• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa,artinya martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya. konsep kekayaan terhadap karya-karya intelektual.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. bangsa,artinya martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya. konsep kekayaan terhadap karya-karya intelektual."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang luar biasa, karena memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam. Keberagaman dan kekhasan budaya dari setiap suku bangsa merupakan aset yang tidak terhitung jumlahnya. Warisan budaya peninggalan nenek moyang merupakan bagian dari keberagaman dan kekhasan yang dimiliki setiap suku bangsa di Indonesia. Warisan budaya merupakan jati diri suatu bangsa,artinya martabat suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya.

Hak atas kekayaan intelektual (HKI) merupakan hak atas kekayaan yang timbul dan lahir dari kemampuan intelektual manusia. Kemampuan intelektual manusia dihasilkan oleh manusia melalui daya, rasa, dan karsanya diwujudkan dengan karya-karya intelektual. Karya-karya intelektual juga dilahirkan menjadi bernilai apalagi dengan manfaat ekonomi yang melekat sehingga akan menumbuhkan konsep kekayaan terhadap karya-karya intelektual.1

Hak kekayaan intelektual itu adalah hak kebendaan, hak atas sesuatu yang bersumber dari kerja otak, hasil kerja rasio. Hasil dari pekerjaan rasio manusia yang menalar. Hasil kerjanya berupa benda immaterial, Benda tidak berwujud.2

1

Suyud Margono, Komentar Atas Undang-Undang Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain

Letak Sirkuit Terpadu, CV.Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001, halaman 4

2 Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights),PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, halaman 9

(2)

HKI merupakan bagian penting dari suatu Negara untuk menjamin keunggulan industri dan perdagangan,hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi suatu negaranya yang banyak tergantung pada aspek perdagangan.3

Hak Cipta merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual memberikan Perlindungan Hukum dalam bidang Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Sastra. Hak Cipta di Indonesia telah dikenal sejak zaman penjajahan belanda dengan sebutan Auteurswet 1912. Peraturan ini terus diberlakukan menurut Undang-Undang dasar 1945 sambil menunggu peraturan Perundangan Indonesia diberlakukan.4

Kemunculan Undang-Undang Hak Cipta ini pun dari hari kehari kian dianggap penting. Negara Republik Indonesia sebagai anggota masyarakat Internasional secara resmi telah mengesahkan keikutsertaannya dan menerima persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Estabilishing

The World trade Organization).5 Dengan demikian Indonesia terikat untuk melaksanakan persetujuan tersebut. Salah satu persetujuan dibawah pengelolaan

World Trade Organization (WTO) ialah Agreement Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods (Persetujuan

mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual, termasuk perdagangan barang palsu) yang disingkat dengan TRIPs.6 Pemerintah

3Muhammad Djumhana dan R.Djubakdillah,Hak Intelektual Sejarah Teori dan Praktiknya di Indonesia,Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, halaman 10

4Heri, Sosialisasi HAKI dan penegakannya Menuju Bisnis Beretika, Aggregator Batik News, Yogyakarta, 2007, halaman 1

5

Asian Law Group, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung, Alumni, 2004, halaman 3

(3)

menyadari bahwa implementasi sistem Hak Kekayaan Intelektual merupakan tugas besar maka dengan itu untuk melaksanakan persetujuan Trade Related Aspects Of

Intellectual Property Rights tersebut sekaligus membangun sistem hukum nasional di

bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Indonesia telah membuat peraturan perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yaitu Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Lalu disadari karena kekayaan seni dan budaya serta untuk pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat maka dengan itu dibentuklah undang-undang hak cipta yang baru sebagaimana telah di rubah menjadi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014.

Hak Cipta merupakan hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.7

Memahami konsepsi Hak Cipta, tidak hanya dapat mengandalkan pada pengenalan norma-norma hukum dan pranata tertulis. Sebagai substansi yang relatif baru bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Undang-Undang Hak Cipta hanyalah merupakan instrument hukum yang memuat norma pengaturan, larangan, tuntunan bagi kehidupan masyarakat.8 Dalam hal peraturan perundangan yang memberikan perlindungan atas hak milik perindustrian, pengakuan hak diberikan atas hak milik

7Ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 8Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, halaman 18

