• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr.) DI KECAMATAN NGANCAR, KEDIRI SISTANIA AMANDARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN NANAS (Ananas comosus L. Merr.) DI KECAMATAN NGANCAR, KEDIRI SISTANIA AMANDARI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

DI KECAMATAN NGANCAR, KEDIRI

SISTANIA AMANDARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SISTANIA AMANDARI. Hama dan Penyakit Tanaman Nanas (Ananas comosus L. Merr.) di Kecamatan Ngancar, Kediri. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO dan SURYO WIYONO.

Semakin maju dunia pertanian dan tingginya permintaan konsumen akan buah-buahan berkualitas tinggi dan berstandar internasional, membuat Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor buah memiliki tantangan yang tidak mudah dalam perdagangan buah internasional sebagai komoditas ekspor. Sebagai negara tropis, potensinya sangat besar dalam budidaya tanaman termasuk buah-buahan. Nanas merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia yang diekspor baik dalam bentuk segar, pengalengan (canning) maupun jus. Beberapa daerah penghasil nanas yaitu Subang, Bogor, dan Kediri. Areal pertanaman nanas semakin meluas, contohnya di Kediri, tepatnya di Kecamatan Ngancar. Semakin meluasnya pertanaman nanas memicu peningkatan permasalahan hama dan penyakit yang muncul. Sementara informasi tentang hama dan penyakit tanaman nanas masih belum banyak diketahui. Tujuan dilakukan penelitian ini yaitu mengetahui hama dan penyakit tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Metode penelitian yang dilakukan terdiri dari wawancara dengan beberapa petani nanas untuk mendapatkan informasi mengenai teknik budidaya nanas setempat. Lalu dilanjutkan dengan pengamatan di lapangan, pengukuran persen tanaman terserang hama, kejadian dan keparahan penyakit, proses identifikasi di laboratorium dan pengolahan data. Beberapa hama dan penyakit yang ditemukan yaitu kutu putih Dysmicoccus brevipes (Hemiptera: Pseudococcidae), uret Lepidiota sp. (Coleoptera: Scarabaeidae), tikus Rattus sp. (Rodentia: Muridae), monyet ekor panjang Macaca fascicularis (Primata: Cercopithecidae), penyakit layu/MWP (Mealybug Wilt of Pineapple), busuk pangkal batang (Thielaviopsis sp.), hawar daun (Cladosporium sp.), bercak kelabu (Pestalotiopsis sp.), alga hijau, penyakit yang belum teridentifikasi yaitu penyakit dengan gejala D, E, H, dan L, serta satu jenis hama yang belum teridentifikasi.

(3)

DI KECAMATAN NGANCAR, KEDIRI

SISTANIA AMANDARI

A34070048

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

NIM : A34070048

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr NIP.19570122 198103 1 002 NIP.19690212 199203 1 003

Diketahui, Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc NIP. 19640204 199002 1 002

(5)

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 6 Maret 1989 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Alm. Bapak Ir. Supardji dan Ibu Dyah Sutrisnawati. Penulis memiliki riwayat pendidikan sekolah di TKK. Pertiwi I Bogor (1993-1994), SDN Panaragan 1 Kota Bogor (1995-2001), SMP Negeri 4 Kota Bogor (2001-2004), dan SMA Negeri 5 Kota Bogor (2004-2007).

Setelah itu penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan sistem berbasis mayor minor. Penulis diterima di pilihan pertama yaitu Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Sebelum memasuki departemen, penulis menempuh masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama 1 tahun pertama di kelas B01. Pada tahun berikutnya penulis melanjutkan pendidikannya dengan Mayor Proteksi Tanaman dan Minor Manajemen Lahan dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.

Selama masa kuliah, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan seperti anggota Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB (2007-2008), staff Divisi Sosial Lingkungan BEM Faperta IPB (2008-2009), staff Divisi Informasi dan Komunikasi Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB (2008-2009), dan Sekretaris I HIMASITA IPB (2010-2011). Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan seperti panitia Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) IPB 2008, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) Faperta “Saung Tani 45”, dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) “Instar 45” sebagai Komisi Disiplin (Komdis). Serta panitia Seminar Nasional Perlindungan Tanaman 2009 dan Seminar Nasional VI Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) 2010. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Hama Tumbuhan Dasar, Hama dan Penyakit Tanaman Setahun, Dasar-dasar Proteksi Tanaman, Klinik Tanaman, dan Biologi Cendawan di S1 IPB, serta mata kuliah Hama dan Penyakit Benih di Diploma IPB. Selama masa kuliah penulis mendapatkan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) IPB dan beasiswa van Deventer-Maas Stichting. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan 9th Leadership Conference van Deventer-Maas Stichting sebagai

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul “Hama dan Penyakit Tanaman Nanas (Ananas

comosus L. Merr.) di Kecamatan Ngancar, Kediri.” Skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Ibu yang telah melimpahkan dukungan serta bimbingan yang tidak terhingga kepada penulis sampai saat ini, dan Alm. Bapak yang menginspirasi penulis sampai saat ini, serta Danang Yuswantoro dan Dayu Dityo Kisworo yang telah memberikan semangat dan menghibur penulis di kala jenuh.

2. Seluruh keluarga besar penulis (Alm. Sukarno dan Alm. Soebijanto) yang selalu mendukung dan memberi semangat tiada henti kepada penulis.

3. Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingannya kepada penulis selama ini.

4. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr sebagai dosen penguji tamu yang selalu memberikan motivasi, kritikan, dan sarannya selama ini.

5. Ir. Ivonne Oley Sumarauw, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik yang selama ini telah membimbing penulis dalam masa perkuliahan.

6. Dra. Dewi Sartiami, M.Si yang telah membimbing dan memberi dukungannya kepada penulis dalam proses identifikasi kutu putih.

7. Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc yang telah memberikan saran dan informasi penting mengenai penyakit layu nanas.

8. Dhamayanti Adidharma, Ph.D sebagai moderator dalam seminar tugas akhir penulis dan atas saran-saran yang telah diberikan kepada penulis.

9. Sahabat penulis yang selalu mengiringi dalam suka maupun duka serta memberikan segala dukungannya kepada penulis: Anik Nurhayati, Dolpina Antonia Ratissa, Sherly Anggraini, dan Gamatriani Markhamah.

10. Seluruh keluarga besar Departemen Proteksi Tanaman baik staff pengajar, laboran, pegawai, maupun para mahasiswa kakak kelas, adik kelas, khususnya untuk DPT’44 yang sama-sama berjuang dalam penyelesaian tugas akhir ini.

11. Keluarga besar Bpk. Samsianto, Bpk. Suntoro, Bpk. Suprapto, Bpk. Puji Setiono, Bpk. Jumali, dan Bpk. Sarianto yang telah menerima penulis dengan baik dan memberikan segala dukungan serta bantuannya selama penelitian lapangan di Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

12. Seluruh teman dan sahabat di Kelompok Tani “RANTAI KELUD,” Radio Komunitas Kelud.fm dan Sera.fm, khususnya Eko Soeroso, Markis, Nano, Riris, dan kawan-kawan yang telah setia menemani dan membantu penulis dalam penelitian di lapangan.

13. Wahyu Samodra, S.Hut dan keluarga, yang telah membimbing penulis dalam pembuatan peta lokasi penelitian.

(7)

14. Dr. Warsito Tantowijoyo, Mas Giyanto, dan kawan-kawan yang telah membimbing dan membantu proses identifikasi serangga di Laboratorium Entomologi LIPI Cibinong, Bogor.

15. Serta teman satu pembimbing penulis dan satu lab yang telah saling memberikan dorongan dan dukungannya satu sama lain: Nur Asiah, Yulius Dika Ciptadi, Ahmad Khoerudin Latip, Radhy Alfitra, Etika Ayu Kusumadewi, Heny Emilia, Irma Utami Siagian, dan Agus Fitriani Tambun. 16. Iis Risa Maftuhah dan Lestari Febriyeni (DPT’45) yang sempat menemani

penulis dalam penelitian sebelumnya dengan segala dukungan dan motivasi yang telah diberikan.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran. Penulis berharap agar penelitian ini dapat dilanjutkan, sehingga bermanfaat bagi petani dan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011

(8)

Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Tanaman Nanas ... 3 Taksonomi ... 3

Asal dan Distribusi ... 3

Kultivar Nanas... 3

Syarat Tumbuh ... 5

Budidaya Nanas... 6

Panen dan Hasil ... 7

Hama pada Tanaman Nanas ... 7

Penyakit pada Tanaman Nanas... 8

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat ... 11

Wawancara Petani ... 12

Pengamatan dan Pengukuran Kejadian dan Keparahan Penyakit serta Persentase Tanaman Terserang Hama... 12

Pengambilan Sampel Hama dan Tanaman Bergejala Penyakit... 15

Sweeping (Penjaringan Serangga) ... 15

Identifikasi Hama, Patogen, dan Hasil Sweeping ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN... 17

Lokasi Penelitian ... 17

Cara Budidaya ... 17

(9)

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 23

Hama pada Tanaman Nanas di Kecamatan Ngancar ... 24

Kutu Putih Dysmicoccus brevipes (Hemiptera: Pseudococcidae) ... 24

Uret (Pineapple white grubs) Lepidiota sp. (Coleoptera: Scarabaeidae) ... 26

Tikus Rattus sp. (Rodentia: Muridae)... 29

Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis (Primata: Cercopithecidae) ... 30

Gejala Hama Lainnya yang Belum Teridentifikasi ... 34

Penyakit pada Tanaman Nanas di Kecamatan Ngancar ... 35

Penyakit layu/Mealybug Wilt of Pineapple (MWP) ... 35

Busuk Pangkal Batang (Base Rot) ... 37

Bercak Kelabu (Gray Leaf Spot) ... 38

Hawar Daun (Leaf Blight)... 39

Alga Hijau (Green Algae)/Chlorophyta... 40

Penyakit Lainnya yang Belum Teridentifikasi (Penyakit Gejala D, E, H, dan L) ... 41

Hama dan Penyakit pada Kultivar Nanas Smooth Cayenne-Master Diamond 2 (SC-MD 2)... 47

Hasil Sweeping Serangga ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN... 52

Kesimpulan... 52

Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Keparahan dan nilai numerik penyakit nanas ... 13 Tabel 2 Persentase tanaman terserang Lepidiota sp. dan D. brevipes

padatanaman nanas berumur muda, sedang, dan tua di Kecamatan

Ngancar ... 33 Tabel 3 Persentase tanaman terserang Lepidiota sp. dan D. brevipes di tiga

desa (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar... 33 Tabel 4 Kejadian penyakit pada tanaman nanas berumur muda, sedang,

dan tua di Kecamatan Ngancar ... 43 Tabel 5 Kejadian penyakit pada tanaman nanas di tiga desa contoh

(Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar... 44 Tabel 6 Keparahan penyakit pada tanaman nanas berumur muda, sedang,

dan tua di Kecamatan Ngancar ... 45 Tabel 7 Keparahan penyakit pada tanaman nanas di tiga desa contoh

(Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar... 46 Tabel 8 Kekayaan spesies arthropoda hasil sweeping ... 49

(11)

Halaman

Gambar 1 Peta lokasi penelitian ... 11

Gambar 2 Sketsa kebun pengamatan. ... 12

Gambar 3 Sketsa plot pengamatan sweeping... 15

Gambar 4 Pertanaman tumpang sari nanas... 18

Gambar 5 Persiapan lahan. ... 18

Gambar 6 Bibit nanas. ... 19

Gambar 7 Pola tanam nanas ... 20

Gambar 8 Pupuk amina ... 21

Gambar 9 Pemberian ZPT ethrel ... 21

Gambar 10 Kategori buah nanas berdasarkan ukuran ... . 22

Gambar 11 Kutu putih D. brevipes... 25

Gambar 12 Gejala serangan uret Lepidiota sp... 26

Gambar 13 Larva Lepidiota sp. ... 27

Gambar 14 Gejala serangan tikus Rattus sp. ... 29

Gambar 15 Tikus Rattus sp... 30

Gambar 16 Gejala serangan monyet ekor panjang ... 31

Gambar 17 Monyet ekor panjang (M. fascicularis)... 32

Gambar 18 Habibat M. fascicularis... 33

Gambar 19 Gejala hama lain yang belum teridentifikasi ... 34

Gambar 20 Gejala MWP ... 37

Gambar 21 Gejala busuk pangkal batang ... 38

Gambar 22 Gejala bercak kelabu... 39

Gambar 23 Gejala hawar daun. ... 40

Gambar 24 Gejala alga hijau ... 41

Gambar 25 Gejala penyakit lain yang belum teridentifikasi ... 42

Gambar 26 Gejala MWP pada kultivar SC-MD2... 47

Gambar 27 Koloni D. brevipes di bagian akar nanas kultivar SC-MD2 .. 48

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan wilayah tropis, beriklim basah, serta berada di wilayah khatulistiwa. Daerah ini memungkinkan tumbuhnya berbagai macam tumbuhan dengan subur, termasuk buah-buahan. Banyak jenis buah-buahan tropis yang dihasilkan Indonesia, namun kebanyakan masih membanjiri pasar lokal hanya pada saat panen raya. Baru sedikit jenis buah yang menempati pasar swalayan atau pasar internasional. Jenis buah-buahan tropis yang diperdagangkan di pasar internasional saat ini adalah pisang, mangga, alpukat, rambutan, markisa, sirsak, jambu biji, belimbing, manggis, dan nanas.

Nanas merupakan salah satu komoditas penting yang dimiliki oleh Indonesia. Buah ini menjadi komoditas ekspor andalan dalam bentuk kalengan (canning) dan jus. Selain buahnya, nanas memiliki banyak kegunaan. Daunnya dapat diolah menjadi serat (benang) yang bagus sebagai bahan pakaian tetapi masih belum dikembangkan. Pada buah nanas terdapat zat bromealin yang bersifat sebagai pemecah protein (pelunak daging) (Sunarjono 2006).

Banyak sekali daerah penghasil nanas di Indonesia, yaitu Sumatera Utara (Pematang Siantar), Riau (Tanjung Pinang, Bengkalis, dan Kampar), Sumatera Selatan (Indralaya, Tanjung Batu, Prabumulih, dan Palembang), Jawa Barat (Bogor, Lembang, dan Subang), Jawa Timur (Blitar, Jember, dan Kediri) (Sunarjono 2006).

Kebutuhan konsumen terhadap nanas semakin meningkat, sehingga para petani nanas semakin bergairah dalam pembudidayaan tanaman ini. Hal ini mengakibatkan areal pertanaman nanas semakin meluas, contohnya di Kabupaten Kediri, tepatnya di Kecamatan Ngancar. Semakin meluasnya areal pertanaman memicu semakin banyaknya masalah hama dan penyakit yang muncul. Masalah ini menjadi salah satu kendala dalam mengembangkan komoditas nanas yang sangat potensial ini. Informasi mengenai hama dan penyakit nanas pun masih belum banyak diketahui. Padahal informasi tersebut sangat penting untuk menentukan langkah pengelolaan hama dan penyakit tanaman nanas.

(13)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui hama dan penyakit tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, Kediri.

Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu menyediakan informasi mengenai hama dan penyakit tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, Kediri.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Nanas

Nanas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000 spesies. Nanas dikenal dengan nama latin yaitu Ananas comosus L. Merr (syn. A. sativus Schult. f., Ananassa sativa Lindl., Bromelia ananas L., B.

comosa L.). Nanas dikenal dengan beberapa nama lokal di berbagai negara, yaitu pina di Spanyol, abacaxi di Portugis, ananas di Belanda dan Perancis, nanas di

Asia, po-lo-mah di Cina, sweet pine di Jamaika, dan pine di Guatemala (Morton 1987).

Taksonomi

Klasifikasi tanaman nanas menurut Collins (1960) yaitu sebagai berikut: Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Kelas: Angiosperma (berbiji tertutup)

Ordo: Farinosae (Bromeliales) Famili: Bromiliaceae

Genus: Ananas dan Pseudoananas

Asal dan Distribusi

Tanaman nanas berasal dari Amerika tropis, yakni Brazil, Argentina, dan Peru. Pada saat ini, nanas telah tersebar ke seluruh dunia, terutama di sekitar khatulistiwa antara 30° LU dan 30° LS (Sunarjono 2006).

Kultivar Nanas

Menurut Nakasone & Paull (1998), kultivar nanas dibagi dalam lima kelompok yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Abacaxi, dan Maipure.

Cayenne. Kultivar ini tersebar luas, banyak ditemukan di Filipina, Thailand, Hawai, Kenya, Meksiko, dan Taiwan. Nama lain dari kultivar ini yaitu

(15)

“smooth cayenne.” Kultivar ini merupakan standarisasi nanas untuk processing dan perdagangan buah segar, karena bentuknya yang silinder, bermata dangkal (shallow eyes), daging buah berwarna kuning, rasanya tidak terlalu asam, dan memiliki hasil produksi yang tinggi. Pilihan lokal biasanya dikenal dengan nama asalnya, seperti “Serawak” di Malaysia, “Champaka” yang merupakan asli dari India, namun banyak hidup di Hawaii. Kelemahan kultivar ini yaitu rentan terhadap kutu putih dan nematoda (Nakasone & Paull 1998).

Ciri-ciri kultivar Cayenne yaitu tinggi batang dan tangkai buah 20-50 cm. Garis tengah batang yang terbesar termasuk daun berkisar 7,6-15 cm. Jumlah daun berkisar antara 60-80 helai. Daun paling panjang kira-kira 101 cm, paling lebar 6,5 cm. Daun berbentuk palung yang dangkal dengan tepi lurus, tidak bergelombang. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua dengan tambahan warna merah kecoklatan yang tidak teratur yang disebabkan adanya pigmen antosianin dalam epidermis. Permukaan daun bagian bawah tidak memiliki antosianin, bagian ini bewarna kelabu perak karena adanya trikome yang tebal. Pada tangkai buah tumbuh cabang (slips) 0-10 buah. Jumlah dan besarnya tergantung pada kesehatan tanaman. Tunas batang (shoots) berjumlah 0-3 buah. Anakan (sucker) jumlahnya lebih sedikit dan bentuknya lebih ramping, daunnya lebih panjang daripada tunas batang. Jumlah bunga dalam rangkaian bunga berkisar 150 dan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Warna daun mahkota bunga biru pucat dengan sedikit warna ungu mengkilat.

Buah terdapat pada ujung tangkai buah dengan bagian bawah lebih besar daripada bagian ujung. Buah dengan ukuran berat di atas rata-rata bentuknya meruncing dari dasar ke ujung, sedangkan buah dengan berat di bawah rata-rata bentuknya mendekati silinder. Sebelum buah masak warna kulit buahnya kehitaman dan sesudah buah masak kulit buah tersebut berubah menjadi kuning oranye tua dengan beberapa corak hijau. Daging buah berwarna kuning pucat hingga kuning, hal ini tergantung pada keadaan iklim dan lingkungan sekitar. Pada panen buah musim kemarau warna daging buah berwarna lebih kuning dan jernih daripada ketika musim hujan (Hidayat 2006).

Queen. Kultivar ini memiliki jumlah tunas batang per tanaman adalah 0-3

(16)

kecil-kecil, rapat, dan tajam. Tangkai buah pendek, dengan panjang berkisar 7-12 cm. Bentuk buah bagus dan berwarna kuning emas. Berat buah berkisar antara 0,9-1,3 kg. Apabila telah masak, daging buahnya juga berwarna kuning emas, kurang berair, tidak berserat, tekstur rapuh, aroma dan rasa sangat baik, serta rasanya pun manis. Kultivar “Z-Queen” atau “James Queen” dilaporkan menjadi mutan dari “Natal Queen” dan merupakan tetraploid alami (Nakasone & Paull 1998; Ashari 1995).

Spanish. Menurut Nakasone & Paull (1998), nanas kultivar ini memiliki

ukuran kecil sampai medium, daun berduri, dan resisten terhadap kutu putih. Namun, kultivar ini rentan terhadap serangan larva Batrachedra sp. Nanas kultivar Spanish ini cocok dikonsumsi sebagai buah segar, tetapi tidak cocok untuk canning (pengalengan).

Abacaxi. Kultivar ini banyak ditanam di Brazil, Amerika Latin dan wilayah Caribbean untuk pasar lokal. Daun berduri dengan panjang berkisar antara 60-65 cm. Tangkai buah kaku, buah berbentuk seperti piramid. Cawan bunga dangkal, daging buah kuning pucat, kandungan serat rendah, cairan buah banyak, dan rasanya baik. Kelebihan kultivar ini yaitu tahan terhadap penyakit busuk hati dan busuk akar. Kultivar nanas ini tidak cocok untuk canning dan buah segar untuk diekspor. Namun, nanas ini disukai di pasar lokal karena air dan rasanya yang manis (Nakasone & Paull 1998).

Maipure. Nanas kultivar ini banyak ditanam di Amerika Utara dan Tengah dan dimanfaatkan sebagai komoditas perdagangan buah segar pasar lokal (Nakasone &Paull 1998).

Syarat Tumbuh

Menurut Sunarjono (2006), tanaman nanas menghendaki dataran rendah hingga dataran tinggi 1.200 mdpl. Tanaman ini tidak tahan terhadap salju, tetapi tahan sekali terhadap kekeringan. Namun, tanaman nanas lebih senang terhadap tanah subur, daerah beriklim basah dengan curah hujan 1.000-2.500 mm per tahun. Tanaman nanas tahan terhadap tanah asam yang mempunyai pH 3-5, tetapi paling baik adalah pH tanah antara 5-6,5. Oleh karena itu, tanaman nanas bagus pula dikembangkan di lahan gambut. Tanaman nanas dapat tumbuh di lahan

(17)

terbuka, tetapi dapat pula tumbuh subur di tempat yang ternaungi pohon besar. Namun, di tempat terbuka yang mendapat sinar matahari terik, buahnya sering hangus. Tanaman masih mampu berbuah di daerah beriklim kering (4-6 bulan kering), asalkan kedalaman air tanah antara 50-150cm. Hal ini disebabkan akarnya yang dangkal, tetapi tanaman mampu menyimpan air.

Budidaya Nanas

Nanas ditanam dengan sistem dua-dua baris. Tiap baris pada jarak 60 cm x 60 cm dan jarak antar baris 150 cm. Namun, nanas dapat pula ditanam pada jarak antara 30-40 cm. Semakin rapat jarak tanamnya, buah yang dihasilkan semakin kecil. Untuk kebutuhan industri canning biasanya diperlukan buah berukuran kecil (jarak tanam 30 cm x 40 cm) silindris.

Pupuk kandang yang diperlukan 5-10 kg per lubang tanam. Selain itu juga digunakan pupuk buatan dengan dosis 300 kg urea, 600 kg TSP, dan 300 kg KCl per hektar per tahun. Pupuk buatan diberikan dua kali, yaitu pada umur empat minggu dan delapan minggu setelah tanam. Namun, pemberian pupuk urea yang berlebihan dapat mendorong terjadinya mahkota ganda (multiple crown) dalam satu buah sehingga menyebabkan buah menjadi kecil dan terbentuk buah ganda (satu tangkai ada banyak buah yang berdempetan).

Pemeliharaan selanjutnya yaitu pembersihan gulma, terutama alang-alang (Imperata cylindrica L.). Hal ini dilakukan karena keberadaan gulma dapat menurunkan produksi nanas antara 20-42%. Tindakan pemeliharaan yang juga dianjurkan adalah pembuatan saluran-saluran drainase untuk mencegah serangan penyakit busuk akar dan busuk hati (titik tumbuh).

Untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi, titik tumbuh tanaman disemprot dengan Ethrel 40 PGR dengan dosis 70-200 ppm (1 ppm = 1 mg/liter air). Satu bulan kemudian tanaman akan berbunga. Sebaiknya penggunaan ethrel dilakukan setelah tanaman berumur 6 bulan, yaitu pada saat jumlah daun tanaman mencapai 20-30 helai. Cara ini bertujuan agar tanaman berbunga serempak (Sunaryono 1981). Sebagai pengganti ethrel, dapat digunakan karbid 200-300 mg yang dimasukkan ke titik tumbuh (Sunarjono 2006).

(18)

Panen

Buah harus dipanen seteleh tua benar atau matang pohon yaitu pada saat matanya datar dan tampak jarang. Buah nanas yang mulai matang akan mengeluarkan aroma khas dan bila dipukul (diketuk) akan mengeluarkan suara menggema. Bulan-bulan panen besar nanas yaitu Desember, Januari, dan Juli.

Hama Tanaman Nanas

Permasalahan hama merupakan salah satu kendala dalam budidaya nanas. Berikut ini merupakan beberapa hama penting yang menyerang tanaman nanas. 1. Kutu putih Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae) 2. Uret (Pineapple white grubs) Lepidiota grata, Rhopaea magnicornis, dan

lain-lain (Coleoptera: Scarabaeidae)

3. Onion or yellow spot thrips, Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae)

4. Kutu sisik (Pineapple scale), Diaspis bromeliae (Hemiptera: Diaspididae) (Kerner)

5. Tikus Rattus tiomanicus, R. argentiventer, R. exulans (Rodentia: Muridae) Kutu putih, Dysmicoccus brevipes (Cockerell) (Hemiptera: Pseudococcidae). Serangga ini merupakan vektor Pineapple Mealybug Wilt

associated Virus (PMWaV) yang sering menyerang pertanaman nanas. Ciri-ciri

pada serangga dewasa tungkainya terlihat pendek dan membengkok. Pada tibia terdapat pori translusen. Bentuknya oval dan melebar, tersklerotisasi pada daerah lobusanal dan ruas ke-2 dari belakang. Ciri khasnya yaitu terdapat 2 seta yang besar pada bagian lobus anal, 2 porus disciodal dekat mata, dan di ruas ke-8 bagian dorsal terdapat seta-seta panjang yang diantaranya terdapat pori granular (Nainggolan 2006). Serangga ini lebih banyak menginfestasi nanas kultivar

Smooth Cayenne (Samson 1992).

Uret (Pineapple white grubs) Lepidiota grata, Rhopaea magnicornis, dan lain-lain (Coleoptera: Scarabaeidae). Hama ini merusak bagian perakaran. Larva berbentuk C (scarabaeiform) dan berpupa di dalam tanah (Pena et al. 2002; Sunarjono 2006).

Onion or yellow spot thrips, Thrips tabaci (Thysanoptera: Thripidae).

(19)

menyerang tanaman muda dan dapat meyebabkan kematian tanaman (Pena et al. 2002).

Kutu sisik (Pineapple scale), Diaspis bromeliae (Kerner) (Hemiptera: Diaspididae). Hama ini menyerang bagian daun. Bagian buah juga banyak yang terinfestasi, terutama ratoon fruits (Pena et al. 2002). Tanaman yang terserang kutu ini daunnya akan keriput dan pucat.

Tikus Rattus tiomanicus, R. argentiventer, R. exulans (Rodentia: Muridae). Menurut Priyambodo (2003), pada umumnya serangan tikus terjadi di pertanaman nanas yang terletak dekat pemukiman warga atau sawah dan ladang.

Penyakit pada Tanaman Nanas

Selain hama, penyakit juga menjadi kendala dalam budidaya tanaman nanas, sehingga menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitas. Beberapa penyakit penting pada tanaman nanas adalah:

1. Busuk pangkal (base rot) atau busuk lunak (soft rot) 2. Penyakit layu (Mealybug Wilt of Pineapple/MWP) 3. Busuk hati (titik tumbuh)

4. Busuk akar

5. Tomatto Spotted Wilt Virus (TSWV)

6. Nematoda Pratylenchus brachyurus (Lesion nematodes) 7. Busuk buah bakteri

Busuk pangkal (base rot) atau busuk lunak (soft rot). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Ceratocytis paradoxa dengan gejala yang dapat diamati pada batang, pangkal daun, buah dan bibit. Gejala yang tampak pada bibit nanas yaitu terjadi busuk lunak yang berwarna coklat pada pangkalnya yang meluas ke atas (daun-daun) sebelum atau sesudah bibit dipindah ke lapangan. Serangan pada daun ditandai dengan timbul bercak-bercak putih kekuningan atau coreng-coreng (streak) yang melebar dan pendek. Buah matang yang terinfeksi membusuk, berwarna kuning yang akhirnya berubah menjadi hitam, biasanya mulai dari bidang potongan tangkai dan mengeluarkan bau yang khas. Kerugian terbesar yang diakibatkan yaitu saat buah setelah dipetik. Patogen penyakit ini hanya dapat mengadakan infeksi melalui luka, baik luka karena pemotongan

(20)

maupun karena penanganan yang kasar. Bibit-bibit yang mempunyai bidang potongan yang cukup besar pada pangkalnya, sangat rentan terhadap penyakit, terutama jika banyak hujan (Semangun 2007).

Penyakit layu/Mealybug Wilt of Pineapple (MWP). Penyakit ini disebabkan oleh PMWaV (Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus). Gejala yang terjadi yaitu daun berwarna kuning hingga kemerahan, melengkung ke bawah dan layu mulai dari ujungnya. Ujung daun mengalami nekrotik. Jika diperhatikan tidak ada perbedaan gejala yang signifikan, jika dibedakan menurut stadia tanaman (Nainggolan 2006; Damanik 2008). Tingkat keparahan penyakit sangat tergantung kepada konsentrasi virus di tanaman tersebut. Infeksi kutu putih berpengaruh terhadap kemunculan gejala (Juarsa 2005).

Menurut Amalia (2008) berdasarkan penelitian di Subang, akibat penyakit ini petani mengalami kerugian ekonomi yang nyata (signifikan). Ketika tingkat serangan kurang dari 37%, keuntungan petani berkurang 5%. Sedangkan pada tingkat serangan di atas 40% mengakibatkan kerugian yang lebih besar, yaitu mencapai 45%. Ambang tindakan yang disebabkan oleh MWP adalah pada saat kejadian penyakit (KP) sebesar 32,59%.

Novianti (2008) menyatakan bahwa, penyakit layu dapat menyebabkan: (a) penurunan bobot akar sebesar 39,49%, (b) penurunan kualitas buah, seperti penurunan bobot buah mencapai 62,11%, serta (c) penurunan diameter buah 17,65%, dan panjang buah sebesar 26,90%. Namun, buah dari tanaman yang terserang MWP ini tetap manis seperti buah tanaman yang sehat.

Busuk hati (titik tumbuh). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan

Phytophthora cinnamomi. Tanaman muda yang terserang penyakit ini mempunyai daun yang klorosis denganujung nekrotik, daun-daun muda mudah dicabut dan pangkalnya busuk. Bagian daun yang membusuk mempunyai batas yang berwarna coklat. Pembusukan dapat meluas ke bagian batang tanaman. Bagian yang busuk berbau tidak sedap. Pada tanaman tua jarang terjadi infeksi, jika hal ini terjadi, umumnya hanya sebatas pada jaringan sukulen pada bagian atas batang dan terbatas pada petak kecil di lapang. Tanaman yang terserang penyakit ini tidak selalu mati, hanya rebah dan membentuk tunas-tunas baru dan secara perlahan melanjutkan pertumbuhannya. Patogen penyebab penyakit busuk

(21)

hati ini dibantu oleh curah hujan yang tinggi dan memberikan kerugian yang lebih besar di tanah yang basah dan sejuk (±25°C) (Semangun 2007).

Busuk akar. Penyakit busuk akar disebabkan oleh cendawan

Phytophthora parasitica. Penyakit ini menyebabkan pembusukan pada sebagian

besar sistem perakaran. Tanaman yang sakit pertumbuhannya terhambat, sehingga pematangan buahnya juga tertunda. Penyakit ini akan berkembang dengan baik pada kondisi pertanaman nanas yang drainasenya tidak baik atau tergenang air. Penyebaran patogen dibantu oleh curah hujan yang tinggi. Penyakit ini memberikan kerugian yang lebih besar di tanah yang lebih kering dan lebih panas (30°C) (Semangun 2007).

Tomatto Spotted Wilt Virus (TSWV). TSWV disebarkan oleh vektor

Thrips tabaci Lind. Menurut Pena et al. (2002), patogen ini menyebabkan daun

nanas mengecil dan bergaris kuning.

Nematoda Pratylenchus brachyurus (Lesion nematodes). Gejala yang ditimbulkannya yaitu bintil-bintil pada akar. Nematoda ini merupakan nematoda migratori endoparasit. Nematoda dewasa meletakkan telur di jaringan akar dan tanah, namun semua stadia nematoda dapat bermigrasi ke dalam dan keluar akar. Gejalanya sangat sulit diidentifikasi di lapangan, tetapi terdapat lesio berwarna kegelapan dan merusak bagian akar (Pena et al. 2002).

Busuk buah bakteri. Patogen dari penyakit ini yaitu Erwinia

chrysanthemi (Sunarjono 2006). Gejala yang ditimbulkan yaitu pembusukan pada

(22)

Penelitian dilakukan di perkebunan nanas di tiga desa yaitu Sempu, Sugihwaras, dan Manggis, Kecamatan Nganca

(Gambar 1), yang dimulai pada Juli 2011 sampai dengan Agustus 2011.

identifikasi dilakukan di Klinik Tanaman dan Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, serta Laboratorium Entomologi, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Bogor pada September 2011 sampai dengan Oktober 2011.

Bahan dan alat nanas yang terserang wawancara petani nana kantong plastik, hand lou (live trap), dan sepatu

laboratorium yaitu cawan petri, kapas, akuades, mikroskop stereo, jarum, serta buku

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di perkebunan nanas di tiga desa yaitu Sempu, Sugihwaras, dan Manggis, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri,

yang dimulai pada Juli 2011 sampai dengan Agustus 2011.

identifikasi dilakukan di Klinik Tanaman dan Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, serta Laboratorium (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Bogor pada September 2011 sampai dengan Oktober 2011.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Bahan dan Alat

dan alat yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu sampel tanaman nanas yang terserang hama dan penyakit, sampel serangga

wawancara petani nanas, alat tulis, blangko pengamatan, botol film, alkohol 70%,

hand loupe, kuas, sarung tangan, jaring serangga,

dan sepatu boots. Sedangkan peralatan yang digunakan di laboratorium yaitu cawan petri, kapas, akuades, mikroskop compound

stereo, jarum, serta buku identifikasi.

Penelitian dilakukan di perkebunan nanas di tiga desa yaitu Sempu, r, Kabupaten Kediri, Jawa Timur yang dimulai pada Juli 2011 sampai dengan Agustus 2011. Proses identifikasi dilakukan di Klinik Tanaman dan Laboratorium Taksonomi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, serta Laboratorium (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Cibinong, Bogor pada

yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu sampel tanaman hama, blangko alat tulis, blangko pengamatan, botol film, alkohol 70%, , kuas, sarung tangan, jaring serangga, perangkap tikus Sedangkan peralatan yang digunakan di

(23)

Wawancara Petani

Metode pertama yang dilakukan yaitu wawancara petani nanas menggunakan blangko wawancara yang telah disiapkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai teknik budidaya yang dilakukan oleh para petani dan hama penyakit penting yang menyerang pertanaman nanas setempat beserta cara pengendaliannya.

Pengamatan dan Pengukuran Kejadian dan Keparahan Penyakit serta Persentase Tanaman Terserang Hama

Proses pengamatan dan pengukuran kejadian dan keparahan penyakit serta persentase tanaman terserang hama dilakukan di lapangan di tiga desa (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) dengan 9 kebun nanas untuk setiap desa. Pengamatan dilakukan berdasarkan pengelompokan tanaman muda (0-6 bulan), sedang (7-13 bulan), dan tua (≥14 bulan). Setiap stadia umur tanaman terdapat 3 kebun pengamatan di setiap desa. Terdapat kebun pengamatan tambahan yaitu: (a) kebun pengamatan untuk hama tikus dan kera masing-masing sebanyak 1 kebun dan (b) kebun pengamatan kultivar baru tanaman nanas di Kecamatan Ngancar. Kultivar baru tersebut adalah Smooth Cayenne-Master Diamond 2 (SC-MD 2) dengan 2 perlakuan yaitu menggunakan mulsa dan tidak menggunakan mulsa. Sehingga terdapat 30 kebun pengamatan. Pada setiap kebun pengamatan diambil 15 tanaman contoh secara diagional (Gambar 2).

Gambar 2 Sketsa kebun pengamatan.

Indrayani (2008) menyatakan bahwa pengambilan sampel dengan metode sistematik dapat memberikan hasil yang sama dengan metode acak sederhana

2 s.d. 14 berada di antaranya 1

(24)

dalam pengamatan penyakit MWP dan juga penyakit lainnya yang memiliki pola pemencaran serangan serupa dengan penyakit MWP.

Menurut Karyatiningsih (1980), pengamatan intensitas penyakit (keparahan penyakit) yang disebabkan oleh cendawan yang menyerang tanaman dihitung menggunakan metode Townsend dan Heuberger, dengan rumus sebagai berikut:

KP =∑ ௡௏୞୒ x 100% Keterangan:

KP= keparahan penyakit

n = jumlah tanaman dalam setiap kategori v = nilai numerik dari kategori serangan

Z = kategori serangan dengan nilai numerik tertinggi N = jumlah seluruh tanaman yang diamati

Tabel 1 berikut menyajikan keparahan dan nilai numerik penyakit yang digunakan.

Tabel 1 Keparahan dan nilai numerik penyakit nanas

Keparahan penyakit (%) Nilai numerik

0 0 0<x ≤20 1 20<x≤40 2 40<x≤60 3 60<x≤80 4 80<x≤100 5

Untuk virus dan bakteri yang menunjukkan gejala sistemik dihitung dengan jumlah tanaman terserang dibagi dengan jumlah tanaman yang diamati dikali dengan 100%. Rumus yang digunakan sama seperti rumus penghitungan kejadian penyakit (KP). Pengukuran KP dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

(25)

Keterangan:

KP = kejadian penyakit

n = jumlah tanaman terserang N = jumlah tanaman yang diamati

Pengukuran persentase tanaman terserang hama dilakukan dengan menggunakan rumus yang sama dengan kejadian penyakit, yaitu:

L =௡ x 100% Keterangan:

L = persentase tanaman terserang hama n = jumlah tanaman terserang

N = jumlah tanaman yang diamati

Tingkat serangan tikus dihitung berdasarkan metode irisan diagonal. Caranya dengan dibuat garis diagonal dari suatu lahan pertanaman nanas yang akan dihitung dengan batas lahan berupa pematang atau benda alami. Pada garis tanaman terdiri dari 15 tanaman contoh. Tanaman pertama (ke-1) berada pada sudut diagonal awal pengamatan dan tanaman terakhir (ke-15) berada pada sudut diagonal seberang (akhir pengamatan). Rumus yang digunakan sama seperti perhitungan persentase tanaman terserang hama.

Kelebihan dari metode ini dibandingkan dengan metode Malaysia dan Filipina adalah hemat waktu. Selain itu, pengambilan tanaman contoh secara diagonal pasti akan mendapatkan tanaman nanas yang diserang oleh tikus. Alasan dipilihnya metode ini karena hama tikus pada tanaman nanas hanya menyerang buahnya saja, tidak seperti pada tanaman padi yang juga diserang bagian anakannya. Metode yang sama juga digunakan untuk menghitung tingkat serangan hama kera dan gejala hama lain yang belum teridentifikasi.

(26)

Pengambilan Sampel Hama dan Tanaman Bergejala Penyakit

Pengambilan sampel serangga hama dan tanaman bergejala penyakit diperlukan untuk identifikasi lanjut di laboratorium. Sampel serangga hama dimasukkan ke dalam botol film yang berisi alkohol 70%. Sampel tanaman sakit diambil pada hari-hari terakhir pengamatan agar masih segar dan dibungkus menggunakan Koran. Sampel hama tikus didapatkan dengan menggunakan perangkap live trap/perangkap pasar yang dipasang di tepi kebun pengamatan nanas dengan umpan rodentisida. Pengamatan hama kera dilakukan pagi sampai dengan sore hari pada waktu tertentu yang merupakan waktu beraktifitas kera di kebun pengataman.

Sweeping (Penjaringan Serangga)

Selain dilakukan pengamatan, pengukuran, dan pengambilan sampel serangga hama dan tanaman bergejala, juga dilakukan sweeping (penjaringan serangga) di setiap kebun pengamatan nanas. Sweeping dilakukan untuk

mengetahui kekayaan arthropoda yang terdapat di kebun pertanaman nanas. Proses ini dilakukan dengan menggunakan jaring serangga, lalu diayunkan sebanyak tiga kali di setiap plot. Pada tiap kebun pengamatan nanas, terdapat tiga plot sweeping yang terletak di bagian tengah kebun pengamatan dan berjarak 1 m antar plot (Gambar 3). Arthropoda yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam botol film berisi alkohol 70% dan dilanjutkan dengan proses identifikasi di laboratorium.

Gambar 3 Sketsa plot pengamatan sweeping.

1 2 3

1m 1m

(27)

Identifikasi Hama, Patogen, dan Hasil Sweeping

Setelah dilakukan pengambilan sampel serangga hama dan tanaman bergejala, dilanjutkan dengan proses identifikasi dengan menggunakan beberapa buku kunci identifikasi. Kalshoven (1981) untuk identifikasi jenis uret, serta Williams & Watson (1988) untuk mengidentifikasi kutu putih. Selain itu juga digunakan beberapa buku lain untuk mengidentifikasi jenis serangga hasil

sweeping. Proses identifikasi kutu putih diawali dengan membuat preparat slide

dari kutu putih terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan identifikasi.

Identifikasi jenis patogen dilakukan dengan pengamatan makroskopis gejala serta pengamatan mikroskopis menggunakan mikroskop stereo dan

compound. Buku identifikasi cendawan yang digunakan yaitu Barnett & Hunter

(1999). Identifikasi virus dilakukan dengan mencocokan gejala dan bantuan Dr. Gede Suastika.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Penelitian

Pengamatan dilakukan di kebun nanas tiga desa yaitu Desa Sempu, Sugihwaras, dan Manggis. Desa Sempu memiliki luas 1350 ha, dengan ketinggian 650-700 mdpl, curah hujan sedang, suhu rata-rata harian 25°-26°C. Desa Sugihwaras memiliki suhu rata-rata harian 27°C, ketinggian tempat 700-800 mdpl, dan curah hujan sedang. Desa Manggis memiliki suhu rata-rata harian yaitu 27°-30°C, curah hujan 850-1500 mm (sedang), dan ketinggian tempat 400 mdpl. Ketiga desa tersebut sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan buruh tani nanas. Luas lahan pertanaman nanas yang dimiliki Desa Sugihwaras yaitu 200 ha dengan hasil panen 10 ton/ha, Desa Manggis 212 ha dengan hasil panen dapat mencapai 36 ton/ha, sedangkan Desa Sempu 125 ha dengan hasil panen mencapai 40 ton/ha. Lahan pertanaman nanas di Kecamatan Ngancar merupakan areal pertanaman yang terluas dibandingkan dengan komoditas lainnya. Sehingga kecamatan Ngancar ini merupakan salah satu daerah penghasil nanas di Pulau Jawa selain kota Bogor, Subang, dan lain-lain.

Cara Budidaya

Sistem budidaya yang digunakan merupakan plant crop yaitu satu bibit yang digunakan hanya untuk satu kali panen. Berbeda dengan Subang yang menggunakan sistem budidaya ratoon crop yaitu satu bibit digunakan untuk lebih dari satu kali panen. Sebagian besar pola tanam yang digunakan yaitu monokultur. Namun ada yang menggunakan sistem tumpang sari (Gambar 4) dengan tanaman jagung, cabai dan papaya, serta tanaman kehutanan seperti sengon, pinus, dan jati putih (Gmelina arborea). Hasil panen jagung dapat digunakan untuk uang tambahan membeli pupuk nanas.

(29)

Gambar 4 Pertanaman tumpang sari nanas; (a) pepaya, (b) jati putih, dan (c) sengon.

Kultivar nanas yang ditanam oleh petani nanas di Kecamatan Ngancar merupakan varietas Queen. Kultivar Queen banyak ditanam di Australia dan Afrika Selatan untuk perdagangan buah segar.

Cara budidaya yang dilakukan setiap petani pada umumnya sama. Pada lahan yang baru pertama kali ditanami nanas, budidaya diawali dengan kegiatan persiapan lahan (Gambar 5). Persiapan lahan mencakup pembersihan gulma dengan cara dibajak. Pembajakan dilakukan dengan menggunakan lembu ataupun cangkul secara manual sampai tanah menjadi gembur. Setelah itu didiamkan selama 2 minggu, agar mikrofauna tanah mengalami proses adaptasi dengan baik.

Gambar 5 Persiapan lahan.

Sambil menunggu waktu 2 minggu tersebut, dilakukan proses penyiapan bibit yaitu pemilahan bibit sesuai ukuran (Gambar 6.a). Tujuan pemilahan bibit agar perawatan dapat dilakukan dengan baik di lahan dan perolehan air serta unsur hara dapat merata. Bibit dapat diperoleh dari hasil panen sebelumnya (Gambar 6.b), dibeli dari petani lain atau Perhutani. Proses pengadaan bibit dapat dilakukan dengan cara dibedol (dicabut), lalu diseblang (pengambilan bibit).

(30)

Seblang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dodos (bibit yang besar diambil,

sedangkan bibit yang masih kecil dipelihara terlebih dahulu) dan jebol (bibit yang besar diambil, namun bibit yang masih kecil ditimbun bersama tanaman induknya).

Gambar 6 Bibit nanas; (a) proses pemanenan bibit nanas, (b) kategori bibit nanas berdasarkan ukuran mulai dari yang terbesar (A) sampai yang terkecil (D).

Setelah proses pemilihan bibit, dilanjutkan dengan pemberian pupuk kandang, organik, bio kompos sebanyak 10-20 ton/ha. Namun, ada pula petani yang enggan menggunakan pupuk kompos karena membuat pertumbuhan gulma menjadi lebih cepat, sehingga diperlukan proses penyiangan yang lebih banyak.

Untuk bubidaya nanas pada lahan bekas tanaman tebu, cara budidaya sama-sama dimulai dengan proses pembajakan terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan penanaman, tanpa pemberian pupuk urea, hanya menggunakan kompos sebagai pupuk dasar. Berdasarkan hasil wawancara, tanaman nanas yang ditanami di bekas lahan tebu pertumbuhannya lebih baik jika dibandingkan dengan yang ditanami di lahan bekas pertanaman nanas maupun komoditas lainnya.

Pada lahan yang sebelumnya bekas ditanami nanas, setelah panen, lahan pertanaman didiamkan selama 4-5 bulan guna mendapatkan bibit yang baik untuk pertanaman selanjutnya. Setelah selesai panen buah, tanah digali memanjang sebagai alur tanam, lalu tanaman induk dicabut dan dikubur (ditimbun), dilakukan pemberian pupuk kompos, dan bibit ditanam. Jarak tanam yang digunakan umumnya 60-70 cm x 15-20 cm secara single row (Gambar 7.a) dan secara

A B C D

(31)

mantenan atau biasa disebut dengan double row (Gambar 7.b) yang jarak

tanamnya 70 cm (antar baris) x 20 cm (antar tanaman dalam 1 baris) x 15 cm. Luas lahan pertanaman nanas yang dimiliki atau digarap petani nanas umumnya 0,3-2 ha.

Gambar 7 Pola tanam nanas; (a) single row, (b) double row.

Setelah 2 bulan tanam, dilakukan penyiangan gulma. Proses penyiangan gulma dilakukan dengan cara manual menggunakan cangkul. Penyiangan gulma dilakukan 3-4 kali selama satu musim tanam sebelum dilakukan pemupukan. Pada musim hujan penyiangan gulma dapat dilakukan sampai sebulan sekali. Setelah tanaman berumur 14 bulan biasanya penyiangan gulma sudah dihentikan.

Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kompos sebagai pupuk dasar sebelum tanam dan pupuk amina (Gambar 8) yang merupakan limbah dari pabrik penyedap rasa. Dosis penggunaan pupuk ini umumnya 1 drum/1000 tanaman nanas. Satu drum pupuk amina setara dengan 200 L, dengan harga Rp 22.000,00-24.000,00/drum. Pemupukan dimulai dari tanaman nanas berumur 3-4 bulan dan diberikan kurang lebih 3 kali selama masa tanam.

(32)

Gambar 8 Pupuk amina; (a) pupuk amina yang siap digunakan, (b) drum wadah pupuk amina.

Agar cepat berbunga, saat berumur 9 bulan tanaman nanas diberi nutrisi cairan katalis. Setelah berumur 1 tahun dan berbuah, tanaman nanas juga diberi ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) ethrel (Gambar 9) yang berguna dalam proses pematangan buah. Menurut Sunaryono (1981), larutan ethrel pada pH rendah akan terurai menjadi etilen dalam sel tanaman yang berfungsi sebagai hormon bunga. Namun, pemberian katalis dan ZPT ethrel ini berpengaruh terhadap proses penurunan jumlah anakan hingga di bawah normal. Hal ini diduga karena nutrisi yang seharusnya digunakan untuk membentuk anakan,menjadi berkurang akibat digunakan untuk membentuk bunga dan buah.

Gambar 9 Pemberian ZPT ethrel; (a) proses pemberian ZPT ethrel oleh petani, (b) pemberian ZPT ethrel pada tanaman nanas.

Sebagian besar petani setempat tidak melakukan pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman nanas mereka. Namun sebagian kecil petani di

a b

(33)

Desa Manggis menggunakan pestisida “Diazinon” dan “Furio” untuk mengatasi uret yang merupakan hama endemik setempat. Cara penggunaannya yaitu pangkal batang bibit dicelupkan ke dalam pestisida tersebut sebelum ditanam. Kebanyakan kedua pestisida ini digunakan secara bersamaan (dicampur) dengan dosis 104 kg/ha untuk “Furio” dan 48 kg/ha untuk “Diazinon”. Harga pestisida untuk “Furio” yaitu Rp 20.000,00/kg dan Rp 25.000,00/kg untuk “Diazinon”.

Tanaman nanas pada umumnya dapat dipanen setelah berumur 18-20 bulan. Apabila bibit yang digunakan baik, maka pada umur 15 bulan sudah dapat dipanen. Bibit yang baik umurnya lebih tua dari bibit yang biasanya, sehingga masa tanamnya lebih cepat. Pada umur 1 tahun biasanya tanaman nanas sudah berbunga. Paling cepat 5 bulan kemudian, buahnya sudah bisa dipanen. Jumlah hasil panen tergantung dari luas lahan yang ditanami serta jarak tanam yang digunakan. Biasanya 1 ha menghasilkan 80.000-100.000 buah dengan berbagai ukuran kelas buah yaitu A, B, C, dan D berdasarkan ukurannya (Gambar 10). Proporsi kelas buah yang normal dalam setiap kali panen yaitu A sebanyak 60%, B sebanyak 15%, C dan D sebanyak 25%. Adanya serangan hama dan penyakit, dapat menurunkan produksi buah kelas A hingga 30%.

Gambar 10 Kategori buah nanas berdasarkan ukuran mulai dari yang terbesar (A) hingga terkecil (D).

Buah hasil panen dijual ke tengkulak setempat dan diberi harga sesuai dengan kategori buah yang telah ditetapkan. Sebelum berbuah, tanaman nanas tersebut sudah ada yang membeli (tengkulak). Tengkulak inilah yang membiayai pemberian katalis maupun ZPT ethrel.

(34)

Hama dan Penyakit yang Sering Ditemukan

Beberapa hama dan penyakit nanas yang sering dijumpai di Kecamatan Ngancar yaitu hama uret, kutu putih, tikus, kera, penyakit layu (MWP), busuk pangkal batang, bercak kelabu, hawar daun, alga hijau serta penyakit dengan gejala D, E, H, dan L. Menurut petani setempat, penyakit yang perlu dikendalikan yaitu MWP yang disebabkan oleh PMWaV dengan kutu putih sebagai vektornya dan hama uret (khusus di Desa Manggis).

Pengendalian Hama dan Penyakit

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar petani setempat tidak melakukan pengendalian hama dan penyakit nanas. Mereka hanya membiarkan tanaman nanas tumbuh begitu saja. Menurut mereka, perlakuan yang pernah dilakukan kurang maksimal hasilnya. Sebagai contoh, daun tanaman yang bergejala penyakit dipotong (dipangkas), dicabut, lalu dibakar. Sebagian kecil petani nanas di Desa Manggis menggunakan pestisida campuran “Diazinon” dan “Furio” untuk mengatasi uret, dengan cara bagian pangkal batang bibit nanas dicelupkan terlebih dahulu ke dalam campuran tersebut sebelum ditanam. Selain itu ada yang menggunakan campuran deterjen, pemutih (natrium hipoklorit), dan insektisida “Diazinon” untuk mengatasi hama uret. Hama uret juga dikendalikan dengan cara pembajakan tanah sebanyak 5 kali sampai uret tidak ditemukan lagi. Biasanya uret yang ditemukan pada saat pembajakan tanah dikumpulkan dan digunakan sebagai pakan ayam. Untuk mengatasi hama monyet di Desa Sugihwaras, para petani menunggui kebunnya mulai pukul 7:00–17:00 WIB dan mengusir kehadiran monyet dengan cara memukul kentongan atau gong.

(35)

Hama pada Tanaman Nanas di Kecamatan Ngancar

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditemukan beberapa hama yang menyerang tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, yaitu:

1. Kutu putih Dysmicoccus brevipes (Hemiptera: Pseudococcidae) 2. Uret Lepidiota sp. (Coleoptera: Scarabaeidae)

3. Tikus Rattus sp. (Rodentia: Muridae)

4. Monyet ekor panjang Macaca fascicularis (Primata: Cercopithecidae) 5. Gejala serangan hama yang belum teridentifikasi

Kutu Putih Dysmicoccus brevipes (Hemiptera: Pseudococcidae)

Tanaman yang terserang kutu putih (Gambar 11) hanya diamati pada tanaman yang bergejala MWP. Penyakit MWP menyebabkan gejala sistemik, daun berwarna merah kekuningan, dan ditemukan koloni kutu putih pada bagian perakaran tanaman nanas (Gambar 11.a). Serangga ini merupakan vektor

Pineapple Mealybug Wilt associated Virus (PMWaV). Serangga dewasa memiliki ciri-ciri yaitu tungkainya terlihat pendek dan membengkok. Pada tibia terdapat pori translusen. Bentuk serangga ini adalah oval dan melebar. Serangga ini tersklerotisasi pada daerah lobusanal dan ruas ke-2 dari belakang. Ciri khas dari D. brevipes (Gambar 11.b) adalah terdapat 2 seta yang besar pada bagian lobus anal, 2 porus disciodal dekat mata, dan di ruas ke-8 bagian dorsal terdapat seta-seta panjang yang diantaranya terdapat pori granular (Nainggolan 2006). Karakteristik yang terpenting menurut Williams & Watson (1988) yaitu terdapat 8 segmen antena, ostiol berkembang sempurna, labium sama panjangnya dengan

clypeolabral. Serangga ini lebih banyak menginfestasi nanas kultivar Smooth

(36)

Gambar 11 Kutu putih D. brevipes; (a) koloni D. brevipes di bagian perakaran, (b) preparat slide D. brevipes, (c) D. brevipes di bagian daun, (d) D.

brevipes di bagian akar.

D. brevipes bersimbiosis dengan semut. Semut dapat membantu keberhasilan hidup koloni kutu putih dengan cara memakan embun madu yang dihasilkan oleh kutu putih dan dapat melindungi kutu putih dari serangan musuh alaminya (Aeni 2009). Menurut Masdiyawati (2008), kutu putih di akar memiliki korelasi positif dengan semut dan temperatur. Oleh karena itu, dalam pengendalian kutu putih juga harus disertai dengan pengendalian terhadap populasi semut, sebab semut sangat berperan dalam penyebaran kutu putih di daerah pertanaman. Infestasi kutu putih dapat mempercepat kemunculan gejala MWP (Nainggolan 2006).

a b

(37)

Uret (Pineapple white grubs) Lepidiota sp. (Coleoptera: Scarabaeidae) Tanaman yang terserang hama uret memiliki gejala layu secara sistemik (Gambar 12.a) karena merusak bagian perakaran, sehingga menganggu proses penyerapan air dan nutrisi melalui akar. Tingkat serangan ditandai dengan akar tanaman yang habis dimakan oleh uret dan hanya meninggalkan bagian pangkal batang saja, sehingga tanaman sangat mudah dicabut (Gambar 12.b).

Gambar 12 Gejala serangan uret Lepidiota sp.; (a) bagian yang dilingkari merupakan tanaman yang terserang uret (tanaman layu dan daun berwarna kuning), (b) bagian yang dilingkari merupakan akar tanaman yang rusak terserang uret.

Larva hama ini (Gambar 13) berbentuk C (scarabeiform) dan berpupa di dalam tanah (Pena et al. 2002; Sunarjono 2006). Menurut Saragih (2009) uret menyerang tanaman muda dengan memanfaatkan akar tanaman sebagai sumber makanan sehingga dapat melangsungkan sebagian dari siklus hidupnya. Hama ini tinggal di sekitar perakaran, merusak leher akar, kulit, kambium akar, dan akar rambut pada sistem perakaran tanaman muda. Kerusakan ini akan menghambat aliran zat hara, melemahkan serta dapat mematikan tanaman. Uret yang masih muda memakan bagian-bagian akar yang lunak, tetapi kerusakan yang ditimbulkannya tidak begitu berarti. Semakin besar ukuran uret, jumlah makanan yang diperlukan akan semakin banyak, sehingga kerusakan yang akan ditimbulkannya semakin besar. Uret yang berumur tua akan memakan kulit akar

(38)

sampai habis. Kerusakan ini dapat menyebabkan terjadinya kelayuan pada tanaman muda dan sering menimbulkan kematian.

Gambar 13 Larva Lepidiota sp.

Uret disebut juga embuk (Jawa Timur), gayas (Jawa Tengah), dan kuuk (Jawa Barat). Uret merupakan larva dari kumbang superfamili Lamellicornia. Hama uret atau pineapple white grubs terdiri dari beberapa spesies yaitu Lepidiota

grata, Rhopaea magnicornis, dan lain-lain. Uret ini sering dijumpai pada tanah

berpasir yang gembur. Apabila bergerombol, uret ini dapat menunjukkan sifat kanibalistik (Kalshoven 1981).

Pertumbuhan uret sangat cepat dan dalam waktu 2,5 bulan dapat mencapai ukuran 4 cm. Larva berkembang pada bulan Agustus. Tahap prapupa berlangsung 10-30 hari dan tahap pupa 4-5 minggu. Bila dipelihara pada wortel, perkembangannya berlangsung 300 hari. Pupa terdapat pada ruang kecil, berwarna coklat kekuningan. Sesudah keluar, imago tidak aktif selama 4 minggu dan kemudian aktif selama 2 minggu lebih (Kalshoven 1981). Menjelang berpupa, dibuat ruangan yang berdinding keras dengan permukaan sebelah dalam yang licin. Stadium istirahat terjadi di dalam ruangan ini yang kemudian diikuti dengan stadium pupa.

Kumbang yang keluar dari pupa tidak segera keluar dari permukaan tanah, namun untuk beberapa lama tinggal di dalam tanah. Kumbang betina pada umumnya lebih menyukai tempat yang tertutup vegetasi dibandingkan pada lahan gundul atau ditutupi mulsa untuk meletakkan telurnya. Telur-telurnya diletakkan

(39)

tersebar di dalam tanah pada kedalaman yang berbeda-beda menurut spesies uret dan sifat fisik dari tanah. Uret dapat mencapai panjang 7,5 cm. Tubuh uret dapat merentang dengan baik, tetapi bila diletakkan pada permukaan tanah posisi tubuhnya akan miring dan hanya bisa bergerak dengan menggunakan salah satu sisi tubuhnya.

Kehidupan uret sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti tanah dan vegetasi, serta iklim. Tanah memegang peranan penting terutama kelembaban dan sifat fisiknya, sebab sebagian besar dari kehidupan uret berlangsung di dalam tanah. Uret biasanya ditemukan pada tanah gembur dan yang ditumbuhi rerumputan atau pada tanah yang secara periodik diolah. Perpindahan tempat uret secara vertikal dalam tanah dapat terjadi, sesuai dengan perubahan kelembaban tanah. Hal ini sebagai suatu upayanya untuk tetap hidup pada lingkunganyang optimum. Curah hujan merupakan faktor lingkungan lain yang mempengaruhi kehidupan uret. Curah hujan dan dalamnya perembesan air hujan ke dalam tanah pada permulaan musim hujan menentukan saat keluarnya kumbang dari dalam tanah. Karena tanah sudah cukup lembab hingga telur dan uret yang baru ditetaskan tidak akan mengalami kekeringan (Saragih 2009).

Pengendalian uret secara biologis tidak begitu banyak dilakukan, karena kurang efektif. Meskipun demikian, uret memiliki banyak musuh-musuh alami seperti parasitoid dari Campsomeris sp. (Hymenoptera; Scoliidae). Spesies yang paling banyak menginfeksi uret yaitu Campsomeris agilis pada uret Holotrichia

helleri.

Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan cara pengumpulan uret yang kemudian diikuti dengan pemusnahan pada saat pengolahan tanah. Bila pola tanam yang dilakukan secara tumpang sari, sebaiknya pengolahan tanah segera dilakukan setelah panen. Stadium uret yang aktif berkisar antara 5-9 bulan. Sedangkan tanaman tumpang sari berumur 3-4 bulan. Maka hingga pada waktu panen, sebagian besar uret masih aktif dan berada di sekitar perakaran.

Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida yang dicampur dengan tanah, baik dalam bentuk larutan, embusan (dust), maupun butiran (Saragih 2009). Pengendalian secara mekanis dan kimiawi tersebut juga dilakukan oleh sebagian kecil petani di Desa Manggis.

(40)

Tikus Rattus sp. (Rodentia: Muridae)

Persentase tanaman terserang hama tikus sebesar 20%. Gejala serangan hama tikus ini dijumpai di Desa Sempu. Kebun pengamatan tersebut terletak berdekatan dengan pemukiman warga. Hama tikus ini menyerang tanaman nanas yang telah berbuah. Gejala serangan tikus ini ditandai dengan bekas gigitan pada buah nanas (Gambar 14.a) dan tidak adanya buah pada tanaman nanas (Gambar 14.b). Menurut Priyambodo (2003), hama tikus akan menyerang tanaman nanas sebagai makanan pengganti dari tebu.

Gambar 14 Gejala serangan tikus Rattus sp.; (a) bekas gigitan pada buah nanas, (b) bagian yang dilingkari menunjukkan hilangnya buah nanas dari tanamannya, (c) lubang sarang tikus.

Pada kebun pengamatan, ditemukan tanah bekas galian tikus (Gambar 14.c). Hal ini dikarenakan tikus memiliki kemampuan menggali (digging) untuk membuat sarang yang kedalamannya tidak melebihi 50 cm. Sistem sarang di dalam tanah ini sering diperpanjang oleh tikus dengan membuat lorong-lorong tambahan saling berhubungan dengan beberapa pintu alternatif, terutama bila populasi meningkat. Tikus mampu menyerang buah nanas pada bagian ujung batang, karena tikus memiliki kemampuan memanjat (climbing). Telapak kaki tikus ditunjang dengan adanya footpad (tonjolan pada kaki), cakar yang berguna

b

(41)

untuk memperkuat pegangan, serta ekor sebagai alat keseimbangan untuk memanjat. Kemampuan tikus untuk mengeratlah yang menyebabkan kerusakan pada tanaman. Beberapa komoditas hortikultura buah yang pernah dilaporkan mendapat gangguan tikus adalah nanas dan salak dengan intensitas yang sangat rendah. Buah nanas yang terserang oleh tikus ini (Gambar 15) terjadi terutama di pertanaman nanas yang terletak di dekat pemukiman warga atau sawah dan ladang. Jenis tikus yang menyerang yaitu Rattus argentiventer, R. rattus, R.

exulans, dan R. tiomanicus (Priyambodo 2003).

Gambar 15 Tikus Rattus sp.

Monyet Ekor Panjang Macaca fascicularis (Primata: Cercopithecidae) Persentase tanaman terserang hama monyet ekor panjang (M. fascicularis) sebesar 20%. Gejala serangan banyak sekali ditemukan di daerah kaki gunung Kelud di tepi jurang di Desa Sugihwaras, karena daerah tersebut berbatasan dengan hutan alami habitat M. fascisularis. Monyet ini menyerang tanaman nanas umur sedang dan tua. Gejala yang bekas gigitan pada buah nanas (Gambar 16.a), tidak adanya buah nanas pada tanaman (Gambar 16.b), dan tercabutnya tanaman nanas (Gambar 16.c).

Macaca merupakan hewan omnivora. Makanan Macaca yaitu biji-bijian,

pucuk-pucuk, serangga, kepiting, kodok, kadal, moluska, dan buah-buahan termasuk nanas. Hal tersebut merupakan salah satunya alasan M. fascicularis

(42)

berperan sebagai hama buah nanas. Persentase bagian tumbuhan yang dimakan oleh M. fascicularis yaitu buah 70,37%, daun/pucuk 20,37%, dan batang/kulit 9,26%. Bagian tumbuhan yang paling disukai M. fascicularis untuk dimakan yaitu buah seperti yang terjadi pada tanaman nanas (Napier & Napier 1985; Mukhtar 1982).

Gambar 16 Gejala serangan monyet ekor panjang; (a) bekas gigitan pada buah nanas, (b) bagian yang dilingkari menunjukkan hilangnya buah nanas dari tanamannya, (c) tanda panah menunjukkan pertanaman nanas yang rusak akibat dicabut oleh M. fascicularis.

M. fascicularis (Gambar 17) berwarna coklat dengan bagian perut

berwarna lebih muda dan seringkali disertai dengan rambut keputih-putihan yang jelas pada bagian wajah. Tubuh Macaca berukuran sedang. Rambut pada mahkota kepala tersapu ke belakang dari arah dahi. Satwa muda seringkali mempunyai jambul lebih tinggi, sedangkan monyet yang lebih tua mempunyai cambang lebat dan panjang mengelilingi muka. Panjang ekor Macaca bervariasi menurut genusnya. Ekor M. fascisularis berbentuk silindris dan muskular, ditutup oleh rambut-rambut pendek. Panjang ekor melebihi panjang kepala dan badan (Santosa 1993; Napier & Napier 1985).

Macaca merupakan hewan yang hidup berkelompok. Santosa (1993) menyatakan bahwa struktur populasi M. fascicularis didominasi oleh kelompok betina dewasa, jantan dewasa, dan anak-anak dengan proporsi relatif kecil. Ukuran dan tipe kelompok tidak mengalami perubahan secara signifikan. Setiap kelompok tampak satu hirarki sosial yaitu jantan dewasa yang paling tua dan besar merupakan individu paling dominan. Status dominasi ini merupakan indikator besarnya peluang dalam memperoleh makanan maupun betina yang disukai. Proses sosial terjadi karena adanya kebutuhan seksual (kopulasi),

(43)

kesehatan (grooming), dan keamanan (ancaman pemangsaan). Suatu kelompok yang sudah terbentuk cenderung bersama-sama dalam melakukan penjelajahan dan terbentuk sistem status sosial.

Gambar 17 Monyet ekor panjang (M. fascicularis); (a) ciri khas monyet ekor panjang dengan panjang ekor melebihi panjang kepala serta tubuhnya dan memiliki jambul, (b) M. fascicularis yang sedang memakan buah nanas.

M. fascicularis bersifat diurnal, aktivitasnya lebih banyak dilakukan di atas

tanah (terestrial) dibandingkan dengan di pohon, namun tidur di atas pohon dilakukan untuk menghindari pemangsa. Salah satu faktor fisik yang mempengaruhi kehidupan M. fascicularis yaitu temperatur. Temperatur terendah berkisar antara 23°-24° C dan tertinggi berkisar antara 29°-30° C (Santosa 1993; Mukhtar 1982). Kisaran suhu ini sesuai dengan suhu rata-rata harian Desa Sugihwaras yaitu 27° C.

Habitat Macaca secara umum tersebar dari mulai hutan hujan tropika, hutan musim, dan rawa mangrove sampai hutan montane di Himalaya, karena hewan ini memiliki kemampuan beradaptasi dengan baik. Mereka dapat ditemukan di Gibraltar, Afghanistan, Cina, Jepang, Filipina, Kalimantan, Jawa, dan Sumatera (Napier & Napier 1985). Habitat M. fascisularis di Desa Sugihwaras terdapat di hutan alami di kaki Gunung Kelud (Gambar 18).

(44)

Gambar 18 Habibat M. fascicularis

Berikut merupakan Tabel 2 dan 3 yang menyajikan persentase tanaman terserang Lepidiota sp. dan D. brevipes berdasarkan umur tanaman (muda, sedang, dan tua) dan tiga desa contoh yang diamati (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) yang telah diolah menggunakan software SAS 9.1.3 dengan tiga kelompok ulangan dan uji lanjut Duncan α=5%.

Tabel 2 Persentase tanaman terserang Lepidiota sp. dan D. brevipes pada tanaman nanas berumur muda, sedang, dan tua di Kecamatan Ngancar

Hama Tanaman terserang (%)

Muda Sedang Tua

Uret Lepidiota sp. (Coleoptera; Scarabaeidae) 0,00A 11,11A 0,00A Kutu putih D. brevipes (Hemiptera;

Pseudococcidae) 15,56A 2,96A 14,08A

aAngka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan

uji Duncan pada α = 0.05

*Tingkat serangan kutu putih hanya diamati pada tanaman yang bergejala PMWaV

Tabel 3 Persentase tanaman terserang Lepidiota sp. dan D. brevipes di tiga desa (Sempu, Sugihwaras, dan Manggis) di Kecamatan Ngancar

Hama Tanaman terserang (%)

Sempu Sugihwaras Manggis Uret Lepidiota sp. (Coleoptera; Scarabaeidae) 0,00a 0,00a 11,11a Kutu putih D. brevipes (Hemiptera;

Pseudococcidae) 11,11a 12,59a 15,55a

a

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0.05

(45)

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata pada kedua tabel tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa hama uret Lepidiota sp. lebih banyak menyerang tanaman berumur muda. Persentase tanaman terserang hama uret Lepidiota sp. paling tinggi terjadi di Desa Manggis, karena uret merupakan hama endemik di daerah ini. Hama kutu putih D. brevipes lebih banyak menyerang tanaman berumur muda. Persentase tanaman terserang hama kutu putih D. brevipes paling tinggi terjadi di Desa Manggis.

Gejala Hama Lainnya yang Belum Teridentifikasi

Pada kebun pengamatan juga ditemukan gejala serangan hama yang belum teridentifikasi. Gejala serangan hama ini terjadi di Desa Manggis pada tanaman yang sudah berbuah. Gejala tersebut berupa gigitan pada buah nanas (Gambar 19.b), hilangnya buah nanas pada tanaman, serta ditemukannya kotoran (Gambar 19.a) dan lubang sarang dari hama tersebut (Gambar 19.c). Ukuran kotoran tersebut lebih besar dari kotoran tikus. Ukurannya yaitu panjang sekitar 2,2 cm dan lebar 1 cm. Persentase tanaman yang terserang hama ini yaitu sebesar 13,33%. Hama ini diduga termasuk ke dalam jenis mamalia, karena dilihat dari bekas gigitannya pada buah nanas yang terserang.

Gambar 19 Gejala hama lain yang belum teridentifikasi; (a) kotoran hama tersebut, (b) bekas gigitan pada buah nanas, (c) lubang sarang hama tersebut.

a

b

(46)

Penyakit pada Tanaman Nanas di Kecamatan Ngancar

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, selain ditemukan hama juga ditemukan beberapa beberapa penyakit pada tanaman nanas di Kecamatan Ngancar, yaitu:

1. Penyakit layu/Mealybug Wilt of Pineapple (MWP) 2. Busuk pangkal batang (base rot)

3. Bercak kelabu (gray leaf spot) 4. Hawar daun (leaf blight) 5. Alga hijau (green algae) 6. Gejala penyakit D 7. Gejala penyakit E 8. Gejala penyakit H 9. Gejala penyakit L

Penyakit layu/Mealybug Wilt of Pineapple (MWP)

Penyakit layu (MWP) merupakan salah satu penyakit penting yang perlu dikendalikan di pertanaman nanas di Kecamatan Ngancar. Berdasarkan hasil wawancara, MWP baru menjadi trending topic pada 2 tahun terakhir ini. Petani setempat menyebut MWP dengan sebutan virus kuning.

Menurut Amalia (2008) berdasarkan penelitian di Subang, akibat penyakit ini petani mengalami kerugian ekonomi yang nyata (signifikan). Ketika tingkat serangan kurang dari 37%, keuntungan petani berkurang 5%. Sedangkan pada tingkat serangan di atas 40% mengakibatkan kerugian yang lebih besar, yaitu mencapai 45%. Ambang tindakan yang disebabkan oleh MWP adalah pada saat kejadian penyakit (KP) sebesar 32,59%.

Penyakit ini disebabkan oleh PMWaV (Pineapple Mealybug

Wilt-associated Virus). Gejala tampak yaitu bagian daun layu berwarna kuning kemerahan secara sistemik (Gambar 20). Selain itu ditemukan kutu putih D.

brevipes pada bagian akar tanaman yang berperan sebagai vektor PMWaV.

Hidayat (2006) menyatakan bahwa gejala yang ditimbulkan pada kultivar nanas Queen yaitu daun berubah warna menjadi kuning, oranye, mati ujung daun, layu kering, keriting, dan melengkung ke bawah. MWP memiliki gejala yang

(47)

sangat khas. Gejala yang terlihat berupa daun berwarna kuning hingga kemerahan, melengkung ke bawah dan layu mulai dari ujung, ujung daun nekrotik. Pada serangan lanjut, tanaman menjadi mati akibat pertumbuhan akar terhambat sehingga tidak mampu menyerap unsur hara dari tanah dan terjadi kematian daun sehingga menganggu proses fotosintesis (Collins 1968; Nainggolan 2006; Damanik 2008). Hal ini sama dengan gejala yang ditemukan pada tanaman nanas di Kecamatan Ngancar.

Berdasarkan penelitian Novianti (2008), penyakit layu dapat menyebabkan: (a) penurunan bobot akar sebesar 39,49%, (b) penurunan kualitas buah, seperti penurunan bobot buah mencapai 62,11%, serta (c) penurunan diameter buah 17,65%, dan panjang buah sebesar 26,90%. Namun, buah dari tanaman yang terserang MWP ini tetap manis seperti buah tanaman yang sehat.

Akibat akhir dari serangan penyakit layu ini adalah penurunan bobot tajuk tanaman karena kandungan air yang semakin sedikit. Pengaruh penyakit layu ini juga akan mengurangi bobot buah nanas yang dihasilkan. Seperti diketahui, ukuran buah sangat ditentukan oleh hasil fotosintat karbohidrat. Hasil fotosintesis atau asimilasi karbon sangat ditentukan dari jumlah daun yang sehat. Dengan demikian bobot, panjang, dan diameternya tidak akan bertambah, namun buah tetap menjadi matang. Buah akan tetap kecil dan tidak laku untuk dipasarkan.

Tidak ada perbedaan gejala yang signifikan menurut stadia tanaman. Tingkat keparahan penyakit kebih dipengaruhi oleh konsentrasi virus di tanaman dibandingkan dengan keberadaan kutu putih. Infestasi dan infeksi kutu putih dapat mempercepat kemunculan gejala (Juarsa 2005; Nainggolan 2006). Keunikan pada gejala virus ini yaitu adanya proses penyembuhan (recovery). Proses recovery terjadi ketika tanaman sudah menampakkan gejala. Beberapa minggu kemudian gejala tersebut berkurang dan akhirnya menghilang. Daun kembali hijau seperti halnya tanaman sehat. Hal ini terjadi pada tanaman nanas uji kultivar Queen (Hidayat 2006).

(48)

Gambar 20 Gejala MWP; (a) tanaman tampak layu sistemik, (b) gejala MWP di lapangan, (c) warna daun kuning kemerahan.

Busuk Pangkal Batang (Base Rot)

Patogen dari penyakit busuk pangkal batang yaitu cendawan Ceratocystis

paradoxa, namun pada saat identifikasi ditemukan konidia cendawan

Thielaviopsis sp. yang merupakan fase anamorf dari C. paradoxa. Gejala penyakit ini yaitu daun bagian bawah yang menguning, layu, serta bagian pangkal batang yang membusuk berwarna coklat (Gambar 21).

Menurut Semangun (2007), gejala dapat timbul pada batang, pangkal daun, buah dan bibit. Gejala yang tampak yaitu pada pangkal bibit nanas terjadi busuk lunak yang berwarna coklat meluas ke atas (daun-daun). Hal ini terjadi pada saat sebelum atau sesudah bibit dipindah ke lapang. Bagian daun timbul bercak-bercak putih kekuningan atau coreng-coreng (streak) yang melebar dan pendek. Buah matang yang terinfeksi membusuk, berwarna kuning, lalu berubah menjadi hitam mulai dari bidang potongan tangkai dan mengeluarkan bau yang khas. Kerugian terbesar yang diakibatkannya yaitu pada saat buah setelah dipetik. Menurut Adisa (2007), telah terdeteksi poduksi enzim hidrolitik pada C. paradoxa yang menginfeksi nanas.

Patogen ini hanya dapat menginfeksi melalui luka, baik luka pemotongan maupun karena penanganan yang kasar. Bibit-bibit yang mempunyai bidang

a

b

(49)

potongan yang cukup besar pada pangkalnya, sangat rentan terhadap penyakit, terutama jika banyak hujan (Semangun 2007).

Gambar 21 Gejala busuk pangkal batang; (a) bagian pangkal batang membusuk berwarna kecoklatan, (b) daun bagian bawah tanaman menguning, (c) bagian yang dilingkari merupakan konidia Thielaviopsis sp.

Berdasarkan hasil pengamatan, penyakit busuk pangkal batang memiliki tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada tanaman nanas berumur sedang, namun lebih banyak menginfeksi pada tanaman muda.

Bercak Kelabu (Gray Leaf Spot)

Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Pestalotia sp. Gejala yang tampak yaitu bagian daun terdapat bercak berwarna putih kecoklatan (kelabu) dengan bentuk yang tidak teratur (Gambar 22). Berdasarkan hasil pengamatan, penyakit ini lebih banyak menyerang tanaman tua dengan tingkat keparahan penyakit yang paling tinggi.

a

b

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Gambar 4 Pertanaman tumpang sari nanas; (a) pepaya, (b) jati putih, dan (c) sengon.
Gambar 6 Bibit nanas; (a) proses pemanenan bibit nanas, (b) kategori bibit nanas berdasarkan ukuran mulai dari yang terbesar (A) sampai yang terkecil (D).
Gambar 8 Pupuk amina; (a) pupuk amina yang siap digunakan, (b) drum wadah pupuk amina.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji kisaran inang isolat bakteri penyebab penyakit busuk lunak Pada beberapa tanaman sayuran .... Komposisi media Na (Nutrient

Zat antibakteri pada daging nanas yang mampu menyebabkan terjadinya perubahan molekul protein dan asam nukleat adalah Flavonoid dengan mekanisme kerja mendenaturasi

Penelitian untuk mengetahui pengaruh nematoda parasit tumbuhan terhadap tingkat keparahan penyakit layu (MWP) telah dilaksanakan pada perkebunan nanas milik rakyat di

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian hama terpadu (PHT) nanas terhadap perkembangan populasi R. reniformis, kejadian penyakit layu

Semua sampel akar dan tanah yang diambil dari tanaman nanas bergejala layu ditemukan sudah terinfestasi beberapa jenis nematoda parasit tumbuhan, terutama

Virus yang berasosiasi dengan penyakit ini yaitu pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV-1) dan PMWaV-2 yang telah berhasil diekstrak dari tanaman nanas

Gambar 1 Gejala penyakit layu pada nanas klon MD2 a gejala layu pada tajuk tanaman, b perbedaan daun tanaman sehat dan tanaman sakit, c reduksi akar pada tanaman sakit, d gejala lesi

Beberapa gejala penyakit yang mungkin muncul pada tanaman jambu kristal adalah layu, nekrotik pada daun dan buah baik berupa bercak maupun hawar, scab, karat, busuk buah, bengkak akar,