• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN (Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN (Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA YANG DILAKUKAN

OLEH OKNUM KEPOLISIAN

(Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS)

OLEH:

ASPAR AMIEN

B111 11 368

BAGIAN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

(2)

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA YANG DILAKUKAN

OLEH OKNUM KEPOLISIAN

(Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam Rangka PenyelesaianStudi Sarjana padaBagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum

disusun dan diajukan oleh

ASPAR AMIEN

B 111 11 368

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA YANG DILAKUKAN

OLEH OKNUM KEPOLISIAN

(Studi Kasus Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS)

disusun dan diajukan oleh

ASPAR AMIEN

B 111 11 368

Telah Dipertahankan di Hadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk dalam Rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana

Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Pada Hari Senin, 7 Maret 2016 Dan Dinyatakan Diterima

Panitia Ujian Ketua Sekretaris Prof. Dr. Muhadar, S.H.,M.S. NIP. 19590317 198703 1 002 Dr. Hj. Nur Azisa, S.H.,M.H. NIP. 19671010 199202 2 002 An. Dekan

Wakil Dekan Bidang Akademik,

Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. NIP. 19610607 198601 1 003

(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :

Nama : ASPAR AMIEN

Nomor Induk : B 111 11 368

Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian akhir program studi.

Makassar, Januari 2016

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S. Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H NIP. 19631024 198903 1 002 NIP. 19671010 199202 2 002

(5)

PERSETUJUAN UNTUK MENEMPUH UJIAN SKRIPSI

Diterangkan bahwa skripsi mahasiswa :

Nama : ASPAR AMIEN

Nomor Induk : B 111 11 368

Judul Skripsi : Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian

(Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)

Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai

ujian akhir program studi.

Makassar, Januari 2016

a.n. Dekan

Pembantu Dekan I,

Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. NIP. 196106071986011003

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

nama : ASPAR AMIEN

NIM : B111 11 368

program studi : Ilmu Hukum

dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul, TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEPOLISIAN (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)

adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Makassar, 20 April 2016 Yang membuat pernyataan,

Materai 6000

(7)

ABSTRAK

ASPAR AMIEN (B111 11 368), “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS)”. Di bawah bimbingan Bapak Muhadar selaku pembimbing I dan Ibu Nur Azisa selaku pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS dan untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dengan memilih instansi yang relevan dengan masalah dalam skripsi ini yakni Pengadilan Negeri Makassar dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh secara langsung di lapangan atau dengan teknik tanya jawab (wawancara) terhadap narasumber di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban tersebut. Sedangkan teknik pengumpulan data Sekunder diperoleh dari membaca dan menelaah beberapa literatur, dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, dan sumber-sumber kepustakaan lain yang mendukung dan yang berhubungan dengan materi yang akan dikemukakan dalam skripsi. Setelah semua data terkumpul, maka data tersebut diolah dan dianalisa secara kualitatif dan selanjutnya disajikan secara deskriptif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah bahwa 1). Penerapan Hukum Pidana Materil oleh Hakim terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS telah tepat, karena tindak pidana yang dilakukan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dari syarat pemidanaan atau telah memenuhi ketentuan penerapan sanksi terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 2). Pertimbangan Hukum Hakim terhadap tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam menjatuhkan pemidanaan telah tepat karena Hakim dalam perkara No.1811/Pid.B/2013/PN.MKS menjatuhkan pemidanaan berdasarkan pasal 184 KUHAP merupakan alat bukti yang sah. Selanjutnya alat-alat bukti tersebut bukti tersebut mendukung fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang meyakinkan hakim bahwa tindak pidana penyalahgunaan Narkotika benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan terutama nikmat umur dan kesehatan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan narkotika Yang Dilakukan Oleh Oknum Kepolisian (Studi Kasus

Putusan No.1811/Pid.B/2013/PN.Mks)” sebagai prasyarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum pada Program Strata Satu Universitas Hasanuddin Makassar. Tak lupa Shalawat dan salam terhaturkan untuk Sang Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya.

Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Alm H Muh Amien dan Ibunda Hj Ramlah dengan penuh ketulusan, kesabaran dan kasih sayang membesarkan dan tak henti-hentinya memberikan semangat serta nasihat kepada Penulis dalam menimba ilmu pengetahuan. Pencapaian Penulis tidak lepas dari keberadaan kedua orang tua Penulis yang senantiasa memberikan Doa dan dukungannya.

Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Untuk itu, maka izinkanlah Penulis untuk menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian hingga penulisan Skripsi ini:

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini menemui banyak kendala dan hambatan, untuk itu ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S selaku Pembimbing I (satu) dan Dr. Aziza .S.H., M.H selaku Pembimbing II (dua) yang telah banyak

(9)

membimbing dan memberikan arahan selama penulisan Skripsi. Dan terima kasih kepada para pihak yang ikut membantu dan terus memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

1. Terima kasih kepada Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. selaku Rektor Universitas Hasanuddin.

2. Terima kasih kepada Prof. Dr. Farida, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Unhas, beserta para Wakil Dekan Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H., Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H., Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., atas berbagai bantuan yang diberikan kepada Penulis, baik bantuan untuk menunjang berbagai kegiatan individual maupun yang dilaksanakan oleh Penulis bersama organisasi lain di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

3. Terima kasih kepada H.M. Imran Arief, SH., MH., Dr. Dara Indrawati, SH., MH dan Hijrah Adhyanti Mirzana, S.H., M.H selaku Dewan penguji yang telah memberikan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Terima kasih kepada Ketua Bagian Hukum Pidana Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S dan Sekretaris Bagian Dr. Amir Ilyas, S.H., M.H dan Para Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar yang telah menuangkan ilmu kepada Penulis sejak kuliah pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar sampai sekarang.

5. Terima kasih Kepada Seluruh staff akademik dan perpustakaan FH-UH khususnya kepada Pak Usman, kak Tri dan Pak Ramalan atas segala bantuannya selama Penulis berkuliah di FH-UH.

6. Terima kasih kepada saudara-saudari penulis verawati Amien, Hastomo Amien, S.E, Susisusanti Amien, dan Agung Saputra

(10)

Amien yang memberikan dorongan dan semangat serta motivasi dalam menyelesaikan studi ini.

