• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PBB - PAJAK BUMI DAN BANGUNAN - DI KABUPATEN KUTAI BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PBB - PAJAK BUMI DAN BANGUNAN - DI KABUPATEN KUTAI BARAT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

http://www.karyailmiah.polnes.ac.id

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PBB - PAJAK

BUMI DAN BANGUNAN - DI KABUPATEN KUTAI BARAT

Makmur

(Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda)

Abstrak

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu penerimaan pemerintah pusat yang sebagian besar hasilnya (90%) diserahkan kembali kepada daerah yang memungutnya, PBB dikenakan pada 5 sektor yaitu pedesaan, perkotaan, perkebunan, kehutanan dan pertambangan

Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh serta mengetahui faktor yang dominan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Kutai Barat Tahun 2000-2007.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Variabel terikat yang digunakan adalah penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kutai Barat dan variabel bebas yang digunakan adalah jumlah wajib pajak sektor perkotaan (X1), jumlah wajib pajak sektor pedesaan (X2) .

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara simultan atau bersama-sama antara variabel bebas (jumlah wajib pajak sektor perkotaan dan jumlah wajib pajak sektor pedesaan) berpengaruh terhadap penerimaan PBB di Kabupaten Kutai Barat dengan nilai Fhitung sebesar 21,478 dengan tingkat signifikansi 0,004 (0,4%) atau lebih kecil dari 5%. Hasil penelitian secara parsial ternyata hanya jumlah wajib pajak sektor perkotaan saja sebagai variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PBB dengan nilai thitung sebesar 3,013 dan tingkat signifikansi sebesar 0,03 atau 3 persen. Koefisien determinan (R2) sebesar 0, 896 berarti variasi variabel bebas (jumlah wajib pajak sektor perkotaan dan jumlah wajib pajak sektor pedesaan) menjelaskan variasi variabel terikat (penerimaan PBB) sebesar 89,6% sedangkan 10,4% dijelaskan oleh variabel yang lain

Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, maka perlu terus diupayakan intensifikasi dan ekstensifikasi sehingga penerimaan PBB di masa yang akan datang penerimaannya terus meningkat

Kata Kunci :Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan, jumlah wajib pajak sektor perkotaan, Jumlah

wajib pajak sektor pedesaan, Kabupaten Kutai Barat.

PENDAHULUAN

Salah satu aspek penting pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk mewujudkan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan manajemen keuangan daerah yang

mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.

Selanjutnya ciri utama yang menunjukkan daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan

(2)

penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan yang terbesar, yang didukung oleh kebijaksanaan Perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai pra syarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara ( Koswara, 2000: 5 ).

Selanjutnya Sumodiningrat (1997: 44) mengungkapkan bahwa makin meningkatnya fasilitas dan mutu pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat akan memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam

melaksanakan kegiatan ekonominya dan

meningkatkan kesadaran masyarakat membayar

pajak dan retribusi. Dengan pelimpahan

kewenangan dan pembiayaan aktivitas

pemerintahan dan pembangunan dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah dalam

pelaksanaan otonomi daerah yang tentunya juga membawa konsekuensi lebih besar di daerah serta ruang lingkup pelayanan yang lebih luas tentu membutuhkan tingkat pelayanan dan pembiayaan yang lebih banyak dengan kualitas yang memadai, efisien dan efektif. Namun kewenangan tersebut dapat dijalankan dengan baik apabila didukung oleh kesiapan sumber daya manusia yang

berkualitas, kelembagaan yang efektif dan

pendanaan yang memadai serta sarana dan prasarana yang dimiliki.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

merupakan salah satu penerimaan pemerintah pusat yang sebagian besar hasilnya (90%)

diserahkan kembali kepada daerah yang

memungutnya. Peranan PBB bagi pemerintah daerah menjadi semakin bertambah penting sejak diberlakukannya Undang-undang otonomi daerah baik Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah maupun Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah sebagai akibat diserahkannya sebagian tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, Pemerintah pusat menyerahkan kembali bagiannya

kepada daerah, sehingga di luar biaya

pemungutan, pemda akan menerima sepenuhnya hasil PBB.

