• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENANAMAN MODAL DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP DISPARITAS PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENANAMAN MODAL DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP DISPARITAS PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENANAMAN MODAL

DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP DISPARITAS

PENDAPATAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Ni’matush Sholikhah

Fakultas Ekonomi, Unesa, Kampus Ketintang

ABSTRACT

Disparity of income is one of important target in economic’s development region, such as East Java. This aim of the study is to obtain the empirical evidence on disparity of income in East Java from the year 2001-2010; the influence of economic growth, capital investment domestic, capital investment foreign and level of education to disparity of income in East Java from the year 2001-2010. The analysis model to know disparity of income is Williamson’s index. While, to know influence a number of variables about disparity of income is time series’s data. Result of research indicated that disparity of incomes’s index is more than 1 in East Java from 2001-2010 years. The partial and simultan result of economic growth, capital investment domestic percapita, capital investment foreign percapita, elementary school graduate and senior high school graduate have positif and significant influence to disparity of income in East Java from the year 2001-2010.

Key word: disparity of income.

ABSTRAK

Disparitas pendapatan merupakan salah satu sasaran terpenting dari pembangunan ekonomi suatu daerah, seperti di Provinsi Jawa Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010; pengaruh pertumbuhan ekonomi, Penanaman Modal Dalam Negeri, Penanaman Modal Asing dan tingkat pendidikan secara parsial terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010. Model analisis yang digunakan untuk mengetahui disparitas pendapatan adalah indeks Williamson. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh sejumlah variabel terhadap disparitas pendapatan digunakan data time series. Hasil penelitian menunjukkan nilai indeks disparitas pendapatan sebesar lebih dari 1 di Provinsi Jawa Timur selama 2001-2010. Variabel pertumbuhan ekonomi, penanaman modal (PMDN perkapita dan PMA perkapita) dan tingkat pendidikan (rasio tingkat pendidikan SD dan rasio tingkat pendidikan SLTA) secara parsial dan bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010. Kata kunci: disparitas pendapatan.

Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tertinggi kedua di Indonesia. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur pada tahun 2010 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebesar

342.280,8 milyar Rupiah setelah DKI Jakarta yang sebesar 395.664,5 milyar Rupiah. Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menyebabkan laju pertumbuhan PDRB konstan tahun 2010 di Provinsi Jawa Timur sebesar 6,67%, yang

(2)

2 merupakan laju pertumbuhan tertinggi di pulau Jawa. Laju pertumbuhan ekonomi merupakan alat pengukur tercapainya keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu, setiap daerah akan memasukkan target pertumbuhan ekonomi daerahnya dalam perencanaan dan tujuan pembangunan daerah.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Jawa Timur pada tahun 2010 sebesar 6,67%. Pada tahun yang sama, daerah yang tercatat memiliki laju pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Jawa Timur adalah sebanyak 8 Kabupaten dan 3 Kota. Sedangkan, daerah yang tercatat memiliki laju pertumbuhan ekonomi dibawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Jawa timur adalah sebanyak 21 Kabupaten dan 6 Kota. Dengan laju pertumbuhan ekonomi terendah sebesar 5,19% terdapat pada Kota Kediri dan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 12,26% terdapat pada Kabupaten Bojonegoro.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan adanya ketidakmerataan laju pertumbuhan ekonomi antar Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hal ini ditunjukkan adanya margin sebesar 7,07% antara laju pertumbuhan ekonomi tertinggi dan laju pertumbuhan ekonomi terendah antar Kabupaten/Kota di Jawa timur. Ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi ini mengindikasikan terjadinya ketidakmerataan pendapatan/disparitas

pendapatan antar Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Disparitas pendapatan antar Kabupaten/Kota di Jawa Timur disebabkan berbagai kendala, baik perbedaan letak geografis, perbedaan dalam kepemilikan sumber daya modal dan sumber daya manusia antar daerah menjadi sumber utama perbedaan tingkat pencapaian pertumbuhan ekonomi.

Terkait dengan sumber daya modal, penanaman modal/investasi terutama investasi swasta baik berupa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan faktor penyebab adanya disparitas pendapatan antar wilayah. Hal ini terjadi karena sebagian investasi swasta terpusat hanya di beberapa daerah, hal ini juga terjadi di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa besaran investasi antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur tahun 2010 mempunyai nilai yang tidak merata. Bahkan tidak semua Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur mendapatkan investasi baik berupa PMDN maupun PMA. Hal ini dikarenakan, hanya daerah-daerah yang dinilai mendapatkan

profit yang menjanjikan yang akan dilirik oleh para investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri.