7. Kepada sahabat-sahabat yang sudah saya anggap sebagai keluarga sendiri, Desi fita sari, whiwinnurhidayat, Antho Rukmanasari, Andi Ahmad Fauzan, Zoelfadly, trysutrisno, Andri Atmawijaya Yasin, Andi Rio Fatwadewanda, Ikbal sanjaya, dhirga adipaty, Terima kasih atas berbagi pengalamannya selama ini dan yang selalu setia menemani dan memberikan bantuan serta dorongan kepada penulis. 8. Kepada teman-teman seperjuangan Selama di Fakultas Hukum, Fadhil Putra, Muh Muallif Heru W, Muh Try Fandy Nasir, Muh Abdillah Fadlyansyah, Muh Febriansyah, Zainal Arief, A Arie Veriansyah, Aldi Rinaldi, Irfan Nur hadi, Zulham Syahrir, Agung Hidayat, Zakaria, Ichwan Setiawan, Nidzamul Nadvi, Ismail, Syahrul Alam, Febry Nur Naim, selamat berjuang dan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya selama ini.

9. Kepada teman-teman Mediasi angkatan 2011, selamat berjuang dan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. 10. Terima kasih kepada Keluarga Besar Gerakan Radikal Anti Tindak

Pidana Korupsi (GARDA TIPIKOR) dan UKM Bola Basket Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah menjadi teman baik dan memberikan banyak pelajaran hidup kepada Penulis.

11. Terima Kasih Kepada Teman KKN Gelombang 87 UNHAS khususnya Kab. Enrekang, Kec. Curio, Desa/Kelurahan Mandalan. Terima kasih atas pengalaman baru yang diberikan selama KKN.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna walaupun telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam skripsi ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Kritik dan saran yang

(11)

membangun akan lebih menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya kepada rekan-rekan yang telah turut memberikan sumbangsinya dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Makassar, Januari 2015

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Tinjauan Yuridis ... 10

B. Tindak Pidana ... 15

1. Pengertian Tindak Pidana ... 15

2. Unsur-unsur Tindak Pidana ... 18

C. Narkotika ... 21

1. Pengertian Narkotika ... 21

2. Penyalahgunaan Narkotika ... 23

3. Jenis dan Penggolongan Narkotika ... 25

4. Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika ... 32

D. Pidana dan Pemidanaan ... 41

1. Pengertian Pidana & Pemidanaan ... 41

2. Teori Tujuan Pemidanaan ... 43

3. Jenis-jenis Pemidanaan ... 46

E. Kepolisian ... 56

1. Pengertian Kepolisian ... 56

2. Tugas dan Wewenang Kepolisian ... 57

3. Kode Etik Profesi POLRI dan Sanksi bagi Anggota POLRI yang .melakukan pelanggaran ... 61

(13)

1. Pertimbangan Yuridis ... 64

2. Pertimbangan Sosiologis ... 70

BAB III METODE PENELITIAN ... 71

A. Lokasi Penelitian... 71

B. Jenis dan Sumber Data ... 71

C. Teknik Pengumpulan Data ... 72

D. Analisis data ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Penerapan Hukum Pidana Materil Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalagunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS ... 73

1. Posisi Kasus ... 73

2. Dakwaan JPU ... 76

3. Tuntutan Penuntut Umum ... 81

4. Amar Putusan Hakim ... 82

5. Analisis Penulis ... 82

B. Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks ... 86

1. Pertimbangan Fakta dan Pertimbangan Hukum Hakim ... 87 2. Pertimbangan Subyektif ... 90 3. Analisis Penulis ... 92 BAB V PENUTUP ... 94 A. Kesimpulan ... 94 B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA ... 96

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Narkotika diperlukan oleh manusia untuk pengobatan sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan dan studi ilmiah diperlukan suatu produksi Narkotika yang terus menerus untuk para penderita tersebut. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalah gunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Narkotika apabila dipergunakan secara tidak teratur menurut takaran/dosis akan dapat menimbulkan bahaya fisik dan mental bagi yang menggunakannya serta dapat menimbulkan ketergantungan pada pengguna itu sendiri. Artinya keinginan sangat kuat yang bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut secara terus menerus karena sebab-sebab emosional.

Masalah penyalahgunaan Narkotika ini bukan saja merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga bagi dunia Internasional. Memasuki abad ke-20 perhatian dunia internasional terhadap masalah Narkotika semakin meningkat, salah satu

(15)

dapat dilihat melalui Single Convention on Narcotic Drugs pada tahun 1961.(Kusno Adi, 2009:30)

Masalah penyalahgunaan Narkotika di Indonesia, sekarang ini sudah sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan beberapa hal antara lain karena Indonesia yang terletak pada posisi di antara tiga benua dan mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi, arus transportasi yang sangat maju dan penggeseran nilai matrialistis dengan dinamika sasaran opini peredaran gelap. Masyarakat Indonesia bahkan masyarakat dunia pada umumnya saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan akibat maraknya pemakaian secara illegal bermacam-macam jenis Narkotika. Kekhawatiran ini semakin di pertajam akibat maraknya peredaran gelap Narkotika yang telah merebak di segala lapisan masyarakat, termasuk di kalangan generasi muda. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan bangsa dan negara pada masa mendatang.

Setiap negara hukum memiliki aparat penegak hukum termasuk kepolisian yang secara universal mempunyai tugas dan fungsi menjagakeamanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan ketentuan-ketentuan Hukum yang berlaku untuk mewujudkan kepastian Hukum dan keadilan, fungsi dan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia telah diatur didalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia memperluas fungsi dan tugas Kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

(16)

perlindungan dan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (Warsito Hadi Utomo, 2002:IX).

Posisi Kepolisian RI sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 kerap kali mengalami perubahan. Oleh karena itu wawasan paradigma kepolisian yang mandiri, profesional dan merakyat kedepan perlu terus mendapat pemikiran yang konstruktif dan inovatif untuk menempatkan kedudukan atau posisi Kepolisian yang tepat dan efektif dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi dan transparansi, yang telah melahirkan paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin mengikat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.

