• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN PULOKULON KABUPATEN GROBOGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN PULOKULON KABUPATEN GROBOGAN."

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN PULOKULON

KABUPATEN GROBOGAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

Siti Salamah

NIM.6411412063

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

(2)

ii

Jurusan Ilmu Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

Juli 2016

ABSTRAK

Siti Salamah

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan

xviii+199 halaman + 38 Tabel + 11 Lampiran

Pernikahan usia dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang dilakukan oleh perempuan dibawah usia 19 tahun. Berdasarkan data dari Susenas tahun 2011-2013 kabupaten Grobogan masuk 3 besar kabupaten tertinggi angka pernikahan usia dini. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan.

Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain case control. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 120 responden. 60 responden kasus dan 60 responden kontrol. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat dengan uji chi-square(α=0,05).

Hasil penelitian didapatkan bahwa faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia dini adalah faktor pengetahuan (p-value=0,001), OR=12,66 tingkat pendidikan responden (p-value= 0,001) OR= 8,63, sikap responden ( p-value= 0,001) OR= 4,20, pekerjaan orangtua (p-value= 0,02) OR=2,66, pendapatan orangtua (p-value=0,001) OR=6,448 dan Peran Teman (p-value= 0,001) OR= 3,71. Variabel yang tidak berhubungan dengan pernikahan usia dini yaitu pendidikan orangtua (p-value= 1.000) OR= 0,49, kepercayaan (p-value = 0,31) OR= 0,61 dan pola asuh orangtua (p-value=0.44) OR=1,45.

Saran untuk KUA memberikan informasi kepada pasangan baru terkait dampak pernikahan usia dini, selain itu untuk masyarakat yaitu pemberian informasi pendidikan kesehatan bagi remaja.

Kata Kunci : Pernikahan usia dini, pendapatan orangtua, sikap responden, tingkat pendidikan responden.

(3)

iii

Public Health Scienci Department Faculty of Sport Scienci Semarang State University July 2016

ABSTRACT

Siti Salamah

F actors Related to Early Marriage in Pulokulon District Grobogan County xviii+199 pages + 38 table + 11 attachments

Early marriage based on BKKBN is a marriage done by girl under 19 years old. Based on the data from National social survey in 2011-2013, grobogan country is the top 3 of the highest county in early marriage. The aim of this study is to determine the factors that influence early marriage in the Pulokulon district of Grobogan county.

This type of study is kuantitative approach using case control design. The sample in this study 120 respondents, they are 60 case respondents and 60 control respondents. The instrument used were questionnaires . Data analysis was done using univariate and bivariate with chi-square test ( α =0,05).

From the results gaired that the factors associated with early ma rriage is a knowledge factor (p-value= 0,001), education level of respondents (p.value = 0,001) OR= 12,66, attitude of respondents ( p-value= 0,001) OR= 4,20, parents job ( p-value = 0,02) OR = 2,66, parents income (p.value= 0,001) OR= 6,44, parenting parents (p-value = 0,44) OR= 1,45 and friend role (p-value= 0,001) OR= 3,71. Have no relation with early marriage is parents education (p-value = 1,000) OR= 0,49 and faith (p-value = 0,319) OR= 0,61.

Suggestion for KUA is to give information for the new couple about early marriage, while the suggestions for society are to give information and health education for teenagers.

Keywords : Early marriage, education level of respondents, attitude of respondents, parents job

(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto

1. Dan Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu atau Agama

maka, Allah SWT akan memudahkan baginya jalan menuju surga

(HR.Muslim)

2. Seseorang selalu pandai selagi terus mau belajar, bila dia berhenti belajar

karena menganggap dirinya pandai maka mulailah dia bodoh (Gus Mus)

Persembahan

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Bapak dan Emiku tercinta (Salim dan

Aswati) sebagai darma bakti ananda.