Kabupaten Kutai Barat yang merupakan daerah baru (wilayah pemekaran pada tahun 1999 berdasarkan UU No. 47 tahun 1999) pembiayaan pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di daerah Kabupaten Kutai Barat perlu diciptakan berbagai upaya yang maksimal terhadap penggalian sumber-sumber penerimaan dan pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh daerah. Salah satu strategi untuk peningkatan penerimaan

Bangunan (PBB).

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Kutai Barat.

b. Untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Kutai Barat.

DASAR TEORI Keuangan Negara

Menurut Rahardjo (2006: 30) bahwa:

“Keuangan negara merupakan ilmu yang

membicarakan mengenai peranan pemerintah dalam perekonomian serta dampak kebijaksanaan pemerintah bidang fiskal (kebijakan fiskal) terhadap perekonomian. Keuangan negara secara umum membahas tentang aktivitas pemerintah terutama yang menyangkut anggaran APBN”.

Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan dalam cara berpikir tentang subjeknya.

Keuangan Negara menurut

Mangkoesoebroto (2000: 78) adalah:

“Ilmu yang menjelaskan mengenai peranan pemerintah dalam perekonomian serta dampak kebijaksanaan pemerintah bidang fiskal terhadap perekonomian”.

Hal itu menunjukkan bahwa keuangan negara merupakan keseluruhan kekayaan negara, termasuk di dalamnya segala bagian harta milik kekayaan itu dan segala hak dan kewajibannya yang timbul karenanya baik kekayaan itu berada dalam penguasaan pejabat-pejabat dan atau lembaga-lembaga yang termasuk pemerintahan

umum maupun dalam penguasaan dan

pengurusan bank-bank pemerintah atau yayasan-yayasan pemerintah

Penerimaan Pemerintah

Pemerintah dalam menjalankan roda

pemerintahan memerlukan

pembiayaan-pembiayaan agar setiap program yang dijalankan

dapat berjalan dengan baik. Kegiatan

pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah dari waktu ke waktu semakin meningkat baik dalam masyarakat kapitalis maupun masyarakat sosialis.

Sebagai konsekuensinya, maka diperlukan

penerimaan pemerintah, hal ini dilakukan agar

pengeluaran-pengeluaran pemerintah dapat

terpenuhi.

Penerimaan pemerintah atau penerimaan negara menurut Suparmoko (2000: 93) diartikan

(3)

http://www.karyailmiah.polnes.ac.id

sebagai penerimaan pemerintah dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi:

a. Pajak, yaitu pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa balas jasa secara langsung dapat ditunjuk.

b. Retribusi, yaitu suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah di mana kita dapat melihat adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut.

c. Keuntungan dari perusahaan-perusahaan

negara merupakan penerimaan-penerimaan pemerintah dari hasil penjualan (harga) barang-barang yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan negara.

d. Denda-denda dan perampasan yang dilakukan pemerintah.

e. Sumbangan masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan pemerintah. Sumbangan tersebut berasal dari penerimaan pembayaran biaya-biaya perizinan (lisensi), tol atau pungutan sumbangan pada jalan raya tertentu.

f. Percetakan uang kertas, yaitu karena sifat dan

fungsinya, maka pemerintah memiliki

kekuasaan yang tidak dimiliki oleh per individu

dalam masyarakat. Pemerintah memiliki

kekuasaan untuk mencetak uang kertas sendiri atau memerintah kepada bank sentral guna memberikan pinjaman kepada pemerintah tanpa suatu deking. Apabila pencetakan tersebut dijalankan dengan kurang hati-hati, maka akibatnya akan kurang baik yaitu cenderung untuk menimbulkan inflasi. Inflasi mempunyai pengaruh seperti halnya pajak. Oleh karena itu sering kali inflasi disebut sebagai pajak tidak kentara, karena konsumen dengan jumlah uang yang sama akan memperoleh barang dan jasa yang semakin sedikit berhubung dengan turunnya nilai uang. g. Hasil dari undian negara di mana pemerintah