Kepolisian merupakan aparat penegak hukum memiliki perandalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kiprah Kepolisian sudah mulai mengisi perjalanan hidup dan ketatanegaraan di tanah air. Mereka mengarahkan segala kekuatan jaringan keahlian, perlengkapan dan personilnya untuk memberantas kejahatan-kejahatan itu, baik merupakan kejahatan perorangan maupun berupa sindikat seperti

(17)

sindikat curanmor, sindikat Narkotika, sindikat perdagangan perempuan, bahkan kejahatan bersifat internasional yang melibatkan warga negara Indonesia. Kepolisian berusaha mengungkap suatu kejahatan atau tindak pidana dimulai dari penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan orang atau tersangka, dan barang bukti sampai kejahatan itu dilimpahkan ke pengadilan.

Maraknya kejahatan atau tindak pidana yang berkaitan dengan Narkotika dan bahan-bahan yang sering kali disandingkan secara gelap untuk membuat Narkotika (Prekursor) Narkotika sebagaimana yang selamaini masyarakat dengar maupun baca dari media massa perlu mendapatkan perhatian yang serius. Angka perkembangan kasus kejahatan bersangkutan dari tahun ke tahun bertumbuh dengan cepat sekalipun sudah ada regulasi yang mengatur tentang peredaran Narkotika dan prekursor Narkotika. Dapat disimpulkan bahwa kejahatan Narkotika bukanlah kejahatan yang sifatnya lokal (wilayah-wilayah teretentu saja),tetapi telah merebak sampai ke seluruh pelosok wilayah Indonesia. Terbukti, dapat dipastikan hampir setiap wilayah hukum kabupaten/kota diIndonesia ditemukan penyalahgunaan Narkotika dan prekursor Narkotika. Penyalahgunaannya pun dilakukan oleh orang perorang hingga melibatkan kelompok tertentu dalam suatu komunitas masyarakat bahwa hingga masyarakat kalangan menengah keatas dan bahkan sampai melibatkan oknum aparat penegak hukum. Secara aktual, penyebaran Narkotika telah mencapai tingkatyang sangat memprihatinkan. Tidak terhitung lagi banyaknya upaya pemberantasan Narkotika dan prekursor Narkotika yang

(18)

sudah dillakukanoleh pemerintah, namun disadari bahwa bukanlah suatu hal yang mudah untuk melakukan hal tersebut. Kasus-kasus tersangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika terus saja bermunculan dengan analisis bahwa unsur penggerak atau motivator utama dari para pelaku kejahatan di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah masalah keuntungan ekonomis.

Bisnis Narkotika dan Prekursor Narkotika tumbuh menjadi salah satu bisnis yang paling menggiurkan dan bukan suatu hal yang aneh apabila penjualan Narkotika dan Prekursor Narkotika selalu meningkat setiap tahunnya yang berbanding hampir sama dengan pencucian uang dari bisnis Narkotika dan Prekursor Narkotika. Artinya adalah bahwa penanganan terhadap kasus tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib mendapatkan perhatian khusus dari Para Aparat Penegak Hukum.

Dalam penyelenggaraan pelayan kesehatan, Narkotika memegang peranan penting karena Narkotika ini digunakan untuk Kepentingan Ilmu Pengetahuan, Penelitian, Pengembangan Pendidikandan Pengajaran sehingga ketersediaannya perlu dijamin melalui kegiatan produksi dan impor. Namun demikian, dampak positif dari Narkotika sering disalah gunakan seperti penggunaan yang berlebihan dan pemakaian yang berulang-ulang tanpa ada petunjuk medis yang jelas. Akibat dari semua itu tanpa pengawasan dari petugas yang berwenang akan mengakibatkan ketagihan hingga ketergantungan, yang kemudian menimbulkan sebagai permasalahan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari seperti adanya tindakan-tindakan kriminal yang

(19)

dilakukan oleh para pemakai Narkotika tersebut dengan menghalalkan segala cara agar mereka dapat memperoleh obat itu sehingga mencuri dan memeras pun dianggap sebagai solusi yang tepat untuk mendapatkan obat itu.

Berdasarkan salah satu Asas Hukum yang dijadikan sebagai acauan terhadap berlakunya suatu peraturan perundang-undangan, Yakni Lex Specialis Derogat Legi Generale, maka untuk menjerat pelaku penyalahgunaan narkotika digunakanlah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang sifatnya lebih khusus. Salah satu upaya untuk memberantas penyalahgunaan Narkotika adalah dengan mencari dan membasmi asal muasal atau yang memproduksi barang tersebut sehingga para pemakainya kesulitan untuk mendapatkan Narkotika itu.

Penerapan pidana ganda dalam tindak pidana Narkotika diatur Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu pada Pasal 111 sampai dengan Pasal 127. Dalam Pasal 111 ayat (1) dijelaskan bahwa:

“Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”

Berdasarkan pasal di atas, maka pelaku tindak pidana Narkotika diancam dengan penjatuan pidana pokok secara kumulatif, yaitu pidana

(20)

penjara dan pidana denda. Oleh karena itu, penerapan pidana pokok secara kumulatif dimaksudkan sebagai efek jera bagi para produsen, penyuplai, dan pihak-pihak yang terkait dalam kejahatan Narkotika tersebut. Tetapi ternyata dalam kenyataannya banyak pelaku tindak pidana Narkotika dan masyarakat secara umum tidak merasa jera dengan beratnya ancaman sanksinya karena ternyata banyak putusan hakim yang dianggap terlalu ringan sehingga tidak sebanding dengan dampak kejahatan yang ditimbulkan atau keuntungan yang diperoleh dari peredaran Narkotika.

Dalam rangka pemberantasan sindikat Narkotika yang sudah begitu meluas sampai ke Negara Kesatuan Republik Indonesia, aparat kepolisian memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat besar demi menjaga keamanan dan stabilitas Negara Republik Indonesia. Tetapi fakta dan realita berbicara lain bahwa ternyata oknum-oknum kepolisian itu sendiri yang menjadi pelaku tindak pidana dari sindikat tersebut. Sudah ada kasus terjadi yang tersangkanya aparat kepolisian. Oleh karena itu, maka tidak mengherankan jika pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika semakin hari semakin meningkat bahkan bukan hanya dikalangan masyarakat umum tetapi juga aparat kepolisian.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Oleh Aparat Kepolisian (Studi Kasus Putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks)”.

