• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KENYAMANAN LINGKUNGAN FISIK KERJA PADA RUANG KULIAH DAN LABORATORIUM DI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KENYAMANAN LINGKUNGAN FISIK KERJA PADA RUANG KULIAH DAN LABORATORIUM DI FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SADEWO KUSUMO DIGDOYO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kenyamanan Lingkungan Fisik Kerja pada Ruang Kuliah dan Laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2017

Sadewo Kusumo Digdoyo NIM F44130043

(3)

pada Ruang Kuliah dan Laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh SATYANTO KRIDO SAPTOMO dan YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA.

Kualitas lingkungan kerja fisik seperti pencahayaan, suhu dan kelembaban, dan tingkat kebisingan di Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), belum diketahui kesesuaiannya dengan standar yang berlaku. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai parameter kenyamanan lingkungan fisik kerja dan menentukan ruang kuliah dan laboratorium di Fateta yang memenuhi standar KEP-48/MENLH/11/1996 dan SNI 03-6572-2001 serta analisis suhu berdasarkan grafik psikrometri. Tingkat kebisingan 16 jam tertinggi, suhu udara rata-rata tertinggi, dan intensitas pencahayaan rata-rata tertinggi berada di laboratorium Kimia Pangan dengan nilai berturut-turut 63.2 dB (A), 29°C dan 1076 lux. Kelembaban udara relatif rata-rata tertinggi berada di RK PAU 102B dengan nilai 84.1%. Berdasarkan parameter suhu dan tingkat kebisingan yang terukur, kenyamanan sebagian besar ruang kuliah dan laboratorium sesuai dengan standar yang berlaku. Namun kelembaban udara dan intensitas pencahayaan masih belum sesuai dengan standar kenyamanan yang berlaku.

Kata kunci: baku mutu, intensitas pencahayaan, kelembaban udara, suhu, tingkat kebisingan

ABSTRACT

SADEWO KUSUMO DIGDOYO. Evaluation of Physical Working Environmental Comfort of Lecture Rooms and Laboratories at Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University. Supervised by SATYANTO KRIDO SAPTOMO and YANUAR CHANDRA WIRASEMBADA.

There are no data available about the quality of physical work environment such as lighting, temperature, humidity, and noise level at Faculty of Agricultural Engineering and Technology comparing with the standard. The purpose of this research were to know the value of physical work environment parameters and to determine which lecture room and laboratory at Faculty of Agricultural Engineering and Technology were meet the standard of KEP-48/MENLH/11/1996 and SNI 03-6572-2001 and temperature analysis based on psychrometric graphs. The highest 16-hour noise level, highest average air temperature, and highest average lighting intensity were in the Food Chemistry laboratory with consecutive values 63.2 dB (A), 29°C and 1076 lux. The highest average air humidity was in RK PAU 102B with a value of 84.1%. Based on measurable parameters, most lecture and laboratory rooms met the standards for temperature and noise level parameter. However, air humidity and light intensity parameter not met the standards yet. Keywords: air humidity, lighting intensity, noise level, quality standard,

(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SADEWO KUSUMO DIGDOYO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Nama : Sadewo Kusumo Digdoyo

NIM : F44130043

Bogor, Desember 2017 Disetujui oleh

Dr Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi Yanuar Chandra Wirasembada, ST, MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Nora H. Pandjaitan, DEA Ketua Departemen

(6)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya sehingga skripsi yang berjudul “Evaluasi Kenyamanan Lingkungan Fisik Kerja pada Ruang Kuliah dan Laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian Insitut Pertanian Bogor” ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih disampaikan kepada:

1. Dr Satyanto Krido Saptomo, STP, MSi dan Bapak Yanuar Chandra Wirasembada, ST, MSi selaku pembimbing atas bantuan serta waktu yang telah diluangkan dalam memberikan ilmu, bimbingan, masukan, dan motivasi selama mengikuti pendidikan, penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi.

2. Bapak Tri Sudibyo, ST, MSc selaku dosen penguji dan telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi.

3. Orang tua, Ibu Siti Khasanah serta saudara kandung Danang Sawung Kusuma atas doa, dukungan, dan motivasi yang diberikan.

4. Pimpinan dan staff Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, dan Fakultas Teknologi Pertanian IPB yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di ruang kelas dan laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan memberi masukan yang membangun.

5. Muhammad Ihsan Firdaus, Muhammad Haykal Nur, Irfan Risyad Sumapraja, dan Abang Zuhri Riwan Esmeralda sebagai rekan satu bimbingan atas bantuan dan semangatnya.

6. Haraldi Ikhsan A, Firdaus Alam H, Handrian Prafitra, Abdul Aziz Hakim, Irfan Fajar dan Dikdik Nurul Ramdhan atas segala kebersamaan selama di IPB. 7. Firdausi Farhana, Arief Badrani Husni, Aditya Mandagi, Faqih Ghozalfan, dan

Iqbal Darojatun atas bantuan, semangat, dan segala kebersamaannya.

8. Rekan-rekan SIL 50 atas segala bantuan, doa, semangat, dan kebersamaan selama berkuliah di Institut Pertanian Bogor.

Tak ada gading yang tak retak, begitu juga dalam penulisan skripsi ini yang disadari masih terdapat banyak kekurangan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2017

(7)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan Fisik Kerja dan Kenyamanan 2

Kebisingan 2

Pencahayaan 4

Suhu dan Kelembaban 5

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat 6

Alat dan Bahan 6

Prosedur Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebisingan 13

Intensitas Pencahayaan 20

Kenyamanan Termal 27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 43

Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 47

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tingkat kebisingan maksimum yang diperbolehkan 3

Tabel 2 Nilai PMV, PPD, dan sensasi termal RK Fateta 31

Tabel 3 Nilai PMV, PPD, dan sensasi termal laboratorium di Dep TMB 34 Tabel 4 Nilai PMV, PPD, dan sensasi termal laboratorium di Dep ITP 36 Tabel 5 Nilai PMV, PPD, dan sensasi termal laboratorium di Dep TIN 39 Tabel 6 Nilai PMV, PPD, dan sensasi termal laboratorium di Dep SIL 41

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Alir Penelitian 7

Gambar 2 Denah pada penerangan setempat 9

Gambar 3 Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas < 10 m2 10 Gambar 4 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas

antara 10-100 m2 10

Gambar 5 Penentuan Titik Penerangan Umum dengan Luas > 100 m2 10

Gambar 6 Grafik psikrometri 11

Gambar 7 Tampilan ASHRAE Thermal Comfort Tool 12

Gambar 8 Data keluaran pada ASHRAE Thermal Comfort Tool 12 Gambar 9 Hasil pengukuran tingkat kebisingan di ruang kuliah pada

Gedung PAU dan Wing B Fateta 13

Gambar 10 Hasil pengukuran tingkat kebisingan di ruang kuliah pada

Wing H Fateta 14

Gambar 11 Hasil pengukuran tingkat kebisingan di ruang kuliah pada

Wing V Fateta 14

Gambar 12 Hasil pengukuran tingkat kebisingan laboratorium di Dep TMB 15 Gambar 13 Hasil pengukuran tingkat kebisingan laboratorium di Dep ITP 16 Gambar 14 Hasil pengukuran tingkat kebisingan laboratorium di Dep TIN 17 Gambar 15 Hasil pengukuran tingkat kebisingan laboratorium di Dep SIL 17

Gambar 16 Refrigerator 18

Gambar 17 Lemari Asam 19

Gambar 18 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan di ruang kuliah pada

Gedung PAU dan Wing B Fateta 21

Gambar 19 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan di ruang kuliah pada

Wing H Fateta 21

Gambar 20 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan di ruang kuliah pada

Wing V Fateta 22

Gambar 21 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan laboratorium

di Dep TMB 22

Gambar 22 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan laboratorium

di Dep ITP 23

Gambar 23 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan laboratorium

di Dep TIN 24

Gambar 24 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan laboratorium

di Dep SIL 25

(9)

Gambar 26 Hasil pengukuran suhu udara di ruang kuliah pada Gedung

PAU dan Wing B Fateta 28

Gambar 27 Hasil pengukuran suhu udara di ruang kuliah pada Wing H

Fateta 28

Gambar 28 Hasil pengukuran suhu udara di ruang kuliah pada Wing V

Fateta 29

Gambar 29 Hasil pengukuran kelembaban udara relatif di ruang kuliah pada

Gedung PAU dan Wing B Fateta 29

Gambar 30 Hasil pengukuran kelembaban udara relatif di ruang kuliah pada

Wing H Fateta 30

Gambar 31 Hasil pengukuran kelembaban udara relatif di ruang kuliah pada

Wing V Fateta 30

Gambar 32 Hasil pengukuran suhu udara laboratorium di Dep TMB 32 Gambar 33 Hasil pengukuran kelembaban udara relatif laboratorium

di Dep TMB 33

Gambar 34 Hasil pengukuran suhu udara laboratorium di Dep ITP 35 Gambar 35 Hasil pengukuran kelembaban udara relatif laboratorium

di Dep ITP 35

Gambar 36 Hasil pengukuran suhu udara laboratorium di Dep TIN 37 Gambar 37 Hasil pengukuran kelembaban udara relatif laboratorium

di Dep TIN 38

Gambar 38 Hasil pengukuran suhu udara laboratorium di Dep SIL 40 Gambar 39 Hasil pengukuran kelembaban udara relatif laboratorium

di Dep SIL 40

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh tabel pengukuran tingkat kebisingan satu interval

