• Tidak ada hasil yang ditemukan

Heri Hartanto HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Heri Hartanto HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA Oleh"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

1 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

Oleh : Heri Hartanto.

ABSTRAK

Asas praduga tidak bersalah (Persumtion of Innocence) dan persamaan dihadapan hukum (Equality Before The Law) merupakan landasan bagi tersangka untuk mendapatkan peradilan pidana yang adil. Oleh karena itu, tersangka memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi oleh penegak hukum. Pelaksanaan penegakan hukum diperlukan upaya paksa terhadap tersangka. Setiap upaya paksa yang dilakukan oleh penegakan hukum akan bersinggungan dengan Hak asasi manusia, tindakan upaya paksa merupakan perampasan terhadap Hak Asasi Manusia atau privasi seseorang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi peradilan dalam sistim peradilan pidana, sehingga pelaksanaanya harus didasarkan pada hukum acara yang berlaku (due process). Mekanisme untuk mengawal prosedur upaya paksa dalam KUHAP dilakukan dengan lembaga Pra Peradilan.

Lembaga Pra Peradilan hanya melakukan pengujian secara administrasi terhadap surat-surat yang melengkapi keberadaan proses upaya paksa tersebut, sehingga pengujian substansiil tidak bermakna lagi. Pra Peradilan tidak cukup efektif untuk melindungi tersangka dari potensi perbuatan sewenang-wenang aparat penegak hukum dari tindakan upaya paksa. Pasal 77 KUHAP mengatur lembaga Pra Peradilan hanya sebatas pengujian administratif, tidak termasuk substansi permasalahan. Dalam Pra Peradilan, Penyidik atau penuntut Umum hanya harus membuktikan bahwa ia telah melaksanakan proses yang memenuhi syarat formil dan terpenuhinya syarat subjektif tersangka.

Dalam Konsep RUU KUHAP memunculkan gagasan hakim komisaris sebagai pengganti dari Praperadilan yang dimuat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang dinilai mengandung kelemahan dan tidak efektif dalam melakukan pengawasan atau kontrol penggunaan wewenang penyidik dan penuntut umum dalam tahap penyidikan dan penuntutan. Hakim komisaris dinilai sebagai alternatif pilihan terbaik sebagai pengganti Praperadilan yang memiliki fungsi yang sama yaitu melakukan pengawasan atau kontrol pada tahap pendahuluan.

(9)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

2 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

PENDAHULUAN

Proses hukum yang adil dan sistim peradilan tidak mungkin dapat dipisahkan. Tidak mungkin seseorang mendapatkan proses hukum yang adil tanpa melalui sistim peradilan. Sistim peradilan merupakan wadah bagi proses hukum yang adil bagi para pencari keadilan, sedangkan proses hukum yang adil merupakan roh dari sistim peradilan itu sendiri. Masalah bantuan hukum memiliki peran yang penting dalam penegakan proses hukum yang adil, ditandai dengan adanya perlindungan hak-hak tersangka dan terdakwa1. Penegakan hukum menuntut adanya aparat penegak hukum yang bermental tangguh dan mempunyai integritas moral yang tinggi. Demikian juga dengan keberadaan bantuan hukum dalam sistim peradilan diharapkan dapat membantu jalannya proses peradilan yang jujur, berimbang dan tidak memihak, agar apa yang menjadi tujuan Negara hukum dapat diwujudkan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah mengatur asas praduga tidak bersalah (Persumtion of Innocence), persamaan dihadapan hukum (Equality Before The Law), sebagai mekanisme untuk mencapai sistim peradilan pidana yang adil. Mardjono Reskodiputro berpendapat, asas praduga tidak bersalah adalah asas utama proses hukum yang adil (due prosess of law), yang sekurang-kurangnya memuat :

a. Perlindungan terhadap sikap sewenang-wenang dari pejabat Negara. b. Pengadilanlah yang berwenang memutuskan bersalah tidaknya terdakwa. c. Sidang pengadilan harus terbuka untuk umum.

d. Tersangka dan terdakwa harus mendapat jaminan untuk dapat membela diri sepenuhnya2.

