• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL TERRHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL TERRHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL

TERRHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG

(Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong

Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat)

NURMAN SYAHBANA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(2)

iv PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENGATAKAN BAHWA SRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG (STUDI KASUS DI KECAMATAN MUARAGEMBONG KABUPATEN BEKASI PROVINSI JAWA BARAT)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU

LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR

AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Januari 2011

(3)

ii RINGKASAN

NURMAN SYAHBANA. Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh Aceng Hidayat.

Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Perubahan iklim telah berdampak negatif terhadap sektor perikanan dan kelautan. Perubahan iklim yang terjadi diduga akan berdampak pada perikanan budidaya atau tambak udang. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi apakah perubahan iklim menyebabkan perubahan produksi yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petambak udang khususnya di Kecamatan Muaragembong. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong, (2) mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong, dan (3) mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan petambak udang di Kecamatan Muaragembong terhadap perubahan iklim lokal.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Muaragembong merupakan daerah muara dari Sungai Citarum, pesisir pantai dan merupakan salah satu daerah yang banyak terdapat tambak udang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2010 untuk pengambilan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden (petambak udang) melalui kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, Dinas Hidro dan Oseanografi (Dishidros) TNI AL, LIPI Oseanografi Jakarta, dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta literatur-literatur yang relevan dalam penelitian. Perubahan tingkat kesejahteraan petambak udang dilihat dengan menggunakan analisis deskriptif mengenai kerugian, penurunan produktifitas dan volume produksi, Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU), analisis ecological footprint, dan analisis regresi linear berganda. Sedangkan untuk mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak dalam menghadapi perubahan iklim digunakan metode analisis deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 16.0.

Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi perubahan iklim di daerah Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat. Fenomena perubahan iklim lokal yang terjadi adalah meningkatnya jumlah curah hujan, meningkatnya jumlah hari hujan, meningkatnya jumlah hari atau bulan kering ketika musim kemarau, meningkatnya suhu rata-rata, meningkatnya ketinggian banjir dan intensitas pasang, dan meningkatnya ketinggian dan intensitas banjir sungai di Kecamatan Muaragembong yang dirasakan oleh para petambak udang.

Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan gagal panen dan kerugian kepada para petambak udang. Perubahan iklim juga mengakibatkan terjadinya penurunan produktifitas tambak udang. Penurunan produktifitas yang terjadi akan

(4)

iii menyebabkan terjadinya penurunan terhadap volume produksi udang 25-50%. Selain itu, telah terjadi peningkatan total biaya dari para petambak untuk beradaptasi dengan perubahan iklim meningkat sebesar 201,01%. Berdasarkan perhitungan NTPU, dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan tingkat kesejahteraan para petambak udang di tahun 2010 akibat dari perubahan iklim. Rata-rata NTPU sebelumnya sebesar 1,74 pada tahun 1999 menjadi 1,16 pada tahun 2010 atau mengalami penurunan sebesar 33,58%. Namun, petambak masih dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari hidupnya (kebutuhan primer) dan mempungai potensi untuk mengkonsumsi kebutuhan sekunder serta menabung (saving) karena NTPU lebih besar dari satu.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis Ecological Footprint (EF), nilai

footprintnya sebesar 0,0905, nilai biocapacity (BC) sebesar 4.379,14, dan daya

dukung lingkungannya (CC) sebesar 48.378. Berdasarkan analisis linear berganda dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 untuk menentukan fungsi produksi sebagai variabel tidak bebas (dependent) dan unsur iklim dan luas areal tambak sebagai variabel bebas (independent) didapatkan model produksi udang: Y = 13,291 + 0,081 X1 + 0,257 X2 – 0,333 X3 – 0,822 X4 dimana variabel X1 (luas

lahan tambak), X2 (curah hujan rata-rata), X3 (jumlah hari hujan), dan X4 (suhu

rata-rata). Model fungsi produksi udang tersebut memiliki R-square sebesar 0,649. Adanya dampak dari perubahan iklim menyebabkan para petambak udang untuk melakukan adaptasi. Sebagian besar petambak melakukan adaptasi dengan merubah waktu panen udang, membuat atau meninggikan tanggul untuk menahan banjir, dan menanam pohon di sekitar tambak.

(5)

ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM LOKAL

TERRHADAP KESEJAHTERAAN PETAMBAK UDANG

(Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong

Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat)

Nurman Syahbana H44062151

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

(6)

i Judul Skripsi : Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal Terhadap

Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat) Nama : Nurman Syahbana

NIM : H44062151

Menyetujui, Pembimbing,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP: 19660717 199203 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT. NIP: 19660717 199203 1 003

(7)

v RIWAYAT HIDUP

Nurman Syahbana dilahirkan di Depok pada tanggal 29 Maret 1988 dari pasangan Abdul Rachim Suroso dan Siti Sofiah. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Bojong Gede, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 5 Bogor, dan kemudian lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Bogor pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan setahun kemudian masuk ke Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dengan minor manajemen fungsional. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai organisasi dalam kampus yaitu KOPMA IPB pada tahun 2006-2009, BEM FEM IPB sebagai staf departemen politik, kajian strategis, dan advokasi (Polkastrad) pada periode 2007-2008, Shariah Economic Student Club (SES-C) FEM IPB sebagai staf divisi sumberdaya insani, BEM KM IPB sebagai staf kebijakan daerah pada periode 2008-2010, BEM Se Bogor sebagai tim kajian Kabupaten Bogor pada periode 2008-2009, dan Entrepreneurship Centre

(ENTER) FEM IPB periode 2009-2010. Selain itu penulis pun aktif dalam

berbagai kepanitiaan. Prestasi penulis yang pernah diraih selama menjadi mahasiswa IPB ialah finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) yang ke 23 yang diadakan di Universitas Mahasaraswati (UNMAS) Denpasar Bali.

(8)

vi KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Analisis Dampak Perubahan Iklim Lokal Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang (Studi Kasus di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat)” disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong, mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang, dan mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang terhadap perubahan iklim lokal. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembangunan perikanan budidaya tambak udang di Kecamatan Muaragembong pada umumnya serta dalam rangka mempersiapkan strategi adaptasi terhadap dampak dari perubahan iklim yang terjadi agar tercapainya kesejahteraan para petambak secara berkelanjutan. Semoga skripsi ini dapat menjadi bahan referensi dan berguna bagi banyak pihak.

Bogor, Januari 2011

(9)

vii UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga pada skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Abdul Rachim Suroso dan Siti Sofiah, tante Sutarti B.A, kedua adik penulis (Qorry Fatahillah dan Ahmad Fajarullah), dan kakek Dr. Nurdin Ibrahim, M.Pd yang senantiasa tiada hentinya memberi dukungan, do’a, dan bantuan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

3. Keluarga besar Bapak Ahdar Tuhuteru (Pak Ahdar dan istri, Daeng, dan Rifay), keluarga besar Bapak lurah Pantai Bahagia (Pak Romli dan istri, Bang Jafar, dan Mas Gunawan RT) yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian.

4. Pak Karim, Pak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si, Ibu Pini Wijayanti, S.P, M.Si, dan Pak Rizal Bachtiar, S.Pi, M.Si yang bersedia memberikan masukan terhadap penelitian.

5. Staf Dishidros TNI AL, staf LIPI Oseanografi, staf Kecamatan Muaragembong, staf Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, dan staf BPS Kabupaten Bekasi.

6. Teman-teman “Gank Macho” (Aditya Iqbal, Andi Aditya Atmaja, Rendra Juniarza Dinata, Aseb Hasan Irfandi, dan Nala) yang telah banyak

(10)

viii memberikan bantuan, saran, kritik, dan pengalaman yang begitu berarti bagi penulis.

7. Teman-teman seperjuangan (Osmaleli, Rosi Caesaria Hutabarat, dan Putri Damayanti) atas kerjasama dan dukungan serta do’anya selama bimbingan dan penyusunan skripsi.