(10 menit) 47

Lampiran 2 Contoh tabel pengukuran intensitas pencahayaan pada satu

ruangan 47

Lampiran 3 Contoh tabel pengukuran kenyamanan termal pada satu ruangan 47 Lampiran 4 Intensitas pencahayaan minimum yang direkomendasikan 48 Lampiran 5 Hasil pengukuran tingkat kebisingan siang hari pada ruang kuliah

dan laboratorium di Fateta 49

Lampiran 6 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan pada ruang kuliah dan

laboratorium di Fateta 50

Lampiran 7 Hasil pengukuran kenyamanan termal pada ruang kuliah dan

laboratorium di Fateta 51

Lampiran 8 Denah kenyamanan lingkungan fisik kerja pada ruang kuliah

dan laboratorium di lantai 1 Fateta 53

Lampiran 9 Denah kenyamanan lingkungan fisik kerja pada ruang kuliah

dan laboratorium di lantai 2 Fateta 54

Lampiran 10 Denah kenyamanan lingkungan fisik kerja pada ruang kuliah

dan laboratorium di lantai 3 Fateta 55

Lampiran 11 Denah kenyamanan lingkungan fisik kerja pada ruang kuliah

dan laboratorium di lantai 4 Fateta 56

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan infrastruktur dalam berbagai bidang terus meningkat dan berpengaruh ke beberapa aspek. Salah satu aspek dalam pembangunan adalah terciptanya lingkungan kerja yang kondusif dan nyaman (Sofyan 2013). Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh manusia untuk dapat beraktifitas secara optimal dan produktif (Manuaba 2000). Penggunaan lahan untuk bangunan yang terus meningkat terutama di wilayah perkotaan akan menimbulkan masalah dikemudian hari karena luas lahan yang terbatas, dimana lahan akan penuh dengan bangunan (Sudipta 2008). Manusia selalu beraktifitas setiap hari untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam beraktifitas manusia tidak akan terlepas dari berbagai pengaruh lingkungan sekitarnya yang selalu membawa dampak positif maupun dampak negatif atau yang merugikan. Secara langsung maupun tidak langsung, lingkungan sangat mempengaruhi aktifitas manusia (Cahyadi dan Kurniawan 2011).

Lingkungan fisik kerja yang ditinjau dalam penelitian ini merupakan ruang perkuliahan dan laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Fateta IPB). Menurut Nurmianto (1996) terdapat beberapa parameter yang mempengaruhi kualitas lingkungan dalam beraktifitas, yaitu intensitas penerangan, suhu dan kelembaban udara, dan tingkat kebisingan. Kualitas lingkungan fisik kerja tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja apabila tidak dapat dikendalikan (Cahyadi dan Kurniawan 2011). Oleh karena itu diperlukan evaluasi kualitas lingkungan kerja agar dapat ditangani dan didesain secara baik. Sehingga proses pembelajaran pada ruang kuliah dan laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian IPB dapat berjalan baik dan nyaman sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Minimnya informasi nilai dari parameter lingkungan fisik kerja pada ruang kuliah dan laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

2. Kesesuaian kondisi kenyamanan lingkungan fisik kerja pada ruang kuliah dan laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian IPB dengan standar-standar yang berlaku

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mengetahui nilai dari parameter lingkungan fisik kerja pada ruang kuliah dan laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

2. Mengetahui dan memberikan informasi terkait ruang kuliah dan laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian IPB yang sesuai dengan standar-standar yang berlaku.

(11)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi Institut Pertanian Bogor dalam upaya pembangunan ruang kuliah dan laboratorium yang nyaman.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu :

1. Parameter kenyamanan lingkungan fisik kerja yang digunakan kebisingan, kelembaban udara, pencahayaan, dan temperatur.

2. Nilai dari parameter tersebut dibandingkan dengan standar-standar yang telah ditetapkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Lingkungan Fisik Kerja dan Kenyamanan

Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis. Lingkungan kerja merupakan salah satu kajian dalam ergonomi industri, dimana lingkungan kerja memperhatikan interaksi yang terjadi antara manusia, tugas/pekerjaan, dan lingkungan (Marsidi dan Kusmindari 2009). Menurut Talarosha (2005), kenyamanan tergantung pada variabel iklim (matahari/radiasi, temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin), dan beberapa faktor individual seperti pakaian, aklitimasi, usia, tingkat kegemukan, dan tingkat kesehatan.

Indonesia merupakan negara yang mempunyai iklim tropis dengan kelembaban udara, temperatur udara, dan radiasi matahari yang relatif tinggi (Talarosha 2005). Kriteria arsitektur tropis seperti iklim di Indonesia tidak hanya dilihat dari estetika dan keindahan bangunan serta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya, yaitu temperatur ruang rendah, kelembaban tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara memadai, serta terhindar dari hujan dan terik matahari (Karyono 2010).

Kebisingan

Menurut Kemennaker (1999) kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat -alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Akustik bertujuan untuk mencapai kondisi pendengaran suara yang sempurna yaitu murni, merata, jelas, dan tidak berdengung sehingga sama seperti aslinya, bebas dari cacat, dan kebisingan. Untuk mencapai kondisi tersebut sangat tergantung dari faktor keberhasilan perancangan akustik ruang, konstruksi, material yang digunakan, dan

(12)

kondisi lingkungan sekitar (Sumardjito dan Ikhwanuddin 2012). Bunyi atau suara yang dihasilkan dari peralatan kerja dapat mengganggu pendengaran apabila melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang direkomendasikan. Berdasarkan Kemennaker (1999) besarnya rata-rata adalah 85 dB(A) untuk waktu kerja terus-menerus tidak lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam seminggu. Namun dalam hal ini tingkat kebisingan maksimum yang diperbolehkan oleh KemenLH (1996) untuk sekolah atau sejenisnya yaitu sebesar 55 dB (A) seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Tingkat kebisingan maksimum yang diperbolehkan

Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kesehatan Tingkat kebisingan dB (A) a. Peruntukan Kawasan

1. Perumahan dan Pemukiman 55

2. Perdagangan dan Jasa 70

3. Perkantoran dan Perdagangan 65

4. Ruang Terbuka Hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60

7. Rekreasi 70

8. Khusus : - Bandar Udara

- Stasiun Kereta Api 60

- Pelabuhan Laut 70

- Cagar Budaya b. Lingkungan Kegiatan

1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55

2. Sekolah atau sejenisnya 55

3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55

Sumber : KemenLH (1996)

Berdasarkan sumbernya, kebisingan dalam ruang dapat digolongkan menjadi external noise dan internal noise. External noise merupakan semua jenis bunyi kebisingan yang berasal dari luar ruangan, seperti orang berjalan, suara kendaraan, interaksi orang luar, dan sebagainya. Internal noise merupakan semua jenis bunyi kebisingan yang berasal dari dalam ruangan itu sendiri, seperti suara mesin, suara langkah kaki, percakapan seseorang, dan sebagainya. Pada dasarnya kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki atau mengganggu. Gangguan bunyi hingga tingkat tertentu dapat diadaptasi oleh fisik namun syaraf dapat terganggu (Satwiko 2009).

Kebisingan di tempat kerja merupakan suatu masalah yang berdampak terhadap kesehatan pekerja yang akhirnya dapat menurunkan produktifitas kerja, dampak dari kebisingan selain dapat mengganggu pendengaran seperti penurunan pendengaran hingga terjadinya ketulian atau terjadinya perubahan ambang batas pendengaran permanen, kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan lainnya salah satunya adalah hipertensi. WHO melaporkan bahwa 8%-13% penduduk dunia menderita gangguan kesehatan karena dampak dari kebisingan (Mardan dan Riandadari 2013). Bunyi yang merambat membentuk kebisingan

(13)

dinyatakan dalam ukuran energi bunyi satuan desibel (dB). Kebisingan di atas 50 dB mengganggu kenyamanan alat pendengar, kebisingan antara 65-80 dB menyebabkan gangguan alat pendengaran, sedangkan kebisingan di atas 80 dB menyebabkan telinga membutuhkan earplug (Sunu 2001).