Sebagai upaya penegakan hukum, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) diberi wewenang untuk melakukan upaya paksa terhadap tersangka dan/atau terdakwa. Setiap upaya paksa dalam penegakan hukum akan bersinggungan dengan Hak asasi manusia, sehingga pelaksanaanya harus didasarkan pada hukum acara yang berlaku (due process) dintinjau dari sudut pandang universal maupun dalam KUHAP, tindakan upaya paksa merupakan perampasan terhadap Hak Asasi Manusia atau privasi seseorang yang dilakukan oleh penguasa (aparat penegak hukum) dalam melaksanakan fungsi peradilan dalam sistim

1 H. Heri Tahir, 2010, Proses Hukum yang Adil dalam Sistim Peradilan Pidana di Indonesia, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hal. 4.

2 Mardjono Reskodiputro, 1997, Bunga Rampai Permasalahan dalam Systim Peradilan Pidana, Kumpulan

Karangan Buku kelima, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (D/H Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 36.

(10)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

3 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

peradilan pidana3. Upaya paksa tersebut meliputi pengangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. Tindakan upaya paksa terhadap penggeledahan dan penyitaan memerlukan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat4, sehingga meminimalisir penyalahgunaan wewenang dari aparat penegak hukum. Tetapi upaya paksa penangkapan dan penahanan pada prinsipnya merampas kemerdekaan seseorang, tetapi tidak memerlukan izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Sehingga wewenang penangkapan dan penahanan tersangka/terdakwa berpotensi disalahgunakan oleh aparat penegak hukum. Izin diperlukan dalam hal dilakukan perpanjangan penahanan oleh Penyidik wajib mendapat persetujuan Penuntut Umum, dan perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum wajib mendapatkan izin dari Ketua Pengadilan Negeri Setepat.

Pasal 21 ayat (4) KUHAP mengatur alasan objektif dilakukan penahanan hanya untuk perbuatan pidana dan atau percobaan maupun bantuan pemberian bantuan dalam tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih. Atau tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26

Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak

Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086).

Diluar alasan-alasan objektif tersebut, terdapat pula alas an subjektif seorang tersangka/terdakwa dapat dilakukan penahanan, diantaranya kekhawatiran terhadap tersangka/terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulagi perbuatan pidana. Alasan subjektif ini seringkali sulit untuk diukur, bagaimana menilai seorang tersangka /terdakwa berniat akan melarikan diri? Jika dalam proses penyidikan seluruh bukti telah disita, tersangka selalu datang jika diperlukan pemeriksaan, dan tidak menunjukan perbuatan yang akan melakukan perbuatan pidana lain, maka secara subjektif bagi Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim tidak memiliki alas an untuk melakukan penahanan terhadap tersangka / terdakwa dalam proses selanjutnya hingga dijatuhkan putusan

3 Yahya Harahap, cetakan ke-8, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang

Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali (Edisi Kedua), Sinar Grafika, Jakarta, hal. 6.

(11)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

4 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

yang berkekuatan hukum tetap. Keabsahan upaya paksa oleh aparat penegak hukum dapat diuji melalui lembaga Pra Peradilan.

KELEMAHAN PRA PERADILAN

Lembaga Pra Peradilan lahir sebagai upaya proteksi dari penyimpangan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, sekaligus sebagai cara untuk melindungi Hak Asasi Manusia bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya untuk mencapai keadilan. Pembahasan tentang keadilan itu sendiri akan menjadi perdebatan panjang jika di pisahkan antara keadilan substansif dengan keadilan prosedural. Beberapa penulis memberi argumentasi bahwa keadilan subtansif lebih diutamakan dibandingkan dengan keadilan prosedural5.

Berdasarkan Pasal 77 KUHAP, wewenang Pra Peradilan hanya sebatas sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Wewenang ini hanya sebatas pengujian administrastif terhadap proses upaya paksa tersebut (prosedural). Lalu apakah proses Pra Peradilan dipandang hanya sebatas mencari keadilan prosedural yang dapat dikesampingkan oleh keadilan substantif?

Tersangka memiliki hak untuk mengajukan Pra Peradilan terhadap sah tidaknya penangkapan dan atau penahanan dilakukan terhadapnya. Hak ini harus dipandang sebagai hukum dalam pengertian subjektif, yang menjadi kekuatan kehendak yang diberikan oleh tatanan hukum6. Pengujian melalui Pra Peradilan hanya dibatasi terhadap pengujian administratif, tetapi hak ini harus dipandang sebagai salah satu bentuk hak yang harus dipenuhi oleh aparat penegak hukum.

