• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN KARAKTER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN KARAKTER"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN

KARAKTER

Melkior Wewe

Pendidikan Matematika, STKIP Citra Bakti, NTT melkiorwewe1@gmail.com

ABSTRAK

Mengembangkan kompetensi dan nilai-nilai karakter merupakan alasan utama dalam perubahaan kurikulum di Indonesia. Kompetensi belajar matematika dan karakter siswa tercapai sesuai tuntutan dalam kurikulum 2013, maka dalam proses pembelajaran guru harus menerapkan model pembelajaran yang inovatif yang selalu berpusat pada siswa. Salah satu model pembelajaran berpusat pada siswa yang dapat meningkatkan kompetensi belajar matematika dan karakter siswa adalah pembelajaran matematika Realistik. Pembelajaran matematika menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) bukanlah hal yang mudah, karena pola pendidikan di Indonesia sudah terbiasa dengan pola-pola konvensional sehingga hasil akhir yang diperoleh hanya ditekankan pada aspek kognitif. Tulisan ini akan membahas pembelajaran matematika realistic dan penerapan dalam pembelajaran matematika sehingga mampu mengembangkan kompetensi dan karakter siswa.

Kata-kata Kunci: pembelajaran matematika realistik, kemampuan

matematika, karakter siswa

PENDAHULUAN

Mengembangkan kompetensi dan karakter siswa merupakan alasan utama dalam perubahaan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 2013 dikembangkan berbasis pada kompetensi sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis, bertanggung jawab. Dengan demikian, aspek karakter religius, karakter sosial, pengetahuan, dan keterampilan menjadi fokus dari kurikulum 2013).

Untuk mencapai tujuan kurikulum 2013 di atas, Permendikbud No. 81A tahun 2013 mengatur bahwa proses pembelajaran pada kurikulum 2013 hendaknya terdiri atas lima pengalaman belajar yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan, yang

(2)

untuk meningkatkan kompetensi dan karakter siswa yang dituntut dalam kurikulum 2013 adalah pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).

Menurut Suherman, (2003:65) aktivitas keseharian kita selalu menemukan banyak permasalahan, baik permasalahan yang berkiatan dengan matematika maupun tidak, namun matematika yang disebut sebagai ratunya ilmu memiliki peranan yang sangat penting untuk menjawab permasalahan tersebut. Ini berarti bahwa matematika sebagai ratunya ilmu sangat diperlukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Matematika merupakan mata pelajaran inti yang harus diterima oleh setiap peserta didik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Namun realita yang terjadi bahwa masih ada sebagian peserta didik beranggapan bahwa matematika sebagai momok, yang menyebabkan kemampuan peserta didik terhadap pelajaran matematika menjadi jeblok. Hal ini disebabkan karena guru dalam proses pembelajaran lebih menekankan siswa sebagai objek belajar, guru berfungsi sebagai sumber belajar utama; materi bersifat subject-oriented, system pengelolaan pembelajaran berpusat pada guru. Hal ini akan menyebabkan output kurang relevan antara apa yang diajarkan di sekolah dengan pasar kerja, pengembangan intelektual siswa siswatidak seiring dengna perkembangan individu, karena dalam pembelajaran hanya menekan pencapaian nilai-nilai kognitif terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak sejalan dengan pengembangan. Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika (Sudharta, 2004). Rendahnya kemampuan matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Pembelajaran sejauh ini masih didominasi oleh guru, siswa kurang dilibatkan sehingga terkesan monoton dan timbul kejenuhan pada siswa.

Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, dalam Puskurbuk, Januari 2011).

Dalam proses pendidikan, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya degradasi nilai-nilai etika dan moral di kalangan remaja. Rasa kepedulian ini didasarkan pada kenyataan bahwa dewasa ini ada kecenderungan semakin merebaknya sikap perilaku remaja yang menyimpang dari tatanan nilai-nilai moral yang berlaku dimasyarakat, yang akhirnya membawa remaja tersebut tersesat hidupnya.

(3)

Secara universal, karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect), kerja sama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happiness), kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggung jawab (responsibility), kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan (unity) (Samani & Hariyanto, 2011).