8. Teman-teman IWA BERGER Corp. (Adit, Jihan, Nanda, dan Widisya) yang senantiasa memberi motivasi dan berjuang bersama hingga PIMNAS XXIII di Denpasar Bali.

9. Teman-teman ESL 43 dan IPB 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan memberikan kenangan indah. 10. Seluruh staf pengajar, staf tata usaha, dan karyawan/i Departemen ESL FEM

IPB yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

(11)

ix DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan... i Ringkasan…………... ii Halaman Pernyataan... iv Riwayat Hidup……... v Kata Pengantar... vi

Ucapan Terima Kasih... vii

Daftar Isi... ix

Daftar Tabel... xii

Daftar Gambar... xiii

Daftar Lampiran... xv I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 6 1.4 Manfaat Penelitian... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 7

II. Tinjauan Pustaka 2.1 Cuaca dan Iklim... 8

2.2 Perubahan Iklim dan Dampaknya... 9

2.2.1 Fenomena Pemanasan Global dan Perubahan Iklim... 10

2.2.2 Perubahan Iklim di Indonesia... 11

2.2.3 Dampak Perubahan Iklim... 12

2.3 Dampak Terhadap Perikanan Budidaya... 17

2.4 Pengertian Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim... 23

III. Kerangka Pemikiran………... 25

IV. Metode Penelitian 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 28

4.2 Jenis dan Sumber Data... 28

4.3 Metode Pengambilan Contoh... 29

(12)

x 4.4.1 Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Usaha Tambak

Udang di Kecamatan Muara Gembong……….. 30

4.4.2 Analisis Regresi... 31

4.4.3 Analisis Nilai Tukar Petambak Udang………. 32

4.4.4 Analisis Daya Dukung Lingkungan dengan Ecological Footprint……… 33

4.4.5 Analisis Persepsi dan Adaptasi Petambak Udang Terhadap Perubahan Iklim... 35

V. Gambaran Umum Penelitian 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian... 37

5.2 Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Muaragembong... 40

5.3 Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Muaragembong... 41

5.4 Rencana Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Muaragembong... 41

5.5 Komoditas Udang... 42

5.6 Karakteristik Responden 5.6.1 Jenis Kelamin dan Usia... 43

5.6.2 Tingkat Pendidikan Terakhir... 44

5.6.3 Status Perkawinan dan Jumlah Tanggungan... 45

5.6.4 Luas dan Status Kepemilikan Tambak Udang... 46

5.6.5 Lama Pengalaman Bertambak Udang... 47

VI. Hasil dan Pembahasan 6.1 Identifikasi Fenomena Perubahan Iklim Lokal di Kecamatan Muaragembong 6.1.1 Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan... 48

6.1.2 Suhu... 51

6.1.3 Ketinggian Pasang... 52

6.1.4 Kecepatan Angin... 53

6.1.5 Persepsi Petambak Udang Terhadap Perubahan Iklim... 54

6.1.5.1 Penilaian Responden Terhadap Suhu Udara... 54

6.1.5.2 Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan... 55

6.1.5.3 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan 56 6.1.5.4 Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari atau Bulan Kering... 56

6.1.5.5 Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas Banjir Pasang... 57

6.1.5.6 Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas Banjir sungai... 58

6.2 Identifikasi dan Analisis Dampak dari Perubahan Iklim Terhadap Kesejahteraan Petambak Udang di Kecamatan Muaragembong. 58

6.2.1 Penurunan Produktifitas Udang Dampak dari Perubahan Iklim………. 59

(13)

xi 6.2.2 Analisis Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU)

di Kecamatan Muaragembong... 60

6.2.3 Analisis Ecological Footprint... 61

6.2.4 Analisis Regresi Berganda... 64

6.3 Strategi Adaptasi Petambak Udang terhadap Peubahan Iklim.... 66

VII. Kesimpulan dan Saran 7.1 Kesimpulan... 68

7.2 Saran... 69

Daftar Pustaka... 71

(14)

xii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Lahan Tambak dan Total Produksi Udang di Kecamatan

Muaragembong Tahun 2000-2009... 4 2. Sektor-Sektor yang Akan Terkena Dampak Perubahan Iklim dan

Upaya Adaptasi yang Dapat Dilakukan... 16 3. Matriks Perbedaan Antara Musim Kemarau dan Musim Hujan Serta

Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air dan Kondisi/Kualitas Udang.. 22 4. Metode Prosedur Penelitian... 30 5. Tabel Isian Analisis Footprint………... 35 6. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan

Muaragembong Tahun 2000-2008... 39 7. Data Potensi Lahan Perikanan di Kecamatan Muaragembong Tahun

2009………... 40 8. Penggunaan Lahan di Kecamatan Muaragembong Tahun 2009... 41 9. Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) di Kecamatan Muaragembong 61 10. Hasil Perhitungan Analisis Ecological Footprint... 62

(15)

xiii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Proyeksi Dampak Perubahan Iklim Berdasarkan Hasil

Studi dan Model………... 15 2. Kerangka Pemikiran………... 27 3. Peta Letak Kecamatan Muaragembong... 37 4. Jumlah Luas Lahan Tambak dan Total Produksi Udang

di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000–2009... 43 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 44 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir 44 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan... 45 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Areal Tambak Udang

yang Dikelola... 46 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pengalaman

Dalam Bertambak Udang... 47 10. Grafik Jumlah Hari Hujan Menurut Bulan di Kecamatan

Muaragembong Tahun 2000–2009………... 48 11. Grafik Jumlah Curah Hujan Menurut Bulan di Kecamatan

Muaragembong Tahun 2000–2009………... 50 12. Suhu Rata-Rata di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2009.... 51 13. Ketinggian Rata-Rata Pasang Surut di Perairan Teluk Jakarta Tahun

2000-2009………... 52 14. Grafik Kecepatan Angin Menurut Bulan di Perairan Teluk Jakarta

Tahun 2000-2009... 53 15. Penilaian Responden Terhadap Perubahan Suhu di Kecamatan

Muaragembong………... 55 16. Penilaian Responden Terhadap Curah Hujan

di Kecamatan Muaragembong... 55 17. Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Hujan

di Kecamatan Muaragembong... 56 18. Penilaian Responden Terhadap Jumlah Hari Kering atau Bulan Kering

di Kecamatan Muaragembong... 57 19. Penilaian Responden Terhadap Tinggi dan Intensitas

Banjir Pasang... 57

20. Persepsi Petambak Terhadap Penyebab Gagal Panen

(16)

xiv 21. Bentuk Adaptasi yang Dilakukan Responden Terhadap

(17)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kuesioner Penelitian... 75 Lampiran 2. Hasil Regresi Linear Berganda Menggunakan SPSS 16.0... 78 Lampiran 3. Data Produksi, Luas Lahan Tambak, Curah Hujan, Jumlah

Hari Hujan, dan Suhu Rata-Rata... 80 Lampiran 4. Perhitungan Nilai Tukar Petambak Udang Tahun 1999 dan 2010 81 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian... 83

(18)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim bumi telah menyebabkan perubahan-perubahan terhadap sistem fisik dan biologis bumi kita. United Nations

Development Program (2007), melaporkan bahwa pemanasan global dalam kurun

waktu 2000-2004 telah menyebabkan sekitar 262 juta orang terkena bencana iklim (climate disaster), dan 8%-nya adalah penduduk di dunia ketiga. Pada dekade terakhir ini, 90% bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia terkait dengan perubahan iklim.