2. Adik-adikku tersayang (Asep Jalaludin,

Siti Nurhalimah, Faedhor Rizky

Firmansyah dan Munazatun Azizah)

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala atas limpahan rahmat dan

hidayahnya-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten

Grobogan” dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini di maksudkan untuk

melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

Keberhasilan Penyelesaian penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini

atas bantuan dari berbagai pihak, sehingga dengan rendah hati penulis sampaikan

teri kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Ibu

Prof. Dr. Tandiyo Rahayu M.Pd, atas izin penelitian.

2. Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Ibu Dr. Setya Rahayu, M.S, atas izin

penelitian.

3. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono, S.KM., M.Kes., atas

persetujuan penelitian.

4. Dosen Pembimbing, Ibu Galuh Nita Prameswari, S.KM.,M.Si, atas arahan,

bimbingan, masukan serta motivasinya dalam menyusun skripsi ini.

5. Penguji Skripsi I, Bapak Sofwan Indarjo, S.KM., M.Kes., atas arahan,

(8)

viii

6. Penguji Skripsi II, Ibu drg. Yunita Puspita Santik,.M.Kes., atas arahan

bimbingan dan masukan dalam menyusun skripsi.

7. Dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, atas bekal ilmu, bimbingan dan bantuannya.

8. Staff Tata Usaha (TU) Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu

Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Sungatno, atas

bantuan dalam segala urusan administrasi.

9. Ayahanda Salim dan Ibundaku Aswati terima kasih atas do’a, motivasi,

semangat dan segala yang telah diberikan untuk ananda.

10.Adekku Asep Jalaludin, Siti Nurhalimah, Faedhor Rizky Firmansyah dan

Munazatun Azizah yang telah memberikan do’a, dorongan dan semangat.

11.Keluarga Ar-rozaq yang telah memberikan dorongan dan Motivasi dalam

Penyelesain skripsi ini.

12.Sahabatku Siti khalimah, Chisa Nur Rofikoh, eminia masturoh, terima

kasih atas do’a, dukungan selama penyusunan skripsi ini.

13.Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2012, atas

bantuan masukan dan motivasinya dalam menyusun skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat dari

Allah SWT, selain itu diharapkan juga ada saran dan kritik dari semua pihak

sehingga bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Juni 2016

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABLE ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Keaslian Penelitian ... 9

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

(10)

x

2.1.1 Pegertian Pernikahan ... 12

2.1.2 Tujuan Pernikahan ... 12

2.1.3 Kreteria Keberhasilan sebuah pernikahan ... 13

2.1.2 Pernikahan Usia Dini ... 13

2.1.2.1 Dampak Pernikahan Usia Dini ... `14

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Dini ... 20

2.1.3.1 Pengetahuan ... 20

2.1.3.2 Sikap Responden ... 23

2.1.3.3 Pendidikan ... 26

2.1.3.4 Status Pekerjaan ... 27

2.1.3.5 Pendapatan ... 28

2.1.3.6 Pola Asuh Orang Tua ... 28

2.1.3.7 Kepercayaan ... 30

2.1.3.8 Ketersedian Yankes ... 32

2.1.3.9 Peran Teman Sebaya ... 32

2.1.4 Teori Perilaku ... 33

2.1.4.1 Teori Perilaku L. Green ... 33

2.2 Kerangka Teori... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Kerangka Konsep ... 35

3.2 Variabel Penelitian ... 36

3.2.1 Variabel Bebas ... 36

(11)

xi

3.3 Hipotesis Penelitian ... 36

3.4 Definisi Operasional Dan Skala Pengukuran Variabel ... 37

3.5 Jenis Rancangan Penelitian ... 40

3.6 Populasi dan Sampel ... 40

3.6.1 Populasi ... 40

3.6.2 Sampel ... 41

3.6.2.1 Sampel penelitian ... 41

3.6.2.2 Perhitungan Sampel ... 41

3.6.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 43

3.7 Sumber Data ... 43

3.7.1 Data Primer ... 43

3.7.2 Data Sekunder ... 43

3.8 Instrumen Penelitian ... 43

3.8.1 Kuesioner ... 43

3.8.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

3.8.2.1 Uji Validitas ... 44

3.8.2.2 Uji Reliabilitas ... 45

3.9 Prosedur Penelitian... 46

3.10 Teknik Analisis Data ... 47

3.10.1 Analisis Univariat ... 49

3.10.2 Analisis Bivariat ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

(12)

xii

4.2.1 Karakteristik Responden ... 53

4.2.1.2 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Usia ... 53

4.2.1.2 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Usia ... 53

4.2 Analisis Univariat ... 54

4.2.1.3 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Pendidikan Responden ... 54