PEMBAHASAN

Pembelajaran Matematika Realistik

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (RealisticMathematics Education) merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran matematika yang berasal dari Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada konsep Freudhental menyatakan bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Konsep ini memiliki makna bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai pihak pasif yang hanya menerima matematika sebagai sebuah produk jadi.Tetapi, matematika seharusnya disajikan dalam beragam situasi yang memungkinkan siswa untuk menemukan sendiri konsep, teor\ema, maupun hubungan dalam matematika.

Menurut Heuvel-Panhuizen kata “realistik” dalam Pendidikan Matematika Realistik berasal dari bahasa Belanda“zichrealiseren”yang memiliki arti untuk dibayangkan. Akibatnya, masalah yang digunakan dalam pembelajaran tidak sekedar memiliki kaitan dengan dunia nyata,namun mengacu pada penggunaan masalah yang dapat menyajikan situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa (Ariyadi Wijaya, 2012:20).

Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Treffers (Ariyadi Wijaya, 2012: 21-23) menyatakan bahwa terdapat lima karakteristik pendekatan Pendidikan Matematika Realistik,yaitu sebagai berikut.

1) Penggunaan konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran pada pendekatan ini. Penggunaan konteks digunakan sebagai titik awal pengembangan konsep dan ide matematika. Penggunaan konteks sebagai titik awal pembelajaranakan melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan matematika yang bermakna dan memicu terjadinya interaktivitas diantara siswa.

2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Model dinyatakan dan dikembangkan olehsiswa menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya dan pengetahuan matematika. Pada awalnya,model digunakan sebagai model dari konteks yang dihadapi siswa. Melalui proses formalisasi,model berkembang dan digunakan sebagai model untuk melakukan penalaran mamtematika hingga siswa mendapatkan matematika formal. Hasil kerja dan konstruksi siswa dalam pembelajaran siswa selanjutnya akan digunakan sebagai landasan pengembangan konsep matematika siswa (Ariyadi Wijaya, 2012:22). Selain berperan dalam pengembangan konsep matematika siswa, hasil kerja dank onstruk sisiswa juga memperkaya strategi pemecahan masalah.

(4)

memecahkan masalah pada konteks, sehingga diharapkan siswa memperoleh strategipemecahan masalah yang bermacam-macam. Konstruksi siswa memberikan kontribusi yang besar dalam pembelajaran. 4) Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu,tetapi juga proses sosial yang terjadi bersamaan. Ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka, proses belajar siswa menjadi lebih cepat dan bermakna(AriyadiWijaya,2012:22).

5) Keterkaitan

Menurut Ausubel (Ratna Wilis Dahar, 2011:95), belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ausubel (Ratna Wilis Dahar, 2011:98) menambahkan bahwa keuntungan yang didapat dari belajar bermakna antara lain, informasi yang dipelajari akan lebih lama diingat,lebih mudah mempelajari materi selanjutnnya untuk materi pelajaran yang mirip, dan lebih mudah belajar konsep-konsep yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik

Dengan mencermati prinsip pembelajaran PMR, pengertian PMR dibatasi penentuan masalah kontekstual dan lingkungan yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari agar siswa mudah memahami pelajaran matematika sehingga mudah mencapai tujuan.

Prinsip utama dalam PMR adalah sebagai berikut (Gravemeijer, 1994:90):

1) Guided re-invention (menemukan kembali) / progressive mathematizing. Siswa harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan.Pembelajaran di mulai dengan suatu masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan menemukan “kembali” sifat, definisi, teorema atau prosedur-prosedur.

2) Didactical Phenomenology ( fenomena belajar bersifat mendidik). Dalam hal ini fenomena pembelajaran menekankan pentingnya masalah-masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa.

3) Self-develoved model (pengembangan model sendiri). Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Model dibuat siswa sendiri dalam memecahkan masalah.

