• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Ideologi Kebangsaan dalam Ketatanegaraan Indonesia: Kajian dari Sudut Pandang Konstitusi. Oleh: Megawati *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prospek Ideologi Kebangsaan dalam Ketatanegaraan Indonesia: Kajian dari Sudut Pandang Konstitusi. Oleh: Megawati *"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Prospek Ideologi Kebangsaan dalam Ketatanegaraan Indonesia: Kajian dari Sudut Pandang Konstitusi

Oleh: Megawati*

Abstrak

Perubahan diberbagai sektor kehidupan ketatanegaraan Indonesia yang dihembus oleh angin reformasi beberapa waktu yang lalu, lambat laun berpengaruh terhadap konsepsi yang paling mendasar kehidupan kebangsaan dan bernegara, yaitu ideologi negara Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara mulai diragukan ketangguhannya dalam mempertahankan keutuhan negara proklamasi 17 Agustus 1945. Hal ini yang mengakibatkan ramainya diskursus seputar ideologi alternatif pangganti Pancasila, hal ini pulalah yang melatarbelakangi tulisan ini. Apa memang betul Pancasila sudah tidak relevan lagi sehingga perlu ideologi alternatif lain ataukah hanya pemahaman yang dangkal dan keliru terhadap Pancasila sehingga dengan mudah sencari alternatif lain selain Pancasila.

Tulisan ini memfokuskan diri pada upaya penggalian pengertian dan pemehaman terhadap Pancasila sebagai ideologi kebangsaan dan ideologi terbuka, dengan kerangka analisis dari sudut pandang konstitusi.

Diskursus seputar ideologi alternatif ini tidak boleh dikekang sepanjang bersifat akademik, solutif dan argumentatif. Selain itu perubahan kearah perbaikan harus senantiasa diupayakan agar terwujud Indonesia yang adil dan makmur yang tentu tetap dalam kerangka konstitusional.

Kata kunci: ideologi kebangsaan, konstitusi

A. Pendahuluan

Pada era reformasi saat ini pentas politik ketatanegaraan telah terjadi perubahan-perubahan dramatis dan mendebarkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuntutan reformasi di segala bidang terus bergulir dan menggetarkan hampir semua sendi-sendi kehidupan kenegaraan.

Di samping itu muncul pula berbagai gagasan, seperti gagasan meniadakan negara kesatuan dan menggantinya dengan negara federal, melepaskan Timur-Timor dari pangkuan Indonesia dikarenakan daerah tersebut menolak otonomi penuh dan berbagai gagasan lain, telah mengantarkan Indonesia kepada masa depan yang tidak menentu. Dari apa yang baru dikemukakan di atas maka tidak berlebih jika dalam suasana seperti ini bangsa Indonesia harus menemukan jati dirinya untuk menjaga

(2)

keutuhan dan integritas nasional yang berpedoman pada proklamasi 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, bangsa Indonesia dalam memandang masa depan harus meningkatkan pemahaman mengenai Pancasila sebagai ideologi kebangsaan.

Kajian mengenai prospek Pancasila sebagai ideologi kebangsaan jelas bukan pekerjaan mudah kalau ingin menempatkan Pancasila sebagai instrumen untuk memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan

segala keterbatasan, penulis mencoba untuk mengkaji dan

mengembangkan wawasan pemikiran tentang apa sebetulnya yang dimaksud dengan Pancasila sebagai ideologi kebangsaaan. Di samping itu, menurut penulis kajian Pancasila sebagai ideologi kebangsaan juga dimaksudkan untuk membedakan dengan faham-faham atau ideologi lainnya yang tumbuh dii zaman globalisasi saat ini. Dengan demikian pembahasan Pancasila sebagai ideologi kebangsaan dalam era reformasi dan globalisasi dewasa ini adalah tidak saja aktual dan relevan, tapi bahkan sangat urgen dalam rangka memepertahankan eksistensi masa depan bangsa dan negara Indonesia.

