FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN PULOKULON
KABUPATEN GROBOGAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
Siti Salamah
NIM.6411412063
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
ii
Jurusan Ilmu Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
Juli 2016
ABSTRAK
Siti Salamah
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan
xviii+199 halaman + 38 Tabel + 11 Lampiran
Pernikahan usia dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang dilakukan oleh perempuan dibawah usia 19 tahun. Berdasarkan data dari Susenas tahun 2011-2013 kabupaten Grobogan masuk 3 besar kabupaten tertinggi angka pernikahan usia dini. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan.
Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain case control. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 120 responden. 60 responden kasus dan 60 responden kontrol. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan uji chi-square(α=0,05).
Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia dini adalah faktor pengetahuan (p-value=0,001), OR=12,66 tingkat pendidikan responden (p-value= 0,001) OR= 8,63, sikap responden ( p-value= 0,001) OR= 4,20, pekerjaan orangtua (p-value= 0,02) OR=2,66, pendapatan orangtua (p-value=0,001) OR=6,448 dan Peran Teman (p-value= 0,001) OR= 3,71. Variabel yang tidak berhubungan dengan pernikahan usia dini yaitu pendidikan orangtua (p-value= 1.000) OR= 0,49, kepercayaan (p-value = 0,31) OR= 0,61 dan pola asuh orangtua (p-value=0.44) OR=1,45.
Saran untuk KUA memberikan informasi kepada pasangan baru terkait dampak pernikahan usia dini, selain itu untuk masyarakat yaitu pemberian informasi pendidikan kesehatan bagi remaja.
Kata Kunci : Pernikahan usia dini, pendapatan orangtua, sikap responden, tingkat pendidikan responden.
iii
Public Health Scienci Department Faculty of Sport Scienci Semarang State University July 2016
ABSTRACT
Siti Salamah
F actors Related to Early Marriage in Pulokulon District Grobogan County xviii+199 pages + 38 table + 11 attachments
Early marriage based on BKKBN is a marriage done by girl under 19 years old. Based on the data from National social survey in 2011-2013, grobogan country is the top 3 of the highest county in early marriage. The aim of this study is to determine the factors that influence early marriage in the Pulokulon district of Grobogan county.
This type of study is kuantitative approach using case control design. The sample in this study 120 respondents, they are 60 case respondents and 60 control respondents. The instrument used were questionnaires . Data analysis was done using univariate and bivariate with chi-square test ( α =0,05).
From the results gaired that the factors associated with early ma rriage is a knowledge factor (p-value= 0,001), education level of respondents (p.value = 0,001) OR= 12,66, attitude of respondents ( p-value= 0,001) OR= 4,20, parents job ( p-value = 0,02) OR = 2,66, parents income (p.value= 0,001) OR= 6,44, parenting parents (p-value = 0,44) OR= 1,45 and friend role (p-value= 0,001) OR= 3,71. Have no relation with early marriage is parents education (p-value = 1,000) OR= 0,49 and faith (p-value = 0,319) OR= 0,61.
Suggestion for KUA is to give information for the new couple about early marriage, while the suggestions for society are to give information and health education for teenagers.
Keywords : Early marriage, education level of respondents, attitude of respondents, parents job
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto
1. Dan Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu atau Agama
maka, Allah SWT akan memudahkan baginya jalan menuju surga
(HR.Muslim)
2. Seseorang selalu pandai selagi terus mau belajar, bila dia berhenti belajar
karena menganggap dirinya pandai maka mulailah dia bodoh (Gus Mus)
Persembahan
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Bapak dan Emiku tercinta (Salim dan
Aswati) sebagai darma bakti ananda.
2. Adik-adikku tersayang (Asep Jalaludin,
Siti Nurhalimah, Faedhor Rizky
Firmansyah dan Munazatun Azizah)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala atas limpahan rahmat dan
hidayahnya-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten
Grobogan” dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini di maksudkan untuk
melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Keberhasilan Penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini
atas bantuan dari berbagai pihak, sehingga dengan rendah hati penulis sampaikan
teri kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Ibu
Prof. Dr. Tandiyo Rahayu M.Pd, atas izin penelitian.
2. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, Ibu Dr. Setya Rahayu, M.S, atas izin
penelitian.
3. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono, S.KM., M.Kes., atas
persetujuan penelitian.
4. Dosen Pembimbing, Ibu Galuh Nita Prameswari, S.KM.,M.Si, atas arahan,
bimbingan, masukan serta motivasinya dalam menyusun skripsi ini.
5. Penguji Skripsi I, Bapak Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes., atas arahan,
viii
6. Penguji Skripsi II, Ibu drg. Yunita Puspita Santik,.M.Kes., atas arahan
bimbingan dan masukan dalam menyusun skripsi.
7. Dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, atas bekal ilmu, bimbingan dan bantuannya.
8. Staff Tata Usaha (TU) Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Sungatno, atas
bantuan dalam segala urusan administrasi.
9. Ayahanda Salim dan Ibundaku Aswati terima kasih atas do’a, motivasi,
semangat dan segala yang telah diberikan untuk ananda.
10.Adekku Asep Jalaludin, Siti Nurhalimah, Faedhor Rizky Firmansyah dan
Munazatun Azizah yang telah memberikan do’a, dorongan dan semangat.
11.Keluarga Ar-rozaq yang telah memberikan dorongan dan Motivasi dalam
Penyelesain skripsi ini.
12.Sahabatku Siti khalimah, Chisa Nur Rofikoh, eminia masturoh, terima
kasih atas do’a, dukungan selama penyusunan skripsi ini.
13.Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2012, atas
bantuan masukan dan motivasinya dalam menyusun skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat dari
Allah SWT, selain itu diharapkan juga ada saran dan kritik dari semua pihak
sehingga bermanfaat bagi pembaca.