Dalam tataran praktis aparat penegak hukum memandang hak tersangka yang bersifat administratif bukan sebagai hal penting untuk dipertimbangkan. Gugatan Pra Peradilan yang diajukan oleh Ratna Sarumpet dkk ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Alasan penolakan Pra Peradilan tersebut adalah keterlambatan pemberian surat perintah penahanan

5 Bambang Sutiyoso, Mencari Format Ideal Keadilan Putusan dalam Peradilan, Jurnal Hukum, Vol. 2 Nomor 17, April 2010, hal. 231.

6 Hans Kelsen, 2011, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Penerbit Nusa Media, Bandung hal. 152.

(12)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

5 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

hanya sebatas masalah administrasi7. Penyidik wajib memberikan surat perintah penangkapan dan penahanan pada saat penangkapan8 maupun pada saat penahanan9 kepada tersangka sebagai bagian dari perlindungan hak asasi tersangka. Keterlambatan dalam menerbitkan surat perintah penangkapan dan penahanan tidak dapat dipandang sebagai masalah administrasi semata karena pemberian surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan merupakan upaya untuk melindungi hak asasi tersangka yang dilindungi oleh Undang-Undang. Keterlambatan dalam menerbitkan surat perintah penangkapan dan penahanan harus dipandang sebagai pelanggaran hak asasi tersangka yang mengakibatkan ketidakabsahan penangkapan dan penahanan tersangka.

Contoh lain pengalaman empiris Pra Peradilan adalah gugatan Pra Peradilan yang diajukan oleh Bachtiar Abdul Fatah, salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Alasan yang diajukan oleh Bachtiar Abdul Fatah adalah tidak sahnya penetapan dirinya sebagai tersangka10. Definisi tersangka dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP yang berbunyi tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai tersangka adalah ada bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam gugatan Pra Peradilan tersebut, penyidik dituntut untuk menunjukan bukti permulaan yang dijadikan dasar penetapan tersangka. Hakim Suko Harsono pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menganggap penyidik tidak dapat membuktikan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Bachtiar Abdul Fatah sebagai tersangka maka surat penetapan Bachtiar Abdul Fatah sebagai tersangka tidak sah menurut hukum, dan sebagai konsekwensi lanjutannya adalah penahanan terhadap Bachtiar Abdul Fatah juga menjadi tidak sah. Pertimbangan hukum yang dibuat oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan merupakan suatu terobosan baru dengan memperluas penafsiran Pasal 77 KUHAP. Hakim tidak hanya menilai Pra Peradilan sebagai mekanisme pengujian administrasi semata. Tetapi Badan Pengawasam

7 Kliping koran KOMPAS : 1 April 1998 : Keterlambatan Surat Penahanan Hanya Masalah Administasi, Hal. 13, sebagaimana dikutip oleh H. Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, 2007, Peradilan Bebas dan Contempt of Court, Diadit Media, Jakarta, hal. 179.

8 Pasal 18 ayat (1) KUHAP. 9 Pasal 21 ayat (2) KUHAP.

10 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50b4e182d6856/hakim-perintahkan-jaksa-bebaskan-karyawan-chevron , diakses tanggal 1 Oktober 2013.

(13)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

6 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

Mahkamah Agung menganggap terobosan hukum yang dilakukan oleh Hakim Suko Harsono sebagai suatu pelanggaran, dan menjatuhkan sanksi disiplin11.

Pra Peradilan terbukti tidak cukup untuk melindungi dari potensi perbuatan sewenang-wenang aparat penegak hukum dari tindakan upaya paksa. Pasal 77 KUHAP mengatur lembaga Pra Peradilan hanya sebatas pengujian administratif, tidak termasuk substansi permasalahan. Dalam Pra Peradilan, Penyidik atau penuntut Umum hanya membuktikan bahwa ia telah melaksanakan proses yang memenuhi syarat formil dan syarat subjektif tersangka (pelaku akan melarikan diri, menghilangkan/merusak barang bukti atau mengulangi perbuatan pidana). Pengalaman empiris menunjukan lemahnya Pra Peradilan dalam menguji upaya paksa. Lembaga Pra Peradilan hanya melakukan pengujian secara administrasi terhadap surat-surat yang melengkapi keberadaan proses upaya paksa tersebut, sehingga pengujian substansiil tidak bermakna lagi.