Dampak perubahan iklim akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Namun yang paling merasakan dampaknya adalah masyarakat miskin. Pertama, sumber nafkah sebagian masyarakat miskin berada di sektor pertanian dan perikanan, sehingga sumber-sumber pendapatan mereka sangat di pengaruhi oleh iklim. Kedua, sanitasi yang buruk mengakibatkan banjir ketika curah hujan lebat, masyarakat akan terkena berbagai macam penyakit seperti malaria, diare, kolera, demam berdarah, dan lain-lain. Ketiga, iklim yang berubah-ubah sering menyebabkan terjadinya gagal panen yang pada akhirnya menyebabkan kekurangan pangan. Keempat, kekurangan persediaan air akibat pola hujan yang berubah-ubah (Moediarta dan Stalker, 2007).

Selain itu, perubahan iklim juga berdampak negatif pada kehidupan di daerah pesisir pantai. Intergovernmental Panel on Climate Change (1990) dalam

(19)

2 makalah Dekimpraswil (2002), mengemukakan kenaikan permukaan air laut Indonesia sebesar 30-60 cm. Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir juga mengakibatkan hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ikan, kerusakan mangrove, dan penurunan produktivitas lahan perikanan budidaya. Apabila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya (aquaculture) pun akan terancam dengan sendirinya. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan. Perubahan iklim juga menyebabkan gelombang pasang dan banjir yang sering terjadi, hujan lebat, badai, kekeringan yang silih berganti, sulitnya ketersediaan air bersih, dan penyebaran berbagai penyakit.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau tidak kurang dari 17.500 serta memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km sehingga memiliki sumberdaya laut yang melimpah seperti perikanan, terumbu karang, udang, cumi-cumi, kerang, lobster, dan berbagai sumberdaya laut lainnya. Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, pesisir merupakan kawasan strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif sehingga berpotensi menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan nasional. Penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir cukup besar, sebagai contoh 65% penduduk Jawa mendiami daerah pesisir (Dekimpraswil, 2002). Kondisi tersebut menyebabkan negara kita sangat rawan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Perubahan iklim telah mengubah

(20)

3 pola presipitasi dan evaporasi sehingga berpotensi menimbulkan banjir di beberapa lokasi. Hal ini sangat mengancam berbagai bidang mata pencaharian di tanah air terutama pada sektor perikanan. Perubahan iklim jelas mengganggu aktivitas warga pesisir secara ekonomi, pendidikan, dan sosial.

Salah satu potensi perikanan yang dimiliki Indonesia adalah perikanan budidaya tambak udang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Udang merupakan salah satu komoditas unggulan dari sektor perikanan Indonesia. Udang selalu menjadi komoditas perdagangan terpenting dilihat dari aspek nilainya yang mencapai 45,6% dari keseluruhan nilai perdagangan (ekspor) komoditas perikanan Indonesia. Komoditas udang didapatkan melalui penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan di laut ataupun melalui penangkapan atau pemanenan yang dilakukan oleh para petani tambak (budidaya). Produksi udang terutama dihasilkan dari budidaya sebesar 56,81% dan dari penangkapan di laut sebesar 40,85% (Anwar, 2009).

Kecamatan Muaragembong merupakan salah satu daerah pesisir pantai Teluk Jakarta dan hilir Sungai Citarum. Muaragembong adalah salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bekasi sebagai sentra produksi perikanan laut dan darat (budidaya) di pesisir Teluk Jakarta. Sebagian besar daerahnya berada di kawasan pesisir pantai dan 76,67% penggunaan lahannya untuk tambak sehingga masyarakatnya sebagian besar bermata pencaharian utama sebagai petambak udang.

Selama periode 2000–2009 luas areal tambak mengalami peningkatan sebesar 1.764 ha. Pada tahun 2000 luas areal tambak sebesar 8.977 ha dan pada tahun 2009 luas areal tambak sebesar 10.741 ha. Namun, penambahan total

(21)

4 produksi udang hanya sebesar 207,9 ton dari tahun 2000 sebesar 1569,1 ton menjadi 1.777 ton pada tahun 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Luas Lahan Tambak dan Total Produksi Udang di Kecamatan Muaragembong Tahun 2000-2009

Tahun Luas (ha) Produksi (ton)

2000 8.977 1.569,1 2001 8.977 1.929 2002 10.199 1.898,6 2003 10.204 1.915,8 2004 10.231 1.956,1 2005 10.233 864,8 2006 10.736 1.145,9 2007 10.743 1.620,6 2008 10.741 1.717,25 2009 10.741 1.777

Sumber: BPS dan Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kab. Bekasi, 2010

Perubahan iklim yang terjadi pada saat ini mempengaruhi kualitas lingkungan diduga berdampak terhadap produktifitas dan volume produksi udang di Kecamatan Muaragembong. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi apakah perubahan iklim menyebabkan perubahan produksi yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petambak udang khususnya di Kecamatan Muaragembong.

1.2 Perumusan Masalah

Perikanan merupakan salah satu sektor yang terkena dampak dari perubahan iklim. Kecamatan Muaragembong merupakan salah satu wilayah perikanan budidaya tambak terluas di Kabupaten Bekasi yakni sebesar 10.741 ha. Muaragembong merupakan salah satu wilayah pesisir Teluk Jakarta yang menjadi sentral perikanan budidaya tambak khususnya tambak udang di Kabupaten Bekasi.

(22)

5 Perubahan iklim global yang terjadi akibat meningkatnya gas rumah kaca dalam skala lokal memicu timbulnya fenomena perubahan iklim lokal. Perubahan iklim lokal yang terjadi diduga akan mempengaruhi kondisi lingkungan dan menimbulkan dampak terhadap perikanan budidaya tambak udang. Perubahan iklim lokal yang terjadi diindikasikan oleh adanya perubahan suhu yang semakin meningkat, curah hujan yang meningkat, jumlah hari hujan yang meningkat, dan peningkatan permukaan air laut. Tingkat suhu yang tinggi dapat meningkatkan salinitas dan tingkat keasaman (PH) air tambak. Curah hujan dan jumlah hari hujan yang tinggi dapat menurunkan tingkat salinitas air, tingkat kecerahan (air menjadi lebih keruh), tingkat keasaman (PH) yang rendah, dan fluktuasi suhu di tambak yang akan berakibat pada menurunnya daya tahan tubuh dari udang dan menimbulkan penyakit. Selain itu, jika curah hujan, jumlah hari hujan, dan pasang yang tinggi terjadi secara bersamaan bisa mengakibatkan banjir pada daerah tambak.

Terbatasnya informasi yang diperoleh oleh para petambak mengenai adanya fenomena perubahan iklim lokal yang berpengaruh pada aktifitas usaha budidaya tambak udang dalam merespon dampak dari perubahan iklim yang terjadi sehingga menyebabkan kerugian bagi para petambak. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya produktifitas dan volume produksi tambak udang yang akan berimplikasi menurunnya pendapatan petambak. Oleh karena itu, diperlukan analisis mengenai dampak dari perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang.

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(23)

6 1. Bagaimana fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong? 2. Bagaimana dampak dari perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan

petambak udang di Kecamatan Muaragembong?

3. Bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan petambak udang di Kecamatan Muaragembong akibat perubahan iklim?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal di Kecamatan Muaragembong.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong. 3. Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan petambak udang di

Kecamatan Muaragembong terhadap perubahan iklim lokal. 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi peneliti diharapkan ini dapat berguna di dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Sebagai bahan pertimbangan untuk pemerintah dalam membuat kebijakan dalam menanggulangi dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim terhadap sektor perikanan tambak khususnya tambak udang di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi.