B. Tinjauan Tentang Ideologi

Masalah ideologi dalam lapangan ilmu pengetahuan banyak disoroti terutama oleh ahli ilmu politik dan sosiologi. Hal ini logis karena pengaruh ideologi dalam lapangan kehidupan masyarakat dan bernegara, kedua aspek tersebut bersentuhan langsung dengan dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Sering sekali pengertian ideologi memperoleh konotasi yang negatif artinya istilah ideologi dipersamakan dengan berbagai cara, gaya atau buah pikiran faham totaliter yang tidak begitu disukai oleh banyak kalangan. Sementara itu banyak pula yang mengkarakteristik ideologi sebagai bentuk propaganda politik, karena dibelakangnya, sebetulnya tersembunyi kepentingan-kepentingan kekuasaan tertentu. Perdebatan tentang ideologi ini dipandang perlu oleh sementara negara manakala negara-negara yang bersangkutan merasakan adanya ancaman eksistensi oleh negara lain.

Di Indonesia masalah ideolagi ini sampai dewasa ini menjadi bahan perbincangan, lebih-lebih jika dikaitkan dengan kekhawatiran akan kemungkinan kembali munculnya ideologi komunis yang sempat mengguncangkan kehidupan ketatanegaraan Indonesia dimasa yang lampau.

Mungkin karena masalah ideolog ini termasuk suatu hal yang komlpek maka pengertiannya pun amat majemuk dan berbeda-beda. Oleh karena itu, pendapat para ahli pun akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ideologi adalah suatu terminologi asing, yang walaupun

(3)

sudah sering digunakan tapi rasanya belum demikian jernih difahami, padahal peranannya demikian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara umum dapat dikatakan bahwa ideologi adalah sebagai perangkat atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi sistem yang teratur.

Ideologi kata Edward Shil, memiliki ciri-ciri sebagai rumusan yang lugas mengenai berbagai masalah, bersifat mengikat bagi para pengikutnya dan berkisar pada suatu nilai dasar sebagai inti. Sifatnya komprehensif, meliputi sembilan ciri yaitu; rumusannya lugas, terintegrasi secara sengaja di sekitar satu kepercayaan moral atau kognitif, mengakuai kaitannya dengan pola masa lampau dan sekarang, menutup masuknya unsur atau variasi baru, keharusan melaksanakannya dalam sikap, perilaku dan perbuatan penganutnya, adanya rasa senang terhadap ideologi tersebut, keharusan adanya konsesus dari semua penganutnya, diundangkan secara legal dan dihubungkan dengan satu badan yang didirikan untuk menegakkan pola kepercayaan itu. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa ideologi adalah suatu institusionalisasi falsafah atau falsafah yang dibakukan. Jika pemahaman ini benar maka adanya ideologi merupakan salah satu ciri matangnya proses pemikiran politik yang timbul dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang ditata secara sistematis menjadi kesatuan yang utuh.

Sekiranya ideologi itu dijabarkan dari satu sistem falsafah yang abstrak maka adanya ideologi merupakan suatu langkah teramat penting untuk menghubungkan falsafah itu dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Fikiran hidup berbangsa dan bernegara dapat ditata secara hirarkhis dari tataran yang paling penting, abstrak dan merupakan aksioma, sampai pada yang paling konkrit yang bersifat praktek empirik yang dapat diuji.

Ada berbagai pilihan dalam menata fikiran secara hirarkhis tersebut antara lain jika menatanya secara berurutan: falsafah, ideologi, politik dan strategi. Falsafah dan ideologi termasuk dalam tataran nilai dasar, sedangkan politik dan strategi termasuk dalam tataran nilai instrumental.

Dalam masyarakat yang stabil empat tataran pikir ini berhubungan secara dinamis dan tersusun hirarkhis. Dari falsafah dan ideologi diperoleh apa yang disebut sebagai stabilitas, sedangkan dari politik dan strategi diperoleh apa yang disebut sebagai dinamika, yaitu adanya suatu proses berkesinambungan dari upaya memperbaharui diri secara tertib.

