1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit yang umum ditemukan di masyarakat
terutama pada usia dewasa dan lansia. Hipertensi dapat terjadi tanpa adanya
sebab-sebab khusus (hipertensi primer) dan ada juga yang merupakan komplikasi
dari penyakit-penyakit dan kondisi fisiologis tertentu (hipertensi sekunder).
Apabila hipertensi tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka dapat
menyebabkan berkembangnya masalah-masalah patologis lain, seperti stroke,
gagal ginjal, hingga kematian (Wells dkk., 2008).
Selama bertahun-tahun lisinopril telah menjadi obat pilihan dalam terapi
pasien dengan hipertensi. Lisinopril merupakan senyawa yang memiliki efek
menurunkan tekanan darah dengan mekanisme menghambat kerja dari
angiotensin-converting enzyme (ACE). ACE berperan penting dalam produksi
angiotensin II yang berfungsi mengatur keseimbangan tekanan darah. ACE
tersebar di banyak jaringan dan juga terdapat di berbagai macam sel, dan terpusat
di sel endotelial sehingga produksi tertinggi dari angiotensin II berada di
pembuluh darah, bukan di ginjal. Obat-obat anti-hipertensi golongan penghambat
ACE (ACE-inhibitor) menghambat perubahan dari angiotensin I menjadi
angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor sekaligus stimulan
sekresi aldosteron pada kelenjar adrenal. Inilah yang menyebabkan lisinopril
2
Aturan konsumsi obat selama ini hanya didasarkan pada
perhitungan-perhitungan farmakokinetik yang dapat memperkirakan kisaran konsentrasi obat
dalam darah dan menjaga agar kadar obat dalam darah tetap berada dalam rentang
terapetik tanpa mempertimbangkan faktor diurnal dan nokturnal dari sistem dalam
tubuh pasien. Sejak dua-tiga dekade belakangan ini para ilmuwan di bidang
kesehatan menyimpulkan bahwa faktor diurnal dan nokturnal mempengaruhi
ritme sirkadian tubuh semua makhluk hidup, termasuk manusia. Ritme sirkadian
ini kemudian secara otomatis mengatur kinerja berbagai fungsi fisiologik,
termasuk sekresi hormon-hormon yang mempengaruhi tekanan darah. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa efek terapetik yang ditimbulkan obat-obat
anti-hipertensi, tergantung pada saat obat itu diberikan kepada pasien (Hermida dkk.,
2007).
Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai pengaruh ritme sirkadian,
telah dibuktikan bahwa efektivitas pemberian beberapa obat mengalami
peningkatan yang cukup signifikan apabila waktu pemberiannya disesuaikan
dengan waktu aktivasi dari target kerja suatu obat. Misalnya, obat penurun kadar
kolesterol dan trigliserida darah golongan inhibitor enzim HMG-CoA reduktase,
simvastatin, selama ini disarankan untuk diminum pada malam hari karena
tingginya kadar kolesterol darah pada malam hari. Penelitian terbaru
membuktikan bahwa enzim HMG-CoA reduktase yang menjadi target utama dari
simvastatin, merupakan enzim yang aktif pada waktu pagi hingga siang hari,
sehingga saat ini simvastatin lebih disarankan untuk diminum pada pagi hari
3
Pada penelitian ini dipilih obat anti-hipertensi golongan ACE inhibitor,
Lisinopril. Dibandingkan dengan ACE inhibitor lainnya, lisinopril memiliki
keunggulan yaitu waktu paro-nya yang panjang sehingga frekuensi
penggunaannya cukup 1 hari sekali saja, sehingga mempermudah pengamatan
efek ritme sirkadian pada terapi dengan lisinopril ini. Pada absorbsinya, lisinopril
tidak dipengaruhi adanya gangguan dari makanan sehingga dapat mengurangi
faktor resiko interaksi obat dan makanan pada penelitian ini. Selain itu,
berdasarkan penelitian pada tahun 2012 di RSUP Dr. Sardjito, lisinopril
merupakan ACE inhibitor yang lebih sering diresepkan dibandingkan ACE
inhibitor lainnya sehingga diharapkan dapat mempermudah dalam pengumpulan
sampel di lapangan (Fadhliyani, 2012).
