• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir - akhir ini Energi listrik yang dipakai tentunya harus bersifat efisien, efektif,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Akhir - akhir ini Energi listrik yang dipakai tentunya harus bersifat efisien, efektif,"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Akhir - akhir ini Energi listrik yang dipakai tentunya harus bersifat efisien, efektif, bermutu dan bisa diandalkan. Dalam pembangkitan dan penyaluran energi itu pun harus dilakukan secara ekonomis. Untuk mencapai tujuan itu ternyata banyak kendala yang harus dihadapi, karena sifat alamiah sistem tenaga listrik (TL) yang selalu menimbulkan susut.

Dalam sebuah sistem saluran tenaga ada dua buah macam susut. Yaitu; yang tetap dan susut yang berubah. Susut yang tetap adalah susut bukan karena beban. karena ini pada dasarnya tetap, peralatan tambahan dapat disiapkan untuk memberikan kebutuhan tambahan pada jam-jam puncak. Unit-unit yang berdasarkan beban efesien (hidrokapasitas, termal, atau nuklir) dapat hampir memenuhi setiap saat. Karenanya kebutuhan tiap unit/biaya energi untuk ini rendah.

Sedangkan susut yang berubah yaitu susut karena beban. Biaya penyusutan ini berbeda untuk tiap susunan atau kelompok karena tiap-tiap alat mempunyai perbandingan biaya tetap dan biaya tidak tetap sendiri-sendiri.. susut ini dibagi dua bagian: kebutuhan dan energi. Macam-macam beban membuat perhitungan kebutuhan berdasarkan biaya susut beban puncak menjadi kompleks.

Dengan mengetahui jumlah susut pada suatu saluran distribusi, maka besar kerugian yang dialami PT.PLN (Persero) pada saluran distribusi tersebut dapat

(2)

dianalisis. Jadi, nilai susut penting dalam pertimbangan biaya perancangan pada sistem distribusi (lihat gambar 1.1)[2].

Gambar 1.1 Beberapa faktor biaya dalam sistem distribusi

1.2 TUJUAN PENULISAN TUGAS AKHIR Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

a. Mengetahui besarnya susut energi dan daya pada akibat ketidakseimbngan daya yang terjadi pada saluran distribusi.

b. Mempelajari dan menganalisa hal-hal yang berkaitan dengan susut dilihat dari segi non teknisnya.

c. Memprediksi besar kerugian yang diderita PT. PLN (Persero) pada saluran distribusi di Perumahan Keroncong Permai Kelurahan Periuk Tangerang.

(3)

1.3 PEMBATASAN PERMASALAHAN

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis hanya membahas permasalahan sekitar a. Mempelajari dan menganalisa susut energi dan susut daya pada penyaluran

distribusi tenaga listrik di Perumahan Keroncong Permai, Kelurahan Periuk, Tangerang.

b. Metode / pendekatan matematis untuk mencari susut daya dan susut energi..

1.4 METODE ANALISA

: Untuk menemukan jawaban serta solusi terhadap masalah yang terjadi dalam tugas akhir ini, maka penulis menggunakan metode:

a. Studi Kepustakaan dengan cara mempelajari dan menyimpulkan bahan literatur mengenai teori pendukung yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, seperti catatan perkuliahan, buku penunjang, maupun majalah ilmiah.

b. Mengumpulkan data – data dari instansi – instansi terkait. c. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sebagai gambaran secara umum mengenai tugas akhir ini dan untuk mempermudah pembahasan, maka penulisan yang dilakukan dengan mempergunakan sistematika yang terdiri atas 5 bab, bab dua berisikan tentang landasan teori yang menjeaskan deskripsi sistem distribusi tenaga listrik, penghantar, serta karakteristik beban. Bab ketiga memuat materi penelitian dan merumuskannya untuk dibahas kemudian. Bab empat memberikan materi data penelitian yang didapat dari saluran distribusi Perumahan Keroncong Permai Kelurahan Periuk Tangerang dan menganalisa beban rata-rata, susut energi, susut daya, serta kerugian yang diderita PT.PLN(persero)

(4)

selama satu tahun. Sedangkan bab lima merupakan bab penutup yang memuat beberapa kesimpulan dan saran.

(5)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. DESKRIPSI SISTEM TENAGA LISTRIK

Sekalipun tidak terdapat suatu sistem tenaga listrik yang “tipikal”, namun pada umumnya dapat dikembalikan batasan pada suatu sistem yang lengkap mengandung empat unsur. Pertama, adanya suatu unsur pembangkit tenaga listrik. Tengangan yang dihasilkan oleh pusat tenaga listrik itu biasanya merupakan tegangan menengah (TM). Kedua, suatu sistem transmisi, lengkap dengan gardu induk. Karena jaraknya yang biasanya jauh, maka diperlukan penggunaan tegangan tinggi (TT), atau tegangan ekstra tinggi (TET). Ketiga, adanya saluran distribusi, yang biasanya terdiri atas saluran distribusi primer dengan tegangan menengah (TM) dan saluran distribusi skunder dengan tegangan rendah (TR). Keempat, adanya unsur pemakaian atas utilisasi, yang terdiri atas instalasi pemakaian tegangan rendah, sedangkan pemakaian besar seperti industri mempergunakan tegangan menengah ataupun tegangan tinggi. Gambar 2.1 memperlihatkan skema suatu sistem tenaga listrik. Perlu dikemukakan bahwa suatu sistem dapat terdiri atas beberapa subsistem yang saling berhubungan, atau yang biasa disebut sebagai sistem terinterkoneksi.

Kiranya jelas bahwa arah mengalirnya energi listrik berawal dari pusat tenaga listrik melalui saluran-saluran transmisi dan distribusi dan sampai pada instalasi pemakai yang merupakan unsur untilasi. Karenanya penjelasan gambar 2.1 akan dimulai pada unsur pembangkit.

Energi listrik dibangkitkan pada pembangkit tenaga listrik (PTL) yang dapat merupakan suatu Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pusat Tenaga Listrik Air (PLTA), Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pusat Listrik Tenaga Disel (PLTD),

(6)

ataupun Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Jenis PLT yang dipakai, pada umumnya tergantung dari jenis bahan bakar atau energi primer yang tersedia. Pada sistem besar sering ditemukan beberapa jenis PTL. Perlu pula dikemukakan bahwa PLTD biasanya dipakai pada sistem yang lebih kecil. PTL biasanya membangkitkan energi listrik pada tegangan menengah (TM), yaitu pada umumnya antara 6 dan 20 kV.

(7)

Pada sistem tenaga listrik yang besar, atau bilamana PTL terletak jauh dari pemakai, maka energi listrik itu perlu diangkut melalui saluran transmisi, dan tegangannya harus dinaikkan dari TM menjadi Tegangan Tinggi (TT), pada jarak yang sangat jauh malah diperlukan Tegangan Ekstra Tinggi (TET). Menaikan teganggan itu dilakaukan di Gardu Induk (GI) dengan mempergunakan tranformator penaik (step up transformator). Tegangan tinggi di Indonesia adalah 70 kV,150 kV, 275 kV. Sedangkan tegangan ekstra tinggi 500 kV.

Mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat merupakan suatu industri atau suatu kota, tegangan tinggi diturunkan menjadi Tegangan Menengah (TM). Hal ini juga dilakukan pada suatu GI dengan mempergunakan transformator penurun (step-down transformator). Di Indonesia tegangan menengah adalah 20 kV. Saluran 20 kV ini menelusuri jalan-jalan di seluruh kota, dan merupakan sistem distribusi primer. Jaringan transmisi tenaga listrik dilakukan berupa saluran udara dengan menara-menara transmisi, sedangkan sistem distribusi primer di kota biasanya terdiri atas kabel-kabel tanah yang tertanam di tepi jalan sehingga tidak terlihat.

Di tepi-tepi jalan, biasanya berdekatan dengan persimpangan terdapat Gardu Distribusi (GD), yang mengubah tegangan menengah menjadi Tegangan Rendah (TR) melalui transformator distribusi (distribution transformator). Melalui tiang-tiang listrik yang terlihat di tepi jalan, energi listrik tegangan rendah sebesar 220/380 volt diperoleh dan merupakan sistem distribusi sekunder. Pada tiang-tiang TR terpasang pula lampu-lampu penerangan jalan umum.

Energi diterima pemakai dari tiang TR melalui konduktor atau kawat yang dinamakan Sambungan Rumah (SR) dan berakhir pada alat pengukur listrik yang sekaligus merupakan titik akhir pemilikan PT. PLN (persero).

(8)

2.2. SISTEM PENYEDIAAN

Sebagaimana diketahui, pada sistem distribusi terdapat dua bagian/rating.yaitu : a) Distribusi Primer, mempergunakan tegangan menengah

b) Distribusi Skunder, mempergunakan tegangan rendah

2.2.1. Distribusi Primer

Distribusi primer terbagi empat sistem, yaitu : a. Sistem Radial

b. Sistem Lup (Loop) c. Sistem Jaringan Primer d. Sistem Spindel

2.2.1.1 Sistem Radial

Sistem radial adalah yang paling sederhana dan paling banyak dipakai, terdiri atas penyulang (feeders) atau rangkaian tersendiri, yang seolah-olah keluar dari suatu sumber atau wilayah tertentu secara radial. Penyulang itu dapat juga dianggap sebagai suatu bagian utama dimana saluran samping atau lateral lain bersumber dan dihubungkan denga transformator distribusi sebagaimana terlihat pada gambar 2.2. Saluran samping sering disambuingkan pada penyulang utama dengan sekring (fuse). Dengan demikian maka gangguan pada saluran samping tidak akan mengganggu seluruh penyulang. Bilamana sekring itu tidak bekerja atau terdapat gangguan pada penyulang, proteksi pada saklar daya di gardu induk akan bekerja dan

(9)

penyedia energi alternatif. Hal ini dilakukan dengan suatu saklar pindah, sebagaimana terlihat pada gambar 2.3. saklar pindah itu bekerja secara otomatik. Bila tegangan pada saluran operasional hilang, saklar dengan sendirinya akan memindahkan sambungan pada saluran alternatif.

Keterangan : GI = GD

Gambar 2.2 Skema saluran sistem radial

(10)

2.2.1.2. Sistem Loop

Suatu cara guna mengurangi lama interupsi daya yang disebabkan gangguan adalah dengan mendesain penyulang sebagai loop (tertutup) dengan menyambung kedua ujung saluran. Hal ini mengakibatkan suatu pemakai dapat memperoleh pasokan energi dari dua arah. Bilamana pasokan dari salah satu arah terganggu, pemakai itu akan disambung pada pasokan arah lainya. Kapasitas cadangan yang cukup besar harus tersedia pada tiap penyulang. Sistem loop dapat dioperasikan secara terbuka, ataupun secara tertutup.

Pada sistem loop terbuka., bagian-bagian penyulang tersambung pada sumber

energi. Pada suatu tempat tertentu pada penyulang, alat pemisah sengaja dibiarkan dalam keadaan terbuka. Pada dasarnya, sistem ini terdiri atas dua penyulang yang dipisahkan oleh suatu pemisah, yang dapat berupa sekring, alat pemisah, (gambar 2.4). Bila terjadi gangguan, bagian saluran dari penyulang yang terganggu dapat dilepas dan menyambungnya pada penyulang yang tidak terganggu. Sistem demikian biasanya dioperasikan secara manual dan dipakai pada jaringan-jaringan yang relatif kecil.

Pada sistem loop tertutup (gambar 2.5) diperoleh suatu tingkat keandalan yang lebih tinggi. Pada sistem ini alat – alat pemisah biasanya berupa saklar daya yang lebih mahal. Saklar – saklar daya itu digerakkan oleh relai yang membuka saklar daya pada tiap ujung dari bagian saluran yang terganggu, sehingga bagian penyulang yang tersisa tepat berada dalam keadaan berenergi. Pengoprasian relai yang baik diperoleh dengan mempergunakan kawat pilot yang menghubungkan semua saklar

(11)

Keterangan :SD 1 = Saklar Daya, Biasanya terbuka SD 2 = Saklar Daya, Biasanya terbuka

Gambar 2.4 Skema rangkaian lup terbuka

(12)

2.2.1.3. Sistem Jaringan Primer

Walaupun beberapa studi memberi indikasi bahwa pada kondisis – kondisi tertentu sistem jaringan primer lebih murah dan lebih handal daripada sistem radial. Sistem ini terbentuk dengan menyambung saluran – saluran utama atau penyulang yang terdapat pada sistem radial sehingga merupakan suatu kisi – kisi atau jaringan (gambar 2.6). Kisi-kisi ini diisi dari beberapa sumber atau gardu induk. Sebuah saklar daya antara transformator dan jaringan yang dikendalikan oleh relai – relai arus balik (reverse currents) dan relai – relai penutupan kembali otomatik (Outomatic reclosing relays), melindungi jaringan terhadap terjadinya arus – arus gangguan bila hal ini terjadi pada sisi pengisian dari gardu induk. Bagian – bagian jaringan yang terganggu akan dipisahkan oleh sakelar daya dan sekring.

Terutama di kota yang besar, terdapat suatu jenis gardu tertentu, yang tidak terdapat transformator daya. Gardu demikian dinamakan Gardu Hubung (GH). GH pada umumnya menghubungkan dua atau lebih bagian jaringan primer kota itu. Dapat pula terjadi bahwa pada suatu GH terdapat sebuah transformator pengatur tegangan. Karena besar kota itu, kabel – kabel Tegangan Menengah (TM) mengalami terlampau banyak turun tegangan. Tegangan yang agak rendah ini dinaikkan kembali dengan bantuan transformator pengatur tegangan. Dapat juga terjadi bahwa pada GH, ditumpangi atau “dititipi” sebuah Gardu Distribusi (GD).

