• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR- SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI LAMPUNG (PERIODE ) OLEH : BENI HARISMAN H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN IDENTIFIKASI SEKTOR- SEKTOR UNGGULAN DI PROVINSI LAMPUNG (PERIODE ) OLEH : BENI HARISMAN H"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH : BENI HARISMAN

H14103028

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

(2)

Oleh

BENI HARISMAN H14103028

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Oleh

BENI HARISMAN H14103028

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Beni Harisman

Nomor Registrasi Pokok : H14103028

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor-sektor Unggulan di Provinsi Lampung (Periode 1993-2003)

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Muhammad Findi A, S.E., M.Si. Dr. Ir. D.S. Priyarsono NIP. IPB 030 507 NIP. 131 578 814

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :

(5)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2007

Beni Harisman H14103028

(6)

Wonosobo, sebuah kota kecil yang ada di Provinsi Lampung. Penulis anak keempat dari lima bersaudara, yang lahir dari pasangan Syahri dan Pauziah. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 1 Sukaraja dan lulus pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Wonosobo dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Al-kautsar Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi HMI Komisariat FEM.

(7)

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Analisis Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor-sektor Unggulan di Provinsi Lampung (Periode 1993-2003) dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi bantuan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Muhammad Findi A, S.E., M.Si. dan Dr. Ir. D.S. Priyarsono selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan mulai dari pembuatan proposal sampai dengan akhir penyusunan skripsi sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

2. Bapak, Ibu, Udo, Uwo, Kakak, Yeni dan keluarga tercinta yang selalu memberi dorongan, semangat serta doanya selama ini.

3. Maisya Natassyari atas kasih dan sayangnya.

4. Junaedi, Yusuf, Rizal, Bery, Angga dan keluarga besar Regency. 5. Teman-teman Departemen Ilmu Ekonomi angkatan 40.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun penulis berharap bahwa karya ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2007

Beni Harisman H14103028

(8)

Unggula n di Provinsi Lampung (Periode 1993-2003) (dibimbing oleh Muhammad Findi A dan D.S. Priyarsono)

Pembangunan ekonomi pada umumnya diikuti dengan pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer (pertanian dan pertambangan) ke sektor sekunder (industri pengo lahan, konstruksi) dan sektor tersier (perdagangan dan jasa-jasa). Struktur ekonomi dapat dilihat dari peran/kontribusi dari masing- masing sektor perekonomian. Pada tahap-tahap awal pembangunan menunjukkan bahwa sektor primer memiliki peranan penting dalam pembentukan pendapatan suatu wilayah/negara. Pembangunan lebih lanjut membuat peran/kontribusi sektor primer berkurang dan peran ini berpindah ke sektor sekunder dan tersier. Turunnya peran/kontribusi sektor primer di semua wilayah tidak berarti sektor primer di semua wilayah nilai tambahnya turun. Pada kenyataannya nilai tambahnya selalu meningkat, akan tetapi pertumbuhan nilai tambah pada sektor lainnya juga meningkat lebih tinggi. Perubahan struktur ekonomi wilayah-wilayah di Indonesia dipengaruhi oleh potensi yang dimiliki suatu wilayah yaitu sumber daya yang ada.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung pada kurun waktu 1993-2003, selain itu untuk mengidentifikasi sektor-sektor unggulan di Provinsi Lampung pada kurun waktu 1993-2003, sehingga dapat diketahui sektor mana saja yang termasuk sektor basis dan sektor non basis. Analisis yang digunakan adalah analisis Shift Share (S-S) dan analisis Location Quotient (LQ). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung dan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional atas dasar harga konstan tahun 1993 dari tahun 1993-2003.

Hasil penelitian berdasarkan analisis S-S menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung dari sektor primer ke sektor sekunder. Hal ini ditunjukkan dengan peranan sektor sekunder yang terus meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB Provinsi Lampung. Oleh karena itu pemerintah Provinsi Lampung sebaiknya memperhatikan dan mengembangkan sektor sekunder, khususnya sektor listrik, gas, dan air bersih melalui peningkatan pelayanan masyarakat dengan penambahan infrastruktur serta sarana dan prasarana penunjang.

Hasil analisis dengan menggunakan metode LQ menunjukkan bahwa di Provinsi Lampung terdapat 3 sektor basis yang merupakan sektor unggulan yaitu: sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, dan sektor pengangkutan dan komunikasi, dan 6 sektor non basis yaitu: sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik,gas dan air bersih, sektor perdagangan,hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor industri pengolahan dan sektor

(9)
(10)

DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR ... xi DAFTAR LAMPIRAN ... iv I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan masalah... 3 1.3. Tujuan... 4 1.4. Manfaat ... 4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekono mi ... 6

2.2. Perubahan Struktur Ekonomi ... 7

2.3. Pengertian Sektor Unggulan... 8

2.4. Konsep Ekonomi Basis ... 8

2.5. Analisis Shift Share... 10

2.6. Penelitian Terdahulu... 12

2.7. Kerangka Pemikiran... 13

III. METODE PENELITIAN ... 15

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 15

3.2. Metode Analisis ... 15

3.2.1. Analisis Shift Share... 15

3.2.2. Analisis Location Quotient... 21

3.3. Konsep dan Definisi Data ... 22

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 24

4.1. Letak Geografis ... 24

4.2. Wilayah Administratif ... 25

(11)

5.1. Analisis PDRB Provinsi Lampung dan PDB Nasiona l Tahun

1993-2003 ... 36

5.2. Rasio PDRB Provinsi Lampung dan PDB Nasional Tahun 1993-2003 ... 38

5.3. Analisis Komponen Wilayah di Provinsi Lampung Tahun 1993-2003 ... 40

5.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian di Provinsi Lampung... 44

5.5. Sektor Unggulan... 47

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

6.1. Kesimpulan... 50

6.2. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(12)

4.1. Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2003 ... 26 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Lampung Berdasarkan Kabupaten/Kota ... 28 4.3. Jumlah dan Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan

Usaha Tahun 1998 ...29 5.1. Perubahan PDRB Provinsi Lampung Menurut Sektor Perekonomian

Berdasarkan Harga Konstan 1993, Tahun 1993 dan 2003 ... 36 5.2. Perubahan PDB Nasional Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan

Harga Konstan 1993, Tahun 1993 dan 2003 ... 37 5.3. Rasio PDRB Provinsi Lampung dan PDB Nasional (Nilai Ra, Ri, dan ri) . 39 5.4. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi

Lampung Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Nasional, Tahun 1993-2003 ... 40 5.5. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi

Lampung Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 1993-2003... 42 5.6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi

Lampung Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 1993-2003... 43 5.7. Pergeseran Bersih Provinsi Lampung, Tahun 1993-2003 ... 45 5.8. Nilai Kuosien Lokasi Provinsi Lampung, Tahun 1993-2003 ... 49

(13)

2.1. Sistematika Kerangka Pemikiran... 14 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi ... 19 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Lampung... 44

(14)

1. Tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung Berdasarkan Harga Konstan 1993, Tahun 1993-2003 ... 54 2. Tabel Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional Berdasarkan Harga

Konstan 1993, Tahun 1993-2003 ... 57 3. Contoh Pengolahan Data ... 60

(15)

1.PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan adalah suatu proses menuju ke arah kehidupan yang lebih baik dengan tujuan akhir untuk kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan diarahkan untuk meningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Pembangunan ekonomi pada umumnya diikuti dengan pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer (pertanian dan pertambangan) ke sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi) dan sektor tersier (perdagangan dan jasa-jasa) (Thoha dan Soekarni, 2000).