Sama halnya dengan modal manusia, menurut aliran klasik/ neoklasik, modal sumber daya manusia (human capital)

(3)

3 dianggap merupakan stok kekayaan pengetahuan yang sangat berharga sehingga setiap negara yang memilikinya dapat memajukan kegiatan ekonomi melalui pencapaian tenaga kerja yang produktif (Yustika, 2008:23). Pendidikan merupakan bentuk investasi sumber daya manusia yang sama pentingnya dengan investasi dalam modal fisik untuk mencapai kesuksesan ekonomi jangka panjang suatu negara (Mankiw, 2006:68). Pada kenyataannya setiap wilayah tidak terkecuali di Provinsi Jawa Timur, memiliki masyarakat dengan tingkat pendidikan yang beragam. Pada tahun 2010, keberagaman tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Timur dikuasai oleh penduduk lulusan Sekolah Dasar (SD) sebesar 31% dan selebihnya untuk penduduk dengan lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 20 %, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebesar 19%, dan Perguruan Tinggi (PT) sebesar 5% dari jumlah seluruh penduduk usia 15 tahun keatas di Provinsi Jawa Timur. Perbedaan tingkat pendidikan ini, nantinya juga akan menyebabkan disparitas pendapatan antar wilayah (Maqin, 2005).

Berdasarkan pemaparan diatas, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Penanaman Modal dan Tingkat Pendidikan Terhadap Disparitas Pendapatan di Provinsi Jawa Timur.”

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui

disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010; (2) untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA) dan tingkat pendidikan secara parsial terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010; (3) untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA) dan tingkat pendidikan secara bersama-sama terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010.

Teori Pertumbuhan Kausasi Kumulatif

Teori ini pada mulanya dikemukakan oleh Myrdal pada tahun 1957 yang mengkritik teori Neo Klasik mengenai pertumbuhan yang stabil (Arsyad, 2010). Myrdal menyatakan bahwa perbedaan tingkat kemajuan pembangunan ekonomi antar wilayah selamanya akan menimbulkan adanya backwash effect yang mendominasi

spread effect dan pertumbuhan ekonomi regional merupakan proses yang tidak ekulibrium (disequilibrium). Perbedaan utama dari teori Neo-Klasik dan teori dari Myrdal adalah yang pertama menggunakan

constant return to scale dan kedua menggunakan increasing return to scale. Perbedaan tingkat pertumbuhan antara wilayah mungkin akan menjadi sangat besar jika increasing return to scale berlangsung terus.

(4)

4 Prinsip dari penyebab kumulatif adalah penyederhanaan dari increasing return to scale di perusahaan. Kondisi daerah-daerah di sekitar kota yang semakin buruk menunjukkan konsep dasar dari teori ini. Kekuatan-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antara daerah-daerah tersebut (maju versus terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif dibanding daerah-daerah lain. Hal ini disebut Myrdal sebagai

backwash effects. Berdasarkan kondisi ini maka penganut teori Cummulative Causation berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar, sehingga perlu dilakukan melalui campur tangan yang efektif dari pemerintah.

Konsep Disparitas Pendapatan Antar Daerah

Thee Kian Wie dalam Hartono (2008) menyatakan bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan/ disparitas pendapatan dari sudut pandangan ekonomi dibagi menjadi:

1. Ketimpangan pembagian pendapatan antar golongan penerima pendapatan (size distribution income);

2. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah perkotaan dan daerah pedesaan (urban-rural income disparities);

3. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah (regional income disparities).

Disparitas pendapatan adalah ketidakmerataan dalam hal penguasaan sumber daya alam atau sumber penerimaan daerah satu dan daerah lainnya, dan juga perkembangan sektor-sektor ekonomi setempat. Disparitas pendapatan pertama kali diperkenalkan oleh Simon Kuznets. Dengan hipotesisanya yang terkenal dengan sebutan “Kurva U Terbalik Kuznets”. Hasil hipotesis Kuznets mengatakan bahwa ada korelasi positif atau negatif panjang antara tingkat pendapatan perkapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.

Penanaman Modal

Pengertian dari investasi swasta/penanaman modal menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

Dari pengertian diatas, disebutkan bahwa investasi swasta terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).

Dalam teori Investasi Harrod-Domar (Arsyad, 2010:83-86), pembentukan modal/ investasi merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi.