(4)

perindustrian yang diperoleh seseorang atau pihak dalam masyarakat dan pemerintah melalui karya yang dilakukan secara berhak dan wajar tanpa merugikan pihak lain.9 Salah satu kendala di Indonesia memberikan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah dari masyarakatnya itu sendiri masih menganggap HKI merupakan

public right yang mempunyai fungsi sosial. Karena masih banyak masyarakat tidak

keberatan apabila produknya ditiru oleh pihak lain. Masyarakat lokal memahami pengetahuan tradisional sebagai warisan budaya yang menjadi milik bersama.10

Indonesia sebagai salah satu negara yang terdiri dari berbagai macam suku dan sangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, Indonesia tentunya memiliki kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional. Tidak seperti kepemilikan HKI pada umumnya yang bersifat privat, maka kepemilikan Traditional Knowledge masyarakat bersifat kolektif dan komunal. Hal penting yang harus diperhatikan bahwa setiap generasi harus menjaga dan menyimpan Traditional Knowledge tersebut dengan hati-hati secara turun temurun. Karena sifatnya tersebut, maka Traditional Knowledge belum memiliki perlindungan berupa kepemilikan berdasarkan sistem hukum. Maksudnya bahwa perlindungan bagi Traditional Knowledge belum memiliki sistem perlindungan hukum yang tepat.

9

Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta Kedudukan dan Peranannya Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, halaman 131

10Hak Cipta Motif Songket Melayu,www.waspadaonline.com, diakses pada tanggal 22 April 2016, pukul 20.45 Wib

(5)

Kebudayaan Indonesia merupakan satu kondisi majemuk karena ia bermodalkan berbagai kebudayaan lingkungan wilayah yang berkembang menurut tuntutan sejarah-sejarahnya sendiri-sendiri. Pengalaman serta kemampuan wilayah-wilayah itu memberikan jawaban terhadap masing-masing tantangan itulah yang memberikan bentuk dari kebudayaan itu, juga proses sosialisasi yang kemudian dikembangkan dalam kerangka masing-masing kultur itu memberi warna kepada kepribadian yang muncul dari lingkungan wilayah budaya itu.11

Kebudayaan itu bersifat superorganik, artinya kebudayaan itu diwariskan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan akan hidup terus menerus meskipun anggota masyarakatnya silih berganti. Jadi kebudayaan itu merupakan semua hasil karya, rasa dan cita masyarakat.12

Budaya yang hidup Indonesia salah satunya berupa karya ekspresi budaya tradisional atau yang biasa disebut dengan folklore. Karya folklore atau ekspresi budaya tradisional ini adalah kekayaan intelektual dalam bidang seni yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang merupakan sumber daya bersama dikembangkan dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu dan organisasi sosial tertentu.13

Menurut Tengku H.Muhammad Lah Husni (1986), yang dimaksud dengan suku melayu itu adalah golongan bangsa yang menyatukan dirinya dengan perbauran

11Edwin Frymaruwah, Peranan Industri Songket dalam Melestarikan Kebudayaan, www.akuntanesia.com, diakses pada tanggal 22 April 2016, pukul 21.50 Wib

12 Ibid

13Andrieansjah Soeparman, Hak Desain Industri Berdasarkan Penilaian Kebaruan Desain Industri, Alumni, Bandung, 2013, halaman 3

(6)

ikatan perkawinan antar suku bangsa serta memakai adat resam bahasa melayu secara sadar dan berkelanjutan. Selain itu pengertian melayu juga dapat disimpulkan dalam tiga bidang yaitu: (a). Dalam arti luas merupakan rumpun ras melayu yang meliputi daerah Indonesia, Malaysia, Filipina, malagasi, muang thai ,dan sebagian dari pulau teduh lain-lain. (b). Dalam arti pertengahan bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu suku bangsa, berhimpun dalam suatu kesatuan daerah berperintahan sendiri meliputi bekas Nederlands-Indie dahulu. (c). Dalam arti sempit suku bangsa melayu khusus yang berdiam di dataran rendah sumatera timur dan daerah pantai lainnya yang dinamakan juga melayu pesisir.14