Struktur ekonomi dapat dilihat dari peran/kontribusi dari masing- masing sektor perekonomian. Pada tahap-tahap awal pembangunan umumnya sektor primer memiliki peranan penting dalam pembentukan pendapatan suatu wilayah/negara. Pembangunan lebih lanjut membuat peran/kontribusi sektor primer berkurang dan peran ini berpindah ke sektor sekunder dan tersier. Turunnya peran/kontribusi sektor primer di semua wilayah tidak berarti sektor primer di semua wilayah nilai tambahnya turun. Pada kenyataannya nilai tambahnya sela lu meningkat, akan tetapi pertumbuhan nilai tambah pada sektor lainnya juga meningkat lebih tinggi. Perubahan struktur ekonomi wilayah-wilayah di Indonesia dipengaruhi ole h potensi yang dimiliki suatu wilayah yaitu sumber daya yang ada (Adi, 2001).

Pembangunan daerah sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi memprioritaskan untuk membangun dan memperkuat sektor-sektor di bidang

(16)

ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya secara optimal dengan tetap memperhatikan ketentuan antara industri dan pertanian yang tangguh serta sektor pembangunan lainnya. Sektor ekonomi terdiri dari sembilan sektor yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan pengalian; (3) industri pengolahan; (4) listik, gas dan air bersih; (5) konstruksi/bangunan; (6) perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; (9) jasa. Sembilan sektor tersebut dikelompokkan dalam sektor primer (pertanian dan pertambangan), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, dan bangunan) dan sektor tersier (perdagangan, pengangkutan, bank, dan jasa) (BPS, 2005).

Setiap provinsi di Indonesia melaksanakan pembangunan, tidak terkecuali Provinsi Lampung. Letak geografis Provinsi Lampung mempunyai posisi yang sangat strategis, karena merupakan daerah pintu gerbang yang menghubungkan daerah-daerah yang ada di Pulau Sumatera dengan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa., selain itu Provinsi Lampung juga memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung dapat diketahui dengan melihat indikator yang dapat mencerminkan seluruh kegiatan ekonomi yang telah dilaksanakan melalui indikator PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang diuraikan me lalui pertumbuhan PDRB dan peranan sektoral (BPS Provinsi Lampung, 2002).

Pengkajian peran ini penting bila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi yang strategis dan peralihan keadaan sosial yang diakibatkan oleh adanya perubahan

(17)

struktur dari pembangunan yang bersifat agraris menjadi pembangunan yang non agraris. Hal ini sesuai dengan konsep perubahan struktur ekonomi menurut Djojohadikusumo (1994), yakni berupa peralihan dan pergeseran dari kegiatan sektor primer ke sektor sekunder dan tersier.

Peranan sektoral terhadap pembangunan ekonomi digambarkan oleh distribusi masing- masing sektor terhadap total PDRB. Gambaran tentang sektor unggulan yang memiliki kontribusi terhadap pembangunan ekonomi daerah sangat diperlukan oleh pemerintah daerah Lampung sehingga akan ada gambaran tentang potensi-potensi tiap sektor dalam mendorong pembangunan.

1.2. Perumusan masalah

Pembangunan ekonomi yang berkesinambungan perlu dilaksanakan demi tercapainya tujuan pembangunan yaitu masyarakat yang adil dan makmur, yang pada hakekatnya merupakan suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan, meratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan sumberdaya yang ada di daerah tersebut dan mengusahakan pergeseran peranan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder atau tersier (BPS Provinsi Lampung, 2002).

Sejak diberlakukan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan daerah masing- masing. Kendala yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah terbatasnya anggaran, sehingga perlu mengidentifikasi sektor-sektor yang signifikan bagi pendapatan daerah yang selanjutnya menjadi prioritas dalam pengembangan sektor tersebut.

(18)

Selain itu, berkaitan dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi Lampung untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk mengubah struktur ekonomi dari agraris menjadi non agraris maka permasalahan dari penelitian ini adalah:

1. Apakah ada perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung pada kurun waktu 1993-2003?

2. Sektor-sektor apa saja yang dapat menjadi sektor unggulan (leading sector) di Provinsi Lampung?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis ada tidaknya perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung pada kurun waktu 1993-2003.

2. Mengidentifikasi sektor unggulan di Provinsi Lampung pada kurun waktu 1993-2003.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diha rapkan dapat bermanfaat sebagai:

1. Bahan masukan bagi pemerintah Provinsi Lampung dalam merumuskan dan merencanakan arah kebijakan pembangunan ekonomi pada semua sektor perekonomian.

(19)

1.5. Ruang Lingkup

Batasan dalam penelitian ini diantaranya yaitu:

1. Membahas laju pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung pada kurun waktu 1993-2003.

2. Melihat perkembangan ekonomi dari segi sektoral.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Rostow pembangunan merupakan perubahan dari keterbelakangan menuju kemajuan ekonomi yang dapat dijelaskan dalam seri tahapan yang harus dilalui semua negara. Tahapan dari proses pembangunan terbagi menjadi lima tahap yaitu masyarakat tradisional yang perekonomian masyarakatnya masih bertumpu pada sektor pertanian, pra kondisi untuk lepas landas merupakan masa transisi untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk berkembang, lepas landas berupa berlakunya perubahan sangat drastis dalam masyarakat seperti terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, bergerak ke kedewasaan/kematangan ekonomi dimana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi, konsumsi masal yang tinggi dimana perhatian masyarakat telah lebih menekankan kepada masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat (Todaro dan Smith, 2003).

Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Menurut Prof. Kuznets, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang ekonomi kepada penduduknya; dimana kemampuan itu tumbuh sesuai kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan.

(21)

Selain itu dalam bukunya yang lebih awal Modern Economic Growth tahun 1966, ia mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu kenaikan terus menerus dalam produk per kapita atau per pekerja, sering kali diikuti dengan kenaikan jumlah penduduk dan biasanya dengan perubahan struktural (Jhingan, 2004).

2.2. Perubahan Struktur Ekonomi

Proses pembangunan di Indonesia dilakukan secara berkesinambungan. Proses tersebut dalam pelaksanaannya mempunyai strategi ke arah perubahan struktural (BPS, 2002). Menurut Djojohadikusumo (1994), perubahan struktur ekonomi biasanya ditandai dengan pengalihan dan pergeseran dari kegiatan sektor primer (pertanian, pertambangan) ke sektor sekunder (industri manufaktur, konstruksi) dan tersier (jasa).

Sjahrir (1992), menyatakan bahwa proses perubahan struktur ekonomi mengandung ciri antara lain:

1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melebihi pertumbuhan penduduk.

2. Sumbangan (pangsa) sektor primer merosot, pangsa sektor-sektor sekunder meningkat, sementara pangsa sektor tersier kurang lebih konstan namun nilai tambahnya akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. 3. Apabila pendapatan per kapita penduduk meningkat maka konsumsi pangan

akan menurun dan konsumsi barang bukan pangan akan meningkat. Hal ini akan mengakibatkan menurunnya peran sektor pertanian dan meningkatnya peran sektor industri.

(22)

2.3. Pengertian Sektor Unggulan

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya:

pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju tumbuh yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tesebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo, 2002).

2.4. Konsep Ekonomi Basis

Konsep ekonomi basis (economic base theory) mendasarkan

pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan, 2005). Hanafiah (1998) membagi kegiatan dalam suatu wilayah menjadi kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa yang ditujukan untuk diekspor keluar dari lingkungan masyarakat tersebut atau dijual kepada para pedagang yang datang dari luar masyarakat tersebut, sehingga dapat digolongkan kepada kegiatan masyarakat yang berorientasi ke luar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis

(23)

maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan kegiatan basis suatu wilayah.

Menurut Glasson (1974), semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya, dan menimbulkan kenaikan volume sektor non basis. Glasson juga menyarankan untuk menggunakan metode

location quotient dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dilakukan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang cukup besar. Oleh karena itu maka sebagian pakar ekonomi menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu:

1. Metode Arbriter, dilakukan dengan cara membagi secara langsung kegiatan perekonomian ke dalam kategori ekspor dan non ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifik di tingkat lokal. Metode ini tidak memperhitungkan kenyataan bahwa dalam kegiatan ekonomi terdapat kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang yang sebagian diekspor atau dijual.

