• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. Pendahuluan Dewasa ini, isu pengembangan sumber daya manusia bukanlah menjadi isu yang asing. Hal ini perlu dilakukan mengingat persaingan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. Pendahuluan Dewasa ini, isu pengembangan sumber daya manusia bukanlah menjadi isu yang asing. Hal ini perlu dilakukan mengingat persaingan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR PADA PERAWAT DI

RUMAH SAKIT X

Yudhistira Adi Wicaksana dan Bertina Sjabadhyni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Perawat yang baik salah satunya ditandai dengan memiliki tingkat perilaku sukarela yang tinggi, yaitu Organizational Citizenship Behavior (OCB). Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara psychological capital (PsyCap) dan organizational citizenship behavior (OCB) pada perawat. PsyCap (Luthans et al., 2007) merupakan keadaan perkembangan psikologis yang positif pada individu dengan karakteristik: memiliki self-efficacy, optimism, hope, dan resiliency. OCB (Organ, 1988) suatu tingkah laku individu yang sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem imbalan formal, namun dapat berpengaruh pada berjalannya fungsi organisasi yang efektif dan efisien. Pengukuran PsyCap menggunakan alat ukur adaptasi dari Psychological Capital Questionnaire (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) sedangkan pengukuran OCB menggunakan alat ukur Organizational Citizenship Behavior Scale (Podsakoffet al., 1990) yang telah diadaptasi oleh Khalidet al. (2009). Partisipan berjumlah 150 perawat dari rumah sakit X. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara komponen-komponen PsyCap dan OCB pada perawat (r = 0,513; p = 0,000, signifikan pada L.o.S 0,05). Artinya, semakin tinggi komponen-komponen PsyCap yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi OCB yang ia rasakan. Selain itu, komponen PsyCap yang memiliki korelasi parsial signifikan paling besar pada OCB adalah self-efficacy. Dengan demikian, untuk dapat meningkatkan self-efficacy para perawat, pihak rumah sakit dapat membantu para perawat untuk menetapkan tujuan, cara-cara mencapai tujuan dan menghadapi berbagai tantangan dalam pekerjaan mereka melalui pertemuan rutin setiap bulannya.

Kata Kunci: psychological capital; PsyCap; organizational citizenship behavior; OCB; perawat.

A good nurse will show a high level of voluntary behavior, which is Organizational Citizenship Behavior (OCB). This research was conducted to find the correlation between psychological capital (PsyCap) and organizational citizenship behavior (OCB) among nurses. PsyCap (Luthans et al., 2007) is an individual’s positive psychological state of development and is characterized by: self-efficacy, optimism, hope, resiliency. OCB (Organ, 1988) represents individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the formal reward system, and in aggregate promotes the efficient and effective functioning of the organization. PsyCap was measured using a modification instrument named Psychological Capital Questionnaire (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007) and OCBwas measured using a modification instrument named Organizational Citizenship Behavior Scale (Podsakoff et al., 1990) that had been modified by Khalid et al. (2009). The participants of this research are 150 nurses who work at X hospital. The main results of this research show that PsyCap componentspositively correlated significantly with OCB (r = 0,513; p = 0,000, significant at L.o.S 0,05). That is, the higher PsyCap componentsof one’s own, the higher OCB they felt. Furthermore, the biggest partial correlationcomponent of PsyCap toward OCB was self-efficacy. Therefore, in order to increase self-efficacy, the hospital can help their nurses to make their goal setting, ways to accomplish their goals, dan how to overcome the obstacles in their works through the monthly meeting.

(2)

I. Pendahuluan

Dewasa ini, isu pengembangan sumber daya manusia bukanlah menjadi isu yang asing. Hal ini perlu dilakukan mengingat persaingan industri yang terjadi di Indonesia semakin sengit. Persaingan industri yang terjadi terutama karena memperebutkan konsumen untuk menjaga kelangsungan hidup suatu organisasi. Agar sukses dalam persaingan perebutan konsumen tersebut, maka sebuah organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang handal dan mampu memenuhi kebutuhan konsumen, agar konsumen lebih memilih layanan organisasi tersebut dibandingkan organisasi lainnya.

Salah satu industri yang turut serta bersaing dalam perebutan konsumen adalah industri pelayanan kesehatan terutama rumah sakit. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik, dan pendidkan tenaga kerja dan pelatihan (Keputusan Menteri Republik Indonesia No.983.MENKES/SK/1992). Sementara dalam situs World Health Organization (WHO, 2012), dijelaskan bahwa rumah sakit merupakan suatu institusi perawatan kesehatan yang memiliki staf medis dan professional lainnya yang terorganisir, memiliki fasilitas rawat inap, dan memberikan pelayanan medis, keperawatan, serta pelayanan lainnya yang terkait selama 24 jam per hari dan 7 hari per minggu. Dalam laporan nomor 122 yang dibuat WHO Expert Committee On Organization Of Medical Care (1957), rumah sakit didefinisikan sebagai integrasi dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kerja serta untuk penelitian biososial. Dalam kegiatannya, rumah sakit bertugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Keputusan Menteri Republik Indonesia No.983.MENKES/SK/1992).

Saat ini, jumlah rumah sakit yang tercatat di Indonesia sebanyak 1668 unit. Dengan jumlah rumah sakit yang cukup besar, persaingan dalam industri kesehatan pun meningkat. Dibutuhkan tenaga kerja yang baik agar suatu rumah sakit bisa memenangkan persaingan tersebut. Salah satu tenaga kerja yang berperan dalam persaingan industri rumah sakit adalah perawat. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Keputusan Menteri Republik Indonesia No. 1239/MENKES/SK/XI/2001). Menurut WHO

(3)

(2012) tugas keperawatan meliputi perawatan otonom dan kolaboratif individu dari segala usia, keluarga, kelompok dan masyarakat, sakit atau sehat dan dalam semua pengaturan. Ini mencakup promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan perawatan orang sakit, cacat dan sekarat. Peran perawat sangatlah penting bagi kesembuhan pasien karena perawatlah yang melakukan penanganan langsung dan memiliki interaksi yang paling lama dengan pasien dan keluarga pasien. Di sisi lain pelayanan dan kinerja yang diberikan oleh perawat tidak bisa dilepaskan dari rumah sakit tempat ia bekerja. Setiap hal yang dilakukan perawat juga akan mempengaruhi kinerja dari rumah sakit tersebut.