4.2.14 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Pendidikan Responden ... 55

4.2.15 Distribusi Kelompok kasus Berdasarkan Pendidikan Orangtua ... 55

4.2.16 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Pendidikan Orangtua ... 55

4.2.17 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Status Pekerjaan Orangtua ... 56

4.2.18 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Status Pekerjaan Orangtua ... 56

4.2.19 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Status Pekerjaan Responden ... 57

4.2.20 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Status Pekerjaan Responden ... .57

4.2.21 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Pendapatan Orangtua .. 58

(13)

xiii

4.2.23 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Pengetahuan ... 59

4.2.24 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Pengetahuan ... 59

4.2.25 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Sikap ... 60

4.2.26 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Sikap ... 60

4.2.27 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Pola Asuh ... 60

4.2.28 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Pola Asuh ... 61

4.2.29 Distribusi Kelompok kasus berdasarkan Kepercayaan ... 61

4.2.30 Distribusi kelompok Kontrol berdasarkan Kepercayaan ... 61

4.2.31 Distribusi Kelompok Kasus Berdasarkan Peran Teman ... 62

4.2.32 Distribusi Kelompok Kontrol Berdasarkan Peran Teman ... 62

4.2 Analisis Bivariat ... 63

4.2.1 Hubungan antara Pengetahuan Responden dengan Pernikahan Usia Dini ... 63

4.2.2 Hubungan antara Pendidikan Responden dengan Pernikahan Usia Dini ... 64

4.2.3 Hubungan antara Pendidikan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 65

4.2.4 Hubungan antara Sikap dengan Pernikahan Usia Dini ... 66

4.2.5 Hubungan antara Pekerjaan dengan Pernikahan Usia Dini ... 67

4.2.6 Hubungan antara Pekerjaan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 68

(14)

xiv

4.2.8 Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dengan

Pernikahan Usia Dini ... 70

4.2.9 Hubungan antara Kepercayaan dengan Pernikahan Usia Dini ... 71

4.2.10 Hubungan antara Peran Teman Sebaya dengan Pernikahan Usia Dini ... 72

4.2.11 Rekapitulasi Hasil Bivariat ... 73

BAB V PEMBAHASAN ... 74

5.1 Hasil Penelitian ... 74

5.1.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Pernikahan Usia Dini ... 74

5.1.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Pernikahan Usia Dini ... 76

5.1.4 Hubungan antara Pendidikan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 78

5.1.5 Hubungan antara Sikap dengan Pernikahan Usia Dini ... 79

5.1.6 Hubungan antara Pekerjaan Responden dengan Pernikahan usia Dini ... 80

5.1.7 Hubungan antara Pekerjaan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 81

5.1.8 Hubungan antara Pendapatan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 82

5.1.9 Hubungan antara Pola Asuh Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini ... 83

(15)

xv

5.1.11 Hubungan antara Peran Teman Sebaya dengan

Pernikahan Usia Dini ... 86

5.2 Kelemahan Penelitian ... 87

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1 SIMPULAN ... 89

6.2 SARAN ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 34

Gambar 2.7 Skema Precede –Procode ... 33

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 35

(17)

xvii

DAFTAR TABLE

Table 1.1 Penelitian-Penelitian Yang Releven Dengan Penelitian ini ... 9

Table 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ... 37

Table 4.1 Distribusi Responden kelompok kasus Berdasarkan Usia ... 53

Tabel 4.2 Distribusi Responden kelompok kontrol Berdasarkan Usia ... 53

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Responden ... 55

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Orangtua ... 56

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan orangtua ... 57

Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan status pekerjaan responden .. 58