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian Latar Belakang di atas, maka Penulis dapat mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No. 1811/Pid.B/2013/Pn.Mks?

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/ 2013/Pn.Mks?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materil terhadap pelaku tindak pidana Penyalagunaan Narkotika yang di Lakukan oleh Aparat Kepolisian di Kota Makassar dalam putusan No. 1811/Pid.B/2013/PN.MKS

2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku dalam Putusan No. 1811/Pid.B/2013 /PN.MKS

D. Kegunaaan Penelitian

Adapun yang menjadi Kegunaan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan ilmiah, yaitu penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

(22)

khususnya yang berhubungan terhadap Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I. Di samping itu dapat menjadi bahan acuan bagi yang akan meneliti lebih luas masalah tersebut.

2. Kegunaan praktis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sehubungan dengan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I. Selain itu dapat dijadikan pertimbangan dalam memutuskan perkara tindak pidana penyalahgunaan Narkotika golongan I di masa yang akan datang.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Yuridis

Tinjauan yuridis adalah suatu kegiatan memeriksa secara teliti, menyelidiki, mengumpulkan data, yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan persoalan menurut hukum dan dari segi hokum (W.J.S. Poerwadarminta, 2006 : 194). Dalam hal ini, Penulis akan menyelidiki secara sistematis dan objektif untuk memecahkan persoalan penyalahgunaan narkotika.

Penyalahgunaan narkotika telah menimbulkan banyak korban dan banyak masalah sosial lainnya di dunia. Untuk konteks Indonesia, ternyata negeri ini bukan lagi sekadar menjadi daerah sasaran peredaran gelap atau sekadar sasaran transaksi atau transit narkotika, tetapi Indonesia telah menjadi salah satu negara produsen narkotika dalam skala besar di dunia. Hal ini terbukti dengan beberapa kasus-kasus tertangkapnya bandar narkotika, jaringan atau sindikatnya dan terbongkarnya pabrik-pabrik besar yang memproduksi narkotika diIndonesia. Kenyataan ini tentu saja mengkhawatirkan, terutama terkait dengan masa depan dan keberlangsungan bangsa. Narkotika telah menyebar tidak hanya di kota-kota, tetapi juga di daerah-daerah terpencil. Para pengguna narkotika bukan lagi terbatas pada usia dewasa, bahkan anak usia dini pun telah menjadi korbannya, dan yang paling rentan mendapat pengaruh narkotika adalah generasi muda usia remaja. Jika generasi muda negeri ini banyak

(24)

yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika dan menjadi korban, maka alamat lost generasi akan terjadi dimasa depan (Ahmad Syafii dalamJurnal Hunafa, Vol. 6, No.2, Agustus 2009 : 219-232).

Untuk itu masyarakat memerlukan hukum yang berfungsi sebagai pengatur segala tindak tanduk manusia dalam masyarakat, oleh karena itu, dalam menjalankan fungsi hukum itu pemerintah dapat menggunakan menggunakan alat paksa yang lebih keras yaitu berupa sanksi. Sanksi merupakan suatu akibat yang timbul diberikan dari reaksi atas suatu perbuatan, contohnya sanksi pidana yang dapat juga diberikan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika yang saat ini merupakan hal yang perlu sekali mendapat perhatian khusus mengingat dampak-dampak yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan narkotika tersebut. Narkotika adalah sejenis zat kimia atau obat yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan medis dan ilmu pengetahuan. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dibagi menjadi tiga golongan, sesuai dengan Pasal 6:

1. Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan kedalam: a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c.Narkotika Golongan III.

2. Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Idan merupakan bagian yang terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(25)

3. Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

Namun di sisi lain Narkotika sering digunakan di luar kepentingan medis dan ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya akan menjadi suatu bahaya bagi si pemakai, yang pada akhirnya juga dapat menjadi pengaruh pada tatanan kehidupan sosial masyarakat, bangsa dan negara. Hampir setiap negara di dunia menyatakan perang terhadap penyalahgunaan narkotika, dan menganggapnya sebagai suatu kejahatan berat, terutama bagi penanaman bibit, memproduksi, meracik secara ilegal, dan parapengedar gelap. Masalah penyalahgunaan narkotika di Indonesia sekarang ini dirasakan gawat. Sebagai negara kepulauan yang mempunyai letak strategis, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, dan politik dalam dunia internasional, Indonesia telah ikut berpatisipasi menanggulangi kejahatan penyalahgunaan narkotika, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-undang ini merupakan undang-undang yang baru menggantikan undang-undang yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976. Pengganti undang-undang yang lama itu dirasa perlu karena seiring dengan bertambahnya waktu dirasakan tidak sesuai lagi dengan kemajuan teknologi dan perkembangan penyalahgunaan narkotika yang semakin meningkat dan bervariasi motif penyalahgunaan dan pelakunya, dilihat dari cara menanam, memproduksi, menjual, memasok dan mengkonsumsinya serta dari kalangan mana pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut, karena tidak sedikit yang

(26)

melakukannya adalah dari kalangan anak-anak dan remaja yang merupakan generasi penerus bangsa. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, setiap pelaku penyalahgunaan narkotika dapat dikenakan sanksi pidana, yang berarti penyalahguna narkotika dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana narkotika. Harus disadari bahwa masalah penyalahgunaan narkotika adalah suatu problema yang sangat komplek, oleh karena itu diperlukan upaya dan dukungan dari semua pihak agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, karena pelaksanaan undang-undang tersebut, semuanya sangat tergantung pada partisipasi semua pihak baik pemerintah, aparat keamanan, keluarga, lingkungan maupun guru di sekolah, sebab hal tersebut tidak dapat hilang dengan sendirinya meskipun telah dikeluarkan undang-undang yang disertai dengan sanksi yang keras. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, termasuk dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dan ilmu pengetahuan.Oleh karena itu agar penggunaan narkotika tidak disalahgunakan haruslah dilakukan pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama menurut undang-undang yang berlaku. Permasalahan narkotika dipandang sebagai hal yang gawat, dan bersifat internasional yang dilakukan dengan modus operandi dan teknologi yang canggih. M engimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat, serta bertentangan dengan peraturan