Semarang, Juni 2016
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN ... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABLE ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum ... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
1.5 Keaslian Penelitian ... 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
x
2.1.1 Pegertian Pernikahan ... 12
2.1.2 Tujuan Pernikahan ... 12
2.1.3 Kreteria Keberhasilan sebuah pernikahan ... 13
2.1.2 Pernikahan Usia Dini ... 13
2.1.2.1 Dampak Pernikahan Usia Dini ... `14
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Dini ... 20
2.1.3.1 Pengetahuan ... 20
2.1.3.2 Sikap Responden ... 23
2.1.3.3 Pendidikan ... 26
2.1.3.4 Status Pekerjaan ... 27
2.1.3.5 Pendapatan ... 28
2.1.3.6 Pola Asuh Orang Tua ... 28
2.1.3.7 Kepercayaan ... 30
2.1.3.8 Ketersedian Yankes ... 32
2.1.3.9 Peran Teman Sebaya ... 32
2.1.4 Teori Perilaku ... 33
2.1.4.1 Teori Perilaku L. Green ... 33
2.2 Kerangka Teori... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
3.1 Kerangka Konsep ... 35
3.2 Variabel Penelitian ... 36
3.2.1 Variabel Bebas ... 36
xi
3.3 Hipotesis Penelitian ... 36
3.4 Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel ... 37
3.5 Jenis Rancangan Penelitian ... 40
3.6 Populasi dan Sampel ... 40
3.6.1 Populasi ... 40
3.6.2 Sampel ... 41
3.6.2.1 Sampel penelitian ... 41
3.6.2.2 Perhitungan Sampel ... 41
3.6.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 43
3.7 Sumber Data ... 43
3.7.1 Data Primer ... 43
3.7.2 Data Sekunder ... 43
3.8 Instrumen Penelitian ... 43
3.8.1 Kuesioner ... 43
3.8.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44
3.8.2.1 Uji Validitas ... 44
3.8.2.2 Uji Reliabilitas ... 45
3.9 Prosedur Penelitian... 46
3.10 Teknik Analisis Data ... 47
3.10.1 Analisis Univariat ... 49
3.10.2 Analisis Bivariat ... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52
xii
4.2.1 Karakteristik Responden ... 53
4.2.1.2 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Usia ... 53
4.2.1.2 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Usia ... 53
4.2 Analisis Univariat ... 54
4.2.1.3 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Pendidikan Responden ... 54
4.2.14 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Pendidikan Responden ... 55
4.2.15 Distribusi Kelompok kasus Berdasarkan Pendidikan Orangtua ... 55
4.2.16 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Pendidikan Orangtua ... 55
4.2.17 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Status Pekerjaan Orangtua ... 56
4.2.18 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Status Pekerjaan Orangtua ... 56
4.2.19 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Status Pekerjaan Responden ... 57
4.2.20 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Status Pekerjaan Responden ... .57
4.2.21 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Pendapatan Orangtua .. 58
xiii
4.2.23 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Pengetahuan ... 59
4.2.24 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Pengetahuan ... 59
4.2.25 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Sikap ... 60
4.2.26 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Sikap ... 60
4.2.27 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Pola Asuh ... 60
4.2.28 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Pola Asuh ... 61
4.2.29 Distribusi Kelompok kasus berdasarkan Kepercayaan ... 61
4.2.30 Distribusi kelompok Kontrol berdasarkan Kepercayaan ... 61
4.2.31 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Peran Teman ... 62
4.2.32 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Peran Teman ... 62
4.2 Analisis Bivariat ... 63
4.2.1 Hubungan antara Pengetahuan Responden dengan Pernikahan Usia Dini ... 63
4.2.2 Hubungan antara Pendidikan Responden dengan Pernikahan Usia Dini ... 64
4.2.3 Hubungan antara Pendidikan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 65
4.2.4 Hubungan antara Sikap dengan Pernikahan Usia Dini ... 66
4.2.5 Hubungan antara Pekerjaan dengan Pernikahan Usia Dini ... 67
4.2.6 Hubungan antara Pekerjaan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 68
xiv
4.2.8 Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dengan
Pernikahan Usia Dini ... 70
4.2.9 Hubungan antara Kepercayaan dengan Pernikahan Usia Dini ... 71
4.2.10 Hubungan antara Peran Teman Sebaya dengan Pernikahan Usia Dini ... 72
4.2.11 Rekapitulasi Hasil Bivariat ... 73
BAB V PEMBAHASAN ... 74
5.1 Hasil Penelitian ... 74
5.1.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Pernikahan Usia Dini ... 74
5.1.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Pernikahan Usia Dini ... 76
5.1.4 Hubungan antara Pendidikan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 78
5.1.5 Hubungan antara Sikap dengan Pernikahan Usia Dini ... 79
5.1.6 Hubungan antara Pekerjaan Responden dengan Pernikahan usia Dini ... 80
5.1.7 Hubungan antara Pekerjaan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 81
5.1.8 Hubungan antara Pendapatan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 82
5.1.9 Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 83
xv
5.1.11 Hubungan antara Peran Teman Sebaya dengan
Pernikahan Usia Dini ... 86
5.2 Kelemahan Penelitian ... 87
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 89
6.1 SIMPULAN ... 89
6.2 SARAN ... 89
DAFTAR PUSTAKA ... 90
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 34
Gambar 2.7 Skema Precede –Procode ... 33
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 35
xvii
DAFTAR TABLE
Table 1.1 Penelitian-Penelitian Yang Releven Dengan Penelitian ini ... 9
Table 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 37
Table 4.1 Distribusi Responden kelompok kasus Berdasarkan Usia ... 53
Tabel 4.2 Distribusi Responden kelompok kontrol Berdasarkan Usia ... 53
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Responden ... 55
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Orangtua ... 56
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan orangtua ... 57
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan status pekerjaan responden .. 58
Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Orangtua ... 58
Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 59
Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 59
Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh ... 60
Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kepercayaan ... 61
Tabel 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Teman ... 62
Tabel 4.23 Hubungan Pengetahuan dengan Pernikahan Usia Dini... 63
Tabel 4.24 Hubungan Pendidikan dengan Pernikahan Usia dini ... 64
Tabel 4.25 Hubungan Pendidikan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini 65 Tabel 4.26 Hubungan Sikap dengan Pernikahan Usia Dini ... 66
Tabel 4.27 Hubungan Pekerjaan dengan Pernikahan Usia Dini ... 67
xviii
Tabel 4.29 Hubungan Pendapatan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini 69
Tabel 4.30 Hubungan Pola asuh dengan Pernikahan Usia Dini... 70
Tabel 4.31 Hubungan Kepercayaan dengan Pernikahan Usia Dini ... 71
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Keputusan Dosen Pembimbing... 94
2. Surat Ijin Penelitian dari Kampus ... 95
3. Surat Ijin Penelitian dari kecamatan Grobogan ... 96
4. Surat Ethical Clearance ... 98
5. Surat ijin Validitas dan reabilitas ... 99
6. Daftara nama Responden ... 102
7. Instrumen Penelitian... 104
8. Uji Validitas dan Reabilitas ... 119
9. Data Hasil Penenlitian ... 123
10.Uji Normalitas Data ... 133
11.Output Analisis Hasil Penelitian ... 138
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang sejahtera.
Keluarga sejahtera diartikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri
dari suami atau istri dengan anaknya. Tujuan membangun keluarga yang sejahtera
yaitu keluarga yang bahagia yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
dimana keluarga mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual maupun materi
yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang
serasi, selaras dan seimbang antar anggota dengan masyarakat dan lingkungan
(BKKBN,2012)
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2012
usia pernikahan yang ideal yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan usia
minimal 25 tahun dan usia minimal wanita 20 tahun. Namun pada kenyataanya
masih begitu banyak masyarakat yang melakukan pernikahan pada usia dibawah
18 tahun. Faktanya berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,
2010) menunjukan masih tingginya kejadian pernikahan usia anak di Indonesia
yaitu perempuan dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0,2% lebih dari
22.0000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia yang sudah menikah.