Berdasarkan Pasal 77 KUHAP, wewenang Pra Peradilan hanya sebatas pada sah tidaknya penangkapan dan penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan, tetapi tidak termasuk upaya paksa berkaitan dengan penggeledahan, penyitaan, penangkapan dan penahanan yang disertai dengan kekerasan dan penyiksaan. Sifat limitatif lembaga Pra Peradilan menunjukan wewenangnya sebagai examinating judge, karenanya tidak menjadi wewenang dalam lingkup investigating judge12. Wewenang examinating judge

mengakibatkan adanya keterbatasan lembaga Pra Peradilan dalam menguji Pasal 77 KUHAP, yaitu pada persyaratan formal saja. Sedangkan untuk menilai syarat subjektif penahanan (Pasal 21 ayat (1) KUHAP) hanya dapat dilakukan apabila wewenang Pra Peradilan mencakup posisinya sebagai investigating judge.

Harapan yang besar tidak dapat dipenuhi dengan lembaga Pra Peradilan, terlebih lagi amar putusan hanya bersifat deklaratoir, sehingga tidak memiliki kekuatan eksekutorial. Kesulitan ini dapat dipahami karena Jaksa sebagai pelaksana putusan pengadilan pidana13. Tanpa political will dari Kejaksaan untuk patuh pada putusan, maka tidak ada lagi yang dapat memaksa jaksa untuk melaksanakan isi putusan.

PEMBAHARUAN DALAM RUU KUHAP

11 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt515efe1c0bc32/hakim-praperadilan-chevron-kena-hukuman-disiplin, diakses tanggal 1 Oktober 2013.

12 H. Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, Op. Cit. hal. 191. 13 Pasal 270 KUHAP

(14)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

7 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

Pada prinsipnya seorang tersangka/ terdakwa tetap memiliki hak asasi sebagai manusia dan harus dianggap tidak bersalah sampai ada Putusan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah (persumtion of innocence). Berpijak pada asas persumtion

of innocence, memiliki kedudukan sebagai subjek hukum bukan objek hukum. Tersangka /

terdakwa terlibat dalam sistim peradilan pidana untuk memperjelas kedudukannya sebagai orang yang diduga melakukan tindak pidana. Oleh karena itu tersangka / terdakwa memiliki hak yang dilindungi dalam KUHAP :

a. Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik (Pasal 50 ayat (1) KUHAP), dalam silogisme a contrario berarti penyidik dilarang menunda-nunda pemeniksaan dan berkewajiban segera dilakukan pemeriksaan.

b. Hak untuk segera dimajukan perkaranya di persidangan (Pasal 50 ayat (2) KUHAP), jika pemeriksaan di tingkat penyidikan telah dianggap cukup.

c. Hak untuk segera diberitahu dengan jelas terhadap apa yang disangkakan (Pasal 51 huruf a KUHAP).

d. Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik (Pasal 52 KUHAP). Penyidik dilarang melakukan tekanan, intimidasi atau mengubah keterangan tersangka untuk kepentingan penyidikan.

e. Hak untuk mendapat penerjemah, apabila tidak memahami bahasa Indonesia (Pasal 53 ayat (1).

f. Hak untuk mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum di setiap tingkatan pemeriksaan (Pasal 54 dan 55 KUHAP).

g. Hak untuk bantuan hukum bagi tersangkan yang diancam pidana mati atau hukuman 15 tahun atau lebih (Pasal 65 KUHAP).

h. Hak untuk menghubungi Penasihat Hukumnya, bagi tersangka yang ditahan (Pasal 57 ayat (1) KUHAP.

i. Hak untuk menghubungi perwakilan negaranya bagi warga Negara asing (Pasal 57 ayat (2) KUHAP).

j. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya (Pasal 58 KUHAP).

k. Hak untuk diberitahukan tentang penahannya kepada pihak keluarga tersangka (Pasal 59 KUHAP).

l. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan keluarga (Pasal 60 dan 61 KUHAP).

(15)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

8 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

m. Hak untuk mengirim dan menerima surat dari keluarga dan penasihat hukumnya (Pasal 62 KUHAP).

n. Hak untuk menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan (Pasal 64 KUHAP). o. Hak untuk mengajukan saksi dan atau ahli yang meringankan (Pasal 65 KUHAP) p. Hak untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi (Pasal 68 KUHAP).