Dengan mengutip Edward Shils maka ada lima syarat teoritikal yang harus dipenuhi jika tatanan tersebut akan diwujudkan yaitu:

(4)

1. Adanya taraf konsesus yang tinggi mengenai nilai-nilai sosial bersama yang hendak diwujudkan. Tanpa konsensus jelas tidak mungkin ada ketertiban yang mantap;

2. Pembedan yang jelas antara nilai dan norma yang melaksanakannya agar supaya pelanggaran norma dalam kenyataan tidak sekaligus dianggap sebagai pelanggaran nilai yang mendasarinya;

3. Relatif tidak adanya perpecahan diantara golongan yang ada dalam masyarakat;

4. Adanya stabilitas pola kelembagaan untuk proses legislatif yang menjabarkan norma-norma itu dalam peraturan perundang-undangan yang mengikuti seluruh warga masyarakat secara adil;

5. Akhirnya, adanya stabilitas pola kelembagaan untuk menampilkan keluhan serta menyelesaikan masalah yang melatar belakanginya.1

Uraian teoritikal tersebut dapat dipergunakan sebagai pedoman awal untuk memahami posisi Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara ideologi dapat mempersatukan bangsa memberikan rumusan situasi negara di masa lampau masa kini dan mengatur langkah-langkah strategis untuk mencapai situasi yang diidamkan. Ideologi memberikan aturan permainan bagi kehidupan perpolitikan dan bermasyarakat dalam usaha mencapai kesejahteraan bangsa sebagai kesatuan yang kuat.2

Ideologi memiliki manfaat dan mudarat. Manfaat ideologi adalah sifatnya yang komprehensif dan konsisten dan mampu memberi jawaban yang mantap terhadap pertanyaan kita tentang berbagai masalah. Mudaratnya adalah sifatnya yang sudah komprehensif itu sendiri yang cenderung menutup diri terhadap segala hal yang tidak sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Dengan perkataan lain penganut ideologi cenderung bersifat dogmatik, kaku dan tidak toleran terhadap pihak lain, atau terhadap fakta baru yang tidak sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya dan telah mempunyai kekuatan hukum tersebut.

Oleh karena itu sangatlah vital, khususnya dalam membahas Pancasila sebagai ideologi, apa yang diinginkan Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara. Jawabannya sangat jelas yaitu Pancasila sebagai falsafah dan dasar negara tidak menginginkan ideologi yang kaku dan dogmatik.

C. Sejarah Pembentukan Negara Kebangsaan

1 Edward Shils, “Ideologi” dalam International Encylopedia of The Social Science, Vol

.7, (New York: The Mc Millan Company & The Free Press, 1972), p. 383.

(5)

Sebelum membahas Pancasila sebagai ideologi kebangsaan dan tantangannya dalam menghadapi lobalisasi maka terlebih dahulu dicoba memahami tentang bangsa, kebangsaan dan proses terbentuknya negara kebangsaan Indonesia. Dari pemahaman tersebut dapat ditempatkan secara proporsional Pancasila sebagai ideologi kebangsaan.

Sebagai suatu konsep istilah bangsa adalah pengertian yang relati baru, konsep ini berawal dari revolusi Amerika pada tahun 1776. Bangsa Indonesia memang baru mengenalnya mulai abad ke 20 melalui pendidikan barat yang diperoleh pemuda dan mahasiswa. Dalam arti etnik, bangsa ialah kelompok manusia bermasyarakat yang berdasarkan kesamaan kebudayaan terutama bahasa, kesenian, adat istiadat, religi, kesusilaan, merasa dirinya sebagai kesatuan atau kolektifitas alami.