2. Metode Location Quotient (LQ), merupakan suatu alat analisa untuk melihat peranan suatu sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas.

(24)

3. Metode kebutuhan minimum, metode ini sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasi. Disagregasi yang terlalu terperinci dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi basis atau ekspor.

Dari ketiga metode tersebut Glasson (1977) menyarankan metode LQ dalam menentukan sektor basis. Richardson (1977) menyatakan bahwa teknik LQ adalah yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis empirik. Asumsinya adalah jika suatu daerah lebih berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang tertentu, maka wilayah tersebut mengekspor barang tersebut sesuai dengan tingkat spesialisasinya dalam memproduksi barang tersebut.

2.5. Analisis Shift Share

Analisis S-S adalah suatu analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Penelitian ini menggunakan metode analisis S-S karena analisis ini dapat memperinci penyebab perubahan berbagai faktor yang dapat menyebabkan perubahan struktur ekonomi suatu daerah dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya.

Kegunaan analisis S-S ini ya itu melihat perkembangan dari sektor perekonomian suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas, juga melihat perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor lain, selain itu analisis ini melihat perkembangan

(25)

dalam membandingkan besar aktifitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.

Tiga komponen pertumbuhan dalam analisis S-S:

1. Komponen Pertumbuhan Nasional/PN (National Growth Component) yaitu perubahan produksi/kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu wilayah atau sektor.

1. Komponen Pertumbuhan Proporsional/PP (Proportional Mix Growth

Component) tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi, dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

2. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah/PPW (Regional Share Growth

Component), timbul karena peningkatan atau penurunan produksi/kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya yang ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasi perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW > 0, maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju).

(26)

Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa sektor ke i pada wilayah ke j tergolong pertumbuhan yang lambat.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan menggunakan analisis S-S dan Location Quotient (LQ) telah banyak dilakukan sebelumnya seperti yang telah dilakukan oleh Azman (2001), yang menggunakan analisis shift share untuk menganalisis struktur perekonomian Kabupaten Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan struktur perekonomian dari sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) ke sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa-jasa, perdagangan, hotel, dan restoran). Akan tetapi sektor pertanian masih mendominasi dalam penyediaan lapangan pekerjaan maupun dalam kontribusinya terhadap PDRB.

Prihartanti (2005) dengan penelitiannya yang berudul “Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif dalam Pembangunan Wilayah Pada Masa Otonomi Daerah di Kabupaten Kudus”, yang menganalisis keunggulan komparatif dengan analisis LQ dengan indikator PDRB, selain itu juga dihitung efek pengganda pendapatan serta surplus pendapatan bagi daerah. Sedangkan analisis yang digunakan dalam keunggulan kompetitif dihitung dengan analisis LQ dengan variabel yang digunakan adalah tingkat upaya pajak, investasi, dalam bidang pendidikan, dan kemampuan dalam otonomi daerah.

Hasil analisisnya adalah Kabupaten Kudus memiliki keunggulan komparatif dalam sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran.

(27)

Hasil analisis di tingkat lokal menunjukkan bahwa setiap kecamatan di wilayah Kabupaten Kudus mepunyai sektor basis. Sektor pertanian adalah sektor yang memiliki nilai LQ paling tinggi di Kecamatan Undaan, sedangkan sektor basis yang paling banyak yang terdapat di wilayah Kabupaten Kudus adalah sektor listrik, gas, dan air. Di wilayah Kabupaten Kudus semua kecamatannya tidak ada yang berspesialisasi terhadap sektor perekonomian, hal ini berarti kegiatan ekonomi di Kabupaten Kudus relatif menyebar di semua kecamatan.

Usya (2006) dengan penelitiannya yang menganalisis struktur ekonomi dan mengidentifikasi sektor unggulan di Kabupaten Subang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang. Hal ini ditunjukkan oleh peranan sektor primer yang meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Subang. Selain itu, komponen pertumbuhan wilayah Provinsi Jawa Barat membawa pengaruh positif terhadap perubahan PDRB Kabupaten Subang. Terakhir diperoleh empat sektor unggulan yang ada di Kabupaten Subang yaitu: pertanian, bangunan/konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa.

2.7. Kerangka Pemikiran

Pembangunan wilayah ditujukan untuk pengembangan masyarakat di suatu wilayah. Pembangunan wilayah membutuhkan alokasi sumber daya yang optimal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang diharapkan akan mampu meningkatkan PDRB secara optimal.

(28)

Untuk itu pemerintah Provinsi Lampung perlu menganalisis struktur perekonomian dan mengidentifikasi sektor unggulan agar pemerintah Lampung dapat mengambil kebijakan mengenai pembangunan daerah di masa yang akan datang.

Secara skematis sistem kerangka pemikiran studi diterangkan pada Gambar 2.1. di bawah.

Keterangan: Hal yang diteliti

Gambar 2.1. Sistematika Kerangka Pemikiran Karakteristik dan Potensi

Perekonomian Provinsi Lampung

Analisis Shift Share

Perkembangan Struktur Perekonomian Provinsi Lampung

Potensi Sektor Perekonomian Provinsi Lampung Analisis Struktur Perekonomian Provinsi Lampung Identifikasi Sektor Unggulan Provinsi Lampung Analisis Location Quotient Kebijakan Pembangunan Wilayah Provinsi Lampung

(29)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk menganalisis struktur ekonomi dan mengidentifikasi sektor-sektor unggulan di Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB Provinsi Lampung atas dasar harga konstan 1993 antara tahun 1993-2003 dan PDB nasional atas dasar harga konstan 1993 pada tahun yang sama. Penggunaan tahun dasar 1993 dan tahun akhir 2003 pada penelitian ini karena perubahan struktur ekonomi secara umum dapat terlihat pada satu dekade atau kurun waktu kurang lebih sepuluh tahun. Data diperoleh dari BPS Provinsi Lampung, BPS Pusat, dan instans i terkait lainnya dalam penelitian.

3.2. Metode Analisis Data 3.2.1. Analisis Shift Share (S-S)

Berdasarkan Budiharsono (2001), perhitungan dengan menggunakan metode analisis S-S yaitu: andaikata dalam suatu negara terdapat m daerah/wilayah/provinsi (j=1,2,3…m) dan n sektor (i=1,2,3...n) maka perubahan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Perubahan PDRB dirumuskan sebagai berikut:

? Yij = YijYij

,

Dimana :

? Yij = perubahan PDRB sektor i di wilayah j

,

ij

(30)

Yij = PDRB dari sektor i di wilayah j pada tahun dasar analisis 2. Rumus persentase perubahan PDRB yaitu:

(

)

% 100 % , x Y Y Y Y ij ij ij ij − = ∆

3. Menghitung Rasio PDRB, yang terbagi dalam tiga rasio

ri = ij ij ij Y Y Y,− Dimana :

ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah provinsi

,

ij

Y = PDRB pada sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis Yij = PDRB dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis • Ri = . . . , i i i Y Y Y Dimana :

Ri = Rasio PDB nasional dari sektor i

. ,

i

Y = PDB nasional dari sektor i pada tahun akhir analisis .

i

Y = PDB nasional dari sektor i pada tahun awal analisis • Ra = .. .. .. , Y Y Y Dimana : Ra = rasio PDB nasional

Y’.. = PDB nasional pada tahun akhir analisis Y.. = PDB nasional pada tahun dasar analisis

(31)

4. Menghitung komponen pertumbuhan wilayah

• PN

PNij = (Ra)Yij

Dimana :

PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j Yij = PDRB dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis

• PP

PPij = (Ri-Ra)Yij

Dimana :