(27)

perundang-undangan yang berlaku adalah kejahatan dan merupakan bahaya yang sangat besar bagi kehidupan manusia dan masyarakat, bangsa dan negara serta Keutuhan Nasional Indonesia. Hal ini merupakan tindakan subversi yang merupakan rongrongan yang dilakukan oleh pelaku perbuatan pidana narkotika terhadap bangsa dan negaranya sendiri tanpa disadari, terutama generasi muda, akibatnya menjadi bangsa yang lemah baik fisik maupun psikisnya. Untuk itu dalam hukum Nasional Indonesia telah mengatur segala yang berhubungan dengan narkotika dalam suatu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang dapat dikenakan pidana beserta denda yang harus ditanggung oleh penyalahguna narkotika atau dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana narkotika. Masyarakat awam banyak yang mengira bahwa hukuman yang dijatuhkan pada pelaku perbuatan pidana narkotika itu sama. Padahal dalam undang-undang narkotika sendiri tidak membedakan pelaku perbuatan pidana narkotika beserta sanksi yang berbeda pula. Dalam penyalahgunaan narkotika, tidak hanya pemakai saja yang dapat dikenakan pidana, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana, baik pelaku yang menyuruh lakukan, yang turut serta melakukan dan penganjur maupun pembantu dapat disebut sebagai pelaku perbuatan pidana.

Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun berdasarkan asas lex specialis derogat lex generalis (undang-undang khusus lebih diutamakan daripada undang-undang yang bersifat umum)

(28)

namun tidak semua undang-undang yang bersifat umum tersebut tidak digunakan setelah ada undang-undang khusus yang mengaturnya, karena masih ada ketentuan-ketentuan yang belum diatur dalam undang-undang khusus, dan undang-undang yang bersifat umum mengatur mengenai ketentuan tersebut, seperti mengenai penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana, di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak mengaturnya, namun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengaturnya, maka Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat digunakan sebagai dasar ketentuan pidana dalam hal penyertaan dalam melakukan perbuatan pidana apapun juga termasuk masalah narkotika.

B. Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan “strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit” tersebut. Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “een gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strabaarfeit” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagaian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita

(29)

ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan ( P.A.F. Lamintang,1996:181).

Adami Chazawi (2002:69) dalam bukunya menyebutkan:

“Strafbaarfeit sendiri terdiri dari tiga kata yakni straf, baar dan feit, beberapa istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaarfeit, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh, sementara itu untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan”.

Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para sarjana, antara lain sebagai berikut:

Moeljatno (2000:54) mengatakan bahwa:

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sangsi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

Simons (Moeljatno, 2000 : 56) menerangkan bahwa:

Stafbaar feita dalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

Menurut Van Hattum (P.A.F. Lamintang, 1996:184) mengatakan bahwa:

Perkataan straafbaaritu berarti voor straaf inaanmerking komend atau straaf verdienend yang juga mempunyai arti sebagai ‘pantas untuk dihukum’, sehingga perkataan straafbaar feit seperti yang telah digunakan oleh pembuat undang-undang di dalamKUHP itu secara eliptis, harus diartikan sebagai suatu ‘tindakan’, oleh karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat dihukum, atau “feit terzakevan hetwelkeen persoon straafbaar is.

(30)

Jadi, menurut pendapat Van Hattum tersebut diatas, antara feitdan persoon yang melakukannya tidak dapat dipisahkan.Berbeda dengan pendapat Van Hattum dan Simons sebagamana terurai di atas, maka Pompe (Lamintang,1996:182) memberi pengertian straafbaar feit itu dari dua (2) segi, yaitu:

1. Dari segi teoritis, straafbaar feit itu dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib umum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu, demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.

2. Dari segi hukum positif, straafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain dari pada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.

Tresna (Adami Chazawi; 2002:72-73) menyatakan bahwa:

Walaupun sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga beliau menarik suatu definisi, yang menyatakan bahwa: Peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Zainal Abidin (2007:143) menguraikan, bahwa:

Ditinjau dari segi bahasa Indonesia, sesungguhnya istilah straafbaar feit secara harfiah dapat diterjemahkan dengan peristiwa pidana adalah keliru, karena bukan peristiwa yang dipidana, akan tetapi orang yang mewujudkan peristiwa yang dilarang atau dijatuhi sanksi.

(31)

Lebih lanjut Zainal Abidin (2007:231) menyatakan bahwa:

Pada hakekatnya, istilah yang paling tepat untuk digunakan ialah “delik” yang berasal dari bahasa latin delictum atau delicta, karena: a. Bersifat universal (umum), semua orang di dunia mengenalnya, b. Bersifat ekonomis karena singkat,

c. Tidak menimbulkan kejanggalan seperti pada peristiwa pidana, perbuatan pidana (bukan peristiwa dan perbuatan yang dipidana, akan tetapi pembuatnya),

d. Luas pengertiannya, sehinnga meliputi juga delik-delik yang diwujudkan oleh korporasi, orang mati, orang yang tidak dikenal menurut hukum pidana ekonomi indonesia.

Berdasarkan berbagai rumusan tentang tindak pidana tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melawan hukum yang mengakibatkan pembuatnya dapat dipidana.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Jika kita berusaha untuk menjabarkan sesuatu rumusan delik ke dalam unsu-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia ,dengan tindakan itu seseorang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Menurut ilmu pengetahuan hukum pidana, suatu tindakan itu dapat merupakan “eendoe“ atau “een niet doen“ atau dapat merupakan hal melakukan sesuatu ataupun hal tidak melakukan sesuatu, yang terakhir ini di dalam doktrin juga sering disebut sebagai “een nalaten“ yang juga berarti “hal mengalpakan sesuatu yang diwajibkan (oleh undang-undang)”.