Tabel 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Orangtua ... 58

Tabel 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 59

Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 59

Tabel 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Pola Asuh ... 60

Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kepercayaan ... 61

Tabel 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Peran Teman ... 62

Tabel 4.23 Hubungan Pengetahuan dengan Pernikahan Usia Dini... 63

Tabel 4.24 Hubungan Pendidikan dengan Pernikahan Usia dini ... 64

Tabel 4.25 Hubungan Pendidikan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini 65 Tabel 4.26 Hubungan Sikap dengan Pernikahan Usia Dini ... 66

Tabel 4.27 Hubungan Pekerjaan dengan Pernikahan Usia Dini ... 67

(18)

xviii

Tabel 4.29 Hubungan Pendapatan Orangtua dengan Pernikahan Usia Dini 69

Tabel 4.30 Hubungan Pola asuh dengan Pernikahan Usia Dini... 70

Tabel 4.31 Hubungan Kepercayaan dengan Pernikahan Usia Dini ... 71

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Keputusan Dosen Pembimbing... 94

2. Surat Ijin Penelitian dari Kampus ... 95

3. Surat Ijin Penelitian dari kecamatan Grobogan ... 96

4. Surat Ethical Clearance ... 98

5. Surat ijin Validitas dan reabilitas ... 99

6. Daftara nama Responden ... 102

7. Instrumen Penelitian... 104

8. Uji Validitas dan Reabilitas ... 119

9. Data Hasil Penenlitian ... 123

10.Uji Normalitas Data ... 133

11.Output Analisis Hasil Penelitian ... 138

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang sejahtera.

Keluarga sejahtera diartikan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri

dari suami atau istri dengan anaknya. Tujuan membangun keluarga yang sejahtera

yaitu keluarga yang bahagia yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,

dimana keluarga mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual maupun materi

yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang

serasi, selaras dan seimbang antar anggota dengan masyarakat dan lingkungan

(BKKBN,2012)

Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2012

usia pernikahan yang ideal yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan usia

minimal 25 tahun dan usia minimal wanita 20 tahun. Namun pada kenyataanya

masih begitu banyak masyarakat yang melakukan pernikahan pada usia dibawah

18 tahun. Faktanya berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas,

2010) menunjukan masih tingginya kejadian pernikahan usia anak di Indonesia

yaitu perempuan dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0,2% lebih dari

22.0000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia yang sudah menikah.

Jumlah perempuan muda yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan

laki-laki yaitu 11,7% perempuan muda berusia 15-19 tahun dan 6% laki-laki

(21)

Pernikahan usia dini berdampak buruk pada kesehatan, baik pada ibu dari

sejak hamil sampai melahirkan maupun bayi karena organ reproduksi yang belum

sempurna. Belum matangnya organ reproduksi menyebabkan perempuan yang

menikah usia dini berisiko terhadap berbagai penyakit seperti kanker serviks,

perdarahan, keguguran, mudah terjadi infeksi saat hamil, anemia saat hamil,

resiko terkena pre Eklampsia, dan persalinan yang lama dan sulit. Sedangkan

dampak pernikahan dini pada bayi berupa premature, berat bayi lahir rendah

(BBLR), cacat bawaan hingga kematian bayi (Manuaba, 2009).

Penyebab dari pernikahan dini di Indonesia dipengaruhi oleh banyak

faktor, antara lain pendidikan rendah, kebutuhan ekonomi, kultur nikah muda,

seks bebas pada remaja dan pemahaman agama ( BKKBN, 2011). Penelitian di

Switzerland oleh Joar Svanemyr (2012) juga menyatakan ibu yang berusia 18

tahun memiliki resiko 35% hingga 55% untuk melahirkan bayi dengan berat bayi

lahir rendah (BBLR) dibandingkan pada ibu yang berusia diatas 19 tahun. Angka

kematian bayi 60% lebih tinggi pada ibu yang masih berusia di bawah 18 tahun.