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j Yij = indikator kegiatan ekonomi dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis

Apabila:

PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya lambat PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya cepat

• PPW

PPWij = (ri – Ri)Yij

Dimana :

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilyah j Yij = PDRB dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis Apabila:

PPWij < 0, berarti sektor/wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i

(32)

PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya

5. Adapun perubahan dalam PDRB sektor i pada wilayah ke j dirumuskan sebagai berikut :

? Yij = PNij + PPij + PPWij (1)

? Yij = Y’ij - Yij (2)

Rumus ketiga komponen pertumbuhan wilayah adalah:

PNij = Yij (Ra) (3)

PPij = Yij (Ri – Ra) (4)

PPWij = Yij (ri –Ri) (5)

Apabila persamaan (2), (3), (4), dan (5) disubtitusikan ke persamaan (1), maka didapat:

Yij = PNij + PPij + PPWij

Y’ij – Yij = Y’ij – Yij + Yij (Ri – Ra) + Yij (ri – Ri)

Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dapat dirumuskan :

%PNij =Ra %PPij = Ri – Ra %PPWij = ri – Ra atau %PNij = (PNij)/Yij x100% % PPij = (PPij)/Yij x 100% %PPWij = (PPWij)/Yij x 100%

(33)

6. Mengevaluasi profil pertumbuhan sektor perekonomian

Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen PPij dan PPWij. Data yang telah dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplot persentase perubahan komponen PP dan PPW ke dalam sumbu vertikal dan horizontal. Komponen PP diletakan pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan komponen PPW pada sumbu vertikal sebagai ordinat.

PPW

Kuadran IV Kuadran I

PP

Kuadran III Kuadran II

Gambar 3.1. Profil pertumbuhan sektor ekonomi

Sumber: Budiharsono, 2001.

a. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan juga mampu bersaing dengan sektor perekonomian di wilayah lainnya. Maka wilayah ini termasuk wilayah yang progresif atau maju.

(34)

b. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian wilayah lain.

c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu

wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lainnya.

d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tapi wilayah tersebut mampu bersaing dengan wilayah lainnya.

e. Pada wilayah II dan III terdapat garis diagonal yang memotong dua kuadran tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah

yang progresif, sedangkan yang di bawah adalah wilayah yang

pertumbuhannya lambat. 7. Menghitung pergeseran bersih

Apabila komponen pertumbuhan proporsional dan pangsa wilayah dijumlahkan, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi pertumbuhan suatu sektor perekonomian. Pergeseran bersih sektor i pada wilyah yang lebih kecil dapat dirumuskan sebagai berikut :

PBij = PPij + PPWij

Dimana :

PBij = pergeseran bersih sektor i pada wilayah j

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah j PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j

(35)

Apabila:

PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pda wilayah j termasuk ke dalam komponen

progresif (maju)

PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk lamban

3.2.2. Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis ini digunakan untuk melihat sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori sektor unggulan. Perhitungan kuosien lokasi digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor di wilayah tingkat atasnya. Hasil dari perhitungan LQ dapat membantu dalam melihat kekuatan dan kelemahan wilayah dibandingkan rela tif dengan wilayah yang lebih luas.

Rumus besarnya LQ seperti dikemukakan oleh Richardson (1985) yaitu:

N N S S N S N S LQ i i i i = = Dimana :

LQ : Nilai kuosien lokasi

Si : Jumlah pendapatan sektor i di Provinsi Lampung

S : Jumlah pendapatan semua sektor di Provinsi Lampung atau total PDRB Lampung

Ni : Jumlah pendapatan sektor i di tingkat nasional

N : Jumlah pendapatan semua sektor di tingkat nasional atau total PDB nasional

(36)

Kriteria penggolongannya adalah sebagai berikut :

1. jika LQ > 1, artinya sektor yang ada di daerah tersebut merupakan sektor basis yang mampu mengekspor hasil industrinya ke daerah lain

2. jika LQ < 1, artinya sektor yang ada di daerah tersebut merupakan sektor non basis dan cenderung mengimpor dari daerah lain

3. jika LQ = 1, artinya produk domestik yang dimiliki daerah tersebut habis dikonsumsi daerah tersebut.

3.3. Konsep dan Definisi Data

1. PDRB adalah jumlah nilai tambah yang timbul dari seluruh sektor

perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. PDRB dapat diartikan pula sebagai suatu indikator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut.

2. PDRB atas Harga Konstan adalah PDRB yang dinilai berdasarkan pada tahun dasar baik pada saat menilai produksi, biaya antara maupun komponen nilai tambah.

3. Sektor ekonomi berdasarkan unit produksi terdiri dari sembilan sektor, diantaranya yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listik, gas dan air bersih; (5) konstruksi/bangunan; (6) perdagangan, hotel dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; (9) jasa.

(37)

4. Sektor unggulan merupakan sektor yang menjadi prioritas utama untuk terus ditingkatkan dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

(38)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1. Letak Geografis

Daerah provinsi lampung meliputi areal daratan seluas 35.288,35 Km2

termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara Pulau Sumatera, dan dibatasi:

1. Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di sebelah utara 2. Selat Sunda, di sebelah selatan

3. Laut Jawa, di sebelah timur

4. Samudra Indonesia, di sebelah barat

Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung, yang merupakan gabungan dari kota kembar Tanjung Karang dan Teluk Betung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama Panjang dan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Teluk Betung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung. Sedangkan Teluk Semangka ada di Kota Agung. Di laut Jawa terdapat pula pelabuhan nelayan seperti Labuan Maringgai dan Ketapang. Disamping itu, Kota Menggala juga dapat juga dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang Bawang. Adapun di Samudra Indonesia terdapat Pelabuhan Krui. Lapangan terbang utama Provinsi Lampung adalah: “Raden Intan”, nama baru dari “Branti”, yang terletak 28 km dari ibukota melalui jalan negara menuju Kotabumi, dan lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra.

(39)

Letak geografis Provinsi Lampung mempunyai posisi yang sangat strategis, karena merupakan daerah pintu gerbang yang menghubungkan daerah- daerah yang ada di Pulau Sumatera dengan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan:

Timur-Barat berada antara: 1030 40,

- 1050

50,

Bujur Timur Utara- Selatan berada antara: 60

45,

- 30

45,

Lintang Selatan

Secara topografi Provinsi Lampung dapat di bagi dala m 5 (lima) unit topografi yaitu:

1. Daerah topografis berbukit sampai bergunung 2. Daerah topografis berombak sampai bergelombang 3. Daerah dataran alluvial

4. Daerah River Basin

4.2. Wilayah Administratif

Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret masih merupakan Keresidenan Lampung yang tergabung dengan Provinsi Sumatra Selatan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1964, yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 14 tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Provinsi Lampung dengan ibukota Tanjung Karang-Teluk Betung. Selanjutnya Kotamadya Tanjung Karang-Teluk Betung tersebut berdasarkan Peraturan daerah No. 24 tahun 1983 telah diganti namanya menjadi Kotamadya Bandar Lampung terhitung sejak tanggal 17 juni 1983. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1999 nama Kotamadya Bandar Lampung berubah menjadi Kota Bandar

(40)

Lampung. Secara administratif Provinsi Lampung dibagi dalam sepuluh kabupaten/kota. Sebelum tahun 1997 Provinsi Lampung terbagi dalam 5 (lima) kabupaten/kota, pada tahun 1997 dimekarkan menjadi 7 (tujuh) kabupaten/kota dan dimekarkan lagi pada tahun 1998 menjadi 10 (sepuluh ) kabupaten/kota. Tabel 4.1. Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun 2001

No Kabupaten/Kota Ibukota LuasWilayah (km2

) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Bandar Lampung Metro Liwa Kota Agung Kalianda Sukadana Gunung Sugih Kotabumi Blambangan Umpu Menggala Bandar lampung Metro 4.950,40 3.356,61 3.180,78 4.337,89 4.789,82 2.725,63 3.921,63 7.770,84 192,96 61,79

Sumber: BPS Provinsi Lampung, 2001.