Unsur-unsur tindak pidana dapat dibedakan setidak-tidaknya dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang teoritis dan sudut pandang undang-undang. Teoritis artinya berdasarkan pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya, sedangkan sudut pandang

(32)

undang-undang adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada. Adapun unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh Adami Chazawi (2002:82), unsur-unsur tersebut berasal dari rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUH Pidana, diantaranya terdapat 11 unsur tindak pidana, yakni:

1) Unsur tingkah laku; 2) Unsur melawan hukum; 3) Unsur kesalahan; 4) Unsur akibat konstitutif;

5) Unsur keadaan yang menyertai;

6) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana; 7) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana; 8) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana; 9) Unsur objek hukum tindak pidana;

10) Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana;

11) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

Adapun unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh beberapa teoritis diantaranya, menurut:

1) Menurut Moeljatno (Adami Chazawi,2002:79), unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan;

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);

(33)

2) Menurut R.Tresna (Adami Chazawi,2002:80), tindak pidana terdiri dari unsur-unsur yakni:

a. Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia)

b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c. Diadakan tindakan penghukuman.

3) Menurut Vos (Adami Chazawi,2002:80), dapat ditarik unsur unsur tindak pidana sebagai berikut:

a. Kelakuan manusia; b. Diancam dengan pidana;

c. Dalam peraturan perundang-undangan.

4) Menurut Jonkers (penganut paham monisme), (Adami Chazawi,2002:81) dapat dirinci unsur-unsur tindak pidana adalah:

a. Perbuatan (yang);

b. Melawan hukum (yang berhubungan dengan); c. Kesalahan (yang dilakukan oleh orang yang dapat); d. Dipertanggungjawabkan.

5) Menurut Schravendijk (Adami Chazawi,2002:81) dalam batasan yang dibuatnya secara panjang lebar itu, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Kelakuan (orang yang);

b. Bertentangan dengan keinsyafan hukum; c. Diancam dengan hukuman;

d. Dilakukan oleh orang (yang dapat); e. Dipersalahkan/kesalahan.

(34)

C. Narkotika

1. Pengertian Narkotika

Istilah narkotika bukan lagi istilah asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik dari media cetak maupun elektronik yang memberitakan tentang penggunaan narkotika dan bagaimana korban dari berbagai kalangan dan usia berjatuhan akibat penggunaannya.

AR. Sujono dan Bony Daniel, (2011:2) mengemukakan bahwakata narkotika pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani “Narkoun” yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Kemudian, Taufik Makarao (2003:16) mengemukakan bahwa “Narkotika adalah jenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh”.

Lebih lanjut UU No. 35 Tahun 2009 (AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011:63) menerangkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini (mengenai daftar golongan narkotika telah diuraikan dalam Bab I).

Merriam-Webster (AR. Sujono,dkk;2011:1) membuat defenisi sebagai berikut:

A drug (as opium or morphine) that in moderate doses dulls the senses, relieves pain, and induces profound sleep but in excessive doses causes stupor, coma, or convulsions;

(35)

(Sebuah obat (seperti opium atau morfin) yang dalam dosis tertentu dapat menumpulkan indra, mengurangi rasa sakit, dan mendorong tidur, tetapi dalam dosis berlebihan menyebabkan pingsan, koma, atau kejang;

A drug (as marijuana or LSD) subject to restriction similar to that of addictive narcotics whether physiologically addictive and narcotic or not;

Something that soothes, relives, or lulls (untuk menenangkan). Lebih lanjut (Hari Sasangka, 2003:33-34) menjelaskan bahwa: Defenisi lain dari Biro Bea dan Cukai Amerika Serikat, antara lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika ialah candu, ganja, cocaine, zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari benda-benda tersebut yakni morphine, heroin, codein, hashish, cocaine. Dan termasuk juga narkotika sintesis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang tergolong dalam Hallucinogen, Depressant dan Stimulant.

Dari kedua defenisi tersebut, M. Ridha Ma’ruf (Hari Sasangka, 2003:33-34) menyimpulkan:

a. Bahwa narkotika ada dua macam, yaitu narkotika alam dan narkotika sintesis. Yang termasuk narkotika alam ialah berbagai jenis candu, morphine, heroin, ganja, hashish, codein dan cocaine. Narkotika alam ini termasuk dalam pengertian sempit. Sedangkan narkotika sintesis adalah termasuk dalam pengertian narkotika secara luas. Narkotika sintesis yang termasuk di dalamnya zat-zat (obat) yang tergolong dalam tiga jenis obat yaitu: Hallucinogen, Depressant, dan stimulant.

b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral yang akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan. Berbahaya apabila disalahgunakan.

(36)

c. Bahwa narkotika dalam pengertian di sini adalah mencakup obat-obat bius dan obat-obat-obat-obat berbahaya atau narcotic and gerous drugs.

2. Penyalahgunaan Narkotika

Sampai saat sekarang ini secara aktual, penyebaran narkotika dan obat-obat terlarang mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkotika dan obat-obat terlarang, misalnya dari bandar/pengedar yang menjual di daerah sekolah, diskotik, dan tempat pelacuran. Tidak terhitung banyaknya upaya pemberantasan narkoba yang sudah dilakukan oleh pemerintah, namun masih susah untuk menghindarkan narkotika dan obat-obat terlarang dari kalangan remaja maupun dewasa. Menjadi bayangan yang telah terejawantahkan dalam bentuk yang mengerikan dimana anak-anak pada usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama sudah banyak yang menggunakan bahkan membantu mengedarkan atau memang mengedarkan atau menjual narkotika dan obat-obat terlarang.

Sebagaimana telah diuraikan bahwa sudah banyak dan terhitung upaya pemerintah untuk memberantas penggunaan narkotika dan obat obat terlarang, namun kasus-kasus tersangkut narkotika dan obat-obat terlarang terus saja bermunculan. Jawabannya sangat sederhana yaitu bahwa unsur penggerak atau motivator utama dari para pelaku kejahatan di bidang narkotika dan obat-obat terlarang ini adalah masalah keuntungan ekonomis. Bisnis narkotika dan obat-obat terlarang tumbuh menjadi salah satu bisnis yang paling favorit di dunia, sehingga tidak mengherankan

(37)

apabila penjualan narkotika dan obat-obat sama dengan pencucian uang dari bisnis narkotika dan obat-obat terlarang.