Sedangkan dalam arti politik, bangsa itu sebagai realitas obyektif merupakan suatu kolektifitas/masyarakat atau segolongan orang berperi kehidupan bersama yang bersatu jiwa/karakter, solidaritas mendalam, berdasarkan kesamaan sejarah, terutama senasib sepenanggungan dan ketunggalan wilayah geopolitik yang nyata-nyata merupakan merupakan suatu kesatuan lingkungan, sadar penuh akan hak asazinya sebagai nation, sehingga menempa hasrat membaja akan hidup rukun bersatu, didalam negara nasional yang merdeka, berdaulat. Dari pengertian ini dapat difahami bahwa kebangsaan itu menunjukan adanya kesadaran berbangsa yaitu rasa persatuan dan kesatuan yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Faham kebangsaan itu berarti dapat melingkupi faham seluruh golongan yang ada dalam masyarakat, ataupun negara. Kebangsaan atau nasionalisme adalah suatu faham yang menyatakan bahwa loyalitas tertinggi terhadap masalah duniawi (supreme seculer loyality)

dari setiap warga negara kepada negara.3

Wawasan kebangsaan dalam arti modern dimulai pada tahun 1908 yang kemudian berkembang menjadi wawasan kebangsaan yang lebih luas dengan adanya “Sumpah Pemuda” pada tahun 1928 yang memperlihatkan tekad dan keinginan membangun persatuan dan kesatuan, karena menyadari adanya kebhinekaan dan keragaman budaya, agama, etnis dan suku yang akhirnya berpuncak pada terbentuknya negara kebangsaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Mata rantai sejarah terbentunya negara kebangsaan ini tidak dapat dilepaskan begitu saja dari sejarah panjang masa lalu. Apabila ditengok sejarah kerajaan Sriwijaya pada abad

3 Soeprapto, Sasaran Pendidikan Wawasan Kebangsaan, Majalah Mimbar, BP-7 Pusat,

(6)

ke 7 telah mengkonsepkan pemikiran wawasan kebangsaan dalam pemikiran kepulauan nusantara. Pemikiran ini dilanjutkan oleh kerajaan Majapahit seperti tersirat dari “Sumpah Palapa” yang diyakini adanya kesatuan kehidupan di wilayah nusantara. Dengan demikian jauh sebelum negara kebangsan diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 secara berturut-turut dikenal adanya dua negara kebangsaan sebelumnya yaitu kerajaan Sriwijaya yang bertahan ± 4 abad, dan kerajaan Majapahit yang hadir ± 3 abad.

Dari catatan sejarah kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit memiliki persamaan dalam proses penyatuannya yaitu diawali dengan penaklukan terhapad wilayah-wilayah nusantara dengan kekuatan senjata. Mungkin inilah yang membedakan ketika periode ketiga negara kebangsaan Indonesia terbentuk.

Pada periode ketiga, bangsa-bangsa kecil nusantara menyatukan diri kedalam negara kesatuan republik Indonesia melalui konsesus nasional bukan dengan penaklukan senjata sebagaimana periode Sriwijaya maupun periode Majapahit, namun demikian pusat kekuasaan ketiga periode tersebut memiliki kesamaan dalam menegakkan supremasi kekuasaan.

Supremasi kekuasaan memang diperlukan oleh pusat kekuasaan negara sebagai salah satu faktor pemeliharaan keutuhan negara yang sering dilanda oleh tantangan-tantangan baik yang datang dari dalam maupun yang datang dari luar.4 Dampak positif dari oleh negara kebangsaan pertama dan kedua adalah memberi dan mempertegas batas-batas teritorial bagi negara kebangsaan berikutnya.