Selama ini, aturan pengobatan yang berlaku untuk lisinopril adalah
diminum pada perut kosong dan disarankan untuk diminum pada pagi hari.
Berdasarkan penelitian selama 24 jam itu dibuktikan bahwa sistem
renin-angiotensin-aldosteron yang merupakan target utama dari terapi anti-hipertensi
dengan lisinopril justru mengalami puncak aktivasi pada malam hari, saat waktu
tidur (Hermida dkk., 2011). Dengan demikian, apabila diminum menjelang tidur
maka diasumsikan waktu tercapainya kadar puncak dari lisinopril dapat terjadi
bersamaan dengan puncak aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron. Oleh
karena itu, banyak apoteker yang mulai menyarankan penggunaan lisinopril pada
malam hari, bukan pagi atau siang hari seperti yang dulu diterapkan, karena secara
4
baik jika dibandingkan apabila diberikan saat pagi ataupun siang hari
(Macchiarulo dkk., 1999).
Di negara-negara maju seperti di Amerika dan Eropa, penelitian tentang
pengaruh ritme sirkadian terhadap efisiensi terapi telah banyak dilakukan
sementara di Asia penelitian semacam ini belum banyak dilakukan.. Di Asia,
khususnya Indonesia, masyarakatnya memiliki perbedaan ras dan sifat-sifat
fisiologis jika dibandingkan dengan masyarakat Amerika dan Eropa, sehingga
dapat menimbulkan berbagai variasi respon terhadap suatu data terapi. Penelitian
ini diharapkan dapat memperkaya data kesehatan mengenai pengaruh dari
penyesuaian waktu pemberian lisinopril sesuai ritme sirkadian terhadap efektivitas
terapi dengan sampel pasien yang memperoleh terapi lisinopril di Instalasi rawat
jalan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah
apakah terdapat perbedaan penurunan tekanan darah setelah pemberian lisinopril
malam atau pagi hari pada pasien hipertensi rawat jalan?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian tentang pemantauan
efektivitas terapi lisinopril dengan penyesuaian waktu pemberian berdasarkan
ritme sirkadian pada pasien hipertensi di Indonesia, namun untuk penelitian
5 Penelitian terkait yang pernah dilakukan di dunia yaitu:
Tabel I. Beberapa penelitian terkait pengaruh ritme sirkadian terhadap terapi
Nama Peneliti dan
Tahun Penelitian Judul Penelitian Metode & Subyek Penelitian Hasil Penelitian & Kesimpulan
Osterziel, dkk., 1991 Circadian rhythm of blood pressure in congestive heart failure and effects of ACE inhibitors
Randomized Controlled Trial (RCT) pada 33 pasien gagal jantung (NYHA II – III)
Enalapril dengan frekuensi 1 kali sehari memiliki efek penurunan tekanan darah dan efek pada perbaikan fungsi renal yang setara dengan kaptopril dengan frekuensi 3 kali sehari.
Macchiarulo, dkk., 1999 Management of Antihypertensive Treatment with Lisinopril : a chronotherapeutic approach
Quasi eksperimental pada 40 pasien hipertensi primer.
Lisinopril lebih efektif jika diminum pada pukul 10 malam dibandingkan jika diminum pukul 8 pagi ataupun pukul 4 sore.
Qiu, dkk., 2005 Captopril Administered at Night Restores the Diurnal Blood Pressure Rhythm in Adequately Controlled, Non-dipping Hypertensives
Randomized Controlled Trial (RCT) double-blind pada pasien yang belum pernah menjalani terapi hipertensi.