Perambatan suara dapat diantisipasi dengan menggunakan bahan-bahan dan konstruksi yang sesuai untuk mereduksi bunyi. Bahan-bahan dan konstruksi penyerap bunyi yang digunakan sebagai pengendali bunyi dalam ruang bising dapat diklasifikasi menjadi: bahan berpori-pori, penyerap 10 panel atau penyerap selaput, dan resonator rongga (Doelle 1985). Pada dasarnya pengurangan kebisingan (noise reduction) adalah pengurangan kekuatan bunyi, diukur dalam dB. Kehilangan transmisi (transmition loss) adalah daya media untuk menghambat bunyi diukur dalam dB, berbeda untuk tiap frekuensi. Pori-pori dapat mengurangi TL (transmition loss) hingga 15 dB (Satwiko 2009).

Menurut Ikron (2007), pengaruh buruk kebisingan didefinisikan sebagai suatu perubahan morfologi dan fisiologi suatu organisme yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stres tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisme terhadap pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau seseorang secara fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku permukiman, ketidaknyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari.

Pengendalian kebisingan juga dapat dilakukan dengan bantuan vegetasi atau tanaman penyerap kebisingan. Penggunaan green barrier atau tanaman dapat mengurangi kebisingan sebesar 5 dB (Erdogan dan Yazgan 2009). Pemanfaatan tanaman dapat diterapkan pada jalur tepi jalan yang berbatasan langsung dengan lalu lintas kendaraan. Berdasarkan DepPU (2008) tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan dua hal, yaitu fungsitanaman dan persyaratan penempatannya. Jalur tanaman tepi penyerap kebisingan terdiri dari pohon (>5 m), perdu (2 m), semak, membentuk massa, bermassa daunrapat, dan memiliki berbagai bentuk tajuk. Contoh jenis tanaman peredamkebisingan adalah tanjung (Mimusops elengi), kiara payung (Filicium decipiens),teh-tehan pangkas (Acalypha sp), kembang sepatu (Hibiscus rosa sinensis),bogenvil (Bogenvillea sp), dan oleander (Nerium oleander).

Pencahayaan

Cahaya adalah rambat gelombang elektromagnetik yang menjalar kesegala arah yang dibedakan oleh panjang gelombang dan frekuensi dengan gelombang elektromagnetik lainnya. Kehidupan manusia sangat bergantung pada cahaya tanpa cahaya kehidupan di atas bumi tidak dapat berkembang. Pencahayaan didalam ruangan merupakan hal mutlak untuk menghadirkan rumah sehat dan setiap warna memiliki potensi untuk memberikan faktor refleksi yang berbeda-beda (Imelda et al. 2006). Menurut Hartati dan Suprijadi (2010), besarnya iluminansi cahaya perlu untuk diketahui karena pada dasarnya manusia memerlukan

(14)

pencahayaan yang cukup. Iluminansi cahaya adalah suatu besaran fisika yang sangat mempengaruhi kondisi suatu tempat misalnya kelembaban, suhu dan lain-lain. Alat untuk mengukur iluminansi cahaya adalah luxmeter atau light intensity meter.

Menurut SNI 6575 (BSN 2001) tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, sistem pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi:

1. Sistem pencahayaan merata

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan, dan digunakan jika tugas visual yang dilakukan di seluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur (rumah lampu yang digunakan untuk mengendalikan dan mendistribusikan cahaya yang dipancarkan oleh lampu yang dipasangnya didalamnya) secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit.

2. Sistem pencahayaan setempat

Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut.

3. Sistem pencahayaan gabungan merata dan setempat

Sistem pencahayaan gabungan yang didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual.

Light Intensity Meter yang biasa dikenal dengan Lux Meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas penerangan, dengan satuan lux. Menurut SNI 7062 (BSN 2004) tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja, alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang akan diubah dalam bentuk arus untuk menggerakkan jarum skala pada alat. Dalam sistem digital, energi listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada layar monitor.

Suhu dan Kelembaban

Kenyamanan termal merupakan hal penting dalam menciptakan suatu kenyamanan di dalam ruang. Kenyamanan termal adalah suatu kondisi termal yang dirasakan manusia diakibatkan oleh elemen-elemen arsitektur dan lingkungan. Kondisi nyaman menunjukkan keadaan yang bervariasi untuk setiap individu, sehingga kenyamanan bersifat subyektif dan berhubungan dengan keadaan tingkat aktivitas, pakaian, suhu udara, kecepatan angin, rata-rata suhu pancaran radiasi dan kelembaban udara (Gates 1972). Kenyamanan termal merupakan proses yang melibatkan proses fisik fisiologis dan psikologis. Variabel fisik kenyamanan termal dan pemaknaan istilah-istilah kenyamanan termal ruang meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan pergerakan udara atau angin (Latifah et al. 2013).

Indonesia mempunyai iklim tropis dengan kelembaban udara, temperatur udara, dan radiasi matahari yang relatif tinggi (Talarosha 2005). Kriteria arsitektur tropis tidak hanya dilihat dari estetika bangunan dan elemen-elemennya, namun

(15)

lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya, yaitu temperatur ruang rendah dan sesuai iklim tropis, kelembaban tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara memadai, serta terhindar dari hujan dan terik matahari (Karyono 2010).

Kelembaban udara dapat mengalami fluktuasi yang tinggi, sangat tergantung terutama pada perubahan temperatur udara. Semakin tinggi temperatur semakin tinggi pula kemampuan udara menyerap air. Kelembaban relatif menunjukan perbandingan antara tekanan uap air yang ada terhadap tekanan uap air maksimum yang mungkin dalam kondisi temperatur udara tertentu, yang dinyatakan dalam persen. Lokasi bangunan dapat memberi sumbangan terhadap penambahan tingkat kelembaban di dalam bangunan/ruang (Alahudin 2012).

Tingkat kelembaban nisbi atau kelembaban relatif dan suhu ruang kelas berpengaruh dalam proses belajar. Suhu udara pada ruangan dan kelembaban nisbi juga saling berkaitan. Suhu ruangan yang semakin tinggi menyebabkan tingkat kelembaban nisbi juga ikut meningkat (Marsidi dan Kusmindari 2009). Namun menurut Satwiko (2008), zona nyaman yang menunjukkan kondisi komposisi udara yang nyaman secara termal. Kenyamanan termal tidak dapat diwakili oleh satu angka tunggal.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Pengumpulan data dimulai pada bulan April 2017 hingga bulan Agustus 2017. Penelitian dilakukan di ruang kuliah dan laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang berlokasi di Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah termometer bola kering, termometer bola basah, light intensity meter merek Lutron ML 8000, digital sound level meter merek Lutron SL 4001, kalkulator, stopwatch, laptop dengan spesifikasi prosessor Intel Core i5-4200U 1.6 GHz dengan kapasitas memori 4 GB dan sistem operasi Windows10 64-bit, Microsoft Office Excel 2013, aplikasi Google Earth, Autocad 2007,dan ASHRAE Thermal Comfort Tool. Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari grafik psikrometri, pedoman peraturanperundang-undangan, Standar Nasional Indonesia (SNI)dan data sekunder daftar ruang perkuliahan dan laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 1. Penelitian dilakukan dengan cara mengambil data dengan melakukan identifikasi dan pengukuran lingkungan fisik kerja. Data yang diambil adalah hasil pengukuran

(16)

tingkat kebisingan, pencahayaan, kelembaban dan suhu di Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Gambar 1 Skema Alir Penelitian

Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan dengan cara langsung berdasarkan KemenLH (1996) sesuai dengan prosedur yang ada dan ruangan kosong. Pengukuran tingkat pencahayaan dilakukan menggunakan lux meter berdasarkan SNI 7062 (BSN 2004) sesuai dengan prosedur yang ada. Pengukuran kelembaban udara relatif dan suhu udara dilakukan menggunakan termometer bola basah dan kering serta grafik psikrometri dan ASHRAE Thermal Comfort Tool untuk menghitung variabel termodinamika udara. Pengukuran kelembaban udara relatif dan suhu udara dibandingkan dengan baku mutu yang ada di KemenKes (2002) sesuai dengan standar yang berlaku. Setelah itu nilai-nilai parameter kenyamanan

(17)

lingkungan fisik udara dapat analisis dan disesuaikan dengan standar-standar yang berlaku.