(5)

5 Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui akumulasi tabungan. Menurut Harrod-Domar, pembentukan modal tidak hanya dipandang sebagai pengeluaran yang akan menambah kemampuan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga akan meningkatkan permintaan efektif masyarakat. Menurut teori Harrod-Domar, untuk meningkatkan laju perekonomian, maka diperlukan investasi-investasi baru sebagai stok tambahan modal.

Tingkat Pendidikan

Istilah modal manusia (human capital) dikenal sejak tiga puluh tahun yang lalu ketika Gary S. Becker, seorang penerima Nobel di bidang ekonomi membuat sebuah buku yang berjudul Human Capital (Solihin, 1995 dalam Atmanti, 2005). Asumsi dasar teori Human Capital adalah bahwa seseorang meningkatkan penghasilkannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti di satu pihak, meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang, tetapi di pihak lain, menunda penerimaan penghasilan selama satu tahun dalam mengikuti sekolah tersebut.

Kurva penghasilan bertambah (incremental earning) Campbell dan Stanley dalam Situmorang (2007) secara sederhana menggambarkan profil peningkatan pendapatan seseorang akibat pendidikan lanjutan. Kurva penghasilan bertambah

(incremental earning) menjelaskan seberapa besar tambahan penghasilan yang akan diperoleh pekerja berpendidikan lanjutan dibandingkan dengan pekerja yang berpendidikan menengah.

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi

Terhadap Disparitas Pendapatan

Hasil hipotesis Kuznets mengatakan bahwa ada korelasi positif atau negatif panjang antara tingkat pendapatan perkapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan. Relasi antara tingkat kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik, yang menyatakan bahwa dimana pada saat pendapatan perkapita meningkat, akan terjadi peningkatan kesenjangan pendapatan, lalu bertahan dalam jangka waktu tertentu dan kemudiam berkurang seiring membaiknya pendapatan perkapita.

Pengaruh Penanaman Modal Terhadap Disparitas Pendapatan

Pada hakekatnya setiap daerah mempunyai sesuatu yang bisa menarik investor. Hanya saja besar kecilnya peluang menarik investor itu tidak sama. Hal ini tergantung pada pengusaha dan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. Besar kecilnya peluang menarik investor bagi tiap daerah ini, akan mengakibatkan terjadi disparitas pendapatan yang menyertainya.

(6)

6

Pengaruh Pendidikan Terhadap

Disparitas pendapatan

Tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat akan berhubungan terbalik (negatif) dengan disparitas pendapatan, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan menurunkan kesenjangan antar daerah. Dengan asumsi bahwa semakin banyak penduduk yang berpendidikan rendah, maka kesenjangan pendapatan antar daerah cenderung tinggi tetapi jika semakin banyak masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka tingkat kesenjangan pendapatan antar daerah akan semakin turun (Maqin, 2005).

Indeks Williamson

Indeks Williamson yang dikenalkan oleh Jeffrey G. Wlliamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah atau disparitas pendapatan di suatu wilayah. Perhitungan indeks Williamson didasarkan pada data PDRB perkapita yang koefisien variasinya diberi penimbang proporsi jumlah penduduk masing-masing daerah yang ada dalam suatu wilayah terhadap total penduduk wilayah tersebut. Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < Iw < 1.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 1. Rancangan Penelitian Hubungan Antara Variabel Bebas dengan

Variabel Terikat

Keterangan :

X1= Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010.

X2= Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) kabupaten/kota di Jawa

Timur tahun 2001-2010.

X3= Penanaman Modal Asing (PMA) kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2001-2010.

X4= tingkat pendidikan kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2001-2010.

Penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh, yakni teknik penentuan sampel dengan semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2007:68). Hal ini ditunjukkan bahwa seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur digunakan sebagai sampel, untuk mengetahui perhitungan tentang besaran disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur. Serta penelitian ini menggunakan data time series mulai dari tahun 2001-2010 serta merupakan data sekunder yang diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS).

X1

Y X2

X3

(7)

7 Penelitian ini menggunakan teknil analisis data sebagai berikut:

1. Disparitas Pendapatan

Menggunakan perhitungan indeks Williamson.