Sesuai dengan ketiga prinsip di atas, Asikin dalam Malihu (2006:12) mengatakan, proses pembelajaran matematika di kelas berdasarkan pendekatan matematika realistik (PMR) perlu memperhatikan lima karakteristik yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual; (2) menggunakan model; (3) menggunakan kontribusi dan produksi siswa; (4) interaktif; dan (5) terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya. Dalam pendekatan PMR, isi perangkat pembelajarannya mencerminkan tiga prinsip kunci PMR, dan proses implementasinya di kelas berpedoman pada 5 ciri yang disebutkan di atas.

(5)

Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Berciri RME

Secara umum Zulkardi (2010:4) menyebutkan bahwa proses pembelajaran matematika dengan pendekatan RME diawali dengan pemberian masalah kontekstual, siswa melakukan aktivitas-aktivitas pematematikaan horizontal, siswa memperoleh model matematika informal atau formal, kemudian melalui aktivitas-aktivitas pematematikaan vertikal seperti pemecahan masalah, membandingkan, dan diskusi siswa memperoleh penyelesaian matematis dari masalah yang diberikan. Selanjutnya, siswa menggunakan hasil konstruksi yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah kontekstual lainnya.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Zulkardi (2010:11) bahwa langkah-langkah pembelajaran matematika berciri RME adalah sebagai berikut:

1) Siswa diberikan masalah kontekstual berkaitan dengan topik sebagai titik awal pembelajaran.

2) Selama siswa berinteraksi dengan kelompok, guru memberikan petunjuk-petunjuk kepada siswa.

3) Siswa diminta mempresentasikan dan membandingkan penyelesaian yang mereka temukan dalam diskusi kelas.

4) Siswa diberi kesempatan untuk menemukan penyelesaian atau hasil penemuan secara mandiri.

5) Siswa diberikan masalah lain yang berkaitan.

Berdasarkan paparan di atas, maka langkah-langkah pembelajaran matematika realistik meliputi pemberian masalah kontekstual, diskusi kelompok yang melibatkan proses pematematikaan horizontal dan pematematikaan vertikal dalam penemuan kembali konsep matematika, pemberian masalah lain yang berkaitan dengan materi, dan presentasi.

Kemampuan Matematika

Kemampuan matematka yang dikuasai siswa dalam proses pembelajaran matematika, menurut National Council of Teacher Mathematic (NCTM, 2000) dibagi dalam enam bagian yaitu : (1) pemecahan masalah (problem solving); (2) penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) koneksi (connection); (4) komunikasi (communication); serta (5) representasi (representation) 6) berpikir kritis (problem possing). Berikut ini akan dipaparkan indikator-indikator dari kemampuan matematika yang relevan dengan penelitian ini (NCTM, 2000).

Standar penalaran dan pembuktian untuk para siswa pra sekolah (prekindergarten) sampai tingkat 12 (grade 12) adalah siswa mampu : 1) mengenal penalaran dan pembuktian sebagai aspek mendasar dalam matematika; 2) membuat dan menyelidiki konjektur (dugaan, kesimpulan sementara) matematik; 3) mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti secara matematis; 4) memilih dan mengembangkan berbagai jenis penalaran dan metode pembuktian.

Standar komunikasi matematika untuk siswa untuk para siswa pra sekolah (prekindergarten) sampai tingkat 12 (grade 12) adalah siswa mampu : 1) mengatur dan mengkonsolidasikan pikirannya melalui komunikasi; 2) mengkomunikasikan pemikiran matematika secara koheren dan jelas kepada

(6)

dan strategi matematika orang lain; 4) menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide secara tepat; serta 5) menjelaskan konsep matematika dengan definisi yang tepat.

Pemecahan Masalah Matematika Standar pemecahan masalah matematika untuk siswa untuk para siswa pra sekolah (prekindergarten) sampai tingkat 12 (grade 12) adalah siswa mampu : 1) mengembangkan pengetahuan matematika yang baru melalui pemecahan masalah; 2) memecahkan masalah dalam matematika atau konteks lain; 3) menerapkan dan menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah; serta 4) memonitor dan merefleksi proses pemecahan masalah. Berpikir Kritis adalah seseorang dikatakan berpikir kritis jika seseorang sangat sensitive dan cenderung peka terhadap informasi atau situasi yang sedang dihadapinya, dengan dimilikinya kemampuan berpikir kritis seseorang memiliki kemampuan mendalam, penalaran dan kemampuan menyimpulkan yang tepat serta mampu mencari solusinya, (Wewe, 2017). indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut: 1) Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan; 2) Mencari alasan; 3) Berusaha mengetahui informasi dengan baik; 4)Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya; 5) Memperhatikan situasidan kondisi secara keseluruhan; 6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama; 7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar; 8) Mencari alternatif; 9) Bersikap dan berpikir terbuka; 10) Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu; 11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan; 12) Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian- bagian dari keseluruhan masalah.