akan mendapatkan dana yaitu perbedaan antara jumlah penerimaan dari lembaran surat undian yang dapat dijual dengan semua

pengeluarannya termasuk hadiah yang

diberikan kepada pemenang undian tersebut. h. Pinjaman, yaitu pendapatan yang berasal dari

luar negeri maupun dari dalam negeri. Pada umumnya negara-negara sedang berkembang mengandalkan pembiayaan pembangunannya sebagian besar dari pinjaman.

i. Hadiah, yaitu sumber dana jenis ini dapat terjadi seperti pemerintah pusat memberikan hadiah kepada pemerintah daerah atau dari swasta kepada pemerintah dan dapat pula terjadi dari pemerintah suatu negara kepada pemerintah negara lain. Penerimaan negara sumber ini sifatnya adalah volunter tanpa balas jasa baik langsung maupun tidak langsung.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan kelanjutan dan penggantian nama dari Ipeda (Iuran

Pembangunan Daerah) yang ditetapkan

berdasarkan Undang-undang Nomor 12

Tahun1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang di rubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak ini dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan. Tanah yang mempunyai arti ekonomis, politis dan sosial menyebabkan orang mempunyai kecenderungan untuk memilikinya, sedangkan bangunan mempunyai arti khusus yang

unik terutama lokasinya yang tetap,

pemanfaatannya jangka panjang, mempunyai aspek kenyamanan dan strata sosial serta aksesnya pada fasilitas umum yang disediakan. Untuk meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan individu melalui kebebasan dalam berkonsumsi dan

menabung, salah satu bentuknya adalah

memperoleh kepuasan yang maksimal melalui kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan/atau bangunan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 yang wajib membayar pajak bumi dan bangunan adalah setiap orang atau badan yang secara sah mempunyai hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas

bangunan. Penerimaan PBB merupakan

penjumlahan dari PBB yang dibayarkan oleh seluruh wajib pajak dalam kurun waktu tertentu (setahun). Besarnya PBB yang harus dibayar ditentukan oleh tiga faktor yaitu Tarif Pajak, Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

a. Tarif pajak ditentukan sebesar 0,5 %.

b. NJOP bumi (tanah) dan bangunan dapat ditentukan dengan pendekatan sebagai berikut: 1) pendekatan perbandingan harga dengan obyek lain, yaitu penentuan NJOP dengan cara membandingkan harga obyek pajak lain yang sejenis dan letaknya berdekatan serta telah diketahui harga jualnya;

2) pendekatan nilai perolehan baru, yaitu penentuan NJOP dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi obyek tersebut;

3) pendekatan nilai jual pengganti, yaitu penentuan nilai jual suatu obyek pajak yang berdasarkan hasil produksi obyek pajak tersebut.

c. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) adalah sebesar 20% dari Nilai Jual Obyek Pajak.

(4)

Bangunan Tidak Kena Pajak untuk setiap wajib pajak sebesar Rp 8.000.000,00 Artinya, bagi setiap wajib pajak yang nilai bangunannya sama atau kurang dari Rp 8.000.000,00 tidak dikenakan pajak atas bangunannya.

Rumus baku penentuan besarnya pokok ketetapan PBB adalah :

PBB = 0,5% x 20% x (NJOP – NJOPTKP)

(Soemitro, et. al, 2001: 23)

Dengan asumsi bahwa tarif pajak (0,5%) dan nilai jual kena pajak (20%) adalah konstan dan NJOPTKP adalah tertentu (Rp8.000.000,-), maka penerimaan PBB merupakan fungsi dari NJOP. Secara matematis fungsi penerimaan PBB dapat ditulis sebagai berikut :

PBB = f (NJOP) (Anonim, 1994) Definisi Nilai, Harga dan Biaya Pajak

Orang pada umumnya atau awam sering tidak dapat membedakan pengertian atau definisi atau perbedaan antara nilai dan harga, bahkan sering orang menganggap bahwa harga adalah nilai dan nilai adalah harga. Pengertian semacam ini telah meluas terdapat di kalangan awam atau masyarakat bahkan para pejabat pemerintahan atau para peniaga.

