• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor- faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu (Nursalam, 2008).

Motivasi adalah proses kesediaan melakukan usaha tingkat tinggi untuk mencapai sasaran organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut untuk memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Meskipun secara umum motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja (Robbins & Coulter, 2007).

Oleh sebagian besar ahli, proses motivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. Tujuan atau hasil yang dicari karyawan dipandang sebagai kekuatan yang bisa menarik orang. Memotivasi orang adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang tergerak (Suarli dan Bahtiar, 2010).

Menurut Suarli dan Bahtiar (2010), menurut bentuknya motivasi terdiri atas:

(2)

7

b. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri individu. c. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit

dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

1. Teori Motivasi

a. Teori-Teori Awal Tentang Motivasi

1) Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Teori motivasi yang paling dikenal mungkin adalah Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow. Maslow adalah psikolog humanistik yang berpendapat bahwa pada diri tiap orang terdapat hierarki lima kebutuhan.

a) Kebutuhan fisik: makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasan seksual, dan kebutuhan fisik lain.

b) Kebutuhan keamanan: keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terus terpenuhi.

c) Kebutuhan sosial: kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan. d) Kebutuhan harga diri: faktor harga diri internal, seperti

penghargaan diri, otonomi, pencapaian prestasi dan harga diri eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.

e) Kebutuhan aktualisasi diri: pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi apa yang dia mampu capai.

(3)

8

Menurut Maslow, jika ingin memotivasi seseorang kita perlu memahami ditingkat mana keberadaan orang itu dalam hierarki dan perlu berfokus pada pemuasan kebutuhan pada atau diatas tingkat itu (Robbins & Coulter, 2007).

2) Teori X dan Y McGregor

Douglas McGregor terkenal karena rumusannya tentang dua kelompok asumsi mengenai sifat manusia: Teori X dan Teori Y. Teori X pada dasarnya menyajikan pandangan negatif tentang orang. Teori X berasumsi bahwa para pekerja mempunyai sedikit ambisi untuk maju, tidak menyukai pekerjaan, ingin menghindari tanggung jawab, dan perlu diawasi dengan ketat agar dapat efektif bekerja. Teori Y menawarkan pandangan positif. Teori Y berasumsi bahwa para pekerja dapat berlatih mengarahkan diri, menerima dan secara nyata mencari tanggung jawab, dan menganggap bekerja sebagai kegiatan alami. McGregor yakin bahwa asumsi Teori Y lebih menekankan sifat pekerja sebenarnya dan harus menjadi pedoman bagi praktik manajemen (Robbins & Coulter, 2007).

3) Teori Motivasi Higienis Herzberg

Teori ini menyatakan bahwa kepuasan dan ketidak-puasan seseorang dipengaruhi oleh dua kelompok faktor independen yakni faktor-faktor penggerakan motivasi dan faktor-faktor pemelihara motivasi. Menurut Herzberg, karyawan memiliki rasa kepuasan kerja dalam pekerjaannya, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan

(4)

9

kepuasan berbeda jika dibandingkan dengan faktor-faktor ketidak- puasan kerja. Rasa kepuasan kerja dan rasa ketidak-puasan kerja tidak berada dalam satu kontinum. Lawan dari kepuasan adalah tidak ada kepuasan kerja sedangkan lawan dari ketidakpuasan kerja adalah tidak ada ketidak-puasan kerja (Robbins, 2003).

Faktor-faktor yang merupakan penggerak motivasi (faktor- faktor intrinsik) ialah:

a) Pengakuan (cognition), artinya karyawan memperoleh pengakuan dari pihak perusahaan bahwa ia adalah orang, berprestasi, baik, diberi penghargaan, pujian, dimanusiakan, dan sebagainya. b) Tanggung jawab (responsibility), artinya karyawan diserahi

tanggung jawab dalam pekerjaan yang dilaksanakannya, tidak hanya semata-mata melaksanakan pekerjaan.

c) Prestasi (achievement), artinya karyawan memperoleh kesempatan untuk mencapai hasil yang baik atau berprestasi. d) Pertumbuhan dan perkembangan (growth and development),

artinya dalam setiap pekerjaan itu ada kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh dan berkembang.

e) Pekerjaan itu sendiri (job it self), artinya memang pekerjaan yang dilakukan itu sesuai dan menyenangkan bagi karyawan.