Dalam usaha memenangkan persaingan, rumah sakit perlu meningkatkan kuantitas maupun kualitas perawat. Secara kuantitas perlu ditingkatkan jumlah perawat yang dipekerjakan dalam rumah sakit tersebut, sehingga rasio antara perawat dan pasien menjadi ideal. Secara kualitas, perlu dilakukan peningkatan kualitas berupa peningkatan mutu pendidikan pada jurusan keperawatan, baik program diploma maupun sarjana. Selain itu, pemberian pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu serta kemampuan perawat dalam menangani pasien. Dari pihak pemerintah, yang bisa dilakukan adalah memberi sertifikat bagi perawat yang telah memenuhi standar kualitas pelayanan pasien. Selain itu, perlu meningkatkan kualitas aspek pekerjaan dan individu perawat itu sendiri. Salah satunya adalah dengan meningkatkan perilaku sukarela perawat.

Perilaku sukarela yang perlu dimiliki oleh seorang perawat misalnya agar ia mau melakukan tugas pekerjaan yang bukan menjadi tanggung jawabnya. Perilaku sukarela itu adalah sesuatu tidak menjadi tanggung jawabnya, bukan bagian dari job description, dan tidak mendapat reward secara langsung dari rumah sakit, namun membantu pengembangan rumah sakit itu sendiri. Selain itu, seorang perawat juga perlu melakukan tugasnya kapanpun, dalam situasi apapun, dan dalam kondisi lingkungan kerja apapun. Seorang perawat harus siap melayani pasien ketika pasien tersebut membutuhkan bantuan walaupun waktunya tengah malam di saat perawat tersebut butuh tidur. Seperti kasus yang terjadi pada suatu RSUD di suatu kabupaten di Sumatera Utara ketika seorang pasien mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut terutama dari pihak perawat yang tidak menghiraukan pasiennya lagi ketika malam hari. Perawat lebih memilih untuk tidur daripada bergantian berjaga apabila ada pasien yang butuh bantuan. Bahkan pihak keluarga pasien terpaksa menggedor-gedor pintu ruang perawat jika butuh bantuan (www.mandailingonline.com, 2011). Hal ini tentu akan membuat rumah sakit tersebut menjadi tidak bisa bersaing dengan rumah sakit lain karena dipandang buruk oleh pasien sehingga pasien akan memilih untuk berobat ke rumah sakit lainnya. Selain itu,

(4)

dalam etika keperawatan disebutkan bahwa seorang perawat harus mampu memelihara mutu pelayanan yang tinggi sesuai dengan kebutuhan individu, keluarga, dan masyarakat. Dalam hal ini, perawat pada rumah sakit tersebut tidak melaksanakan etika keperawatan dengan baik karena tidak berusaha menjalankan tugas sesuai kebutuhan pasien secara sukarela. Padahal jika seorang perawat mau bekerja secara sukarela, maka kondisi-kondisi yang terjadi pada RSUD tersebut bisa dihindari sehingga bisa berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan rumah sakit dalam persaingan industri kesehatan. Menurut Organ (1988), perilaku sukarela ini bisa berkontribusi bagi organisasi, walaupun tidak begitu signifikan. Namun, jika perilaku sukarela ini dilakukan bukan hanya oleh seorang individu, tetapi dilakukan oleh banyak orang di dalam organisasi tersebut dan dilakukan berulang-ulang, perilaku sukarela tersebut akan berkontribusi signifikan terhadap organisasi.

Secara spesifik, perilaku sukarela yang dilakukan pekerja didefinisikan oleh Organ (1988, dalam Gurbuz, 2009) sebagai Organizational Citizenship Behavior(selanjutnya disingkat OCB). OCB sebagai suatu konsep berarti perilaku menguntungkan yang dilakukan oleh karyawan, perilaku menguntungkan ini tidak ditentukan sebelumnya dalam pekerjaan, namun membantu perkembangan organisasi secara tidak langsung. Organ (1988) menyatakan bahwa OCB adalah suatu tingkah laku individu yang sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui dalam sistem imbalan formal, namun dapat berpengaruh pada berjalannya fungsi organisasi yang efektif dan efisien. Dalam penelitian ini, konsep OCB yang akan digunakan adalah konsep OCB yang dikembangkan oleh Organ (1988).

Podsakoff dan MacKenzie (1997) menjelaskan bahwa OCB dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Efektivitas organisasi yang dimaksud antara lain OCB bisa meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan produktivitas manajerial. OCB juga membuat aktivitas antara anggota grup dan antar grup menjadi lebih efektif, meningkatkan stabilitas performa organisasi, dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan.

Berdasarkan deskripsi di atas, jelas sekali dibutuhkan tingkat OCB yang tinggi pada perawat. Jika dikaitkan dengan fenomena yang terjadi, maka rumah sakit perlu melakukan peningkatan perilaku sukarela pada perawatnya agar bisa memenangkan persaingan industri kesehatan. Selain itu, peningkatan perilaku sukarela perawat dibutuhkan agar rumah sakit bisa meningkatkan produktivitas dalam pelayanan kesehatan yang diberikan. Lebih jelasnya, jika seorang perawat memiliki tingkat OCB yang tinggi, maka perawat akan memiliki kecenderungan untuk bekerja secara sukarela, tanpa berkeluh kesah. Jika seorang perawat

(5)

mampu bekerja secara sukarela, pasien yang ada di rumah sakit tersebut akan merasa nyaman ketika menjalani perawatan medis di rumah sakit tersebut. Ketika seorang pasien merasa nyaman di rumah sakit tersebut karena pelayanan dari perawat yang sangat baik, maka pasien tersebut akan memilih untuk berobat ke rumah sakit tersebut, bahkan akan merekomendasikan pelayanan rumah sakit tersebut ke orang lain. Pada akhirnya, pasien-pasien yang membutuhkan pelayanan medis akan memilih untuk berobat ke rumah sakit tersebut karena memiliki pelayanan yang baik dilihat dari perawat yang mau bekerja secara sukarela, sehingga kemudian rumah sakit tersebut mampu memenangkan persaingan industri kesehatan karena pasien-pasien lebih memilih rumah sakit tersebut dibandingkan dengan rumah sakit lainnya.

Avey et al. (2008) menyatakan bahwa salah satu hal yang bisa menjadi prediktor munculnya perilaku OCB adalah Psychological Capital (PsyCap). Hubungan antara PsyCap dan OCB ini sendiri dimediasi dengan munculnya suatu emosi positif. Seorang pekerja yang memiliki tingkat PsyCap yang tinggi akan memiliki suatu emosi positif yang lebih tinggi dan kemudian akan lebih terlibat dalam organisasi serta memiliki tingkat OCB yang tinggi. Lebih lanjut lagi, Norman et al. (2010) menyatakan bahwa seorang pekerja yang memiliki keterikatan yang tinggi dengan organisasi dan tingkat PsyCap yang tinggi akan memiliki tingkat OCB yang tinggi.

Luthans et al. (2007) memberikan definisi PsyCapsebagai suatu kondisi/state psikologis yang positif pada individu dan dengan karakteristik: (1) memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) untuk mengerjakan suatu tugas yang menantang dan memberikan usaha yang maksimal agar bisa sukses dalam mengerjakannya, (2) memiliki atribusi yang positif (optimis) akan kesuksesan sekarang dan di masa depan, (3) berusaha keras untuk mencapai tujuan, dan jika dibutuhkan, individu tersebut akan mengarahkan arah pergerakannya ke arah tujuan tersebut agar bisa mencapai kesuksesan, (4) ketika mendapatkan masalah, individu tersebut akan mampu bertahan dan berusaha lebih baik lagi (resiliensi) agar bisa mencapai kesuksesan. Luthanset al. (2007 dalam Avey et al., 2010) menegaskan bahwa walaupun setiap komponen PsyCap dapat secara independen mempengaruhi performa pekerja pada organisasi, namun konsep PsyCap secara keseluruhan akan dapat memprediksi employee outcomes (seperti performa dan kepuasan kerja) dengan lebih baik jika dibandingkan kinerja independen setiap komponennya. Keseluruhan konsep PsyCap telah menjadi sebuah konstruk utama (higher order core construct) sehingga dapat lebih efektif dalam memprediksi employee outcomes (Aveyet al., 2010).

(6)

Hasil penelitian Luthans (2005 dalam Luthans dan Youssef, 2007) menunjukkan bahwa PsyCap berhubungan dengan performa dan juga kepuasan kerja baik pada pekerja yang bekerja di bidang manufaktur maupun bidang jasa. Selain itu, PsyCap bisa menjadi prediktor munculnya perilaku OCB pada tenaga kerja (Avey et al., 2008). Tingkat OCB yang tinggi pada tenaga kerja bisa meningkatkan efektivitas organisasi yang akan meningkatkan produktivitas organisasi serta kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan (Podsakoff dan MacKenzie, 1997).

Berdasarkan hal tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa PsyCap yang tinggi dapat memicu munculnya perilaku OCB pada perawat, yang kemudian akan berpengaruh pada meningkatnya efektivitas organisasi. Peningkatan efektivitas organisasi tersebut berkaitan juga dengan kemampuan organisasi dalam memenangkan persaingan industri dalam usaha perebutan konsumen. Dengan demikian, jika seorang perawat memiliki tingkat PsyCap yang tinggi, maka kemungkinan munculnya perilaku OCB menjadi tinggi. Jika memiliki tingkat OCB yang tinggi, maka perawat akan membantu rumah sakit dalam peningkatan efektivitas kerjanya dan dapat memicu peningkatan produktivitas rumah sakit yang akan membuat pelayanan kesehatan pada rumah sakit semakin membaik dan akhirnya rumah sakit tersebut menjadi rumah sakit yang dituju oleh pasien sehingga rumah sakit tersebut bisa memenangkan persaingan industri kesehatan.

Meskipun begitu, belum banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan hubungan antara PsyCap dengan OCB. Hal ini bisa dilihat dari hasil pencarian yang dilakukan di situs online.sagepub.com yang hanya memunculkan 2 penelitian yang memfokuskan pada hubungan antara Psychological Capital dan Organizational Citizenship Behavioryang dilakukan oleh Avey et al. (2008) dan Noorman et al. (2010). Selain itu, belum ada juga penelitian yang khusus membahas hubungan antara kedua konstruk tersebut pada perawat. Selain itu, belum ada penelitian yang membahas hubungan antara kedua konstruk tersebut di Indonesia. Beberapa sumber juga menyatakan bahwa perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek PsyCap terhadap tingkat OCB dari pekerja (Avey et al., 2008).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan antara PsyCap dan OCB pada perawat. Penelitian mengenai PsyCap pada perawat sudah dilakukan beberapa kali di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan Pormes (2012) mengenai hubungan PsyCap dan Workplace Well Being pada perawat, lalu penelitian yang dilakukan Daniswara (2012) mengenai hubungan PsyCap dan Work Engagement pada perawat. Namun

(7)

sejauh ini belum ada penelitian yang secara spesifik meneliti hubungan antara PsyCap dan OCB pada perawat. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara kedua konstruk tersebut pada perawat, mengingat penelitian mengenai hubungan keduanya belum pernah dilakukan pada perawat di rumah sakit Indonesia. Selain itu, peneliti juga berasumsi bahwa perawat memiliki peranan yang penting dalam peningkatan dan pengembangan kualitas pelayanan kesehatan yang diberkan rumah sakit, khususnya perawat di Indonesia. Penelitian ini sendiri memfokuskan pada sejauh mana kemunculan perilaku OCB mampu diprediksi melalui komponen-komponen yang dimiliki PsyCap. Apakah semua komponen PsyCap mampu memprediksi kemunculan OCB atau hanya beberapa komponen saja. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan kesehatan agar bisa memenangkan persaingan industri yang terjadi dan menjadi rumah sakit tujuan bagi para pasien.

I.1 Masalah Penelitian

Apakah terdapat hubungan antara Psychological Capital dan Organizational Citizenship Behavior pada perawat di Rumah Sakit X?

I.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan antara Psychological Capital dan Organizational Citizenship Behavior pada perawat di Rumah Sakit.

II. Tinjauan Teoritis

II.1 Organizational Citizenship Behavior

Pada penelitian ini, teori OCB yang akan digunakan adalah teori OCB yang diperkenalkan oleh Organ (1988). Organ (1988) menyatakan bahwa:

“OCB represents individual behavior that is discretionary, not directly or explicitly recognized by the formal reward system, and in aggregate promotes the efficient and effective

functioning of the organization”.

Berdasarkan definisi dari Organ tersebut, bisa diartikan bahwa OCB adalah suatu tingkah laku individu yang sukarela, tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem imbalan formal, namun dapat berpengaruh pada berjalannya fungsi organisasi yang efektif dan efisien. Organ membagi OCB ke dalam lima dimensi, yaitu (1) altruism; (2) courtesy; (3) sportsmanship; (4) conscientiousness; dan (5) civic virtue. Altruism merujuk pada suatu tingkah laku karyawan secara sukarela membantu teman kerja pada masalah yang berhubungan dengan organisasi. Conscientiousness merujuk pada kondisi dimana perilaku

(8)

karyawan melebihi apa yang diperintahkan dalam pekerjaan mereka. Sportsmanship merujuk pada suatu tingkah laku yang toleran dalam menghadapi situasi kurang ideal di tempat kerja tanpa mengeluh. Courtesy merujuk pada perilaku membantu rekan kerja dalam usaha mencegah timbulnya masalah dengan pekerjaan. Civic Virtue merujuk pada keterlibatan individu dalam kegiatan-kegiatan organisasi dan peduli pada kelangsungan hidup organisasi.

II.2 Psychological Capital

Pada penelitian ini, definisi PsyCap yang akan digunakan adalah definisi PsyCap oleh Luthans et al. (2007). Luthans et al. (2007) menyatakan PsyCap adalah:

“Individual’s positive psychological state of development and is characterized by: (1) having confidence (self-efficacy) to take on and put in the necessary effort to succeed at challenging tasks; (2) making a positive attribution (optimism) about succeeding now and in the future; (3) persevering toward goals and, when necessary, redirecting paths to goals (hope) in order to succeed; and (4) when beset by problems and adversity, sustaining and bouncing back and

even beyond (resiliency) to attain success.”

Arti dari definisi tersebut yaitu suatu kondisi/state psikologis yang positif pada individu dan memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) untuk mengerjakan suatu tugas yang menantang dan memberikan usaha yang maksimal agar bisa sukses dalam mengerjakannya.

2. Memiliki atribusi yang positif (optimis) akan kesuksesan sekarang dan di masa depan. 3. Berusaha keras untuk mencapai tujuan, dan jika dibutuhkan, individu tersebut akan

mengarahkan arah pergerakannya ke arah tujuan tersebut agar bisa mencapai kesuksesan.

4. Ketika mendapatkan masalah, individu tersebut akan mampu bertahan dan berusaha lebih baik lagi (resiliensi) agar bisa mencapai kesuksesan.

III.Metode Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti akan mengambil sampel berupa perawat dari Rumah Sakit X. Rumah Sakit X ini dipilih karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang menjadi salah satu rujukan nasional. Penelitian ini akan menggunakan alat ukur OCB yang merupakan alat ukur adaptasi dari Organizational Citizenship Behavior Scale (OCB Scale) yang diperkenalkan oleh Podsakoff et al. (1990). Sementara untuk mengukur PsyCap, peneliti akan

(9)

menggunakan alat ukur adaptasi dari Psychological Capital Questionnaire (PCQ) yang diperkenalkan oleh Luthans et al. (2007).

Alat ukur PsyCap sebelumnya telah diuji cobakan pada 247 pekerja pada berbagai bidang kerja dan rentang usia. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui reliabilitas dan homogenitas alat ukur adaptasi PCQ ini. Hasil dari uji coba ini, didapat nilai Alpha Cronbach alat ukur PCQ ini sebesar 0,822. Menurut Anastasi & Urbina (1997), nilai ini menandakan bahwa alat ukur PCQ sudah konsisten antar item dalam mengukur PsyCap karena nilai tersebut sudah berada di atas batas minimal reliabilitas yaitu 0,7. Selanjutnya, dilakukan pula pengujian homogenitas alat ukur PCQ tersebut dengan menggunakan metode internal consistency, yaitu skor yang didapatkan pada subtes dihubungkan dengan skor total tes tersebut (Anastasi & Urbina, 1997). Tujuan dilakukannya pengujian homogenitas adalah untuk mengetahui apakah item-item pada alat ukur PCQ benar-benar mengukur psychological capital. Aiken & Groth-Marnat (2006) menetapkan batas minimal indeks korelasi item untuk dapat dikatakan valid adalah 0,2. Berdasarkan hasil uji homogenitas, nilai validitas isi alat ukur PCQ berada dalam rentang -0,195 hingga 0,593 dimana terdapat empat item yang memiliki indeks validitas isi di bawah 0,2. Item 13 memiliki indeks validitas isi sebesar 0,146, item 20 memiliki indeks validitas isi dengan nilai -0,195, item 23 memiliki indeks validitas isi sebesar -0,060, dan item 24 memiliki indeks validitas isi sebesar 0,182.

Berdasarkan hasil uji homogenitas tersebut, peneliti menghapus dua item dengan nilai negatif, yaitu item 20 dan 23. Selain itu, peneliti juga memutuskan untuk menghapus item 13 karena memiliki indeks validitas isi di bawah 0,2, yaitu 0,146. Item ini termasuk dalam komponen resiliency sehingga jumlah item pada komponen tersebut berkurang menjadi lima item. Akan tetapi, peneliti memutuskan untuk mempertahankan item 24 yang memiliki indeks validitas isi 0,182 karena masih mendekati batas minimal indeks validitas yaitu 0,2. Peneliti hanya menghapus dua dari enam item pada komponen optimism, yaitu item 20 dan 23 karena ika item 24 juga dihapus maka jumlah item yang tersisa hanya tiga item pada komponen optimism tersebut. Peneliti merasa khawatir bahwa ketiga item yang tersisa tidak cukup mewakili komponen optimism yang ingin diukur. Setelah melakukan penghapusan item, nilai reliabilitas alat ukur PCQ naik menjadi 0,862 dengan indeks validitas isi berkisar antara 0,169-0,630.

Pada penelitian ini, tipe dan disain penelitian yang digunakan mengacu pada tipe penelitian yang diperkenalkan oleh Kumar (2005). Tipe penelitian menurut Kumar (2005) diklasifikasikan menjadi tiga perspektif yaitu berdasarkan aplikasi dari penelitian, tujuan

(10)

penelitian, dan tipe pencarian informasi. Berdasarkan aplikasi dari penelitian menurut Kumar (2005), penelitian in termasuk dalam applied research. Berdasarkan tujuan penelitian, tipe penelitian ini dikategorikan sebagai correlational research. Ditinjau dari sisi tipe pencarian informasi, tipe penelitian ini dikategorikan sebagai quantitative research.

Disain penelitian menurut Kumar (2005) dibagi ke dalam tiga perspektif, yaitu the number of contact with the study population, the reference period of the study, dan the nature of investigation. Perspektif pertama adalah the number of contact with study population yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Perspektif kedua adalah the reference period of the study yang digunakan dalam penelitian ini adalah retrospective-prospective study design. Perspektif ketiga adalah the nature of investigation yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-experimental.

Peneliti menggunakan teknik pengambilan data yang diperkenalkan oleh Kumar (2005). Kumar (2005) menjelaskan bahwa ada beberapa teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, kuesioner, dan skala sikap. Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan oleh peneliti adalah skala sikap. Skala sikap bisa digunakan untuk melihat sikap partisipan terhadap suatu persoalan. Peneliti menggunakan pernyataan tertutup dan bertujuan untuk melihat respon dari partisipan yang paling menggambarkan sikapnya. Pada penelitian ini, tipe skala sikap yang digunakan adalah skala Likert. Skala Likert merupakan salah satu skala sikap yang paling mudah dibentuk. Skala Likert memiliki asumsi bahwa setiap item yang digunakan memiliki bobot yang sama dan bertujuan untuk mengukur sikap seseorang terhadap suatu persoalan (Kumar, 2005).

Peneliti memutuskan untuk menggunakan skala sikap dalam pengumpulan data dengan pertimbangan kemudahan pengambilan data dan efisiensi waktu. Efisiensi waktu perlu dipertimbangkan dalam penelitian ini karena partisipan memiliki kesibukan yang tidak dapat diganggu dan kuesioner diharapkan dapat membantu partisipan menjadi sampel penelitian tanpa mengganggu pekerjaannya.

Peneliti akan menggunakan 3 teknik analisis data. Teknik-teknik tersebut adalah statistik deskriptif yang digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden, gambaran umum PsyCap, dan gambaran umum OCB, lalu multiple correlation yang digunakan untuk mengetahui korelasi berganda antara komponen-komponen PsyCap dan OCB serta asosiasi masing-masing komponen PsyCap dengan total skor OCB, dan teknik One-way ANOVA yang digunakan untuk mengetahui perbedaan mean skor total OCB berdasarkan data demografis responden.

(11)

IV. Hasil Penelitian

IV.1 Gambaran Umum Partisipan

Gambaran umum partisipan menggambarkan keadaan demografis penyebaran partisipan penelitian, gambaran PsyCap, dan gambaran OCB pada partisipan penelitian

IV.1.1 Gambaran Demografis Partisipan Penelitian

Gambaran demografis penelitian ini diperoleh melalui data diri partisipan yang terletak di halaman akhir booklet penelitian. Data diri yang dicantumkan terdiri dari inisial, jenis kelamin, usia, status pernikahan, suku bangsa, pendidikan terakhir, nomor telepon, unit kerja, lama bekerja, dan jam kerja per hari. Hasil gambaran demografis yang akan dideskripsikan dari data diri tersebut adalah jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jam kerja per hari. Hasil perhitungan distribusi frekuensi dari gambaran demografis tersebut dapat dilihat dalam tabel 4.1

(12)

Tabel 4.1

Gambaran Demografis Partisipan Penelitian

Karakteristik Partisipan N Persentase Jenis Kelamin Laki-Laki 21 14,0% Perempuan 129 86,0% Usia 15-24 tahun 9 6,0% 25-44 tahun 105 70,0% 45-65 tahun 36 24,0% Status Pernikahan Lajang 24 16,0% Menikah 125 83,3% Janda 1 0,7% Pendidikan Terakhir SPK/SMA 5 3,3% D1 1 0,7% D3 126 84,0% S1 18 12,0% Lama Bekerja 0-10 tahun 89 59,3% 11-20 tahun 27 18,0% 21-30 tahun 26 17,3% > 30 tahun 8 5,3%

Jam Kerja Perhari

6 jam 3 2,0%

7 jam 9 6,0%

8 jam 130 86,7%

9 jam 5 3,3%

(13)

Berdasarkan data dari tabel 4.1, dapat diketahui bahwa sebagian besar partisipan penelitia adalah wanita dengan jumlah sebesar 129 orang (86,0%). Usia termuda yang mengikuti penelitian ini adalah 20 tahun dan tertua adalah 56 tahun. Berdasarkan hal tersebut, peneliti membagi usia partisipan menjadi tigakategori berdasarkan tahap perkembangan karir menurut Dessler (2008), yaitu 15-24 tahun, 25-44 tahun, dan 45-65 tahun. Dapat dilihat bahwa mayoritas partisipan yang mengikuti penelitian ini berada pada tahap pemantapan dalam rentang usia partisipan 25-44 tahun, yaitu sebanyak 105 orang (70,0%). Jika dilihat dari status pernikahan, mayoritas partisipan berada pada status menikah dengan jumlah partisipan sebanyak 125 orang (83,3%). Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, sebagian besar partisipan telah menyelesaikan studi D3 yaitu sebanyak 126 orang (84,0%). Berdasarkan lama bekerja, mayoritas partisipan berada pada rentang 0-10 tahun dengan jumlah 89 orang (59,3%). Perawat yang mengikuti penelitian ini mayoritas memiliki jam kerja selama 8 jam per hari dengan jumlah 130 orang (86,7%).

IV.1.2 Gambaran Umum PsyCap

Pada bagian ini, akan dilihat gambaran umum PsyCap yang dimiliki oleh partisipan penelitian. Hasil yang didapat berupa nilai mean PsyCap partisipan pada penelitian ini sebesar 108.04 (SD = 9.364) dengan nilai minimum sebesar 80 dan nilai maksimum sebesar 131.

IV.1.3 Gambaran Umum OCB

Pada bagian ini, akan dilihat gambaran umum OCB yang dimiliki oleh partisipan penelitian. Hasil yang didapat antara lain nilai mean OCB partisipan yang mengikuti penelitian ini sebesar 139.54 (SD = 10.911) dengan nilai minimum sebesar 101 dan nilai maksimum sebesar 163.

IV.2 Hasil Utama Penelitian

Hasil utama dari penelitian ini adalah mengenai hubungan antara PsyCap dan OCB pada perawat.

IV.2.1 Hubungan antara PsyCap dan OCB

Teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara PsyCap dan OCB adalah teknik multiple correlation. Dari hasil perhitungan SPSS, didapat bahwa koefisien R = 0,513 dan p = 0,000 yang berarti signifikan pada L.o.S 0,05. Hubungan yang signifikan ini membuat hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima sehingga diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara komponen-komponen PsyCap dan OCB. Hasil dari adjusted R2= 0,243 atau 24,3% sehingga variasi skor OCB 24,3% dapat dijelaskan dari skor komponen-komponen PsyCap. Berdasarkan Guilford dan Frutcher (1981)

(14)

hubungan antara komponen-komponen PsyCap dan OCB memiliki hubungan golongan sedang dimana range golongan sedang berkisar 0,4 <r <0,7.

Berdasarkan perhitungan koefisien prediksi masing-masing komponen PsyCap terhadap OCB, ditemukan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2

Hasil Perhitungan Korelasi Berganda

Komponen PsyCap Korelasi Parsial Signifikansi

Self-efficacy 0,344 0,000*

Hope -0,008 0,926

Resiliency 0,223 0,007*

Optimism 0,167 0,043*

*Signifikan pada L.o.S 0,05

Dari tabel 4.2 di atas, ditemukan bahwa komponen Self-efficacy, resiliency, dan optimismberasosiasisecara signifikan terhadap skor total OCB. Komponen self-efficacy memiliki asosiasi terbesar terhadap skor total OCB dengan koefisien korelasi parsial sebesar 0,344. Komponen resiliencymemiliki asosiasi terbesar kedua dengan koefisien korelasi parsial sebesar 0,223. Lalu komponen optimism memiliki asosiasi terbesar ketiga dengan koefisien korelasi parsial sebesar 0,167.

IV.3 Hasil Tambahan Penelitian

Selain hasil utama penelitian, peneliti juga memperoleh hasil tambahan penelitian berdasarkan data yang diperoleh dan diolah. Pada bagian ini penelii akan menjelaskan hasil tambahan penelitian ini yang meliputi gambaran OCB berdasarkan demografis partisipan, dan sumbangan komponen PsyCap terhadap OCB.

IV.3.1 Gambaran OCB Berdasarkan Demografis Partisipan

Pada bagian ini, hasil yang diperoleh merupakan gambaran OCB yang ditinjau dari demografis partisipan, seperti jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jam kerja per hari. Gambaran OCB berdasarkan data demografis partisipan bisa dilihat pada tabel 4.3

(15)

Tabel 4.3

Gambaran OCB Berdasarkan Data Demografis Partisipan

Berdasarkan tabel 4.3, didapatkan hasil tambahan bahwa pada data demografis partisipan yang dihubungkan dengan OCB tidak terdapat perbedaan mean berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jam kerja per hari.

Karakteristik Partisipan N M F Sig.

Jenis Kelamin Laki-Laki 21 136,76 F = 0,050 0,824 Perempuan 129 139,99 Usia 15-24 tahun 9 140,11 F = 0,183 0,833 25-44 tahun 105 139,82 45-65 tahun 36 138,58 Status Pernikahan Lajang 24 141,38 F = 0,434 0,649 Menikah 125 139,17 Janda 1 142,00 Pendidikan Terakhir SPK/SMA 5 139,20 F = 1,591 0,194 D1 1 123,00 D3 126 139,13 S1 18 143,39 Lama Bekerja 0-10 tahun 89 139,06 F = 1,002 0,394 11-20 tahun 27 141,63 21-30 tahun 26 140,54 > 30 tahun 8 134,63

Jam Kerja Perhari

6 jam 3 141,67 F = 1,515 0,201

7 jam 9 144,78

8 jam 130 138,88

9 jam 5 139,00

(16)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini, data demografis yang diteliti tidak memiliki perbedaan mean skor yang signifikan terhadap OCB pada perawat.

V. Pembahasan, Kesimpulan, dan Saran V.1 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian utama ditemukan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara PsyCap dan OCB pada perawat di rumah sakit. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi tingkat PsyCap yang dimiliki oleh seorang perawat, maka semakin tinggi pula tingkat OCB yang dimiliki olehnya. Sebaliknya semakin rendah tingkat PsyCap yang dimiliki oleh seorang perawat, semakin rendah pula tingkat OCB yang dimiliki olehnya. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai hubungan PsyCap dan OCB yang dilakukan dalam berbagai konteks pekerjaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Van Dyne dan LePine (1998) ditemukan bahwa PsyCap merupakan salah satu prediktor munculnya perilaku OCB. Semakin tinggi tingkat PsyCap yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja, maka semakin tinggi juga kemungkinan munculnya perilaku OCB. Dengan demikian, hasil penelitian ini ikut memperkuat hasil penelitian tersebut bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara PsyCap dan OCB. Selain itu jika dilihat dari konteks pekerjaan, perawat di rumah sakit belum termasuk ke dalam bidang pekerjaan yang diteliti sehingga bisa dikatakan hasil penelitian ini juga memberikan kontribusi terhadap penelitian sebelumnya untuk melihat hubungan antara PsyCap dan OCB khususnya dalam konteks perawat rumah sakit.

Selain hal tersebut, ditemukan juga bahwa komponen self-efficacy, resiliency, dan optimism memiliki kemampuan memprediksi total skor OCB yang signifikan. Komponen self-efficacy memiliki koefisien korelasi parsial terbesar, kemudian komponen resiliency memiliki koefisien korelasi parsial terbesar kedua dan komponen optimism memiliki koefisien korelasi parsial terbesar ketiga.

Self-efficacy yang tinggi memberikan sumbangan yang besar terhadap tingkat OCB yang dimiliki oleh seorang perawat. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan diri seorang perawat, maka semakin tinggi pula perilaku sukarela yang akan dilakukannya. Luthans et al. (2007) menyatakan bahwa salah satu karakteristik yang menunjukkan seseorang memiliki efficacy yang tinggi adalah memiliki self-motivation yang tinggi. Hal ini sangat berperan dalam meningkatkan perilaku sukarela yang dimunculkan karena untuk memunculkan perilaku tersebut, dibutuhkan motivasi internal yang tinggi dari seorang individu. Kemampuan untuk terus memotivasi dirinya agar tetap

(17)

berperilaku secara sukarela dibutuhkan agar perawat itu bisa bekerja tanpa pamrih dan berdampak pada peningkatan pelayanan kesehatan dalam rumah sakit tersebut.

Selain self-efficacy, optimism juga memiliki asosiasi yang signifikan terhadap tingkat OCB yang dimiliki oleh seorang perawat. Jika seorang perawat memiliki keyakinan yang tinggi bahwa suatu hal baik akan terjadi di masa depan jika ia juga berbuat baik, maka kemungkinan munculnya perilaku sukarela akan tinggi juga. Seorang perawat akan terus menunjukkan perilaku sukarela yang dilakukan tanpa pamrih karena yakin jika ia berbuat seperti itu akan berdampak baik terhadap rumah sakit. Dikatakan oleh Luthans et al. (2007) bahwa sifat optimis pada PsyCap merepresentasikan hasil kuat tentang displin diri, analisis dari kejadian-kejadian di masa lampau, perencanaan yang saling terkait dan juga perawatan preventif. Selain itu, seseorang yang memiliki optimism yang tinggi akan mampu untuk menikmati dan mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian dalam hidup dan kejadian yang berasal dari tempat kerja (Avolio & Luthans, 2006 dalam Luthans et al., 2007). Dengan demikian, seorang perawat yang mengambil pelajaran dari dampak perilaku yang dilakukan secara pamrih akan memunculkan perilaku sukarela yang lebih tinggi.

Selain kedua komponen tersebut, komponen resiliency juga memiliki asosiasi yang signifikan terhadap munculnya perilaku OCB. Semakin mampu untuk bertahan, berarti semakin tinggi juga tingkat OCB yang dimiliki oleh seorang perawat. Resiliency diartikan sebagai kemampuan untuk bertahan dan kegigihan dalam menghadapi masalah serta melakukan hal tersebut secara positif walaupun harus beranjak dari keadaan normal atau titik ekuilibrium (Avolio & Luthans, 2006 dalam Luthans et al., 2007). Perilaku OCB di sini bisa diartikan sebagai suatu perilaku yang di luar batas normal, dalam artian di luar job description yang dimiliki oleh seorang perawat. Jika seorang perawat tidak mau beranjak dari kondisi normal, yang artinya hanya mau melaksanakan tugas sesuai dengan job description yang dimilikinya, maka kemungkinan munculnya perilaku OCB akan menjadi kecil. Selain itu, dengan melaksanakan perilaku sukarela maka terjadi peningkatan dalam beban kerja sehingga jika seorang perawat tidak bisa bertahan dengan hal tersebut, maka kemungkinan munculnya perilaku sukarela akan menjadi kecil.

Sementara dari hasil tambahan penelitian, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan mean yang signifikan pada data demografis partisipan terkait dengan tingkat OCB pada partisipan penelitian. Data demografis yang diteliti antara lain jenis kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, lama bekerja, dan rata-rata jam kerja per hari.

(18)

V.2 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Psychological Capital dan Organizational Citizenship Behavior pada perawat di rumah sakit X. Komponen-komponen PsyCap yang memiliki asosiasi signifikan terhadap skor total OCB adalah self-efficacy, resiliency, dan optimism. Sementara tidak terdapat asosiasi yang signifikan antara komponen hope dan skor total OCB.

V.3 Saran

Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan mengambil juga sampel yang berasal dari rumah sakit swasta dan rumah sakit di luar Jakarta. Hal ini agar data yang didapat bisa lebih kaya karena berasal dari berbagai jenis rumah sakit. Selain itu, perlu juga melakukan metode lain dalam mengukur OCB selain hanya menggunakan kuesioner.

Selain saran tersebut, peneliti juga memberikan saran praktis berupa:

1. Untuk meningkatkan munculnya perilaku OCB dari perawat, rumah sakit bisa merencanakan program pelatihan yang didalamnya berisi program pelatihan peningkatan perilaku Altruism, Conscientiousness, Sportsmanship, Courtesy, dan Civic Virtue. Dalam program tersebut dilakukan sosialisasi mengenai keuntungan jika seorang perawat memiliki kelima hal tersebut dan kerugian jika kelima hal tersebut tidak dimiliki oleh seorang perawat.

2. Pihak rumah sakit bisa melakukan pemberian reward bertahap bagi perawat yang memiliki tingkat OCB yang tinggi dengan pemberian bonus jika seorang perawat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang di luar job description. Pemberian bonus ini dilakukan agar seorang perawat merasa bahwa usaha-usaha yang dilakukannya ternyata diapresiasi oleh rumah sakit dan secara tidak langsung akan mendorong perawat-perawat lainnya untuk meningkatkan usaha-usaha juga dan secara perlahan akan meningkatkan pelayanan dari rumah sakit tersebut.

3. Perawat dapat membuat target-target yang harus dicapainya untuk meningkatkan optimism pada dirinya. Target-target yang ditetapkannya pada awalnya bersifat realistis untuk dicapai dan relatif mudah untuk dilakukan. Namun target-target tersebut perlahan-lahan ditingkatkan agar perawat bisa meningkatkan usaha untuk mencapai target tersebut dan menjadi lebih optimis karena target-target tersebut berhasil dicapai olehnya.

4. Rumah sakit dapat memberikan tugas-tugas yang menantang bagi perawat agar perawat bisa meningkatkan tingkat self-efficacy yang dimilikinya karena perawat

(19)

merasa yakin dengan kemampuannya setelah berhasil menyelesaikan tugas-tugas yang menantang tersebut.

5. Perlu dibuat situasi-situasi yang tidak menyenangkan dalam situasi atau lingkungan kerja. Situasi tersebut seperti tidak memberikan AC pada ruang perawat. Hal ini bisa membantu meningkatkan sportsmanship pada perawat.

6. Melakukan diskusi-diskusi yang sifatnya saling sharing dan berbagi pendapat. Dalam diskusi diusahakan terjadi perbedaan pendapat antar perawat. Masing-masing perawat diarahkan agar bisa menerima pendapat orang lain yang berbeda. Diskusi ini dilakukan berulang-ulang agar perawat akan belajar menerima pendapat orang lain. Hal ini bisa membantu meningkatkan courtesy yang dimiliki oleh perawat.

7. Memberikan apresiasi berupa sertifikat atau hadiah bagi karyawan yang sering membantu rekan kerjanya. Pemberian sertifikat atau hadiah ini bisa dilakukan setiap akhir tahun. Pemberian sertifikat ini berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada perawat tentang rekan kerja yang paling sering menolong rekan kerjanya. Hal ini dilakukan untuk membantu meningkatkan altruism yang dimiliki oleh perawat.

Kepustakaan

Aiken, L.R., & Groth-Marnat, G. (2006). Psychological testing and assessment. (12th ed.). Boston: Pearson Education.

Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological testing. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Avey, J., Wernsing, T.S., & Luthans, F. (2008). Can Positive Employees Help Positive

Organizational Change? Impact of Psychological Capital and Emotions on Relevant Attitudes and Behaviors. The Jpurnal of Applied Behavioral Science, 44(1), 48-70. DOI: 10.1177/0021886307311470.

Departemen Kesehatan RI. (1992). Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 983/Menkes/SK/XI/1992.

Departemen Kesehatan RI. (2001). Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 1239/Menkes/SK/XI/2001.

Gravetter, F. J., & Forzano, L. B. (2009). Research methods for the behavioral sciences (3rd Ed.). California: Wadsworth Cengage Learning.

Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2007). Statistic for the behavioral sciences(7th ed.). Belmont, CA: Thomson/Wadsworth

Guilford, J. P., & Fruchter, B. (1978). Fundamental Statistic in Psychology and Education (6th ed.). New York: McGraw-Hill.

(20)

Khalid, S.A., Ali, H., Ismail, M., Rahman, N.A., Kassim, K.M., & Zain, R.S. (2009). Organizational Citizenship Behavior Factor Structure among Empolyees in Hotel Industry. International Journal of Psychological Studies, 1(1), 16-25.

Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners. London: SAGE Publications.

Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological capital: Developing the human competitive edge. New York: Oxford University Press.

Organ, D.W., Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B. (2006). Organizational Citizenship Behavior: It's Nature, Antecedents, and Consequences. California: Sage Publications, Inc.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development(11th ed.). New York: McGraw-Hill.

Podsakoff, P.M., MacKenzie, S.B., Paine, J.B. & Bachrach, D.G. (2000). Organizational Citizenship Behaviors: A Critical Review of the Theoretical and Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Journal of Management, 26(3), 513-563.

Priharjo, R. (1995). Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarta: Kanisius.

Purba, D.E. (2003). Pengaruh Traits Kepribadian dan Komitmen Organisasi Terhadap Perilaku Kewarganegaraan Organisasi Karyawan. Depok: Universitas Indonesia.

WHO. (2012, Mei). Health Topics: Hospitals. Artikel. Diakses pada tanggal 17 Mei 2012, dari http://www.who.int/topics/hospitals/en/.

WHO. (2012, Mei). Health Topics: Nursing. Artikel. Diakses pada tanggal 17 Mei 2012, dari http://www.who.int/topics/nursing/en/.

www.mandailingonline.com(21 Desember 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Aik mual Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Rehabilitasi sedang/berat bangunan sekolah Pembangunan Ruang Perpustakaan + meubelair SD MINHAJUSSALAM NW

Features fuse protection, LED battery indicators, 2x illumination (green) rings, 1 meter lead and an adaptor for European vehicles Amperage rating 10A for use at 12V only.

Pilihan jenis produk dasar yang bisa dihasilkan dari pemanfaatan sistem Inderaja-WUNA adalah untuk keperluan informasi geospasial seperti: penentuan posisi obyek yang akurat,

Artikel ini menerapkan teori dan definisi tersebut ke dalam praktek kepustakawanan, khususnya bagaimana teknologi Web 2.0 seperti sinkronisasi pengiriman pesan dan media

untuk dijual adalah aset keuangan non- derivatif yang ditetapkan untuk dimiliki selama periode tertentu, dimana akan dijual dalam rangka pemenuhan likuiditas atau

2) Calon Pesefta Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Kepemimpinan tidak sedang mempeftanggungjawabkan penyelesaian administrasi maupun kegiatan yang berkaitan dengan

H2 : Corporate Social Responsibility (X2) berpengaruh signifikan positif terhadap Keputusan Pembelian (Y) pada produk air mineral dalam kemasan Aqua pada

109 Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan Pengembangan dan Rehabilitasi Kontruksi Jalan Produksi (JP) dan Jalan Usaha Tani (JUT) Kawasan Tanaman