Dalam ilmu penilaian diketahui bahwa tidak semua benda atau barang mempunyai nilai yang sama meskipun barangnya sama berada pada waktu tertentu di suatu tempat/ruang tertentu, untuk orang atau badan tertentu. Perlu dicatat bahwa sesuatu benda/properti baru mempunyai nilai, apabila memiliki beberapa ciri-ciri yang sangat menentukan, yaitu :

1. Kegunaan (utility), suatu kemampuan untuk

membangkitkan keinginan untuk memiliki

properti dimaksud karena diharapkan dapat memberikan keuntungan/bermanfaat.

2. Kelangkaan ( scarcity ), jumlah atau persediaan yang terbatas.

3. Permintaan (demand), adanya kebutuhan akan sesuatu benda/harta/properti.

4. Dapat dialihkan (transferbility), hak

penguasaannya dapat dipindahtangankan

kepada subjek lain.

5. Dapat dinyatakan dalam bentuk sejumlah uang atau dibandingkan dengan barang berharga lainnya yang sepadan .

Dalam pengertian di atas terdapat istilah memiliki, yang dalam arti sehari-hari biasanya adalah hak penguasaan atas suatu benda / barang, namun dalam hal ini pengertiannya adalah tidak

semata-mata selalu berarti pemilikan atau

penguasaan secara fisik, tetapi dapat juga berarti pemilikan hak atas benda yang tak berwujud dan

Pengertian manfaat atau daya guna adalah orang atau badan yang menguasai atau mengelola akan mendapat keuntungan atau pertambahan nilai ekonomis atau pulangan ( return ) atau hasil dari harta tersebut.

Kemudian pengertian dapat

dipindahtangankan , artinya bahwa sesuatu benda yang untuk sementara berada dalam penguasaan hak seseorang, dan kemudian pada suatu saat ada pihak lain atau orang lain yang mempunyai minat atau keinginan untuk memiliki/menguasai benda tersebut, maka apabila ada kesepakatan tertentu atau antara kedua belah pihak setuju, maka

benda/barang tadi dapat dialihkan hak

penguasaannya.

Di samping itu pengertian dalam jumlah terbatas , artinya bahwa untuk memperoleh atau

memiliki benda/barang tersebut harus ada

pengorbanan atau imbalan tertentu atau pengganti dalam sejumlah uang/harga dan daya tertentu.

Nilai mempunyai beberapa definisi dan pengertian yang tergantung pada tujuan dan penggunaan nilai, dan harus selalu dibedakan terhadap biaya (cost), dan harga (price). Secara umum nilai dapat diartikan sebagai suatu perkiraan atau penghargaan terhadap sesuatu barang/benda atau objek. Dalam penilaian terhadap suatu harta tetap atau properti, nilai selalu dinyatakan dalam satuan uang atau monetary unit, yang dapat dihitung dengan sejumlah uang yang ditetapkan dalam sebuah harga atau dihargai (worth) sama dengan harta tetap atau barang yang dimiliki oleh seseorang yang dinilai tersebut, dengan harapan dapat memberikan keuntungan dalam jumlah tertentu.

Kerangka Konseptual Penelitian

Berdasarkan dasar teori yang telah

dikemukakan bahwa untuk dapat menjadi daerah yang mandiri maka diperlukan kreativitas daerah untuk dapat menggali potensi yang dimiliki salah satunya melalui pajak bumi dan bangunan. Pajak

bumi dan bangunan memberikan kontribusi

terhadap penerimaan daerah sehingga perlu diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak bumi dan bangunan ini.

