• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK HERBA KROKOT (Portulaca oleraca L) TERHADAP TIKUS PUTIH(Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI VAKSIN DPT-HB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK HERBA KROKOT (Portulaca oleraca L) TERHADAP TIKUS PUTIH(Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIINDUKSI VAKSIN DPT-HB"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK HERBA KROKOT (Portulaca oleraca L) TERHADAP TIKUS PUTIH(Rattus norvegicus) JANTAN

YANG DIINDUKSI VAKSIN DPT-HB

Yunilda Rosa1, Erliza Nur Octavia2

Program Studi SI Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Siti Khadijah1,2 yunildarosa2018@gmail.com1

erlizanuroctavia20@gmail.com2 ABSTRAK

Latar belakang: Tanaman Krokot (Portulaca oleraca L) merupakan salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya obat antipiretik. Masyarakat masih menganggap tanaman krokot hanya dimanfaatkan sebagai sayuran dan rempah-rempah saja. Tanaman krokot mengandung flavonoid yang berpotensi memiliki efek antipiretik dan perlu dibuktikan uji efek antipiretiknya. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui uji efek antipiretik ekstrak herba krokot ini yang diinduksi vaksin DPT-Hb secara intramuscular. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan tikus (Rattus norvegicus) sebagai hewan uji dengan berjumlah 20 ekor tikus putih jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberiakan CMC-Na 0,5%, kelompok II sebagai kontrol positif diberikan paracetamol 9mg/gBB Tikus, dan kelompok III, VI, V sebagai kelompok uji ekstrak dengan dosis 100mg/gBB, 200mg/gBB, 400mg/gBB. pengukuran suhu rektal dilakukan setiap interval 30 menit, dan pengukuran dilakukan hingga waktu 180 menit. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok kontrol positif mengalami penurunan sebanyak 2,2oC, ekstrak herba krokot 100mg/gBB mengalami penurunan suhu dengan selisih rerata 0,9oC, 200mg/gBB mengalami penurunan suhu dengan selisih rerata 1,3oC. Sedangkan dosis 400mg/gBB mengalami penurunan selisih rerata 1,9oC hampir mendekati penurunan suhu kontrol positif. Kesimpulan: ekstrak herba krokot (Portulaca oleracaL) sebagai antipiretik paling efektif pada dosis 400mg/gBB.

Kata Kunci : Antipiretik, Herba Krokot (Portulaca oleraca L), Tikus (Rattus norvegicus)

ABSTRACT

Background: Purslane Plant (Portulaca oleraca L) is one of the medicinal plants used as traditional medicine, one of which is an antipyretic drug. People still think that purslane plants are only used as vegetables and spices. Purslane plants contain flavonoids which have the potential to have antipyretic effects and need to be proven to test their antipyretic effects. Objective: The purpose of this study was to determine the antipyretic effect of this extract of purslane herb that was induced intramuscularly in DPT-Hb vaccine. Methods: This study was an experimental laboratory study using rats (Rattus norvegicus) as a test animal with a total of 20 male white rats divided into 5 treatment groups. Group I as negative control was given CMC-Na 0.5%, group II as positive control was given paracetamol 9mg / gBB Rats, and groups III, VI, V as extract test groups at doses of 100mg / gBB, 200mg / gBB, 400mg / gBB . Rectal temperature measurements are performed at 30 minute intervals, and measurements are made up to 180 minutes. Results: The results showed a positive control group decreased by 2.2oC, 100mg / gBB purslane herbal extract decreased in temperature with an average difference of 0.9oC, 200mg / gBB decreased in temperature with a difference of 1.3oC. Whereas the dose of 400mg / gBB decreased by a mean difference of 1.9oC almost close to a decrease in positive control temperature. Conclusion: purslane extract (Portulaca oleraca L) as the most effective antipyretic at a dose of 400mg / gBB.