(24)

7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Muaragembong hanya mengidentifikasi fenomena gejala-gejala perubahan iklim lokal, mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari perubahan iklim yang dirasakan oleh petambak udang, dan mengidentifikasi strategi adaptasi petambak udang di Kecamatan Muaragembong, Identifikasi fenomena perubahan iklim lokal dilihat dari data jumlah curah hujan, jumlah curah hujan, suhu rata-rata, ketinggian pasang surut air laut, kecepatan angin, dan persepsi dari petambak. Dampak perubahan iklim terhadap kesejahteraan petambak dilihat dengan melakukan analisis deskriptif penurunan produktifitas, kenaikan biaya adaptasi, nilai tukar petambak udang, dan analisis

(25)

8 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cuaca dan Iklim

Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002), cuaca dan iklim adalah proses interaktif alami (kimia, biologis, dan fisis) di alam, khususnya di atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya sumber energi, yaitu matahari dan gerakan rotasi bumi pada poros (kurang dari 24 jam) serta revolusi bumi mengelilingi matahari. Dalam peristiwa ini, pendekatan fisis lebih dominan daripada kimia dan biologis. Cuaca sebagai kondisi udara sesaat dan iklim sebagai kondisi udara rata-rata dalam kurun waktu tertentu yang merupakan hasil interaksi proses fisis. Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal.

Menurut Sutjahjo dan Susanta (2007), cuaca adalah rata-rata kondisi atmosfer di suatu tempat tertentu dengan waktu yang relatif singkat. Iklim adalah keadaaan rata-rata cuaca dari suatu wilayah yang luas dan diperhitungkan dalam jangka waktu yang lama. Cuaca dan iklim mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

1. Temperatur atau suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara disuatu tempat pada waktu tertentu.

2. Kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air yang terdapat di udara.

(26)

9 3. Curah hujan adalah titik-titik air hasil pengembunan uap air di udara yang

jatuh ke bumi.

4. Angin adalah udara yang bergerak dari daerah yang bertekanan udara maksimum ke daerah yang bertekanan udara minimum.

5. Tekanan udara adalah udara yang mempunyai massa atau tenaga yang menekan bumi.

6. Penyinaran matahari adalah penerimaan energi matahari oleh permukaan bumi dalam bentuk sinar-sinar gelombang pendek yang menerobos atmosfer. Banyak atau sedikitnya panas dari sinar matahari yang sampai ke bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a). Besarnya sudut datang sinar matahari. b). Lama penyinaran matahari.

c). Jenis tanah atau benda yang disinari oleh matahari. d). Keadaan awan pada waktu penyinaran.

2.2 Perubahan Iklim dan Dampaknya

Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2002), perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Menurut Hardjawinata (1997), perubahan iklim (climate change) adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi. Proses perubahan iklim ditentukan oleh proses eksternal maupun internal dan kegiatan manusia. Proses eksternal tercakup antara lain variasi aktivitas matahari, variasi rotasi bumi, variasi dan proses kegiatan bumi. Dalam proses internal dapat bersifat global, regional maupun

(27)

10 lokal, yang kemudian lebih dikenal sebagai elemen iklim, yaitu suhu udara, kelembapan udara, curah hujan, angin, radiasi matahari, dan penguapan. Sedangkan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia adalah daya kehidupan, pembukaan dan pemakaian lahan, polusi, dan sebagainya.

2.2.1 Fenomena Pemanasan Global dan Perubahan Iklim

Menurut Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Dekimpraswil) (2002), pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O), dan CFC

sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global termasuk Indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5–40C pada akhir abad 21. Iklim bumi dipengaruhi oleh suhu global rata-rata dan peka terhadap perubahan suhu. Suhu bumi ditentukan oleh keseimbangan antara energi yang datang dari matahari dan energi yang diemisikan dari permukaan bumi ke luar angkasa. Radiasi inframerah dari permukaan bumi sebagian diserap oleh beberapa gas rumah kaca (khususnya CO2

dan uap air) diatmosfer dan sebagian diemisikan ke permukaan untuk memanasi permukaan bumi dan atmosfer bawah.

Menurut Lembaga Penelitian Antariksa Nasional (2002), gas rumah kaca (GRK) merupakan gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan dalam menyerap gelombang radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah penyebab pemanasan global. Tanpa GRK suhu bumi akan lebih dingin 330C dibandingkan pada kondisi

(28)

11 sekarang. Akumulasi konsentrasi GRK yang cepat di atmosfer dapat mengakibatkan penyimpangan iklim.

Menurut Koesmaryono (1999), perubahan iklim dan pemanasan global diduga akan meningkatkan kekerapan dan intensitas peristiwa El-Nino Southern

Oscillation (ENSO). Peristiwa ini sering dikaitkan dengan penghangatan atau

pendinginan suhu muka laut yang menyimpang dari normal yang berakibat pada cuaca atau sering disebut dengan El-Nino dan La-Nina. Kejadian kekeringan akibat El-Nino telah menyebabkan meningkatnya luas daerah tanam yang terkena kekeringan sampai 8-10 kali lipat dan sebaliknya La-Nina menyebabkan meningkatnya luas tanaman yang terkena banjir sempai 4-5 kali lipat dari kondisi normal.

Studi yang dilakukan Ratag et al. (1998) dalam laporan akhir Kementerian Lingkungan Hidup (2001), menunjukkan bahwa apabila konsentrasi CO2

meningkat dua kali lipat dari konsentrasi CO2 saat ini, maka diperkirakan

konsentrasi kejadian ENSO yang saat ini terjadi sekali dalam 3-7 tahun akan meningkat menjadi 2-5 tahun. Dengan demikian, perubahan iklim akan mengarah pada terjadinya penurunan atau peningkatan curah hujan yang berlebihan pada suatu lokasi tertentu.

2.2.2 Perubahan Iklim di Indonesia

Kenaikan atau peningkatan GRK berpengaruh dalam kenaikan suhu di lintang sedang atau tinggi. Indonesia menurut Boer et al. (2003), berdasarkan data hujan historis yang dibagi dua periode, yaitu tahun 1931-1960 dan 1961-1990, diperoleh kecenderungan bahwa curah hujan dimusim penghujan wilayah selatan Indonesia dan sebagian kawasan Indonesia Timur akan semakin basah dan musim

(29)

12 kemarau akan semakin kering. Sedangkan pada Indonesia bagian utara, curah musim penghujan akan semakin berkurang dan musim kemarau akan semakin bertambah. Dengan demikian, sebenarnya Indonesia sudah mengalami perubahan iklim.

Menurut Tjahyono (1997) dalam laporan akhir Kementerian Lingkungan Hidup (2001), menyebutkan bahwa pengaruh El-Nino kuat pada daerah yang dipengaruhi oleh sistem monsoon, lemah pada daerah sistem equatorial dan tidak jelas pada daerah dengan sistem lokal. Menurut Koesmaryono (1999), gejala kebalikan dari El-Nino adalah La-Nina, yaitu mendinginnya permukaan laut Pasifik Timur sehingga pusat konvergensi udara pasifik tropis akan berada di wilayah Indonesia dimana udara panas cenderung membentuk awan dan hujan serta memungkinkan terjadinya banjir. Frekuensi kejadian La-Nina dalam kurun waktu 100 tahun terakhir sekitar separuh jumlah kejadian El-Nino dan 16 kali peristiwa La-Nina, sekitar 87% terjadi berdampingan dengan El-Nino, serta umumnya La-Nina mendahului El-Nino.

2.2.3 Dampak Perubahan Iklim

Menurut Sutjahjo dan Susanta (2007), efek pemanasan global yang akan terjadi di daerah tropis adalah kelembaban yang tinggi yang akan berdampak antara lain sebagai berikut:

a). Curah hujan akan meningkat. Kondisi saat ini, curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1% dalam seratus tahun terakhir. Hal ini dikarenakan untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan akan mengakibatkan kenaikan curah hujan sebesar 1%.

(30)

13 c). Air tanah akan lebih cepat menguap.

d). Beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. e). Angin akan bertiup lebih kencang dengan pola yang berbeda-beda. f). Terjadinya badai topan akan menjadi lebih besar.

g). Beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. h). Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim akan berpengaruh kepada sektor pertanian dan perikanan Indonesia antara lain menurunkan produktivitas pertanian dan perikanan khususnya pada wilayah pantai akibat naiknya temperatur bumi; terjadinya iklim ekstrim yang meningkat sehingga sektor pertanian dan perikanan akan kehilangan produksi akibat bencana kering dan banjir yang silih berganti; kerawanan pangan akan meningkat di wilayah yang rawan bencana kering dan banjir; dan tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan hama dan penyakit yang lebih beragam dan lebih hebat. Menurut Handoko et al (2008), konsekuensi perubahan iklim bagi Indonesia adalah:

1. Perubahan Musim dan Curah Hujan

Petani di Jawa dan Sumatera telah mengeluhkan kejadian cuaca yang tidak normal dalam beberapa tahun terakhir. Permulaan musim hujan bergeser 10-20 hari lebih lambat dan musim kering sekitar 10-60 hari lebih cepat. Daerah-daerah Indonesia yang berada di selatan garis khatulistiwa akan mengalami musim kering yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek namun lebih intensif. Selain itu cuaca menjadi lebih bervariasi dengan variabilitas curah hujan menjadi lebih tinggi.

(31)

14 2. Kondisi cuaca yang semakin ekstrem

Indonesia akan mengalami potensi bencana kekeringan dan banjir yang lebih sering dengan magnitude yang lebih tinggi karena cuaca yang ekstrim. Curah hujan yang tinggi juga berpotensi mengakibatkan bencana longsor pada berbagai daerah di Indonesia.

3. Kenaikan tinggi muka air laut

Peningkatan suhu global mengakibatkan pencairan salju dan gleicer di kutub utara dan selatan yang menyebabkan kenaikan tinggi muka laut antara 9 hingga 100 cm. Hal ini akan mempercepat erosi pantai, intrusi air laut ke dalam air tanah, merusak lahan-lahan basah di pantai dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. 2. Suhu Lautan yang menghangat

Air laut yang menghangat dapat menurunkan perkembangan plankton dan membatasi pasokan nutrisi bagi ikan, sehingga ikan akan bermigrasi ke daerah-daerah yang lebih dingin dan memiliki cukup pakan. Air laut yang menghangat juga menyebabkan kerusakan koral (coral).

3. Suhu udara semakin meningkat

Kondisi ini akan mengubah pola vegetasi serta distribusi serangga termasuk nyamuk, sehingga mampu bertahan pada daerah-daerah yang sebelumnya terlalu dingin.

(32)

15 Secara skematis, dampak-dampak perubahan iklim dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Sumber: IPCC (2001) dalam Boer et al, 2003

Gambar 1 . Proyeksi Dampak Perubahan Iklim Berdasarkan Hasil Studi dan Model

Menurut UNDP (2007), sektor-sektor yang akan terkena dampak perubahan iklim dan upaya adaptasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut dalam Tabel 2. Dampak Perubahan Iklim Dampak Positif: 1. Meningkatkan potensi hasil tanaman pada beberapa daerah lintang tengah akibat naiknya suhu. 2. Meningkatnya suplai kayu global

dari hutan

produksi. 3. Meningkatnya

ketersediaan air untuk manusia pada daerah kurang air ~ misalnya sebagian wilayah Asia Tenggara. 4. Menurunnya

tingkat kematian pada musim dingin di daerah lintang tinggi. 5. Menurunnya konsumsi energi untuk pemanasan karena naiknya suhu pada musim dingin.

Dampak negatif: 1. Menurunnya

produksi potensial pertanian di daerah tropik dan sub tropik akibat naiknya suhu. 2. Menurunnya

ketersediaan air khususnya pada daerah subtropik. 3. Meningkatnya

jumlah manusia yang terekspose terhadap penyakit menular (seperti malaria dan kolera) dan kematian karena panas.

4. Meluasnya wilayah beresiko banjir di daerah permukiman akibat meningkatnya curah hujan dan naiknya muka air laut. 5. Meningkatnya konsumsi energi untuk AC atau terganggunya suplai energi dari pembangkit listrik tenaga air.

(33)

16 Tabel 2. Sektor-Sektor yang Akan Terkena Dampak Perubahan Iklim dan

Upaya Adaptasi yang Dapat Dilakukan

Sektor Dampak Adaptasi

Pengairan

1. Kendala suplai irigasi dan

air minum, dan

peningkatan salinitas. 2. Intrusi air asin ke daratan

dan aquifer pantai.

1. Perencanaan, pembagian air, dan komersialisasi.

2. Suplai air alternatif dan mundur.

Ekosistem Darat

1. Peningkatan salinitas di lahan pertanian dan aliran air. 2. Kepunahan keanekaragaman hayati. 3. Peningkatan resiko kebakaran. 4. Invasi gulma.

Perubahan praktek penggunaan lahan, pengelolaan pertamanan, pengelolaan lahan, dan

perlindungan terhadap kebakaran.

Ekosistem Air

1. Salinisasi lahan sawah di wilayah pantai.

2. Perubahan ekosistem sungai dan sawah.

3. Eutropikasi.

1. Intervensi fisik. 2. Perubahan alokasi air. 3. Perubahan alokasi air dan

mengurangi aliran masuk hara.

Ekosistem Pantai

1. Perusakan terumbu karang. 2. Limbah beracun.

Penyemaian terumbu karang.

Pertanian dan

Kehutanan

1. Penurunan produktivitas, resiko banjir dan kekeringan, dan resiko kebakaran hutan.

2. Perubahan pada pasar global.

3. Peningkatan serangan hama dan penyakit.

4. Peningkatan produksi oleh peningkatan CO2 diikuti

dengan penurunan produksi oleh perubahan iklim.

1. Perubahan pengelolaan dan kebijakan, perlindungan terhadap kebakaran, dan peramalan musim.

2. Pemasaran, perencanaan, dan perdagangan karbon.

3. Pengendalian terpadu dan penyemprotan.

4. Merubah teknik usaha tani dan industri.

Hortikultura

Dampak campuran dan tergantung spesies dan lokasi.

Relokasi

Perikanan Perubahan tangkapan. Monitoring dan pengelolaan Perumahan

dan Industri

Peningkatan dampak banjir, badai, dan kenaikan muka air laut.

Pewilayahan dan perencanaan bencana.

Kesehatan 1. Ekspansi dan perluasan vektor penyakit.

2. Peningkatan polusi fotokimia udara.

1. Karantina, eradikasi atau pengendalian penyakit. 2. Pengendalian emisi. Sumber: United Nations Development Program–Indonesia, 2007

(34)

17 2.3 Dampak Terhadap Perikanan Budidaya

Kegiatan perikanan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim karena lokasinya yang berada pada dataran rendah (low lying area). Untuk kegiatan budidaya, dampak utama berupa penggenangan kawasan budidaya, kehilangan aset ekonomi dan infrastruktur perikanan, meningkatnya erosi dan rusaknya lahan budidaya di wilayah pesisir serta keanekaragaman hayati pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kerugian akan diderita oleh masyarakat pesisir, nelayan tangkap, dan pembudidaya dalam bentuk:

a). Menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil akibat erosi pantai, intrusi air laut, dan pencemaran.

b). Berkurangnya produktifitas perikanan karena rusaknya ekosistem mangrove dan terumbu karang akibat kenaikan suhu permukaan air laut dan perubahan rezim air tanah.

c). Kerusakan lahan budidaya perikanan akibat penggenangan oleh air laut maupun banjir yang disebabkan kenaikan muka air laut.

d). Kerusakan rumah dan potensi kehilangan jiwa akibat kejadian ekstrim seperti badai tropis dan gelombang tinggi.

Untuk menghitung kerugian secara ekonomis masih memerlukan kajian lebih detail terkait dengan nilai ekonomi sumberdaya, lahan produktif, kegiatan ekonomi, dan infrastruktur di wilayah pesisir. Sebagai gambaran umum, saat ini Indonesia telah memiliki ± 400.000 ha lahan budidaya tambak dan berbagai infrastruktur perikanan. Penggenangan lahan tersebut tentu saja akan mengganggu produksi terutama udang yang merupakan komoditas ekspor strategis. Selain itu,

(35)

18 dampak perubahan iklim juga akan memperburuk kondisi sosial ekonomi dari sekitar 8.000 desa pesisir dengan populasi sekitar 16.000.000 jiwa dengan indeks kemiskinan mencapai 32% (Dekimpraswil, 2002).

Pada sektor pertambakan, perubahan iklim membuat udang menjadi lebih rentan dengan perubahan cuaca. Daya tahan udang menurun sehingga mudah terserang penyakit. Selain itu, perubahan cuaca dan suhu perairan dapat memicu stress pada udang.

Menurut Muralidhar et al (2010), menyatakan bahwa curah hujan dan jumlah hari hujan yang tinggi mengakibatkan terjadinya penurunan salinitas, fluktuasi tingkat keasaman (PH), dan mengurangi Dissolved Oxygen (DO) air tambak. Dampak yang akan ditimbulkan adalah daya tahan tubuh udang akan turun, molting, udang terkena penyakit, dan biaya produksi yang keluarkan menjadi besar. Suhu yang tinggi mengakibatkan salinitas meningkat, tingkat keasaman (PH) meningkat, dan kekeringan sehingga menyebabkan tingkat pertumbuhan udang rendah, periode budidaya meningkat, dan meningkatnya biaya produksi.

Menurut Sutanto (2009)1, peralihan dari musim hujan ke kemarau dan perubahan cuaca yang ekstrem menurunkan daya tahan udang sehingga di beberapa daerah mulai merebak penyakit virus pada udang. Di Jawa Timur, penyakit Infectious Myo Necrosis Virus (IMVN) menyebar pada beberapa areal tambak di Banyuwangi, Situbondo, dan Malang. Adapun di Lampung terjadi serangan penyakit bintik putih atau White Spot Syndrome Virus (WSSV). Serangan virus telah menyebabkan produksi udang turun 30-40 persen. Gangguan penyakit

1. Harian Kompas Selasa 5 Mei 2009. Perubahan Cuaca Ekstrem, Penyakit Udang Merebak.

(36)

19 pada udang memang setiap tahun terjadi. Biasanya terjadi pada periode Desember-Februari, yang dipicu oleh perubahan cuaca dan suhu perairan.

Menurut Subiyakto (2009)2, budidaya udang juga terpengaruh dampak peralihan musim hujan ke musim kemarau yang berkepanjangan. Selain itu, dampak perubahan iklim yang tercermin dari pergantian cuaca harian yang ekstrem, yakni panas dan hujan datang bergantian sehingga membuat suhu perairan di tambak berfluktuasi 280–310C. Gejolak perubahan cuaca dan suhu perairan telah memicu stress pada udang dan melemahnya daya tahan tubuh benih udang (benur). Menurunnya daya tahan tubuh mengakibatkan udang lebih mudah terjangkit penyakit. Perubahan suhu perairan juga memacu meletupnya pertumbuhan plankton di perairan, hal ini dapat menggangu sirkulasi oksigen di tambak yang akhirnya berdampak pada udang. Selain udang dewasa, perubahan cuaca yang ekstrem juga berpengaruh pada benur. Angka kehidupan benur yang biasanya 75-80% kini turun menjadi sekitar 50%.

Beberapa item yang perlu diwaspadai pada saat musim hujan terkait dengan teknis budidaya antara lain:

1. Tingkat kestabilan kualitas air tambak. Pada saat musim hujan, kualitas air tambak cenderung tidak stabil dan berfluktuasi serta pada kondisi ekstrim akan terjadi penurunan kualitas perairan secara drastis. Kualitas perairan erat sekali dengan aktivitas plankthon (phytoplankthon) dalam berfotosintesa untuk menghasilkan cholorophyl (zat hijau daun) yang sangat berguna dalam menjaga keseimbangan ekosistem perairan tersebut. Kegiatan fotosintesa oleh plankthon (phytoplankthon) tersebut sangat tergantung oleh

2. Harian Kompas Selasa 5 Mei 2009. Perubahan Cuaca Ekstrem, Penyakit Udang Merebak.

(37)

20 adanya sinar matahari, sedangkan pada musim hujan intensitas sinar matahari di dalam perairan tambak relatif minim sehingga kualitas air tambak cenderung tidak stabil. Pada saat curah hujan sangat tinggi, bahkan sering dijumpai fenomena “plankthon collaps”, yaitu plankthon yang ada di dalam perairan tambak mengalami “kematian secara massal”. Pada kondisi kualitas air tambak tidak stabil, udang akan sangat mudah mengalami stress dan sangat rentan terhadap berbagai ancaman penyakit.

2. Sumber pemasukan air (inlet). Di Indonesia secara umum sumber pemasukan air (inlet) yang digunakan untuk sirkulasi air tambak adalah air yang diambil secara langsung dari laut atau sungai besar. Pada saat musim hujan sumber pemasukan air ini relatif keruh dan kotor karena erosi dan kotoran yang terbawa oleh aliran air laut atau sungai. Kondisi air seperti ini jika digunakan secara langsung dalam proses sirkulasi air tambak akan berpengaruh terhadap kualitas air yaitu adanya partikel-partikel di dalam perairan tambak. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan penyakit insang merah pada udang.

3. Program pemberian pakan. Pada saat musim hujan, program pemberian pakan (terutama yang terkait dengan pakan harian) biasanya terganggu baik itu frekuensi yang diberikan maupun tingkat rataan sebaran pakan dalam petakan. Kondisi seperti ini lebih terkait dengan sikap dan kedisiplinan dari petugas pemberi pakan, karena biasanya seseorang cenderung malas dan seenaknya dalam memberikan pakan dalam kondisi hujan. Perubahan frekuensi pakan dan sebaran pakan yang tidak merata secara tidak langsung

(38)

21 dapat mengakibatkan ukuran udang atau tingkat variasi udang akan beragam dan pada kondisi ekstrim dapat memperburuk kondisi udang.

Menurut Marindro (2008), faktor musim memiliki pengaruh yang nyata terhadap proses budidaya udang terutama terkait dengan pengelolaan kualitas air tambak dan kondisi serta kualitas udang. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda terhadap proses budidaya udang. Karakteristik tersebut terkait dengan intensitas sinar matahari dan intensitas air hujan pada perairan tambak. Mengacu pada perbedaan karakteristik tersebut maka sudah selayaknya jika sistem pengelolaan budidaya udang pada kedua musim tersebut juga berbeda agar tidak terjadi treatment error yang dapat merugikan usaha budidaya udang pada periode tersebut.

Pengetahuan dasar tentang karakteristik musim kemarau dan musim hujan bagi proses budidaya udang sudah sewajarnya dipahami oleh para pelaku budidaya udang, karena bagaimanapun juga pada umumnya proses budidaya udang di Indonesia dilakukan pada dua periode musim tersebut dalam satu tahun secara bergantian. Tabulasi di bawah ini merupakan matriks perbedaan antara musim kemarau dan musim hujan serta pengaruhnya terhadap kualitas air dan kondisi atau kualitas udang.

(39)

22 Tabel 3. Matriks Perbedaan Antara Musim Kemarau dan Musim Hujan

Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air dan Kondisi/Kualitas Udang

No. Items Musim Kemarau Musim Hujan

1. Intensitas sinar matahari Tinggi Rendah

2. Salinitas air tambak Tinggi Rendah – sedang 3. Kestabilan plankton Stabil – booming Tidak stabil –

collaps

4. Pertumbuhan udang Lambat – kuntet Normal 5. Kecerahan air Cenderung rendah (pada

kecerahan tinggi berpotensi menumbuhkan lumut di dasar tambak)

Cenderung tinggi

6. Warna air Dominan hijau, hijau pupus, dan hijau kekuningan, Pada malam hari terkadang dijumpai fenomena air menyala

Dominan coklat dan coklat kehijauan.

Sumber: Marindro, 20083

Berdasarkan Tabel 3 di atas terlihat bahwa intensitas sinar matahari sangat berpengaruh terhadap kualitas air tambak yang pada akhirnya ikut berpengaruh pula pada pertumbuhan udang. Meskipun memiliki karakteristik yang berbeda, proses budidaya udang pada kedua musim tersebut sama-sama memerlukan penanganan yang cermat terutama dalam pengelolaan kualitas air tambak. Kecermatan penanganan dibutuhkan sebagai upaya mencegah kecenderungan perubahan kualitas air secara drastis yang disebabkan oleh karakteristik kedua musim tersebut. Pengetahuan dasar tentang karakteristik musim kemarau dan musim hujan bagi proses budidaya udang sudah sewajarnya dipahami oleh para pelaku budidaya udang, karena bagaimanapun juga pada umumnya proses budidaya udang di Indonesia dilakukan pada dua periode musim tersebut dalam satu tahun secara bergantian.

3. Marindro, I. 2008. Waspada Terhadap Musim Hujan. Dalam Http://marindro-ina.blogspot.com//. Diakses pada tanggal 30 September 2010.

(40)

23 2.4 Pengertian Adaptasi Perubahan Iklim

Menurut Bennett (1978) dalam Mulyadi (2005), menyatakan bahwa adaptasi merupakan tingkah laku penyesuain (behavioral adaptation) yang menunjuk pada tindakan. Menurut Vayda dan Rappaport (1968) dalam Mulyadi (2005), adaptasi manusia dapat dilihat secara fungsional dan prosesual. Adaptasi fungsional merupakan respon suatu organisme atau sistem yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi stabil. Adaptasi prosesual merupakan sistem tingkah laku yang dibentuk sebagai akibat dari proses penyesuaian manusia terhadap berbagai perubahan lingkungan di sekitarnya.

Proses adaptasi merupakan satu bagian dari proses evolusi kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk menyesuaikan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik maupun sosial yang terjadi secara temporal. Perubahan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia adalah perubahan lingkungan yang berupa bencana, yaitu kejadian yang mengancam terhadap kelangsungan hidup organisme termasuk manusia. Dalam menghadapi perubahan lingkungan akibat bencana tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk pola-pola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi mata pencaharian (Mulyadi, 2005).

Adaptasi perubahan iklim adalah upaya antisipasi untuk menyesuaikan diri yang harus dilakukan berbagai sektor pembangunan dengan terjadinya perubahan iklim global yang akan menimbulkan berbagai dampak terhadap seluruh aktivitas manusia (Tim Peneliti LPPM-IPB, 2010). Menurut Murdiyarso (2001), adaptasi terhadap dampak perubahan iklim adalah salah satu cara penyesuaian yang

(41)

24 dilakukan secara spontan atau terencana untuk memberikan reaksi terhadap perubahan iklim yang diprediksi atau yang sudah terjadi.

Persepsi petambak yang tidak akurat mengenai perubahan iklim akibat dari rendahnya kesadaran dan pemahaman. Hal ini akan menyebabkan perbedaan cara adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang. Menurut Natawijaya et al. (2009), faktor penghambat utama adaptasi adalah kurangnya akses terhadap informasi yang relevan. Akibatnya informasi dan pengetahuan terkait perubahan iklim menjadi rendah. Sedangkan faktor yang membantu adaptasi adalah pengalaman dan mengikuti petambak lain.

(42)

25 III. KERANGKA PEMIKIRAN

Perubahan iklim global yang diakibatkan dari meningkatnya emisi gas rumah kaca salah satunya ditandai dengan munculnya gejala El Nino dan La-Nina dengan konsekuensi dampak pada fluktuasi variabilitas iklim global dengan adanya kekeringan yang berkepanjangan dan musim hujan yang panjang sehingga terjadi banjir ditempat lain serta munculnya gejala cuaca ekstrim. Perubahan iklim global dapat mempengaruhi iklim lokal. Dalam konteks lokal perubahan iklim dapat dilihat dari peningkatan suhu, perubahan jumlah curah hujan, perubahan jumlah hari hujan, dan perubahan ketinggian pasang surut.

Perubahan iklim merupakan ancaman bagi kegiatan perikanan budidaya yaitu penurunan produksi, memperlambat pertumbuhan, dan dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Sehinga diperlukan penelitian mengenai dampak perubahan iklim lokal terhadap usaha perikanan tambak salah satunya adalah tambak udang. Diperlukan kajian secara komprehensif mengenai fenomena gejala-gejala perubahan iklim, dampak perubahan iklim terhadap kesejahteraan petambak udang, dan strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang akibat dari perubahan iklim.

Berdasarkan penjelasan di atas penelitian ini akan melihat keterkaitan antara tiga komponen di atas. Langkah pertama adalah mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal yang terjadi di Kecamatan Muaragembong. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari perubahan iklim terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong. Hipotesis pertama adalah perubahan iklim lokal berpengaruh terhadap kesejahteraan petambak udang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menganalisis

(43)

26 data penurunan produktifitas udang, kenaikan biaya adaptasi, Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU), dan analisis ecological footprint. Hipotesis kedua adalah produksi udang dipengaruhi oleh variabel iklim (curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata) dan luas lahan yang berpengaruh terhadap jumlah produksi udang. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda.

Langkah yang terakhir adalah dengan mengidentifikasi bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang di Kecamatan Muaragembong akibat dari perubahan iklim. Data yang diperlukan adalah data primer yang diperoleh dari hasil survei dan wawancara langsung terhadap petambak udang. Setelah itu data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Kemudian ditentukan rekomendasi kebijakan untuk permasalahan akibat perubahan iklim yang berdampak pada sektor perikanan budidaya tambak udang di Kecamatan Muaragembong. Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

(44)

27 IV. METODE PENELITIAN

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Rekomendasi

kebijakan

Analisis penurunan produktifitas, kenaikan

biaya adaptasi , Nilai Tukar Petambak Udang,

dan analisis ecological

footprint

Identifikasi fenomena

perubahan iklim lokal dampak perubahan iklim lokal Identifikasi dan analisis

Strategi adaptasi petambak akibat perubahan iklim lokal

Analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap usaha tambak udang

Perubahan iklim global

Fenomena perubahan iklim lokal

Potensi dampak perubahan iklim lokal terhadap perikanan budidaya

Perubahan iklim lokal berpengaruh terhadap kesejahteraan petambak

udang

Produksi udang dipengaruhi oleh variabel iklim (curah

hujan, jumlah hari hujan, dan suhu

rata-rata).

(45)

28 IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan Kecamatan Muaragembong merupakan daerah muara dari Sungai Citarum, pesisir pantai Teluk Jakarta, dan merupakan salah satu daerah yang banyak terdapat tambak udang di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2010 untuk pengambilan data primer dan sekunder.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden (petambak udang) melalui kuesioner. Data primer meliputi data karakteristik petambak udang, pendapatan dan pengeluaran petambak udang, jumlah musim panen, dan adaptasi dari petambak udang akibat perubahan iklim serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalui pengumpulan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bekasi, Kecamatan Muaragembong, Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Bekasi, Dinas Hidro dan Oseanografi (Dishidros) TNI AL, LIPI Oseanografi Jakarta, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta literatur-literatur yang relevan dalam penelitian. Data sekunder berupa daerah penelitian, data produksi udang, luas areal tambak udang, jumlah hari hujan, curah hujan, suhu, dan lain-lain yang diperlukan dalam penelitian dengan series data dari tahun 2000-2009.

(46)

29 4.3 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan sampel dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) dengan metode non-probability sampling pengambilan sampel dengan cara tidak acak. Dengan teknik ini tidak semua individu dalam populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sample. Pengambilan sampel akan dilakukan secara sengaja atau dipilih berdasarkan suatu kriteria tertentu agar suatu individu dijadikan sampel. Kriteria yang dipilih adalah petambak yang bertempat tinggal secara pasti di Kecamatan Muaragembong tersebut dan telah bertambak udang selama lima tahun.

Hal ini agar mendapat responden yang berpengalaman sehingga diperoleh informasi yang mendalam mengenai akibat perubahan iklim yang mempengaruhi usaha tambak udang. Dalam penelitian ini objek yang akan dijadikan sampel adalah para petambak udang di Kecamatan Muaragembong Kabupaten Bekasi. Jumlah responden sebanyak 62 orang yang mewakili pelaku usaha tambak udang di Kecamatan Muaragembong.

4.4 Metode dan Prosedur Analisis

Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur, observasi, browsing melalui internet, pengisian kuesioner, dan wawancara secara langsung dengan responden. Metode pengisian kuesioner dan wawancara langsung dilakukan secara purposive dalam penentuan respondennya. Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan bantuan program Microsoft Office

Exxcel dan SPSS 16.0. Metode prosedur penelitian yang digunakan dapat dilihat

(47)

30 Tabel 4. Metode Prosedur Penelitian

Tujuan Jenis dan Sumber Data Pengumpulan Data Metode Analisis Data Mengidentifikasi fenomena perubahan iklim lokal.

Data primer dari petambak udang di Kecamatan Muaragembong. Kabupaten Bekasi dan data sekunder dari BPS Kabupaten Bekasi, LIPI Oseanografi, Dishidros TNI AL, dan BMKG Bogor. Wawancara, kuesioner, dan studi literatur Analisis deskriptif Mengidentifikasi dan menganalisis dampak dari fenomena perubahan iklim lokal terhadap kesejahteraan petambak udang di Kecamatan Muaragembong.

Data primer dari petambak udang di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi. Data sekunder dari BPS Kabupaten Bekasi, LIPI Oseanografi, Dishidros TNI AL dan BMKG Bogor. Kuesioner, wawancara, dan studi literatur Analisis deskriptif mengenai kenaikan biaya adaptasi, penurunan produktifitas, Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU), Analisis ecological footprint, dan analisis regresi linear berganda. Mengidentifikasi strategi adaptasi yang dilakukan oleh petambak udang dalam menghadapi perubahan iklim lokal.

Data primer dari petambak udang di Kecamatan Muaragembong, Kabupaten Bekasi Kuesioner dan wawancara Analisis deskriptif

4.4.1 Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Usaha Tambak Udang di Kecamatan Muaragembong

Dampak dari perubahan iklim dapat dilihat dari trend produksi di sektor perikanan tambak udang. Data mengenai jumlah udang per panen atau per tahun sangat berguna untuk melihat trend yang terjadi, apakah mengalami peningkatan atau penurunan. Perubahan iklim akan menyebabkan periode panen menjadi

(48)

31 berubah-ubah sehingga pendapatan petambak udang menjadi tidak menentu. Dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan tambak yang akan dianalisis adalah perubahan kenaikan pasang surut air laut, perubahan produktifitas, perubahan biaya, perubahan musim hujan dan kemarau, dan intensitas banjir akibat kenaikan curah hujan.

4.4.2 Analisis Regresi

Analisis regresi diperlukan untuk melihat keterkaitan hasil produksi dengan unsur iklim dalam rangka menginterpretasikan tingkat kesejahteraan petambak. Model rancangan regresi tersebut yaitu (Lains, 2003):

Y = α + β1X1 + β2 X2 +………+βn Xni ………...………(i)

Dimana : Y : Nilai rata-rata dugaan α : Intersep

β1 : Parameter yang mempengaruhi nilai rataan

X1 : Variabel yang mempengaruhi nilai rataan

βn : Parameter ke n

Xn : Variabel ke n εi : Galat/error

Dalam penelitian ini analisis regresi dilakukan melalui analisis hubungan antara produksi udang dan indikator perubahan iklim yaitu:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + ε ………..…………(ii)

Dimana: Y : Produksi udang (ton) X1 : Luas lahan tambak (ha)

X2 : Curah hujan (mm/tahun)

X3 : Jumlah hari hujan (hari)

X4 : Suhu rata-rata (0C)

Rumus regresi tersebut diformulasikan dari hasil studi yang dilakukan oleh Buwono (1993), DKP (2002), Kisworo (2007), dan Marindro (2008) tentang kesesuaian lahan untuk tambak udang, menyatakan bahwa produksi tambak udang dipengaruhi oleh faktor luas lahan tambak dan variabel iklim (curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata). Dengan demikian, penelitiaan ini menggunakan

(49)

32 fungsi produksi udang sebagai fungsi dari luas lahan, curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata. Dalam konteks ini produksi udang akan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada variabel-variabel iklim dan luas lahan. Produksi akan dipengaruhi oleh peningkatan luas lahan akan menyebabkan meningkatnya jumlah produksi udang. Peningkatan curah hujan, jumlah hari hujan, dan suhu rata-rata menyebabkan meningkatnya intensitas dan ketinggian banjir serta datangnya penyakit pada udang yang dapat mengakibatkan turunnya jumlah pruduksi udang.

4.4.3 Analisis Nilai Tukar Petambak Udang

Salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petambak adalah menggunakan Nilai Tukar Petambak Udang (NTPU) berasal dari konsep Nilai Tukar Nelayan atau Nilai Tukar Petani. NTPU mempertimbangkan seluruh pendapatan dan seluruh pengeluaran keluarga. Pada dasarnya NTPU merupakan indikator untuk mengukur kesejahteraan petambak secara relatif. Oleh karena indikator tersebut juga merupakan ukuran kemampuan keluarga petambak untuk memenuhi kebutuhan subsistennya. NTPU juga disebut nilai tukar subsisten (subsistence term of trade). Oleh karena itu, segala upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat petambak atau nelayan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petambak dan nelayan harus mampu meningkatkan NTPU atau NTN secara teratur secara terus menerus. NTPU merupakan indikator untuk mengukur nilai kesejahteraan masyarakat yang mengusahakan tambak udang secara relatif dengan rumus sebagai berikut:

NTPU = Yt / Et ...(4.3)

Gambar

Gambar 1 . Proyeksi Dampak Perubahan Iklim Berdasarkan Hasil Studi dan  Model
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Rekomendasi
Gambar 3. Peta Letak Kecamatan Muaragembong
Gambar 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia  5.6.2 Tingkat Pendidikan Terakhir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akibat kacaunya arus dingin dan panas ini maka perubahan iklim juga menciptakan fenomena cuaca yang kacau, termasuk curah hujan yang tidak menentu, aliran

Makalah ini membahas dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya air di Indonesia melalui identifikasi dengan data dan fakta empirik terjadinya tren perubahan curah hujan

perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai

Dengan mengkaji dampak perubahan iklim terhadap karakteristik hujan, serta mencermati pengaruh intensitas curah hujan terhadap fenomena banjir, diharapkan

Dampak perubahan iklim pada lahan pertanian di bagian sebelumnya dilakukan dengan membandingkan curah hujan dan gagal panen akibat banjir dan kekeringan di

Gas Rumah Kaca Emisi Perubahan Iklim Perubahan Iklim Perubahan Iklim Perubahan Iklim Kejadian alam ekstrem Kenaikan muka air laut Perubahan temperatur Perubahan Curah hujan

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan curah hujan total tahunan, bulan basah (DJF), bulan kering (JJA), dan bulan peralihan (MAM & SON) pada

Indikator dampak perubahan iklim antara lain peningkatan curah hujan, suhu, kelembapan, intensitas cahaya matahari, angin. Perubahan iklim mempengaruhi sektor