Selain hak-hak tersebut, masih ada hak-hak terkait dengan dilakukannya upaya paksa penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan yang juga harus mendapat perlindungan hukum.

KUHAP memberikan upaya untuk menjamin dipenuhinya hak tersangka melalui Pra Peradilan, yang wewenangnya hanya sebatas administratif sah tidaknya penangkapan dan penahanan serta penghentian penyidikan dan penuntutan. Sedangkan hak-hak tersangka yang lain tidak ada upaya hukum yang dapat menjamin terpenuhinya seluruh hak-hak tersebut.

Potensi pelanggaran dapat terjadi disetiap tingkat pemeriksaan, penyidik seringkali tidak memberitahukan hak tersangka untuk didampingi oleh Penasihat Hukum. Terlebih lagi bagi tersangka yang berasal dari masyarakat miskin dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI, pada tahun 2010 pada Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah memeriksa 38 tersangka yang ditahan dan hanya 7 orang tersangka yang didampingi oleh Penasihat Hukum. Sedangkan pada Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan telah memeriksa 47 Tersangka, dan hanya 11 Tersangka yang didampingi Penasihat Hukum14. Penyidik selalu menggunakan alasan bahwa Tersangka tidak bersedia didampingi Penasihat Hukum (Advokat) dan diminta membuat pernyataan tertulis. Surat pernyataan yang dibuat tersangka/terdakwa yang berisi tidak bersedia didampingi oleh advokat pada prinsipnya tidak dapat menggugurkan kewajiban negara untuk menyediakan bantuan hukum kepada tersangka/terdakwa, alasan tersebut tidak dapat digeneralisir pada seluruh tersangka/terdakwa. Bahkan ditemukan oknum petugas penyidik berusaha membujuk tersangka untuk mencabut kuasa yang diberikan kepada Advokat, padahal advokat tersebut telah bekerja sangat baik membela kliennya sebagai tersangka. Alasan yang digunakan adalah Advokat sebagai penasihat hukum mempersulit penyidik dalam melaksanakan tugasnya.

14 Diolah dari laporan hasil penelitian : Mosgan Sitomorang dkk, 2011, Tanggung Jawab Negara dan Advokat

dalam Memberikan Bantuan Hukum kepada Masyarakat, BPHN, Jakarta, hal. 27. Diakses dari

(16)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

9 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

Pada prinsipnya yang dilakukan Penasihat Hukum hanya membela kepentingan hukum kliennya agar tidak dilanggar meskipun menjadi tersangka/terdakwa.

Potensi pelanggaran lain dapat berupa pemanggilan yang dilakukan tidak memperhatikan tenggang waktu yang wajar dalam mengiriman surat dan jarak yang harus ditempuh tersangka menuju kantor Penyidik. Sehingga apabila tersangka tidak memenuhi surat panggilan tersebut karena baru menerima setelah melewati waktu panggilan, maka dijadikan alasan bagi penyidik untuk melakukan upaya paksa berupa penahanan dengan alasan tersangka tidak mematuhi undang-undang untuk memenuhi panggilan penyidik.

Pelanggaran lain berupa pembiaran perkara, dalam kasus Muspani sebagai mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah Bengkulu, disangka melakukan tindak pidana korupsi dan ditetapkan sebagai tersangka sejak tahun 2006. Tetapi hingga tahun 2010, status Maspuni masih tetap sebagai tersangka, tidak segera diajukan pemeriksaan di persidangan15. Hal ini merupakan bentuk-bentuk pelanggara dari hak tersangka.

Seperti telah diuraikan di atas, Pra Peradilan tidak dapat menjangkau untuk melindungi seluruh hak-hak tersangka, oleh karena itu diperlukan pembaharuan hukum acara pidana yang dapat melindungi seluruh hak-hak tersangka. Dalam KUHAP tidak ada ketentuan Hakim Pra Peradilan melakukan pemeriksaan pendahuluan atau memimpinnya. Hakim Pra Peradilan tidak melakukan pemeriksaan pendahuluan, penggeledahan, penyitaan, yang bersifat pemeriksaan pendahuluan. Hakim Pra Peradilan juga tidak menentukan apakah suatu perkara cukup alasan atau tidak untuk diteruskan dalam pemeriksaan di persidangan pengadilan16.