Suku-Suku melayu di Sumatera Timur berdiam di Provinsi sumatera utara bagian timur. Daerahnya menjulur dari dataran dari pantai kebarat hingga sampai ke berbukit-bukit,mulai dari kabupaten aceh timur, langkat, deli, serdang, batubara, asahan,dan sampai ke labuhan batu. Sedangkan yang disebut denga orang melayu pesisir sumatera timur adalah turunan dari campuran antara orang melayu sumatera utara tadi dengan suku bangsa pendatang dari Arab, India, Johor, Melaka, portugis, dan berbagi etnik seperti suku Aceh, Karo, Mandailing, Jawa, Bugis, Minangkabau dan lain-lain yang merasa dan mengamalkan adat resam melayu serta beragama islam,serta memakai bahasa melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni 1986:34).15 Adapun daerah-daerah kebudayaan melayu di Sumatera Timur atau pesisir timur Sumatera Utara, berdasarkan pemerintahan kabupaten dan kota di

14

Eva Gusmala Yanti, Lagu-Lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur: kajian struktur teks dan melodi, Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, 2011, halaman 61

(7)

sumatera utara pada masa kini mencakup: Kabupaten Langkat, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Batubara, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, dan Kota Tanjung Balai. Sedangkan berdasarkan sejarah kesultanan-kesultanan yang berada di sumatera timur adalah: (a). Kesultanan Deli, (b) Kesultanan Serdang, (c) Kesultanan Langkat, (d) Kesultanan Asahan, (e) Kesultanan Panai, (f) Kesultanan Kualuh, (g) Kesultanan Kota Pinang, (h) Kesultanan Merbau. Ditambah empat kedatuan di Batubara yang memiliki kekuasaan otonomi pada masa pemerintahannya.16

Di dalam kebudayaan melayu terutama sumatera timur sangat dikenal kerajinan pembuatan Tenun Songket. Yang digunakan hingga sampai saat ini. Tenun songket merupakan ekspresi budaya dan pengetahuan tradisional yang bersifat turun temurun, yang masih berkembang sampai dengan saat ini. Kain tenunan melayu di zaman dahulu kala mendapat bahan pewarna dari yang bisa diperoleh dari alam sekelilingnya dan kemudian diolah secara sederhana, seperti halnya dengan tumbuh-tumbuhan seperti kulit atau kayu,kunyit dan lain-lain. Kemudian berkembang setelah ada perdagangan import dari Negara dan bangsa lain. Pengetahuan Tradisional diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat atau suku bangsa tertentu yang bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan.17 Pengetahuan tradisional sendiri terbagi atas dua yaitu yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati,antara

16

Ibid, halaman 64

17Agus Sardjono, Hak kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional, PT.Alumni, Bandung, halaman 1

(8)

lain adalah traditional medicine, traditional agriculture practices. Yang Kedua adalah berkaitan dengan kesenian dan Sastra, Seperti tari-tarian, kerajinan tangan dan lain sebagainya.18 Perlindungan atas pengetahuan tradisional sangat penting bagi seluruh komunitas masyarakat di semua Negara di dunia, khususnya bagi Negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Sejak zaman prasejarah, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal teknik menenun. Hal ini, diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman

neolitik yang didalamnya terdapat kain tenun kasar beberapa temuan fragmen kain

tenun lainnya.19Songket memberikan nilai tersendiri yang dapat menunjukan kebesaran bagi orang-orang yang mengenakan dan membuatnya. Rangkain benang yang tersusun dan teranyam rapi dengan pola simetris, menunjukkan bahwa kain songket dibuat dengan keterampilan masyarakat yang lebih dari sekedar memahami cara untuk membuat kain, akan tetapi keahlian dan ketelitian yang telah mendarah daging. Lestarinya kain songket mutlak karena adanya proses pembelajaran antar generasi. Songket tidak hanya selembar kain benda pakai, namun Songket adalah simbol budaya yang telah merasuk dalam kehidupan, tradisi, sistem nilai, dan sosial masyarakatnya.20Tenun Songket sebagai salah satu Artefak budaya Indonesia, karena keberadaannya merupakan jatidiri bangsa Indonesia yang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia. Salah Satunya adalah Pulau Sumatera. Di pulau Sumatera,

18Hak Kekayaan Intelektual Dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional di Indonesia, Sendhy Nugraha.blogspot.co.id,diakses pada tanggal 24 Mei 2016 pukul 16.00 wib

19

Kain Songket, Asal mula, Jenis dan Maknanya, www.wacananusantara.org, Diakses pada tanggal 22 April 2016 pukul 22.00 WIB

(9)

khususnya Sumatera Utara tenun songket melayu langkat merupakan khazanah dalam Budaya Melayu Sumatera Timur.