Luas penggunaan lahan di Provinsi Lampung masih didominasi oleh luasnya hutan (26,41 persen), diikuti perkebunan (21,32 persen), dan tegalan/ladang (20,47 persen). Sementara itu luas hutan terbesar terdapat di Kabupaten Lampung Barat yang luasnya mencapai 54,13 persen dari luas kabupaten yang bersangkutan atau 24,49 persen dari luas hutan di Provinsi Lampung.

4.3. Kependudukan

Penduduk Provinsi Lampung pada waktu sensus penduduk tahun 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000 masing- masing sebesar 1.667.511, 2.775.695, 4.624.785, 6.015.803, dan 6.659.869 orang. Pertumbuhan penduduk pada periode 1971-1980 adalah sebesar 5,77 persen per tahun, pada periode 1980-1990 menjadi

(41)

sebesar 2,67 persen per tahun. Periode 1990-2000 pertumbuhan penduduk sebesar 1,05 persen per tahun. Apabila dilihat laju pertumbuhan penduduk, Provinsi Lampung merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya baik pada periode 1971-1980 maupun periode 1980-1990. Sedangkan pada periode 1990-2000 laju pertumbuhan penduduk Provinsi Lampung di bawah laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Seperti diketahui secara keseluruhan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia pada periode 1990-2000 adalah sebesar 1,35 persen per tahun.

Penduduk Provinsi Lampung tahun 2001 berdasarkan hasil survey Sosial Ekonomi Nasional 2001 sebesar 6.720.260 orang dan rata-rata kepadatan penduduk per kabupaten/kota di Provinsi Lampung per Km2 tahun 2001 berturut-turut adalah Kabupaten Lampung Barat 75,10 jiwa, Tanggamus 238,45 jiwa, Lampung Selatan 360,52 jiwa, Lampung Timur 201,52 jiwa, Lampung Tengah 220,30 jiwa, Lampung Utara 104,43 jiwa, Way Kanan 91,09 jiwa ,Tulang Bawang 91,61 jiwa, Bandar Lampung 3.911,94 jiwa, serta Kota Metro 1.910,47 jiwa. Perincian mengenai jumlah penduduk Provinsi Lampung menurut kabupaten/kota bisa dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini:

(42)

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Lampung Menurut Kabupaten/Kota

No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk

(jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Bandar Lampung Metro 371.787 800.400 1.146.740 874.169 1.055.226 529.932 357.225 711.886 754.847 118.048 75,10 238,45 360,52 201,52 220,30 104,43 91,09 91,61 3.911,94 1.910,47 Lampung 6.720.260 190,44

Sumber: BPS Provinsi Lampung , 2001.

4.4. Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah salah satu komponen dalam penggerak pembangunan di Provinsi Lampung. Besarnya pencari kerja di Provinsi Lampung dipengaruhi oleh banyaknya sarana pendidikan di daerah tersebut yang berupa Pendidikan Tinggi maupun Universitas. Disamping itu karena letaknya yang sangat strategis terutama keadaan geografisnya maka Provinsi Lampung banyak terdapat pencari kerja baik yang berasal dari daerah-daerah yang berada di sekitarnya maupun yang berasal dari luar daerah.

Provinsi Lampung sebagai pintu gerbang Pulau Sumatera memiliki potensi-potensi ekonomi yang prospektif untuk dikembangkan dan diharapkan dapat menjadi andalan bagi perekonomian daerah tersebut, dengan demikian bisa dikatakan sebagian penduduknya bekerja pada sektor-sektor ekonomi. Jumlah penduduk dan persentase yang bekerja menurut lapangan usaha pada tahun 1998 dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah.

(43)

Tabel 4.3 di bawah menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Provinsi Lampung bekerja pada sektor pertanian yaitu sebanyak 1.839.016 orang dengan persentase 69,16 persen pada tahun 1998, itu berarti sektor pertanian merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian, dan secara nyata mampu menyerap tenaga kerja yang besar.

Tabel 4.3. Jumlah dan Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Tahun 1998

No Lapangan Usaha Penduduk (jiwa) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pertanian

Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan

Listrik, gas, dan air bersih Konstruksi

Perdagangan, hotel dan restoran Trnsportasi dan komunikasi Keu, sewa dan jasa perusahaan Jasa-jasa 1.839.016 5.242 156.796 4.008 89.437 257.961 67.254 8.415 230.737 69,16 0,19 5,89 0,15 3,36 9,76 2,53 0,32 8,67 Jumlah 2.658.866 100,00

Sumber: BPS Provinsi Lampung , 2001.

4.5. Struktur Perekonomian

Perekonomian Lampung didominasi oleh 3 (tiga) sektor kegiatan ekonomi, yakni sektor pertanian, sektor perdagangan/hotel/restoran, dan sektor industri pengolahan. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Provinsi Lampung dengan sumbangan sebesar 42,76 persen (atas harga berlaku) tahun 2001 dan 40,24 persen pada tahun 2002. Bila diteliti lebih lanjut dari tahun 2001 ke tahun 2002 sumbangan sektor pertanian mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan produksi padi dan palawija yang mengalami penurunan akibat kemarau yang cukup lama tahun 2002. Sektor perdagangan, hotel dan

(44)

restoran menempati urutan kedua dengan sumbangan sebesar 15,39 persen tahun 2001 dan 15,15 persen tahun 2002. Sektor industri pengolahan pada urutan ketiga dengan kontribusi sebesar 12,96 persen tahun 2001 dan 12,75 persen tahun 2002. Sektor lainnya yang memberikan kontribusi cukup besar adalah sektor jasa-jasa sebesar 10,83 persen pada tahun 2001 meningkat menjadi 11,11 persen tahun 2002. Sedangkan sektor yang memberikan sumbangan paling rendah adalah sektor listrik, gas dan air bersih yang hanya memberikan kontribusi sebesar 0,69 persen tahun 2001 dan 0,84 pada tahun 2002.

4.6. Potensi Ekonomi

Secara umum kegiatan ekonomi Provinsi Lampung dibagi menjadi sembilan sektor, yaitu:

1. Sektor Pertanian, yang terdiri dari:

a. Subsektor tanaman pangan; pembangunan pada subsektor ini diarahkan pada peningkatan produksi tanaman padi dan palawija dalam rangka mempertahankan swasembada pangan.

b. Subsektor tanaman perkebunan; pembangunan pada subsektor ini diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi tanaman perkebunan terutama yang mudah di pasarkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dan devisa negara dari hasil ekspor.

c. Subsektor peternakan dan hasilnya; pembanguna n pada subsektor ini diarahkan pada peningkatan produksi daging, telur dan susu untuk memenuhi gizi masyarakat.

(45)

d. Subsektor kehutanan; kegiatan yang dilakukan meliputi pembangunan kayu, pengambilan hasil- hasil hutan dan perburuan binatang liar.

e. Subsektor perikanan; pembangunan pada subsektor ini diarahkan untuk peningkatan produksi dalam upaya pemenuhan gizi masyarakat.

2. Sektor Pertambangan dan Galian

a. Subsektor tanpa migas, meliputi pengambilan dan persiapan pengolahan lanjutan benda padat, baik dibawah maupun pada permukaan bumi serta seluruh kegiatan lainnya yang bertujuan mendapatkan biji logam dan hasil tambang lainnya.

b. Subsektor penggalian, ini mencakup penggalian dan pengambilan segala jenis barang galian batu-batuan, pasir besi, biji besi, biji perak serta komoditas tambang selain kegiatan yang tercakup yaitu penggalian batu-batuan, pasir, tanah, batu gunung, batu kali, batu kapur, batu koral, kerikil, dan batu marmer.