𝐼𝑤 =

(𝑌𝑖− 𝑌)2𝑓𝑛𝑖

𝑌 , 𝑦𝑎𝑖𝑡𝑢 0 < 𝐼𝑤 < 1 Dimana :

Iw = Nilai Indeks Ketimpangan Williamson

Yi = PDRB perkapita di kabupaten/kota - i

Y = rata-rata PDRB perkapita di Provinsi Jawa Timur

fi = Jumlah penduduk di kabupaten/kota - i

n = Jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur

2. Variabel Berpengaruh Terhadap Disparitas Pendapatan

Untuk mengukur variabel pertumbuhan ekonomi digunakan rumus sebagai berikut: 𝑃𝐸 =𝑌𝑡− 𝑌𝑡−1 𝑌𝑡−1 × 100% Dimana: PE = Pertumbuhan Ekonomi (%) YPt = Produk Domestik Regional Bruto perkapita tahun sekarang

YPt-1 = Produk Domestik Regional Bruto perkapita tahun yang lalu

Selanjutnya, mengukur pertumbuhan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) perkapita digunakan rumus sebagai berikut: 𝑃𝑀𝐷𝑁𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 =𝑃𝑀𝐷𝑁𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑡− 𝑃𝑀𝐷𝑁𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑡−1 𝑃𝑀𝐷𝑁𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑡−1 × 100% Dimana:

PMDNperkapita= Penanaman Modal Dalam Negeri perkapita (Prosentase)

PMDNperkapita t= Penanaman Modal Dalam Negeri perkapita tahun sekarang (jutaan Rupiah)

PMDNperkapita t-1= Penanaman Modal Dalam Negeri perkapita tahun yang lalu (jutaan Rupiah)

∑ proyek PMDN= jumlah investasi PMDN yang disetujui di Provinsi Jawa Timur (jutaan Rupiah)

∑ Pd= jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur

Selanjutnya, mengukur pertumbuhan Penanaman Modal Asing (PMA) perkapita digunakan rumus sebagai berikut: 𝑃𝑀𝐴𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 =𝑃𝑀𝐴𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑡 − 𝑃𝑀𝐴𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑡−1 𝑃𝑀𝐴𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎 𝑡−1 × 100% Dimana:

PMAperkapita = Penanaman Modal Asing perkapita (ribuan US Dolar)

(8)

8 PMAperkapita t= Penanaman Modal Asing perkapita tahun sekarang (ribuan US Dolar)

PMDNperkapita t-1= Penanaman Modal Asing perkapita tahun yang lalu (ribuan US Dolar)

∑ proyek PMA= jumlah investasi PMA yang disetujui di Provinsi Jawa Timur (ribuan US Dolar)

∑ Pd= jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur

Untuk mengukur rasio tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) digunakan rumus sebagai berikut:

𝑆𝐷 = 𝑡𝑎𝑚𝑎𝑡 𝑆𝐷

𝑃𝑑 × 100%

Dimana:

SD = rasio tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) dalam prosentase

∑ tamat SD = jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang tamat SD di Provinsi Jawa Timur

∑ Pd= jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur

Untuk mengukur rasio tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) digunakan rumus sebagai berikut:

𝑆𝐿𝑇𝐴 = 𝑡𝑎𝑚𝑎𝑡 𝑆𝐿𝑇𝐴

𝑃𝑑 × 100%

Dimana:

SLTA= rasio tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dalam prosentase

∑ tamat SLTA= jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang tamat SLTA di Provinsi Jawa Timur

∑ Pd= jumlah penduduk di Provinsi Jawa Timur

Maka, persamaan linernya yakni: persamaan linier yakni:

𝐼𝑤𝑡 = 𝛼𝑖+ 𝛼1𝑃𝐸 + 𝛼2𝑃𝑀𝐷𝑁 + 𝛼3𝑃𝑀𝐴

+ 𝛼4𝑆𝐷 + 𝛼5𝑆𝐿𝑇𝐴 + ℯ𝑡

Dimana:

Iw = Indeks Disparitas Pendapatan PE = Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

PMDNperkapita= Penanaman Modal Dalam Negeri perkapita di Provinsi Jawa Timur PMAperkapita = Penanaman Modal Asing perkapita di Provinsi Jawa Timur

SD = rasio tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD)

SLTA = rasio tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

t = periode waktu

e = error term/ faktor pengganggu αi = konstanta

α1, α2, α3, α4, α5 = koefisien masing-masing dari PE, PMDNperkapita, PMAperkapita, SD dan SLTA

Sedangkan untuk pengujian hasil persamaan regresi menggunakan pengujian model dengan asumsi klasik dan dan

(9)

9

HASIL PENELITIAN

Kondisi Disparitas Pendapatan Jawa Timur

Salah satu sasaran terpenting dari pembangunan ekonomi adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi, stabilitas ekonomi serta aspek pemerataan pendapatan (Yustika, 2008:229). Gambaran kondisi disparitas pendapatan sangat diperlukan dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai hasil dari kebijakan pemerataan pembangunan antardaerah (equalization policy) yang dijalankan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Salah satu alat untuk mengukur ketimpangan antarwilayah disuatu provinsi dalam waktu tertentu dapat digunakan Indeks Williamson.