Jumlah perempuan muda yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan
laki-laki yaitu 11,7% perempuan muda berusia 15-19 tahun dan 6% laki-laki
Pernikahan usia dini berdampak buruk pada kesehatan, baik pada ibu dari
sejak hamil sampai melahirkan maupun bayi karena organ reproduksi yang belum
sempurna. Belum matangnya organ reproduksi menyebabkan perempuan yang
menikah usia dini berisiko terhadap berbagai penyakit seperti kanker serviks,
perdarahan, keguguran, mudah terjadi infeksi saat hamil, anemia saat hamil,
resiko terkena pre Eklampsia, dan persalinan yang lama dan sulit. Sedangkan
dampak pernikahan dini pada bayi berupa premature, berat bayi lahir rendah
(BBLR), cacat bawaan hingga kematian bayi (Manuaba, 2009).
Penyebab dari pernikahan dini di Indonesia dipengaruhi oleh banyak
faktor, antara lain pendidikan rendah, kebutuhan ekonomi, kultur nikah muda,
seks bebas pada remaja dan pemahaman agama ( BKKBN, 2011). Penelitian di
Switzerland oleh Joar Svanemyr (2012) juga menyatakan ibu yang berusia 18
tahun memiliki resiko 35% hingga 55% untuk melahirkan bayi dengan berat bayi
lahir rendah (BBLR) dibandingkan pada ibu yang berusia diatas 19 tahun. Angka
kematian bayi 60% lebih tinggi pada ibu yang masih berusia di bawah 18 tahun.
Dengan demikian hasil penelitian tersebut menunjukan resiko kematian yang di
sebabkan oleh kehamilan pada perempuan pelaku pernikahan dini 4 kali lebih
tinggi untuk remaja di bawah 16 tahun daripada pada wanita di atas 20 tahun.
Selain itu kesehatan bayi pada ibu yang berusia 18 tahun, beresiko meningkatnya
kematian bayi sebesar 60% di bandingkan pada ibu yang berusia 20 tahun.
Faktanya, berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan (SDKI) tahun 2012,
disebutkan AKI tahun 2012 adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup, meningkat
Meningkatnya angka kematian ibu sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya
pernikahan anak. Merujuk hasil SDKI 2012, jumlah remaja usia 15-19 tahun yang
sudah melahirkan atau yang sedang hamil meningkat menjadi 9,5%. Sedangkan
pada SDKI 2007 angkanya hanya 8,5 persen. Propinsi Jawa Tengah pada tahun
2012 berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar
116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila di bandingkan
dengan AKI pada tahun 2011 sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup.
Indonesia merupakan negara yang dibeberapa kabupaten/kotanya
mempunyai kebijakan Kota Layak Anak (KLA). Kota Layak Anak dimana kota
tersebut mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui
pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelenjutan dalam kebijakan,
program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak. Salah satu
indikator kota layak anak adalah tidak adanya perkawinan anak atau perkawinan
di bawah umur 18 tahun. Menurut data Profil Perempuan dan Anak Jawa Tengah
Tahun 2014, persentase anak perempuan umur 10-17 tahun yang berstatus kawin
dan pernah kawin menurut umur perkawinan pertama, anak perempuan yang
menikah pada umur 16 tahun yaitu, sebesar 40,30 persen, sementara anak
perempuan yang menikah pada umumr 15 tahun atau di bawahnya sebesar 30,07
% persen dan yang menikah pada umur 17 tahun sebesar 29,63 persen.
Fenomena pernikahan usia dini pada dasarnya merupakan satu sikus
fenomena yang terulang dan tidak hanya terjadi di daerah pedesaan, tetapi terjadi
dari dunia hiburan. Faktor–faktor yang mempengaruhi pernikahan usia dini
diantaranya karena faktor ekonomi, budaya dan kemiskinan. Hal ini terbukti
dalam penelitian Joar Svanemyr (2012) bahwa ekonomi dan kemiskinan
berkorelasi dengan tingkat yang lebih tinggi sebagai faktor pernikahan usia dini.
Berdasarkan hasil survei sosial nasional (Susenas) Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011-2013 kabupaten Grobogan masuk 3 besar kabupaten tertinggi angka
pernikahan usia dini yaitu persentase penduduk wanita berumur 10 tahun ke atas
yang pernah kawin dan umur perkawinan pertama, menurut kelompok umur <17
tahun sebesar 32,28 % dan untuk kelompok usia 17-18 tahun sebesar 29,97%.
Sedangkan pada tahun 2012, kelompok umur <17 tahun sebesar 33,86 % dan
kelompok usia 17-18 tahun sebesar 27,18%. Pada tahun 2013 kelompok umur <
17 tahun sebesar 34,95% dan untuk usia 17-18 tahun sebesar 28,55 % (BPS, 2011,
2012 dan 2013).
Berdasarkan data sekunder dari Kementerian Agama Kabupaten
Grobogan, Kecamatan Pulokulon menduduki peringkat pertama tahun 2013
dengan jumlah perempuan yang menikah di usia 15-19 tahun sebesar 66% dari
3.813 jumlah perempuan usia 15-19 tahun yang berada di Kecamatan Pulokulon.
sedangkan pada tahun 2014 mengalami penurunan yaitu sebesar 49% dari jumlah
perempuan yang usia 15-19 tahun. Pada tahun 2015 angka pernikahan usia dini di
kecamatan Pulokulon mengalami kenaikan kembali, meskipun pada tahun
sebelumnya telah mengalami penurunan terhitung dari bulan januari-oktober
tahun 2015 jumlah perempuan yang menikah pada usia 15-19 tahun sebesar 55%
Dari data tersebut kecamatan Pulokulon mengalami peningkatan angka
pernikahan dini secara fluktuatif dalam tiga (3) tahun terakhir.
Pernikahan usia dini memiliki dampak terhadap kesehatan reproduksi
diantaranya meningkatnya angka kematian bayi, berat bayi lahir rendah, kanker
serviks dan anemia. Menurut data puskesmas Kecamatan Pulokulon jumlah
kematian bayi pada tahun 2013 sebesar 4,6 % sedangkan pada tahun 2014
mengalami peningkatan yaitu sebesar 4,83%, pada tahun 2015 mengalami
peningkatan kembali yaitu sebesar 6,38%. Penyebab kematian bayi di Kecamatan
Pulokulon sebagian besar disebabkan oleh prematur, asfiksia, berat bayi lahir
rendah (BBLR) yang disebabkan usia ibu yang masih terlalu muda untuk
melahirkan yaitu ibu yang berusia 18-20 tahun. Menurut data yang didapatkan
dari puskesmas Kecamatan Pulokulon pada tahun 2015 terhitung dari bulan
januari-september ada 14 kematian bayi dari jumlah 45 bayi yang lahir hidup.