RUU KUHAP mengatur tentang keberadaan Hakim Komisaris17. Tujuan hukum acara pidana adalah mendapai kebenaran materiil dan tetap menildungi hak asasi tersangka / terdakwa dan jangan sampai orang yang tidak bersalah dijatuhi pidana. Diadakan

15 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd2decce98cf/hakim-perluas-objek-praperadilan-, diakses tanggal 1 Oktober 2013.

16 Jur. Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 189.

17 Pasal 111 sampai 122 RUU KUHAP, diunduh dari

(17)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

10 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

pengecekan tersangka/terdakwa, saksi dan bukti lain, Hakim Komisaris diberi wewenang untuk memberi perintah penahanan, penggeledahan dan upaya paksa (coercive measure)18.

Dalam Konsep RUU KUHAP tersebut hakim komisaris dimunculkan sebagai pengganti dari Praperadilan yang dimuat dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 yang dinilai mengandung kelemahan dan tidak efektif dalam melakukan pengawasan atau kontrol penggunaan wewenang penyidik dan penuntut umum dalam tahap penyidikan dan penuntutan. Hakim komisaris dinilai sebagai alternatif pilihan terbaik sebagai pengganti Praperadilan yang memiliki fungsi yang sama yaitu melakukan pengawasan atau kontrol pada tahap pendahuluan.

Pengertian Hakim Komisaris dalam Pasal 1 angka 7 RUU KUHAP adalah pejabat pengadilan yang diberi wewenang menilai jalannya penyidikan, penuntutan, dan wewenang lain yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. Rumusan tersebut menunjukan bahwa hakim komisaris bukanlah lembaga seperti Praperadilan, melainkan hakim yang diberi wewenang untuk menilai jalannya penyidikan dan penuntutan. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka kelembagaan hakim komisaris melekat pada jabatan hakim komisaris. Dengan demikian hakim dibedakan menjadi dua, yaitu hakim dan hakim komisaris. Hakim adalah pejabat yang diberi wewenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara, sedangkan hakim komisaris adalah hakim yang diberi wewenang untuk memutus permohonan mengenai keabsahan tindakan paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum.

Wewenang Hakim Komisaris diatur dalam Pasal 111 RUU KUHAP, yaitu :

a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, atau penyadapan;

b. pembatalan atau penangguhan penahanan;

c. bahwa keterangan yang dibuat oleh tersangka atau terdakwa dengan melanggar hak untuk tidak memberatkan diri sendiri;

d. alat bukti atau pernyataan yang diperoleh secara tidak sah tidak dapat dijadikan alat bukti;

e. ganti kerugian dan/atau rehabilitasi untuk seseorang yang ditangkap atau ditahan secara tidak sah atau ganti kerugian untuk setiap hak milik yang disita secara tidak sah;

f. tersangka atau terdakwa berhak untuk atau diharuskan untuk didampingi oleh pengacara;

g. bahwa penyidikan atau penuntutan telah dilakukan untuk tujuan yang tidak sah;

18 BPHN, 2012, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, BPHN, Jakarta, hal. 91.

(18)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

11 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

h. penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan yang tidak berdasarkan asas oportunitas;

i. layak atau tidaknya suatu perkara untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan.

j. pelanggaran terhadap hak tersangka apapun yang lain yang terjadi selama tahap penyidikan.

Kewenangan hakim komisaris lebih luas dan lebih detail dibandingkan dengan kewenangan Praperadilan. Pengaturan kewenangan hakim komisaris lebih memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap hak asasi seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa pada pemeriksaan pendahuluan.