Begitu bahaya yang dapat ditimbulkan dalam penyalagunaan narkotika sehingga dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum dalam hal narkotika yaitu menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Larangan-larangan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 114 ayat (1) tersebut di atas menunjukkan bahwa undang-undang menentukan semua perbuatan dengan tanpa hak atau melawan hukum untuk menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I karena sangat membahayakan dan berpengaruh terhadap meningkatnya kriminalitas.Apabila perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang atau tanpa hak, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyalahgunaan narkotika atau merupakan suatu tindak pidana khusus yang dapat diancam dengan sanksi hukum yang berat.

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan diatas, maka dapat diketahui bahwa penyalahgunaan narkotika merupakan pemakaian narkotika (obat) secara berlebih dan bukan untuk pengobatan, sehingga

(38)

dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental, sikap dan tingkah laku dalam masyarakat.

3. Jenis dan Penggolongan Narkotika

Jenis-jenis narkotika yang perlu diketahui dalam kehidupan sehari-hari karena mempunyai dampak sebagaimana disebut di atas, terutama terhadap kaum remaja yang dapat menjadi sampah masyarakat bila terjerumus ke jurangnya, adalah sebagai berikut (Moh. Taufik Makarao, dkk ; 2003 : 21-27):

a. Candu atau disebut juga dengan opium.

Berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan yang dinamakan Papaver Somniferum, nama lain dari candu selain opium adalah madat. Bagian yang dapat dipergunakan dari tanaman ini adalah getahnya yang diambil dari buahnya. Narkotika jenis candu atau opium termasuk jenis depressants yang mempunyai pengaruh hypnoticsdan tranglizers. Depressants, yaitu merangsang sistem syaraf parasimpatis, dalam dunia kedokteran dipakai sebagai pembunuh rasa sakit yang kuat.

Candu ini terbagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu candu mentah dan candu matang. Untuk candu mentah dapat ditemukan dalam kulit buah, daun, dan bagian-bagian lainnya yang terbawa sewaktu pengumpulan getah yang kering pada kulit buah, bentuk candu mentah berupa adonan yang membeku seperti aspal lunak, berwarna coklat kehitam-hitaman sedikit lengket. Aroma candu mentah sedikit langau dan jika dicicipi akan menimbulkan rasa mati pada lidah. Seadangkan candu masak merupakan hasil olahan dari candu mentah.Ada dua macam masakan candu, yaitu Candu masakan dingin (cingko) dan Candu masakan hangat (jicingko).

(39)

b. Morphine

Adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang terdapat pada candu mentah, diperoleh dengan jalan mengolah secara kimia. Morphine termasuk jenis narkotika yang membahayakan dan memiliki daya eskalasi yang relatif cepat dimana seseorang pecandu untuk memperoleh rangsangan yang diingini selalu memerlukan penambahan dosis yang lambat laun membahayakan jiwa. Dalam penjualan di farmasi bahan Morphine dicampur dengan bahan lain, misalnya tepung gula, tepung kina, dan tablet APC yang dihaluskan. Menurut Pharmatologic Principles of Medical Practice oleh John C. Kranz dan Jeleff Carr bahwa sebagai obat Morphine berguna untuk hal berikut:

a. Menawarkan (menghilangkan) penderitaan sakit nyeri, hanyacukup dengan 10 gram.

b. Menolak penyakit mejan (diare).

c. Batuk kering yang tidak mempan codeine. d. Dipakai sebelum diadakan pembedahan.

e. Dipakai dalam pembedahan dimana banyak mengeluarkan darah. Karena tekanan darah berkurang.

f. Sebagai obat tidur bila rasa sakit menghalang-halangi kemampuan untuk tidur, bila obat bius yang lebih lembut tidak mampu membuat rasa kantuk (tidur).

Tetapi bila pemakaian Morphine disalahgunakan, maka akan selalu menimbulkan ketagihan bagi sipemakai. Dari penemuan para ahli farmasi

(40)

hasil bersama antara Morphine dan opium/candu menghasilkan codeine, efek codeine lebih lemah dibandingkan heroin.

c. Heroin

Berasal dari tumbuhan papaver somniferum. Seperti telah disinggung diatas bahwa tanaman ini juga menghasilkan codein, morphine, dan opium. Heroin disebut juga dengan sebutan putau, zat ini sangat berbahaya bila dikonsumsi kelebihan dosis, bisa matiseketika.

d. Cocaine

Berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut erythroxylon coca. Untuk memperoleh Cocaineyaitu dengan memetik daun coca, laludikeringkan dan diolah di pabrik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Serbuk cocaine berwarna putih, rasanya pahit danlama-lama serbuk tadi menjadi basah.

e. Ganja

Berasal dari bunga dan daun-daun sejenis tumbuhan rumput bernama cannabis sativa. Sebutan lain dari ganja yaitu mariyuana, sejenis dengan mariyuana adalah hashis yang dibuat dari damar tumbuhan cannabis sativa. Efek dari hashis lebih kuat dari pada ganja. Ganja terbagi atas dua jenis, yakni:

a. Ganja jenis jantan, dimana jenis seperti ini kurang bermanfaat,yang diambil hanya seratnya saja untuk pembuatan tali.

b. Ganja jenis betina, jenis ini dapat berbunga dan berbuah, biasanya digunakan untuk pembuatan rokok ganja.

(41)

f. Narkotika sintesis atau buatan

Adalah sejenis narkotika yang dihasilkan dengan melalui proses kimia secara Farmakologi yang sering disebut dengan istilah Napza, yaitu kependekan dari Narkotika Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.Napza tergolong zat psikoaktif, yaitu zat yang terutama berpengaruh pada otak sehingga menimbulkan perubahan pada perilaku, perasaan, pikiran, persepsi, dan kesadaran. Narkotika sintesis ini terbagi menjadi 3 (tiga) bagian sesuai menurut reaksi terhadap pemakainya.