(2)

PENDAHULUAN

Demam merupakan suatu gejala yang menyertai berbagai penyakit. Selain dapat terjadi akibat stress fisiologik seperti saat ovulasi, kelebihan hormon tiroid dan olahraga berat, demam juga dapat terjadi akibat adanya infeksi atau peradangan. Pada keadaan infeksi, demam merupakan suatu respon yang optimal untuk sistem pertahan tubuh, karena pada saat tubuh mencapai 39ºC terjadi peningkatan produksi antibodi dan poliferasi sel limfosit T hingga 20 kali dibandingkan dengan keaadaan pada suhu tubuh normal (Nelwan, 2009).

Pada terapi farmakologis, obat yang digunakan untuk menurunkan suhu demam adalah obat antipiretik. Beberapa obat antipiretik yang biasa digunakan adalah aspirin, ibuprofen dan paracetamol. Mekanisme kerja obat antipiretik adalah dengan cara menghambat aktivitas enzim siklooksigenase di otak sehingga menghambat sintesis Prostaglandin (PGE2) dengan demikian peningkatan suhu tubuh dapat terhambat (Wilmana & Gan, 2017).

Salah satu upaya pengobatan demam dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman obat tradisional yang berkhasiat. Penggunaan obat tradisional sebagai alternatif pengobatan telah lama dilakukan jauh sebelum ada pelayanan kesehatan formal dengan menggunakan obat-obatan modern. Namun, negara Indonesia yang

terdiri dari banyak pulau yang didiami oleh berbagai suku memungkinkan terjadinya perbedaan dalam pemanfaatan tanaman sebagai obat tradisional. Hal ini disebabkan setiap suku memiliki pengalaman empiris dan kebudayaan yang khas sesuai dengan daerahnya masing-masing. Obat tradisional merupakan produk yang terbuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam dan secara turun menurun telah digunakan untuk pengobatan ber dasarkan pengalaman (Hayati dkk, 2012).

Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan masyarakat dalam pengobatan adalah tanaman krokot (Portulaca oleracea L.) Pada umumnya masyarakat menggunakan tanaman krokot ini sebagai pengobatan tradisional. Tanaman krokot mmengandung senyawa kimia seperti flavonoid, alkaloid, polisakarida, asam lemak, terpenoid, sterol, vitamin, protein dan mineral. Tanaman krokot (Portulaca oleracea L) juga mengandung asam lemak omega 3 yang biasanya terdapat pada lemak ikan (Zhou et al., 2015).

Krokot (Portulaca oleracea L.) merupakan gulma lahan kering yang dapat tumbuh baik di daerah yang terbuka maupun di bawah naungan tanaman lainnya. Krokot juga dapat ditemui di dataran tinggi maupun dataran rendah. Krokot memiliki banyak manfaaat bagi kesehatan diataranya sebagai antioksidan,

(3)

antiinflamasi, antipiretik dan analgesi (Warta penelitian & Pengembangan, 2007).

Batang krokot (Portulaca oleracea L.) berbentuk bulatberwarna bulat keunguan,, tumbuh tegak, berdaun tunggal, tebal berdaging berbentuk bulat telur dengan warna permukaan atas daun hijau tuadan permukaan bawahnya merah tua. Tangkai pendek dan bagian ujung daun bulat melekuk ke dalam (Dalimartha, 2009).

Berdasarkan hal di atas diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang Uji Efek Antipiretik Ekstrak Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Vaksin DPT-HB.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen yang menganalisa efek antipiretik ekstrak herba krokot (Portulaca oleracea) pada Tikus putih (Rattus norvegicus) Jantan, dilakukan di Laboratorium Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Siti Khadijah Palembang. Bahan dan Hewan Uji

Tanaman yang digunakan yaitu Tanaman Krokot, dibuat menjadi ekstrak kental melalui metode meserasi dengan menggunakan etanol 96% untuk digunakan sebagai bahan uji pada penelitian ini.

Hewan uji yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan. Sebelum

penelitian hewan uji diadaptasikan dengan lingkungan selama 1-2 minggu. Hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri 4 ekor tikus. Kelompok I sebagai kontrol negatif yang diberikan CMC-Na 0,5%, kelompom II sebagai kontrol positif yang diberi paracetamol 9mg/gBB tikus, kelompok III, IV,V diberi Ekstrak Herba Krokot dengan Dosis 100mg/gBB, 200mg/gBB, dan 400mg/gBB.