Pengukuran Tingkat Kebisingan

Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan dengan cara langsung berdasarkan KemenLH (1996) dengan sebuah sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTMS, yaitu nilai tingkat kebisingan (Leq) dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit. Waktu pengukuran dilakukan selama aktivitas 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS) pada selang waktu 06.00-22.00 dan aktivitas malam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00-06.00. Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh:

- La diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 - 09.00 - Lb diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 - 11.00 - Lc diambil pada jam 15.00 mewakili jam 11.00 - 17.00 - Ld diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00.- 22.00 - Le diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 - 24.00 - Lf diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 - 03.00 - Lg diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 - 06.00

Pengukuran tingkat kebisingan untuk dilakukan hanya untuk mendapatkan nilai kebisingan siang hari (Ls) karena jam kerja aktif di Fakultas Teknologi Pertanian IPB hanya dari pagi hingga sore hari. Waktu pengukuran untuk ruang kuliah Fateta IPB yaitu berturut-turut pada jam 06.30, 10.45, 12.40 dan 17.00. Waktu pengukuran untuk laboratorium di Fateta IPB yaitu berturut-turut pada jam 08.00, 10.45, 12.40 dan 17.00. Hasil pengukuran dibandingkan dengan KemenLH (1996) sebagai baku mutu. Selanjutnya dilakukan perhitungan yang dengan rumus-rumus dari KemenLH (1996) sebagai berikut:

Perhitungan Leq 1 menit: Leq(1 menit) = 10 log

1

60[(10

0.1 L1+ 100.1 L2+ ⋯ + 100.1 L12)5] dB(A) (1)

Perhitungan Leq 10 menit:

Leq(10 menit) = 10 log101 [(100.1 LI+ 100.1 LII + ⋯ + 100.1 LX)1] dB(A) (2)

Perhitungan Leq siang hari (06.00 – 22.00): LS = 10 log

1

16(Ta10

0.1 La+ ⋯ + T

d100.1 Ld) dB(A) (3)

Perhitungan Leq malam hari (22.00 – 06.00): LM = 10 log1

8(Te10

0.1 Le+ T

f100.1 Lf+ Tg100.1 Lg) dB(A) (4)

Perhitungan Leq 24 jam: LSM= 10 log

1

24(16 × 10

(18)

Keterangan:

Leq : kebisingan ekuivalen [dB(A)]

L1,...., L12 : kebisingan setiap 5 detik selama 60 detik [dB(A)] LI,...., LX : kebisingan setiap 1 menit selama 10 menit [dB(A)] La,...., Ld : Leq (10 menit) setiap selang waktu di pagi hari [dB(A)] LS : Leq di siang hari [dB(A)]

Ta,...., Td : rentang waktu pengukuran di siang hari (jam) LM : Leq di malam hari [dB(A)]

Te,...., Tg : rentang waktu pengukuran di malam hari (jam)

Le,...., Lg : Leq (10 menit) setiap selang waktu di malam hari [dB(A)] LSM : Leq pada pengukuran 24 jam [dB(A)]

Pengukuran Intensitas Pencahayaan Ruangan

Pengukuran tingkat pencahayaan dilakukan menggunakan lux meter berdasarkan SNI 7062 (BSN 2004). Lux meter dicek dan diaktifkan dengan membuka tutup sensor. Alat dibawa ke tempat pengukuran yang telah ditentukan pada ketinggian 75 cm dari permukaan lantai. Waktu pengukuran dilakukan pada jam 09.00, 12.20, dan 15.30. Hasil pengukuran pada layar monitor dibaca setelah menunggu beberapa saat sehingga didapat nilai angka yang stabil. Hasil pengukuran dicatat pada lembar hasil pencatatan. Luxmeter dimatikan setelah selesai dilakukan pengukuran intensitas penerangan. Pengukuran intensitas cahaya matahari dilakukan di luar ruang. Hasil pengukuran dicatat dan dibandingkan. Titik pengukuran menurut SNI 16-7062-2004, dapat ditentukan berdasarkan

1. Penerangan setempat

Titik pengukuran didasarkan pada objek kerja maupun peralatan. Bila dilakukan pada meja kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas meja seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Denah pada penerangan setempat 2. Penerangan umum/merata

Titik pengukuran didasarkan pada titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan adalah sebagai berikut a. Luas ruangan < 10 m2: titik potong garis horizontal panjang dan lebar

ruangan adalah pada jarak setiap 1 m. Meja kerja 1 Meja kerja 3 Meja kerja 5 Meja kerja 2 Meja kerja 4 Meja kerja 6

(19)

1 m 1 m

Gambar 3 Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas < 10 m2 b. Luas ruangan antara 10-100 m2: titik potong garis horizontal panjang

dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 m.

Gambar 4 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas antara 10-100 m2

c. Luas ruangan > 100 m2: titik potong horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 m.

d.

Gambar 5 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas > 100 m2 3 m 3 m 3 m 6 m 6 m

(20)

Ukuran ruangan berbeda untuk setiap lokasi. Alat ukur lux meter digunakan untuk pengukuran intensitas pencahayaan. Pencahayaan untuk bidang kerja diukur secara horizontal 75 cm di atas permukaan lantai, sedangkan untuk suatu luasan tertentu, tingkat pencahayaan diperoleh dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa titik pengukuran. Hasil pengukuran dibandingkan dengan SNI 03-6575-2001.

Pengukuran Temperatur dan Kelembaban Udara

Pengukuran kelembaban udara (RH) dan suhu dilakukan menggunakan termometer bola basah dan kering serta grafik psikrometri untuk menghitung variabel termodinamika udara. Pengukuran suhu dilakukan dengan termometer bola basah untuk mendapatkan suhu pada termometer bola basah (Tbb) dan termometer bola kering untuk mendapatkan suhu pada termometer bola kering (Tbk). Kedua termometer tersebut dijaga agar tidak terkena pancaran sinar matahari secara langsung. Waktu pengukuran dilakukan pada jam 09.00, 12.20, dan 15.30. Temperatur udara dibaca setelah termometer ditempatkan minimal selama lima menit. Pengukuran dilakukan selama 15 menit dengan pembacaan setiap 5 menit. Kelembaban relatif dapat ditentukan dengan menggunakan grafik psikrometri dan ASHRAE Thermal Comfort Tool. Pengukuran kelembaban udara relatif dan suhu udara dibandingkan dengan baku mutu yang ada di Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002.

Gambar 6 Grafik psikrometri

Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan kenyamanan termal adalah skala predicted mean vote (PMV) dan predicted percentaged of dissatisfied (PPD). PMV dikenalkan oleh Professor Fanger dari University of Denmark. Skala PMV terdiri dari 7 titik yaitu: -3, -2, -1, 0, 1, 2, dan 3 yang mewakili kondisi dingin, sejuk, agak sejuk, netral, agak hangat, hangat, dan panas. Sedangkan PPD memberikan prakiraan berapa besar (%) penghuni ruang yang akan merasa tidak nyaman. Apabila PPD semakin mendekati 0% berarti ruang semakin nyaman

(21)

(Satwiko 2009). PMV dan PPD dapat dihitung secara manual atau melalui aplikasi. Salah satu aplikasi yang digunakan yaitu ASHRAE Thermal Comfort Tool. Data yang dihasilkan berupa nilai PMV, PPD, dan sensasi termal.

Gambar 7 TampilanASHRAE Thermal Comfort Tool

Analisis termal menggunakan grafik psikrometri dan bantuan ASHRAE Thermal Comfort Tool didasarkan atas faktor kenyamanan yang akan diukur, yaitu suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara, rata-rata suhu permukaanruang, tingkat metabolisme aktivitas manusia (met), dan pakaian. Analisis dilakukan dengan menggunakanbantuan ASHRAE Thermal Comfort Tool.Data primer yang telahdiperoleh dimasukkan ke dalam ASHRAE Thermal Comfort Tool seperti pada Gambar 7.

Gambar 8 Data keluaran pada ASHRAE Thermal Comfort Tool

Hasil analisis berupa data skala predicted mean vote (PMV) dan predicted percentaged of dissatisfied (PPD). Dapat terlihat pada Gambar 8 nilai indeks

(22)

kenyamanan, PMV, PPD, dan sensasi termal yang dihasilkan dari data keluaran. Apabila kenyamanan termal tidak memenuhi baku mutu, maka perlu dilakukan identifikasi dan memberikan rekomendasi terkait kenyamanan termal untuk Gedung Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebisingan

Hasil pengukuran menunjukkan tingkat kebisingan lingkungan di ruang kelas dan laboratorium dengan prosedur sesuai dengan tolak ukur KemenLH (1996) tentang Baku Tingkat Kebisingan. Pengukuran dilakukan secara dua kali dengan kondisi aktual pada rentang April-September 2017. Nilai Ls (kebisingan siang) digunakan sebagai indikator tingkat kebisingan karena pengukuran hanya difokuskan pada waktu pagi sampai sore, yaitu pada jam kerja. Hasil pengukuran yang digunakan adalah rata-rata dari dua kali pengukuran dari dua hari pengukuran. Berdasarkan pengukuran tingkat kebisingan didapatkan rata-rata dari hasil pengukuran, dengan hasil adalah sebagai berikut:

Kebisingan di ruang kelas Fakultas Teknologi Pertanian

Lokasi ruang kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB terletak di tiga lokasi yaitu wing V pada lantai 2 dan lantai 3, wing H dan wing B pada lantai 1 Gedung Fakultas Teknologi Pertanian IPB, serta gedung PAU pada lantai 1 dan lantai 2 yang ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan lingkungan di ruang kuliah (RK) Fateta IPB yang disajikan padaGambar 9, Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 9 Hasil pengukuran tingkat kebisingan di ruang kuliah pada Gedung PAU dan Wing B Fateta

Berdasarkan Gambar 9, Gambar 10 dan Gambar 11 dapat diketahui bahwa kebisingan tertinggi berturut-turut untuk ruang kelas terdapat di RK V203 pada pengukuran pukul 12.40. Sedangkan kebisinganterendah berturut-turut terdapat di RK H102B pada pengukuran pukul 06.30. Standar baku mutu untuk ruang kelas

43 45 47 49 51 53 55 57 06.30 09.45 12.40 17.00 T in gk at keb is in ga n ( dBA ) Waktu (jam) RK. B 102/103 RK. PAU 102 A RK. PAU 102 B

RK. PAU 202 Baku Mutu

(23)

pada sekolah atau sejenisnya adalah maksimal 55 dB, sehingga seluruh zona pengukuran padaruang kelas sudah memenuhi baku mutu.