Di samping itu hidup bersama dalam suatu bangsa berabad-abad juga melahirkan kebersamaan-kebersamaan yang begitu mendalam, sekalipun negara kebangsaan runtuh bangsa-bangsa kecil memiliki ikatan senasib sepenanggungan di dalam sebuah periode antara yaitu masa antara runtuhnya sebuah negara kebangsaan dan munculnya sebuah negara kebangsaan yang lain. Ikatan-ikatan inilah yang telah mempermudah lahirnya negara kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kebnagsan yang ketiga. Dorongan melahirkan negara kebangsaan yang ketiga bersumber dari kejuangan untuk mewujudkan kemerdekaan, kebersamaan dan persaudaraan. Sejarah perjuangan negara kebangsaan ketiga ini ditempuh dengan berbagai gaya dan cara, mulai dengan cara lunak sampai cara-cara yang keras mulai dari gerakan cendikiawan yang terbatas sampai pada gerakan politik. Kemudian babak baru sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia ditandai dengan lahirnya organisasi-organisasi

4 Nazaruddin Syamsudin, Melestarikan Negara Nusantara Ketiga, Pidato Pengukuhan

(7)

politik yang memiliki dasar yang lebih luas, melampai batas-batas kedaerahan dan kesukuan. Keinginan untuk mewujudkan suatu bangsa dan tanah air Indonesia berpuncak dengan disetuskannya “Sumpah Pemuda” pada tahun 1928 yang merupakan saksi sejarah robohnya tembok pemisah kesukuan, kedaerahan dan perbedaan agama.

Dalam proses selanjutnya para pendiri negara yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI mempersiapkan kemerdekaaan Indonesia, esensi sumpah pemuda ini tidak mereka ingkari. Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 yang dirumuskan BPUPKI dan PPKI sekitar bulan Mei sampai dengan Agustus 1945 di dalamnya terdapat nilai kesatuan dan persatuan. Proses ini berpuncak pada dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Sejak saat itu bangsa dan negara Indonesia berdiri. Negara kebangsaaan Indonesia ini lahir sesudah melalui perjuangan panjang, cukup banyak pahlawan dan para suhada yang berjuan dengan rela dan ikhlas mengorbandan harta dan jiwa raganya demi terwujud dan tegaknya negara kebangsaan Indonesia. Tidaklah berlebuhan jika hati bergetar setiap mendengar ataupun menyayikan lagu “Indonesia Raya”, betapa bait-bait lagu kebangsaan menyentuh dan membangkitkan perasaan yang mendalam.

Bersamaan dengan lahirnya bangsa dan negara Indonesia para pendiri negara telah mensepakati Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dan konstitusi Indonesia. Pancasila dan UUD 1945 merupakan perjanjian luhur bangsa di awal berdirinya republik ini dan sejarah telah membuktikan lebih dari setegah abad berdirinya negara kebangsaan Pancasila dan UUD 1945 telah menunjukan keampuhannya dalam mempertahankan negara kesatuan republik Indonesia. Meskipun ditahui dalam sejarah ketatanegaraan, dikenal adanya Konstitusi RIS dan UUDS 1950, namun demikian keduanya hanya bertahan selama delapan bulan dan sembilan tahun kemudian kembali lagi kepada UUD 1945.

Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI dalam suasana kekosongan kekuasaan pada tahun 1945 tersebut adalah satu-satunya momen sejarah perjuangan yang tidak mungkin terulang, dimana para pemimpin bisa bermusyawarah membicarakan masa depan dalam suasana relatif bebas. Para pemimpin berbicara sebagai pemimpin rakyat yang belum terorganisir dalam partai politik dan organisasi kepentingan sehingga mereka dapat berbicara sangat terbuka, mengutarakan wawasan dan gagasannya mengenai negara yang akan dibentuk. Dari pidato-pidato mereka bisa dirasakan getaran kecintaan yang amat dalam terhadap bangsa dan negara yang akan dibentuk, juga dapat rasakan tanggung jawab yang dalam terhadap sejarah pergerakan kebangsaan, kearifan yang tinggi serta sikap rendah hati untuk tidak mengatur sampai detail apa yang harus

(8)

dilakukan manusia Indonesia di masa depan. Secara sadar mereka membatasi diri pada aturan pokok. Para perancangan UUD 1945 dengan sengaja menyusun UUD 1945 secara singkat dan supel, agar UUD 1945 dapat menjadi acuan yang mantap dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat.