3. Sektor Industri Pengolahan

Pembangunan pada bidang ini terutama diarahkan untuk industri pengolahan hasil pertanian, pemanfaatan limbah pertanian, industri rumah tangga, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Penekanan pembangunan pada industri, selain untuk peningkatan produksi tapi juga untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.

4. Sektor Listrik, Gas, dan Air minum, terdiri dari:

a. Subsektor listrik; meliputi pembangunan dan penyaluran tenaga listrik yang diselenggarakan oleh PLN maupun non PLN. Yang dimaksud non

(46)

PLN adalah perusahaan listrik yang dilakukan oleh perusahaan swasta atau perseorangan.

b. Subsektor air minum; kegiatan ini meliputi proses pembersihan, pemurnian, dan proses kimia lain untuk menghasilkan air minum termasuk penyaluran melalui pipa baik pada rumah tangga, instansi pemerintah dan swasta.

5. Sektor Bangunan

Kegiatan ini meliputi usaha pembangunan atau pembuatan, perluasan, perbaikan berat dan ringan, perombakan bangunan tempat tinggal, jalan, jembatan, bendungan, jaringan listrik, telekomunikasi dan konstruksi.

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yang terdiri dari:

a. Subsektor perdagangan besar dan eceran; subsektor perdagangan memainkan peranan penting dalam perekonomian Provinsi Lampung, karena mendorong pertumbuhan dan produksi. Perdagangan mampu menjamin kelancaran pemasaran dan pembelian jasa dari konsumen ke produsen.

b. Subsektor perhotelan, kegiatan ini meliputi penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau keseluruhan bangunan berupa tempat penginapan, baik yang terbuka unt uk umum atau hanya sebagian anggota suatu organisasi tertentu. Termasuk pula aktifitas penyediaan makanan dan minuman serta penyediaan fasilitas lainnya bagi para tamu penginapan, yang seluruh kegiatan tersebut berada dalam suatu kesatuan manajemen penginapan.

(47)

c. Subsektor restoran; kegiatan ini mencakup usaha penjualan untuk penyediaan makanan dan minuman, yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan, di suatu tempat sendiri atau pun dijajakan.

7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, yang terdiri dari:

a. Subsektor angkutan darat, meliputi angkutan jalan raya, jasa penunjang angkutan darat seperti parkir dan terminal. Akan tetapi yang termasuk dalam perhitungan hanya terbatas pada segala jenis angkutan jalan raya seperti bus, truk, becak dan oplet.

b. Subsektor angkutan laut, meliputi kegiatan pelayanan angkutan, pelayanan samudra, perairan pantai, sungai dan jasa penumpang angkutan laut. Namun yang termasuk dalam penghitungan terbatas pada angkutan perairan pantai saja.

c. Subsektor komunikasi, meliputi jasa komunikasi untuk umum seperti pengiriman surat, paket dan wesel yang diusahakan oleh Perum Pos dan Giro, pengiriman berita dengan menggunakan telepon, telex, dan telegram yang diusahakan oleh Perum Telekomunikasi.

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, yang terdiri dari:

a. Subsektor keuangan (Bank), kegiatan ini meliputi jasa pelayanan di bidang keuangan kepada pihak lain, seperti menerima simpanan dalam bentuk giro dan tabungan, memberi pinjaman, mengirim uang, memindahkan rekening koran, membeli atau menjual surat-surat berharga dan memberi jaminan bank.

(48)

b. Subsektor keuangan non bank, meliputi pelayanan asuransi baik jiwa atau pun bukan jiwa seperti asuransi kebakaran, kecelakaan, kerusakan dan sebagainya, termasuk juga agen perasuransian, unit penyaluran dana pensiun dan sebagainya.

c. Sektor persewaan dan jasa perusahaan, meliputi kegiatan pemberian jasa pada pihak lain seperti jasa hukum, jasa angkutan, jasa periklanan, jasa penyewaan mesin dan peralatan, jasa bangunan dan jasa arsitek. Tetapi yang termasuk dalam perhitungan terbatas pada jasa hukum (advokat/pengacara), notaris dan jasa konsultan.

9. Sektor Jasa, terdiri dari:

a. Pemerintahan umum, meliputi jasa pelayanan sosial seperti rumah sakit umum dan panti asuhan.

b. Swasta, meliputi:

1. Subsektor jasa sosial kemasyarakatan, meliputi jasa pendidikan dan pendidikan swasta mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, termasuk guru perorangan yang berusaha sendiri dan kursus-kursus, jasa kesehatan mencakup segala lembaga kesehatan swasta yang berbentuk rumah sakit maupun poliklinik, jasa sosial lainnya mencakup panti asuhan, rumah ibadah dan sebagainya.

2. Subsektor kebudayaan dan hiburan, meliputi segala macam perusahaan dan lembaga swasta yang bergerak pada jasa hiburan, rekreasi serta kebudayaan seperti pembuatan dan distribusi film, usaha penyiaran film dan penyiaran radio swasta. Dari jenis kegiatan tersebut di atas, yang

(49)

termasuk dalam penghitungan terbatas pada kegiatan pemutaran film dan penyiaran radio swasta niaga.

3. Subsektor perorangan dan rumah tangga, meliputi jasa yang diberikan untuk perorangan dan rumah tangga seperti jasa reparasi, jasa binatu, tukang cukur, tukang jahit, tukang las dan jasa perorangan lainnya.

(50)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis PDRB Provinsi Lampung dan PDB Nasional Tahun 1993-2003 Pada kurun waktu 1993-2003, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung meningkat sebesar 52,73 persen (Tabel 5.1). Hal ini ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi yang bernilai positif di seluruh sektor perekonomian tersebut.

Tabel 5.1. Perubahan PDRB Provinsi Lampung Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 1993, Tahun 1993 dan 2003

PDRB Perubahan (milyar rupiah) PDRB Sektor Perekonomian 1993 2003 (milyar rupiah) Persen (%) Pertanian 1.993,68 2.911,78 918,09 46,05 Pertambangan dan penggalian 79,54 285,09 205,55 258,41 Industri pengolahan 777,42 1.084,85 307,43 39,54

Listrik,gas dan air bersih 26,12 89,72 63,60 243,53

Bangunan/konstruksi 360,22 596,21 235,99 65,51

Perdagangan,hotel dan

restoran 857,23 1.221,41 364,18 42,48

Pengangkutan dan

komunikasi 402,57 803,74 401,17 99,65

Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan 288,63 564,88 276,25 95,7

Jasa-jasa 625,13 706,26 81,13 12,98

Total 5.410,53 8.263,92 2.853,39 52,73

Sumber: BPS Povinsi Lampung Tahun 1993 dan 2003 (diolah).

Berdasarkan Tabel 5.1, seluruh sektor ekonomi memberikan peningkatan kontribusi yang cukup besar bagi PDRB Provinsi Lampung, yang ditandai oleh laju pertumbuhan ekonomi yang bernilai positif. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi yang paling kecil adalah sektor jasa-jasa. Pada tahun 1993 kontibusi sektor jasa-jasa terhadap PDRB Provinsi Lampung sebesar Rp. 625,13

(51)

milyar dan meningkat menjadi Rp. 706,26 milyar pada tahun 2003 atau hanya meningkat sebesar 12,98 persen.

Laju pertumbuhan ekonomi terbesar terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 258,41 persen. Pertumbuhan ekonomi sektor pertambangan dan penggalian berasal dari adanya kontribusi pada sub sektor pertambangan dan penggalian, yaitu minyak dan gas yang mulai dimasukkan dalam PDRB Provinsi Lampung mulai tahun 1998.

Pada perekonomian Indonesia, seluruh sektor ekonomi juga mengalami peningkatan yang ditandai oleh laju pertumbuhan yang seluruhnya positif.