Salah satu daerah yang mempunyai tenun songket adalah kabupaten Batubara, songket Batubara hidup terus menuruti perkembangan zaman, karena songket sangat fungsional dalam kebudayaan Melayu di kawasan ini. Mengenai songket di Batubara, berasaskan sumber tertulis yang bertajuk Mission to the East Coast of Sumatera

1823, yang ditulis Anderson, diperkirakan sudah ada pada tahun tersebut. Anderson

adalah seorang utusan Inggris mengunjungi Sumatera Timur, termasuk Batubara. Ia mencatat semua kegiatannya selama berkunjung di kawasan ini, mulai 30 Desember 1822 sampai 5 April 1823.21

Batubara sendiri merupakan pusat industri songket di Sumatera Utara. Songket selalu menjadi bahagian penting dalam upacara-upacara adat Melayu seperti: nikah kawin, khitanan, menyambut tetamu, menghantar dan menyambut jamaah haji, dan lainlainnya.Selain itu, songket juga digunakan oleh etnik-etnik seperti Karo, Batak Toba, Simalungun,Mandailing, Minangkabau, Jawa dan lainnya yng ada di Sumatera Utara.22Motif-motif yang digunakan oleh para penenun songket Batubara, adalah masih meneruskan motif tradisi Melayu yang ada. motif-motif yang digunakan adalah: (A) Motif dasar, terdiri dari empat jenis, yaitu: (a) pucuk betikam, (b) pucuk

perak, (c) pucuk pandan, dan (d) pucuk caul. (B) Motif tambahan, terdiri dari

berbagai jenis motif seperti: gigi hiu, siku keluang, pucuk parang, tampuk manggis, 21

Fadlin Muhammad Djafar, Songket Melayu Batubara: Eksistensi Dan Fungsi Sosiobudaya, Akademi Pengajian Melayu UM, Departemen Etnomusikologi USU, Medan, halaman 9

(10)

cempaka, bunga tabur, gigi ikan hiu, tolab bermukim (gabungan dari berbagai motif

bunga), dan lain-lain.

Tanjung Pura Langkat merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Negeri Langkat. Di era pemerintahan Indonesia kota Tanjung Pura menjadi salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Kesultanan Langkat merupakan kerajaan Melayu yang dulu memerintah di wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara sekarang ini. Kesultanan ini masih berada dibawah Kesultanan Aceh Sultan Iskandar Muda.

Songket Melayu Langkat Tanjung Pura memiliki jenis motif, diantaranya yang sering ditampilkan adalah tepak sirih, lebah begantung, itik menyelam, dan

karang-karang. Selain dari wilayah melayu batubara dan langkat wilayah melayu

serdang sebagai bagian dari wilayah melayu sumatera timur juga memiliki warisan budaya tradisional yaitu tenun songket tersendiri serta memiliki motif-motif yang berbeda-beda dengan wilayah melayu Batu Bara dan Langkat. Namun ada pula motif-motif yang sama atau menyerupai dengan wilayah Batu Bara dan Langkat. Motif-motif songket melayu serdang yang dikenal diantaranya adalah sulur kangkung,

pucuk rebung, dan bunga cengkeh.

Dewasa ini perkembangan industri tenun songket semakin berkembang pesat,banyak para designer baik dari dalam dan luar negeri melirik tenun songket menciptakan karya mereka dengan bahan dasar kain tenun. Namun seiring perkembangan Teknologi motif-motif tenun songket kini tak lagi diproduksi secara tradisional, melainkan di cetak melalui mesin pencetak atau di print. Hal ini

(11)

dikarenakan pembuatan songket dapat dibuat hingga berbulan-bulan dengan harga yang cukup mahal. Berbeda halnya apabila di cetak melalui mesin pencetak, harganya jauh lebih murah. Hal inilah pada akhirnya dapat meninggalkan pengrajin tenun songket tradisional.