UUD 1945 sifatnya singkat karena hanya memuat hal-hal pokok dan untuk implementasinya di serahkan kepada peraturan yang lebih rendah yang lebih mudah cara membentuk dan merubahnya. Supel karena dapat dilaksanakan dengan peraturan yang lebih rendah, jika terdapat ketidaksesuaian dengan dinamika masyarakat yang terus berubah maka yang diubah bukan UUD-nya melainkan aturan yang lebih rendah yang dirubah, karena berdasarkan pengalaman sejarah jika ada usaha untuk perubahan konstitusi maka akan terbuka peluang untuk debat konstitusi yang sangat riskan perhadap keutuhan bangsa dan negara. Bangsa Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah yang panjang untuk menguji konstitusi-konstitusi yang pernah ada.

D. Pancasila Sebagai Ideologi Kebangsaan dan Ideologi Terbuka

Ada dua hal yang perlu diperhatikan jika berbicara prospek Pancasila sebagai ideologi kebangsaan dan ideologi terbuka; pertama, dalam rangka pelestarian Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi menuju kearah persatuan dan kesatuan bangsa mengiringi era globalisasi menyongsong abad ke XXI, maka menurut cara pandang konstitusi hukumlah yang memimpin semua program-program kehidupan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk program politiknya; kedua, Undang-Undang Dasar 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembuakaan dalam pasal-pasalnya. Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari undang-undang dasar negara Indonesia (rechts idée) yang menguasai hukum dasar negara, baik yang tertulis (unsdang-undang dasar), maupun yang tidak tertulis (penjelasan umum UUD 1945 sebelum amndemen)

Dengan demikian dalam menghadapi arus globalisasi pokok-pokok pikiran tersebut yang tidak lain adalah Pancasila tetap sebagai cita hukum atau rechts idée dari bangsa Indonesia, apabila dala penjelasan tersebut pokok pikiran adalah rechts idée dan pokok pikiran dalam pembukaan itu adalah persatuan maka dari rangkaian pokok pikiran tersebut dengan mudah diketahui, Indonesia secara implisit berfaham kebangsaaan.

Dari apa yang dikemukakan di atas pertanyan yang timbul adalah bagaimanakah sikap bangsa Indonesia menghadapi globalisasi dan pertanyaan berikutnya mampukah Pancasila menyongsong abad XXI ini? Setiap rakyat Indonesia yang sadar dan yakin akan jati diri sebagai bangsa

(9)

tentu menginginkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi menuju ke arah persatuan dan kesatuan bangsa terus dipertahankan. Namun demikian pergeseran nilai sangat mungkin terjadi akibat pengaruh negatif globalisasi, bukan tidak mungkin salah satu tantangan yang dihadapi oleh bangsa kita pada era globalisasi ini adalah dipersoalkannya dasar-dasar sistem ketatanegaraan yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman, bahkan bertentangan dan menghambat perkembangan upaya individual. Karena itu bagi bansa Indonesia tentu tak akan ada pilihan lain kecuali meningkatkan pemahanan kita pada dasar-dasar sistem ketatanegaraan kita yaitu Pancasila dan UUD 1945.

Sejarah nasinal kita telah membuktikan betapa ditengah-tengah tantangan dan coban yang berat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pancasila telah membuktikann keampuhannya.. dan yang penting ialah kita yakini sepenuhnya bahwa pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan ketatanegaraan kita dapat menyongsong kehidupan bengsa dan negara Indonesia pada masa yang akan datang. Untuk itu agar Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai penjabarnnya dapat menyongsong masa depan, mengikuti perkembangan zaman dan dinamika masyarakat maka kutipan berikut penting disimak “ maka telah cukup jika Undang-Undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat,… sedangkan aturan-atura yang menyeknggarakan aturan poko itu siserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuat, merubah dan mencabutnya.” Jika dikaitkan denga penjelasan berikutnya ”yang penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat, semangat penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan..” Dengan penjelasan ini sangat mungkin Pancasila dan UUD 1945 mengikuti perkembangan zaman, sebagai catatan para pendiri negara membedakan antara hukum dasar tertulis yang hanya memuat