Perhitungan indeks

Williamson didasarkan pada data PDRB

perkapita yang koefisien variasinya

diberi

penimbang

proporsi

jumlah

penduduk

masing-masing

Kabupaten/Kota terhadap total penduduk

dalam provinsi. Hasil pengukuran dari

nilai Indeks Williamson ditunjukkan

oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < Iw

< 1.

Kondisi disparitas pendapatan yang ada di Provinsi Jawa Timur melalui perhitungan indeks williamson sejak tahun 2001 hingga 2010, dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.

Grafik Indeks Williamson Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2010

PEMBAHASAN

Sumber: data diolah

Dari perhitungan yang dilakukan, didapatkan hasil dari indeks Williamson dari tahun 2001 hingga tahun 2010 menunjukkan angka diatas 1 (Iw>1). Hal ini menandakan tingginya ketidakmerataan pendapatan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. Nilai indeks Williamson yang melebihi nilai maksimum menurut teorinya ini, disebabkan adanya beberapa daerah yang memiliki hyper -PDRB perkapita diatas -PDRB perkapita Jawa Timur dibandingkan daerah lainnya. Beberapa daerah ini adalah Kota Kediri dan Kota Surabaya.

Tingginya PDRB perkapita yang sangat mencolok pada kedua kota ini, disebabkan sumbangan sektor-sektor dalam PDRB yang bersifat padat modal. Sektor-sektor padat modal tersebut diantaranya

1,256 1,192 1,223 1,225 1,177 1,188 1,182 1,161 1,159 1,144 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Indeks Williamson Provinsi

Jawa Timur

Tahun 2001-2010

(10)

10 adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini terlihat pada tahun 2010, sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 19,23% dari total PDRB Kota Kediri. Sedangkan untuk Kota Surabaya pada tahun 2010, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 43,31% dari total PDRB Kota Surabaya. Sedangkan secara makro, sumbangan sektor perdagangan, hotel dan restoran di provinsi Jawa Timur menduduki peringkat pertama dalam PDRB 2010, dengan nilai sebesar

31,04% atau sebesar

Rp106.229.112.970.000,00.

Sumbangan PDRB yang sangat besar di sektor perdagangan, hotel dan restoran ini, ternyata tidak sebanding dengan penyerapan tenaga kerja di provinsi Jawa Timur. Dalam sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya mampu menyerap 20,26% tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan sektor yang mampu menyerap hampir 42,46% tenaga kerja di seluruh Provinsi Jawa Timur ini adalah sektor pertanian, yang hanya mampu menyumbangkan 14,99% dari keseluruhan PDRB Jawa Timur. Dimana sektor pertanian ini terdapat di daerah-daerah pedesaan (kabupaten) yang ada di Provinsi Jawa Timur.

Tingginya sumbangsih sektor padat modal (sektor perdagangan, hotel dan restoran) dengan sedikitnya menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan sektor pertanian sebagai sektor padat karya,

menjadi penyebab utama terjadinya kesenjangan pendapatan /disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur. Hal ini dikarenakan sektor padat modal hanya terjadi di Kota Kediri dan Kota Surabaya serta beberapa kota lainnya, yang mampu menghasilkan PDRB perkapita yang sangat tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Sedangkan sebanyak 28 Kabupaten sisanya lebih kearah sektor pertanian yang menjadi sektor dominan dalam menyerap tenaga kerja meskipun menyumbangkan nilai PDRB daerah yang kecil. Dengan nilai PDRB yang tidak terlalu besar pada sektor pertanian ini, menyebabkan PDRB perkapita yang didapat di beberapa Kabupaten di Jawa Timur, tidak sebesar yang didapat pada kota-kota dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang lebih berperan. Hal inilah yang menyebabkan adanya kesenjangan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur ini, disebabkan ketidakseimbangan pembangunan yang terjadi antardaerah (dualisme pembangunan).