Pemerintah daerah sebagai representasi Negara dalam perlindungan dan pengaturan Warisan budaya Tradisional dapat mencegah adanya monopoli dan komersialisasi yang dapat merusak nilai kebudayaan tersebut. Sebab dalam permasalahan ini pemerintah, serta masyarakat memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama melindungi serta melestarikan budaya daerahnya, Mendasarkan pada uraian tersebut di atas, kiranya dapat dipahami bahwa masalah dalam perlindungan karya cipta motif songket tradisional adalah belum adanya sistem perlindungan yang tepat untuk melindungi karya cipta songket tradisional dan pengrajin yang menghasilkan karya-karyanya yang dapat tergolong dalam cipta pribadi. Motif Songket tradisional adalah bagian dari budaya tradisional suku melayu bangsa Indonesia. Maka motif songket lebih tepat digolongkan bukan sebagai karya cipta biasa, namun sebagai bentuk dari Ekspresi Budaya Tradisional. Menurut Edy Sedyawati, secara umum pengertian Ekspresi Budaya Tradisional atau apa yang disebut dengan istilah folklore adalah segala bentuk ungkapan budaya yang bersifat ekspresif yaitu khususnya ungkapan seni di mana yang penciptanya anonim dan ditransmisikan secara lisan.

Indonesia sebagai Negara yang memiliki kemajemukan dari berbagai suku, agama, dan budaya. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa yang harus

(12)

terus dilestarikan dan dijaga serta dikembangkan. Apabila kekayaan tersebut dikelola sungguh-sungguh maka tidak mustahil membawa kesejahteraan bagi masyarakat lokalnya. Peran Pemerintah daerah, Masyarakat, Swasta dan para pemangku kepentingan diharapakan mampu untuk melestarikan, memanfaatkan serta mengembangkan Songket sehingga membumi di Indonesia sebagai mana membuminya Batik. Pemerintah juga harus dapat segera mengeluarkan berbagai kebijakan tentang pengetahuan tradisional, sehingga dapat melindungi semua pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh bangsa yang besar ini.

Menurut Rebecca Clements “kekayaan budaya sudah seharusnya di lindungi oleh Negara asal dari kekayaan budaya tersebut. Dalam Hukum Internasional hal itu telah diakui”23

Faktor hukum memainkan peran yang penting agar pemanfaatan warisan budaya ini tidak disalah gunakan oleh pihak-pihak asing yang tidak berwenang. Hukum memandang warisan budaya dari sisi hak, dalam arti siapa yang berhak. Oleh karena itu, hukum juga memandang warisan budaya dari aspek perlindungannya, bagaimana memberikan perlindungan hukum yang tepat dan benar, serta dapat dipahami oleh anggota masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan Uraian diatas, maka Penelitian ini bermaksud meneliti lebih dalam tentang perlindungan hak cipta motif Tenun Songket di wilayah Sumatera Timur. Dengan Judul “Perlindungan Hukum Atas Hak Cipta Motif Songket Sebagai

(13)

Ekspresi Budaya Tradisional Di Wilayah Melayu Sumatera Timur (Studi Di Wilayah Batubara, Serdang dan Langkat).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan hukum atas motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta? 2. Bagaimana Implementasi perlindungan hak cipta atas motif songket di wilayah

Batubara, Deli Serdang, dan Langkat?

3. Bagaimana upaya pemerintah daerah dalam melindungi motif songket sebagai kekayaan intelektual tradisional?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang hendak di capai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui Bagaimana pengaturan hukum atas motif songket sebagai

ekspresi budaya tradisional dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta.

2. Untuk mengetahui Bagaimana implementasi perlindungan hak cipta atas motif songket di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat.

3. Untuk mengetahui Bagaimana upaya pemerintah daerah Batubara Deli Serdang dan Langkat dalam melakukan perlindungan hak cipta motif songket sebagai kekayaan intelektual tradisional.

(14)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran, baik secara praktis maupun teoritis. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan para praktisi hukum dalam memahami Aspek hukum Perlindungan hak kekayaan intelektual motif songket di wilayah sumatera timur yaitu Batubara, Serdang, dan Langkat. Selain itu penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan kepada pengrajin Tenun Songket, yang berada di wilayah tersebut.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum hak kekayaan intelektual pada khususnya yaitu dalam Aspek Hukum perlindungan motif tenun songket di wilayah sumatera timur sebagai bagian dari pengetahuan tradisional.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan, baik di Kepustakaan Penulisan Karya Ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan ditemukan beberapa hasil penulisan yang menyangkut dengan permasalahan dan pembahasan diantaranya:

- Tesis dengan judul: “Tinjauan Hukum Atas Perlindungan Hak Cipta Atas Motif Ulos Batak Toba (penelitian kerajinan ulos di kabupaten Samosir, Nim :

(15)

06701070, oleh RITA SELVIA, Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara (USU).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.24 Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.25

Konsep teori menurut M. Solly Lubis ialah : “Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti.26

Teori Ini sendiri adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling berhubungan dengan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atas suatu gejala.