Faktor penyebab 14 kematian bayi diantaranya berat bayi lahir rendah
sebanyak 7 bayi, bayi lahir premature 4 bayi dan asfiksia 3 bayi. Kematian bayi di
puskesmas kecamatan pulokulon disebabkan oleh ibu yang melahirkan di bawah
usia 20 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Svanemyr menyatakan ibu
yang melahirkan di bawah usia 20 tahun memiliki resiko 35% hingga 55% untuk
melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah. Angka kematian bayi 60% lebih
tinggi pada ibu yang masih berusia 18 tahun hal ini sesuai dilapangan dari 14
kematian bayi, usia ibu yang melahirkan bayi tersebut adalah 17- 19 tahun. Usia
ibu yang melahirkan di Kecamatan Pulokulon berusia 17-35 tahun sebanyak 45
Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik menganalisis “Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulokulon
Kabupaten Grobogan”.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah Umum
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang
berhubungan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Pulokulon?
1.2.2 Rumusan Masalah Khusus
1.2.2.1 Apakah faktor tingkat pengetahuan responden berhubungan dengan
pernikahan usia dini?
1.2.2.2 Apakah faktor pendidikan responden berhubungan dengan pernikahan
usia dini?
1.2.2.3 Apakah faktor pendidikan orangtua responden berhubungan dengan
pernikahan usia dini?
1.2.2.4 Apakah faktor sikap responden berhubungan dengan pernikahan usia
dini?
1.2.2.5 Apakah faktor pekerjaan responden berhubungan dengan pernikahan usia
dini?
1.2.2.6 Apakah faktor status pekerjaan orang tua berhubungan dengan
pernikahan usia dini?
1.2.2.7 Apakah faktor pendapatan orangtua berhubungan dengan pernikahan
1.2.2.8 Apakah faktor pola asuh keluarga berhubungan responden dengan
pernikahan usia dini?
1.2.2.9 Apakah faktor kepercayaan berhubungan dengan pernikahan usia dini?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pernikahan usia
dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan?
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk menganalisis apakah tingkat pengetahuan responden berhubungan
dengan pernikahan usia dini.
1.3.2.2 Untuk menganalisis apakah pendidikan responden berhubungan dengan
pernikahan usia dini.
1.3.2.3 Untuk menganalisis apakah pendidikan orangtua berhubungan dengan
pernikahan usia dini.
1.3.2.4 Untuk menganalisis apakah sikap responden berhubungan dengan
pernikahan dini.
1.3.2.5 Untuk menganalisis apakah pekerjaan responden berhubungan dengan
pernikahan usia dini.
1.3.2.6 Untuk menganalisis apakah status pekerjaan orangtua responden
berhubungan dengan pernikahan usia dini.
1.3.2.7 Untuk menganalisis apakah pendapatan orangtua berhubungan dengan
1.3.2.8 Untuk menganalisis apakah pola asuh orangtua berhubungan dengan
pernikahan usia dini.
1.3.2.9 Untuk menganalisis apakah kepercayaan berhubungan dengan pernikahan
usia dini.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Sebagai sumbangan informasi bagi masyarakat tentang faktor-faktor apa
saja yang berhubungan dengan pernikahan dini dan dampak dari pernikahan usia
dini bagi kesehatan.
1.4.3 Bagi Dinas Terkait
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi berupa
faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pernikahan usia dini.
1.4.4 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Dapat digunakan sebagai literature dan pedoman mengenai faktor-faktor
apa saja yang berhubungan dengan pernikahan usia dini.
1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan
1.5 Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian yang Releven dengan Penelitian ini
No Judul Penelitian Nama Peneliti
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian
sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu adalah pola asuh dan
Peran Teman.
2. Penelitian ini menggunakan desain penelitian case control
3. Tempat penelitian ini di kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1Lingkup Tempat
Penelitian dilakukan di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan
1.6.2 Lingkup Waktu
Ruang lingkup waktu dari penyusunan proposal sampai dengan penelitian
dimulai pada bulan Januari 2016 sampai bulan Juli tahun 2016.
1.6.3 Lingkup Keilmuan
Bidang kajian yang diteliti termasuk dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Pernikahan
2.1.1 Definisi Pernikahan
Pernikahan atau perkawinan adalah lambang dan di sepakatinya suatu
perjanjian antara seorang laki-laki dan perempuan atas dasar hak dan kewajiban
kedua belah pihak (Kumalasari dan Andhyantoro, 2013:118). Sedangkan
pernikahan menurut Undang-Undang perkawinan No 1 tahun 1974 adalah ikatan
lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri
dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang sejahtera. Dalam pernikahan
adanya ikatan lahir dan batin, yang berarti bahwa dalam perkawinan itu adanya
ikatan tersebut kedua-duanya. Ikatan lahir adalah merupakan ikatan yang
menampak, ikatan formal yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada.
Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung,
merupakan ikatan psikologis (Bimo Walgito,2002 :12)
2.1.1.1 Tujuan Pernikahan
1. Membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha
Esa.
2. Untuk mengesahkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan secara
hukum.
3. Untuk mengatur hak dan kewajiban masing-masing termasuk di dalamnya
pelarangan atau penghambatan terjadinya poligami secara hukum.
2.1.1.2 Kriteria Keberhasilan Sebuah Pernikahan
1. Kebanggaan suami istri.
2. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak.
3. Penyesuaian yang baik dari anak-anak.
4. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dan perbedaan pendapat.
5. Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan.
6. Penyesuaian yang baik dari pihak pasangan
2.1.2 Pernikahan Usia Dini
Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh perempuan di
bawah 20 tahun. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti ekonomi,
budaya bahwa perempuan yang berusia 20 tahun belum menikah dikatakan
perawan tua, pergaulan bebas dan hamil diluar nikah.
Pernikahan usia dini, khususnya terjadi di pedasaan. Hal ini disebabkan
budaya masyarakat yang masih kuat dalam menentukan perkawinan anak dalam
hal ini remaja perempuan. Alasan terjadinya pernikahan usia dini adalah
diantaranya pergaulan bebas seperti hamil di luar pernikahan dan alasan ekonomi.
Selain itu masih banyak faktor yang menyebabkan pernikahan usia dini, beberapa
faktor permasalahan dalam pernikahan usia dini yaitu meliputi faktor yang
mendorong maraknya pernikahan anak, pengaruhnya terhadap pendidikan,
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dampak terhadap kesehatan reproduksi,
anak yang dilahirkan dan kesehatan psikologi anak, serta tinjauan hukum terkait.
2.1.2.1 Dampak Pernikahan Usia dini
Dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan dini pada umumnya lebih
banyak dialami oleh perempuan. Diantaranya yaitu komplikasi pada saat
kehamilan, hilangnya kesempatan mendapatkan pendidikan, kekerasan dalam
rumah tangga dan kemiskinan. Selain itu pernikahan usia dini memiliki beberapa
dampak dari aspek kesehatan, aspek ekonomi, aspek psikologis, aspek pendidikan
dan aspek kependudukan (BKKN, 2012). Aspek–aspek tersebut dikarenakan
pernikahan usia dini belum siap secara fisik dan psikis. Beberapa dampak
terhadap aspek tersebut sebagai berikut :
2.1.2.1.1 Aspek Kesehatan
Pernikahan usia dini merupakan pernikahan yang dilakukan dibawah usia 20
tahun pada perempuan. Menurut WHO batas usia remaja usia yaitu 10-20 tahun.