Adapun faktor-faktor pemelihara motivasi (faktor-faktor ekstrinsik) ialah:

(5)

10

b) Kedudukan (status) karyawan

c) Hubungan antar pribadi dengan teman sederajat, atasan atau bawahan

d) Penyeliaan (supervisi) terhadap karyawan e) Kondisi tempat kerja (working condition) f) Keselamatan kerja (job safety)

g) Kebijakan dan administrasi perusahaan, khususnya dalam bidang personalia

Menurut Herzberg, meskipun faktor-faktor pendorong motivasi baik keadaannya (menurut penilaian karyawan), tetapi jika faktor- faktor pemeliharaan tidak baik keadaannya, tidak akan menimbulkan kepuasan kerja bagi karyawan. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan motivasi dengan cara perbaikan faktor-faktor pemeliharaan, baru kemudian faktor-faktor pendorong motivasi (Robbins, 2003).

b. Teori Motivasi Modern

1) Teori Tiga Kebutuhan

David McClelland menyebutkan ada tiga kelompok motivasi kebutuhan yang dimiliki seseorang yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi. Kebutuhan prestasi (achievement) yaitu adanya keinginan untuk mencapai tujuan yang lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dapat dicapai dengan cara merumuskan tujuan, mendapatkan umpan balik, memberikan tanggung jawab pribadi, dan bekerja keras. Kebutuhan kekuasaan

(6)

11

(power) artinya yaitu adanya kebutuhan kekuasaan yang mendorong seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam pekerjaannya. Cara bertindak dengan kekuasaan tergantung kepada pengalaman masa kanak-kanak, kepribadian, pengalaman kerja, dan tipe organisasi. Kebutuhan afiliasi artinya kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal ini dapat dicapai dengan cara bekerja sama dengan orag lain, dan sosialisasi (Ishak, dkk, 2003).

2) Teori Penentuan Sasaran

Teori penentuan sasaran ini menyatakan bahwa orang akan bekerja lebih baik jika mereka mendapatkan umpan balik mengenai sejauh mana mereka maju menuju sasaran, karena umpan balik membantu mengidentifikasi kesenjangan antara apa yang telah mereka lakukan dan apa yang ingin mereka lakukan. Selain umpan balik, ada tiga faktor lain telah yang mempengaruhi hubungan sasaran-kinerja. Faktor-faktor itu mencakup komitmen pada sasaran, kemampuan diri yang memadai, dan budaya nasional. Teori penentuan sasaran mensyaratkan bahwa individu berkomitmen pada sasaran tadi artinya individu berniat tidak menurunkan atau meninggalkan sasaran tadi. Komitmen sangat cenderung terjadi jika sasaran itu diumumkan, jika individu tersebut mempunyai tempat kendali internal, dan jika sasaran itu ditentukan sendiri, bukan diberikan. Efektifitas diri merujuk ke keyakinan seseorang bahwa ia mampu melaksanakan tugas tertentu. Semakin tinggi efektifitas diri

(7)

12

kita, semakin yakin kita kita akan kemampuan berhasil pada tugas tertentu. Jadi dalam situasi-situasi sulit, kami menemukan bahwa orang yang rendah efektivitas dirinya lebih cenderung mengurangi usaha mereka atau sepenuhnya menyerah kalah, sedangkan orang- orang yang tinggi efektifitas dirinya akan berusaha lebih keras, mengatasi tantangan itu (Robbins & Coulter, 2007).