(13)

Keterangan : GI = Gardu Induk GD = Gardu Distribusi SD = Saklar Daya

Gambar 2.6 Skema sistem jaringan primer

2.2.1.4. Sistem Spindel

Gambar 2.7 merupakan skema prinsip dari sistem spindel. Spindel ini menghubungi rel dari satu GI (atau GH) dengan rel dari GI (atau GH) lain. Keistimewaannya adalah bahwa selain kabel – kabel, atau penyulang yang mengisi beberapa buah GD, terdapat satu kabel (Kabel A pada gambar 2.6), yang tidak mendapat beban GD. Kabel A ini selalu menghubungkan rel kedua GI (atau GH). Sedangkan kabel –kabel B memperoleh pengisian hanya dari salah satu GI (atau GH). Bilamana salah satu kabel B atau salah satu GD terganggu, maka pengisian dapat diatur sedemikian rupa, dari sisi I dan / atau sisi II hingga dapat dihindari terjadinya suatu pemadaman, ataupun pemadaman terjadi secara minimal.

(14)

Sistem ini banyak dipakai di Jakarta dan kota – kota besar lainnya di Indonesia. Sistem ini memberi keandalan operasi yang cukup tinggi dengan investasi tambahan berupa kabel A yang relatif rendah. Bilamana kabel A terganggu maka saklar S akan bekerja, dan sistem spindel ini sementara akan bekerja sebagai suatu sistem “ biasa “.

Keterangan : GI = Gardu Induk GH = Gardu Hubung GD = Gardu Distribusi S = Saklar

A = Pengisi khusus tanpa beban GD

(15)

2.2.2. Distribusi Sekunder

Distribusi sekunder mempergunakan tegangan rendah. Sebagai mana halnya dengan distribusi primer, terdapat pula pertimbangan – pertimbangan prihal keandalan pelayanan dan regulasi tegangan. Sistem sekunder dapat terdiri atas 4 jenis yaitu :

a. Sebuah transformator tersendiri untuk tiap pemakai.

b. Penggunaan satu transformator dengan saluran tegangan rendah untuk sejumlah pemakai.

c. Penggunaan satu saluran tegangan rendah yang tersambung pada beberapa transformator secara paralel. Sejumlah pemakai dilayani dari saluran tegangan rendah ini. Transformator – transformator diisi dari satu sumber energi. Hal ini disebut Banking Secunder Transformator.

d. Suatu jaringan tegangan rendah yang agak besar diisi oleh beberapa transformator, yang pada gilirannya diisi oleh dua sumber energi atau lebih. Jaringan tegangan rendah ini melayani suatu jumlah pemakai yang cukup besar. Hal ini dikenal sebagai jaringan sekunder atau jaringan tegangan rendah.

2.2.2.1 Pelayanan Dengan Transformator Sendiri

Pelayanan dengan transformator tersendiri dlakukan untuk pemakai yang agak besar atau, bila para pemakai terletak agak berjauhan terutama di daerah luar kota, sehingga saluran tegangan rendahnya akan menjadi sangat panjang. Skema ini terlihat pada gambar 2.8.

(16)

Gambar 2.8 Sambungan pemakai besar dengan satu gardu distribusi tersendiri.

2.2.2.2 Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai

Yang mungkin terbanyak dipakai adalah sistem yang mempergunakan satu transformator dengan saluran tegangan rendah yang melayani sejumlah pemakai. Sistem ini memperhatikan beban dan keperluan pemakai yang berbeda-beda sifat bebannya. Gambar 2.9. memperlihatkan situasi ini. Di Indonesia sistem ini banyak dipakai.

(17)

2.2.2.3 Bangking Sekunder

Sistem yang mempergunakan bangking secunder tidak begitu banyak dipakai. Antara transformator dan saluran sekunder biasanya terdapat sekring atau saklar daya otomatik guna melepaskan transformator dari saluran tegangan rendah (lihat gambar 2.10). Kelebihan sistem ini dianggap dapat memberikan pelayanan yang tidak terganggu dalam waktu begitu lama.

Gambar 2.10 Bangking sekunder, dengan dua gardu distribusi dihubungkan juga pada sisi teganngan rendah

2.2.2.4 Jaringan Sekunder

Sistem jaringan sekunder yang baik pada saat ini memberikan taraf keandalan pada jaringan tegangan rendah di daerah dengan kepadatan beban yang tinggi, sehingga biayanya yang tinggi dapat dipertanggungjawabkan dan tingkat keandalan ini dipandang diperlukan. Pada keadaan tertentu dapat terjadi bahwa satu pelanggan tunggal mendapat penyediaan tenaga listrik dengan jenis sistem ini yang dikenal dengan nama jaringan spot (spot networks).

(18)

Pada umumnya, jaringan sekunder terjadi dengan menghubungkan semua sisi tegangan rendah dari gardu-gardu transformator yang diisi oleh dua atau lebih penyulangtegangan menengah. Pada sisi tegangan rendah gardu distrribusi terdapat saklar daya yang dioperasikan secara otomatik dan dikenal dengan nama proteksi otomatik. (lihat gambar 2.11). Proteksi ini akan melepaskan transformator dari jaringan sekunder bilamana pengisian primer hilang tegangan. Hal ini akan menghindari suatu arus balik dari sisi tegangan rendah ke sisi tegangan menengah. Saklar daya didukung oleh sebuah sekring, sehingga bilamana proteksi otomatik gagal, sekring akan bekerja dan melepaskan transformator dari jaringan sekunder.

keterangan: GD= gardu distribusi PO= proteksi otomatik TM= tegangan menengah

(19)

Jumlah pengisi primer pada sisi tegangan menengah adalah penting. Bila misalnya ada hanya dua penyulang, dapat terjadi bahwa satu penyulang terganggu, maka akan perlu adanya kapasitas cadangan transformator yang cukup agar sistem yang masih bekerja tidak mengalami kelebihan beban. Jenis jaringan ini dinamakan jaringan kesiapan pertama (single-contingency network).

Jaringan sekunder tegangan rendah mendapat pengisian terbanyak dari tiga atau lebih penyulang, sehingga bilamana salah satu penyulang primer terganggu, sisa jaringan sekunder akan dapat dengan mudah menampung beban dari penyulang yang terganggu itu. Sistem demikian dinamakan jaringan kedua (second-contingency

network). Jaringan sekunder tegangan rendah harus didesain sedemikian rupa hingga

terdapat pembagian beban dan pengaturan tegangan (voltage regulation) yang baik pada semua transformator, juga dalam keadaan salah satu pengisi tegangan menengah terganggu.

2.3 PENGHANTAR

Penghantar mempunyai peranan penting pada penyaluran energi dalam sistem. tenaga. Yaitu pengoneksian energi dari pusat pembangkit , jaringan trnsmisi, saluran distribusi, hingga ke konsumen.

Disamping itu, nilai resistansi yang terkandung pada penghantar tersebut dibutuhkan untuk keperluan analisis. pada tabel 2.1 digambarkan harga resistansi dari penghantar yang biasa diterapkan pada saluran distribusi berdasarkan jenis dan luas penampangnya.