Dalam pandangan lain, nilai dari indeks Williamson yang melebihi angka 1 ini, disebabkan ketidaksempurnaan suatu metode perhitungan dari indeks Williamson ini. Dengan tidak adanya asumsi yang menyertai dalam suatu rumusan perhitungan indeks Williamson ini, menyebabkan nilai indeks yang dihasilkan tidak bisa menghasilkan nilai antara 0 sampai 1. Sehingga hasil pengolahan yang diperoleh dengan input data yang beragam di Provinsi

(11)

11 Jawa Timur ini, tidak bisa dijelaskan secara sempurna melalui kriteria yang ada dalam rumusan perhitungan indeks Williamson ini (kriteria nilai Iw harus antara 0 sampai 1). Sebagian ekonom (aliran ekonomi kelembagaan) menilai, penelitian kuantitatif tergolong sangat kaku sehingga tidak bisa menjelaskan keadaan sosial yang sangat kompleks.

Pengujian Hasil Persamaan Regresi

1. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Dari hasil uji normalitas dapat disimpulkan bahwa:

1) Nilai J-B sebesar 0,02128. Dengan demikian, karena nilai J-B sebesar 0,02128 < 2, maka disimpulkan data berdistribusi secara normal. 2) Nilai probabilitasnya sebesar

0,989412. Dengan demikian, karena nilai probabilitasnya sebesar 0,989412 > α (20%), maka disimpulkan data berdistribusi secara normal.

b. Uji Multikolinieritas

Karena koefisien korelasi < 0,85 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi antarvariabel independen (tidak ada multikolinieritas). Ditunjukkan dengan tabel di bawah ini.

Tabel 1.

Hasil Uji Multikolinieritas

PE PMDN PMA SD SLTA PE 1.000 0.243 -0.406 -0.085 0.618 PMDN 0.243 1.000 0.057 0.063 0.208 PMA -0.406 0.057 1.000 0.273 -0.428 SD -0.085 0.063 0.273 1.000 -0.754 SLTA 0.618 0.208 -0.428 -0.754 1.000

Sumber: Pengolahan Uji Multikolinieritas dengan Eviews 6

c. Uji Heteroskedastisitas

Nilai probabilitas observasi R2 sebesar 0,4374 > α (20%), maka residual digolongkan homoskedastisitas. d. Uji Autokorelasi

Karena nilai statistik hitung d

(2,268266) ada diantara dU dan 4-dU

yang bernilai 1,54 dan 2,46 sehingga dapat disimpulkan tidak adanya masalah autokorelasi.

e. Uji Linieritas

Nilai probabilitas F hitung sebesar 0,7755 > α (20%), maka spesifikasi model lolos uji linieritas.

2. Regresi Linier Berganda

Model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: IW = 226,790756632 + 1,59190031925PE + 0,00108198796507PMDN + 0,00498571118661PMA – 2,87066987606SD – 3,87264732202SLTA +ei

(12)

12 3. Uji Goodnes of fit suatu model

a. Uji t

Nilai p semua variabel yang dihitung lebih kecil daripada 20%, berarti hipotesis nol dapat ditolak.

b. Uji f

Nilai signifikansi sebesar 0.014200 < 0,2 (20%), berarti hipotesis nol dapat ditolak.

c. Koefisien Determinasi

Sebesar 94,13% disparitas pendapatan Provinsi Jawa Timur dapat dijeaskan oleh kelima variabel independen diatas, sedangkan sisanya yaitu 5,87% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan dalam persamaan.

PEMBAHASAN

Pengaruh pertumbuhan ekonomi

terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur selama periode pengamatan adalah positif dan signifikan. Adapun nilai koefisien regresi dari variabel ini adalah sebesar 1,592 yang berarti jika pertumbuhan ekonomi naik sebesar 1%, maka disparitas pendapatan akan mengalami kenaikan sebesar 1,592%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang ditemukan oleh Simon Kuznets. Dimana hipotesis Kuznets

mengatakan bahwa ada korelasi positif atau negatif panjang antara tingkat pendapatan perkapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur yang cenderung naik secara signifikan ini, tetap membawa konsekuensi terpusatnya sektor-sektor modern (industri pengolahan serta perdagangan, hotel dan restoran) yang hanya terkonsentrasi pada beberapa kota, seperti Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo serta Kota Kediri (dari 2001 hingga 2010). Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan positif terhadap disparitas pendapatan Provinsi Jawa Timur.

