9
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1 Pengertian PPOK
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik karena adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel yaitu sesak napas yang semakin berat yang tidak bisa kembali normal atau membaik atau reversibel parsial yaitu membaik sebagian, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Global Obstructive Lung Disease, 2009).
10
yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial (Global Obstructive Lung Disease, 2010).
Jika asma dan bronkiitis terjadi bersamaan, obstruksi yang diakibatkan menjadi gabungan sehingga disebut bronkitis asmatik kronik. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea (sesak napas), batuk, dan mengi (bunyi napas ketika udara menglir melalui saluran napas yang menyempit (Smeltzer & Bare, 2001).
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah penyakit kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema merupakan suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli (PDPI, 2003).
2.1.2 Faktor Resiko
11
meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan.
2.1.2.1 Faktor Penjamu (Host)
Faktor pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serine protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK (Helmersen, 2002).
2.1.2.2 Perilaku Merokok
12
2.1.2.3 Faktor Lingkungan (polusi udara)
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain sedangkan polusi di luar ruangan (outdoor) seperti gas buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti bahan kimia, debu/zat iritasi dan gas beracun. Pajanan yang terus menerus oleh polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar ruangan (outdoor polution) masih belum jelas tapi lebih kecil dibandingkan asap rokok. Polusi dalam ruangan (indoor polution) yang disebabkan oleh bahan bakar biomassa yang digunakan untuk keperluan rumah tangga merupakan faktor risiko lainnya. (Helmersen, 2002).
2.1.3 Klasifikasi PPOK
13
Gejala Klinis Spirometri
Derajat I gagal napas kronik
Eksaserbasi lebih sering terjadi
Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan
Sumber : Global Obstructive Lung Disease (GOLD), 2009
2.1.4 Patofisiologi
14
Faktor-faktor risiko baik penjamu, perilaku merokok dan lingkungan akan menimbulkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibatnya terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan pemanjangan fase ekspirasi (Brannon, et al, 1993). Abnormalitas pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga mekanisme berikut ini: 1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Hal ini menjadi
15
ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Rasio (V/Q) yang menurun pada pasien PPOK, karena saluran pernapasannya terhalang oleh mukus kental atau terjadi bronchospasme yaitu penyempitan saluran pernapasan pada bronkhus. Disini penurunan ventilasi akan terjadi, tetapi perfusi akan tetap sama, namun berkurang sedikit. 2. Mengalirnya darah kapiler pulmo. Darah yang tak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru, beberapa di antaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang menghambat alveoli.
16
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
2.1.5 Patogenesis
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. (Sherwood, 2001).
17
dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (Global Obstructive Lung Disease, 2009). Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (Global Obstructive Lung Disease, 2009).
18
akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus. Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat penyakit.
1. Anamnesis
a. Ada faktor risiko
19
lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan apakah pasien merupakan seorang perokok aktif, perokok pasif, atau bekas perokok. Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi hasilnya adalah derajat ringan (0-200), sedang (200-600) dan berat ( >600) (PDPI, 2003).
b. Gejala klinis
20
progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup digunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British Medical Research Council (MRC) (Global Obstructive Lung Disease, 2009).
Tabel 2.2
Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)
No Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas 1 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat 2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik
tangga 1 tingkat
3 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak 4 Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelah
beberapa menit
5 Sesak bila mandi atau berpakaian
Sumber : Global Obstructive Lung Disease, 2009
2. Pemeriksaan Fisik
21
dapat ditemukan fremitus melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi (PDPI, 2003).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) Spirometri merupakan salah satu metode sederhana yang dapat digunakan untuk mempelajari ventilasi paru, yaitu dengan mencatat volume udara yang masuk dan keluar paru. Spirometri adalah suatu alat sederhana yang digunakan untuk mengukur volume udara dalam paru. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur volume statik dan volume dinamik paru.
22
sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP)
Klasifikasi gangguan ventilasi (% nilai prediksi) : Gangguan restriksi
Gangguan restriksi paru adalah gangguan pernafasan akibat dari menurunnya kapasitas vital paru seseorang. Dengan nilai prediksi :
Vital Capacity (KV) < 80% nilai prediksi; KVP < 80% nilai prediksi.
Gangguan obstruksi
Gangguan obstruksi adalah gangguan saluran napas baik stuktural (anatomis) maupun fungsional yang menyebabkan perlambatan aliran udara respirasi.
Dengan nilai prediksi :
23
Gangguan restriksi dan obstruksi, merupakan
gabungan dari gangguan restriksi dan ganggugan obstruksi. Degan nilai prediksi :
FVC < 80% nilai prediksi; VEP1/KVP < 75% nilai prediksi.
(PDPI, 2003).
b. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
Eksaserbasi akut merupakan penyakit yang timbulnya cepat dan berlangsung dalam jangka waktu pendek atau tidak lama dalam kurun waktu jam hingga minggu.
Sehingga dilakukan terapi eksaserbasi akut yaitu : i. Antibiotik
Antibiotik merupakan obat yang ditujukan untuk membunuh kuman penyebab infeksi atau membunuh jamur.
Eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh Haemophilus Influenza dan Streptococcus Pneumonia, maka digunakan ampisilin atau eritromisin. Augmentin (amoksilin dan asam
24
infeksinya adalah Haemophilus Influenza. Pemberian antibiotik seperti cotrimoxasol, amoksisilin atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
ii. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnea dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
iii. Fisioterapi dada membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
c. Radiologi (foto toraks)
Radiologi merupakan cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan studi dan penerapan berbagai teknologi pencitraan untuk mendiagnosis penyakit. Radiologi digunakan untuk mempelajari penegakan diagnosis penyakit dengan menggunakan sinar-X dan teknik pencitraan lainnya yang berkaitan.