Adapun teori menurut Maria S.W.Sumardjono adalah:

“Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut”.27

24Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta, INDHLL CO, 1990, halaman 67

25 J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M.Hisman.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, halaman 203

26

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, halaman 80 27Maria S. W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, halaman 12

(16)

Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.28 Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M. Winfield dan Bias, menyatakan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagian yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.29

Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.30 Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.31

Menurut teori konvensional, Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).32 Menurut Satjipto Raharjo,”Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara

28W.Friedman, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, halaman 2. 29

Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, halaman 79.

30Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodolgi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta, INDHLL CO, 1990, halaman 67

31

J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M.Hisman.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, halaman 203

32Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT. Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002, halaman 85.

(17)

terukur, dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak di setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.33

Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.34

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.35

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:36

a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk 33

Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, Bandung, 2000. halaman 53.

34 Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2004, halaman 3.

35

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, halaman 14.

(18)

mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan sutu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif, Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

World Iintellectual Property Organization (WIPO) mendefinisikan pengetahuan tradisional sebagai pengetahuan yang berbasis pada tradisi. 37 Antara lain seperti pengetahuan di bidang karya sastra, karya artistik atau ilmiah, pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain, merek, nama dan simbol, informasi yang tidak diungkapkan dan semu inovasi dan kreasi berbasis pada tradisi yang disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang industri, ilmiah, kesusastraan dan artistik. Sedangkan pengetahuan yang berbasis tradisi menurut Achmad Zein Umar Purba, adalah pengetahuan yang dibangun oleh sekelompok orang, yang digunakan secara turun temurun, dan berkaitan langsung dengan lingkungan atau alam, yang dikembangkan secara non sistematis dan terus menerus.38

Konsep “tradisi” yang diberikan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) yang hanya terbatas pada proses (turun temurun) ini oleh Agus

Sardjono di dalam bukunya “Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional” dianggap sebagai ganjalan di dalam memberikan perlindungan hukum terhadap

37Ibid. halaman 36. 38Ibid. halaman 40

(19)

pengetahuan tradisional. Menurutnya konsep “tradisi” pada dasarnya tidak hanya terbatas pada proses (turun temurun), tetapi juga mencakup adat istiadat yang terlepas dari nilai atau pandangan hidup (philosophical background) masyarakat yang bersangkutan.39 Istilah tradisional dalam pengetahuan tradisional tidak selalu diasosiasikan dengan sesuatu yang kuno, Pengetahuan tradisional sebenarnya dapat merupakan sesuatu yang dinamis, yang dihasilkan oleh sekelompok masyarakat tertentu yang mencerminkan budaya mereka. Pengetahuan tradisional dikembangkan, dipertahankan, dan diteruskan secara turun temurun antar generasi dalam masyarakat tersebut, dan kadangkala diturunkan melalui tata cara adat tertentu yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tersebut. Banyak komunitas masyarakat yang menganggap pengetahuan tradisional sebagai bentuk identitas budaya (cultural

identity) mereka sehingga inilah yang membuat pengetahuan tradisional bersifat

“tradisional”.40

Di dalam Article 8 (j) Convention on Biological Diversity (CBD) 1992, dikatakan bahwa pengetahuan tradisional itu meliputi pengetahuan, inovasi, dan praktik-praktik masyarakat lokal yang mencakup tata cara hidup tradisional yang relevan dengan pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan dari pada keanekaragaman hayati.41Pengetahuan tradisional menurut Convention on Biological Diversity (CBD) dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu pertama, dalam kaitannya dengan

39Ibid 40

Dwi Rezki Sri Astarini, HKI dalam kaitannya dengan perlindungan traditional knowledge, Floklore dan Genetic Resources, http://astarini.multiply.com/jurnal/item/1, diakses tanggal 17 Agustus 2016 pukul 22.15 WIB

(20)

perlindungan traditional knowledge, Floklore dan Genetic Resources, pengetahuan tradisional yang terkait dengan keanekaragaman hayati, misalnya obat tradisional. Kedua, pengetahuan yang terkait dengan seni (folklore).42

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah konsepsi yang mengatur tentang penghargaan atas karya orang lain, untuk pengembangan invensi, kreasi, desain dan lain-lain bentuk karya intelektual. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bersifat privat, namun hanya akan bermakna jika diwujudkan dalam bentuk produk di pasaran, digunakan dalam siklus permintaaan dan penawaran, oleh karena itu memainkan suatu peranan dalam bidang ekonomi.

