementara Anda duduk di sampingnya membaca buku.

11)Selesaikan masalah tidur atau medis.

Jika anak tidak mendapat cukup tidur maupun merasa nyeri atau sakit, wajar bila mereka mengekspresikan kesakitan dengan cara yang mungkin

disalahartikan sebagai “tingkah laku bermasalah” 34

12)Ciptakan hubungan langsung antara disiplin dan tingkah laku bermasalah.

Mendisiplinkan anak segera setelah terjadinya tingkah laku bermasalah sangat penting. Kadang, sebagai orang tua, memilih mana yang lebih penting merupakan langkah cerdas. Jika Anda menunggu terlalu lama untuk memberi hukuman, anak mungkin akan bingung kenapa mereka dihukum. Bila sudah lama

(50)

waktu berlalu hingga anak tidak bisa menghubungkan hukuman dengan tingkah laku yang mana, lebih baik dibiarkan saja.35

Jika anak belajar dengan baik melalui taktik visual, buat satu rangkaian gambar yang menjelaskan bagaimana tingkah laku mereka yang buruk mengakibatkan hukuman dan tingkah laku baik mengarah pada hadiah. Ini akan membantu anak memahami hubungan antara tingkah laku buruk dan disiplin. 13)Miliki tingkatan disiplin yang berbeda-beda.

Jangan bergantung pada satu hukuman atau tipe hukuman tertentu. Harus ada skala yang menentukan hukuman yang diberikan menurut tingkat keparahan tingkah laku.

Sarana disiplin yang Anda terapkan harus bergantung pada tingkat keparahan masalah. Autisme bukan hanya sekadar satu gangguan. Autisme adalah satu spektrum gangguan. Jadi semua anak dan semua masalah tingkah laku tidak memiliki satu solusi atau pengobatan tunggal. Semua jenis gangguan tersebut harus diatasi dengan cara berbeda tergantung pada anak itu sendiri dan tingkat keparahan tingkah laku.36

14)Ketahui bahwa konsistensi dalam usaha mendisiplinkan sangat penting.

Anak perlu membuat asosiasi bahwa tingkah laku yang tidak diinginkan akan mengarah pada hasil yang tidak diinginkan dan bahwa hasil yang tidak menyenangkan itu akan ditindaklanjuti tidak peduli siapa yang memberikan disiplin.37

(51)

15)Pilih bentuk disiplin yang menurut Anda akan sangat berhasil untuk anak.

Setelah Anda mengetahui cara disiplin seperti apa yang paling berhasil untuk anak, pilih beberapa dan terus ikuti. Sebagai contoh.

a) Jangan menyerah pada tingkah laku buruk. Ini memberi pesan pada anak bahwa tingkah laku mereka tidak dapat diterima. Uraikan dengan jelas bahwa tingkah laku tersebut kontraproduktif (misalnya, "Ibu tidak bisa mengerti kalau kamu berteriak. Maukah kamu tenang sebentar dan mengatakan apa yang salah?").

b) Dengan sabar ingatkan anak tentang strategi memenangkan diri yang bisa mereka gunakan, seperti mengambil napas dalam dan berhitung. Tawarkan untuk melakukan strategi tersebut bersama-sama.

c) Gunakan strategi kehilangan hadiah sebagai konsekuensi. Jika anak bersikap tidak tepat, kehilangan hadiah dapat dipertimbangkan sebagai bentuk hukuman oleh anak.38

16)Hindari disiplin yang berupa rasa sakit fisik, seperti memukul, menampar, atau paparan terhadap rangsangan intens.

Menanggapi kekerasan dengan kekerasan lebih hebat dapat menanamkan keyakinan pada anak bahwa bersikap keras ketika merasa marah itu boleh dilakukan. Jika Anda sangat marah kepada anak, lakukan strategi penenangan diri yang sama yang Anda ingin dilakukan anak. Ini mendorong anak untuk meniru Anda ketika dia merasa marah atau frustrasi. 39

38 http./id.wikihow.com/mendisiplinkan anak autis,10.29.2015. 1.27 pm

(52)

17)Hindari mengecap anak “buruk” atau “salah”.

Tunjukkan tingkah laku keliru pada anak dengan cara yang mendorong tindakan korektif. Misalnya, katakan pada anak:

a) “Ayah bisa melihat kamu benar-benar kesal, tetapi berteriak tidak akan ada

gunanya. Maukah kamu menarik napas dalam bersama ayah?"

b) “Mengapa kamu menjatuhkan diri ke lantai? Apakah kamu marah tentang

masalah toko tadi?”

c) “Ayah tidak mengerti bila kamu melakukan itu. Ayo kita cari cara yang lebih

baik untuk memberi tahu ayah ketika kamu kesal.

18)Ciptakan sistem hadiah yang langsung berhubungan dengan tingkah laku baik. Serupa dengan hukuman, anak perlu memiliki pemahaman bahwa sebagai hasil langsung dari tingkah laku yang tepat, mereka menerima hadiah (seperti pujian atau medali). Seiring waktu, cara ini akan menciptakan perubahan tingkah laku dan dapat membantu mendisiplinkan seorang anak.40

19)Buat peringkat aktivitas apa yang paling disukai anak, dan apa yang paling tidak dia sukai.

Beri angka pada tingkat kesukaan anak dalam berbagai kegiatan atau hadiah dari yang sedikit dia suka sampai yang sangat dia suka. Buat daftar untuk melacak peringkat ini. Anda bisa menggunakan aktivitas tersebut untuk menghadiahi tingkah laku yang diinginkan dari anak atau ketika mereka menghentikan tingkah laku tertentu yang negatif atau tidak pantas. Meskipun awalnya ini terdengar seperti “suap”, tetapi kenyataannya tidak demikian bila

Gambar

Table 1.1 Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
gambar yang menjelaskan bagaimana tingkah laku mereka yang buruk
Tabel wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pembelian barang yang tinggi sehingga harus adanya pengendalian internal yang baik di dalam Hotel Shangri-La Surabaya khususnya dalam siklus

Peran Pamong Satuan Karya Pramuka Wanabakti Dalam Membina Kemandirian Anggota Melalui Penerapan Sistem Among (Studi Deskriftif Pada Satuan Karya Pramuka. Wanabakti Bagian

Oleh karena itulah, maka optimasi, efisiensi anggaran mesti kita lakukan pada tahun 2008 ini dan bila pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan sebagai penjuru, telah dan akan

“Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, argumentasi, serta interprestasi untuk memperoleh

dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami

8 SMS Harga Fungsi yang disediakan untuk pegawai (pedagang) rosok agar mengetahui harga jual rosok secara up to date yang dapat di akses melalui SMS dari

Meskipun pemupukan NPK nyata mempengaruhi bobot kering polong dibanding kontrol, namun penambahan pupuk hayati pada dosis N yang lebih rendah (1/4–1/2 N), meningkatkan hasil

Term yang menunjukkan durasi yang jelas batasanya berisi tentang waktu-waktu tertentu atau momentum kebajikan, waktu untuk beribadah dan juga menunjukkan perjalanan