25
mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (Global Obstructive Lung Disease, 2009).
d. Bronkodilator
Bronkodilator merupakan obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut.
26
2.2 Konsep Peran Perawat
2.2.1 Pengertian Perawat
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Undang-Undang Kesehatan No.23,1992).
2.2.2 Peran Perawat
Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional meliputi :
a. Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan
“Care Giver” merupakan peran perawat dalam
memberikan asuhan keparawatan secara langsung atau tidak langsung kepada pasien, keluarga dan masyarakat dengan metoda pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi keprawatan.
b. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi pasien.
27
dalam upaya pemenuhan kebutuhan pasien, membela kepentingan pasien dan membantu pasien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan. c. Counseller, sebagai pemberi bimbingan/konseling pasien
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi pasien terhadap keadaan sehat sakitnya. Memberikan konseling/bimbingan kepada pasien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas.
d. Educator, sebagai pendidik pasien
Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medis yang diterima.
e. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.
28 f. Coordinator,
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan pasien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.
g. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan perubahan-perubahan.
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan pasien/keluarga agar menjadi sehat.
h. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah pasien.
29
2.2.3 Peran Perawat sebagai Care Giver/Pemberi Asuhan Keperawatan
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada pasien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian dalam upaya mengumpulkan data, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya.
Kiat keperawatan (nursing arts) memfokuskan peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif sebagai upaya memberikan kenyamanan dan kepuasan pada pasien, meliputi :
30
2. Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi dengan pasiennya.
3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk meningkatkan rasa nyaman pasien.
4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien maupun perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupun duka.
5. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan komunikasi simpatis yang memiliki makna (Barbara, 1994)
6. Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya
7. Believing in others, artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki hasrat dan kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan keterampilannya.
31
kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
10. Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya. 11. Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan,
dan memahami perasaan duka , senang, frustasi dan rasa puas pasien.
(Gaffar, 1999)
2.3 Asuhan Keperawatan Pada PPOK
Diperlukan sebuah metode untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang dilakukan secara sitematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan yang diawali dari pengkajian data, penetapan diagnosa, perencanaan, Implementasi dan evaluasi. Berikut ini akan diuraikan mengenai proses keperawatan pada PPOK :
a. Pengkajian
32 i. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik bagi perawat yaitu untuk menentukan respon pasien terhadap penyakit dan berfokus pada respon yang ditimbulkan pasien akibat masalah kesehatan yang sudah di diagnosa oleh dokter (Robert Priraharjo, 1996).
Inspeksi
Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya menggunakan alat khusus seperti optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997)
Pada saat inspeksi, terlihat pasien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif.
33
meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan
penonjolan/pembengkakan. Setelah inspeksi, perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis)
Palpasi
Palpasi adalah teknik pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba yaitu tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan (Dewi Sartika,2010).
Pada palpasi, dapat diketahui ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. Perkusi
34
batas/lokasi dan konsistensi jaringan (Dewi Sartika, 2010).
Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :
- Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
- Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada pneumonia.
- Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah hepar.
- Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya daerah caverna paru, pada pasien asthma kronik.
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma mendatar atau menurun.
Auskultasi
35
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus (Dewi Sartika, 2010).
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
- Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada pasien pneumonia, TBC.
- Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila pasien batuk. Misalnya pada edema paru.
- Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
36
gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada pasien dengan peradangan pleura. Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.
b. Diagnosa Keperawatan
Langkah-langkahnya, sebagai berikut :
i. Mengidentifikasikan masalah keperawatan pasien. ii. Mengidentifikasikan batasan karakteristik masalah
keperawatan.
iii. Mengidentifikasikan etiologi masalah keperawatan. iv. Merumuskan diagnosa keperawatan secara ringkas
dan jelas. c. Perencanaan
Perencanaan meliputi penyusunan prioritas, tujuan dan kriteria hasil dari masing-masing masalah yang ditemukan.
Pada tahap implementasi mencakup :
37
iii. Mengidentifikasi intervensi keperawatan yang sesuai untuk pencapaian tujuan.
iv. Merumuskan hasil akhir yang diharapkan .
Tujuan penatalaksanaan rencana tindakan pada pasien PPOK :
i. Mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. ii. Pemeliharaan fungsi paru yang optimal dalam waktu
singkat dan panjang.
iii. Pencegahan dan penanganan eksaserbasi.
iv. Mengurangi perburukan fungsi paru setiap tahunnya. d. Implementasi
Pada tahap implementasi yang dilakukan meliputi : i. Melaksanakan rencana keperawatan
ii. Mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas pasien.
iii. Mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan
e. Evaluasi
Evaluasi mencakup hasil yang diharapkan :
Evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses keperawatan dan diarahkan untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi keperawatan dan sebatas mana tujuan-tujuan sudah tercapai.
38
Mencapai bersihan jalan napas/keefektifan jalan
napas dengan melakukan drainase postural dengan benar, berhenti merokok.
Menunjukkan perbaikan pertukaran gas dengan menggunakan bronkodilator dan terapi oksigen sesuai yang diresepkan. Menunjukkan perbaikan dan peningkatan nutrisi. Mencegah terjadinya infeksi dengan
mempertahankan kekebalan tubuh agar tidak menurun.
Pasien dapat megetahui penyakitnya melalui
informasi atau penyuluhan yang diberikan oleh perawat.
2.4 Kerangka Teori
Peran perawat meliputi :
- pengkajian
- penetapan diagnose - perencanaan - implementasi - evaluasi
Perawatan Pasien PPOK meliputi :
- Faktor resiko - Manifestasi - Diagnosis - Patofisiologi - Pemeriksaan