Menurut teori kausasi kumulatif dari Myrdal dan Hirschman, mengatakan bahwa kesenjangan pembangunan ekonomi mengatakan bahwa kekuatan divergensi

adalah lebih kuat dibandingkan kekuatan

konvergensi dalam pola pertumbuhan ekonomi regional. Hal ini bermula, pada awal pembangunan suatu wilayah dalam hal ini Provinsi Jawa Timur, beberapa daerah yang memiliki dominansi dalam perekonomian sektor modern akan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan daerah-daerah dengan sektor tradisional. Myrdal dan Hirschman menambahkan bahwa divergensi ini mungkin tidak akan hilang dengan sendirinya dan malah menjadi kumulatif, dimana disparitas pendapatan akan

(13)

13 cenderung semakin melebar. Sehingga dari penjelasan ini dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap disparitas pendapatan di Jawa Timur.

Pengaruh Penanaman Modal (PMDN perkapita dan PMA perkapita) terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) perkapita terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur selama periode pengamatan adalah positif dan signifikan. Adapun nilai koefisien regresi dari variabel ini adalah sebesar 0,001 yang berarti jika Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) perkapita naik sebesar 1%, maka disparitas pendapatan akan mengalami kenaikan sebesar 0,001%. Sedangkan untuk pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) perkapita terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur selama periode pengamatan adalah positif dan signifikan. Adapun nilai koefisien regresi dari variabel ini adalah sebesar 0,005 yang berarti jika Penanaman Modal Asing (PMA) perkapita naik sebesar 1%, maka disparitas pendapatan akan mengalami kenaikan sebesar 0,005%.

Pengaruh dua variabel penanaman modal (baik PMDN perkapita maupun PMA perkapita) yang signifikan dan positif terhadap disparitas pendapatan di Provinsi

Jawa Timur sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maqin (2005).

Dalam analisis teori pertumbuhan mazhab Keynesian (Harrod-Domar) dan teori pertumbuhan endogen, menjelaskan bahwa pembentukan modal mempunyai peran positif dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pembentukan modal yang dimaksud adalah investasi, sehingga investasi yang masuk kedalam suatu daerah akan dapat menambah kemampuan daerah tersebut untuk menghasilkan output sehingga pertumbuhan ekonomi pun akan menunjukkan peningkatannya.

Meskipun, pada dasarnya investasi merupakan faktor yang penting terhadap pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan mengurangi disparitas pendapatan suatu wilayah, namun hal ini tidak terjadi di Provinsi Jawa Timur pada periode penelitian 2001-2010 ini. Pengaruh positif antara penanaman modal (baik PMDN maupun PMA) dengan disparitas pendapatan ini akan terjadi dikarenakan tidak meratanya alokasi dana penanaman modal pada daerah-daerah seluruh Provinsi Jawa Timur. Hal ini sesuai dengan teori kausasi kumulatif dari Myrdal yang menyebutkan pola aliran modal yang terjadi di daerah-daerah tertentu (maju) akan semakin memperlambat perkembangan daerah tertinggal/ backwash effect (Arsyad, 2010). Alokasi penanaman modal yang hanya berpusat pada daerah-daerah maju dengan sektor modernnya akan

(14)

14 menimbulkan perbedaan pertumbuhan ekonomi antardaerah.

Pengaruh tingkat pendidikan (rasio tingkat pendidikan SD dan rasio tingkat pendidikan SLTA) terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa pengaruh rasio tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur selama periode pengamatan adalah negatif dan signifikan. Adapun nilai koefisien regresi dari variabel ini adalah sebesar -2,871 yang berarti jika rasio tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) naik sebesar 1%, maka disparitas pendapatan akan mengalami kenaikan sebesar 2,871%. Sedangkan untuk pengaruh rasio tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur selama periode pengamatan adalah negatif dan signifikan. Adapun nilai koefisien regresi dari variabel ini adalah sebesar -3,873 yang berarti jika rasio tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) naik sebesar 1%, maka disparitas pendapatan akan mengalami kenaikan sebesar 3,873%.

Hasil yang sama dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan Maqin (2005). Naiknya tingkat pendidikan berdampak terhadap turunnya disparitas pendapatan sejalan dengan beberapa teori

diantaranya adalah teori manusia modern dari Inkeles-Smith, teori pertumbuhan endogen serta teori human capital.