Gambar 10 Hasil pengukuran tingkat kebisingan di ruang kuliah pada wing H Fateta

Gambar 11 Hasil pengukuran tingkat kebisingan di ruang kuliah pada wing V Fateta

Semua ruang kelas Fateta IPBtingkat kebisingannya masih di bawah ambang tingkat kebisingan yang telah ditetapkan dalam KemenLH (1996) tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. Pada data di Lampiran 5, RK di Fateta mengacu pada baku mutu untuk ruang kelas pada sekolah atau sejenisnya. Hasil pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang ada di ruang kelas Fateta secara menyeluruh menunjukkan hasilyang sangat baik.

Kebisingan di laboratorium milik Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Lokasi laboratorium Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (Dep TMB) terletak di beberapa wing berbeda di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan lingkungan di laboratorium milik Dep TMB, Fateta, IPB yang disajikan padaGambar 12.

Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa kebisingan tertinggi untuk laboratorium di Dep TMB terdapat di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan

43 45 47 49 51 53 55 57 06.30 09.45 12.40 17.00 T in gka t ke b is in ga n ( dB A ) Waktu (jam) RK. H 101 RK. H 102 A RK. H 102 B RK. H 103 Baku Mutu 43 45 47 49 51 53 55 57 06.30 09.45 12.40 17.00 T in gka t ke b is in ga n ( dB A ) Waktu (jam) RK. V 201 RK. V 202 RK. V 203 RK. V 301 RK. V 302 Baku Mutu 55 dB (A) 55 dB (A)

(24)

Hasil Pertanian (TPPHP) pada pengukuran pukul 09.45. Sedangkan kebisingan terendah terdapat di laboratorium Desain dan CAE pada pengukuran pukul 06.30, 12.40 dan 17.00 serta Laboratorium Energi Terbarukan pada pengukuran pukul 06.30 dan 12.40. Standar baku mutu untuk laboratorium pada sekolah atau sejenisnya adalah maksimal 55 dB, sehingga seluruh zona pengukuran pada laboratorium di Dep TMB sudah memenuhi baku mutu kecuali untuk laboratorium Motor dan Penggerak Mula.

Gambar 12 Hasil pengukuran tingkat kebisingan laboratorium di Dep TMB Semua ruang di laboratorium milik Dep TMB yang diukur tingkat kebisingannya masih di bawah ambang tingkat kebisingan yang telah ditetapkan dalam KemenLH (1996) tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan kecuali pada laboratorium Motor dan Penggerak Mula. Pada data di lampiran 5, laboratorium Dep TMB mengacu pada baku mutu untuk laboratorium pada sekolah atau sejenisnya. Hasil pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang ada di laboratorium milik Dep TMB secara menyeluruh menunjukkan hasil yang cukup baik.

Kebisingan di laboratorium milik Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Lokasi laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (Dep ITP) terletak di beberapa wing berbeda di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan lingkungan di laboratorium milik Dep ITP, Fateta, IPB yang disajikan padaGambar 13.

Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui bahwa kebisingan tertinggi untuk laboratorium di Dep ITP terdapat di laboratorium Kimia Pangan pada pengukuran pukul 12.40 dan 17.00. Sedangkan kebisingan terendah terdapat di laboratorium Pengolahan Pangan pada pengukuran pukul 09.45. Standar baku mutu untuk laboratorium pada sekolah atau sejenisnya adalah maksimal 55 dB, sehingga seluruh zona pengukuran padalaboratorium milik Dep ITP sudah memenuhi baku mutu kecuali untuk laboratorium Kimia Pangan dan Biokimia Pangan. Semua ruang di laboratorium milik Dep ITP yang diukurtingkat kebisingannya masih di bawah

43 45 47 49 51 53 55 57 59 08.00 09.45 12.40 17.00 T in gka t ke b is in ga n ( dB A ) Waktu (jam)

Lab. TPPHP Lab. Desain dan CAE

Lab. Energi Terbarukan Lab. Motor dan Penggerak Mula

Lab. Ergonomika Baku Mutu

(25)

ambang tingkat kebisingan yang telahditetapkan dalam KemenLH (1996) tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan kecuali pada laboratorium Biokimia Pangan dan laboratorium Kimia Pangan. Pada data di Lampiran 5, laboratorium Dep ITP mengacu pada baku mutu untuk laboratorium pada sekolah atau sejenisnya. Hasil pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa tingkatkebisingan lingkungan yang ada di laboratorium milik Dep ITP secara menyeluruh menunjukkan hasil yang cukup baik.

Gambar 13 Hasil pengukuran tingkat kebisingan laboratorium di Dep ITP

Kebisingan di laboratorium milik Departemen Teknologi Industri Pertanian Lokasi laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian (Dep TIN) terletak di beberapa wing berbeda di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ditunjukkan pada lampiran 8 sampai lampiran 11. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan lingkungan di laboratorium milik Dep TIN, Fateta, IPB yang disajikan padaGambar 14.

Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa kebisingan tertinggi untuk laboratorium di Dep TIN terdapat di laboratorium Pengemasan pada pengukuran pukul 17.00. Sedangkan kebisingan terendah terdapat di laboratorium Teknik Manajemen Lingkungan pada pengukuran pukul 08.00. Standar baku mutuuntuk laboratorium pada sekolah atau sejenisnya adalah maksimal 55 dB, sehingga seluruh zona pengukuran pada laboratorium milik Dep TIN belum semua memenuhi baku mutu. Semua ruang di laboratorium milik Dep TIN yang diukur tingkat kebisingannya masih di bawah ambang tingkat kebisingan yang telah ditetapkan dalam KemenLH (1996) tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan kecuali pada laboratorium Pengemasan, Teknologi Proses, dan Bioindustri. Pada data di Lampiran 5, laboratorium Dep TIN mengacu pada baku mutu untuk laboratorium pada sekolah atau sejenisnya. Hasil pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang ada di laboratorium milik Dep TIN secara menyeluruh menunjukkan hasilyang kurang baik.

48 50 52 54 56 58 60 62 64 08.00 09.45 12.40 17.00 T in gka t K eb is in ga n dB (A ) Waktu (jam)

Lab. Biokimia Pangan Lab. Kimia Pangan

Lab. Analisis Pangan Lab. Mikrobiologi Pangan

Lab. Pengolahan Pangan Baku Mutu

(26)

Gambar 14 Hasil pengukuran tingkat kebisingan laboratorium Dep TIN

Kebisingan di laboratorium milik Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

Lokasi laboratorium Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan (Dep SIL) terletak di beberapa wing berbeda di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan lingkungan di laboratorium milik Dep SIL, Fateta, IPB yang disajikan padaGambar 15.