Pengujian Efek Antipiretik

Semua hewan uji dilakukan pengukuran suhu rektal awal sebelum penyuntikam vaksin DPT-Hb. Hewan uji disuntik vaksin DPT 0,2 ml secara intramuscular pada bagian paha untuk menginduksi terjadinya demam. Suhu demam pada keseluruhan hewan uji didapatkan 5 jam setelah induksi. Setelah didapatkan suhu seluruh hewan uji diberikan bahan uji sesuai dengan kelompok yaitu kelompok kontrol negatif diberi CMC-Na, kontrol positif diberi Paracetamol, dan kelompok perlakuan diberikan ekstrak herba krokot dosis 100mg/gBB, 200mg/gBB, 400mg/gBB per oral dengan menggunakan sonde oral. Efek antipiretik masing-masing perlakuan dinilai melalui pengukuran suhu rektal dari menit ke-30, 60, 90, 120, 150, dan 180.

(4)

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan Hasil Skrining Fitokimia, pengukuran suhu rektal, rerata

Pengukuran Suhu Rektal Tikus Setelah Diberi Perlakuan dan Hasil Uji One-way ANOVA, Dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 1.

Hasil Skrining Fitokimia

Golongan Senyawa Hasil Karakteristik

P N

Flavonoid + Mg + HCL : Perubahan warna spesifik

Saponin + Terbentuk Busa

Minyak Atsiri - -

Terpenoid dan Steroid + Cincin violet

Tanin + Hitam kehijauan

Kuinon - -

Keterangan :

Tanda += Mengandung Senyawa Uji

Tanda - =Tidak Mengandung Senyawa Uji Dapat dilihat pada tabel 1. Dari 200 gram serbuk tanaman krokot kering didapat 21,3 gram ekstrak kental. Dilakukan pemeriksaan skrining fitokimia

meliputi pemeriksaan alkaloid, saponin, tanin, steroid, triterpenoid, flavonoid, minyak atsiri dan kuinon.

Tabel 2.

Hasil Pengukuran Suhu Rektal Setelah diinduksi Vaksin DPT-Hb

Kelompok perlakuan Tikus Suhu rektal tikus (oC)

Ta T0 CMC-Na 1 34,8 36,5 2 35,0 36,3 3 35,8 37,0 4 35,0 36,2 PCT 1 36,0 37,2 2 35,9 37,0 3 35,8 37,0 4 35,9 37,4 Ek100mg 1 35,4 37,0 2 35,0 37,0 3 34,9 37,2 4 35,4 37,0 Ek 200mg 1 35,4 37,2 2 34,6 37,4 3 35,6 37,0 4 35,4 37,3 Ek 400mg 1 35,5 36,9 2 34,4 37,1 3 35,6 36,8 4 34,4 37,0

(5)

Keterangan:

Ta = Pengukuran suhu rektal awal

T0 = Pengukuran suhu rektal setelah diinduksi vaksin DPT-Hb

Tabel 3.

Hasil Rerata Pengukuran Suhu Rektal Tikus Setelah Diberi Perlakuan Ekstrak Herba Krokot (Portulaca Oleraca L)

No Klp Pengukuran suhu (oC) 30’ 60’ 90’ 120’ 150’ 180’ 1 (-) 36,6 36,7 36,8 36,8 37,2 37,2 2 (+) 36,7 36,3 36,0 35,7 35,2 34,9 3 100mg 36,8 36,6 36,5 36,3 36,3 36,1 4 200mg 36,9 36,6 36,5 36,2 36,0 35,9 5 400mg 36,7 36,4 36,2 36,0 35,5 35,0 Keterangan:

T1= Pengukuran suhu rektal pada menit ke-30 T2= Pengukuran suhu rektal pada menit ke-60 T3= Pengukuran suhu rektal pada menit ke-90 T4= Pengukuran suhu rektal pada menit ke-120 T5= Pengukuran suhu rektal pada menit ke-150 T6= Pengukuran suhu rektal pada menit ke-180

Hasil pengukuran suhu rektal rata – rata pada hewan uji sebelum dan sesudah penyuntikan vaksin serta suhu rektal setelah pemberian bahan uji dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3. Perubahan suhu rektal disetiap interval waktu pada masing-masing kelompok perlakuan didapatkan melalui perhitungan waktu yaitu selisih penurunan suhu dari menit ke-0 (t0), 30, 60, 90, 120, 150, dan 180.