(20)

Tabel 2.1 Resistansi penghantar Luas penampang nominal Jumlah minimum kawat

Berlapis logam Polos Alimunium

Inti tunggal Inti banyak Inti banyak Inti tunggal Inti tunggal Inti banyak (mm2) Ω/km Ω/km Ω/km Ω/km Ω/km Ω/km 0,5 0,75 1 1,5 2,5 4 6 10 16 0,5 0,75 1 1,5 2,5 4 6 10 16 25 35 50 70 95 120 150 185 240 300 400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7(19) 19 19 7 7 7 7 7 7 7(19) 19 36,0 24,3 17,9 12,0 7,21 4,51 3,0 1,79 1,13 42,4 27,0 21,2 13,6 7,41 4,6 3,05 1,81 1,41 0,719 0,519 0,.383 0,265 0,191 0,151 0,123 0,0982 0,0747 0,0595 0,0465 36,7 24,8 18,2 12,2 7,35 4,60 3,06 1,83 1,15 43,10 27,50 21,60 13,80 7,56 4,70 3,11 1,84 1,16 0,734 0,529 0,391 0,270 0,195 0,154 0,126 0,100 0,0762 0,0607 0,0475 35,3 24,0 17,7 11,9 7,14 4,47 2,97 1,77 1,12 41,7 26,8 20,8 13,3 7,27 4,52 3,02 1,79 1,13 0,712 0,514 0,379 0,262 0,189 0,150 0,122 0,0972 0,0740 0,059 0,0461 36,0 24,5 18,1 12,1 7,28 4,56 3,03 1,81 1,14 42,40 27,0 21,20 13,60 7,41 4,61 3,08 1,83 1,15 0,727 0,524 0,387 0,268 0,193 0,153 0,124 0,0991 0,0754 0,0601 0,0470 - - 29,3 19,7 11,8 7,39 4,91 2,94 1,85 - - 34,8 22,2 12,1 7,55 4,99 2,96 1,87 1,18 0,851 0,628 0,435 0,313 0,248 0,202 0,161 0,122 0,0976 0,0763 - - 29,9 20,0 12,0 7,54 5,01 3,0 1,89 - - 35,4 22,7 12,4 7,70 5,09 3,02 1,91 1,20 0,868 0,641 0,443 0,320 0,293 0,206 0,164 0,125 0,100 0,0778

(21)

2.4 KARAKTERISTIK BEBAN

Beban sistem tenaga listrik adalah pemakaian tenaga listrik dari pelanggan listrik. Oleh karena itu besar kecilnya beban beserta perubahannya tergantung kebutuhan tenaga listrik pada konsumen.

Beban juga merupakan masalah yang sangat penting untuk keperluan riset (desain, analisa gangguan,menentukan rugi-rugi/susut,dan lain-lain). Berikut ini beberapa karakteristik beban.untuk keperluan tersebut. Antara lain:

a. Kebutuhan maksimum (Maximum Demand, MD). Kebutuhan maksimum pada sistem tenaga adalah nilai (harga) puncak kebutuhan daya yang dibuat sistem selama periode tertentu (1 hari, 1 bulan, 1 tahun). Biasanya diukur dalam watt atau VA tergantung pada tipe beban dan peralatan pengukuran yang digunakan. Besarnya kebutuhan maksimum diperoleh dengan mengintgrasi energi yang dikonsumsi dalam periode waktu yang diberikan

b. Faktor penyebaran (Diversity Factor, DF). Beban-beban individu yang membentuk keseluruhan beban pada suatu titik di dalam sistem akan tidak umumnya kebutuhan maksimum pada waktu yang bersamaan. Karena itu kebutuhan maksimum pada suatu titik dapat ditimbang kurang dari jumlah kebutuhan maksimum pada beban-beban individu. Rasio ini disebut faktor penyebaran. Faktor penyebaran digambarkan oleh persamaan berikut[4]:

bersamaan diambil yang beban dari MD individu beban dari MD Jumlah DF = (2.1)

Seperti layaknya kebutuhan maksimum, faktor penyebaran juga dapat diturunkan untuk suatu bagian dari sistem. Karena semakin tingginya nilai faktor penyebaran semakin menurunkan jumlah plant yang dperlukan untuk pembangkitan, transmisi dan distribusi tenaga disbanding dengan keseluruhan beban individu yang terhubung ke sistem.

(22)

c. Faktor beban (Fb , Load Factor). Adalah perbandingan antara beban rata-rata dengan kebutuhan maksimum. digambarkan pada persamaan berikut[6]:

Puncak Beban

-rata Beban rata

Fb = (2.2) Faktor beban menggambarkan karakteristik beban sistem. Semakin besar nilai faktor beban semakin efisien pemanfaatan instaasi sistem. Faktor beban dapat diambil dalam periode tertentu. Apabila yang dimaksud adalah faktor beban harian, maka beban rata-rata tersebut adalah produksi kWh dalam satu hari dibagi 24 jam. sedangkan beban puncak adalah beban tertinggi yang terjadi dalam 24 jam.

d. Faktor puncak (k). Merupakan perbandingan antara beban suatu sistem distribusi pada saat puncak untuk keseluruhan sistem dengan beban puncaknya[4].

beban Total Beban k puncak Faktor ( )= (2.3) Faktor puncak ini biasanya digunakan untuk untuk menentukan biaya kebutuhan beban.

e. Faktor kapasitas (Capacity Factor). dihasilkan dari perbandingan antara jumlah produksi energi dalam periode tertentu dengan daya yang terpasang dikali dengan jumlah jam pada perioda tersebut. seperti dalam rumus[4]:

jam Jumlah terpasang Daya ditentukan yang periode dalam Energi oduksi Fk × =Pr (2.4)

Faktor kapasitas menggambarkan pemanfaatan unit pembangkit dalam satu tahun dari segi kemampuan produksi.

(23)

g. Beban rata-rata. Besarnya beban rata-rata diperoleh dari perbandingan antara jumlah energi dalam periode tertentu dengan jumlah jamnya[4].

jam Jumlah energi Total -rata Beban rata = (2.5) h. Faktor daya (Power Factor). Faktor daya suatu beban mempunyai pengaruh

penting pada biaya dari unit yang disuplai ke beban. Bila faktor daya rendah, maka dapat menyebabkan regulasi tegangan yang buruk. untuk itu konsumen dianjurkan untuk mengambil daya pada faktor daya yang tinggi agar tidak mengalami kerugian dalam penggunaan energi listrik

(24)

BAB III

SUSUT PADA SISTEM TENAGA

3.1 UMUM

Parameter yang digunakan dalam mengukur tingkat penyaluran/penyampaian tenaga listrik dari penyedia tenaga listrik ke konsumen adalah efisiensi, efisiensi yang tinggi menandakan bahwa penyaluran tenaga listrik berlangsung secara murah. Perbedaan antara energi yang diterima dengan energi yang dikirim terjadi karena adanya penyusutan. Penyusutan ini dapat berupa susut teknis maupun non teknis. Susut teknis berupa susut daya atau energi terjadi mulai dari pembangkit (generator), saluran transmisi, dan jaringan distribusi distribusi seperti dapat dilihat pada gambar 3.1[7].