3) Teori Penguatan

Teori penguatan menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku dimasa lampau akan mempengaruhi tindakan dimasa depan dalam proses belajar. Menurut teori penguatan, seseorang akan termotivasi jika dia memberikan respons rangsangan pada pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu (Nursalam, 2007).

Teori penguatan mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi dari akibat. Teori penentuan sasaran menyatakan bahwa maksud individu mengarahkan perilakunya. Teori penguatan mengatakan bahwa perilaku itu ditimbulkan dari luar. Apa yang mengendalikan perilaku adalah penguat, akibat yang bila diberikan dengan segera setelah perilaku tertentu dilakukan, meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulang (Robbins & Coulter, 2007).

Berlawanan dengan teori penentuan sasaran, kunci teori penguatan ialah mengabaikan faktor-faktor seperti sasaran, harapan, dan kebutuhan. Sebagai gantinya, teori itu hanya memusatkan

(8)

13

perhatian pada apa yang terjadi dengan seseorang ketika ia mengambil tindakan tertentu (Robbins & Coulter, 2007).

Berdasarkan teori penguatan, para manajer dapat mempengaruhi perilaku karyawan dengan memperkuat tindakan yang mereka anggap menguntungkan. Namun, karena penekanan itu terletak pada penguatan positif, bukan hukuman, para manajer seharusnya mengabaikan, bukannya menghukum perilaku yang tidak menguntungkan. Meskipun hukuman lebih cepat menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan dibanding tindakan bukan penguatan, dampak hukuman itu sering hanya sementara dan dikemudian hari akan mempunyai efek samping yang tidak menyenangkan, seperti perilaku disfungsi berupa konflik di tempat kerja, ketidakhadiran, dan tingkat keluar masuknya karyawan (Robbins & Coulter, 2007).

4) Merancang Pekerjaan yang Mampu Memotivasi

Para manajer sangat menaruh minat pada cara memotivasi orang di tempat kerja dan perlu meninjau cara-cara apa saja untuk merancang pekerjaan yang memotivasi. Cara-cara yang dapat digunakan manajer untuk merancang pekerjaan tersebut adalah: a) Pemekaran pekerjaan

Perancangan pekerjaan secara historis berkonsentrasi pada membuat pekerjaan itu menjadi kecil dan lebih terspesialisai. Salah satu upaya paling awal untuk mengatasi kelemahan spesialisasi adalah pemekaran pekerjaan secara horisontal melalui

(9)

14

peningkatan jangkauan pekerjaan (job scopes) jumlah tugas yang berbeda-beda yang diperlukan oleh pekerjaan tertentu dan frekuensi pengulangan tugas-tugas itu.

b) Pengayaan pekerjaan

Pendekatan lain untuk merancang pekerjaan yang memotivasi adalah melalui perluasan vertikal pekerjaan dengan menambahkan tanggung jawab perencanaan dan pengevaluasian. Pengayaan pekerjaan meningkatkan kedalaman, yakni tingkat kendali para karyawan terhadap pekerjaan mereka. Dengan kata lain, karyawan diberdayakan supaya dapat mengemban sejumlah tugas yang lazimnya dilakukan oleh manajer mereka. Dengan demikian, tugas dalam pengayaan pekerjaan harus memungkinkan para karyawan melakukan kegiatan lengkap dengan kebebasan, kemandirian, dan tanggung jawab yang lebih besar. Tugas-tugas itu juga harus memberi umpan balik agar individu dapat menilai dan membetulkan kinerja mereka sendiri.

c) Model karakteristik pekerjaan

Meskipun banyak organisasi telah melaksanakan program pengayaan pekerjaan dan pemekaran pekerjaan serta hasil- hasilnya belum bisa disimpulkan, tidak ada satu pun pendekatan perancangan pekerjaan ini menyajikan kerangka kerja konseptual untuk menganalisis pekerjaan atau membimbing para manajer merancang pekerjaan yang memotivasi. Namun, model

(10)

15

karakteristik pekerjaan (job characteristic models/ JCM) memberikan kerangka semacam itu. JCM mengidentifikasi lima karakteristik utama pekerjaan, kaitan-kaitannya, dan dampaknya pada produktivitas, motivasi, dan kepuasan karyawan.