Hal yang menarik yang perlu dicermati adalah adanya penggunaan wewenang hakim komisaris berdasarkan inisiatif sendiri hakim komisaris yang bersangkutan. Sepintas pemberian wewenang kepada hakim komisaris untuk berinisiatif sendiri adalah baik, karena melakukan kontrol terhadap penggunaan wewenang penyidik dan penuntut umum secara proaktif, tetapi menjadi janggal ketika tindakan hukum secara paksa yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum tersebut sudah atas seizin hakim komisaris. Jika yang dimaksud inisiatif sendiri dalam memberikan atau tidak memberikan izin terhadap suatu upaya paksa yang diajukan oleh penyidik atau penuntut umum, wewenang tersebut telah menyatu pada keputusan hakim komisaris dalam menggunakan wewenangnya yang dapat menyetujui untuk memberi izin atau menolak untuk memberi izin19. Apabila yang dimaksud adalah hakim komisaris atas inisiatifnya sendiri memutus suatu tindakan hukum paksa yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum, tanpa ada permohonan dari pihak manapun. Permasalahannya, jika hakim komisaris berinisiatif sendiri untuk menguji keabsahan upaya paksa, maka materi putusan hakim komisaris akan mengarah kepada putusan yang menyatakan bahwa upaya paksa tersebut adalah tidak sah. Sebaliknya, jika putusan hakim komisaris menyatakan upaya tersebut adalah sah, menjadi tidak lazim, karena akan menambah pekerjaan hakim komisaris yang sesunguhnya tidak perlu. Oleh sebab itu, perlu pengaturan lebih lanjut mengenai penggunaan wewenang atau inisiatif sendiri dari hakim komisaris agar koneksi dengan gagasan dibentuknya hakim komisaris. Wewenang Hakim Komisaris dalam Pasal 111 RUU KUHAP tidak menyinggung terkait dengan kepentingan hukum korban ahli waris korban. Ada kalanya pemberian kelonggaran kepada tersangka/terdakwa akan mencederai rasa keadilan korban atau hali waris korban. Sehingga

1919 BPHN, 2011, Hakim Komisaris dalam Sistem Peradilan di Indonesia, BPHN, Jakarta, hal. 17. Diakses dari http://www.bphn.go.id/data/documents/pk-2011-2.pdf diakses tanggal 1 Oktober 2013.

(19)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

12 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

diperlukan mekanisme korban / ahli waris korban untuk memperjuangkan kepentingan hukumnya, apabila pelaporan atau pengaduan yang diajukan tidak mendapat menanganan serius dari penyidik atau penuntut umum.

Sifat putusan hakim komisaris adalah putusan pertama dan terakhir. Tidak ada upaya hukum bagi putusan hakim komisaris. Ketentuan Pasal 122 tersebut menunjukkan bahwa konsep RUU KUHAP telah menempat hakim komsaris memiliki peran yang besar dan menentukan pada pemeriksaan pendahuluan. Peran besar tersebut ditandai dengan adanya penggunaan wewenang atas inisiatif hakim komisaris sendiri dan putusannya bersifat final (pertama dan terakhir). Tidak adanya pengujian atau upaya hukum banding terhadap putusan hakim komisaris tersebut dapat dipahami dari sua sisi, yaitu pada pemeriksaan pendahuluan diperlukan adanya proses pemeriksaan yang sederhana, cepat dan kurat, dan materi pemeriksaan hakim komisaris belum masuk pada materi pokok perkara pidana, maka putusan hakim komisaris tidak diperlukan adanya upaya banding. Pengujian putusan hakim komisaris dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan materi pokok perkara pidana pada pemeriksaan siding di pengadilan negeri.

Penyusunan RUU KUHAP sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 dilakukan dengan mendasarkan kepada tiga pokok persoalan, yaitu pertama, bagaimana upaya menguatkan dan mengimplementasikan perlindungan hukum terhadap hak asasi bagi seseorang yang diduga melakukan suatu perbuatan pidana pada setiap tahapan proses peradilan pidana dan tidak mengurangi hak hukum tersangka/terdakwa yang telah ada; kedua, bagaimana mewujudkan proses peradilan yang adil bagi tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana dan menempatkannya sebagai kewajiban negara yang berkorelasi dengan hak mutlak bagi tersangka/terdakwa yang tidak boleh dikurangi, dan bagaimana mewujudkan keadilan sedini mungkin bagi orang yang dirugikan akibat adanya pelanggaran hukum pidana20.

PENUTUP

Bagian yang terpenting dalam rangka untuk mewujudkan penyelenggaraan peradilan yang adil adalah adanya pengawasan atau kontrol yang lebih ketat pada tahapan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yaitu penggunaan upaya paksa dalam rangka untuk mengumpulkan alat bukti dan menetapkan seseorang menjadi tersangka/terdakwa melanggar