aturan-aturan pokok, dengan undang-undang yang memuat aturan

penyelenggaraan. Mereka juga menekankan pentingnya etika politik dan etika moral penyelenggara pemerintahan, sebagai unsur dinamis yang bergandengan dengan hukum dasar yang tertulis itu sendiri. Karenanya apa yang harus dipertahankan adalah nilai-nilai dasarnya, sedangkan implementasinya (dalam bentuk undang-undang) harus dinamis, disesuaikan dengan dinamika masyarakat. Itulah yang menjadi strategi selanjutnya dalam memahami dan mengimplementasikan Pancasila sebagai ideologi terbuka yang sering didengar selama ini.

(10)

Suatu ideologi agar tetap relevan dengan perkembnagan aspirasi masyarakat dan tuntutan zaman menurut Alfian harus mengadung tiga dimensi yaitu; dimensi realita, dimensi idealita dan dimensi fleksibilitas.5

Dari ketiga dimensi ini, dapat diketemukan semuanya pada Pancasila, dimensi realita; Pancasila adalah realita masyarakat dan bangsa Indonesia; dimensi idealita, Pancasila merupakan idealita cita-cita bangsa Indonesia yang terus menerus diupayakan agar terwujud secara terus-menerus dalam masyarakat dan bangsa Indonesia; dimensi fleksibilitas, Pancasila telah terbukti memiliki fleksibelitas yang tinggi hal ini dapat kita buktikan dengan tetap dipertahankannya Pancasila sebagai ideologi bangsa lebih dari setengah abad.

Penjelasan pokok mengenai pancasila sebagai ideologi terbuka adalah nilai dasarnya tetap tetapi penjabarannya dapat dikembangkan secara kreaktif dan dinamis sesuai denan kebutuhan dinamika perkembangan masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 sebagaimana telah dikemukan di atas yang secara lugas menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 hanya memuat hal pokok. Sesuai dengan konstitusi maka MPR (yang terdiri dari DPR dan DPD) sebagai perwujudan seluruh rakyat Indonesia harus mengamati dinamika di dalam masyarakat dan menggariskannya dalam berbagai kebijakan yang akan diambil.

Pemahaman tentang Pancasila sebagai ideologi terbuka harus dikaitkan dengan UUD 1945 yang menjabarkan sila-silanya dalam pasal-pasal, kemudian pasal-pasal tersebut dipertajam dengan interprestasi dengan berbagai undang-undang sesuai dengan amanah UUD 1945 itu sendiri, dengan tidak melepaskan dinamika masyarakat. Pancasila sebagai ideologi terbuka, menuntut agar pemahaman dan kesadaran bangsa akan nilai-nilai yang bersifat abadi, di lain pihak didorong untuk mengembangkan secara kreatif dan dinamis untuk menjawab perkembangan zaman.

Sesuai dengan asas kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, maka syarat yang harus dipenuhi dalam penjabaran ini adalah disepakati oleh seluruh rakyat tidak boleh ada pemaksaan kehendak oleh kekuatan apapun baik perorangan maupun kelompok atau golongan. Dalam praktek ketatanegaraan selama ini dikenal apa yang namanya konsesus nasional. Dalam mengiringi abad ke XXI konsesus nasional harus diupayakan terus-menerus dalam praktek ketatanegaraan.