Berdasarkan JCM, setiap pekerjaan dapat didefinisikan menurut lima dimensi inti yaitu sebagai berikut:

a) Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana keragaman kegiatan yang diperlukan oleh pekerjaan tertentu agar karyawan dapat menggunakan berbagai bakat dan keterampilannya yang berbeda-beda.

b) Identitas tugas, tingkat sejauh mana pekerjaan menuntut penyelesaian keseluruhan dan potongan kerja yang dapat diidentifikasi.

c) Signifikansi tugas, tingkat sejauh mana pekerjaan berdampak besar pada kehidupan atau pekerjaan orang lain.

d) Otonomi, tingkat sejauh mana pekerjaan memberi kebebasan, kemandirian, dan keleluasaan yang besar kepada seseorang dalam menjadwal pekerjaan itu dan menentukan prosedur yang digunakan untuk melaksanakannya.

e) Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang dituntut oleh pekerjaan tertentu menyebabkan orang tersebut mendapatkan informasi yang langsung dan jelas mengenai efektivitas kinerjanya.

(11)

16

5) Teori Kesetaraan

Teori kesetaraan yang dikembangkan oleh J. Stacey Adams mengatakan bahwa para karyawan melihat (mempersepsikan) apa yang mereka peroleh dari situasi (hasil) pekerjaan untuk dikaitkan dengan apa yang mereka masukkan ke pekerjaan itu (input), kemudian membandingkan rasio input-hasil mereka dengan rasio input-hasil orang lain yang relevan. Jika seorang karyawan menganggap rasio dirinya sama dengan rasio orang lain yang relevan itu, timbullah keadaan setara. Dengan kata lain, dia melihat bahwa situasi dirinya itu adil. Namun, seandainya rasio itu tidak sama maka timbullah ketidaksetaraan dan dia menganggap dirinya kurang dihargai atau terlampau dihargai. Jika timbul ketidaksetaraan, para karyawan berusaha melakukan sesuatu mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, hal-hal yang dapat dilakukan karyawan antara lain mengubah input maupun hasil mereka sendiri atau orang lain, berperilaku sedemikian rupa untuk mendorong orang lain mengubah input atau hasil mereka, berperilaku sedemikian rupa untuk mengubah input atau hasil mereka sendiri, memilih orang yang berbeda-beda sebagai pembanding, atau meninggalkan pekerjaan mereka (Robbins & Coulter, 2007).

Kesimpulannya teori kesetaraan menunjukkan bahwa bagi kebanyakan karyawan, motivasi sangat dipengaruhi oleh imbalan

(12)

17

relatif dan juga imbalan absolut meski beberapa hal utama masih tetap tidak jelas (Robbins & Coulter, 2007).

6) Teori Pengharapan

Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh dari tiap tingkah laku. Teori pengharapan berpikir atas dasar:

a) Harapan hasil prestasi

Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka. Harapan ini nantinya akan mempengaruhi keputusan tentang bagaimana cara mereka bertingkah laku.

b) Valensi

Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk memotivasi. Valensi ini bervariasi dari satu individu ke individu yang lain.

c) Harapan prestasi usaha

Harapan orang mengenai tingkat keberhasilan mereka dalam melaksanakan tugas yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku. Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan tergantung pada tipe hasil yang diharapkan (Nursalam, 2007).