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan

penelitian maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

(5)

http://www.karyailmiah.polnes.ac.id

Hipotesis

Berdasarkan penelitian terdahulu, dasar teori dan kerangka konsep penelitian maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Di duga faktor jumlah wajib pajak sektor perkotaan dan jumlah wajib pajak sektor pedesaan secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan Pajak bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Kutai Barat.

2. Di duga jumlah wajib pajak sektor perkotaan berpengaruh dominan terhadap penerimaan Pajak bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Kutai Barat.

Definisi Operasional Variabel

Guna menghindari terjadinya kesalah pahaman pengertian dan penafsiran konsep yang digunakan dalam analisis dan pembahasan, beberapa batasan dan pengertian dasar/konsep operasional dan variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah penerimaan pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Kutai Barat dengan satuan rupiah (Rp).

2. Jumlah wajib pajak sektor perkotaan adalah penduduk yang memiliki nomor pokok wajib pajak khususnya pajak bumi dan bangunan yang berdomisili di perkotaan di Kabupaten Kutai Barat dengan satuan orang (org).

3. Jumlah wajib pajak sektor pedesaan adalah penduduk yang memiliki nomor pokok wajib pajak khususnya pajak bumi dan bangunan yang berdomisili di pedesaan di Kabupaten Kutai Barat dengan satuan orang (org).

Jangkauan Penelitian

Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerimaan PBB di Kabupaten Kutai Barat tahun 2000-2007. Variabel terikat pada penelitian ini adalah penerimaan PBB sedangkan variabel bebasnya adalah jumlah wajib pajak sektor perkotaan dan jumlah wajib pajak sektor pedesaan.

Model dan Alat Analisis

Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda dengan variabel bebas jumlah wajib pajak sektor perkotaan, dan jumlah wajib pajak sektor pedesaan sedangkan variabel terikat adalah penerimaan PBB. Penelitian ini untuk mengetahui jumlah wajib pajak sektor perkotaan, dan jumlah wajib pajak sektor pedesaan terhadap

penerimaan PBB ini secara umum dapat

digambarkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

e

...

X

X

X

b

1 1 2 2 3 3 0

b

b

b

Y

(Soegiyono, 2006) Di mana: Y = Variabel terikat 0

b

= konstanta 3 2 1

,

b

,

b

b

= Koefisien Regresi 3 , 2 , 1

X

= Variabel bebas e = Error/Disturbance

Kemudian dikembangkan menjadi

e

X

X

b

Y

b

0

1 1

b

2 2

Di mana:

Y = Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan

X1 = Jumlah wajib pajak sektor perkotaan X2 = Jumlah wajib pajak sektor pedesaan

0

b

= Konstanta 2 1

, b

b

= Koefisien Regresi e = Error/Disturbance HASIL PENELITIAN

Jika dihubungkan dengan hasil analisa penerimaan PBB di Kabupaten Kutai Barat pada periode 2000-2007 di mana hanya jumlah wajib pajak sektor perkotaan yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PBB. Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat terkosentrasi pada daerah perkotaan dan demikian pula pusat pelayanan pajak serta petugas pemungut pajak juga banyak di daerah perkotaan. Hal ini mengakibatkan wajib pajak pada sektor perkotaan lebih terjangkau sehingga jumlah penerimaan pajak pada sektor perkotaan memberikan hasil yang signifikan terhadap total penerimaan pajak di Kabupaten Kutai Barat. Selain itu tingkat pemahaman masyarakat mengenai pajak lebih baik disebabkan pendidikan masyarakat perkotaan relatif lebih baik. Tingkat pendapatan masyarakat perkotaan lebih tinggi sehingga mampu untuk membayar pajak.