5 Alfian, “Ideologi, Idealisme dan Integrasi Nasional”, Majalah Prisma, No. 8, edisi

(11)

Perkembangan dalam praktek ketatanegaraan pada masa yang akan datang akan banyak menghadapi tantangan baik konsep, persepsi maupun pemahaman kehidupan kenegaraan, untuk itu sebagai bahan renungan dalam menghadapi masa depan ketatanegaraan tersebut hal-hal berikut ini perlu mendapat catatan khusus;

1. Hak-hak asasi, khususnya yang menyengkut kebebsan berbicara dan mengemukakan pendapat, kebebasan pers dan berorganisasi;

2. Keterbukaan dan trasparasi;

3. Kemiskinan dan keadilan khususnya masalah pemerataan hasil pembanguna;

4. Demokrasi dan demokratisasi;

5. Suksesi dan pergantian kepemimpinan baik naional maupun local; 6. Peranan lembaga-lembaga negara, TNI/Polri serta partai politik 7. Pendidikan, dlll.

E. Penutup

Dalam rangka mewujudkan Pancasila sebagai ideologi kebangsaan maka penggalian nilai-nilai Pancasila dari segala aspek harus dilakukan. Kemudian upaya mewujudkan semua aspek tersebut dalam berbagai kebijakan perlu diperhatikan agar masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dapat segera terwujud. Ada beberapa konsep perlu ditinjau kembali dan dikaji ulang, beberapa mungkin perlu dipertahankan, beberapa mungkin perlu ditinggalkan karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat.

Dalam mengiringi era globalisasi dan menyongsong abad ke XXI kita perlu merubah pemahaman yang selama ini cenderung mensakralkan dan mengagung-agungkan sesuatu, seakan-akan sudah jelas betul dan pasti benar, tuntas dan sempurna. Sehingga menjadi tabu untuk di persoalkan lagi. Yang perlu digaris bawahi adalah perubahan kearah perbaikan dan pengembangan berbagai segi kehidupan kenegaraan pada masa yang akan datang sebagaimana dikemukakan diatas harus didasarkan pada konstitusi, yaitu UUD 1945 dengan kata lain kehidupan perpolitikan kita untuk saat ini, maupun untuk masa mendatang tetap berdasarkan demokrasi konstitusional.

(12)

Daftar Pustaka

Alfian, “Ideologi, Idealisme dan Integrasi Nasional”, Majalah Prisma, No. 8, edisi Agustus 1986.

Shils, Edward, “Ideologi” dalam International Encylopedia of The Social Science, Vol .7, New York: The Mc Millan Company & The Free Press, 1972.

Soeprapto, Sasaran Pendidikan Wawasan Kebangsaan, Majalah Mimbar, BP-7 Pusat, No. 67/XII/1994/95.

Sumantri, Sri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, 1987.

Syamsudin, Nazaruddin, Melestarikan Negara Nusantara Ketiga, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fisipol UI, Jakarta, 16 Oktober 1993. Wahan, Paulun, Filsafat Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, 1993

Referensi

Dokumen terkait

17) Pemilih menentukan pilihan dengan cara mencoblos salah satu calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum IMTEK Politeknik STMI Jakarta pada kertas suara yang

 Siswa mampu mengaitkan konsep sistem persamaan linear dua variabel dengan konsep matematika yang lain yang mendukung dalam menintegrasikan unit- unit yang

tersebut dinyatakan berdasarkan pernjelasan Syaodih (2008, hlm. 53) bahwa penelitian kuantitatif merupakan “desain penelitian yang dilakukan dengan menggunakan

Persentase yang tinggi dalam komponen non-resistant menggambarkan bahwa keempat logam tersebut sebagian besar berasal dari kegiatan manusia (antropogenik) dan

Dengan adanya sanggar batik modern ini diharapkan anak-anak usia sekolah dasar yang berada di lingkungan sentra batik tepatnya di Sekolah Dasar Islam Kauman

 Peserta didik dalam kelompok mengamati benda-benda yang ada di kelompok masing- masing dan memilih benda yang akan dibeli sesuai dengan uang yang tersedia.  Peserta

Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan definisi konsep kinerja guru merupakan hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang dilakukan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk memenuhi permasalahan yang ada pada rumusan masalah, hasil dari perancangan dan implementasi sistem, serta