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19
tahun dan belum kawin. Perempuan apabila di usia 10-20 tahun yang sudah
menikah dapat berpengaruh pada kesehatan remaja tersebut, hal ini dikarenakan
pada masa ini terjadi suatu perubahan fisik yang cepat disertai banyak perubahan,
termasuk didalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (Organ seksual) untuk
mencapai kematangan yang ditunjukan dengan kemampuan melaksanakan fungsi
Reproduksi (Kumalasari I dan Andhyantoro I, 2012 :14-16). Beberapa risiko
terhadap kesehatan perempuan dan risiko apabila mengalami kehamilan
1) Bayi Berat Lahir Rendah
Peningkatan risiko berat badan lahir rendah merupakan aspek medis yang
paling penting pada kasus kehamilan pada remaja. Makin muda usia remaja yang
hamil maka semakin besar kemungkinan akan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah. Selain berat badan lahir rendah banyak faktor diyakini
menjadi penyebab peningkatan kematian dan kesakitan bayi dan para ibu remaja,
seperti jarak kelahiran anak, status sosial ekonomi, ras, tingkat pendidikan,
ketersedian sarana prasarana kesehatan (Sharoon J.Reeder, 2011).
2) Anemia
Anemia adalah masalah kesehatan dengan prevalensi tertinggi pada wanita
hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia 70 %, atau 7 dari 10 wanita
hamil yang menderita anemia (Arief, 2008). Anemia pada ibu hamil diusia muda
disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu akan pentingnya gizi pada saat hamil
diusia muda. Hal ini disebabkan seorang ibu yang mengalami anemia memerlukan
tambahan zat besi dalam tubuh, fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah dalam membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Sehingga lama
kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemia (Rohan
dan Siyoto, 2013 :314-315). Risiko anemia pada ibu hamil apabila dianggap
sepele dapat menyebabkan antara lain keguguran, persalinan yang lama,
pendarahan pasca melahirkan, bayi lahir prematur, dan kemungkinan bayi lahir
dengan cacat (Zerlina Lalage, 2013). Gejala yang dirasakan oleh ibu hamil apabila
terkena anemia diantaranya cepat lelah, kulit pucat, badan sering gemetar, mudah
3) Persalinan Sulit
Persalinan yang lama disebabkan karena adanya komplikasi ibu maupun janin.
Penyebab dari persalinan lama dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan
panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan saat melahirkan (Rohan dan Siyoto,
2013:315). Hal ini dikarenakan reproduksi perempuan belum siap menerima
kehamilan sehingga dapat menimbulkan berbagai kompikasi.
4) Kanker Serviks
Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang banyak
menyerang wanita di seluruh dunia. Salah satu faktor yang berhubungan dengan
kanker mulut rahim adalah aktivitas seksual yang terlalu muda (<16 tahun). Sel
kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasma selama usia dewasa dengan
demikian, wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko
terkena kanker serviks lima kali lipat (Rasjidi Imam, 2010:190-191). Perilaku
seksual merupakan faktor risiko kanker serviks ini dikarenakan berhubungan seks
dengan laki-laki berisiko tinggi, atau laki-laki yang mengidap penyakit kandiloma
Akuminatum di penisnya (Widyastuti, 2009: 63). Menurut hasil penelitian
Ridhaningsih dan Siti Nur Djannah menunjukan sebesar 25% responden
melakukan aktivitas seksual pada usia dini atau sebelum usia 20 tahun. Hubungan
seksual seseorang idealnya dilakukan setelah seseorang wanita benar-benar
matang. Kematangan yang dimaksud bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi
atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa baru matang
setelah wanita berusia 20 tahun ke atas (Ridhaningsih dan Djannah Siti Nur,
5) Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual adalah IMS (Infeksi Menular Seksual) adalah
penyakit-penyakit yang timbul atau ditularkan melalui hubungan seksual dengan
manifestasi klinis berupa timbulnya kelainan-kelainan terutama pada alat kelamin
(Widoyono, 2008: 161). Keterlambatan deteksi dini PMS dapat menimbukan
berbagai komplikasi misalnya kehamilan diluar kandungan, kanker anogenital,
infeksi bayi yang baru lahir atau infeksi pada kehamilan. Gejala-gejala umum
PMS pada wanita diantaranya keluarnya cairan pada vagina atau terjadi
peningkatan keputihan, rasa perih dan nyeri atau panas saat kencing, adanya luka
basah disekitar kemaluan, gatal-gatal disekitar alat kelamin, sakit saat
berhubungan seks, mengeluarkan darah setelah berhubungan seks (Marmi,
2014:151-152). Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali
dapat meningkatkan resiko tertularnya infeksi menular seksual.
2.1.2.1.2 Aspek Ekonomi
Masalah ekonomi merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan usia dini.
Hal ini berkaitan dengan masalah ekonomi keluarga adalah salah satu sumber
ketidakharmonisan keluarga. Umumnya masalah keluarga disebabkan karena
masalah ekonomi keluarga. Dimana keluarga dengan kondisi ekonomi rendah
memiliki kecenderungan untuk menikahkan anak di usia dini atau muda. Disisi
lain remaja yang menikah diusia dini seringkali akan mengalami kesulitan
2.1.2.1.3 Aspek Psikologis
Kesiapan psikologis diartikan sebagai kesiapan individu dalam
menjalankan peran sebagai suami atau istri kesiapan psikologis sangat diperlukan
dalam memasuki kehidupan perkawinan agar pasangan siap dan mampu
menghadapi berbagai masalah yang timbul dengan cara yang bijak, tidak mudah
bimbang dan putus asa. Kematangan emosi merupakan salah satu aspek
psikologis yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Hal
tersebut yang menjadi salah satu alasan perempuan menikah pada usia minimal 20
tahun dan bagi laki-laki 25 tahun karena hal ini dapat mendukung pasangan untuk
dapat menjalankan peran baru dalam keluarga yang akan dibentuknya agar
perkawinan yang dijalani selaras, stabil dan pasangan dapat merasakan kepuasan
dalam perkawinannya (BKKBN, 2013).
Hasil penelitian menunjukan pernikahan dini berakibat pada komplikasi
psikososial menunjukan bahwa dampak negatif sosial jangka panjang yaitu ibu
yang mengandung dan melahirkan di usia dini akan mengalami trauma
berkepanjangan, selain itu akan mengalami krisis percaya diri. Hal ini disebabkan
karena anak secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab (Fadlyana
Eddy dan Larasaty Shinta, 2009)
Pengaruh perubahan psikologis pada ibu hamil terhadap bayi yang
dikandung. Masalah psikologis ibu berpengaruh pada kondisi janin yang
dikandungnya. Jika masalah ini terjadi saat trisemester pertama akan berpengaruh
fatal pada proses pembentukan organnya. Selain itu trauma dan stress
prematur dan tidak berkembangnya janin (Hasan Hasdianah dan Rohan,
2013:323)
2.1.2.1.4 Aspek Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang salah satu aspek yang harus
dimiliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Pendidikan merupakan
penopang dan sumber untuk mencari nafkah dalam memenuhi segala kebutuhan
dalam rumah tangga. Dengan pernikahan usia dini menyebabkan remaja tidak lagi
bersekolah (BKKBN,2012)
Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang
akan dicapai oleh seorang anak. Pernikahan anak sering kali menyebabkan anak
tidak lagi bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggung jawab. Menurut
UNICEF tahun 2006 tentang Early Marriage (A harmful Traditional Practice)
menyatakan pernikahan usia dini sangat berhubungan dengan derajat pendidikan
yang rendah. Menunda usia pernikahan merupakan salah satu cara agar anak dapat
mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.
2.1.2.1.5 Aspek Kependudukan
Usia pertama kawin pada perempuan akan mempengaruhi meningkatnya
jumlah penduduk terutama fertilisasi. Fertillisasi adalah kemampuan seorang
perempuan untuk melahirkan bayi hidup. Perempuan yang menikah pada usia
muda akan mempunyai rentang lebih panjang terhadap resiko untuk hamil.
Semakin muda umur perkawinan seseorang, maka masa subur reproduksi akan
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Dini
2.1.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya). sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera
pendengaran (Telinga) dan Indera penglihatan (mata). Tingkat pengetahuan
seseorang didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Soekidjo
Notoadmojo, 2010:144)
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di
pelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi secara
benar. Seseorang dikatakan paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum , rumus,
metode, prinsip dan sebagainya.
4) Analisis ( analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru, dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian suatu
materi atau objek sesuai kreteria-kreteria yang ada.
Menurut Notoatmodjo (2010:142) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu pendidikan, media informasi,
lingkungan, status ekonomi dan sosial budaya, serta pengalaman. Pengetahuan
perempuan tentang pernikahan usia dini meliputi definisi, faktor yang menyebkan,
dampak terhadap kesehatan reproduksi, psikologis dan kehidupan dalam
berkeluarga. Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang menurut
1) Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka remaja akan semakin mudah
menerima informasi tentang pernikahan dini, sehingga remaja akan lebih cepat
faham tentang bagaimana resiko yang terjadi dari dampak pernikahan dini baik
dari segi kesehatan maupun sosial serta remaja dapat lebih menyesuaikan dengan
hal-hal yang bermanfaat dengan kesehatannya.
2) Informasi
Remaja yang mempunyai banyak sumber informasi dapat memberikan
peningkatan terhadap tingkat pengetahuan remaja tersebut. Informasi tersebut
dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi dan
salah satunya juga dapat diperoleh dari penyuluhan dan pendidikan kesehatan.
3) Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan agama yang dianut.
4) Pengalaman
Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini
mengandung maksud bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang
tinggi maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas.
5) Sosial ekonomi
Tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang, terutama untuk mendapatkan informasi
memerlukan biaya (missal, sekolah). Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi
2.1.3.2 Adopsi perilaku Proses
Bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Roger (1974)
dalam Notoadmodjo (2003) mengungkakan bahwa sebelum seseorang
mengadobsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri sesorang tersebut
terjadi proses berurutan, yakni :
1) Awareness (kesadaran) yakni, orang tersebut menyadari dalam arti
pengetahuan stimulus (objek) terlebih dahulu.
2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
3) Evaluation, (menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru.
5) Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
2.1.3.3 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek (Nootoatmojo,S 2007:146). Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan prodisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih
dahulu dari perilaku tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap terdiri dari
1) Menerima
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek) misalnya orang mau menerima ceramah-ceramah .
2) Merespons
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikanadalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendidkusikan suatu
masalah, misalnya seorang ibu menggerakan ibu lain untuk mengikuti program
posbindu PMT di kelurahannya.
4) Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab atas sesuatu yang di pelihara dengan segala resiko
misalnya seseorang mengikuti posbindu PMT lansia meskipun mendapat
tantangan dari kepala keluarga.
Suatu cara mengukur dan menilai sikap seseorang dapat menggunakan
skala atau kuesioner. Skala penilaian mengandung serangkaian pertanyaan tentang
permasalahan tertentu. Respon yang akan mengisi diharapkan menentukan sikap
setuju atau tidak tidak setuju terhadap pertanyaan tersebut. Menurut Katz dalam
(Wawan dan Dewi,2011) sikap mempunyai empat fungsi, yaitu:
1) Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat
Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan dengan maksud bahwa sikap
seseorang merupakan sarana untuk mencapai tujuan. seseorang memandang
sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau sebagai alat dalam
mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap positif terhadap obyek tersebut,
sebaliknya jika obyek sikap menghambat dalam mencapai tujuan, maka seseorang
akan bersikap negatif terhadap objek sikap. Dengan demikian maksud fungsi
manfaat, yaitu sejauh mana obyek sikap dalam rangka pencapaian tujuan. Selain
itu fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian karena dengan sikap yang
diambil seseorang orang dapat menyesuaikan diri dengan secara baik terhadap
sekitarnya.
2) Fungsi pertahanan ego
Merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan
egonya. Sikap ini biasanya diambil seseorang pada waktu seseorang terancam
keberadaanya dirinya atau egonya.
3) Fungsi ekspresi diri
Sikap pada diri seseorang yang merupakan jalan individu untuk
mengapresiasikan nilai yang ada dalam dirinya. Sistem nilai yang ada dalam diri
individu dapat dilihat dari nilai yang diambil oleh individu yang bersangkutan
tarhadap nilai tertentu.
4) Fungsi pengetahuan
Individu ingin mempunyai dorongan untuk mengerti, dengan
pengalaman-pengalamannya, untuk memperoleh pengetahuan. Elemen-elemen dari
pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang tidak diketahui oleh
individu, akan disusun kembali oleh individu sedemikian rupa hingga menjadi
terhadap suatu objek, menunjukan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap
objek sikap yang bersangkutan.
2.1.3.4 Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Tahapan pendidikan ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan
yang dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan adalah suatu
kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan
formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan oleh departemen pendidikan
(UU.No.20 Tahun 2003:1)
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
mereka melakukan yang diharapkan oleh pelau pendidikan (Notoatmodjo S,
2007:7-8). Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan
kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama (long
lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Orang dengan pendidikan
formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi
lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta
pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoadmojo,2007:15-16).
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki dalam
berkeluarga, karena pendidikan merupakan penopang dan sumber untuk mencari
nafkah dalam upaya memenuhi segala kebutuhan dalam rumah tangga. Orangtua
yang memiliki tingkat pendidikannya rendah seringkali menyebabkan anak
remajanya tidak lagi bersekolah dikarenakan biaya pendidikan yang tidak
terjangkau .Sehingga menyebabkan banyaknya perempuan berhenti sekolah dan
kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tabggungjawab orangtua. Dengan
demikian semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan
remaja maka semakin besar kemungkinan mereka untuk menikah diusia muda
(BKKBN,2012)
2.1.3.5 Status Pekerjaan
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan
di suatu unit usaha atau kegiatan (Permenakertrans RI No.1 Tahun 2014:1).
Pekerjaan merupakan salah satu bagian dari faktor sosial yang bersifat dinamis.
Suatu lingkungan sosial tertentu akan memberi pengaruh yang sama kepada
setiap orang. Hal yang mempengaruhi kejadian pernikahan usia dini bukan dari
sudut pekerjaan responden melainkan pekerjaan orang tua (Desyianti,2015).
Menurut Yunita (2014) kehidupan seseorang sangat ditunjang oleh kemampuan
ekonomi keluarga, sebuah keluarga yang berada digaris kemiskinan akan
mengambil keputusan bahwa untuk meringgangkan beban orang tua maka anak
mengukur status sosial, ekonomi serta masalah kesehatan dan kondisi tempat
seseorang bekerja. Pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status
sosial, pendidikan dan masalah kesehatan bagi orang itu sendiri (Desyanti, 2015).
2.1.3.6 Pendapatan
Menurut Soetjiningsih (1995) Pendapatan keluarga yang memadai akan
menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat memenuhi kebutuhan
anak, baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier. Keadaan
ekonomi juga berpengaruh terhadap suatu penyakit, misalnya angka kematian
lebih tinggi dikalangan masyarakat yang status ekonominya rendah dibandingkan
dengan status ekonominya tinggi, hal ini disebabkan karena masyarakat rendah
tidak memiliki biaya untuk berobat, sehingga tidak ada suatu penanganan yang
baik dalam menghadapi suatu penyakit.
2.1.3.7 Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh adalah proses pemeliharaan anak dengan menggunakan teknik
dan metode yang menitikberatkan pada kasih sayang dan ketulusan cinta dari
kedua orang tua. Pola asuh merupakan upaya yang persisten dan konsisten dalam
menjaga dan membimbing anak dari mulai dilahirkan hingga remaja. Pola asuh
dalam keluarga merupakan cara orangtua, yaitu ayah dan ibu dalam memberikan
kasih sayang dalam mengasuh yang mempunyai pengaruh yang besar kepada anak
untuk beradaptasi dengan dirinya dan lingkungannya. Bentuk pola asuh orangtua
akan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa.
1) Pola Asuh Otoriter
Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh dimana orang tua yang
memaksakan kehendak anaknya. Pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang
mencerminkan sikap orangtua yang bertindak keras dan cenderung diskriminatif.
Pola asuh otoriter ditandai dengan hubungan orang tua dengan anak tidak hangat
dan sering menghukum. Pola asuh otoriter menunjukan bahwa sikap orangtua
dalam berinteraksi dengan anaknya ditandai dengan sikap yang tidak hangat,
sehingga anak merasa kurang mendapatkan kasih sayang, sementara orangtua
lebih memaksa kehendaknya. Pola asuh otoriter ini tidak bisa menjamin atas
terciptanya generasi yang paripurna dan menjadi harapan bangsa. Hal ini
dikarenakan pola asuh otoriter, tidak memberikan pendidikan karakter dan
penanaman moral yang baik kepada anak.
2) Pola Asuh Permisif
Tipe pola asuh Permisif adalah tipe pola asuh dimana orang tua biasanya
memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk berprilaku sesuai dengan apa
yang diinginkan. Tipe ini mengakibatkan anak tumbuh menjadi seseorang yang
berprilaku agresif dan antisosial. Pola asuh ini lemah dalam mendisiplinkan
tingkah laku anak. Menurut penelitian Dewi, S, P dan Wardaniyah, D (2014:
59-60) didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara pola asuh orangtua otoriter
dengan perkembangan sosialisasi remaja dengan p value 0,032 (p value<0,005),
dan terdapat pula hubungan pola asuh demokratis dengan perkembangan
3) Pola Asuh Demokratis
Tipe pola asuh Demokratis atau pola asuh responsif dimana orang tua
bersifat fleksibel, responsif dan merawat. Orang tua memberikan tuntutan dan
pengawasan kepada anak, tetapi juga hangat, rasional dan mau berkomunikasi.
Anak diberi kebebasan, tetapi dalam peraturan yang mempunyai acuan.
Hetherington dan parke (1999) menyatakan bahwa pola asuh demokratis
mendorong perkembangan jiwa anak, mempunyai penyesuaian sosial yang baik,
kompeten, maupun kontrol. Sementara Shapiro (2001) menjelaskan orang tua
dengan pola asuh demokratis menjadi anak-nak tidak bergantung dan tidak
berprilaku kekanak-kanakan, mendorong anak untuk berprestasi, anak menjadi
percaya diri, mandiri, imajinatif mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak
orang serta responsif. (Fuad Nashori,2013:135-139)
Berdasarkan hasil penelitian Purwaningsih dan Setyaningsih (2014) bahwa
ada hubungan pola asuh orangtua dengan kejadian pernikahan dini dengan nilai p
value =0,000 ( p< 0,05)
2.1.3.8 Kepercayaan
Menurut storey (2008) dalam Oktia woro kasmini (2012) Sosial budaya
merupakan hubungan antara manusia dengan manusia, hubungan antar manusia
dengan kelompoknya dan sebaliknya, yang menekankan saling ketergantungan
antara pola-pola budaya, masyarakat sebagai suatu sistem interaksi, dan
kepribadian individual, atau merupakan perwujudan dari sumbu yang berputar
ditengah batas sosial dan budaya. Sedangkan pengertian kebudayaan keseluruhan
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009). Salah
satu sistem budaya yang dapat berpengaruh terhadap pernikahan usia dini adalah
sistem kepercayaan. Kepercayaan berupa pendangan-pandangan atau interprestasi
tentang masa lampau, bisa berupa penjelasan-pejelasan tentang masa sekarang,
bisa berupa prediksi-prediksi atau suatu kombinasi atas hal tersebut (Rafael Raga
Marwan,2000). Kepercayaan dapat membentuk pengalaman, baik pengalaman
pribadi maupun pengalaman sosial.
Pernikahan usia dini merupakan gejala sosial masyarakat yang dipengaruhi
oleh kebudayaan yang mereka anut yaitu hasil olah pikir masyarakat setempat,
yang sifatnya dapat mengakar kuat pada kepercayaan pada masyarakat. Menurut
hadi supeno, ada tiga faktor pernikahan usia dini yaitu tradisi yang turun temurun
yang menganggap bahwa pernikahan usia dini merupakan suatu hal yang wajar.