Teori yang dipergunakan untuk mengkaji permasalahan dalam tesis ini adalah teori Perlindungan Hukum. Alasan menggunakan teori perlindungan hukum adalah Tenun Songket sebagai bagian dari ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional yang bersifat tradisi perlu mendapat perhatian khusus yaitu Perlindungan hukum dari Pemerintah, baik dari Pemerintah pusat maupun daerah,dalam hal ini di wilayah Batubara, Deli Serdang dan Langkat.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.43

42

A. Zen Umar Purba, Peta Mutakhir Hak Kekayaan Intelektual Indonesia; (http://www. d gip.

Go.id/ebhtml/hki/filecontent.php?fid=5764). diakses tanggal 17 Agustus 2016.

(21)

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu hal yang dirasa penting dalam hukum.

Suatu Konsep atau suatu kerangka Konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil kadang-kadang dirasakan masih juga bersifat abstrak. Sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian.44

Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.45

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan beberapa konsep dalam rangka menyamakan persepsi yaitu, adalah:

a. Pengetahuan Tradisional adalah pengetahuan yang dimiliki atau dikuasai dan digunakan oleh suatu komunitas, masyarakat atau suku bangsa tertentu yang

44

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, halaman 133

45 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, halaman 21

(22)

bersifat turun temurun dan terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan.46

b. Hak Cipta adalah suatu hak khusus yang dimiliki oleh pencipta atas sesuatu karya di bidang ilmu, seni dan sastra yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang yang melanggar hak tersebut sesuai ketentuan Undang-Undang.47 c. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang

secara sendiri atau bersama-sama melahirkan suatu ciptaan yang bersifat khasdan pribadi.48

d. Ciptaan adalah setiap Hasil Karya cipta di bidang ilmu penegetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pemikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.49

e. Songket adalah sebutan untuk kain tenun yang dibuat dengan teknik menambah benang pakan sebagai hiasan, yaitu dengan menyisipkan benang emas, perak atau warna diatas benang lungsin. Istilah songket berasal dari bahasa melayu yang berarti menyungkit.50

G. Metode Penelitian

Pada penelitian hukum ini bidang ilmu hukum dijadikan sebagai landasan ilmu pengetahuan induk. Penelitian hukum atau suatu kegiatan ilmiah didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

46Agus Sardjono, Op Cit, halaman 1

47Sophar Maru Hutagalung, Op cit, halaman 16 48

Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 49

Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

50 Tenun Songket Indonesia, www.Tenun Songket Indonesia.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 13 Mei 2016, pukul 01.51 Wib

(23)

satu atau segala hukum dengan jalan menganalisanya.51 Metodelogi yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berdasarkan suatu sistem dan konsisten berarti tidak bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.52

1. Spesifikasi Penelitian

Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Menurut Peter Mahmud Marzuki,53 bahwa penelitian hukum normatif adalah ”suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi”. Mukti Fajar dan Yulianto Acmad, 54 penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang mencakup, penelitian terhadap identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum”. Alasan peneliti menggunakan penelitian hukum normatif untuk menjawab permasalahan dalam peneltian tesis ini, karena untuk mengetahui pengaturan hukum atas motif songket sebagai ekspresi budaya tradisional. Argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan juga menggunakan penelitian hukum empiris untuk mengidentifikasi implementasi Undang-Undang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah dalam hal ini objek penelitianya adalah perlindungan hukum atas hak cipta dari motif songket sebagai

51 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, halaman 42

52Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, halaman 10

53

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Kencana, Jakarta, 2010, halaman 35

54 Mukti Fajar dan Yulianto Achnmad. Dualisme Penelitian Hukum. Normatif dan Empiris. Pustaka Pelajar, Jakarta, 2010, halaman 153

(24)

ekspresi budaya tradisional di wilayah melayu sumatera timur studi pada Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat. Selain itu juga penyelesaian masalahnya akan lebih rinci mengetahui dan mengerti serta disamping menganalisis peraturan yang ada juga berhadapan dengan kenyataan dan secara langsung berhubungan dengan responden.