Tabel 5.2. Perubahan PDB Nasional Menurut Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan 1993, Tahun 1993 dan 2003

PDB Perubahan (milyar rupiah) PDB Sektor Perekonomian 1993 2003 (milyar rupiah) Persen (%) Pertanian 58.963,4 72.673,1 13.709,7 23,25 Pertambangan dan penggalian 31.497,3 40.761,5 9.264,2 29,41 Industri pengolahan 73.556,4 117.868,7 44.312,3 60,24

Listrik,gas dan air bersih 3.290,3 7.964 4.673,7 142,04

Bangunan/konstruksi 22.512,9 27.350,6 4.837,7 21,49

Perdagangan,hotel dan

restoran 55.297,6 70.891,4 15.593,8 28,2

Pengangkutan dan

komunikasi 23.248,9 37.475,6 14.226,7 61,19

Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan 28.047,8 32.512,3 4.464,5 15.91

Jasa-jasa 33.361,4 41.460 8.098,6 24,27

Total 329.776 448.957,2 119.181,2 36,14

Sumber: BPS Tahun 1993 dan 2003 (diolah).

Sektor yang memberikan kontribusi paling besar adalah sektor listrik, gas dan air bersih, yaitu sebesar 142,04 persen, hal ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan penggunaan listrik, gas dan air bersih untuk

(52)

kehidupan sehari-hari. Sedangkan sektor yang memberikan kontribusi paling kecil adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar 15,91 persen.

5.2. Rasio PDRB Provinsi Lampung dan PDB Nasional, Tahun 1993-2003 Kontribusi sektor perekonomian di Provinsi Lampung maupun nasional seluruhnya mengalami peningkatan pada tahun 1993-2003. Jika PDRB tiap sektor ekonomi baik di Provinsi Lampung maupun di tingkat nasional dibandingkan tahun 1993 dengan tahun 2003, maka tiap sektor ekonomi akan memiliki rasio yang berbeda-beda. Rasio sektor perekonomian Provinsi Lampung dan nasional disajikan dalam bentuk nilai Ra, Ri, dan ri.

Nilai Ra didasarkan pada perhitungan selisih antara PDB nasional tahun 2003 dengan PDB nasiona l tahun 1993 dibagi dengan PDB nasional tahun 1993, sehingga nilai Ra yang didapat tiap sektor di Indonesia memiliki nilai yang sama besar. Antara tahun 1993-2003, nilai Ra sebesar 0,36 (Tabel 5.3). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi nasio nal meningkat sebesar 0,36.

(53)

Tabel 5.3. Rasio PDRB Provinsi Lampung dan PDB Nasional (Nilai Ra,Ri, dan ri)

Sektor Perekonomian Ra Ri ri

Pertanian 0,36 0,23 0,46

Pertambangan dan penggalian 0,36 0,29 2,58

Industri pengolahan 0,36 0,60 0,40

Listrik,gas dan air bersih 0,36 1,42 2,44

Bangunan/konstruksi 0,36 0,21 0,66

Perdagangan,hotel dan restoran 0,36 0,28 0,42

Pengangkutan dan komunikasi 0,36 0,61 1,00

Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,36 0,16 0,96

Jasa-jasa 0,36 0,24 0,13

Sumber: BPS tahun 1993 dan 2003 (diolah).

Nilai Ri dihitung berdasarkan selisih antara PDB nasional sektor i pada tahun 2003 dengan PDB nasional sektor i pada tahun 1993 dibagi dengan PDB nasional sektor i pada tahun 1993. Nilai Ri diseluruh sektor perekonomian nasional seluruhnya bernilai positif, karena terjadi peningkatan kontribusi pada masing- masing sektor perekono mian.

Nilai Ri terbesar terdapat pada sektor listrik, gas, dan air bersih yaitu sebesar 1,42. Hal ini dikarenakan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan penggunaan listrik, gas, dan air bersih untuk kehidupan sehari- hari. Nilai Ri terkecil terdapat pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Nilai ri memiliki nilai perhitungan yang berbeda dengan nilai Ra dan Ri. Perhitungan nilai ri didasarkan pada selisih antara PDRB sektor i di Provinsi Lampung tahun 2003 dengan PDRB Provinsi Lampung tahun 1993 dibagi dengan PDRB Provinsi Lampung tahun 1993. Seluruh sektor ekonomi di Provinsi Lampung mengalami peningkatan kontribusi sehingga seluruh nilai ri yang diperoleh bernilai positif.

(54)

Nilai ri terbesar terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 2,58. Hal ini dikarenakan tingkat pertumbuhan sektor tersebut paling besar bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, sedangkan nilai ri terkecil terdapat pada sektor jasa-jasa yaitu sebesar 0,13.

5.3. Analisis Komponen Wilayah di Provinsi Lampung tahun 1993-2003 Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Lampung dipengaruhi tiga komponen pertumbuhan wilayah. Ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut yaitu pertumbuhan nasional (PN), pertumbuhan proporsional (PP), dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

Tabel 5.4. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi Lampung Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Nasional, Tahun 1993-2003

PNi j Sektor Perekonomian

(milyar rupiah) Persen (%)

Pertanian 720,52 36,14

Pertambangan dan penggalian 28,74 36,14

Industri pengolahan 280,96 36,14

Listrik,gas dan air bersih 9,44 36,14

Bangunan/konstruksi 130,18 36,14

Perdagangan,hotel dan restoran 309,8 36,14

Pengangkutan dan komunikasi 145,49 36,14

Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 104,31 36,14

Jasa-jasa 225,92 36,14

Total 1.955,37 36,14

Sumber: BPS Provinsi Lampung Tahun 1993 dan 2003 (diolah).

Pengaruh pertumbuhan nasional menjelaskan perubahan kebijakan ekonomi nasional yang mempengaruhi perekonomian semua sektor di Provinsi Lampung. Sehingga persentase komponen PN sama dengan persentase laju pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu sebesar 36,14 persen (Tabel 5.4). Artinya

(55)

jika ditinjau secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi nasional tahun 1993-2003 telah mempengaruhi peningkatan PDRB Provinsi Lampung sebesar Rp. 1.955,37 milyar (36,14 persen).

Pada Tabel 5.4, secara sektoral peningkatan kontribusi terbesar terdapat pada sektor pertanian yaitu sebesar Rp. 720,52 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan nasional, yang berarti bahwa apabila terjadi perubahan kebijakan tingkat nasional, maka kontribusi sektor pertanian beserta subsektornya akan mengalami perubahan. Kebijakan yang mempengaruhi sektor tersebut antara lain pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan mengenai ketahanan pangan pada tahun 2002 melalui subsidi pupuk yang secara langsung menyebabkan penurunan biaya produksi untuk pertanian yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kontribusi terhadap sektor pertanian. Hal ini menjelaskan bahwa kebijakan ekonomi nasional sangat mempengaruhi besar kecilnya kontribusi terhadap sektor pertanian.

Sektor ekonomi dengan peningkatan kontribusi PN terkecil adalah sektor listrik, gas, dan air bersih yaitu sebesar Rp. 9,44 milyar. Hal ini berarti jika terjadi perubahan kebijakan nasional maka tidak terlalu mempengaruhi sektor listrik, gas, dan air bersih.

Komponen pertumbuhan proporsional sebagai pengaruh kedua menjelaskan perbedaan kenaikan PDB tingkat nasional dengan PDRB tingkat provinsi. Persentase komponen PP untuk semua sektor sama besar yang membedakan adalah kontribusinya. Secara keseluruhan pertumb uhan

(56)

proporsional mengakibatkan penurunan PDRB Provinsi Lampung sebesar Rp. 199,8 milyar (-3,69 persen).