Kunci teori pengharapan adalah memahami sasaran seseorang dan kaitan antara usaha dan kinerja, antara kinerja dan imbalan, dan akhirnya antara imbalan dan kepuasan kerja orang

(13)

18

tersebut. Teori ini menekankan hasil atau imbalan. Akibatnya, kita harus berkeyakinan bahwa imbalan yang ditawarkan oleh organisasi itu sesuai dengan keinginan individu tersebut. Teori pengharapan menyatakan bahwa tidak ada prinsip universal yang mampu menjelaskan apa yang memotivasi individu dan karena itu menekankan bahwa para manajer harus memahami mengapa karyawan melihat hasil tertentu menarik atau tidak (Robbins & Coulter, 2007).

2. Motivator

Motivator adalah orang yang memiliki profesi atau pencaharian dari memberikan motivasi kepada orang lain. Pemberian motivasi ini biasanya melalui pelatihan (training), atau bisa juga melalui mentoring, coaching atau counseling. Namun motivator yang dimaksudkan peneliti disini dapat berupa gaji yang lebih tinggi, jabatan yang lebih terhormat, pengakuan dari rekan kerja dan hal-hal yang menimbulkan alasan bagi seseorang untuk melakukan sesuatu (Wikipedia, 2011).

3. Motivasi Kerja

Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Aktivitas ini melibatkan fisik dan mental (As’ad, 2001).

Bekerja merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya (Gilmer, 1971 dalam Nursalam 2008).

(14)

19

Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja (Nursalam, 2008).

a. Prinsip-prinsip dalam motivasi kerja

Menurut Nursalam (2008), terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai yaitu:

1) Prinsip partisipatif

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.

2) Prinsip komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas. Dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

3) Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

4) Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat yang

(15)

20

bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.

5) Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahannya, sehingga bawahan akan termotivasi bekerja sesuai dengan harapan pemimpin.

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Veizal Rivai, 2004).

Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Maluyu, 2001).

2. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Gibson (1987, dalam Ilyas 2001) ada tiga faktor (variabel) yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu:

a. Faktor Individu

Terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja

(16)

21

individu. Umur responden yang tergolong muda (20-35) cenderung mempunyai tingkat pemahaman kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan perawat yang berumur 36-45 tahun (Megawati, 2005).

b. Faktor Psikologi

Terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur. Terkait dengan belajar semakin tinggi, tingkat pendidikan perawat cenderung mempunyai mutu pekerjaan yang baik. Dengan pengetahuan yang tinggi, tingkat pemahaman dalam bekerja akan baik sehingga kinerja akan baik pula. Perawat pelaksana berpendidikan D III Keperawatan memiliki kinerja lebih baik daripada perawat pelaksana berpendidikan SPK (Megawati, 2005).

Terkait dengan pengalaman kerja sebelumnya, perawat dengan masa kerja <15 tahun mempunyai kinerja kategori baik, sebaiknya perawat dengan lama kerja >15 tahun mempunyai kinerja kategori tidak baik karena dengan masa kerja relatif lama kemungkinan timbul rasa jenuh lebih besar (Megawati, 2005). Terkait dengan identitas diri apabila individu sudah mempunyai kualitas terhadap bidang pekerjaannya dan telah berada pada lingkungan pekerjaan yang sesuai maka kinerja atau produktivitasnya serta loyalitas terhadap pekerjaan tersebut akan dapat ditampilkan secara maksimal. Pada keadaan ini biasanya individu tidak

(17)

22

bekerja semata-mata untuk mencari nafkah tetapi termasuk di dalamnya bagaimana mengaktualisasikan diri melalui pekerjaannya sehingga dapat menimbulkan kepuasan secara pribadi (Nugroho, 2004).

c. Faktor Organisasi

Berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

Menurut Mangkunegara (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:

a. Faktor kemampuan secara psikologis (ability) pegawai yang terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

b. Faktor motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja maksimal.