(6)

terhadap penerimaan PBB. Jumlah wajib pajak sektor pedesaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan PBB, hal ini disebabkan oleh: 1) faktor geografis, daerah-daerah di Kabupaten Kutai Barat secara geografis sulit terjangkau disebabkan oleh kondisi alam dan infrastruktur yang belum tersedia untuk dapat menjangkau daerah-daerah tersebut dengan murah sehingga potensi PBB di sektor perdesaan belum dapat tergali secara optimal; 2) faktor kinerja petugas pemungut pajak, petugas pemungut pajak belum bekerja secara optimal hal ini dapat terlihat bahwa masih banyak wajib pajak baik sektor perkotaan maupun sektor perdesaan yang tidak tertagih; 3) Kesejahteraan masyarakat secara umum berdasarkan konsep makro diukur dengan pendapatan per kapita. Berdasarkan analisis yang dikemukakan rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di Kabupaten Kutai Barat sebesar Rp 8.830.703,- hal ini menunjukkan pendapatan masyarakat per bulan rata-rata sebesar Rp 735.892,- (Rp 8.830.703 / 12 bulan) dengan infrastruktur yang relatif masih terbatas sehingga akses ekonomi juga terbatas. Dalam perhitungan, pendapatan per kapita merupakan bagi hasil dari jumlah produk Domestik Bruto (PDRB) terhadap jumlah penduduk. Hal ini belum

mencerminkan pendapatan per kapita

sesungguhnya atau secara riil. Artinya meski

pendapatan per kapita meningkat namun

kesejahteraan masyarakat masih rendah. Sehingga berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam membayar pajak; 4) Selain itu dari sisi faktor sosial, pemahaman masyarakat mengenai pajak masih terbatas disebabkan tingkat pendidikan yang

masih kurang. Hal ini berakibat terhadap

penerimaan PBB di Kabupaten Kutai Barat.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara simultan atau bersama-sama antara variabel bebas (jumlah wajib pajak sektor perkotaan dan jumlah wajib pajak sektor

pedesaan) yang berpengaruh terhadap

penerimaan PBB di Kabupaten Kutai Barat . Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung sebesar 21,478 dengan tingkat signifikansi 0,004 (0,4%) atau lebih kecil dari 5%, berarti secara simultan terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis

pertama diterima.

2. Dari hasil penelitian secara parsial ternyata hanya jumlah wajib pajak sektor perkotaan

Berdasarkan hasil regresi dengan

menggunakan uji t atau secara parsial hanya jumlah wajib pajak sektor perkotaan yang berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PBB di Kabupaten Kutai Barat, hal ini menunjukkan bahwa hanya jumlah wajib pajak sektor perkotaan yang berpengaruh dominan terhadap penerimaan PBB di Kabupaten Kutai Barat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

hipotesis kedua diterima.

3. Koefisien determinan (R2) = 0,896 berarti variasi variabel bebas (jumlah wajib pajak sektor perkotaan dan jumlah wajib pajak

sektor pedesaan) menjelaskan variasi

variabel terikat (penerimaan PBB) sebesar 89,6% sedangkan 10,4% dijelaskan oleh variabel yang lain.

Saran

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan maka dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan peningkatan sosialisasi dan

penyuluhan tentang pengisian SPOP,

klasifikasi, tarif, NJOP dan NJOPTKP

terutama kepada masyarakat pedesaan.

2. Untuk lebih meningkatkan penerimaan PBB

sektor perdesaan dan perkotaan perlu dilakukan pendataan terus menerus tentang subyek pajak dan obyek pajak yang akurat dengan koordinasi pihak pemerintah daerah dan Kantor Pelayanan PBB serta instansi yang terkait. Penentuan target penerimaan PBB tersebut sebaiknya berdasarkan dengan

potensi dan mengadakan penyesuaian

potensi setiap tahunnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Yoseph.,1996, “Potensi PBB Sektor

Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Kapuas Hulu”, Tesis S-2, PPS–UGM,

Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

Anonim. 1990. Kepmenkeu 748/KMK.04/1990.

Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan Bagi Investasi Di Wilayah Tertentu.

Jakarta.

---. 2000. UU 34 Tahun 2000. Tentang Pajak

dan Restribusi Daerah. Jakarta.

---. 2005. UU 33 Tahun 2004. Departemen Keuangan RI

Davey, K.J., 1988, Pembiayaan Pemerintahan

Daerah : Praktek-praktek Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga, UI-Press,

(7)

http://www.karyailmiah.polnes.ac.id

Devas, N., Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey, and Roy Kelly, 1989, Keuangan

Pemerintah Daerah di Indonesia

(terjemahan oleh Masri Maris), UI-Press, Jakarta.

Dicken, Peter. 1992. Global Shift: The

Internationalization of Economic Activity, 2nd Ed. London. Paul Chapman Publishing Ltd.

Fadliah, Nurul. 2004. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan di Kota Samarinda, Tesis Pascasarjana Unhas, Makasar, Tidak Dipublikasikan. Kaho, Riwu, Yosep, 1988, Prospek Otonomi

Daerah di Negara Republik Indonesia,

Fisipol UGM, Yogyakarta.

Mangkoesoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik. BPFE. Yogyakarta.

Mardiasmo. 1999. Perpajakan. Edisi ke-3. Andi. Yogyakarta

Mardiasmo., 2000, “Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah untuk Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah 2001”,

Makalah Seminar, MEP-UGM, Yogyakarta.

Musgrave,R,A, and Musgrave, P.B.1989. Public

Finance in Theory and Practice. Fifth

Edition. Mc. Graw-Hill International Edition, Singapore.

Rahmany, 2009. Penilaian Harta Tanah, Keuangan Spesialisasi PBB, Malang

Sadono Sukirno, 1994. Pengantar Teori

Makroekonomi. Edisi – 2. Jakarta. PT

RajaGrafindo Persada.

Sadono Sukirno, 1999. Makroekonomi Modern. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.

Setiaji, Bambang. 2004. Panduan Riset dengan

Pendekatan Kuantitatif. Surakarta: Program Pascasarjana UMS.

Supianti. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perkotaan di Kabupaten Kutai Timur, Tesis Pascasarjana Unmul,

Samarinda, Tidak Dipublikasikan.

Soediyono, R, 1992, Ekonomi Makro: Pengantar

Analisis Pendapatan Nasional, Cetakan ke

II, Liberty, Yogyakarta.

Soegiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Kesembilan. Alfabet. Bandung. Soemohamidjojo. 1979.Seri Perpajakan PBB, Sinar

Grafika .Jakarta.

Soemitro, Rochmad, 1979, “Dasar-dasar Hukum

Pajak dan Pajak Pendapatan”, Cetakan IX,

Eresco, Jakarta.

---,1977, “Dasar-dasar Hukum

Pajak dan Pajak Pendapatan”, Cetakan VII,

Eresco, Jakarta.

Soeparmoko, M. 2002. Keuangan Negara Dalam

Teori dan Praktek. Edisi ke-4 BPFE.

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan instrumen diawali dengan kegiatan peneliti melakukan studi pendahulan untuk mengetahui hambatan belajar siswa pada konsep sifat-sifat bangun datar segi

Penggunaan bahan pewarna sintetik pada makanan walaupun meskipun memiliki dampak yang baik bagi produsen dan konsumen, seperti penampakan makanan menjadi lebih

[r]

Dari model tersebut dapat dijelaskan bahwa pasien dengan pengobatan kategori I mempunyai risiko 4,2 kali lebih tinggi untuk berhasil dalam pengobatan

Anda juga dapat menggunakan tombol daya untuk mengaktifkan atau menonaktifkan mode tidur atau hibernasi pada PC Notebook.. Jika PC Notebook tidak merespons, tekan terus tombol daya

Indera penglihatan benih gabus lebih peka pada perlakuan D dan E dimana pada perlakuan tersebut periode gelap cukup lama, hal tersebut ditunjukkan dengan tingkah laku ikan yang

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: alasan diajukannya gugatan para penggugat berkeinginan untuk mengambil kembali harta peninggalan orang tua mereka yang diperoleh dari

Pada hari ini, Kamis tanggal Dua Puluh bulan Juli tahun Dua Ribu Tujuh Belas, kami Kelompok Kerja (POKJA) Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan