• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. satu konsepsi modern diajukan oleh Joseph Scumpeter 1. Pemilu atau yang disebut dengan Pemilihan Umum merupakan salah satu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. satu konsepsi modern diajukan oleh Joseph Scumpeter 1. Pemilu atau yang disebut dengan Pemilihan Umum merupakan salah satu"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama dari sebuah demokrasi. Salah satu konsepsi modern diajukan oleh Joseph Scumpeter1

Pemilu atau yang disebut dengan Pemilihan Umum merupakan salah satu pilar dan poin penting dalam sebuah negara dalam membentuk pemerintahannya. Pemilu yang merupakan bagian dari demokrasi. Beberapa tokoh politik menyarankan memang bahwa sebuah negara yang mengadopsi sistem politik haruslah melakukan pemilihan umum secara langsung untuk memilih pemimpin mereka. Di dalam negara yang demokratis kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, hal ini terlihat jelas melalui pengertian dari demokrasi menurut Abraham Lincoln yaitu didefinisikan sebagai government of the people, by the people, for the people atau pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.2

Ketika suatu negara melakukan pemilihan umum untuk menentukan pemimpinnya, maka saat itu pula terjadi partisipasi dan keinginan rakyat untuk ikut terlibat dalam pemilihan umum tersebut. Herbet McClosky menjelaskan bahwa

1

Joseph Scumpeter , Capitalism, Socialism, and Democracy, New York : Harper., 1947 dikutip dari oleh Isabella Tarigan, skripsi Partisipasi Politik Dan Pemilihan Umum (Suatu Studi tentang Perilaku Politik Masyarakat di Kelurahan Dataran Tinggi Kecamatan Binjai Timur Pada Pemilihan Presiden tahun 2009 ). hal 1.

2

Effendi Bahtiar. 1996. “Islam dan Demokrasi: Mencari Sebuah Sinesta yang Memungkinkan dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher,(ed), Agama dan Dialog antar Peradaban. Paramadina, Jakarta. Cet. I hal 86 dikutip dari Islam dan Demokrasi Oleh: Muhammad Abduh hal, 6.

(2)

partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan kekuasaan dan secara langsung atau tidak langsung, serta dalam proses kebijakan umum.3 Dengan ikut serta dalam melakukan pemilu maka secara tidak langsung kita telah berpartisipasi dalam membangun bangsa dan negara ini. Dalam hal ini, keaktifan dan keikutsertaan masyarakat menjadi peran penting dalam pemilu. Penulis dapat mengasumsikan bahwa peran dan keaktifan masyarakat merupakan perilaku dalam berpolitik, walau hanya terjadi pada tingkat individu.

Sejak tahun 2004 Indonesia melaksanakan pemilihan legislatif yang menjadi sarana bagi rakyat Indonesia untuk menentukan calon-calon pemimpin dalam DPD, DPR, dan DPRD, dan bagi rakyat daerah untuk menetukan pemipin dalam DPRD baik tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Dalam pemilihan legislatif rakyat menjadi objek yang akan melaksanakan proses dalam menghasilkan suara, secara khusus pemilihan legislatif pada tahun 2014 pada provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota Medan yang terdiri dari 21 kecamatan dan dengan jumlah penduduk kota medan berjumlah 2.983.868 juta jiwa dan jmlah penduduk di sumut sebesar 13.530.185 Juta jiwa.Jumlah pemilih pada pemilu legislatif pada tahun

3

Miriam Budiarjo, 1998, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta; Gramedia, dikutip dari B. Prasetyo, Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemiliha Kepala Daerah Langsung di desa Wonokampir Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo Tahun 2010. Hal7-8.

(3)

2014 provinsi Sumatera Utara 6.807.340 juta pemilih 4 yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan ras.

Perilaku pemilih yang merupakan bentuk dalam perilaku politik. Perilaku pemilih adalah keikutsertaan warga dalam pemilu sebagai rangkaian pembuat keputusan. Tindakan tersebut merupakan respon terhadap lingkungan politik tertentu yang berkenaan dengan distribusi dan pemanfaatan kekuasaan dalam masyrakat, bangsa, dan negara yang muncul dengan berbagai bentuk.

Ada suatu hal yang menarik jika membahas mengenai partisipasi politik dan perilaku pemilih itu sendiri dalam menentukan pilihannya dalam pemilihan umum. Dalam penelitian yang Penulis lakukan mengenai perilaku politik etnis Tionghoa, Penulis ingin menggambarkan dan mendeskripsikan sedikit hal mengenai perilaku etnis Tionghoa ini dalam memilih pemimpin yang mereka pilih.

Perilaku pemilih dan partisipasi politik pemilih merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perilaku pemilih merupakan aspek penting dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan suatu pemilihan umum. Di dalam penelitian ini yang ingin ditekankan ialah bagaimana perilaku pemilih dalam pelaksanaan dan keikutsertaan proses voting ataupun pemberian suara dalam pemilihan umum baik tingkat nasional maupun tingkat lokal.

Perilaku politik seseorang itu bisa berbeda-beda. Beberapa hal yang telah dijelaskan diatas merupakan beberapa beberapa bentuk dari perilaku politik individu. 4

http://KPUD/sumutprov.go.id/ diakses pada hari 28 September 2015 pukul 13.36.WIB

(4)

Ikut serta dan bergabung dalam partai politik juga merupakan bentuk dari perilaku politik. Hal ini dikarenakan bahwa partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara dan menjalankan kebijakan-kebijakan untuk negara. Perilaku pemilih dalam pemilihan legislatif itu sangat penting, dikarenakan apabila pelaksanaan pemilihan legislatif itu berjalan sukses, maka tentu saja perilaku pemilih itu sukses juga.

Sebelumnya kita telah membahas mengenai sedikit konsep mengenai perilaku dan partisipasi masyarakat dalam politik. Pada dasanya sebelum kita mengkaji ke sana kita perlu mengetahui bahwa perilaku politik itu ada dikarenakan suatu negara yang menganut sistem demokrasi memberika kebebasan kepada rakyatnya untuk memilih mana yang menurut masyarakat yang paling baik. Kita perlu berterima kasih dengan adanya sistem politik demokrasi ini, jika tidak ada sistem politik seperti ini, maka tentu saja kita tidak akan pernah mengenal apa itu Pemilu, apa itu preferensi politik, partisipasi politik sampai perilaku pemilih dalam pelaksanaan salah satu aktivitas politik yakni Pemilu.

Perilaku pemilih dalam pemilukada itu sangat penting . karena di dalam menentukan apakah pemilukada itu berhasil, maka perilaku pemilih masyarakatnya akan menjadi faktor penetu yang penting pula. Bila didalam pelaksanaan pemilukada ternyata dapat dilihat bahwa masyarakat tidak mengambil bagian didalamnya, misalnya dapat dilihat dengan tingginya angka gollput, berarti pemilukada kurang

(5)

berhasil dilaksanakan. Terbukti dengan masyarakatnya yang kurang memberi perhatian pada peserta demokrasi tersebut.5

Keterlibatan orang Tionghoa Indonesia di ajang politik bukan merupakan fenomena baru, tetapi bagaimana hal ini bangkit atau jatuh tergantung pada kebijakan masing-masing rezim terhadap orang Tionghoa di Indonesia. Hal ini terlihat dari faktor sejarah migrasi pada masa kolonialisme dan derajat penetrasi etnis Tionghoa dengan kebudayaan lokal juga memberikan pengaruh yang besar bagi ketersinggungan etnis ini dengan dunia politik. Jika pada masa kolonial orientasi politik etnis terbagi dalam tiga corak, maka setelah Indonesia merdeka sikap mereka terpecah dalam beberapa kelompok, yakni integrasionis, asimilasionis dan cukong. Masing-masing kelompok ini menempuh cara politik yang berbeda-beda dalam pencapaian tujuannya.6

Perubahan ini terlihat dari rezim Soeharto ke rezim reformasi, terjadinya transisi demokrasi, yaitu periode yang merupakan rentangan waktu dari runtuhnya pemerintahan non demokratik sampai terbentuknya pememrintahan demoratik.7

Studi konsolidasi demokrasi mecakup peningkatan secara prinsipil komitmen seluruh elemen masyarakat dalam aturan Demokrasi. Legitimasi demokrasi sebuah proses panjang mengurangi kemungkinan pembalikan demokratisasi, erosi Demokrasi. Demokrasi konsolidasi apabila aktor-aktor politik, partai kelompok

5

Joko J Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hal.3, dikutip dari Caharyadi Tarigan skripsiPerilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 hal 5

6

Achmad Akmaluddin Orientasi Politik Etnis Tionghoa di Batauraja Kabupaten Ogan Komering Ulu Hal; 2.

7

Larry Diamond. Dan Marc. F.Planter 1998. Konsolidasi Demokrasi di Pasifik Asia, dalam Aklesius Jemadu, HI Kawasan di Asia Pasifik, Pascasarjana Unpar Bandung.hal:56

(6)

kepentingan dalam masyarakat menganggap tindakan demokratois sebagai alternatife utama dalam meraih kekuasaan dan tidak ada aktor atau kelompok yang mempunyai kalim veto dalam tindakan pembuatan keputusan.8

Lokasi penelitian akan dilakukan di Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan Petisah. Keterlibatan masyarakat etnis Tionghoa di dalam Pemilihan Umum Legislatif pada 9 april 2014 yang lalu merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam memilih wakil rakyat. Di Kelurahan sekip terdapat 16 (enam belas) TPS dengan jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 6725 orang.

Pada penelitian ini, penulis memfokuskan perilaku politik etnis Tionghoa pada pemilihan umum legislatif kota Medan tahun 2014, dimana Kelurahan Sekip memiliki penduduk etnis Tionghoa sebanyak 75% dari total populasi di kelurahan Sekip9. yang selanjutnya ingin menampilkan ke mana ataupun pada caleg yang mana masyarakat etnis Tionghoa di Kelurahan Sekip memberikan pilihannya. Selain itu, penelitian ini juga menelusuri hal-hal yang mendasari dan juga faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan politik etnis Tionghoa di Kelurahan Sekip tersebut. Masyarakat etnis Tionghoa yang berada di negara Indonesia berhak untuk memberikan suaranya pada Pemilu. Sebagai warga negara etnis Tionghoa khususnya

8

Taher, Taarmizi (1997). Masyarakat Cina: Ketahanan Nasional dan Integrasi Bangsa Indonesia. Jakarta: Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat hal:24.

9

Wawancara dengan sekertaris kelurahan sekip, Hafizal Darus, SH, kantor kelurahan sekip, 23 oktober 2015, pukul 14.15 wib.

(7)

di Kelurahan Sekip berhak untuk ikut dan berpartisipasi dalam setiap pemilihan umum.

B. Rumusan masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah menganalisis apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih etnis Tionghoa dalam menentukan pilihannya dan cenderung termasuk dalam kategori apakah perilaku masyarakat kelurahan sekip pada pemilihan legislatif Kota Medan 2014, etnis Tionghoa kelurahan Sekip diharapkan dapat memilih tidak berdasarkan etnisitas seperti pada penelitian Rika Sulastri Dalimunthe di kecamatan Medan Polonia, yang menyatakan bahwa Etnisitas/suku kurang berpengaruh terhadap prefrensi politik responden yang berasal dari etnis Tionghoa di Kelurahan Polonia.10

C. Pertanyaan Penelitian

Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian di dalam analisa penelitian kuantitatif ini adalah apa faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih etnis Tionghoa dalam memilih calon legislatif kota Medan pada Pemilu Legislatif tahun 2014 yang lalu.

10

Dalimunthe, Rika Sulastri, 2011.skripsi Etnisitas dan Prefrensi Politik (studi Kasus: masyarakat Etnis Tionghoa Di Dalam Pemilu Legislatif 2009 Di Kelurahan Polonia.Hal 67.

(8)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang di kemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk menggambarkan pilihan dan perilaku pemilih etnis Tionghoa di Kelurahan Sekip pada Pemilu Legislatif kota tahun 2014 lalu.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih etnis Tionghoa pada Pemilu Legislatif kota Medan tahun 2014 lalu.

E. Manfaat penelitian

1 Bagi Penulis penelitian ini sangat bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan berpikir dan kemampuan menulis karya ilmiah. Selain itu dapat menambah pengetahuan penulis preferensi politik dan perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya dalam Pemilu.

2. Secara Akademis, Penelitian ini diharapkan berfungsi sebagai referensi tambahan bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan informasi tambahan mengenai etnisitas dan kaitannya dengan ilmu politik. Serta penelitian ini di harapkan menjadi acuan ke depannya untuk mengembangkan Pemilukada yang Demokratis di Kota Medan.

(9)

F. Keragka teori

Dalam melakukan suatu penelitian, seorang peneliti perlu mengungkapkan dan memakai teori atapun penjelasan lainnya dalam memecahkan permasalahan yang ditelitinya. Penjelasan tersebut yang merupakan teori-teori dari peneliti lain dipakai sebagai landasan berpikir untuk memecahkan dan memperdalam analisis mengenai permasalahan dalam penelitian. Untuk itulah perlu disusun kerangka teori yang membuat pokok-pokok pemikiran yang menggambarkan bagaimana masalah penelitian yang akan diperdalam.

Kerangka teori merupakan dasar untuk melakukan suatu penelitian dan teori yang dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial-politik yang akan dianalisa oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti ingin mempergunakan beberapa teori dan konsep yang sangat berhubungan dengan proposal penelitian yang akan dilakukannya. Teori dan konsep tersebut yakni preferensi politik, perilaku pemilih, dan konsep etnisitas.

F.1 Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih yang merupakan bentuk dalam perilaku politik. Perilaku memilih adalah keikutsertaan warga dalam pemilu sebagai rangkaian pembuat keputusan. Tindakan tersebut merupakan respon terhadap lingkungan politik tertentu

(10)

yang berkenaan dengan distribusi dan pemanfaatan kekuasaan dalam masyrakat, bangsa, dan negara yang muncul dengan berbagai bentuk.

Dalam perspektif ekonomi politik secara umum, teori pilihan rasional berusaha mengembangkan aksioma-aksioma tentang pilihan terbaik dan preferensi yang sudah digagas oleh pakar-pakar Klasik dan Neoklasik sebelumnya. Rasionalitas yang dikembangkan oleh pakar-pakar ekonomi politik baru, terutama dalam pilihan rasional, terkait dengan konsep-konsep seperti kesukaan atau preferensi (preference), kepercayaan (beliefs), peluang (opportunities), dan tindakan (action).

Menurut William H. Riker dalam Political Science and Rational Choice (1994), model pilihan rasional terdiri atas elemen-elemen berikut:

1. Para aktor dapat merangking tujuan-tujuan, nilai-nilai, selera, dan strategi-strategi mereka.

2. Para aktor dapat memilih alternatif terbaik yang bisa memaksimumkan kepuasan mereka.

Dari elemen-elemen di atas, komponen utama pilihan rasional adalah perangkingan.11 Firmanzah mencoba membangun “tipologi pemilih” berdasarkan pertimbangan bahwa pemilih mengangkut pandangan objektif sekaligus subjektif ketika memilih sebuah partai atau seorang kontestan. Bahwa dalam diri masing-masing pemilih terdapat dua orientasi sekaligus yaitu; (1) orientasi ‘policy-problem-solving’, dan (2) orientasi ‘ideologi’. Ketika pemilih menilai partai politik atau seorang kontestan dari kacamata ‘policy-problem-solving’, yang terpenting bagi mereka adalah sejauh mana para kontestan mampu menawarkan program kerja atas

11

Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik, Jakarta; Penerbit Erlangga.

(11)

solusi dari suatu permasalahan yang ada. Pemilih akan cenderung objektif memilih partai politk atau kontestan yang memiliki kepekaan terhadap masalah nasional dan kejelasan program kerja. Partai politik atau kontestan yang arah kebijakkannya tidak jelas akan cenderung tidak dipilih. Sementara pemilih yang lebih mementingkan ikatan ‘ideologi’ suatu partai atau seorang kontestan, akan lebih menekankan aspek-aspek subjektivitas seperti kedekatan nilai, budaya, agama, moralitas, norma, emosi dan psikografis. Semakin dekat kesamaan partai politik atau calon kontestan, pemilih jenis ini akan cenderung memberikan suaranya ke partai atau kontestan tersebut.12

Penyampaian informasi berupa program kerja dan kebijakan pasangan calon kepada konstituen menggunakan media media pidato kampanye secara langsung , atau tidak langsung. Untuk itu diperlukan analisis mendalam dan lebih komprehensif sangat dibutuhkan untuk memahami perilaku politik. Kondisi pemilih adalah dimensi yang sangat kompleks. Begitu banyak karakteristik pemilihnya akan menjadi terbatas jika hanya didasarkan pada pendukung atau massa mengambang. Para pendukung maupun non-pendukung sama-sama memiliki karakteristik sebagai pemilih rasional dan non-rasional.13

12

Firmanzah. 2007. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal. 113-114

13

Dapat dilihat pada jurnal: Bakran Suni. Program Kerja Calon Kepala Daerah dan Tipologi Pemilih Dalam Pilkada.Fisip Universitas Tanjung Pura

(12)

F.1.2 Kategori Pemilih

1. Pemilih Rasional

Dalam kategori pertama ini terdapat pemilih rasional (rational voter), di mana pemilih memiliki orientasi tinggi pada ‘policy-problem-solving’ dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi.Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Kinerja partai atau calon kontestan biasanya termanivestasikan pada reputasi dan ‘citra’ (image) yang berkembang di masyarakat. Dalam konteks ini yang lebih utama bagi partai politik dan kontestan adalah mencari cara agar mereka bisa membangun reputasi di depan publik dengan mengedepankan kebijakan untuk mengatasi permasalahan nasional.

Pemilih jenis ini memilki ciri khas yang tidak begitu mementingkan ikatan ideologi suatu partai politik atau seorang kontestan. Analisis kognitif dan pertimbangan logis sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan. Hal yang terpenting begi jenis pemilih ini adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan oleh sebuah partai atau kontestan daripada paham dan nilai partai dan kontestan. Dalam konfigurasi pertama ini terdapat pemilih rasional (rational voter), di mana pemilih memiliki orientasi tinggi pada ‘policy-problem-solving’ dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Program kerja atau ‘platform’ partai bisa dianalisis dalam dua hal: (1) kinerja partai di masa lampau (back ward looking),

(13)

dan (2) tawaran program untuk menyelesaikan permasalahan nasional yang ada (forward-looking). Pemilih tidak hanya melihat program kerja atau ‘platform’ partai yang berorientasi ke masa depan, tetapi juga menganalisis apa saja yang telah dilakukan oleh partai tersebut di masa lampau. Dalam konteks ini yang lebih utama bagi partai politik dan kontestan adalah mencari cara agar mereka bisa membangun reputasi di depan publik dengan mengedepankan kebijakan untuk mengatasi permasalahan nasional.14

2. Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih terhadap sebuah partai atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah ‘rational vote’ untuk berpaling ke partai lain. Proses untuk menjadi pemilih jenis ini bisa terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai politik mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai/kontestan baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan.

14

Ibid., hal.119-120

(14)

Pemilih yang kritis ini akan selalu menganalisis kaitan antara sistem nilai partai (ideologi) dengan kebijakan yang dibuat. Tiga kemungkinan akan muncul ketika terdapat perbedaan antara nilai ideologi dengan ‘platform’ partai: (1) memberikan kritik internal, (2) frustasi, dan (3) membuat partai baru yang memiliki kemiripan karakteristik ideologi dengan partai lama. Kritik internal merupakan manifestasi ketidaksetujuan akan sebuah kebijakan partai politik atau seorang kontestan. Ketika pemilih merasa kritikannya tidak difasilitasi oleh mekanisme internal partai politik, mereka cenderung menyuarakannya melalui mekanisme eksternal partai, umpamanya melalui media massa seperti televisi, radio, dan sebagainya. Frustasi merupakan posisi yang sulit bagi pemilih jenis ini.

Di satu sisi, mereka merasa bahwa ideologi suatu partai atau seorang kontestan adalah yang paling sesuai dengan karakter mereka, tapi di sisi lain mereka merasakan adanya ketidaksesuaian dengan kebijakan yang akan dilakukan partai. Biasanya pemilih ini akan melihat-lihat dahulu (wait and see) sebelum munculnya ide kemungkinan yang ketiga, yaitu membentuk partai baru. Pembuatan partai biasanya harus dipelopori oleh tokoh-tokoh yang tidak puas atas kebijakan suatu partai. Mereka memiliki kemampuan untuk menggalang massa, ide, konsep, dan reputasi untuk membuat partai tandingan dengan nilai ideologi yang biasanya tidak berbeda jauh dengan partai sebelumnya.15

15

Ibid., hal. 121-122

(15)

3. Pemilih Tradisional

Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budaya, nilai, asal-usul, paham dan agama sebagai ukuran untuk memilih sebuah partai politik. biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.

Pemilih tradisional adalah jenis pemilih yang bisa dimobilisasi selama periode kampanye. Loyalitas tinggi merupakan salah satu ciri khas yang paling kelihatan bagi pemilih jenis ini. Ideologi dianggap sebagai satu landasan dalam membuat suatu keputusan serta bertindak, dan kadang kebenarannya tidak bisa diganggu-gugat.16

4. Pemilih Skeptis

Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang memedulikan ‘platform’ dan kebijakan sebuah partai politik. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara, biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa ke arah perbaikan yang

16

Ibid., hal. 123

(16)

mereka harapkan. Selain itu, mereka tidak memiliki ikatan emosional dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan.17

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam menjawab serta mempelajari peraturan yang terdapat dalam suatu penelitian.Ditinjau dari sudut filsafat, metodologi penelitian merupakan epistimologi penelitian, yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.18

G.1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Jenis penelitian ini digunakan karena peneliti ingin menggambarkan Perilaku Politik Etnis TIonghoa di Kelurahan Sekip pada Pemilihan Legislatitf 2014 di Kota Medan

.G.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Daerah Kelurahan Sekip kecamatan Medan Petisah. Pemilihan lokasi di daerah ini karena peneliti melihat bahwa populasi etnis

17

Ibid., hal. 124-125

18

Prof. Dr. Husni Usman, M.Pd., M.T dan Purmono Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi PenelitianSosial, Jakarta: Bumi Aksara. hal.41.

(17)

Tionghoa di kelurahan Sekip merupakan populasi terbesar dibandingkan dengan kelurahan lain di kecamatan Medan Petisah.

G.3. Populasi dan Sampel G.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah yang terdiri dari objek atau subjek penelitian yang mempunyai kuantitas tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya. Populasi memiliki lambang (N). Dalam hal ini populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat etnis Tionghoa yang terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT) di Kelurahan Sekip, Kota Medan. Populasi masyarakat ataupun penduduk yang terdapat di Kelurahan Sekip berjumlah 11.378 jiwa, kemudian populasi yang terdaftar dalam DPT berjumlah 7.422 jiwa, sedangkan Populasi etnis Tionghoa yang terdapat dalam DPT berjumlah 5250 jiwa. Data diperoleh setelah menganalisis DPT Kelurahan Sekip yang diperoleh melalui KPU kota Medan.

G.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara tertentu. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah masyarakat etnis tionghoa yang memilih pada pemilihan legislatif 2014 di Kelurahan Sukaramai 2, kota Medan yang berusia 17 tahun keatas atau yang sudah menikah dan berdomisili di kelurahan

(18)

Sekip. Untuk menentukan jumlah sampel dalam kuisioner peneliti menggunakan rumus Taro Yamane, sebagai berikut19:

Keterangan: n: jumlah sampel

N: jumlah populasi etnis tionghoa

: presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 90 %

Maka diperoleh sampel pada penelitian ini yang berjumlah 90 orang, namun untuk kemudahan mengambil data penulis menyebarkan kuesioner sebanyak 100 responden, Selanjutnya maka dilakukan pengumpulan data dan analisa data.

Tingkat presisi yang dimaksud disini adalah rentang dimana nilai sebenarnya dari populasi yang diperkirakan. Semakin besar tingkat kesalahan yang ditoleransi

19

Prasetry, Bambang. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori Dan Aplikasi, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Hal 81

(19)

maka semakin kecil jumlah sampel yang diambil. Dan sebalikanya jika semakin kecil presesi maka akan semakin sedikit tingkat kesalahan

G.4. Sumber Data

Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan maka penulis melakukan teknik pengumpulan data sebagai berikut.

Data sekunder: mencari data dan informasi melalui buku-buku, interner, jurnal dan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Cara ini sering dikenal dengan kata lain atau sering disebut dengan library research.

Data primer: data yang didasarkan pada peninjauan langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan. Studi lapangan yang dilakukan dengan datang langsung kelokasi penelitian dengan cara menyebarkan angket artau kuisioner kepada responden yang dijadikan sebagai sampel penelitian.

G.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan teknik yang relevan untuk mendapatkan data yang akurat yaitu dengan penelitian lapangan (field reaserch) vdan penelitian kepustakaan (library research). Dalam mengumpulkan data peneliti melakukan:

1. Penelitian Lapangan (field Reaserch): penyebaran kuisioner yang akan diberikan kepada informan yaitu masyarakat Etnis Tionghoa di Kelurahan

(20)

Sekip. Teknik pengeumpulan data penelitian ini juga berupa observasi. Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dijalankan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, dengan jalan pencatatan dan pengamatan secara sistematis.20

2. Pengumpulan data penelitian kepustakaan (library reaserch) yaitu:

Dengan mendapatkan data dari buku-buku, jurnal, dokumen lembaga dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian.

G.6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian ini ingin menggambarkan dan melukiskan objek yang diamati berdasarkan fakta-fakta yang ada dilapangan setelah dilakukannya penelitian.

G.7. Sistematika Penelitian

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan terperinci, serta untuk mempermudah isi dari penelitian ini, maka penulis memba gi penulisan penelitian ini ke dalam empat bab. Dengan begitu, susunan sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

20

Imam Gunawan, S. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal 143.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, Pertanyaan Penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini lebih ditujukan dan mengambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu perilaku politik etnis tionghoa di Kelurahan Sekip, yang diharapkan mampu mewakili keseluruhan pemilih Tionghoa di kota Medan.

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisi penyajian data dan fakta serta analisa data dengan metode kuantitatif dan perhitungan statistika mengenai penelitian ini, dan persentasi pemilih etnis tionghoa dalam memberikan suaranya dalam pemilukada. Selain itu menampilkan penyajian data yang diperoleh baik itu data primer maupun data sekunder.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi mengenai kesimpulan. Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tes dan pengukuran tingkat kondisi fisik yang terdiri dari tes kecepatan dengan tes lari 30 meter,

Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting period) adalah masa dimana cara manusia purba mengumpulkan makanan-makanan yang dibutuhkan

Yang dimaksud nilai efektif arus dan tegangan adalah kuat arus atau Yang dimaksud nilai efektif arus dan tegangan adalah kuat arus atau tegangan yang dianggap

Noor Prio Sasongko Seminar nasional & call paper Forum Manajemen Indonesia (FMI) ke-4, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia sebagai Pemakalah. Hotel Inna, Garuda

Kalau membunuh diri karena sebab tidak tahan dengan ujian Allah swt diharamkan, lantas bagaimana dengan bunuh diri dalam rangka mempertahankan kedaulatan

Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha melalui berbagai buku yang

6 Martinis Yamin dan Maisah, Orientasi Baru Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Referensi, 2012), hal.. 9 Berdasarkan grand tour di MAN Insan Cendekia Jambi, peneliti menemukan baiknya

Dengan potensi batubara Kalimantan seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipastikan realisasi pembangunan PLTU Madura tidak a kan mengala mi kesulitan