(25)

Susut non teknis seperti pencurian atau konsumsi tenaga listrik yang tidak terdeteksi melalui pencatatan meter mungkin mempunyai besaran yang cukup berarti pada beberapa sistem dan hal ini segarusnya dikurangi.

Prinsip umum untuk menganalisis susut dijalaskan sebagai berikut:

a. Penyusutan tanpa beban. Karena nilainya konstan, maka suatu alat ukur harus diberikan pada sistem untuk mengukur tambahan kebutuhan pada waktu beban puncak. Nilai susut tanpa beban ini umumnya kecil.

b. Penyusutan beban. Susut ini terdiri atas 2 (dua) bagian yaitu: • Susut daya, dan

• Susut energi.

3.2 SUSUT DAYA

Untuk keperluan desain dan juga dengan pertimbangan pengoprasiannya, maka amat diperlukan menghitung besaran susut yang terjadi pada berbagai macam peralatan dari sistem tenaga listrik. Susut daya murni dalam satuan kW atau MW dengan teliti dapat dihitung, akan tetapi susut mekanik, thermal atau hidrolik tidak mudah, dan kebanyakan pengujian dilakukan berulang-ulang.

Susut daya lebih mudah dihitung dibanding susut energi, karena pada analisis susut energi perlu diketahui kurva beban dan kondisi pengoprasian suatu sistem pada selang waktu pembebanan tesebut.

Analisis susut daya dilakukan pertama-tama pada bagian sistem yang datanya sudah diketahui dengan pasti seperti: saluran transmisi dan saluran distribusi. Untuk bagian lainnya, seperti transformator dan generator yang dikarenakan tidak adanya data pengujian, susut daya dapat dihitung dengan teliti hanya oleh perancangannya saja, karena perancang tersebut yang mengetahui informasi mengenai sirkit magnit

(26)

yang mencakup: berat, kwalitas, susut besi, rapat fluks, dan sebagainya dan juga penghantar tembaga yang meliputi: penampang, kerapatan arus dan sebagainya. Disamping itu, perancang tersebut juga mempunyai sejumlah data dari pengalaman merancang sebelumnya.

Susut daya dari turbin, turbin hidrolik dan sebagainya tidak dapat dihitung secara teliti dan bahkan perancang pun menghitungnya berdasarkan rumusan empiris yang didapat dari hasil-hasil pengujian dari jenis yang serupa. Untuk turbin hidrolik, pengujian “purwa-rupa” (prototype) selalu dipakai dalam membuat karakteristik unjuk-kerja dari desain baru sebelum desain tersebut selesai.

Setelah generator, transformator atau turbin dibuat oleh pabrik, biasanya pengujian effisiensi dilakukan di pabrik maupun di lapangan dimana alat tersebut dipasang. Sesudah dilakukan pengukuran effisiensi atau susut daya menurut persyaratan pengujian, secara umum dapat dihitung effisiensi atau susut daya pada setiap kondisi pembebanan dengan menggunakan beberapa karakteristik susut yang ada dari berbagai komponen. Inilah metoda yang banyak dipakai oleh para insinyur dalam menghitung susut daya.

3.3 SUSUT ENERGI

Perhitungan susut energi dalam kWh atau MWh lebih rumit dibandingkan perhitungan susut daya. Untuk susut yang tergantung pada beban, maka terlebih dahulu harus diketahui bentuk kurva pembebanan selama selang waktu yang kita amati.

(27)

sehingga susut teknis dari GI tidak menjadi masalah besar karena di sinipun pengukuran dan pemantauan berjalan dengan baik.

Setiap penyulang yang keluar dari suatu GI ini dilengkapi dengan alat ukur, begitu pula pada sisi primer trafo-tegangan. Selepas ini biasanya tidak terdapat lagi alat ukur kecuali pada meteran pelanggan seperti dapat dilihat pada gambar 3.2[1]. Oleh sebab itu amatlah sulit untuk menentukan susut energi secara tepat pada sistem distribusi

.

(28)

Dalam menentukan susut pada saluran distribusi, cara yang dilakukan oleh beberap Perusahaan Listrik ialah membandingkan energi yang disalurkan oleh Gardu-Induk dan energi yang terjual dalam selang waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun. Selisih kWh (energi) yang disalurkan GI dan kWh (energi) yang terjual dianggap sebagai susut energi tahunan.

Dengan cara tersebut di atas terdapat dua sumber kasalahan pokok, walaupun cara ini biasanya dipakai sebagai metoda untuk menghitung susut. Dua sumber kesalahan pokok tersebut adalah:

a. Selisih kWh (energi) yang disalurkan GI dan kWh yang terjual atau energi yang dipakai oleh pelanggan tidak menggambarkan keadaan sebenarnya, karena ada energi yang tidak terukur seperti pencurian listrik, meteran rusak, kesalahan pembacaan kWh-meter dan sebagainya. Dari sini jelas selisih kWh (energi) yang sebenarnya tidak dapat diukur secara pasti.

b. Pembacaan meteran pada GI mungkin dapat dilakukan pada hari yang sama, dengan demikian kWh(energi) yang diukur benar-benar merupakan kWh yang disalurkan, sedangkan pembacaan meteran pelanggan tidak bersamaan waktunya sehingga hal ini akan merupakan kesalahan dalam analisis selanjutnya.

3.4 EVALUASI SUSUT

Penyebaran beban merumitkan evaluasi kebutuhan yang didasarkan pada biaya susut beban puncak. Beban puncak tahunan sistem berubah dari tahun ke tahun dan pembebanan rata-rata juga berubah-ubah pada tiap-tiap daerah begitupula peraktek

(29)

puncak (k) yang merupakan perbandingan antara beban suatu sistem distribusi pada saat puncak untuk keseluruhan sistem dengan beban puncaknya. Nilai k ini berkisar antara 0,2 dan 0,8 untuk sistem distribusi dan antara 0,8 sampai 0,95 untuk sistem transmisi. Karena k merupakan perbandingan beban, maka susut merupakan fungsi dari k2 yang dipakai untuk menentukan biaya kebutuhan. Jika suatu sistem distribusi mempunyai susut pada saat beban puncak sebesarS kW, maka susut pada saat p

beban puncak keseluruhan sistem adalah Spk2 [1] yang biayanya didasarkan pada kebutuhan. Karena itu, kebutuhan susut Spk2 kW harus disiapkan oleh pembangkit atau Gardu Induk.

Untuk susut yang didasarkan pada energi, maka faktor susut (F ) sangat s

penting diperhatikan. Faktor susut ini merupakan perbandingan antara susut daya rata - rata dan susut daya pada beban puncak dalam periode tertentu.

Umumnya bentuk kurva beban versus waktu atau kurva lamanya pembebanan untuk periode tertentu tidak dapat diduga secara pasti, karenanya perlu diperkirakan bentuk kurva pembebanannya (tipikal kurva beban dan kurva lamanya pembebanan dapat dilihat pada gambar 3.3)[1].