Tabel 5.5. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi Lampung Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional, Tahun 1993-2003

PPij Sektor Perekonomian

(milyar rupiah) Persen (%)

Pertanian -256,96 -12,89

Pertambangan dan penggalian -5,35 -6,73

Indusri pengolahan 187,38 24,1

Listrik, gas, dan air bersih 27,66 105,9

Bangunan/konstruksi -52,78 -14,65

Perdagangan,hotel dan restoran -68,06 -7,94

Pengangkutan dan komunikasi 100,85 25,05

Keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan. -58,37 -20,22

Jasa-jasa -74,17 -11,87

Total -199,8 -3,69

Sumber: BPS Provinsi Lampung Tahun 1993 dan 2003 (diolah).

Kontribusi sektor-sektor ekono mi Provinsi Lampung berdasarkan komponen pertumbuhan proporsional, ada yang memberikan kontribusi positif dan ada juga yang memberikan kontribusi negatif terhadap PDRB Provinsi Lampung. Sektor yang memiliki persentase PP yang bernilai positif (PP > 0) yait u sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor pengangkutan dan komunikasi, maka ketiga sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat.

Sektor yang mengalami penurunan kontribusi terhadap PDRB Provinsi Lampung adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan,

(57)

persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat.

Sektor yang memiliki nilai PP terbesar adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 25,05 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi mempunyai laju pertumbuhan yang cepat, dan sektor ini sangat berpotensi untuk dikembangkan di Provinsi Lampung. Sedangkan sektor yang memiliki nilai PP terkecil adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yaitu sebesar -20,22 persen.

Tabel 5.6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi Lampung Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah, Tahun 1993-2003

PPWi j Sektor Perekonomian

(milyar rupiah) Persen (%)

Pertanian 454,54 22,8

Pertambangan dan penggalian 182,15 229

Industri pengolahan -160,91 -20,7

Listrik, gas, dan air bersih 26,50 101,5

Bangunan/konstruksi 158,59 44,02

Perdagangan,hotel dan restoran 122,44 14,28

Pengangkutan dan komunikasi 154,83 38,46

Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 230,30 79,79

Jasa-jasa -70,62 -11,3

Total 1.097,82 20,29

Sumber: BPS Provinsi Lampung Tahun 1993 dan 2003 (diolah).

Pada Tabel 5.6, hampir semua sektor ekonomi mempunyai daya saing yang baik (PPWij > 0) dibandingkan dengan sektor ekonomi di provinsi lain, kecuali sektor industri pengolahan, dan sektor jasa-jasa yang memiliki nilai PPWij < 0, ini berarti sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa memiliki daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan sektor yang sama di provinsi lain.

(58)

5.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi Lampung.

Pergeseran bersih didapat dari hasil penjumlahan antara PP dan PPW. Tahun 1993-2003 di Provinsi Lampung terdapat delapan sektor yang memiliki nilai PB yang positif dan satu sektor yang memiliki nilai negatif.

Sektor-Sektor Pertumbuhan Ekonomi

-50 0 50 100 150 200 250 -50 0 50 100 150 PPij PPWij Pertanian

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan/Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan

Jasa-Jasa

Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian di Provinsi Lampung Sektor yang memiliki PB positif adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sedangkan sektor yang memiliki nilai negatif adalah sektor jasa-jasa. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.1 dan Tabel 5.7.

Pada kuadran II dan kuadran IV terdapat garis membentuk sudut 450 yang memotong kedua kuadran tersebut. Garis tersebut merupakan nilai PB = 0. maka bagian atas garis menunjukkan PB > 0 yang mengindikasikan bahwa kedelapan

(59)

sektor tersebut memiliki PB positif dan termasuk kelompok sektor progresif

(maju). Secara keseluruhan pergeseran bersih menyebabkan kenaikan PDRB Provinsi Lampung sebesar Rp. 889,02 milyar (16,59 persen) (Tabel 5.7).

Tabel 5.7. Pergeseran Bersih Provinsi Lampung, Tahun 1993 dan 2003

PBi j Sektor Perekonomian

(milyar rupiah) Persen (%)

Pertanian 197,58 9,91

Pertambangan dan penggalian 176,79 222,27

Industri pengolahan 26,47 3,40

Listrik, gas, dan air bersih 54,16 207,39

Bangunan 105,80 29,37

Perdagangan, hotel, dan restoran 54,37 6,34

Pengangkutan dan komunikasi 255,68 63,51

Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 171,93 59,57

Jasa-jasa -144,79 -23,16

Total 898,02 16,59

Sumber: BPS Provinsi Lampung Tahun 1993 dan 2003 (diolah).

Profil pertumbuhan sektor perekonomian digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan sektor perekonomian di wilayah Provinsi Lampung pada kurun waktu yang telah ditentukan. Pada sumbu horizontal terdapat PP sebagai absis sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat yang dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Kuadran I menunjukkan bahwa persentase PP dan PPW bernilai positif. Sektor yang berada pada kuadran I adalah sektor listrik, gas, dan air bersih dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa sektor listrik, gas, dan air bersih dan sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki pertumbuhan yang cepat dan memiliki daya saing yang sangat baik dibandingkan

(60)

dengan wilayah lainnya, sehingga sektor tersebut tergolong dalam sektor progresif

(maju).

Kuadran II menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang ada di wilayah Provinsi Lampung pertumbuhannya cepat (PP > 0), tetapi daya saing wilayah untuk sektor tersebut dibanding dengan wilayah lain tidak baik (PPW < 0). Sektor yang termasuk dalam kuadran II adalah sektor industri pengolahan.

Kuadran III menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang ada di wilayah Provinsi Lampung pertumbuhannya lambat (PP < 0), dan daya saing wilayah untuk sektor tersebut dibanding dengan wilayah lain tidak baik (PPW < 0). Sektor yang termasuk dalam kuadran III adalah sektor jasa-jasa.

Kuadran IV menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang ada di wilayah Provinsi Lampung pertumbuhannya lambat (PP < 0), tetapi daya saing wilayah untuk sektor tersebut dibanding dengan wilayah lain baik (PPW > 0). Sektor yang termasuk dalam kuadran IV adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor bangunan/konstruksi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor pertambangan dan penggalian.

Contoh-contoh perhitungan dalam analisis S-S dan analisis LQ dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar

Gambar 2.1. Sistematika Kerangka Pemikiran Karakteristik dan Potensi
Gambar 3.1. Profil pertumbuhan sektor ekonomi  Sumber: Budiharsono, 2001.
Tabel 4.1. Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun 2001
Tabel 4.2.  Jumlah Penduduk Provinsi Lampung Menurut Kabupaten/Kota  No  Kabupaten/Kota  Jumlah Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis LQ dan Shift Share dapat ditentukan potensi sektor unggulan yaitu sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan dan jasa di 15 Kecamatan, sektor

Dari hasil analisis LQ dan Shift Share dapat ditentukan potensi sektor unggulan yaitu sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan dan jasa di 15 Kecamatan, sektor

Sektor unggulan di Provinsi Lampung berdasarkan analisis input-output adalah sektor industri pengolahan dengan spesifikasi sektor industri kayu, barang dari kayu dan gabus

Yang termasuk sektor basis dan sektor non basis dalam perekonomian di Kota Palu dari hasil analisis Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa di Kota Palu selama tahun

Berdasarkan analisis menggunakan metode SLQ dapat disimpulan bahwa sektor pertanian merupakan sektor basis/ unggulan dalam perekonomian wilayah Provinsi Jawa Tengah

Dari hasil perhitungan LQ tersebut, terdapat satu sektor pada sektor primer yang tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap pembentukan pertumbuhan perekonomian

Dari hasil perhitungan LQ tersebut sektor industri pengolahan merupakan sektor unggulan dan sektor basis yang dapat menggerakkan perekonomian Provinsi Riau, secara

Dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ), sektor-sektor perekonomian yang termasuk kedalam sektor unggulan di Kabupaten Cirebon pada periode 2005-2010 adalah sektor