2. Sumber Data Penelitian

Sebagaimana jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis empiris, dan didukung dengan melakukan penelitian yuridis normatif. Maka sumber bahan hukum dan jenis data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Sumber Bahan Hukum dalam Penelitian Normatif

Bahan Hukum Primer Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad ”bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, yaitu hasil dari tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwewenang untuk itu”.55

1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer ialah salah satu sumber hukum yang penting bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif. Bahan hukum primer meliputi bahan hukum yang memmpunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian. Bahan hukum yang difokuskan oleh peneliti adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

(25)

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan dan memperkuat bahan hukum primer, Bahan hukum sekunder dapat berupa:

a) Buku-buku Hukum; b) Jurnal-jurnal Hukum;

c) Karya Tulis Hukum atau Pandangan Ahli Hukum yang termuat dalam media masa;

d) Internet.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedi, kamus bahasa, artikel, sumber data elektronik dari internet dan lain-lain yang relevan dengan penelitian ini.

b. Sumber Bahan Hukum dalam Penelitian Empiris

Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancara. Pencatatan sumber data utama melalui pengamatan atau observasi dan wawancara merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya yang dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh informasi yang diperlukan, yang diperoleh secara langsung dari responden yaitu terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat Serta para Pengrajin Tenun Songket di Wilayah-Wilayah tersebut.

(26)

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian Kepustakaan

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian sosiolegal research secara tekstual dengan mengumpulkan dan mempelajari serta menganalisa bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual, dan Pengetahuan Tradisional.

b. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana bekerjanya hukum dalam suatu masyarakat, untuk melihat bagaimana ssuatu masyarakat memiliki kapasitas untuk menciptakan hukumnya sendiri, yang dirasa lebih dekat dengan rasa keadilan dan budaya hukumnya.56 Pengumpulan data dilapangan dilakukan secara langsung melalui wawancara dengan instansi terkait yaitu Dinas Perindusrian dan Perdagangan maupun para pengrajin songket di daerah Kabupaten Batubara, Deli Serdang dan Langkat.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data dengan pendekatan kualitatif, yaitu analisis data kombinasi antara data primer dan data sekunder. Hasil analisis data dari data primer dan data sekunder ini kemudian akan ditarik menjadi kesimpulan akhir untuk penelitian ini dengan menggunakan metode

56 Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, halaman 193

(27)

pendekatan deduktif, yaitu dari hal-hal yang bersifat umum ke yang bersifat khusus sehingga dapat disajikan dalam bentuk deskriptif.57

5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan Studi perbandingan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batubara, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Langkat dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Deli Serdang, serta pengrajin songket di desa Padang Genting Kecamatan Talawi, pengrajin songket di desa penara kecamatan Tanjung Morawa, dan pengrajin songket di Desa Pekubuan Kecamatan Tanjung Pura.

57Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta, 1986, halaman 1

Referensi

Dokumen terkait

Kontruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual yaitu setahap demi setahap atau sedikit demi sedikit dan.. hasilnya diperluas melalui konteks yang

Setelah mengetahui bentuk layanan, jumlah koleksi, data statistik pengunjung, bentuk promosi Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Kulon Progo, maka penulis ingin

9 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 4891.. يزوتلا غ ةلملجا بُ رصانعلا ليدبت ناكمإ وى عيزوتلا نم ضرغلا

Pada dasarnya, ujar Eriyanto dalam bukunya analisis framing, framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara

Tahap kedua dalam pengolahan data, setelah data DSM dan DTM memiliki luasan piksel yang sama, dilakukan Slope Based Filtering untuk menyaring fitur non-ground di aplikasi SAGA

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknis analisis uji t pada analisis skor keterampilan berpikir kritis dan teknis analisis uji Mann Whitney pada

Hasil belajar yang telah dilakukan pada materi pengertian, prosedur, macam-macam penempatan alat, dan perhitungan pengukuran beda tinggi pada kelas X-DPIB 2

Dari hasil penelitian terhadap 140 responden menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan kesehatan berdasarkan dimensi tangible di Puskesmas Daerah