(30)

Meskipun faktor susut dapat dihitung melalui prosedur yang panjang cara yang termudah ialah mengasumsikan langsung besarnya faktor susut ini. Jika hal ini dilakukan, maka didapatlah bentuk umum kurva beban untuk faktor susut yang diasumsikan tadi untuk setiap nilai dari faktor beban. Meskipun faktor susut tidak langsung sebagai fungsi dari faktor beban. Namun ada batasan hubungan antara faktor susut dengan faktor beban[2]. Faktor susut tersebut terletak antara dua limit, yaitu Fb dan

2

b

F . Sebagai contoh, bila faktor bebannya (Fb ) 0,5 maka faktor

susutnya (Fs ) harus terletak antara limit 0,5 dan 0,25.

Pada gambar-gambar 3.4 a sampai c[1] diperlihatkan bentuk yang ekstrim dari hubungan antara faktor susut dengan faktor beban. Pada gambar 3.4 d[1] diperlihatkan batas atau limit hubungan kedua faktor tersebut, sedangkan pada gambar 3.5[1] diberikan kurva yang menyatakan hubungan antara faktor susut energi dengan faktor beban. Dengan menurunkan atau mengasumsikan nilai faktor susut, maka susut energi dalam periode tertentu didapat dari hubungan berikut ini[7] :

tersebut periode dari jam Jumlah x xF S Se = p s (3.1)

Dimana : Se = Susut energi pada periode tertentu (kWh)

Sp = Susut daya pada beban puncak (kW)

Fs = Faktor susut

Sebagai contoh, bila susut tembaga = 1200 kW, faktor susut = 0,33 untuk selang waktu 1 tahun, maka susut energi selama satu tahun = 1200 x 0,33 x 8760 kWh.

(31)

(a) (b)

(c) (d) Gambar 3.4 Hubungan faktor beban dan faktor susut

Gambar 3.5 Hubungan faktor susut energi dan faktor beban

(32)

Secara empiris, faktor susut (F ), diaproksimasi sebagai berikut[7]: s 732 , 1 b s F F = (3.2)

dimana F = faktor beban (load factor) b

Cara lain yang mudah adalah[7]:

2 ) 1 ( b b s cF c F F = + − (3.3)

dimana c = 0,3 untuk sistem transmisi dan 0,15 untuk sistem distribusi.

Kedua hubungan pada (3.1) dan (3.2) dianggap tepat bila kebutuhan minimum selama periode tersebut tidak kurang dari 0,2 pu dari kebutuhan puncak. Bila faktor beban sistem di bawah 0,8, hubungan di bawah ini lebih tepat[7]:

2 2 ) ( 273 , 0 F K F Fs = b + b − (3.4)

dimana K = kebutuhan puncak minimum (pu).

Nilai K tersebut diperoleh dari perbandingan antara kebutuhan minimum dengan kebutuhan puncak. Seperti pada persamaan dibawah ini[7]:

K = maksimum Kebutuhan minimum Kebutuhan (3.5) Dengan demikian susut total (S ) pertahun dapat didefinisikan sebagai t

berikut[1]: kontinyu yang puncak arus pada didasarkan yang maksimum usut s x F St = s (3.6)

Hubungan antara faktor susut dan faktor beban juga dapat diamati dengan menimbang ekspresi yang dikembangkan oleh berbagai negara berdasarkan pada pengalaman mereka:

(33)

b. Amerika: 2 7 , 0 3 , 0 b b s F F

F = + untuk daerah urban (3.8)

2 84 , 0 16 , 0 b b s F F

F = + untuk daerah pedesaan (3.9)

c. Australia: 2 8 , 0 2 , 0 b b s F F F = + (3.10)

Jika susut telah diperoleh, maka dapat dihitung biaya energi dari susut beban. Biaya ini sama dengan 8760 kali perkalian faktor susut, susut beban puncak sistem distribusi dan biaya energi. Angka 8760 merupakan jumlah jam dalam setahun. Susut pada beban puncak adalah[8]:

R I Sp = 2

(3.11)

dimana:

I = Arus pada saat beban puncak (A)

R = Resitansi rangkaian sistem yang terdiri atas saluran-saluran,

transformador-transformator, dan sebagainya (R)

Algorithma yang didasarkan pada formulasi di atas dapat disiapkan dan dengan batuan suatu program computer kemudian susut sistem dapat dihitung dengan mudah. Studi aliran daya (load flow) dapat dilaksanakan sampai dengan meter konsumen dengan suatu software yang sesuai untuk memproses keseluruhan susut sistem. Untuk studi seperti ini, data lapangan yang akurat dari peta jaringan, besaran-besaran saluran, peralatan-peralatan dan beban termasuk pelayanan konsumen menjadi sangat penting. Arus (I) di atas didasarkan pada pengukuran nyata terhadap jaringan.

(34)

3.5. REDUKSI SUSUT

Hasil penelitian losses pada masing-masing bagian dari suatu sistem tenaga listrik dapat dilihat pada tabel 3.[2].

Tabel 3.1 Persentase susut pada sistem tenaga listrik

No. Bagian % Susut

1 Seluruh sistem 100,00

2 Transformator step up pada generator dan transmisi di substasion 11,58

3 Saluran transmisi dan substransmisi 20,66

4 Subtransmisi substasion 12,85

5 Peralatan saluran dan distribusi primer 25,27

6 Transformator distribusi 17,22

7 Saluran distribusi sekunder dan saluran rumah 11,82

8 Meter-meter 0,60

Pengurangan kuantiti susut sistem berarti penghematan energi yang berarti peningkatan kapasitas daya. Bermacam-macam cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi susut sistem seperti yang diurakan berikut ini:

a. Mengoptimalkan kapasitas saluran dengan cara:

• Memilih kapasitas kVA/km yang sesuai berdasarkan pada persyaratan regulasi tegangan dan foktor daya normal untuk penghantar yang digunakan pada jeringan distribuís tegangan rendah.

• Memilih kapasitas MW-km yang sesuai untuk standar konduktor yang digunakan atau dengan kata lain membatasi panjang saluran distribusi primer. b. Mengoptimalkan kapasitas transformator, tempat dan penggunaannya dengan

(35)

• Menempatkan transformator distribusi yang tepat sesuai dengan pasokan untuk konsumen untuk menjaga agar jatuh tegangan minimum.

• Mengoptimalkan penggunaan transformator distribusi berdasarkan pada faktor bebannya.

c. Menjaga tingkat tegangan pada sistem distribusi. d. Memasang kapasitor-kapasitor paralel pada:

• Tiap beban induktif atau pada titik-titik yang sesuai pada distribusi tegangan rendah.

• Pada tempat yang optimum di saluran primer untuk mengurangi susut saluran dan memperbaiki tegangan.

e. Memilih sistem SWER (Single Wire Earth Return) untuk daerah pedesaan yang berpenduduk jarang dan perkembangan beban yang kecil.

f. Membatasasi ketidakseimbangan beban antara fasa.

g. Merubah sistem yang sudah ada dimana susut yang tinggi dapat terjadi karena: • Konstruksi dan pemeliharaan jaringan/transformator yang tidak sesuai. • Ukuran penghantar yang tidak ekonomis

• Ketidakcukupan layout saluran

• Pembebanan lebih transformator distribusi • Kondisi tegangan yang rendah pada jaringan

• Faktor daya yang buruk karena ketidakcukupan kompensasi reaktif • Penggunaan material untuk konsrtruksi yang berkualitas jelek.

