AWAL PENATAAN RUANG
DI INDONESIA
M.K. ETIKA PROFESI PWK FT. UNS
Dr. NUR MILADAN, S.T., M.T.
Dari Zaman Kolonial Menuju Zaman Kemerdekaan (Pra 1950)
MASA PERKEMBANGAN
PEMIKIRAN AWAL PENATAAN RUANG
• Awal abad XX (1903) UU Desentralisasi
• UU Desentralisasi klasifikasi administrasi baru & mengakhiri
administrasi pusat (terpusat) di Batavia.
• Ordonansi Dewan Lokal (Locale Radenordonnantie) untuk penetapan
peraturan bagi pembentukan pemerintah lokal/ kotamadya 2 x
Kongres
• 1910 : kesehatan, garis sempadan bangunan bahkan aspek pembiayaan
• 1911 : kotamadya-kotamadya membentuk asosiasi kepentingan lokal; majalah locale belangen dan locale techniek
PEMIKIRAN AWAL PENATAAN RUANG
Sebagian besar kota dihadapkan pada peningkatan jumlah penduduk yang pesat, permintaan yang tinggi terhadap perumahan dan berbagai kebutuhan
Semarang 1907
Dewan Kota (W.T. de Vogel) meminta Arsitek (K.P.C. de
Bazel) untuk membuat sketsa rancangan perluasan.
T. Karsten , 1917: rencana Candi Baru (Nieuw Tjandi),
Surabaya 1909 Melakukan pembebasan lahan (membeli lahan) untuk lingkungan eropa baru Bandung 1910 Dewan Kota memperluas wilayah untuk mengalihkan beberapa kementerian dari Batavia ke Bandung Batavia, Medan Buitenzrg (Bogor) 1917 Mengajukan rancangan perluasan wilayah dengan
rancangan terutama permukiman
PEMIKIRAN AWAL PENATAAN RUANG
1921• Karsten mengajukan makalah ‘Indian Town Planning (Indiese Stedebouw) dalam kongres Desentralisasi
• Dalam makalahnya, menunjukkan perencanaan kota merupakan kegiatan yang melibatkan kegiatan saling terkait satu sama lain (sosial, teknologi,dan
sebagainya) yang perlu ditangani semestinya
1920 -an
Pemerintah memutuskan untuk menangani masalah, diantaranya :
• Mengizinkan perusahaan umum terbatas dan komersial terlibat dalam pembangunan perumahan (1925),
• Surat edaran kepada kotamadya berisi pedoman perluasan daerah perkotaan dan perumahan (1926),
• Tambahan hak prioritas kotamadya atas lahan yang sudah ada (1926),
PEMIKIRAN AWAL PENATAAN RUANG
Perubahan Komite Pembatasan Pembangunan menjadi Komite
Tata Kota
Pengangkatan Karsten sebagai dosen perencanaan di ITB
Peraturan tata kota mengorganisir konstruksi dan bangunan, oleh pemerintah lokal maupun pihak
lainnya, untuk menjamin pembangunan perkotaan sesuai sifat sosial dan geografinya serta
pertumbuhan yg diperkirakan
Komite mengajukan Rancangan Pembentukan Kota dan suatu Memorandum
Rancangan diajukan dan dibahas dalam lokakarya perencanaan
yang diadakan Asosiasi Kepentingan Lokal
1934
1938
1939
1941
PENATAAN RUANG DALAM MASA KEMERDEKAAN
• Setelah Proklamasi Kemerdekaan penyesuaian administratif Belanda. • Ordonansi Provinsi 1924 diperluas ketika delapan provinsi ditetapkan: Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra, Borneo, Sulawesi, Maluku dan Kepulauan Sunda.
• Badan-badan administrasi pra-perang seperti residen, kotamadya dan kabupaten tetap dipertahankan.
• Sebagai akibat perang, kota-kota memerlukan rekonstruksi dan pembangunan baru.
• Masalah ini ditangani Departemen Pekerjaan Umum dan Rekonstruksi yang merupakan reorganisasi dari Departemen Transportasi dan Pekerjaan Umum.
PENATAAN RUANG DALAM MASA KEMERDEKAAN
• Meski sudah ada reorganisasi, tiga masalah utama masih perlu ditangani, yaitu
ketiadaaan pakar, infrastruktur organisasi yang baik, dan landasan hukum.
• Permasalahan saat hendak melakukan rekonstruksi : Penghapusan sementara lembaga pra-perang, serta tugas-tugas perencanaan dan pembangunan pasca-perang baru menyebabkan kesulitan.
PENATAAN RUANG DALAM MASA KEMERDEKAAN
Pembentukan
Organisasi/lembaga baru
.
Tokoh yang berperan : Dr. Ir. W.B. Kloos; F.M. Razoux Schultz
dan Ir. J.C.K. van Toorenburg; Jacobus Pieter Thijsse
(1896-1981)
Pada 1 Mei 1946,
Biro Perencanaan (Pusat)/(Centraal)
Planoogisch Bureau)-(C)PB
didirikan sebagai bagian dari
Departemen Pekerjaan Umum dan Rekonstruksi.
Tujuan utama (C)PB adalah menangani dan mengkoordinasi
PENATAAN RUANG DALAM MASA KEMERDEKAAN
Pada waktu Negara/Bagian Indonesia Timur dibentuk pada
1946, (C)PB cepat tanggap mengajukan rencana rekonstruksi
dan peraturan pembangunan untuk
Makassar
kepada Menteri
Transportasi dan Pekerjaan umum, rencana tata kota Ternate
dan Ordonansi Pembentukan Kota darurat.
Belum selesai dengan tugas pertama di Indonesia Timur,
Thijsse
berangkat ke Eropa untuk mempelajari kurikulum
perencanaan
di Negeri Belanda dan di negara barat lainnya
dan
membandingkan situasi perencanaan Eropa dengan
Indonesia
.
Perencanaan Indonesia pada 1940-an
bukan perencana
PENATAAN RUANG DALAM MASA KEMERDEKAAN
Pada waktu Negara/Bagian Indonesia Timur dibentuk pada
1946, (C)PB cepat tanggap mengajukan rencana rekonstruksi
dan peraturan pembangunan untuk
Makassar
kepada Menteri
Transportasi dan Pekerjaan umum, rencana tata kota Ternate
dan Ordonansi Pembentukan Kota darurat.
Belum selesai dengan tugas pertama di Indonesia Timur,
Thijsse
berangkat ke Eropa untuk mempelajari kurikulum
perencanaan
di Negeri Belanda dan di negara barat lainnya
dan
membandingkan situasi perencanaan Eropa dengan
Indonesia
.
Perencanaan Indonesia pada 1940-an
bukan perencana
PENATAAN RUANG DALAM MASA KEMERDEKAAN
Inisiasi Ilmu Perencanaan Kota:
Thijsse (insinyur sipil, kantor pekerjaan umum lokal di Bandung sejak 1921, dan
diangkat sebagai dosen perencanaan dan sanitasi di Sekolah Tinggi Teknik Bandung pada 1946 tiga unsur yang berhubungan dengan perencanaan: keahlian,
pendidikan dan undang-undang.
Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hoge School) yang didirikan di Bandung pada tahun 1921 membuka perkuliahan “Stedebouwkunst” (seni pembangunan
kota) lokasi bangunan gedung yang diperkirakan dapat menimbulkan persoalan
lalu lintas kota.
Karsten sebagai dosen tamu untuk perencanaan di Institut Teknologi Bandung pada 1941.
Thomas Nix, disertasinya Kontribusi pada Morfologi Perencanaan Kota, terutama untuk Indonesia (Bijdrage tot de vormleer van de stedebouw in het bijzonder voor
PELEMBAGAAN PERENCANAAN : ORDONANSI
PEMBENTUKAN KOTA 1948
• Menerapkan visi rancangan 1938 • Pengakuan terhadap pentingnya
perencanaan
• Sumbangan perencana kepada
masyarakat
• Latar belakang keadaan politik pasca perang
• Besarnya kerusakan dan kebutuhan pasca perang • Kurangnya pengetahuan dan tenaga kerja
• Kebutuhan landasan hukum dan prosedur kerja
ORDONANSI
PEMBENTUKAN KOTA
PELEMBAGAAN PERENCANAAN : ORDONANSI
PEMBENTUKAN KOTA 1948
BAB 1
• Definisi dari terminologi • Tanggungjawab dan
tugas berbagai tingkat administrasi yang terlibat
BAB 2
• Unsur yang membentuk rencana kota
• Penanganan kerja yang ada • Garis sempadan bangunan • Prosedur untuk mengakses
berbagai unsur rencana kota • Pengaturan mengenai
kewajiban untuk melanjutkan dan membiarkan pekerjaan tertentu (drainase, jalan), berbagai lisensi (bangunan, konstruksi, operasi), mandate (perbaikan, izin), dan juga pengawasan konstruksi
BAB 3
• Hak atas ganti rugi karena tindakan perencanaan
• Hak serta jumlah ganti rugi ordonansi kotamadya
• Peraturan mengenai hak gadai
PELEMBAGAAN PERENCANAAN : ORDONANSI
PEMBENTUKAN KOTA 1948
BAB 4 • Biaya Perencanaan BAB 2 • Ketentuan Transisi • Ketentuan Penutup• Ayat 51 : “memperluas bidang penerapan dengan menetapkan kemungkinan ordonansi diberlakukan terhadap kota-kota dan satuan-satuan administratif lainnya yang tidak memiliki status kotamadya tapi menunjukkan atau diharapkan menunjukkan
tanda-tanda perkembangan daerah perkotaan” • Ayat 52 : ”menetapkan kemungkinan dialihkannya
untuk sementara waktu kekuasaan kepada badan-badan non-kotamadya untuk memperluas
PELEMBAGAAN PERENCANAAN : ORDONANSI
PEMBENTUKAN KOTA 1948
POINT PENTING :
• Tidak ada rencana kota yang dapat disahkan tanpa dewan kota. • Belum ada/keterbatasan kemampuan departemen yang memiliki
tugas merancang dan melaksanakan suatu rencana kota (C) PB Tugas Badan Ordonansi
•Rencana Kota
•Skema Pembangunan Terinci •Peraturan Pembangunan
KOMITE PERENCANAAN TATA RUANG
• Masalah perencanaan lebih rumit dan memerlukan pendekatan yang berbeda dan lebih luas dari rencana kota.
• Dibentuk Komite Peraturan Penataan Ruang di Daerah Non-Perkotaan pada tanggal 8 Oktober 1948.
• Thijsse (Ketua Komite Perencanaan Tata Ruang) mengemukakan
perencanaan regional mengatasi dan mengantipasi kemungkinan
ketidakseimbangan yang makin meningkat antara kota dan desa.
• Rapat pertama ordonansi pembentukan kota.
• Rapat kedua membahas dan menegakkan kebutuhan perencanaan perdesaan, mengkaitkan masalah ekonomi, keuangan dan sosial ke dalam perencanaan.
PERENCANAAN KEBAYORAN BARU
• Perencanaan Kota Baru (September 1948)
• Organisasi Pusat untuk Rekonstruksi (Centrale Stichting Wederopbouw – CSW) dan Komite Kebayoran.
• kompromi antara kota yang memiliki otonomi dengan administrasi sendiri dan merupakan perluasan daerah pemukiman kota yang sudah ada.
• Walaupun dimaksudkan untuk perumahan kelompok berpendapatan rendah, namun penyesuaian terhadap lay-out dan distribusi berbagai jenis perumahan dilakukan karena ternyata kelompok berpendapatan lebih tinggi tertarik pindah ke daerah baru tersebut.
• Kendala :
• Perubahan dan penyesuaian peraturan pembangunan mengancam bentuk asli rencana dari sudut pandang ideologi maupun pragmatis
• Reorganisasi pengelola terus menerus
• Penjualan semakin sulit karena intervensi negara (Sukarno membubarkan CSW/ Pengelola)
PERENCANAAN KEBAYORAN BARU
• Kebayoran Baru selesai pada 1954, daerah itu tidak mencapai tujuan yang ditetapkan semula.
• Dengan penduduk 45.627 jiwa, daerah tersebut hanya menampung 75% dari rencana semula, dan dari 7.050 rumah yang direncanakan hanya 4.720 rumah yang dibangun.
• Kekurangan jumlah fasilitas lainnya, yakni 142 toko dan tempat umum, 14
sekolah, 1 mesjid, 1 gereja, 3 pasar dan 1 bioskop tidak mencapai angka-angka yang ditetapkan semula (masing-masing 309, 28, 4, 3, 4 dan 4).
• Meskipun banyak tujuan rencana semula tidak tercapai, Kebayoran sekarang dianggap sebagai pusat Jakarta.
TATA RUANG DI INDONESIA PRA 1950
• Penyusunan kebijakan dan pengaturan terkait tata ruang terkait
kondisi politik.
• Jepang dan Sekutu
• Belanda dan Indonesia.
• Terdapat kesamaan dan perbedaan antara urbanisasi di dunia barat
dan timur.
• Barat urbanisasi lebih disebabkan oleh faktor ekonomi yaitu kebutuhan pekerja buruh di perkotaan yang terus meningkat (pull factor)
• Timur urbanisasi lebih disebabkan oleh adanya ketimpangan desa-kota yang membuat masyarakat ingin tinggal di kota guna memperbaiki hidup (push
factor).
• Indonesia urbanisasi tidak hanya disebabkan faktor ekonomi namun juga faktor sosial.
KESIMPULAN
• Tumbuh dan berkembangnya penataan ruang di Indonesia pada abad XX dilatarbelakangi
perubahan di bidang politik dan administrasi.
• UU Desentralisasi (1903) dan Ordonasi Dewan Lokal (1948) masing-masing kota
bertanggungjawab atas kemajuan wilayahnya, di sisi lain jumlah pakar perencanaan kota masih sangat terbatas.
• Penataan ruang di Indonesia masih berdasar pada Paradigma Belanda.
• Stads Vorming Ordonantie (Undang-undang Pembentukan Kota) dengan Stads Vorming
Verordening (Peraturan Pelaksanaan) diterbitkan pada 1948 dan 1949 antisipasi urbanisasi
terkesan mengacu pada perkembangan yang terjadi di Belanda, padahal di Indonesia berbeda.
• Latar belakang urbanisasi di Indonesia lebih bersifat sosial, sedangkan di Belanda lebih
REFERENSI
• Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003, Sejarah Penataan