Pada uji One-way ANOVA hasil yang didapat menunjukan bahwa ekstrak herba krokot dapat menurunkan suhu tubuh. Pada t1 sampai t2 signifikan p>0.05, adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

(6)

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Ta Between Groups 2.023 4 .506 2.774 .066 Within Groups 2.735 15 .182 Total 4.758 19 t0 Between Groups 1.300 4 .325 7.414 .002 Within Groups .657 15 .044 Total 1.957 19 t1 Between Groups .292 4 .073 2.066 .136 Within Groups .530 15 .035 Total .822 19 t2 Between Groups .392 4 .098 2.227 .115 Within Groups .660 15 .044 Total 1.052 19 t3 Between Groups 1.328 4 .332 7.574 .002 Within Groups .658 15 .044 Total 1.985 19 t4 Between Groups 2.613 4 .653 8.969 .001 Within Groups 1.092 15 .073 Total 3.706 19 t5 Between Groups 9.763 4 2.441 19.870 .000 Within Groups 1.843 15 .123 Total 11.605 19 t6 Between Groups 13.728 4 3.432 52.531 .000 Within Groups .980 15 .065 Total 14.708 19

Pada uji One-way ANOVA hasil yang didapat menunjukan bahwa ekstrak herba krokot dapat menurunkan suhu tubuh. Pada t1 sampai t2 signifikan p>0.05 menunjukkan nilai yang didapat tidak terlalu bermakna sedangkan pada t3 sampai t6 diperoleh hasil p=0.000 (p< 0.05) yang berarti ada perbedaan bermakna dimana pada t3 sampai t6 tersebut

mengalami penurunan yang cukup besar pada tiap kelompok dosis herba krokot.

Persamaan linier dari penggunaan tanaman krokot yang memiliki efek yang sama dengan paracetamol sebagai antipiretik, dapat dilihat pada grafik berikut.

(7)

Sama Dengan Paracetamol Sebagai Antipiretik.

Y = AX + B Keterangan :

Y = Hasil pengukuran suhu

X = Dosis ekstrak tanaman krokot setara dengan paracetamol PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan dari skrining fitokimia tanaman krokot mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, dan steroid. Pada tanaman krokot tidak mengandung senyawa kuinon dan minyak atsiri. Pada penelitian ini, hewan uji diinduksi vaksin DPT-Hb untuk menimbulkan demam. Demam yang dihasilkan disebabkan adanya kandungan toksin mikroba Bordetella pertusis dalam vaksin.

Hasil penelitian ini menunjukan penurunan suhu yang terjadi bervariasi antar kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan kontrol negatif yang diberi CMC-Na mengalami peningkatan suhu demam selama 180 menit pengukuran. Hal

ini disebabkan karena CMC-Na tidak memiliki efek penurunan suhu. Kelompok perlakuan kontrol positif yang diberi paracetamol merupakan kelompok yang paling besar mengalami penurunan suhu pada hewan uji. Suhu yang besar terjadi karena paracetamol memiliki efek efek antipiretik dengan mekanisme kerjanya yaitu menghambat kerja enzim COX-3 di sel endotel anterior hipotalamus pada jalur pembentukan prostaglandin disistem saraf pusat. Efek yang dihasilkan akibat penurunan produksi prostaglandin adalah penurunan panas tubuh.

Pada kelompok ekstrak tanaman krokot dosis 100mg/gBB mengalami penurunan suhu selama 180 menit, namun belum efektif karena penurunan suhu

y = 0.0657x + 0.6 R² = 0.9944 0.9 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1 0 5 10 15 20 25

Ekstrak Herba Krokot

(8)

masih jauh lebih kecil dibanding dengan kontrol positif yang diberi paracetamol. Pada dosis 200mg/gBB mengalami penurunan suhu sedikit lebih besar dibandingkan dengan dosis 100mg/gBB. Sedangkan dosis 400mg/gBB mengalami penurunan suhu lebih besar hampir mendekati kontrol positif yaitu paracetamol. Hal ini mungkin disebabkan karena ekstrak herba krokot pada dosis 400mg/gBB berada dalam dosis tinggi dan memiliki kesempatan lebih banyak untuk berikatan dengan reseptor sehingga efek antipiretik yang ditimbulkan lebih besar.