• Distribusi beban yang tidak seimbang pada beberapa saluran (penyulang) dan gardu distribusi.

Pengukuran yang dapat diadopsi untuk menurunkan susut dan memperbaiki tegangan regulasi adalah:

(36)

a. Perbaikan faktor daya dibuat dengan menyediakan kapasitor dekat pusat beban. b. Mendistribusikan ulang beban di anatara berbagai penyulang.

c. Merutekan kembali penyulang atau menambah beberapa gardu distribusi. d. Tap-setting yang sesuai dari trafo penghubung

e. Menyediakan pembagian jaringan yang sesuai. f. Menshift trafo ke pusat beban

g. Trafo yang berbeban lebih seharusnya dibesarkan kapasitasnya atau diberikan trafo tambahan.

h. Pengunaan konduktor ukuran besar untuk penyulang dengan beban berat.

i. Penggunaan material yang bagus dan sambungan yang sesuai dan pelaksanaan pemeliharaan yang bagus,

(37)

BAB IV

MENENTUKAN SUSUT PADA SALURAN DISTRIBUSI

4.1 GAMBARAN UMUM 4.1.1 Data Teknis

Data teknis pada Gardu Distribusi di Perumahan Keroncong Permai, Kelurahan Periuk, Tangerang adalah sebagai berikut :

Nama Gardu : TG 207A

Alamat : PERUM.Keroncong Tangerang Jenis Gardu : Kios

Jenis Pelayanan : Umum Merk Trafo : UNINDO Nomor Trafo : 55303 TH.93 Daya : 400 kVA Jumlah Jurusan : 4 Jurusan Jenis Kabel Skunder Trafo : NYFGBY Tegangan Gardu : 220/380 Volt Panjang Saluran : 0,52 km Penampang : 4 x 95 mm

(38)

4.1.2 Data Beban Harian

Data beban harian tanggal 26 maret 2006 yang didapat pada suatu penyulang (feeder) dengan sistem radial di Perumahan Keroncong Permai Tangerang tertera pada tabel 4. dan secara grafis dapat dilihat pada gambar 4.1

Tabel 4.1. Beban harian penyulang

Waktu Beban (kW) Waktu Beban (kW) 0:00 – 1:00 1:00 – 2:00 2:00 – 3:00 3:00 – 4:00 4:00 – 5:00 5:00 – 6:00 6:00 – 7:00 7:00 – 8:00 8:00 – 9:00 9:00 – 10:00 10:00 – 11:00 11:00 – 12:00 10,4 9,2 8,2 6,3 6,5 8,6 10,1 11,6 11,9 12,7 12,4 13,2 12:00 – 13:00 13:00 – 14:00 14:00 – 15:00 15:00 – 16:00 16:00 – 17:00 17:00 – 18:00 18:00 – 19:00 19:00 – 20:00 20:00 – 21:00 21:00 – 22:00 22:00 – 23:00 23:00 – 24:00 14,3 15,1 17,3 20,7 23,8 28,6 32,5 35,2 31,9 25,4 19,2 13,1 TOTAL (kWh) 398,2 10 15 20 25 30 35 40

(39)

Dari tabel 4.1 atau gambar 4.1, dapat diketahui, bahwa demand puncaknya terjadi antara pukul 19.00 s/d 20.00 , yaitu sebesar 35,2 kw. Luas kurva gambar 4.1 merupakan kwh yang disalurkan dan bila dihitung akan menghasilkan 398,2 kWh.

4.2 SUSUT ENERGI PADA SALURAN DISTRIBUSI

Besarnya energi yang disalurkan dari gardu distribusi yang dijadikan objek penelitian untuk 3 bulan ( Januari sampai dengan Maret 2006) tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Energi yang disalurkan dan terjual dalam 3 bulan pengamatan

bulan

Energi (kWh)

Susut

(kWh) Persentase Yang

disalurkan Yang terjual Januari Februari Maret 34281,4 30169,5 32068,4 31076,2 26889,8 28918,7 3205,2 3279,7 3149,7 9,3 % 10,09 % 9,8 % TOTAL 96519.3 86884,7 9634,6 10 % Rata-rata 32173,1 28961,57 3211,53 10 %

Pada tabel tersebut juga diberikan besar energi yang dapat dijual oleh PLN dari gardu distribusi tersebut. Selisih energi yang tersalurkan dengan energi yang terual menghasilkan susut yang diderita PLN. Susut rata-rata dari 3 bulan pengamatan di gardu distribusi ini adalah 1 %. Dengan demikian jumlah susut selama satu tahun dapat diperkirakan sebesar:

(40)

Bila pada 26 Maret 2006 total energi yang ada pada saluran adalah 398,2 kWh (tabel 4.1) maka susut energi rata-rata adalah:

Susut Energi = 398,2 x 0,1 = 39,82 kWh

4.3 SUSUT PADA BEBAN

Susut yang terjadi pada beban harian dapat dibuat berdasarkan pada perkalian susut dengan kwadrat faktor puncaknya (k2) seperti yang telah diuraikan pada bab 3.untuk susut daya pada kondisi beban puncak dan beban rendah digambarkan sebagai berikut:

a. Kondisi beban puncak:

Sp = 39,82 5,93 8326,4

1239,04

=

× kW

b. Kondisi beban rendah:

Sp = 39,82 0,19 8326,4

39,69 × =

kW

(41)

Tabel 4.3. Beban, selang beban, persentasenya, dan susut daya Beban / demand kw Lama nya jam Akumul atif lamanya jam Beban terhadap waktu totalnya Kwadrat beban kali lamanya Susut Daya (kW) 35,2 32,5 31,9 28,6 25,4 23,8 20,7 19,2 17,3 15,1 14,3 13,2 13,1 12,7 12,4 11,9 11,6 10,4 10,1 9,2 8,6 8,2 6,5 6,3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 100,0 92,3 90,6 81,3 72,2 67,6 58,8 54,5 49,1 42,9 40,6 37,5 37,2 36,1 35,2 33,8 33 30 28,7 26,1 24,4 23,3 18,5 17,9 1239,04 1056,25 1017,61 817,96 645,16 566,44 428,49 368,64 299.29 228,01 204,49 174,24 171,61 161,29 153,76 141,61 134,56 108,16 102,01 84,64 73,96 67,24 42,25 39,69 5,93 5,05 4,87 3,91 3,09 2,71 2,05 1,76 1,43 1,09 0,98 0,83 0,82 0,77 0,74 0,68 0,64 0,52 0,49 0,40 0,35 0,32 0,20 0,19 8326,4

Secara grafis, susut daya yang dihasilkan oleh kurva beban harian dapat dilihat pada gambar 4.3.