1) Depressants

Depressants atau depresif, yaitu mempunyai efek mengurangi kegiatan dari susunan syaraf pusat, sehingga dipakai untuk menenangkan syaraf seseorang atau mempermudah orang untuk tidur. Yang dimaksud zat adiktif dalam golongan depressants adalah Sedative/Hinotika (obat penghilang rasa sakit), Tranguilizers (obat penenang), Mandrax, Ativan, Valium 5, Metalium, Rohypnol, Nitrazepam, Megadon, dan lain-lain. Pemakai obat ini menjadi delirium, bicara tak jelas, ilusi yang salah, tak mampu mengambil keputusan yang cepat dan tepat. 2) Stimulants

Yaitu merangsang sistem saraf simpatis dan berefek kebalikan dengan depressant, yaitu menyebabkan peningkatan kesiagaan, frekwensi denyut jantung bertambah/berdebar, merasa lebih tahan bekerja, merasa gembira, suka tidur, dan tidak merasalapar. Obat-obat yang tergolong stimulants adalah

(42)

Amfetamine/ectacy, Menth-Amphetamine/shabu-sabu, Kafein, Kokaian, Khat, Nikotin. Obat- obat ini khusus digunakan dalam waktu singkat guna mengurangi nafsu makan, mempercepat metabolisme tubuh, menaikkan tekanan darah, memperkeras denyut jantung, serta menstimulir bagian-bagian syaraf dari otak yang mengatur semangat dan kewaspadaan.

3) Hallucinogens/halusinasi

Zat semacam halusinasi dapat menimbulkan perasaan-perasaan yang tidak nyata yang kemudian meningkat pada halusinasi halusinasi atau khayalan karena opersepsi yang salah, artinya sipemakai tidak dapat membedakan apakah itu nyata atau hanya ilusi saja. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah L. S. D (Lysergic Acid Diethylamide), P. C. D (Phencilidine), D. M. T. (Demithyltrytamine), D. O. M. (illicitFormsofSTP), PsilacibeMushrooms, Peyote Cavtus, buttons dan GroundButtons.

4) Obat adiktif lain

Yaitu minuman yang mengandung alcohol, seperti beer, wine, whisky, vodka, dan lain-lain. Minuman local, seperti suguer, tuak, dan lain-lain. Pecandu alcohol cendrung mengalami kurang gisi karena alcohol menghalangi penyerapan sari makanan seperti glukosa, asam amino, asam folat, cacium, magnesium, dan vitamin B12. Keracunan alcohol akan menimbulkan gejalah muka merah, bicara cadel, sempoyongan waktu berjalan karena

(43)

gangguan keseimbangan dan koordinasi motorik, dan akibatyang paling fatal adalah kelainan fungsi susunan syaraf pusat seperti neuropati yang dapat mengakibatkan koma.

Jenis-jenis narkotika sebagaimana dijelaskan didalam Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

digolongkan menjadi :

a. Narkotika Golongan I : narkotika yang paling berbahaya dengan daya adiktif yang sangat tinggi. Karenanya tidak diperbolehkan pengguanaannya untuk terapai pengobatan, kecuali penelitian dan pengembangan pengetahuan.

b. Narkotika Golongan II : narkotika yang memiliki daya adiktifkuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Meskipun demikian penggunaan narkotika golongan II untukterapi dan pengobatan menjadi pilihan terakhir jika tidak adapilihan lain. c. Narkotika Golongan III : adalah jenis narkotika yang memilikidaya

adiktif atau potensi ketergantungan ringan dan dapatdipergunakan secara luas untuk terapi atau pengobatan danpenelitian.

Zat atau obat yang dikategorikan sebagai narkotika dalam UUNo. 35 tahun 2009 tentang Narkotika digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain sebagai berikut (AR. Sujono dan Bony Daniel ; 2011: 49) :

a. Narkotika Golongan I (narkotika yang hanya dapat digunakan untuktujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakandalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi

(44)

mengakibatkan ketergantungan), yang menurut lampiran UU No. 35 Tahun 2009 terdiri dari:

1) Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. 2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh

dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.

3) Opium masak terdiri dari :

a) candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.

b) jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

5) Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylondari keluarga Erythroxylaceae yang

(45)

menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

6) Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daunkoka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

7) Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.

8) Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.

b. Narkotika Golongan II (narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan), yang menurut lampiran UU No.35 Tahun 2009 terdiri dari:

c. Narkotika Golongan III (narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan

4. Jenis-Jenis Tindak Pidana Narkotika

Adapun jenis-jenis tindak pidana narkotika yang diterangkan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai baerikut :

(46)

Pasal 111

1) Setiap orang yang tanpa melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dipidana denda maksimum Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 112

1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan Ibukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliarrupiah).

2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1/3 “(sepertiga).

Pasal 113

1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana

(47)

dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114

1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika GolonganI, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilo gram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 115

1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengankut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga).

(48)

Pasal 116

1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lainmati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dipidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga).

Pasal 117

1) Setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (seper tiga). Pasal 118

1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20( dua

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu dari lokasi tersebut telah berdiri diatasnya sebuah usaha SPBU Nomor Seri 54.684-34 yang memiliki 4 (empat) dispenser dengan pendapatan bruto migas rata-rata setiap

Dengan demikian, hasil analisis data kuantitatif yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan tarif pajak efektif kini setelah amnesti pajak mencerminkan bahwa

Dalam pengujian nilai signifikansi dari hipotesis ini adalah 0.268 dan nilai ini berada pada area Ho tidak ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa independensi dewan komisaris

Dasar filosofisnya entah karena bangsa ini sudah tidak memiliki karakter lagi, atau dunia pendidikan telah melupakan tujuan utamanya pembentukan karakter, atau

maapun masyarakat agar terciptanya toleransi sosial sesama manusia.Bagi guru, hendaknya lebih dapat memperhatikan perilaku toleransi sosial siswanya dengan memberikan

digunakan dalam penelitian ini adalah Purpossive Sampling, dengan pengukuran langsung kadar debu terbang PM 10 di masing-masing titik pengukuran di jalan Demang Lebar Daun

Subjek dapat memenuhi indikator mengenal berbagai konsep dan menginterpresentasikan konsep dengan cara menuliskan arti dari simbol dan menerapkan sesuai sifat-sifat

Sub-sub judul dalam buku ini antara lain, Kota Raya di Tepian Brantas (membahas tentang sejarah Kerajaan Majapahit dan lahirnya Kota Mojokerto), Batik