Dengan demikian hasil penelitian tersebut menunjukan resiko kematian yang di

sebabkan oleh kehamilan pada perempuan pelaku pernikahan dini 4 kali lebih

tinggi untuk remaja di bawah 16 tahun daripada pada wanita di atas 20 tahun.

Selain itu kesehatan bayi pada ibu yang berusia 18 tahun, beresiko meningkatnya

kematian bayi sebesar 60% di bandingkan pada ibu yang berusia 20 tahun.

Faktanya, berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan (SDKI) tahun 2012,

disebutkan AKI tahun 2012 adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup, meningkat

(22)

Meningkatnya angka kematian ibu sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya

pernikahan anak. Merujuk hasil SDKI 2012, jumlah remaja usia 15-19 tahun yang

sudah melahirkan atau yang sedang hamil meningkat menjadi 9,5%. Sedangkan

pada SDKI 2007 angkanya hanya 8,5 persen. Propinsi Jawa Tengah pada tahun

2012 berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar

116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila di bandingkan

dengan AKI pada tahun 2011 sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup.

Indonesia merupakan negara yang dibeberapa kabupaten/kotanya

mempunyai kebijakan Kota Layak Anak (KLA). Kota Layak Anak dimana kota

tersebut mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui

pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia

usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelenjutan dalam kebijakan,

program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak. Salah satu

indikator kota layak anak adalah tidak adanya perkawinan anak atau perkawinan

di bawah umur 18 tahun. Menurut data Profil Perempuan dan Anak Jawa Tengah

Tahun 2014, persentase anak perempuan umur 10-17 tahun yang berstatus kawin

dan pernah kawin menurut umur perkawinan pertama, anak perempuan yang

menikah pada umur 16 tahun yaitu, sebesar 40,30 persen, sementara anak

perempuan yang menikah pada umumr 15 tahun atau di bawahnya sebesar 30,07

% persen dan yang menikah pada umur 17 tahun sebesar 29,63 persen.

Fenomena pernikahan usia dini pada dasarnya merupakan satu sikus

fenomena yang terulang dan tidak hanya terjadi di daerah pedesaan, tetapi terjadi

(23)

dari dunia hiburan. Faktor–faktor yang mempengaruhi pernikahan usia dini

diantaranya karena faktor ekonomi, budaya dan kemiskinan. Hal ini terbukti

dalam penelitian Joar Svanemyr (2012) bahwa ekonomi dan kemiskinan

berkorelasi dengan tingkat yang lebih tinggi sebagai faktor pernikahan usia dini.

Berdasarkan hasil survei sosial nasional (Susenas) Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011-2013 kabupaten Grobogan masuk 3 besar kabupaten tertinggi angka

pernikahan usia dini yaitu persentase penduduk wanita berumur 10 tahun ke atas

yang pernah kawin dan umur perkawinan pertama, menurut kelompok umur <17

tahun sebesar 32,28 % dan untuk kelompok usia 17-18 tahun sebesar 29,97%.

Sedangkan pada tahun 2012, kelompok umur <17 tahun sebesar 33,86 % dan

kelompok usia 17-18 tahun sebesar 27,18%. Pada tahun 2013 kelompok umur <

17 tahun sebesar 34,95% dan untuk usia 17-18 tahun sebesar 28,55 % (BPS, 2011,

2012 dan 2013).