(42)

Gambar 4.2 Kurva beban harian dan susut daya

4.4 FAKTOR SUSUT (Fs)

Faktor susut dihasilkan berdasarkan persamaan (3.4). Untuk menggunakan persamaan tersebut, terlebih dahulu mencari nilai faktor beban dan nilai K (kebutuhan puncak minimum).

a. Faktor Beban (Fb)

Dari tabel 4.1 atau gambar 4.1, dapat diketahui bahwa demand puncaknya terjadi antara pukul 19:00 s/d 20:00, yaitu sebesar 35,2 kW. Luas kurva gambar 4.1 merupakan kWh yang disalurkan dan bila dihitung akan menghasilkan 398,2 kWh. Bila jumlah energi dibagi dengan jumlah jam maka menghasilkan beban rata-rata. Yaitu: Beban rata-rata = 16,59 24 2 , 398 = kW

(43)

b. Kebutuhan Puncak (K) K = 0,18

35,26,3 = pu

Dengan demikian faktor susut (Fs) dapat dihitungsebagai berikut : Fs = 0,4712 + 0,273 (0,471 – 0,18)2

Fs = 0,245

4.5 SUSUT ENERGI (Se) BERDASARKAN FAKTOR SUSUT (Fs)

berdasarkan pda persamaan (3.1), maka susut energi untuk jangka waktu satu tahun dapat dihitung sebagai berikut :

Susut energi

( )

Se =SpxFsxJumlah jamdariperiode tersebut

Namun sebelum mencari harga susut energi (Se), terlebih dahulu menentukan harga Susut daya pada beban puncak (Sp).

Susut daya pada beban puncak (Sp) = 3 I2peak x R. Dimana Ipeak = ϕ Cos V× × 3 puncak Beban Ipeak = 108,7 85 , 0 220 3 10 35,2 3 = × × × A

dan R (Tahanan penghantar) pada jaringan distribusi = 0,1664 Ω Maka

Sp = 3x 108,72 x 0,1664 = 5898,4 Wh = 5,9 kW Jadi, besarnya susut daya puncak adalah 5,9 kW. Sehingga susut energi dalam jangka satu tahun adalah: Susut energi

( )

Se =5,9x0,245x8760

(44)

Jadi, besarnya susut energi pada sistem distribusi di Perumahan Keroncong Permai, Kelurahan Periuk Tangerang berdasarkan penelitian dengan menggunakan faktor susut selama adalah 12662,58 kWh.

Bila susut energi yang terdapat pada tabel 4.2, dibandingkan dengan nilai susut energi yang menggunakan faktor susut maka akan terjadi selisih sebesar:

= Se1 – Se2

= 38538,36 kWh – 12662,58 kWh =25875,78 kWh

Besarnya selisih tersebut kemungkinan adanya susut non teknis yang ditimbulkan bahkan pencurian listrik, sabotase, kesalahan pencatatan, dan sebagainya. Bila susut ini dikalikan dengan harga listrik sebesar Rp495/kWh, maka biaya selisih susut ini adalah

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil analisa susut pada saluran distribusi Perumahan Keroncong Permai Tangerang, dapat dibuat kesimpulan dan saran seperti dituliskan berikut ini:

a. Susut energi dapat dihasilkan dengan menganalisis data energi yang disalurkan dari gardu distribusi dengan energi yang terjual pada 3 bulan. hasil rata-ratanya diasumsikan sebagai susut energi dalam satu tahun bila dikalikan dengan 12 bulan., yaitu sebesar 38538,36 kWh

b. Dari perhitungan Susut daya pada tiap bebannya akan menghasilkan kurva susut terhadap bebannya.

c. Besarnya susut daya pada analisa pengukuran dengan melalui metode pendekatan matematis jumlahnya sama. Yaitu 5,9 kW

d. Nilai faktor susut (Fs) pada saluran distribusi Perumahan Keroncong Permai sebesar 0,245

e. Besarnya susut energi (Se) berdasarkan faktor susut (Fs) dalam selang waktu satu tahun adalah 12662,58 kWh

f. Selisih susut energi (Se) berdasarkan hasil analisis data energi dengan susut energi (Se) yang berdasarkan nilai faktor susut (Fs) kemungkinan susut non teknis yang timbul karena pencurian listrik, kesalahan pencatatan, dll.

g. Besar biaya susut akibat kemungkinan susut non teknis dalam setahun adalah Rp12858011,1

(46)

5.2. SARAN.

Untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan serta meningkatkan pengakurasian nilai rugi atau susut energi dan daya pada saluran distribusi harus mempunyai ketelitian yang tinggi dalam mengoreksi data pengukuran serta membaca kurva beban harian.. Semakin banyak data beban atau energi maka semakin mudah dalam melakukan riset terhadap susut tersebut.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Basri, H, "Sistem Distribusi Daya Listrik", ISTN, 1997

[2] Gonan, T, " Electrik Power Distribution System Engineering", McGraw-Hill [3] Hadi, A, "Sistem Distribusi Daya Listrik", PT. Glora Aksara Pratama, 1994 [4] Hilal, H, " Perencanaan Sistem Tenaga Listrik", Catatan Kuliah UMB, 2003 [5] Kadir, A, "Sistem Distribusi", Erlangga

[6] Marsudi, D, "Operasi Sistem Tenaga Listrik", Graha Ilmu, 2006 [7] Pabla, A. S, "Electric Power Distribution", Tata McGraw-Hill, 2005 [8] Tagare, D. M, " Reactive Power Management", Tata McGraw-Hill,2005

Gambar

Gambar 1.1 Beberapa faktor biaya dalam sistem distribusi
Gambar 2.3 Penggunaan saluran alternatif dengan Saklar Pindah
Gambar 2.4 Skema rangkaian lup terbuka
Gambar 2.6 Skema sistem jaringan primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian assosiatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variable atau

Hasil penelitian menunjukkan: (1) terdapat perbedaan yang signifikan pada keterampilan menulis teks recount berbahasa Inggris dan kreativitas antara siswa yang

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan desain intruksional adalah suatu proses sistematis, efektif dan efisien dalam menciptakan sistem instruksional untuk

ketergantungan (adiktif) terhadap narkoba, diharapkan ada rasa takut dalam diri pengguna untuk melanjutkan kebiasaan mereka; b) kembali pada ajaran agama. Bila pengguna

8 / MI-4B Pelatihan Tepat Guna Kesehatan Lingkungan Materi Inti 2) Air buangan dari industri (industrial waste water), Air buangan dari industri (industrial waste

 APBN Supervisi Pembangunan Waduk Supervisi Pembangunan Waduk Bendo (Multiyears) Bendo (Multiyears) Jawa Timur Jawa Timur Inspeksi Teknis/ Inspeksi Teknis/ Prasarana Keairan

untuk mencapai objektif lni, pembangun sistem perlu tahu apa yang diperlukan ebagai Input dan memahami tindakbalas dari pengguna terhadap elemen yang berlainan yang

Pada bagian ini akan dibandingkan tiga skema partisipasi (cara pemberian bonus) dalam bentuk nilai wajar kontrak partisipasi untuk seseorang yang berumur 30 tahun. Misalkan