3. Penilaian Kinerja

Menurut Jason (2010), salah satu upaya penjagaan komitmen perawat terhadap kinerja adalah melakukan evaluasi dan penilaian terhadap kinerja perawat. Ada beberapa indikator yang dijadikan alat ukur yaitu:

(18)

23

a. Motivasi yaitu memiliki minat untuk melanjutkan pendidikan formal minimal S1 Keperawatan; datang aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah; wajah cerah, senyum dan bersahabat; berjalan tegak, cepat dan pandangan ke depan.

b. Keterlibatan yaitu menjadi panitia kegiatan keperawatan, menjadi panitia kegiatan tingkat rumah sakit, menjadi team yang ada di perawatan.

c. Tanggung jawab yaitu kesalahan identifikasi pasien, kesalahan pemberian obat, kejadian pasien jatuh, dan risiko infeksi nosokomial. d. Disiplin yaitu apel pagi, jam datang, jam pulang, baju seragam.

e. Kompetensi yaitu diagnosa perawatan, standar operating procedur, rencana kerja.

f. Loyalitas yaitu program rotasi, program bidang, program ruang, hubungan dengan atasan.

g. Tidak tercela yaitu terlibat kasus etik, komplain pasien, konflik dengan teman.

h. Manajemen yaitu melakukan orientasi perawat baru, perawat magang dan mahasiswa, membuat program pengembangan staff, melakukan penilaian kinerja, melakukan manajemen tenaga, rapat koordinasi, morning meeting, ronde keperawatan.

4. Tujuan Penilaian Kinerja

Secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai sesuatu yang bersifat evaluation dan development. Dikatakan bersifat evaluation yaitu

(19)

24

harus menyelesaikan hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision dan hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi. Sedangkan yang bersifat development yaitu penilai harus menyelesaikan prestasi riil yang dicapai individu, kelemahan-kelemahan individu yang menghambat kinerja dan prestasi-prestasi yang dikembangkan (Syafarudin, 2001).

5. Manfaat Penilaian Kinerja

Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting dari seluruh proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga bagi perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi karyawan, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karir dan bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil penilaian tersebut sangat penting artinya dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, recruitment, seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain dari proses dari manajemen sumber daya manusia secara efektif (Danfar, 2009).

(20)

25

B. Perawat

1. Pengertian Perawat

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenanganya (Depkes RI, 2002 dalam Aisiyah 2004).

2. Peran Perawat

Menurut Tyo (2008), peran perawat adalah sebagai berikut: a. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memprhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.

(21)

26

b. Peran Sebagai Advokat ( Pembela) Klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c. Peran Sebagai Edukator

Peran ini dilakukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan dan kemampuan klien mengatasi kesehatannya dan perawat memberi informasi dan meningkatkan perubahan perilaku klien.

d. Peran Sebagai Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemeberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.

Tujuan perawat sebagi koordinator adalah:

1) Untuk memenuhi asuhan kesehatan secara efektif, efisien dan menguntungkan klien

(22)

27

3) Menggunakan keterampilan perawat untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan dan mengontrol

e. Peran Sebagai Kolaborator

Perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Peran Sebagai Konsultan

Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

g. Peran Sebagai Pembaharu

Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Peran perawat sebagai pembaharu dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:

1) Kemajuan teknologi 2) Perubahan lisensi-regulasi

3) Meningkatnya peluang pendidikan lanjutan

(23)

28

3. Fungsi Perawat

Menurut Tyo (2008), fungsi perawat yaitu sebagai berikut: a. Fungsi Independen

Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas, dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen

Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana. c. Fungsi Interdependen

Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu dengan tim lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai penyakit kompleks keadaan ini tidak

(24)

29

dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari dokter ataupun lainya, seperti dokter dalam memberikan pengobatan bekerjasama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.

C. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan serta dilaksanakan berdasarkan kaidah- kaidah keperawatan sebagai profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien (Zaidin, 2002).

Asuhan keperawatan bertujuan agar pasien memperoleh pelayanan yang lebih efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhannya sehingga pasien memperoleh kepuasan dan status kesehatan meningkat. Efektif dan efisien dalam asuhan keperawatan dimaksudkan bahwa pemberian pelayanan keperawatan telah disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan, kemampuan pasien, dan ketersediaan sarana serta prasarana pelayanan (Arwani dan Heru, 2006).

Kalangan profesi keperawatan telah menempatkan lingkup tugas perawat dalam cakupan adanya standar asuhan keperawatan. Standar asuhan keperawatan ini mencakup pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan keperawatan serta evaluasi keperawatan (Yahmono, 2000). Perawat yang bertugas dipelayanan rumah

(25)

30

sakit baik pemerintah maupun swasta, harus melakukan standar asuhan keperawatan yang ada dirumah sakit. Hal ini disahkan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Nomor: YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 (Nursalam, 2002), disusun sebagai berikut:

1. Standar 1: Falsafah Keperawatan

a. Memandang pasien sebagai manusia yang utuh

b. Memberikan pelayanan secara langsung dan manusiawi

c. Setiap orang berhak mendapat perawatan tanpa memandang suku, kepercayaan, status sosial, dan status ekonomi

d. Perawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan e. Pasien merupakan mitra yang aktif dalam pelayanan kesehatan, bukan

penerima jasa pasif

2. Standar 2: Tujuan Asuhan Keperawatan

a. Membantu individu untuk mandiri

b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan

c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya

(26)

31

3. Standar 3: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan. Kriteria pengkajian keperawatan meliputi:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lain

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: 1) Status kesehatan klien masa lalu

2) Status kesehatan klien saat ini

3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual 4) Respon terhadap terapi

5) Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal 6) Resiko-resiko tinggi masalah

4. Standar 4: Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Adapun kriteria proses:

a. Proses diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan

b. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE)

(27)

32

c. Bekerja sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru

5. Standar 5: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien.

a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan, dan rencana tindakan keperawatan

b. Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien

d. Mendokumentasikan rencana keperawatan

6. Standar 6: Implementasi Keperawatan

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasikan dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses meliputi:

a. Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain

(28)

33

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien

7. Standar 7: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria prosesnya:

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu, dan terus menerus

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kea rah pencapaian tujuan

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat d. Bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana

asuhan keperawatan

8. Standar 8: Catatan Asuhan Keperawatan

Perawat membuat suatu catatan yang memuat seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan, dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang disusun secara sistematis, valid, dan dapat di pertanggungjawabkan secara moral dan hukum.

(29)

34

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, ada kualitas struktur, proses atau hasil yang dapat dinilai.

Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien (Gillies, 1989 dalam Nursalam, 2002).

Referensi

Dokumen terkait

Alasan untuk tidak memungkinkan pengguna untuk memperbarui atau menghapus data di gudang data adalah untuk menjaga konsistensi data sehingga Anda dapat menjamin bahwa data dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Dengan mengacu pada kebutuhan nurturance khususnya menyayangi anak-anak, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi para pengasuh mengenai pengaruh

Meskipun tidak dapat diketahui secara pasti kapan masa prasejarah berakhir, namun dengan prasasti, patung dan peninggalan lain serta adat-istiadat yang masih

Perusahaan terbuka mempunyai keuntungan yang tidak dimiliki oleh perusahaan tertutup, yaitu kemampuan untuk menawarkan kepemilikan saham kepada manajemen atau Direksi sebagai

Lokasi Tegangan kritis pada tiap sudut selalu terjadi pada Knee Prosthesis di daerah ujung.

Larutan standar primer dibuat dengan melarutkan zat dengan kemurnian yang tinggi (standar primer) yang diketahui dengan tepat beratnya dalam suatu larutan yang diketahui dengan

Dengan melihat hal tersebut, adapun tujuan dalam penelitian ini ialah untuk menciptakan kesadaran kolektif masyarakat Toraja di tengah pandemi covid 19 yang