Nilai koefisien rasio tingkat pendidikan SLTA (sebesar 3,873) lebih besar dibandingkan nilai koefisien rasio tingkat pendidikan SD (sebesar 2,871) dalam menurunkan disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan berdampak pada semakin besar penurunan disparitas pendapatan. Hal ini senada dengan teori dari kurva Incremental Earning pekerja berpendidikan tinggi oleh Campbell dan Stanley, dimana tingkat pendapatan seseorang tergantung pada tingkat pendidikannya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan sebagai berikut: (1) Hasil dari indeks Williamson dari tahun 2001 hingga tahun 2010 di Provinsi Jawa Timur menunjukkan angka diatas satu (Iw>1). (2) Variabel pertumbuhan ekonomi secara parsial mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010. (3) Variabel Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN perkapita) secara parsial mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010. (4) Variabel Penanaman Modal Asing (PMA

(15)

15 perkapita) secara parsial mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010. (5) Variabel tingkat pendidikan (rasio tingkat pendidikan SD dan rasio tingkat pendidikan SLTA) secara parsial mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010. (6) Variabel pertumbuhan ekonomi, penanaman modal (PMDN perkapita dan PMA perkapita) dan tingkat pendidikan (rasio tingkat pendidikan SD dan rasio tingkat pendidikan SLTA) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur tahun 2001-2010.

Saran

Beberapa saran sebagai upaya memperkecil jurang disparitas pendapatan di Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut: (1) Pemerintah Provinsi sebaiknya merencanakan pembangunan yang memprioritaskan apa yang dibutuhkan masing-masing daerah, dimana: (a) Pada daerah yang relatif tertinggal (sebagian besar wilayah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur), lebih difokuskan kepada pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan; (b) pada daerah yang maju dan cepat berkembang (sebagian besar wilayah Kota di Provinsi Jawa Timur), diharapkan Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Daerah lebih bekerjasama lagi dalam hal

menarik para investor untuk menanamkan modal di daerahnya. (2) Adanya kerjasama (modal sosial) antar pelaku ekonomi, yakni masyarakat dan pihak swasta baik dalam bentuk jaringan usaha maupun organisasi usaha. (3) Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah harus lebih memperhatikan investasi dari human capital. Beberapa cara yang dapat dilakukan diantaranya adalah (a) menyukseskan wajib belajar sembilan tahun. Dimana SD dan SLTP merupakan tenaga kerja terbesar yang diserap beberapa sektor perekonomian; (b) Memberikan beasiswa ditiap tingkat jenjang pendidikan, (c) menambah fasilitas pendidikan; (d) menambah guru yang berkualitas.

DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan STIM YKPN Yogyakarta.

Atmanti, Hastarini Dwi. 2005. Investasi Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan. Jurnal Dinamika Pembangunan, (online), Vol.2, No.1, (http://www.google.co.id, diakses 28 Februari 2012).

Hartono, Budiantoro. 2008. Analisis Ketimpangan Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: MIESP Undip. Mankiew, N. Gregory. 2006. Pengantar

Ekonomi Makro, Edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Maqin, R. Abdul. 2005. Analisis Disparitas Pendapatan Antar Daerah di Jawa

(16)

16 Barat. (online), (http://www.bisnis-jabar.com, diakses 23 Desember 2011). Situmorang, Armin Thurman. 2007. Analisis

Investasi dalam Human Capital dan Akumulasi Modal Fisik Terhadap Peningkatan Produk Domestik Bruto.

Tesis tidak diterbitkan. Medan: EP USU.

Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Yustika, Ahmad Erani. 2008. Ekonomi Kelembagaan Definisi, Teori, dan Strategi. Malang: Bayumedia Publishing.

Referensi

Dokumen terkait

Sumber sungai yang mengalir ke Bandung antara lain sungai Cimahi, Cibeureum, Cikapundung dari sebelah Utara; Citarik dari Timur; serta sungai Cikarial, Citarum

Pencapaian sasaran tersebut disajikan berupa informasi mengenai pencapaian sasaran Renstra, realisasi pencapaian indikator Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT atas izinNya dan segala kemudahan serta limpahan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyeleseaikan Penulisan Hukum

Faktor Penghambat partisipasi politik pemilih pemula dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2015 di Desa Kendalrejo Kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek adalah

sebagai pemusik, dan kehidupan sebagai pembuat alat musik Kang Asep Permata.. Bunda, khususnya mengenai gendang buatan

Fungsi create iris templates merupakan fungsi utama, yang akan memanggil fungsi fungsi lainnya untuk diproses, Hasil keluaran dari create iris templates adalah image berupa

Bidan yang merupakan sebuah profesi yang mengabdikan seluruh raganya untuk negara jelas perlu mempelajari arti dari pancasila mengabdikan seluruh raganya untuk

80.000/jepit Dari kedua saluran pemasaran yang ada di Kelurahan Girian Atas yang terbaik pemasarannya yaitu saluran 1, karena produsen memasarkannya langsung ke konsumen