Dalam masyrakat indonesia, bila ada anak gadisnya yang tidak segera menikah,
orang tua merasa malu karena anak gadisnya belum menikah dan takut menjadi
perawan tua. Ciri-ciri suatu kebudayan diantaranya :
1) Kebudayaan adalah produk manusia, dapat diartikan pula kebudayaan adalah
ciptaan manusuia, manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaan.
2) Kebudayaan selalu bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan
secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama-sama, dengan
demikian kebudayaan merupakan karya bersama, bukan karya perorangan.
3) Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar, artinya kebudayaan itu
proses belajar. Kebudayaan senantiasa berkembang dari waktu ke waktu
karena kemampuan belajar manusia dan kebudayaan selalu bersifat historis.
2.1.3.9 Ketersediaan Pelayanan Kesehatan
Ketersediaannya pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi seseorang
dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Karena suatu pelayanan kesehatan
dimanfaatkan karena tersedia suatu sumber daya, dikatakan sumber daya tersedia
jika terdapat dan diperoleh tanpa mempertimbangkan mudah atau sulitnya
pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan reproduksi bertujuan untuk mencegah
dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku lainnya yang
dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Perilaku seksual berisiko antara
lain seks pranikah yang dapat berakibat pada kehamilan tidak diinginkan, perilaku
seksual berganti-ganti pasangan, aborsi tidak aman dan perilaku berisiko tertular
infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV. Perilaku berisiko lain yang dapat
berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi antara lain penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat aditif (napza). Pelayanan kesehatan reproduksi
mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan
bertanggung jawab yang meliputi persiapan fisik, psikis dan sosial untuk menikah
dan menjadi orang tua pada usia yang matang.
2.1.3.10 Peran Teman Sebaya
Peran teman sebaya yang dirasakan remaja yang diperoleh dari teman
sebaya, remaja dapat merasa lebih tenang apabila dihadapkan pada suatu masalah.
Hal tersebut dapat menimbulkan keyakinan pada diri remaja bahwa apapun yang
2.1.4 TEORI PERILAKU 2.1.4.1 Teori Lawrence Green
Teori Lawrence Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan
perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun
sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanan kesehatan atau
mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat
perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan Proceed.
Kerangka kerja Precede mempertimbangkan bebrapa faktor yang membentuk
status kesehatan dan membantu perencana terfokus pada faktor tersebut sebagai
target untuk intervensi. Precede juga menghasilkan tujuan spesifik dan kriteria
untuk evaluasi. Kerangka Proceed menyediakan langkah-langkah tambahan untuk
mengembangkan kebijakan dan memulai pelaksanaan dan proses evaluasi
(Priyoto,2014:3).
2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.1. kerangka teori(Sumber: Modifikasi teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2003:96).
Catatan: Ketersedian pelayanan kesehatan reproduksi di kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan hampir seluruh Desa dapat menjangkau Ketersedian Pelayanan kesehatan sehingga variabel tersebut tidak di teliti.
Pernikahan Usia Dini Faktor Predisposisi:
1. Pengetahuan responden tentang pernikahan usia dini
2. Tingkat Pendidikan responden 3. Sikap responden terhadap pernikahan
usia dini
4. Pekerjaan responden
5. Pendapatan keluarga responden 6. Kepercayaan terhadap pernikahan usia
dini
Faktor Reinforching: 8. Pola Asuh orangtua
9. Tingkat pendidikan orang tua 10. Peran Teman Sebaya 11. Pekerjaan orang tua Faktor Enabling:
7. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan reproduksi remaja (Puskesmas, PIK-KRR,dll)
Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974
Peraturan BBKN
Pernikahan Usia Dini pada Perempuan
1. Angka Kematian Ibu 2. Angka kematian bayi 3. Berat bayi lahir rendah 4. Bayi lahir premature
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Bebas
1. Tingkat pengetahuan responden
2. Tingkat pendidikan responden
3. Tingkat pendidikan orangtua
responden
4. Status Pekerjaan Responden
5. Sikap responden
6. Status Pekerjaan orang tua
7. Pendapatan orangtua
8. Pola asuh orang tua 9. Kepercayaan
10. Peran Teman Sebaya
Variabel Terikat
3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, tingkat
pendidikan responden, tingkat pendidikan orangtua, sikap responden, status
pekerjaan orang tua, status pekerjaan responden, pendapatan orang tua, pola asuh
orang tua, kepercayaan dan peran teman sebaya.
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pernikahan usia dini.
3.3Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
1) Ada hubungan tingkat pengetahuan responden dengan pernikahan usia
dini.
2) Ada hubungan tingakat pendidikan responden dengan pernikahan usia dini
3) Ada hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan pernikahan usia dini.
4) Ada hubungan status pekerjaan responden dengan pernikahan usia dini
5) Ada hubungan status pekerjaan orangtua dengan pernikahan usia dini.
6) Ada hubungan sikap responden dengan pernikahan usia dini.
7) Ada hubungan pendapatan orangtua dengan pernikahan usia dini.
8) Ada hubungan pola asuh orang tua dengan pernikahan usia dini.
9) Ada hubungan kepercayaan dengan pernikahan usia dini.
3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
No Variabel Definisi
Operasional Alat Ukur Kategori Skala
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
2. Sedang, jika 60%-80% jawaban benar
3.Baik, jika > 80% jawaban benar
(Sumber : Yayuk Farida Baliwati,2004:117)
Kuesioner 1. Pendidikan dasar (SD/Sederajat SMP/ Sederajat)
2. Pendidikan Menengah (SMA/Sederajat)
3. Pendidikan tinggi (D3-S3). (UU.No 20 tahun 2003)
Ordinal
Kuesioner 1. Pendidikan dasar (SD/ SMP/ Sederajat)
4 Sikap responden terhadap
Kuesioner Dengan kategori:
1. Tidak mendukung jika total skor < median. 2. Mendukung jika total skor
> median Median : 32,5
No Variabel Definisi
Operasional Alat Ukur Kategori Skala
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
- Menggunakan mean jika data terditribusi normal - Menggunakan median jika
data tidak terditribusi normal
5 Status Pekerjaan Orang tua
6 Status Pekerjaan Responden
( Grobogan dalam angka tahun 2015)
Kuesioner Jawaban: Ya :2 Tidak: 1
Dengan kategori:
No Variabel Definisi
Operasional Alat Ukur Kategori Skala
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
pernikahan usia dini.
2. Demokratis jika jawaban responden terbanyak adalah “Ya” pada pertanyaan demokratis dibanding otoriter dan permisif
3. Permisif jika jawaban responden terbanyak adalah “Ya” pada pertanyaan permisif dibanding demokratis dan otoriter
9 Kepercayaan Keyakinan
seseorang terhadap 2.Tidak percaya jika total
skor < mean
Kuesioner Pengukuran dengan 6 pertanyaan dengan pilihan
1 Pernikahan usia dini
Pernikahan yang di lakukan oleh
Kuesioner Kategori :
1) Menikah usia dini 2) Tidak menikah usia
dini