Gambar 15 Hasil pengukuran tingkat kebisingan laboratorium Dep SIL

43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65 08.00 09.45 12.40 17.00 T in gka t ke b is in ga n ( dB A ) Waktu (jam)

Lab. Pengemasan Lab. Teknologi Proses

Lab. Bioindustri Lab. DIT 1

Lab. DIT 2 Lab. Teknik Manajemen Lingkungan

Baku Mutu 41 43 45 47 49 51 53 55 57 08.00 09.45 12.40 17.00 T in gka t ke b is in ga n ( dB A ) Waktu (jam)

Lab. Kualitas Udara dan Kebisingan Lab. Limbah Cair dan B3 Lab. Hidrolika dan Hidromekanika Lab. Komputer

Lab. Kekuatan Bahan Lab. Struktur

Lab. Mekanika dan Fisika Tanah Baku Mutu

55 dB (A)

(27)

Berdasarkan Gambar 15 dapat diketahui bahwa kebisingan tertinggi untuk laboratorium di Dep SIL terdapat di laboratorium Struktur pada pengukuran pukul 12.40. Sedangkan kebisingan terendah terdapat di laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika pada pengukuran pukul 17.00. Standar baku mutu untuk laboratorium pada sekolah atau sejenisnya adalah maksimal 55 dB, sehingga seluruh zona pengukuran padalaboratorium milik Dep SIL sudah memenuhi baku mutu. Semua ruang di laboratorium milik Dep SIL yang diukur tingkat kebisingannya masih di bawah ambang tingkat kebisingan yang telah ditetapkan dalam KemenLH (1996) tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. Pada data di Lampiran 5, laboratorium Dep SIL mengacu pada baku mutu untuk laboratorium pada sekolah atau sejenisnya. Hasil di Lampiran 5 menunjukkan bahwa tingkat kebisingan yang ada di laboratorium milik Dep SIL secara menyeluruh menunjukkan hasilyang baik.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap penyebab kebisingan di lingkungan Gedung Fateta IPB, dapat dikatakan bahwa pengaruh terbesar kebisingan di seluruh zona adalah berasal peralatan yang berada di dalam ruangan itu sendiri. Di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) milik Dep TMB kebisingan turut dipengaruhi besar oleh suara dari refrigerator (kontinu) yang berada di ruangan. Selain itu di laboratorium Biokimia Pangan milik Dep ITP juga disebabkan oleh refrigerator yang berada di ruangan tersebut.

Gambar 16 Refrigerator

Kualitas mesin mempengaruhi tingkat kebisingan di masing-masing zona. Hal ini juga mempengaruhi kebisingan pada laboratorium Kimia Pangan milik Dep ITP disebabkan oleh blower pada lemari asam di ruangan tersebut. Selain itu

(28)

terdapat pengaruh lain yang meningkatkan nilai kebisingan, yaitu bising akibat percakapan atau aktifitas di sekitar zona seperti yang terjadi di laboratorium milik Dep TIN yaitu laboratorium Pengemasan dan laboratorium Teknologi Proses. Selain itu kebisingan juga disebabkan akibat suara burung yang berhabitat di sekitar bangunan.

Gambar 17 Lemari Asam

Kenyamanan seseorang ketika melakukan aktivitas di dalam ruangan adalah mutlak diperlukan. Ketidaknyamanan seseorang ketika melakukan aktivitas di dalam ruangan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi psikologis terhadap orang tersebut. Kebisingan yang tidak terkontrol atau melebihi ambang batas di dalam ruang dapat menyebabkan terganggunya konsentrasi atau aktivitas yang sedang dilakukan oleh seseorang maupun suatu kelompok. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan kenyamanan tingkat kebisingan khususnya pada Gedung Fateta IPB.

Perambatan suara dapat diantisipasi dengan menggunakan bahan-bahan dan konstruksi yang sesuai untuk mereduksi bunyi. Bahan-bahan dan konstruksi penyerapbunyi yang digunakan sebagai pengendali bunyi dalam ruang bising dapat diklasifikasimenjadi: bahan berpori-pori, penyerap 10 panel atau penyerap selaput, dan resonator rongga (Doelle 1985). Pemilihan bentuk, orientasi dan bahan permukaan ruang akan menentukan kualitas dan kuantitas bunyi yang kemudian juga akan menentukankarakter bunyi (Satwiko 2009). Pada dasarnya pengurangan kebisingan (noisereduction) adalah pengurangan kekuatan bunyi, diukur dalam dB. Kehilangan transmisi (transmition loss) adalah daya media untuk menghambat bunyi diukurdalam dB, berbeda untuk tiap frekuensi. Pori-pori dapat mengurangi TL (transmitionloss) hingga 15 dB (Satwiko 2009).

Untuk meningkatkan kenyamanan akustik juga perlu dilakukan dengan melakukan pengecekan dan perbaikan berkala pada kondisi refrigerator dan blower lemari asam, serta mengganti refrigerator dan blower lemari asam yang sudah

(29)

rusak atau memiliki suara bising dengan refrigator dan blower lemari asam yang baru dan berkualitas. Penggunaan refrigerator dan blower lemari asam harus disesuaikan dengan kebutuhan ruangan agar lebih hemat energi dan mengurangi kebisingan dari segi jumlah peralatan bangunan. Kebisingan refrigerator dan blower lemari asam biasa disebabkan oleh bunyi bising dari kompresor dengan piston atau silinder yang aus atau longgar, serta pemakaiannya yang sudah relatif lama. Pengendalian kebisingan menggunakan sound barrier untuk refrigator dan lemari asam dapat dilihat pada lampiran 12.

Pengendalian kebisingan yang dapat dilakukan terhadap ruangan yang memiliki tingkat kebisingan di atas baku mutu yaitu penggunaan material peredam bunyi dan penghalang bunyi pada blower lemari asam dan refrigerator. Menurut Huboyo dan Sumiyati (2014) plywood jenis sengon meranti dapat berfungsi sebagai sound barrier untuk meredam tingkat kebisingan. Dengan dimensi lemari asam dan refrigerator sebesar 1 m x 1 m x 2 m, maka barrier dapat dibuat dengan dimensi 2 m x 2 m x 4.5 m. volume kotak sebagai bahan sound barrier yang terbuat dari bahan plywood jenis sengon meranti dengan ketebalan yaitu 18 mm, ketebalan bahan peredam akustik berupa busa, kain perca, dan serabut kelapa sebesar 2 cm, dan triplek dalam dengan ketebalan 3 mm peletakan bahan peredam berada di antara dinding yang dibuat. Menurut Huboyo dan Sumiyati (2014) penurunan nilai tingkat kebisingan setelah penggunaan sound barrier dengan bahan tersebut adalah mencapai 26.7%.

Intensitas Pencahayaan

Hasil pengukuran menunjukkan intensitas pencahayaan di ruang kelas dan laboratorium dengan prosedur sesuai dengan tolak ukur SNI 7062 (BSN 2004) tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Pengukuran dilakukan secara dua kali dengan kondisi aktual pada rentang April-September 2017. Intensitas pencahayaan diukur tiga kali karena pengukuran hanyadifokuskan pada waktu pagi sampai sore, yaitu pada jam kerja. Hasil pengukuran yang digunakan adalah rata-rata dari dua kali pengukuran dari dua hari pengukuran. Berdasarkan pengukuran intensitas pencahayaan didapatkan rata-rata dari hasil pengukuran, dengan hasil adalah sebagai berikut:

Intensitas pencahayaan di ruang kelas Fakultas Teknologi Pertanian

Lokasi ruang kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), Institut Pertanian Bogor terletak di tiga lokasi yaitu wing V yang terletak di tiga lokasi yaitu wing V pada lantai 2 dan lantai 3, wing H dan wing B pada lantai 1 Gedung Fakultas Teknologi Pertanian IPB, dan gedung PAU pada lantai 1 dan lantai 2 yang ditunjukkan pada lampiran 8 sampai lampiran 11. Ruang kuliah didukung oleh pencahayaan buatan serta terdapat tirai atau gorden pada jendela. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan di ruang kuliah (RK) Fateta IPB yang disajikan padaGambar 18, Gambar 19 dan Gambar 20.

Berdasarkan Gambar 18, Gambar 19 dan Gambar 20 dapat diketahui bahwa intensitas pencahayaan tertinggi untuk ruang kelas terdapat di RK V302 pada pengukuran pukul 12.20 sebesar 202 lux. Sedangkan intensitas pencahayaan terendah terdapat di RK PAU 102A pada pengukuran pukul 09.00 sebesar 77 lux. Standar baku mutuuntuk ruang kelas pada lembaga pendidikan adalah minimal 250

(30)

lux, sehingga seluruh zona pengukuran pada ruang kelas belum memenuhi baku mutu.

Gambar 18 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan di ruang kuliah pada Gedung PAU dan Wing B Fateta

Semua ruang kelas Fateta IPB intensitas pencahayaannya masih di bawah minimal intensitas pencahyaan yang telah ditetapkan dalam BSN (2001) tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung. Pada data di atas, RK di Fateta mengacu pada baku mutu untuk ruang kelas pada lembaga pendidikan. Hasil pada Gambar 18, Gambar 19 dan Gambar 20 menunjukkan bahwa intensitas pencahayaan yang ada di ruang kelas Fateta secara menyeluruh menunjukkan hasilyang tidak baik.

Gambar 19 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan di ruang kuliah pada Wing H Fateta 0 100 200 300 400 500 600 09.00 12.20 15.30 In te n si ta s ca h ay a (lux) Waktu (jam) RK. B 102/103 RK. PAU 102 A RK. PAU 102 B

RK. PAU 202 Baku Mutu

0 100 200 300 400 500 600 09.00 12.20 15.30 In te n si ta s ca h ay a (lux) Waktu (jam) RK. H 101 RK. H 102 A RK. H 102 B RK. H 103 Baku Mutu 250 lux 250 lux

(31)

Gambar 20 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan di ruang kuliah pada Wing V Fateta

Intensitas pencahayaan laboratorium di Dep TMB

Lokasi laboratorium di Dep TMB terletak di beberapa wing berbeda di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Pencahayaannya didukung oleh pencahayaan alami dan buatan melalui kaca jendela berjenis transparan maupun rayband. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan di laboratorium milik Dep TMB yang disajikan padaGambar 21.

Gambar 21 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan laboratorium di Dep TMB

0 100 200 300 400 500 600 09.00 12.20 15.30 In te n si ta s ca h ay a (lux ) Waktu (jam) RK. V 201 RK. V 202 RK. V 203 RK. V 301 RK. V 302 Baku Mutu 0 100 200 300 400 500 600 09.00 12.20 15.30 In te n si ta s ca h ay a (lux) Waktu (jam)

Lab. TPPHP Lab. Energi Terbarukan

Lab. Motor dan Penggerak Mula Lab. Ergonomika

Baku Mutu

250 lux

(32)

Berdasarkan Gambar 21 dapat diketahui bahwa intensitas pencahayaan tertinggi untuk laboratorium di Dep TMB terdapat di laboratorium Energi Terbarukan pada pengukuran pukul 12.20 sebesar 569 lux. Sedangkan intensitas pencahayaan terendah terdapat di laboratorium Ergonomika pada pengukuran pukul 15.30 sebesar 198 lux. Standar baku mutuuntuk laboratorium pada lembaga pendidikan adalah minimal 500 lux, sehingga seluruh zona pengukuran pada laboratorium milik Dep TMB belum semuanya memenuhi baku mutu. Semua ruang di laboratorium milik Dep TMB yang diukur intensitas pencahayaannya masih di bawah minimum intensitas pencahayaan yang telah ditetapkan dalam BSN (2001) tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung kecuali pada laboratorium Energi Terbarukan pada siang dan sore hari. Pada data di atas, laboratorium Dep TMB mengacu pada baku mutu untuk laboratorium pada lembaga pendidikan. Hasil pada Gambar 21 menunjukkan bahwa intensitas pencahayaan yang ada di laboratorium milik Dep TMB secara menyeluruh menunjukkan hasilyang kurang baik.

Intensitas pencahayaan laboratorium di Dep ITP

Lokasi laboratorium di Dep ITP terletak di beberapa wing berbeda di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Pencahayaannya didukung oleh pencahayaan alami dan buatan melalui kaca jendela berjenis transparan maupun rayband. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan di laboratorium milik Dep ITP yang disajikan padaGambar 22.

Gambar 22 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan laboratorium di Dep ITP Berdasarkan Gambar 22 dapat diketahui bahwa intensitas pencahayaan tertinggi untuk laboratorium di Dep ITP terdapat di laboratorium Kimia Pangan pada pengukuran pukul 15.30 sebesar 1672 lux. Sedangkan intensitas pencahayaan

100 300 500 700 900 1100 1300 1500 1700 09.00 12.20 15.30 In te n si ta s ca h ay a (lux) Waktu (jam)

Lab. Biokimia Pangan Lab. Kimia Pangan

Lab. Analisis Pangan Lab. Mikrobiologi Pangan

Lab. Pengolahan Pangan Baku Mutu

(33)

terendah terdapat di laboratorium Biokimia Pangan pada pengukuran pukul 15.30 sebesar 150 lux. Standar baku mutu untuk laboratorium pada lembaga pendidikan adalah minimal 500 lux, sehingga seluruh zona pengukuran pada laboratorium milik Dep ITP belum semuanya memenuhi baku mutu kecuali laboratorium Kimia Pangan. Semua ruang di laboratorium milik Dep ITP yang diukur intensitas pencahayaannya masih di bawah minimum intensitas pencahayaan yang telah ditetapkan dalam BSN (2001) tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung kecuali pada laboratorium Kimia Pangan. Pada data di atas, laboratorium Dep ITP mengacu pada baku mutu untuk laboratorium pada lembaga pendidikan. Hasil pada Gambar 22 menunjukkan bahwa intensitas pencahayaan yang ada di laboratorium milik Dep ITP secara menyeluruh menunjukkan hasilyang cukup baik.

Intensitas pencahayaan laboratorium di Dep TIN

Lokasi laboratorium di Dep TIN terletak di beberapa wing berbeda di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Pencahayaannya didukung oleh pencahayaan alami dan buatan melalui kaca jendela berjenis transparan maupun rayband. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan di laboratorium milik Dep TIN yang disajikan padaGambar 23.

Gambar 23 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan laboratorium di Dep TIN Berdasarkan Gambar 23 dapat diketahui bahwa intensitas pencahayaan tertinggi untuk laboratorium di Dep TIN terdapat di laboratorium DIT 2 pada pengukuran pukul 12.20 sebesar 441 lux. Sedangkan intensitas pencahayaan terendah terdapat di laboratorium Teknik Manajemen Lingkungan pada pengukuran pukul 15.30 sebesar 136 lux. Standar baku mutu untuk laboratorium pada lembaga pendidikan adalah minimal 500 lux, sehingga seluruh zona

0 100 200 300 400 500 600 09.00 12.20 15.30 In te n si ta s ca h ay a (lux ) Waktu (jam)

Lab. Pengemasan Lab. Teknologi Proses

Lab. Bioindustri Lab. DIT 1

Lab. DIT 2 Lab. Teknik Manajemen Lingkungan

Baku Mutu

(34)

pengukuran pada laboratorium milik Dep TIN belum semuanya memenuhi baku mutu. Semua ruang di laboratorium milik Dep TIN yang diukur intensitas pencahayaannya masih di bawah minimum intensitas pencahayaan yang telah ditetapkan dalam BSN (2001) tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung. Pada data di atas, laboratorium Dep TIN mengacu pada baku mutu untuk laboratorium pada lembaga pendidikan. Hasil pada Gambar 23 menunjukkan bahwa intensitas pencahayaan yang ada di laboratorium milik Dep TIN secara menyeluruh menunjukkan hasil yang kurang baik.

Intensitas pencahayaan laboratorium di Dep SIL

Lokasi laboratorium di Dep SIL terletak di beberapa wing berbeda di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Pencahayaannya didukung oleh pencahayaan alami dan buatan melalui kaca jendela berjenis transparan maupun rayband. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan di laboratorium milik Departemen SIL yang disajikan padaGambar 24.

Gambar 24 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan laboratorium di Dep SIL Berdasarkan Gambar 24 dapat diketahui bahwa intensitas pencahayaan tertinggi untuk laboratorium di Dep SIL terdapat di laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika pada pengukuran pukul 12.20 sebesar 384 lux. Sedangkan intensitas pencahayaanterendah terdapat di laboratorium Limbah Cair dan B3 pada pengukuran pukul 15.30 sebesar 121 lux. Standar baku mutu untuk laboratorium pada lembaga pendidikan adalah minimal 500 lux, sehingga seluruh zona pengukuran padalaboratorium milik Dep SIL belum memenuhi baku mutu. Semua

0 100 200 300 400 500 600 09.00 12.20 15.30 In te n si ta s ca h ay a (lux) Waktu (jam)

Lab. Kualitas Udara dan Kebisingan Lab. Limbah Cair dan B3 Lab. Hidrolika dan Hidromekanika Lab. Kekuatan Bahan

Lab. Struktur Lab. Mekanika dan Fisika Tanah

Baku Mutu

(35)

ruang di laboratorium milik Dep SIL yang diukurintensitas pencahayaannya masih di bawah minimum intensitas pencahayaan yang telah ditetapkan dalam BSN (2001) tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung. Pada data di atas, laboratorium Dep SIL mengacu pada baku mutu untuk laboratorium pada lembaga pendidikan. Hasil pada Gambar 24 menunjukkan bahwa intensitas pencahayaan yang ada di laboratorium milik Dep SIL secara menyeluruh menunjukkan hasilyang kurang baik.

Intensitas pencahayaan di ruang komputer di Fateta

Ruang komputer milik masing-masing departemen terletak tersebar di Gedung Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB. Dalam penelitian ini diambil data dari laboratorium Desain dan CAE milik Dep TMB dan laboratorium Komputer milik Dep SIL. Pencahayaannya didukung oleh pencahayaan alami dan buatan melalui kaca jendelaberjenis transparan maupun rayband dengan tirai pada jendela. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas pencahayaan di ruang komputer di lingkungan Fateta yang disajikan padaGambar 25.

Gambar 25 Hasil pengukuran intensitas pencahayaan ruang komputer Fateta Berdasarkan Gambar 25 dapat diketahui bahwa intensitas pencahayaan tertinggi untuk ruang komputer terdapat di laboratorium Komputer Dep SIL pada pengukuran pukul 09.00 sebesar 319 lux. Sedangkan intensitas pencahayaan terendah terdapat di laboratorium Desain dan CAE milik Dep TMB pada pengukuran pukul 12.20 sebesar 203 lux. Standar baku mutuuntuk ruang komputer pada lembaga pendidikan adalah minimal 350 lux, sehingga seluruh zona pengukuran padalaboratorium komputer belum semuanya memenuhi baku mutu. Semua ruang di ruang komputer yang diukurintensitas pencahayaannya masih di bawah minimum intensitas pencahayaan yang telahditetapkan dalam BSN (2001) tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung. Pada data di atas, ruang komputer mengacu pada baku mutu untuk ruang komputer pada lembaga pendidikan. Hasil pada Gambar 25 menunjukkan bahwa intensitas pencahayaan yang ada di ruang komputer di Fateta secara menyeluruh menunjukkan hasilyang kurang baik.

0 100 200 300 400 500 09.00 12.20 15.30 In te n si ta s ca h ay a (lux) Waktu (jam)

Lab. Komputer SIL Lab. Desain dan CAE Baku Mutu

(36)

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan bahwa hanya laboratorium Energi Terbarukan milik Dep TMB dan laboratorium Kimia Pangan milik Dep ITP yang sudah memenuhi standar minimal untuk intensitas pencahayaan. Dapat diketahui bahwa pencahayaan alami atau cahaya matahari yang masuk kedalam ruang tidak cukup baik dalam menerangi ruang kuliah. Intensitas pencahayaan alami yang masih belum memenuhi standard salah satunya disebabkan karena adanya perangkat sunscreen yang terpasang di selasar ruang kuliah sehingga intensitas pencahayaan alami ruang kuliah belum memenuhistandard pencahayaan. Hal ini juga dimaksudkan agar ruang kuliah tidak terlalu panas jika terkena sinar matahari langsung.

Laboratorium di Fakultas Teknologi Pertanian sebagian besar tidak memiliki kaca film pada jendela sehingga memungkinkan cahaya matahari langsung masuk ke dalam ruangan. Selain itu pencahayaan buatan di dalam ruangan yang berasal dari lampu neon (Flourecent) belum mampu untuk mencapai standar minimal 250 lux untuk ruang kelas dan 500 lux untuk laboratorium. Hal ini terjadi karena lampu ruangan belum dinyalakan seluruhnya dan terdapat lampu yang sudah redup atau rusak. Berdasarkan wawancara dengan penjaga ruangan bahwa alasan lampu tidak dinyalakan semuanya karena dapat membuat suasana di dalam ruang kelas menjadi lebih panas. Selain itu kegiatan kuliah lebih banyak difokuskan pada sorotan proyektor sehingga lampu tidak dinyalakan semua.

Jenis lampu yang digunakan untuk sistem pencahayaan buatan pada semua ruang di Gedung Fateta IPB adalah jenis lampu neon (Flourecent)atau biasa disebut lampu TL (tubular lamp). Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menyalakan semua lampuyang tersedia di ruangan saat kuliah berlangsung dan mematikannya kembali saat kuliah telah berakhir. Penambahan KWH lampu yang digunakan sebagai sumber penerangan, dalam hal pemilihan jenis lampu yang digunakan sebaiknyamenggunakan jenis lampu TL, karena dalam jumlah KWH yang tidak terlalubesar, cahaya yang dihasilkan dari lampu TL memiliki intensitas yang cukup tinggi. Penambahan jumlah lampu dan juga penempatan lampu khusus padadaerah yang fokus dan penggantian lampu yang kondisinya rusak atau mulai meredup (Wardhana 1999).

Kenyamanan Termal

Hasil pengukuran menunjukkan kenyamanan termal di ruang kelas dan laboratorium dibandingkan dengan KemenKes (2002) tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Pengukuran dilakukan secara dua kali dengan kondisi aktual pada rentang April-September 2017. Kenyamanan termal diukur tiga kali karena pengukuran hanya difokuskan pada waktu pagi sampai sore, yaitu pada jam kerja. Hasil pengukuran yang digunakan adalah rata-rata dari dua kali pengukuran dari dua hari pengukuran. Berdasarkan pengukuran kenyamanan termal didapatkan rata-rata dari hasil pengukuran, dengan hasil adalah sebagai berikut:

Kenyamanan termal di ruang kelas Fakultas Teknologi Pertanian

Lokasi ruang kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB terletak di tiga lokasi yaitu wing V yang terletak di tiga lokasi yaitu wing V pada lantai 2 dan lantai 3, wing H dan wing B pada lantai 1 Gedung Fakultas Teknologi Pertanian

(37)

IPB, dan gedung PAU pada lantai 1 dan lantai 2 yang ditunjukkan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 11. Ruang kelas didukung beberapa air conditioner dan kipas angin. Berdasarkan hasil pengukuran kenyamanan termal di ruang kuliah (RK) Fateta IPB yang disajikan padaGambar 26, Gambar 27 dan Gambar 28.

Gambar 26 Hasil pengukuran suhu udara di ruang kuliah pada Gedung PAU dan Wing B Fateta

Gambar 27 Hasil pengukuran suhu udara di ruang kuliah pada Wing H Fateta Berdasarkan Gambar 26, Gambar 27 dan Gambar 28 dapat diketahui bahwa suhu udara tertinggi untuk ruang kelas terdapat di RK V202 pada pengukuran pukul 12.20 sebesar 25.6°C. Sedangkan suhu udaraterendah terdapat di RK V302 pada pengukuran pukul 09.00 sebesar 21.4°C. Standar baku mutuuntuk ruang kelas pada lingkungan kerja perkantoran adalah antara 18°C-28°C, sehingga seluruh zona pengukuran pada ruang kelas sudah memenuhi baku mutu. Hasil pengukuran kelembaban udara relatif di ruang kuliah Fateta IPB dapat dilihat pada Gambar 29, Gambar 30 dan Gambar 31.

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 09.00 12.20 15.30 Suh u uda ra ( °C ) Waktu (jam) RK. B 102/103 RK. PAU 102 A RK. PAU 102 B

RK. PAU 202 Baku Mutu Baku Mutu

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 09.00 12.20 15.30 S uh u uda ra ( °C ) Waktu (jam) RK. H 101 RK. H 102 A RK. H 102 B

RK. H 103 Baku Mutu Baku Mutu

28°C

28°C

18°C 18°C

(38)

Gambar 28 Hasil pengukuran suhu udara di ruang kuliah pada Wing V Fateta

Gambar 29 Hasil pengukuran kelembaban udara relatif di ruang kuliah pada Gedung PAU dan Wing B Fateta

Berdasarkan Gambar 29, Gambar 30 dan Gambar 31 dapat diketahui bahwa kelembaban relatif tertinggi untuk ruang kelas terdapat di RK PAU 102B pada

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 09.00 12.20 15.30 S uh u uda ra ( °C ) Waktu (jam) RK. V 201 RK. V 202 RK. V 203 RK. V 301 RK. V 302 Baku Mutu 30 40 50 60 70 80 90 09.00 12.20 15.30 K el em ba b a n ud ar a rel at if (% ) Waktu (jam) RK. B 102/103 RK. PAU 102 A RK. PAU 102 B

RK. PAU 202 Baku Mutu Baku Mutu

28°C

18°C

60%

Gambar

Gambar 1 Skema Alir Penelitian
Gambar 3 Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan Luas &lt; 10 m 2 b.  Luas  ruangan  antara  10-100  m 2 :  titik  potong  garis  horizontal  panjang
Gambar 6 Grafik psikrometri
Gambar 8 Data keluaran pada ASHRAE Thermal Comfort Tool
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan prinsip demikian, maka wajar manakala hasil dari seminar sehari Hisab Rukyah pada tanggal 27 April 1992 di Tugu Bogor, dihasilkan kesepakatan paling tidak ada

Variabel pengaruh pada penelitian ini adalah karakteristik internal dan eksternal wanita tani. Karakteristik internal wanita tani terdiri atas beberapa indikator, yaitu:

Penelitian yang dilakukan oleh Sari, menyatakan bahwa persepsi manfaat berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan E-Banking, hal ini berarti bahwa

Dari master di atas dapat dirotasikan dan direfleksikan dengan menggunakan pohon dan runut balik sehingga menghasilkan 120 langkah benteng yang ditempatkan pada jumlah maksimal

Salah satu cara untuk memperbaikinya adalah dengan stabilisasi kimiawi menggunakan bahan fly ash yang didapat dari hasil pembakaran batu bara oleh perusahaan smelter yang

Kenyataan membuktikan bahwa selama krisis perekonomian, UMKM mampu bertahan menghadapi goncangan perekonomian. Selain UMKM tahan terhadap krisis, sektor UMKM nasional

Penelitian ini mengkaji tentang tenaga kerja, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Enrekang.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

(1) Apabila PIHAK KEDUA terlambat dalam melakukan pembayaran melampaui batas waktu yang telah ditentukan, maka PIHAK KESATU berhak untuk mencairkan deposit yang