Kajian tentang Pendidikan Karakter

Pengajaran budi pekerti atau pendidikan karakter adalah upaya untuk membantu perkembangan jiwa yang sifatnya umum. Menganjurkan atau kalau perlu menyuruh anak untuk: duduk yang baik, jangan berteriak-teriak agar tidak mengganggu anak lain, bersih badan dan pakaiannya, hormat terhadap ibu-bapak dan orang lain, menolong teman yang perlu ditolong, demikian seterusnya. Ini semua sudah merupakan pengajaran budi pekerti, (Ki Hadjar Dewantara dalam Supinah dan Ismu Tri Parmi, 2011). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 80). Karakter adalah “A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona menambahkan, “Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan.

(7)

Karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills). Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.

Pemerintah merumuskan ada 18 nilai-nilai pendidikan budaya dan karkater bangsa, sebagai berikut 1) Religius. Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2) Jujur. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 3) Toleransi. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4) Disiplin. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5) Kerja Keras. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 6) Kreatif. Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7) Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8) Demokratis. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9) Rasa Ingin Tahu. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.10) Semangat Kebangsaan. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.11) Cinta Tanah Air. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 12) Menghargai Prestasi. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.13) Bersahabat/Komunikatif. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.14) Cinta Damai. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 15) Gemar Membaca. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16) Peduli Lingkungan. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17) Peduli Sosial. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18) Tanggung Jawab. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya

(8)

dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Pengembangan Kemampuan matematika dan Nilai-nilai Karakter dalam Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistik ini adalah pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan dan aktivitas peserta didik dalam belajarnya, baik secara individual maupun secara kelompok, yang mampu meningkatkan kemampaun siswa. Nilai- nilai karakter dan kamampuan matematika dalam pembelajaran dapat diintegrasikan dalam prinsip pembelajaran matematika realisitik dan langkah-langkah pembelajaran matematika.

Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) yang pertama adalah reinvensi terbimbing dan matematisasi progresif (Guided Reinvention and Progressive Mathematization). Pada prinsip tersebut peserta didik diberi kesempatan untuk mengalami proses. Menerapkan prinsip tersebut dalam pembelajaran matematika dilakukan dengan cara siswa diberi masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi atau beragam prosedur penyelesaian. Pada prinsip ini proses belajar diatur sedemikian rupa sehingga peserta didik menemukan sendiri konsep, prosedur, prinsip atau hasilnya. Dalam kaitannya dengan kemampuan matematika, yang akan dicapai adalah kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sedangkan karakter yang diharapkan dalam prinsip tersebuta adalah memiliki rasa ingin tahu yang tinggi akan perosalan yang diberikan.

Prinsip fenomena didaktik (Didactical Phenomenology). Masalah kontekstual yang diberikan kepada peserta didik akan diselesaikan oleh siswa berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki masing-masing peserta didik. Kemampuan matematika yang dapat diukur pada prinsip fenomena didaktik (Didactical Phenomenology) adalah kemampuan pemecahan masalah, dimana akan terjadi suatu kemungkinan terjadinya sutau proses untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini tentunya juga akan melatih karakter peserta didik dari segi percaya diri. Prinsip dari informal ke formal (from informal to formal mathematics; model plays in bridging the gap between informal knowledge and formal mathematics) atau dengan kata lain disebut mengembangkan sendiri model (Self Developed Model). Prinsip tersebut memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan model tersendiri dalam menyelesaikan masalah, dari situasi yang dekat dengan alam pikiran peserta didik, Kemudian digeneralisasi dan diformalisasi yang mendasarkan keadaan-keadaan khusus dari penyelesaian masalah kontekstual. Dan pada akhirnya akan menjadi pengetahuan dalam matematika formal bagi peserta didik. Pada prinsip kemampuan matematika yang diukur adalah kemampuan penalaran, kemampuan berpikir kritis, kemapuan memecahkan masalah dan kemampuan berkomunikasi. Sedangkan nilai-nilai karakter peserta didik yang dapat dibentuk antara lain kerja keras, berfikir kreatif dan mandiri dan percaya diri.

(9)

KESIMPULAN

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik sangat berkaitan erat dengan pengembangan kemapuan matematika dan pembentukkan nilai-nilai karakter siswa. Kemampuan matematika yang dimaksud adalah 1) pemecahan masalah (problem solving); (2) penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) koneksi (connection); (4) komunikasi (communication); serta (5) representasi (representation) 6) berpikir kritis (problem possing)dan nilai-nilai Karakter yang dapat dikembangkan seperti berpikir kritis dan kreatif, memiliki rasa ingin tau, percaya diri dan mandiri. Untuk itu, guru perlu memfasilitasi siswa dengan cara mendesain pembelajaran matematika realistic agar dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa yang berdampak pada pembentukkan nilai-nilai karakter. Karena dengan pembentukkan nilai karakter yang kuat akan menghasilkan bangsa yang besar. Bangsa besar adalah bangsa yang memiliki karakter kuat berdampingan dengan kompetensi yang tinggi, yang tumbuh dan berkembang dari pendidikan yang menyenangkan dan lingkungan yang menerapkan nilai-nilai baik dalam seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya dengan karakter yang kuat dan pembelajaran yang inovatif (Pembelajaran Matematika reallistik) jati diri bangsa menjadi kokoh, kolaborasi dan daya saing bangsa meningkat sehingga mampu menjawab berbagai tantangan era abad 21.

DAFTAR RUJUKAN

Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, dalam Puskurbuk, Januari 2011.

Dahar, R.D. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education.

Utrecht: Freudenthal University

Koesoema, A. D. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Globa.Jakarta: Grasindo.

Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books

NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematic. Virginia. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum .

Samani, M. dan Hariyanto. (2011). Konsep dan Model-Model Pendidikan Karakter. Remaja Rosdakarya. Bandung

Sudharta, IGP. (2004). Realistic Mathematics: Apa dan Bagaimana? http://www.depdiknas.co.id/editorial, diakses November 2017 Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.

Bandung: UPI.

(10)

Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Matematika Di SD, Modul Matematika SD Program Bermutu. Kementerian Pendidikan Nasional

Wewe, M. (2017). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika dengan Problem Posing pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Golewa Tahun Ajaran 2016/2017. Jurnal Math Educator, 3(1), 1-57.

Wijaya, A. (2012). Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zulkardi. (2010). (http://www.geocities.com/ratuilma/tutorframesetindo.html)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian dan analisis data ini menunjukkan buku koleksi Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin yang mengalami kerusakan adalah kelompok buku yang sudah berumur tua

Kelompok dosis fraksi metanol daun kesum I, II dan III yang diinduksi cisplatin mampu menurunkan kadar ureum dan kreatinin serta tingkat kerusakan sel ginjal hingga tidak

The increase is related to gender and origin of Junior High school (JHS) students. Finally, this paper is directed to answer two questions: 1) How the CTA in scaffolding

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Bidang Cipta Karya merupakan dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur

Bagi peneliti Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan atau pengetahuan peneliti tentang hubungan persepsi ibu mengenai susu formula dengan

Usaha peternakan akan lebih menguntungkan apabila peternak mampu mengolah langsung babi yang dipeliharanya menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi,

Jadi dalam hal ini dokumen adalah suatu surat yang dipakai atau digunakan oleh perusahaan pelayaran dalam hal pengurusan penanganan dokumen pengapalan (Kamus Besar

Sljedeći izvjestitelj bio je Peter Baauw (profesor kaznenog prava, kaznenog postupka i ljudskih prava) iz Nizozemske koji se u svom izlaganju usredotočio na tri problema u svezi