Pada penelitian ini, ekstrak tanaman krokot terbukti memiliki efek antipiretik pada tikus yang diinduksi vaksin. Efek antipiretik tanaman krokot diduga adanya senyawa flavonoid yang terkandung didalam tanaman krokot. Beberapa senyawa yang termasuk dalam flavonoid ditemukan memiliki berbagai macam bioaktivitasm salah satunya selain efek antipiretik yang ditimbulkan juga mungkin berasal dari senyawa lain yang terkandung dalam tanaman krokot.

Efek antipiretik disebabkan ekstrak tanaman krokot (Portulaca oleraca L)

mengandung senyawa yang dapat menurunkan panas. Ekstrak tanaman krokot (Portulaca oleraca L) memiliki efek antipiretik dengan mekanisme kerjanya yaitu menghambat kerja enzim COX-3 di sel endotel anterior hipotalamus pada jalur pembentukan prostaglandin di sistem saraf pusat (Tjay, 2007).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat didalam tanaman krokot (Portulaca oleraca L) yang mempunyai efek antipiretik adalah senyawa flavonoid pada dosis 400mg/gBB ekstrak tanaman krokot (Portulaca oleraca L) paling efektif sebagai antipiretik pada tikus (Rattus norvegicus) jantan yang diinduksi vaksin DPT-Hb.

Saran

Diharapkan untuk mengadakan penelitian lanjutan tentang Uji Efek Antipiretik Ekstrak Herba Krokot (Portulaca oleracea L.) terhadap Tikus Putih Jantan dengan menggunakan vaksin dan kosentrasi ekstrak yang berbeda

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Materia Medica. 2014. Determinasi Tanaman Krokot. Kota Baru Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Jakarta:EGC Hayati, J. & Ningsih 2012. Ilmu Obat Alam. Penerbit Swadaya: Yogyakarta

Nelwan, RH., 2009, Demam: Tipe dan Pendekatan, Dalam: Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid iii, Edisi 5, Interna Publishing, Jakarta, p.2767- 2768.

Warta Penelitian dan Pengembangan. 2007. Krokot (Portulaca oleracea) Gulma Berkhasiat Obat Mengandung Omega 3. Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (vol: 13)

Wilmana, P.F. & Gan, S., 2016. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Non Steroid Dan Obat Gangguan Sendi Lainnya Dalam Farmakologi Dan terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Zhou Yan-Xin, Hai-Liang Xin, Su-Juan Wang, Cheng Peng & Hong Zhang, 2015, Portulaca oleracea L.: A Review of Phytochemistry and Pharmacological Effect, Hindawi Publishing Corporation, Biomed Research Internasional.

Tjay, T. H., K. Rahardja. 2007. Obat-obat penting khasiat, penggunaan, Dan Efek-efek sampingnya. Edisi Kelima, Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit PT Elex Media.

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan yang akan diangkat sebagai solusi untuk masalah di atas berupa buku panduan dengan teknik pendekatan ilustrasi yang akan membahas tentang penyakit

Perbedaan-perbedaan yang kontras antara konteks sosial lokal dengan negara barat tidak perlu ditampilkan dalam buku teks bahasa Inggris untuk sekolah dasar

[r]

Perlu dilakukan pendekatan kepada peserta didik untuk mengetahui persepsi peserta didik tentang perhatian orang tua dari segi pemberian bimbingan belajar dan nasihat,

Langkah awal yang harus dilakukan adalah pemilihan kandidat karyawan yang akan kita proses dan nantinya akan menentukan kandidat mana yang cocok untuk menduduki

atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah.. digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran di SMK yang difokuskan pada persepsi

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak etanol daun jamblang dan amylum oryzae terhadap nilai Sun Protection Factor (SPF) krim tabir surya