Pemberian kaptopril pada malam hari terbukti dapat memulihkan kontrol tekanan darah dan menurunkan rasio tekanan darah malam : siang pada pasien hipertensi non-dipper dengan kondisi terkontrol.
Takeda, dkk., 2009 Bedtime administration of long-acting antihypertensive drugs restores normal nocturnal blood pressure fall in nondippers with essential hypertension
One-group-pretest-posttest design pada 34 pasien non-dipper
Kondisi non-dipper dapat berubah menjadi dipper kembali dengan mengganti waktu minum obat pasien menjadi saat menjelang tidur. Tekanan darah malam hari pasien akan mengalami penurunan namun tidak mempengaruhi tekanan darah klinis, tekanan darah ambulatory, dan tekanan darah pagi hari pasien.
Hermida, dkk., 2010 Influence of circadian time of hypertension treatment on cardiovascular risk: results of the MAPEC study
Randomized Controlled Trial (RCT) pada 2156 pasien hipertensi
Pasien dengan terapi antihipertensi kombinasi yang meminum obatnya pada saat malam (menjelang tidur) menunjukkan kontrol yang lebih baik terhadap tekanan darah, menurunkan resiko non-dipping, dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit kardiovaskular, jika dibandingkan dengan kelompok pasien yang meminum obatnya pada pagi hari. Almirall, dkk., 2012 Effects of chronotherapy on Quasi eksperimental pada 27 pasien RAH Pada pasien non-dipper ataupun pasien dengan RAH,
6 blood pressure control in
non-dipper patients with refractory hypertension
non-dipper penggantian waktu minum obat dari pagi hari menjadi malam hari dapat memperbaiki kontrol tekanan darah.
Karlina, 2014 Pengaruh Waktu Pemberian
Amlodipin Pagi Versus Malam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hpertensi Primer Rawat Inap di Rumah Sakit Bethesda Yogykarta
Retrospektif, pasien hipertensi primer rawat inap
Amlodipin pada malam hari menurunkan tekanan darah lebih baik jika dibandingkan pemberian amlodipin pada pagi hari.
Dwipayana, 2014 Penurunan Tekanan Darah
Pasien Hipertensi Stage 1 Rawat Jalan Setelah Pemberian Captopril Pagi dan Malam di RSUD Kabupaten Lombok Utara
1. Pemberian kaptopril 25 mg tiap 12 jam pada pasien hipertensi stage 1 menurunkan sistole pagi hari lebih besar dibandingkan pemberian kaptopril 2 kali sehari tanpa jadwal minum obat, namun tidak berbeda signifikan pada diastole pagi untuk kedua kelompok.
2. Pemberian kaptopril 25 mg tiap 12 jam pada pasien hipertensi stage 1 menurunkan sistole dan diastole malam tidak berbeda signifikan dibandingkan pemberian kaptopril 2 kali sehari tanpa jadwal minum obat.
3. Durasi pemberian kaptopril lebih konsisten mempengaruhi penurunan tekanan darah dibandingkan jadwal minum obat.
Pada penelitian ini dilakukan penelitian untuk mengetahui efek ritme sirkadian terhadap penurunan tekanan darah pada pasien yang menggunakan lisinopril. Penelitian dilakukan dengan metode observasional prospektif cohort.
7
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
penurunan tekanan darah setelah pemberian lisinopril malam atau pagi hari pada
pasien hipertensi rawat jalan di RSUP Dr. Sardjito.
C. Manfaat Penelitian
1. Menjadi sumber acuan bagi tenaga kesehatan dalam peresepan lisinopril untuk
pasien hipertensi yang tepat dan efektif sehingga target terapi dapat dicapai.
2. Menambah data penggunaan lisinopril terkait pengaruh ritme sirkadian
terhadap efektivitasnya.
3. Sebagai masukan kepada industri obat mengenai penggunaan lisinopril yang
lebih efektif.