(20)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

13 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

hukum pidana dan selanjutnya mengajukan ke pengadilan untuk diadili. Kontrol pada pemeriksaan pendahuluan tersebut dalam sejarah hukum acara pidana dilakukan melalui hakim komisaris (dalam Strafvordering) dan lembaga praperadilan dan pra-penunutan (KUHAP). Keduanya memiliki perbedaan tetapi memiliki maksud dan tujuan yang sama yaitu melakukan kontrol terhadap penggunaan wewenang dalam rposes penyelidikan, penyidikan dan penuntutan oleh penyidik dan penuntut umum. Pokok persoalan yang digaris bawahi mengingat tersangka/terdakwa sesuai dengan asas hukum dalam KUHAP adalah seseorang yang harus diperlakukan sebagai orang yang tidak bersalah sampai dengan ditetapkan kesalahannya melalui proses penegakann hukum yang memiliki kekuatan hukum yang tetap, yang dikenal dengan asas praduga tidak bersalah (asas presumption of innotion).

Adanya lembaga pengawasan atau pengujian dalam proses praajudikasi merupakan keharusan, bukan hanya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, tetapi juga untuk menjamin perlakuan yang adil dan mencegah pelanggaran hak asasi seseorang yang menjadi tersangka/terdakwa. Perlakuan yang adil terhadap tersangka/terdakwa dalam rangka mewujudkan peradilan yang adil (fair trial) menjadi hak mutlak bagi tersangka/terdakwa yang tidak dapat dikurangi.

(21)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

14 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

DAFTAR PUSTAKA

Hans Kelsen, 2011, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Penerbit Nusa Media, Bandung.

H. Heri Tahir, 2010, Proses Hukum yang Adil dalam Sistim Peradilan Pidana di Indonesia, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta.

Jur. Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Mardjono Reskodiputro, 1997, Bunga Rampai Permasalahan dalam Systim Peradilan

Pidana, Kumpulan Karangan Buku kelima, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian

Hukum (D/H Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta.

Oemar Seno Adji dan Indriyanto Seno Adji, 2007, Peradilan Bebas dan Contempt of Court, Diadit Media, Jakarta.

Yahya Harahap, cetakan ke-8, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP :

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali (Edisi Kedua), Sinar Grafika, Jakarta.

Bambang Sutiyoso, Mencari Format Ideal Keadilan Putusan dalam Peradilan, Jurnal Hukum, Vol. 2 Nomor 17, April 2010.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50b4e182d6856/hakim-perintahkan-jaksa-bebaskan-karyawan-chevron , diakses tanggal 1 Oktober 2013

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt515efe1c0bc32/hakim-praperadilan-chevron-kena-hukuman-disiplin, diakses tanggal 1 Oktober 2013.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cd2decce98cf/hakim-perluas-objek-praperadilan-, diakses tanggal 1 Oktober 2013.

BPHN, 2011, Hakim Komisaris dalam Sistem Peradilan di Indonesia, BPHN, Jakarta, Diakses dari http://www.bphn.go.id/data/documents/pk-2011-2.pdf diakses tanggal 1 Oktober 2013.

laporan hasil penelitian : Mosgan Sitomorang dkk, 2011, Tanggung Jawab Negara dan

(22)

Heri Hartanto________________HAKIM KOMISARIS SEBAGAI UPAYA MENJAGA PEMENUHAN HAK-HAK TERSANGKA

15 Prosiding MUNASENA MAHUPIKI

27. Diakses dari http://www.bphn.go.id/data/documents/lit-2011-10.pdf, tanggal 1 Juni 2013.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.

BPHN, 2012, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, BPHN, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa variabel respon petani terhadap kegiatan penyediaan benih UPBS BPTP Gorontalo mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,646

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh gambaran bahwa model pembinaan keberagamaan pada siswa SMA Bina Muda Cicalengka merupakan pembelajaran agama Islām yang

Berdasarkan temuan penelitian yang telah dikaji dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) terdapat kontribusi positif antara pendidikan karakter dengan

Pendidikan bagi mereka merupakan kegiatan membimbing dan membantu dalam proses penemuan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) sepanjang ha- yat terhadap sesuatu yang dibutuhkan

Menurut pendapat ibu apakah pemeriksaan Pap’smear merupakan metode yang tepat untuk deteksi dini kanker serviks?. Evaluated ( Clinical

6NULSVL EHUMXGXO ³ Representasi Perempuan Jawa dalam Budaya Patriarki (Studi Semiotika pada Film Sang Penari ) ´ ini berangkat dari perhatian penulis terhadap media

dapat membuat(nya) -- dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang