• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK INDIGO (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK INDIGO (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo )."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : ”Veteran” Jawa Timur

Oleh :

VITA PERMANA S.PARATHON NPM 0643010042

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGDI ILMU KOMUNIKASI

JAWA TIMUR

(2)

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DENGAN ANAK INDIGO (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo )

Disusun Oleh:

VITA PERMANA S.PARATHON NPM. 0643010042

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 15 April 2010

Pembimbing Utama Tim Penguji: 1. Ketua

Dra. Sumardjijati, M.Si Ir. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 030 233 610 NIP. 030 203 679 2. Sekretaris

Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 3 7006 94 00351 3. Anggota

Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 030 233 610 Mengetahui,

DEKAN

(3)

(Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu dengan Anak Indigo)

Oleh :

Vita Permana S.Parathon NPM. 0643010042

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Pembimbing Utama

Dra.Sumardjijati, M.Si NIP. 030 233 610

Mengetahui, DEKAN

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis akhirnya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Indigo (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu Dengan Anak Indigo.)”

Skripsi disusun guna memenuhi persyaratan akademik yang harus ditempuh sebagai status kelulusan program S1 mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dengan selesainya skripsi ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dra. Sumardjijati. M. Si selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bantuannya dalam penyusunan laporan ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan berbagai pihak, antara lain:

1. Kepada Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Kepada Bapak Juwito, S.Sos, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Kepada Ibu Dra. Sumardjijati. M. Si selaku dosen pembimbing skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Keluarga dan semua teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongannya selama ini.

(5)

  ii

Akhirnya dengan segala kekurangan dan kesederhanaan skripsi ini, semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi almamater tercinta Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Surabaya, 23 Maret 2010

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Kegunaan Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 15

2.1.1 Komunikasi ... 15

2.1.2 Komunikasi Interpersonal ... 16

2.1.3 Tahap-tahap Komunikasi Antar Pribadi ... 21

2.1.4 Efektifitas Komunikasi ... 22

2.1.5 Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi ... 23

2.1.6 Syarat-syarat agar Komunikasi Menjadi Lebih efektif ... 24

2.2 Pengertian Pola Komunikasi ... 24

2.3 Teori Atribusi ... 28

2.4 Pengertian Keluarga ... 29

2.4.1 Fungsi Keluarga ... 29

2.4.2 Komunikasi Keluarga ... 32

(7)

Dalam Keluarga ... 36

2.5 Pengertian Orang Tua ... 40

2.6 Pengertian Anak ... 41

2.7 Indigo ... 42

2.7.1 Ciri-ciri lain anak Indigo ... 43

2.7.2 Ciri-ciri Lain Anak Indigo ... 44

2.7.3 Luka Emosional yang Dialami Anak-anak – Indigo ... 46

2.8 Kerangka Berpikir ... 49

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 52

3.2 Lokasi Penelitian ... 56

3.3 Subyek Penelitian dan Informan Penelitian ... 57

3.4 Tehnik Pengumpulan Data ... 58

3.5 Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Analisa Data ... 61

4.1.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 61

4.1.2 Penyajian Data ... 61

4.1.2.1 Identitas Responden ... 61

4.1.2.2 Penyajian Data ... 68

(8)

LAMPIRAN 1

Wawancara (Depth Interview) dengan Ibu dari Anak Indigo

1. Latar belakang pendidikan ibu

2. Perasaan ibu ketika mengetahui bahwa anaknya indigo

3. Perlakuan ibu terhadap anak setelah mengetahui anaknya indigo 4. Peraturan – peraturan yang diterapkan dalam lingkungan keluarga 5. Punishment yang diberikan saat anak berbuat kesalahan

6. Karakter anak indigo

(9)

Indigo (Studi Kualitatif Mengenai Pola Komunikasi Ibu Dengan Anak Indigo)

Indigo adalah istilah yang diberikan kepada anak yang menunjukkkan perilaku lebih dewasa dibandingkan usianya. Anak indigo pada umumnya tidak menginginkan diperlakukan sebagai anak-anak. Tidak jarang mereka sering tidak menuruti bahkan membantah nasehat orang tua mereka. Orang tua kebanyakan tidak dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan anaknya yang indigo, sehingga orang tua tidak dapat menyampaikan pesannya kepada anak anaknya yang indigo. Seperti diketahui, anak indigo memiliki dunia sendiri dan tidak memiliki inisiatif untuk bersosialisasi dengan orang lain, karena itu dibutuhkan kedekatan emosional antara orang tua dan anaknya yang indigo agar dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.Tanpa pola komunikasi dan dukungan yang baik dalam keluarga yang mempunyai anak indigo, maka anak indigo tidak akan berkembang dengan baik sesuai yang diharapkan orang tua, oleh karena itu pola komunikasi sangat dibutuhkan untuk menggali kelebihan serta bakat anak. Disini komunikasi antara orang tua dan anak indigo adalah saran yang paling utama.

Landasan teori yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah teori pola komunikasi hubungan orang tua dengan anak yaitu autoritarian (cenderung bersikap bermusuhan), permissive (cenderung berperilaku bebas) dan authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan depth interview (wawancara mendalam) dan observasi (pengamatan) pada beberapa keluarga yang meliputi orang tua (ibu rumah tangga) yang memiliki anak indigo sebagai informan untuk mengetahui permasalahan penelitian yang terjadi antara ibu dengan anak indigo. Setelah data diperoleh, peneliti akan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan mengkategorikan sesuai pola komunikasi keluarga hubungan ibu dengan anak secara deskriptif.

Hasil analisis data terdapat 4 orang ibu yang memiliki anak indigo sebagai informan yang dijadikan subyek penelitian. Dua orang ibu di antaranya menganut pola komunikasi secara otoriter atau authoritarian. Satu orang ibu menganut pola komunikasi permissive atau cenderung membebaskan dan sisanya menganut pola komunikasi demokratis atau authoritative .

(10)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah segala sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia untuk mempertahankan hidupnya.Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari kegiatan komunikasi, karena manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk mempertahankan hidupnya.Komunikasi antar manusia tercipta melalui komunikasi, baik itu komunikasi verbal (bahasa) maupun nonverbal (simbol, gambar, atau media komunikasi lainnya).Selain untuk mempertahankan hidupnya, komunikasi juga mempunyai fungsi untuk memelihara hubungan dan memperoeh kebahagiaan.

Kata komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal.(Effendy, 2002: 3). Komunikasi mempunyai banyak makna namun dari sekian banyak definisi dapat disimpulkan secara lengkap dengan maknanya yang hakiki yaitu komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. ( Effendy, 2002 : 5 )

(11)

diterima oleh seseorang dengan efek dan timbal balik yang langsung. ( Liliweri, 1997 : 12 ). Menurut Liliweri, komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan yang dianggap palng efektif untuk mengubah sikap, pendapat serta perilaku manusia. Dan suatu kesimpulan yang bisa terlihat dari berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai hubungan erat dengan sikap dan perilaku manusia. (Liliweri, 1997 : 12 & 123)

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi individual atau komunikasi yang terjadi dalam keluarga. Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik serta silih berganti, bisa dari anak ke orang tua atau dari orang tua ke anak, ataupun dari anak ke anak. Tanggung jawab orang tua dalam komunikasi keluarga adalah mendidik.

Dalam konteks komunikasi keluarga, sistem pesan yang dimiliki keluarga merupakan sistem yang unik. Setiap keluarga pasti memiliki sistem pesan yang unik untuk menyediakan makna sehubungan dengan fungsi utamanya memberi bentuk pada kehidupan berkeluarga. Dengan kata lain, sebagai penyedia komunikasi untuk memberikan bentuk dan isi dalam kehidupan berkeluarga ketika anggota terlibat dalam fungsi yang terkait dengan keluarga (Galvin, 982 : 12)

(12)

3

Hubungan keluarga dapat terganggu oleh kehadiran seorang anak yang kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya seperti anak indigo. Karena anak indigo memiliki kemampuan khusus yang membutuhkan peranan besar dari kedua orang tuanya dalam proses pembentukan karakter dan mental anak tersebut.

Walaupun mereka telah sampai pada usia remaja sampai dewasa sekali pun, peranan orang tua dalam memahami dan mendidik anak – anak yang dikategorikan memiliki ’dunia sendiri’ atau dapat berkomunikasi dengan bangsa-bangsa halus ini masih tetap dibutuhkan.

Berbagai penelitian di dunia menemukan bahwa jumlah anak yang memiliki cakra mata ketiga atau yang biasa disebut dengan anak indigo dari tahun ke tahun semakin meningkat. Lebih dari 85% anak Indigo lahir tahun 1992 atau sesudahnya, 90% lahir tahun 1994, dan 95% atau lebih lahir saat ini (beberapa orang mengatakan 99%) adalah anak-anak Indigo. (www.google.com,13 Oktober 2009 : 20.52 WIB). Namun tidak ada data yang valid mengenai jumlah anak indigo yang lahir di dunia ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan adanya keberadaan anak-anak indigo di dunia ini.

(13)

Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis buku Understanding Your Life Through Color. Penelitian lanjutan untuk mengelompokkan pola dasar perangai manusia melalui warna aura, mendapat dukungan psikiater Dr. McGreggor di San Diego University. Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang muncul kuat pada hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah 1980. Warna itu bisa dilihat dengan Foto Kirlian atau dengan alat generasi baru sejenis seperti Video Aura.

Warna nila menempati urutan keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan vertikal cakra (dari bawah ke atas), dalam bahasa Sansekerta disebut Cakra Ajna, yang terletak di dahi, di antara dua mata.

Anak indigo adalah anak-anak yang memiliki aura dominan berwarna nila, namun fisiknya sama seperti anak lainnya. Di samping itu anak indigo memiliki roh yang sudah tua (old soul) sehingga dalam keseharian, tidak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau tua. Ciri-ciri lain yang mudah dikenali adalah mempunyai kemampuan spiritual tinggi. Anak Indigo kebanyakan bisa melihat sesuatu yang belum terjadi atau dapat melihat masa lalu. Bisa pula melihat makhluk atau mater-materi halus yang tidak tertangkap oleh indera penglihatan biasa. Kemampuannya untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, bukan hanya merasakan, tapi juga mengerti. Seperti menyontek, mengerti pengertian orang lain.

(14)

5

indigo tidak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada.Anak indigo memiliki kebijaksanaan yang tinggi dan tingkat kesadaran ”di luar tahun”. Mereka bisa menjadi sangat blak – blakan ketika mereka sedang berbicara. Seorang anak indigo akan berbicara seperti layaknya orang dewasa sehingga menyebabkan orang tua mereka kesulitan untuk berkomunikasi dengan mereka.

Anak indigo sering didiagnosis dengan Hiperaktif Attention Deficit Disorder (ADHD) bahwa mereka menjadi tidak ramah ketika berada dalam suatu komunitas bukan orang indigo. Mereka adalah orang – orang yang sangat energik dan senang menjelaskan sesuatu. Mereka juga cenderung sangat animasi dan dramatis. Kekeliruan identifikasi terhadap anak Indigo sebagai anak kurang perhatian dan hiperaktif atau ADD (Attention Deficit Disorder = atau Gangguan Kekurangan Perhatian) dan ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder = Gangguan Hiperaktif Kekurangan Perhatian) adalah salah satu sebab kesalahan perlakuan terhadap mereka sehingga menyebabkan orang tua menyepelekan cara berkomunikasi dengan anak mereka yang tergolong indigo ini.

(15)

sehingga memiliki kemampuan intrapersonal yang berbeda, dan merupakan suatu tingkat kesadaran diri yang berbeda.

Pandangan yang mengaitkan para anak indigo dengan sesuatu yang bersifat irasional dan cenderung mistis di Indonesia sudah menjadi suatu stigma yang berlaku, karena memang terkait dengan kebudayaan masyarakat Indonesia itu sendiri, sebagian besar masih memiliki kebudayaan mistis yang kental. Dalam kelahirannya di negeri Indonesia masih banyak juga yang tidak perduli dengan fenomena ini dan juga banyak yang tidak mengetahui.

Banyak anak-anak indigo yang tidak dapat menyalurkan bakatnya, hal ini banyak terjadi akibat dari pola asuh orang tua yang melihat keberadaan mereka sebagai sesuatu yang aneh dan menjurus pada penyakit. Maka, tak jarang pada awal kemunculannya, mereka dikatakan sebagai anak yang aneh, anak yang tidak wajar dan sangat mengganggu. Selain itu, perilaku hiperaktif mereka di cap sebagai anak yang tidak mau patuh atau bandel.

Akibatnya mereka merasa tertekan dan merasa tidak nyaman dengan keadaan mereka. Belum lagi penolakan secara terang-terangan terhadap mereka yang menyebabkan tekanan mental (psikis) pada awal kehidupannya. Hal itu sangat berbahaya bagi pekembangan karakter dan mentalnya di masa mendatang jika tidak dengan segera ditangani.

(16)

7

tersebut, maka anak-anak indigo disebut sebagai anak yang ”tidak normal”, mengalami gangguan mental dan sakit.

Anak indigo menunjukkan seperangkat atribut psikologis baru dan luar biasa, serta menunjukkan sebuah pola perilaku yang pada umumnya tidak didokumentasikan sebelumnya. Anak-anak Indigo memahami perbedaan yang sangat tipis antara dunia kasat dan dunia spiritual, dan mereka memiliki kemampuan untuk mengakses informasi dari sini, yang orang lain tidak mampu. Kebanyakan perilaku anak Indigo dapat dipahami dari aspek ini. Pola ini memiliki faktor-faktor unik yang umum, yang mengisyaratkan agar orang-orang yang berinteraksi dengan mereka (para orangtua, khususnya) mengubah perlakuan dan pengasuhan terhadap mereka guna mencapai keseimbangan. Mengabaikan pola-pola baru ini akan kemungkinan besar berarti menciptakan ketidakseimbangan dan frustasi dalam benak anak indigo sendiri dari kehidupan baru yang berharga ini.

(17)

Anak indigo dilahirkan ke dunia dengan tantangan yang tidak mudah dilalui. Mereka berada pada tingkat sensitivitas yang tinggi dan sulit dipahami, sehingga hanya dapat diterima oleh orangtua yang bersifat tidak menentang. Sifat non-konformis terhadap sistem dan disiplin yang ada akan menyulitkan mereka untuk mematuhi sistem peraturan yang di miliki oleh orang tua mereka. Anak indigo lebih bersikap acuh ketika dihadapkan pada aturan-aturan yang telah diberlakukan orang tua terhadap mereka. Mereka akan cenderung bersikap melanggar dan menentang peraturan tersebut. Sifat ini akan menyulitkan orang tua untuk mengajak mereka untuk berkomunikasi dan memahami apa yang mereka inginkan.

(18)

9

Kemampuan indra keenam yang tidak hanya dalam hal penglihatan, tapi juga pendengaran dan lainnya membuat mereka cenderung asyik dalam dunianya sendiri yakni dengan berbicara dengan ”temannya” sendiri ketimbang dengan orang tua mereka. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan ”teman anak indigo” adalah makhluk halus yang pada umumnya sering mereka jumpai dalam kehidupan mereka sehari-hari karena kemampuan khusus mereka yang dimiliki sejak lahir. Perilaku orang tua pada umumnya cenderung mengabaikan tingkah laku anak mereka tersebut dan tidak mau memahami dunia mereka sehingga timbul konflik saat berkomunikasi.

(19)

Jika orang tua tak mengerti bahwa anaknya indigo, umumnya si anak cenderung memberontak, agresif dan nakal. Tak sedikit yang kemudian bentrok dengan kehendak orang tuanya. Jika orang tua masih otoriter membatasi aktivitas spiritual anak indigo, si anak pasti akan berontak. Ada juga yang mengharapkan jawaban yang spesial saat berkomunikasi dengan anak indigo, justru dia akan bertingkah seperti anak kecil. Kalau kita anggap dia biasa saja, justru akan muncul sendiri secara spontan, di konsep ini tidak ada yang tua dan muda dan sebenarnya personaliti juga lebih bebas.

(20)

11

Kebanyakan anak indigo menjadi anti sosial karena lingkungan tidak mau menerima apa adanya, memahami visi, misi dan cita – cita mereka yang mulia akan kehidupan ini. Anak indigo yang frustasi dengan sikap penolakan di lingkungan mereka, khususnya orang tua mereka. Inilah yang menyebabkan adanya gangguan komunikasi antara anak dan orang tua dalam keluarga. Perlakuan orang tua mereka yang cenderung menolak dan tidak mengakui adanya sifat indigo dalam anak mereka membuat para anak indigo merasa diasingkan dan tidak diakui keberadaannya oleh orang tua mereka. Hal ini menyebabkan anak indigo malas berkomunikasi dengan orang tua mereka sendiri dan sering terjadi kesalahpahaman antara anak dan orang tua.

Komunikasi yang seharusnya berjalan lancar dan sewajarnya menjadi tidak terkendali. Anak indigo cenderung selalu membangkang kepada nasehat dan semua perkataan yang terlontar dari orang tua mereka sendiri dan tidak mau tahu menahu mengenai keberadaan orang tua mereka di sekitanya. Feedback yang seharusnya dapat dipahami oleh orang yang diajak bicara yakni anak indigo sendiri menjadi terhambat. Pola komunikasi yang demikian ini merupakan pola komunikasi yang kurang bagus dan menjadi tidak dapat berjalan dengan sukses.

(21)

Hadirnya anak indigo dalam sebuah keluarga merupakan suatu di luar dugaan orang tua mana pun karena para orang tua umumnya tidak pernah menyangka akan memiliki anak yang memiliki kelebihan di atas anak normal lainnya. Bahkan tidak banyak orang tua yang dapat berinteraksi, serta mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan anaknya sehingga orang tua tidak bisa menyampaikan pesannya kepada anaknya. Orang tua tidak mengerti apa yang diinginkan dan apa yang dimaksud oleh anaknya. Anak menjadi kurang dekat dengan orang tuanya sehingga anak indigo menjadi merasa terasing dan kurang kasih sayang. Akibatnya anak menjadi lebih tertarik dengan ’dunianya sendiri’ dan anti sosial terhadap lingkungan di luar komunitas indigo sendiri.

(22)

13

dengan lingkungan sosialnya di luar indigo. Hal ini tentu sangatlah tidak mudah untuk dilakukan, terlebih jika respon yang muncul tidak seperti yang diharapkan.

Kebanyakan orang tua selalu menganggap sama anak indigonya dengan anak non-indigo lainnya sehingga mereka sering mengalami konflik dengan anaknya. Orang tua cenderung berperilaku cuek dan tidak mau tahu akan keberadaan anaknya yang memiliki indigo. Kehadiran anak indigo di tengah keluraga dan lingkungan sering disalahpahami sebagai anak yang pembangkang, susah diatur dan berlagak dewasa. Beberapa anak indigo menjadi sangat pendiam dan penyendiri, ada yang menjadi pemberontak dan tidak mau diatur, bahkan ada yang tidak mau lagi bersekolah. Orang tua,sebagai anggota keluarga seringkali kehabisan akal menghadapi tingkah laku anak indigo.

(23)

bersikap bebas), atau dengan pola Authoritative (cenderung bersikap menghindar dari kegelisahan, kekacauan).

Sebagai orang tua, mereka harus berbuat sesuatu untuk mengembangkan diri si anak secara keseluruhan meliputi tingkah laku yang diharapkan dan membuat anak indigo merasa diakui keberadaannya oleh orang tua mereka. Agar serta mereka dapat berinteraksi dengan orang tua mereka, mau mematuhi peraturan yang telah diberlakukan orang tua mereka dan agar komunikasi antara anak indigo dengan orang tua mereka menjadi lancar. Dilatarbelakangi kondisi seperti di atas, maka peneliti tertarik untuk mengenal dan memahami pola komunikasi orang tua yang memiliki anak indigo. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak indigo. Penelitian ini mengidentifikasi bagaimana pola komunikasi orang tua pada anak indigo.

(24)

15

memiliki anak indigo, di mana yang dijadikan partisipan adalah orang tua yang memiliki anak indigo.

1.2. Perumusan Masalah

Bedasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka

dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah pola komunikasi

keluarga dengan anak indigo?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi

antara keluarga dengan anak indigo.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, penelitian ini

diharapkan mampu memberikan kontribusi berkaitan dengan pola

komunikasi interpersonal dalam sebuah keluarga yang memiliki anak

indigo.

(25)

Hasil penelitian ini dapat memberi masukan pada orang tua

tentang cara berkomunikasi terhadap anak indigo melalui cara

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori 2.1.1. Komunikasi

Komunikasi merupakan sebuah kata yang abstrak dan memiliki sejumlah arti. Kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin yaitu communis yang berarti “sama”, atau communicare yang berarti “membuat sama” (Mulyana,2001:41). Demikian pula pakar komunikasi yang lain,Harold Lasswell (Pakar Ilmu Komunikasi) memaparkan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect” (Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh

komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu). Seorang Psikologi Eksperimen, seorang pelopor komunikasi Amerika dalam bukunya Intentional Infuence (Hovland,Jannis and Kelly,1953) yakni Carl L Hovland menyatakan: “Communication is the pocess to modify the behaviour of other individuals” (Komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain)

atau dengan kata lain komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus dengan tujuan untuk mengubah atau membentuk perilaku orang lain.

(27)

2.1.2. Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal biasa disebut komunikasi antarpribadi. Adapun yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan dari seseorang kepada orang lain atau kelompok kecil kepada kelompok kecil lainnya dengan beberapa efek umpan balik. De Vito dalam Liliweri (1997), menjelaskan pengertian dari komunikasi antarpersonal merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung.

(28)

17

Gambar 2.1.2 Model Komunikasi Interpersonal Secara Umum Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa komponen – komponen komunikasi antarpibadi adalah sebagai berikut (De Vito, 2007 : 10)

1. Pengirim-Penerima

Komunikasi antarpribadi paling tidak melibatkan dua orang, setiap orang terlibat dalam komunikasi antarpribadi memfokuskan dan mengirimkan pesan dan juga sekaligus menerima dan memahami pesan. Istilah pengirim-penerima ini digunakan untuk menekankan bahwa, fungsi pengirim-pengirim-penerima ini digunakan untuk menekankan bahwa, fungsi pengirim dan penerima ini dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Contoh komunikasi antara orang tua dan anak, guru dengan murid dan sebagainya.

2. Encoding-Decoding

(29)

sebagai decoding. Dalam komunikasi antarpribadi, karena pengirim, juga bertindak sekaligus sebagai penerima, maka fungsi encoding-decoding dilakukan oleh setiap orang yang terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Contoh : penggunaan bahasa daerah.

3. Pesan-Pesan

Dalam komunikasi antarpribadi, pesan-pesan ini bisa berbentuk verbal (seperti kata-kata) atau nonverbal (gerak tubuh, simbol) atau gabungan antara bentuk verbal dan nonverbal, contoh Materi pelajaran.

4. Saluran

Saluran ini berfungsi sebagai media dimana dapat menghubungkan antara pengirim dan penerima pesan atau informasi. Saluran komunikasi personal baik yang bersifat langsung perorangan maupun kelompok lebih persuasif dibandingkan dengan saluran media massa.

(30)

19

disampaikannya. Contoh dalam komunikasi antarpribadi kita berbicara dan mendengarkan (saluran tentang indera pendengar melalui suara). Isyarat visual atau sesuatu yang tampak (seperti gerak tubuh, ekspresi wajah, dan lain sebagainya).

5. Gangguan atau Noise

Seringkali pesan-pesan yng dikirim berbeda dengan pesan yang diterima. Hal ini dapat terjadi karena gangguan saat berlangsungnya komunikasi, yang terdiri dari :

a. Gangguan Fisik

Gangguan ini biasanya berasal dari luar dan mengganggu transmisi fisik pesan, seperti kegaduhan, interupsi, jarak dan sebagainya. b. Gangguan Psikologis

Gangguan ini timbul karena adanya perbedaan gagasan dan penilaian subyektif diantara orang yang terlibat dalam komunikasi seperti emosi, perbedaan nilai-nilai, sikap, dan sebagainya.

c. Gangguan Semantik

(31)

6. Umpan Balik

Umpan balik memainkan peranan yang sangat penting dalam proses komunikasi antarpribadi, karena pengirim dan penerima secara terus-menerus dan bergantian memberikan umpan balik dalam berbagai cara, baik secara verbal maupun non verbal. Umpan balik ini bersifat saling menguntungkan. Bersifat positif apabila tidak menimbulkan efek. Dan bersifat negatif apabila merugikan.

7. Konteks

Komunikasi selalu terjadi dalam sebuah konteks yang mempengaruhi isi dan bentuk pesan yang disampaikan. Ada 2 dimensi konteks dalam komunikasi antar, yaitu :

a. Dimensi Fisik, mencakup tempat di mana komunikasi berlangsung, misalnya komunikasi antar guru dengan murid di dalam kelas. Di sini berperan sebagai dimensi fisik.

b. Dimensi Sosial Psikologi, mencakup hubungan yang memperhatikan masalah status, peranan yang dimainkan, norma-norma kelompok masyarakat, keakraban, formalitas dan sebagainya.

8. Bidang Pengalaman (Field of Experience)

(32)

21

9. Efek

Dibanding dengan bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, perilaku kepercayaan dan opini komunikan. Hal ini disebabkan komunikasi dilakukan dengan tatap muka.

Komunikasi interpersonal berperan dalam mentransfer pesan atau informasi dari seseorang kepada orang lain berupa ide, fakta, pemikiran serta perasaan. Oleh karena itu, komunikasi interpersonal merupakan suatu jembatan bagi setiap individu, di mana mereka dapat berbagi rasa, pengetahuan serta mempererat hubungan antara sesama individu pada masyarakat di lingkungannnya. Komunikasi interpersonal selalu menimbulkan saling pengertian dan saling mempengaruhi antar seseorang dengan orang lain (Djamadin, 2004 : 17-19).

Dengan adanya kesembilan unsur komunikasi di atas, diharapkan adanya suatu peningkatan hubungan interpersonal yang baik antara orang tua dan anak yang dapat terjalin melalui sebuah pembicaraan.

2.1.3. Tahap-Tahap Komunikasi Antar Pribadi

Kebanyakan hubungan mungkin semua berkembang melalui tahap-tahap (Knapp,984;Wood,1982) antara lain :

(33)

memutuskan ingin melanjutkan hubungan atau tidak dan kualitas seseorang akan terlihat jelas di sini, seperti sikap ingin bersahabat, keterbukaan dan kehangatan.

2. Keterlibatan, merupakan tahap pengenalan lebih jauh. Ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita.

3. Keakraban, pada tahap ini seseorang lebih jauh mengikatkan diri dan mungkin membina hubungan primer (primer relationship) dan seseorang berani mengungkap rahasia besar dalam dirinya.

4. Perusakan, merupakan tahap penurunan hubungan ketika ikatan hubungan antara kedua belah pihak melemah karea merasa hubungan ini tidak sepenting yang dikira.

5. Pemutusan, merupakan pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua belah pihak (Devito, 2007 : 235)

2.1.4. Efektifitas Komunikasi

Secara umum, dinilai efektif bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim atau sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima.

(34)

23

2.1.5. Efektifitas Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The International Communication yang dikutip Soemiati (Soemati, 1993 : 50-51) ada beberapa hal yang mendukung terciptanya efektifitas dalam komunikasi antar pribadi yaitu :

1. Keterbukaan, yaitu adanya kemauan untuk membuka diri, menyatakan tentang keadaan dirinya sendiri yang tadinya tetap disembunyikan yang berhubungan dengan komunikasi pada saat itu serta keterbukaan dalam memberikan tanggapan secara spontandan tanpa dalih terhadap komunikasi dan umpan balik orang lain. 2. Empati, sebagai suatu perasaan individu yang merasa sama seperti

yang dirasakan orang lain (menempatkan diri pada posisi orang lain).

3. Dukungan, suatu dukungan situasi terhadap kritik maupun caci maki.

4. Rasa positif, dimana komunikasi akan positif bila dirasakan situasi yang positif sehingga mau aktif dan membuka diri.

(35)

2.1.6. Syarat-Syarat agar komunikasi menjadi lebih efektif Menciptakan suasana komunikasi yang menguntungkan :

1. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti. 2. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat

dipihak komunikan.

3. Pesan dapat menggugah kepentingan di pihak komunikan yang dapat menguntungkan.

4. Pesan dapat menumbuhkan penghargaan atau reward di pihak komunikan.

2.2. Pengertian Pola Komunikasi

Pola diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap sedangkan komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.

Dengan demikian yang dimaksud pola komunikasi adalah pola hubungan antara 2 orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga dapat dipahami (Bahri, 2004 : 1)

(36)

25

antar ras, membina persatuan dan kesatuan umat manusia penghuni bumi (Effendy, 1993 : 27).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik suatu pola komunikasi mengkaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas, dengan komponen yang merupaka bagian penting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.

Dengan begitu gagal atau berhasilnya sebuah komunikasi antara orang tua dengan anak terdapat suatu pola komunikasi yang diterapkan antara orang tua dan anak. Bisa diartikan model komunikasi atau cara-cara komunikasi yang terjadi dalam suatu keluarga, yaitu antara ayah, dan anak, ibu dan anak juga anak dan anak itu sendiri.

Ada tiga pola komunikasi hubungan orang tua dan anak (Tubbs dan Moss, 2001 : 26) :

a. Authoritarian (cenderung bersikap bermusuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando mengharuskan atau memerintah anak untuk melakukan (sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku, keras cenderung emosional dan bersikap menolak.

b. Permissive (cenderung bersikap bebas)

(37)

percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, prestasinya rendah.

c. Authoritative (cenderung bersikap menghindar dari kegelisahan, kekacauan)

Dalam hal ini sikap penerimaan dan kontrolnya tinggi, bersikap responsive terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapatnya, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedangkan anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri, bersikap sopan mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas dan berorientasi terhadap prestasi (Yusuf, 2001 : 51)

Begitu pentingnya faktor komunikasi dalam keluarga ini sehingga (Wrigh, 1999 : 93 ) mengatakan bahwa salah satu cara terpenting untuk membantu anak-anak menjadi dewasa yang berarti adalah dengan belajar berkomunikasi kepada mereka secara positif. Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak dipengaruhi oleh urutan kelahiran dalam keluarga, struktur syaraf dan lain sebagainya, dan hubungan orang tua dan anggota keluarga menjadi peran penting pembentukan kepribadian dan tingkah laku anak.

(38)

27

Suatu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator dan komunikan ada rasa percaya, terbuka dan sportif untuk selain menerima satu sama lain (Rakhmat, 2002 : 129). Adapun sikap yang saling mendukung kelancaran komunikasi dengan anak-anak adalah :

a. Mau mendengarkan sehingga anak-anak lebih berani membagi perasaan sesering mungkin sampai pada perasaan dan permasalahan yang mendalam.

b. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan menunjukkan perhatian melalui syarat-syarat verbal dan nonverbal saat komunikasi berlangsung.

c. Memberikan kebebasan dan dorongan sepenuhnya pada anak untuk mengutarakan pikiran dan perasaannya dan kebebasan menunjukkan reaksi atau tingkah laku tertentu sehingga anak dapat menanggapi dengan positif tanpa adanya unsur keterpaksaan.

Menurut Hastuti dalam (Kartono, 2000 : 154) akibat dari pola komunikasi ini adalah :

a. Pikiran akan berkembang karena anak dapat mengungkapkan isi hatinya atau pikirannya dan dapat mengemukakan usul – usul serta berpendapat berdasarkan penalarannya.

(39)

2.3. Teori Atribusi

Teori ini diperkenalkan oleh Heider pada tahun 1958 melalui bukunya yang bejudul ”The Psycologi Interpersonal Relation” . Heider mengemukakan jika anda melihat perilaku orang lain, maka anda juga harus melihat sebab tindakan seseorang. Dengan demikian anda sebagai pihak yang memulai komunikasi harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi perilaku yang tampak di depan anda. Heider seperti dikutip Rakhmat (2000) mengungkapkan ada dua jenis atribusi yaitu atribuasi kausalitas dan atribusi kejujuran (Liliweri, 2001 : 52).

Contoh, jika anda mengamati perilaku seseorang pertama-tama anda harus bisa menentukan dahulu apa yang menyebabkan perilaku itu terjadi, apakah faktor situasional atau personal. Dlam teori atribusi lazim disebut kualitas eksternala dan kualitas internal. Intinya hanya mempertanyakan perilaku orang lain tersebut dipengaruhi oleh faktor situasional atau faktor-faktor personal. Itulah ”atribusi kausalitas”.

(40)

29

2.4. Pengertian Keluarga

Menurut Sigelman dan Shaffer (dlam Yusuf, 2001 : 36), bahwa kieluarga adalah unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap di dunia (universe) atau suatu sistem sosial yang terpancang (terbentuk) dalam sistemyang lebih besar.

Pengertian Keluarga juga dapat ditinjau dari dimensi hubungan darah dari hubungan sosial. Dalam dimensi hubungan darah, merupakan kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan yang lainnya. Keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya atau belum menikah. Sedangkan keluarga besar (extended family) adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan satu lingkungan keluarga yang lebih luas dari ayah, ibu, dan anak-anak seperti kakek, nenek, ayah, ibu, paman, bibi, dan anggota keluarga lainnya.

Keluarga memiliki peran penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

2.4.1. Fungsi Keluarga

(41)

1. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas, kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan dasa biologisnya. Kebutuhan itu meliputi : (a) pangan, sandang, papan (b) hubungan seksual suami istri dan (c) reproduksi atau pengembangan keturunan.

2. Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakan unit ekonomi dasa dalam sebagian besar masyarakat primitif. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.

3. Fungsi Pendidikan

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai ”transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak. Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penenaman, pembimbingan atau pembiasan nilai-nilai agama, budaya dan ketrampilan – ketrampilan tertentu yang bermanfaat bagi anak.

4. Fungsi Sosialisasi

Lingkungan keluarga merupakan faktor penentu (determine factor) yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang.

(42)

31

lembaga yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak untuk mentaati peraturan (disiplin), mau bekerja sama dengan orang lain, bersikap toleransi, menghargai pandapat atau gagasan orang lain, mau bertanggung jawab dan bersikap matamg dalam kehidupan yang heterogen (etnis, ras, agama, budaya).

5. Fungsi Perlindungan

Keluarga sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari gangguan, ancaman, atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik psikologis) bagi para anggotanya.

6. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan, dan penuh semangat bagi anggotanya. Maka dari itu keluarga harus ditata sedemikian rupa, seperti menyangkut aspek dekorasiinterior rumah, komunikasi yang tidak kaku, makan bersama, bercengkrama dengan penuh suasana humor dan sebagainya.

7. Fungsi Agama (religius)

(43)

terhindar dari beban-beban psikologis dan mampu menyesuaikan dirinya secara harmonis dengan orang lain, serta bepartisipasi aktif dalam memberikan kontribusi secara konstruktif terhadap kemajuan serta kesejahteraan masyarakat.

2.4.2. Komunikasi Keluarga

Komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan keluarga di mana di dalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1998 : 198).

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orang tua dalam memilihpola asuhan, pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta pertentangan dalam keluarga maka akan ada hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak (Gunarsa dan Gunarsa, 2001 ; 205 ).

(44)

33

kesulitan yang dialami oleh anak (Munandar, 1993 : 23). Di sinilah diperlukan komunikasi dalam keluarga yang sering disebut Komunikasi Keluarga.

Dengan adanya kesamaan pandangan akan timbul pemahaman antar orang tua dan anak, sehingga antar oang tua dan anak akan saling terbuka dan berterus terang dalam membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh anak (Conger, 1997 : 234 ). Keterbukaan komunikasi antar orang tua dan anak sangat diperlukan dalam proses sosialisasi dan bermanfaat dalam menghindarkan konflik yang terjadi pada remaja maupun pada hubungan orang tua dan anak. Sehinggadengan adanya komunikasi antar orang tua dan anak dapat membantumemecahkan masalah anak (Gunarsa, 2000 : 206).

Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan adanya dialog antar anggota-anggota dalam keluarga pada umumnya bersikap akrab dan terbuka (Pratikno, 1987 : 23). Namun untuk mengadakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak usia remaja tidak mudah karena ada faktor-faktor yang enjadi penghambat, yaitu :

a. Orang tua biasanya measa kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan anaknya yang menginjak usia remaja.

b. Orang tua dan anak tidak mempergunakan bahasa yang sama sehingga meninggalkan salah tafsir atau salah paham.

c. Orang tua hanya membeikan informasi, akan tetapi tidak ikut serta memecahkan masalah yang dihadapi anak.

(45)

e. Anak tidak diberi kesempatan mengembangkan kreativitasnya serta memberikan pandangan-pandangannya secara bebas (Soekanto, 1993 : 15).

2.4.3. Kualitas Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga

Dalakm komunikasi,dikenal dengan istilah interpersonal communication atau komunikasi interpersonal adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil dengan beberapa efek dan umpan balik seketika. Komunikasi ini dianggap efektif dalam upaya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berlangsung secara tatap muka (face to face) dan menunjukkan suatu interaksi sehingga terjadi kontak pribadi atau personal contact (Effendy, 2003 : 8). Dengan demikian mereka yang terlibat dalam komunikasi ini masing-masing menjadi pembicara dan pendengar. Nampakya adanya upaya untuk terjadinya pengertian bersama dan empati. Disini terjadi rasa saling menghormati berdasarkan anggapan bahwa masing-masing adalah manusia utuh yang wajib, berhak dan pantas untuk dihargai dan dihormati sebagai manusia.

(46)

35

disampaikan menarik atau tidak bagi komunikan (Effendy, 2003 : 14). Umpan balik ini bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Umpan balik dikatakan bersifat positif ketika respon komunikan berjalan dengan lancar, sedangkan sebaliknya umpan balik dikatakan negatif ketika respon komunikan tidak menyenangkan komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasi tersebut.

Selain pengelompokkan di atas, umpan balik dapat pula dinyatakan secara verbal maupun non verbal seperti halnya dengan penyampaian pesan. Umpan balik verbal adalah tanggapan dari komunikan yang dinyatakan dengan kata-kata secara singkat maupun secara panjang lebar, sedangkan umpan balik non verbal ialah tanggapan komunikan yang bukan berupa kata-kata melainkan hanya berupa isyarat tertentu.

Komunikasi yang efektif juga dibutuhkan untuk membentuk keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan bernegosiasi, menghargai kebebasan dan privasi antara anggota keluarga. Dengan adanya komunikasi efektif diharapkan dapat mengarahkan anak untuk mampu mengambil keputusan, mendukung perkembangan otonomi dan kemandirian dan lain-lain. (Fuhrman, 2001 : 218)

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa komunikasi merupakan faktor yang penting bagi perkembangan diri anak, karena ketiadaan komunikasi di dalam suatu keluarga akan bersifat fatal sepeti timbulnya perilaku menyimpang pada anak (Irwanto dalam Yanto dan Irwanto, 2001 : 83)

(47)

Persoalannya adalah bukan beberapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan (Rakhmat, 2002 : 129). Hal ini berarti bahwa dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasi itu, melainkan seberapa besar kualitas komunikasi tersebut.

2.4.4. Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga Komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam keluarga. Beberapa faktor penting ubtuk menetukan jelas tidaknya informasi yang dikomunikasikan di dalam keluarga sehingga dapat mebgarahkan pada komunikasi yang efektif yaitu :

1. Konsistensi

Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan relatif lebih jelas, dibandingkan dengan informasi yang selalu berubah. Ketidak konsistenan yang membuat anak bingung dalam menafsirkan informasi tersebut (Irwanto dalam Yatim dan Irwanto, 1991 : 85).

2. Ketegasan (Assertiveness)

(48)

37

jaminan bahwa mengharapkan anak-anak berperilaku seperti yang diharapkan (Irwanto dalam Yatim dan Irwanto, 1991 : 85-86).

3. Percaya (Trust)

Faktor percaya adalah paling penting karena percaya menemukan efektivitas komunikasi, meningkatkan komunikasi antar pribadikarena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya. Hilangnya kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab (Rakhmat, 2002 : 130). Ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap percaya (Rakhmat, 2002 : 131) yaitu :

a) Menerima

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan prang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan sikap yang melihat orang lain sebagaia manusia, sebagai individu yang patut dihargai tetapi tidak berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya (Rakhmat, 2002 : 132).

b) Empati

(49)

melihat seperti orang lain melihat, merasakan seperti orang lain rasakan (Rakhmat, 2002 : 32).

c) Kejujuran

Manusiab tidak menaruhkpercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan pndapatnya. Kejujuran dapat menyebabkan perilaku seseorang dapat diduga. Ini mendorong untuk percaya antara yang satu dengan yang lain (Rakhmat, 2002 : 133).

4. Sikap Sportif

Sikap sportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi. Sikap defensif akan menyebabkan komunikasi interpersonalakan gagal karena lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi daripada pesan orang lain (Rakhmat, 2002 : 133). Perilaku yang menimbulkan iklim defensif dan sportif antara lain :

a) Deskripsi

Deskripsi artinya penyampaian perasaan atau persepsi tanpa menilai. Hubungan antara orang tua dan anak bersifat horizontal dan sama (Rakhmat, 2002 : 135). b) Orientasi Masalah

(50)

39

mendikte pemecahan, megajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan cara mencapainya (Rakhmat, 2002 : 135).

c) Spontanitas

Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motifd yang terpendam (Rakhmat, 2002 : 135). d) Persamaan

Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horisontal dan demokratis. Artinya tidak mempertegas perbedaan, tidak menggurui, tidak berbincang, tapi berbincang pada tingkat yang sama dan mengkomunikasikan penghargaan serta rasa hormat pada pebedaan dan keyakinan (Rakhmat, 2002 : 135).

e) Provosionalisme

Provosionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat seseorang (Rakhmat, 2002 : 135).

5. Sikap Terbuka

(51)

6. Bersikap Positif

Bersikap secara positif mencakup adanya perhatian atau pandangan positif terhadap diri orang, perasaan positif untuk berkomunikasi dan ”menyerang” seseorang yang diajak berinteraksi. Perilaku ”menyerang” dapat dilakukan secara verbal seperti katakan ”aku suka kamu” atau ”kamu nakal”. Sedangkan perilaku ”menyerang” yang bersifat non verbal berupa senyuman, pelukan, bahkan pukulan. Perilaku ”menyerang” dapat bersifat positif yang merupakan bentuk penghormatan atau pujian dan mengandung perilaku yang diharapkan. ”Menyerang” negatif bersifat menentang atau menghukum hati seseorang secaa fisik maupun psikologis (Devito, 2007 : 59). Pentingnya ”menyerang” dinyatakan oleh Kristina bahwa ”menyerang” positif perlu diberikan kepada anak jika anak memang pantas menerimanya. ”Menyerang” secara negatif itu jika diperlukan asal dalam batas wajar seperti menegur atau memarahi anak bila memang perlu dan orang tua tetap memberikan penjelasan alasan bersikap demikian (Kartono, 2004 : 153).

2.5. Pengertian Orang Tua

(52)

41

a. Orang Tua Kandung

Orangtua Kandung adalah Ayah dan Ibu yang mempunyai hubungan darah secara biologis (yang melahirkan).

b. Orang Tua Angkat

Pria dan Wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orang tua sendiri berdasarkan ketentuan hukum atau adat yang berlaku. c. Orang Tua Asuh

Orang tua yang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya atas dasar kemanusiaan.

Dari pengertian di atas maka arti orang tua adalah pria dan wanita yang dianggap mempunyai hubungan ikatan darah maupun sosial yang mampu mendidik, merawat, membiayai, seta membimbing hidup orang lain yang dianggap anak secara berkesinambungan (berkelanjutan).

2.6. Pengertian Anak

(53)

berinteraksi dengan lingkungan fisik dan sosialnya (dalam Fitri, 2001 : 35 ) membagi perkembangan pada anak – anak dalam empat tahap yaitu :

1. Tahap Sensorimotor ( dari lahir hingga usia 2 tahun) 2. Tahap Pre – operational ( usia 2 – 7 tahun)

3. Tahap Concrete Operation ( usia 12 Tahun )

Anak merupakan Rahmat Allah yang diamanatkan kepada orangtuanya yang membutuhkan pemeliharaan, penjagaan, kasih sayang dan perhatian. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan. (Yusuf, 2006 : 12)

Seorang anak mampu bersosialisasi secara sehat yakni ditandai dengan kemampuan untuk memiliki hubungan secara emosional dengan orang lain. Seorang anak akan dapat menyerap nilai-nilai, norma dan etika dari budaya sosialnya terutama dari orangtuanya (David, 2004 : 114)

Karena memang dalam kenyataannya anak suka meniru sikap dan perilaku orang tua dalam keluarga, Anak secara kualitatif maupun kuantitatif tidak sama dengan orang dewasa. Bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk kecil (miniature adult). Sehingga memperlakukan anak (memberi hukuman, mengejar disiplin) sama saja dengan mempelakukan orang dewasa (Sarwono, 2004 : 37)

2.7. Indigo

(54)

43

mempunyai banyak kelebihan. Indigo adalah salah satu warna pelangi, yaitu campuran warna biru dan merah tua. Disebut anak indigo dikarenakan berdasarkan warna yang disesuaikan perkembangan manusia. Ditandai satu oktaf warna, yaitu masa merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu, indigo dan manusia. Warna – warna itu mewakili cakra yang ada dalam tubuh manusia.

(www.dunianyawanita.com/.../502-anak-indigo-lahir-millenium-spiritual-lahir,

6 November 2009, 09 : 55 )

Anak Indigo adalah anak laki-laki atau perempuan yang menunjukkan sekumpulan atribut psikologis yang baru dan tidak biasa, serta memperlihatkan sebuah pola perilaku yang pada umumnya tidak terdokumentasi sebelumnya. Pola ini memiliki factor-faktor yang luar biasa unik yang menghendaki para orang tua dan guru mengubah perlakuan dan pengasuhan mereka terhadap anak-anak ini. Tujuannya adalah membantu anak-anak tersebut mencapai keseimbangan dan harmoni dalam kehidupan mereka, serta membantu mereka menghindai frustasi. (Caroll and Tobler, 2000 : 01)

2.7.1. Ciri – Ciri Umum Anak Indigo

Ciri-ciri paling umum dari anak indigo : (Carroll and Tobler, 2000 : 02) 1. Mereka memiliki perasaan ”pantas berada di sini”, dan terkejut bila orang

lain tidak berpandangan seperti itu.

2. Harga diri bukanlah persoalan besar . Mereka sering memberitahu orang tua tentang ”siapa diri mereka”.

(55)

dengan lawan bicara khususnya orang tua yang tidak memahami tentang ”keberadaan” mereka.

4. Mereka benar-benar tidak akan melakukan hal-hal tertentu; sebagai contoh menunggu di antrean sulit bagi mereka.

5. Mereka merasa frustasi dengan sistem yang berorientasi pada ritual dan tidak memerlukan pemikiran kreatif.

6. Mereka sering melihat cara-cara yang lebih baik dalam melakukan segala sesuatu, baik di rumah maupun di sekolah, yang membuat tampak seperti ”perusak sistem” (tidak patuh pada sistem apa pun).

7. Mereka tampak antisosial kecuali bila mereka berada bersama dengan orang-orang sejenis dengan mereka. Jika tidak ada orang lain dengan kesadaran yang sama di sekitar mereka, mereka sering berpaling ke dalam diri, merasa seperti tidak ada orang yang memahami mereka. Sekolah sering kali menjadi luar biasa sulit bagi mereka secara sosial.

8. Mereka tidak malu memberitahu Anda tentang apa yang mereka butuhkan. 9. Mempunyai kesadaran diri yg tinggi, terhubung dengan sumber (Tuhan).

2.7.2. Ciri-ciri Lain Anak Indigo:

(

www.arsitek-peradaban.cybemq.com/../apakah-anak-anda-tergolong-anak-anak-indigo,6 November 2009, 10:24)

(56)

45

3. Mempunyai pengertian yang jelas akan dirinya.

4. Tidak nyaman dengan disiplin dan cara yang otoriter tanpa alasan yang jelas. 5. Menolak mengikuti aturan atau petunjuk.

6. Tidak sabaran dan tidak suka bila harus menunggu.

7. Frustasi dengan sistem yang sifatnya ritual dan tidak kreatif. 8. Mereka punya cara yg lebih baik dlm menyelesaikan masalah. 9. Sebagian besar adalah orang yg menimbulkan rasa tidak nyaman.

10. Tidak bisa menerima hukuman yang tanpa alasan, selalu ingin alasan yang jelas.

11. Mudah bosan dengan tugas yg diberikan. 12. Kreatif.

13. Mudah teralihkan perhatiannya, bisa mengerjakan banyak hal bersamaan. 14. Menunjukan intuisi yang kuat.

15. Punya empati yang kuat terhadap sesama, atau tidak punya empati sama sekali.

16. Sangat berbakat dan rata-rata sangat pintar.

17. Saat kecil sering diidentifikasi menderita ADD / ADHD (Atenttion Defisit Disorder = susah konsentrasi) / ADHD (Attention Defisit and Hyperactive Disorder = hiperaktif).

18. Mempunyai visi dan cita-cita yang kuat.

(57)

21. Mengekspresikan kemarahan dan mempunyai masalah dengan menahan amarah.

22. Membutuhkan dukungan untuk menemukan diri mereka.

2.7.3. Luka Emosional yang Dialami Anak-anak Indigo

Ada 17 luka emosional yang bisa dialami anak-anak indigo, yakni : (Dosick, 2007 : 84-156)

1. Kemarahan

Kebutuhan untuk mempertahankan diri sendiri, melalui serangan,melawan kekerasan pengalaman dunia ini. Seorang anak yang marah mungkin mengeluarkan amarah yang hebat dan bersikap menentang

2. Duka Cita

Dukacita adalah tangisan perpisahan. Seorang anak yang mengalami dukacita mungkin marah menarik diri, takut, menyangkal atau bahkan menghukum diri sendiri

3. Ketakutan

(58)

47

ketinggian, tempat yang sempit, tempat yang sempit, binatang), tidak mau lepas dari seseorang, mengarang cerita kosong atau berbohong.

4. Ketidakpercayaan

Ketidakpercayaan adalah tidak dapat mengandalkan realitas apa pun sebagai hal yang pasti. Seorang anak yang tidak percaya mungkin berbohong, kekurangan motivasi, menguji (diri sendiri dan orang lain) batas dan ketentuan, menampakkan kekurangyakinan.

5. Keputusasaan

Keputusasaan adalah melepaskan hubungan dengan napas Tuhan. Seorang anak yang mengalami keputusasaan mungkin menyerah, marah, menarik diri, tidak mau mencoba, tidak mau mengikuti pengarahan – pengarahan atau peraturan – peraturan, menunjukkan kemarahan.

6. Penderitaan

Penderitaan adalah keyakinan pada kesendirian. Seorang anak yang menderita mungkin cemas, tertekan, cengeng, hanya memiliki sedikit toleransi, tidak dapat memusatkan perhatian atau berkonsentrasi, mudah frustasi, khawatir.

7. Rasa Malu

Rasa malu adalah perasaan jengah di hadapan seluruh jagat raya. Seorang anak yang merasa malu mungkin menarik diri, tidak ingin berpartisipasi, mengalami perasaan jengah, takut pada keterbukaan, bersembunyi.

(59)

Ketidakamanan adalah pengalaman tidak memiliki dasar yang kuat di dalam. Seorang anak yang mengalami ketidakamanan mungkin menghabiskan banyak waktu dalam dunia khayalan, membual, berbohong.

9. Egoisme

Egoisme adalah ketakutan untuk keluar dan berinteraksi dengan pengalaman dunia ini. Seorang anak yang egois mungkin mengalami ledakan amarah dan tertutup.

10. Kehilangan

Kehilangan adalah tidak dapat menemukan hatinya sendiri. Seorang anak yamg mengalami kehilangan akan tidak mau lepas dari seseorang dan menjadi ”orangtua kecil”.

11. Kepanikan

Kepanikan adalah pengalaman tergantung di udara tanpa ada sesuatu yang dipegang atau bertahan. Seorang anak yang mengalami kepanikan mungkin memiliki tingkat frustasi yang rendah.

12. Perasaan Rendah Diri

Perasaan rendah diri adalah keyakinan ”Aku tidak akan pernah sebaik Tuhan”. Seorang anak yang mengalami perasaan rendah diri mudah jengah dan takut tetapi tidak dapat berkata apapun.

13. Kebencian

(60)

49

menjadi seorang yang kritis, suka berkata kotor, mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan dan merendahkan orang lain.

14. Kejengkelan

Kejengkelan adalah memegang kebenaran sebagai respons terhadap kurangnya martabat yang diekspresikan untuk makhluk-makhluk Tuhan. Seorang anak yang jengkel mungkin membenarkan diri sendiri.

15. Iri Hati

Iri hati adalah menginginkan apa yang dimiliki para malaikat. Seorang yang iri hati mungkin menyuap, merayu, mengadu.

16. Dendam

Dendam adalah keinginan agar dunia sesuai dengan visi internal. Seoang yang dendam mungkin akan sengit, kritis pada orang lain.

17. Perasaan Bersalah

Perasaan bersalah membuat diri sendiri bertanggung jawab atas kurangnya kesempurnaan di dunia. Seorang yang memiliki pesaan bersalah mungkin bersikap introvert atau tertutup, tidak mempercayai orang lain, tidak ingin ditemukan, berbohong.

2.8. Kerangka Berpikir

(61)

dengan diagnosa gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), ADD (Attention Deficit Disorder), atau bahkan autis. Tidak banyak orang tua yang dapat berinteraksi, serta mengalami kesulitan dalam berkomunikasi sehingga pesan yang disampaikan orang tua tidak dapat dimengerti oleh sang anak. Orang tua pun juga tidak dapat mengerti apa yang diinginkan si anak.

Tanpa pola komunikasi yang baik terhadap anak indigo dalam keluarga, komunikasi yang efektif tidak akan pernah terjadi. Oleh karena itu pola komunikasi yang efektif sangat dibutuhkan untuk memahami, mengenali dan mengembangkan bakat dan kemampuan khusus yang dimiliki oleh mereka (anak indigo). Serta untuk mengarahkan perilaku yang ada pada diri anak agar patuh terhadap peraturan.

Dalam keluarga, orang tua yang memiliki anak indigo bertanggung jawab memberikan pendidikan dan terapi emosional untuk anak – anaknya tentang bagaimana anak dapat patuh terhadap peraturan dan otoritas yang diterapkan oleh orang tua.

Oleh karena itu orang tua yang memiliki anak indigo harus lebih intens dalam menerapkan komunikasi interpersonal yang baik dalam membimbing anak indigo agar anak dapat mematuhi peraturan terapan orang tua, bersosialisasi dalam masyarakat dan menghadapi lingkungan sekitar demi masa depan anak.

(62)

51

Banyak orang tua yang memiliki anak indigo tidak mau mengakui keberadaan anak-anak mereka yang indigo. Bahkan kerap mendiagnosa mereka sebagai anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), ADD (Attention Deficit Disorder), atau bahkan autis. Keterlambatan orang tua dalam memahami anak – anak mereka yang indigo sering membuat anak menjadi merasa frustasi dan tidak dapat berkembang dengan baik dengan kemampuan yang mereka miliki (indigo).

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi interpersonal yang efektif. Komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan dan pengaruh pada sikap, hubungan dan tindakan makin baik (Effendy, 2002 : 8). Komunikasi yang efektif juga akan menimbulkan hubungan yang makin baik diantara kedua belah pihak. Dan hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang akan mempengaruhi perkembangan perilaku anak yang baik pula (Rakhmat, 2002 : 13).

Di dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Peneliti menggunakan teknik in-depth interview sebagai teknik pengumpulan data, karena tersebut memungkinkan untuk menggali bagaimana pola komunikasi keluarga, aksi, dan interaksi berlangsung di antara subyek penelitian.

(63)

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis tidak membicarakan hubungan antara variabel sehingga. tidak ada pengukuran variabel x dan y. Penelitian difokuskan pada pola komunikasi yang dilakukan orang tua dengan anak yang memiliki kemampuan khusus (Indigo). Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif.

Tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap obyek yang diteliti (Kountur, 2003 : 53). Metode ini merupakan suatu metode yang berupaya untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena tertentu secara terperinci, yang pada akhirnya akan diperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang fenomena yang sedang diteliti.

Karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai latar alami/pada konteks dan suatu keutuhan dan penelitian sebagai alat (instrumen).

2. Bersifat deskriptif

3. Lebih memperhatikan proses daripada produk semata 4. Makna merupakan soal yang esensial

(64)

53

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Alasan digunakan metode deskriptif kualitatif berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan .metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat peneliti dan yang diteliti; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola dan nilai yang dihadapi. (Moleong,1995:5).

Pendekatan kualitatif sifatnya fenomenologis untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu, realitas sosial, memberikan tekanan terbuka tentang kehidupan sosial. Dalam konteks ini studi deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi pola komunikasi ibu rumah tangga kepada anaknya yang indigo.

Dalam penelitian ini kedudukan peneliti sebagai instrumen penelitian dan sebagai instrumen harus mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri, menekankan kebutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses data secepatnya dan memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan mengikhtisarkan serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tidak lazim (Moleong, 2002 : 121).

(65)

Setiap penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Penelitian dekriptif adalah penelitian yang sistematis melukiskan fakta atau karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian deskriptif adalah akumulasi data dasar yang disajikan dengan cara deskriptif semata-mata dan tidak menerangkan saling berhubungan, menguji hipotesis atau membuat ramalan. Sehingga dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif akan membuka interpretasi secara subyektif. Dalam konteks ini studi deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi pola komunikasi ibu dengan anak indigo.

(66)

55

dikembangkan dalam sebuah keluarga untuk perkembangan diri anak dan membentuk keluarga yang harmonis.

Di dalam komunikasi yang efektif diperlukan kejelasan untuk menentukan jelas tidaknya informasi yang disampaikan sehingga dapat mengarahkan pada keefektifan komunikasi. Beberapa faktor yang dapat menentukan kejelasan informasi yang disampaikan antara lain konsistensi, ketegasan dan kepercayaan. Konsistensi dalam informasi yang diterima anak indigo dari ibunya akan membuat anak tidak bingung dalam menafsirkan informasi tersebut. Ketegasan yang diperlihatkan ibu kepada anaknya yang indigo akan memberikan jaminan bahwa anak – anak dapat berperilaku sesuai harapan sang ibu. Demikian pula faktor percaya tidak terlepas dari terciptanya keefektifan komunikasi. Faktor percaya merupakan faktor paling penting di antara yang lainnya karena dapat menghantarkan pada peningkatan komunikasi antarpribadi atau interpersonal.

Terciptanya komunikasi yang efektif antara seorang ibu dengan anak indigo dalam sebuah keluarga akan mewujudkan suatu pola komunikasi keluarga yang baik. Pola komunikasi antara ibu dan anak indigo yang baik sangat dibutuhkan dalam setiap pola komunikasi di dalam keluarga.

(67)

pengaruh terhadap kepatuhan dan kedisiplinan anak kepada peraturan yang diterapkan oleh ibu mereka (anak indigo).

3.2. Lokasi Penelitian

(68)

57

3.3 Subyek penelitian dan Informan Penelitian

Subyek penelitian ini ditentukan berdasarkan teknik sampling purposif (purposive sampling). Teknik sampling purposif yang mencakup orang – orang yang diseleksi atas kriteria – kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Teknik sampling purposive dipilih untuk penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data (Kriyantono, 2006 : 155).

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak dengan kategori indigo atau memiliki kemampuan khusus yang bertempat tinggal di Surabaya. Peneliti lebih mengutamakan pada ibu terutama ibu rumah tangga yang lebih sering bertatap muka dan melakukan komunikasi dengan anaknya untuk mengetahui komunikasi interpersonal yang terjadi di antara mereka.

Penelitian kualitatif tidak mempersoalkan berapa besar jumlah informan, melainkan yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan (Moleong, 2002 : 160). Oleh karena itu dalam penelitian ini informan penelitian tidak ditentukan berapa jumlahnya, tetapi dipilih informan yang mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai dengan permasalahan penelitian ini.

(69)

penelitian dalam penelitian ini adalah orang tua terutama ibu – ibu rumah tangga yang memiliki anak yang tergolong indigo atau berkemampuan khusus.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian penulis diperoleh dengan menggunakan metode pengumpulan data dengan perhitungan yang satu dengan yang lain saling melengkapi.

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara dalam mengumpulkan data-data dari lapangan yang nantinya digeneralisasikan dan dianalisis. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara observasi, dan pengumpulan data-data sekunder (Rakhmat, 2001 : 96). Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari tempat penelitian (dari sumbernya) dan diolah sendiri oleh lembaga yang bersangkutan untuk dimanfaatkan (Ruslan, 2003:138). Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam (depth interview) dan metode observasi (pengamatan).

Depth Interview (wawancara mendalam) adalah pengumpulan data dengan

(70)

59

sehingga memungkinkan informan mengungkapkan opininya secara lebih bebas dan jujur.

Observasi adalah proses pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan di lapangan yang berkaitan dengan penelitian pengamatan.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh tidak secara langsung melalui perantara atau menggunakan lembaga lain yang bukan pengolahnya tetapi dapat dimanfaatkan dalam suatu penelitian tertentu (Ruslan, 2003:138). Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari literatur yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian dengan mengutip beberapa teori yang berkaitan dengan bahasan masalah. Data sekunder berasal dari bahan-bahan referensi seperti buku-buku, artikel-artikel , dan data dari internet yang berhubungan dengan objek kajian yang diteliti.

3.5. Teknik Analisis Data

(71)
(72)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Analisa Data 4.1.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Penelitian pola komunikasi keluarga pada anak indigo khususnya anak dengan tingkatan low funcitioning. Mengambil 4 orang informan yang mampu menjadi informan atau responden serta mampu memberikan semua data yang dibutuhkan. Mereka memiliki orang tua dengan berbagai macam varian, berasal dari tingkat ekonomi yang berbeda, baik dari kalangan mampu, maupun tidak mampu. Bila diperhatikan, persamaan dari semua informan adalah rata-rata waktu yang dihabiskan bersama anaknya hampir 24 jam perhari untuk mendampingi dan melatih serta mengasuh. Secara keseluruhan wawancara berlangsung lancar, dimana sebagian besar informan sangat terbuka dalam memberikan informasi serta mengungkapkan secara mendalam dengan berbagai masalah dalam berinteraksi dengan anaknya.

4.1.2 Penyajian Data

4.1.2.1 Identitas Responden INFORMAN 1

Latar pendidikan informan 1 adalah D3 jurusan biologi lulusan Institut Pertanian Bogor, dan berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Informan 1 berusia 37 tahun, beragama islam, orang keturunan Jawa Timur yang juga kelahiran, tinggal

Gambar

Gambar 2.1.2 Model Komunikasi Interpersonal Secara Umum

Referensi

Dokumen terkait

TENTANG PROSES PEMBENTUKAN TANAH KARENA PELAPUKAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA KELAS V.. SDN TAMANAGUNG

Nietzsche melihat manusia sebagai makhluk yang harus terus menerus bereksistensi, yaitu manusia yang memiliki cita-cita yang tinggi untuk menjadi “Manusia Super” ( Über- Mensch )

Algoritme tersebut dinilai cukup baik jika diterapkan dalam query expansion , karena hasil pencarian dari query asli yang dikombinasikan dengan query tambahan akan

Thanks to Samba, Windows sees the Unix server as a valid CIFS server and clients are able to access the documents folder as if it were just another directory on a local disk.. Note

Dengan menggunakan metode Servqual kita bisa mengetahui performansi atribut pelayanan yang dihasilkan dengan perhitungan gap score , dimana gap score yang

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan pelayanan prima administrasi kependudukan di Kecamatan Cinambo Kota Bandung (1) Ukuran dan tujuan

Kompensasi yang memadai yang diberikan oleh perusahaan diharapkan dapat meningkatkan etos kerja yang tinggi sehingga dapat menghasilkan kinerja unggul yang dapat

In this paper is focused on the manufacture of pneumatic systems and processes to obtained the rotation and voltage with aluminum for piston tube material, buoys made of