Berdasarkan data sekunder dari Kementerian Agama Kabupaten

Grobogan, Kecamatan Pulokulon menduduki peringkat pertama tahun 2013

dengan jumlah perempuan yang menikah di usia 15-19 tahun sebesar 66% dari

3.813 jumlah perempuan usia 15-19 tahun yang berada di Kecamatan Pulokulon.

sedangkan pada tahun 2014 mengalami penurunan yaitu sebesar 49% dari jumlah

perempuan yang usia 15-19 tahun. Pada tahun 2015 angka pernikahan usia dini di

kecamatan Pulokulon mengalami kenaikan kembali, meskipun pada tahun

sebelumnya telah mengalami penurunan terhitung dari bulan januari-oktober

tahun 2015 jumlah perempuan yang menikah pada usia 15-19 tahun sebesar 55%

(24)

Dari data tersebut kecamatan Pulokulon mengalami peningkatan angka

pernikahan dini secara fluktuatif dalam tiga (3) tahun terakhir.

Pernikahan usia dini memiliki dampak terhadap kesehatan reproduksi

diantaranya meningkatnya angka kematian bayi, berat bayi lahir rendah, kanker

serviks dan anemia. Menurut data puskesmas Kecamatan Pulokulon jumlah

kematian bayi pada tahun 2013 sebesar 4,6 % sedangkan pada tahun 2014

mengalami peningkatan yaitu sebesar 4,83%, pada tahun 2015 mengalami

peningkatan kembali yaitu sebesar 6,38%. Penyebab kematian bayi di Kecamatan

Pulokulon sebagian besar disebabkan oleh prematur, asfiksia, berat bayi lahir

rendah (BBLR) yang disebabkan usia ibu yang masih terlalu muda untuk

melahirkan yaitu ibu yang berusia 18-20 tahun. Menurut data yang didapatkan

dari puskesmas Kecamatan Pulokulon pada tahun 2015 terhitung dari bulan

januari-september ada 14 kematian bayi dari jumlah 45 bayi yang lahir hidup.

Faktor penyebab 14 kematian bayi diantaranya berat bayi lahir rendah

sebanyak 7 bayi, bayi lahir premature 4 bayi dan asfiksia 3 bayi. Kematian bayi di

puskesmas kecamatan pulokulon disebabkan oleh ibu yang melahirkan di bawah

usia 20 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Svanemyr menyatakan ibu

yang melahirkan di bawah usia 20 tahun memiliki resiko 35% hingga 55% untuk

melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah. Angka kematian bayi 60% lebih

tinggi pada ibu yang masih berusia 18 tahun hal ini sesuai dilapangan dari 14

kematian bayi, usia ibu yang melahirkan bayi tersebut adalah 17- 19 tahun. Usia

ibu yang melahirkan di Kecamatan Pulokulon berusia 17-35 tahun sebanyak 45

(25)

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik menganalisis “Faktor-Faktor

yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Pulokulon

Kabupaten Grobogan”.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang

berhubungan dengan pernikahan usia dini di Kecamatan Pulokulon?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1.2.2.1 Apakah faktor tingkat pengetahuan responden berhubungan dengan

pernikahan usia dini?

1.2.2.2 Apakah faktor pendidikan responden berhubungan dengan pernikahan

usia dini?

1.2.2.3 Apakah faktor pendidikan orangtua responden berhubungan dengan

pernikahan usia dini?

1.2.2.4 Apakah faktor sikap responden berhubungan dengan pernikahan usia

dini?

1.2.2.5 Apakah faktor pekerjaan responden berhubungan dengan pernikahan usia

dini?

1.2.2.6 Apakah faktor status pekerjaan orang tua berhubungan dengan

pernikahan usia dini?

1.2.2.7 Apakah faktor pendapatan orangtua berhubungan dengan pernikahan

(26)

1.2.2.8 Apakah faktor pola asuh keluarga berhubungan responden dengan

pernikahan usia dini?

1.2.2.9 Apakah faktor kepercayaan berhubungan dengan pernikahan usia dini?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pernikahan usia

dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan?

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk menganalisis apakah tingkat pengetahuan responden berhubungan

dengan pernikahan usia dini.

1.3.2.2 Untuk menganalisis apakah pendidikan responden berhubungan dengan

pernikahan usia dini.

1.3.2.3 Untuk menganalisis apakah pendidikan orangtua berhubungan dengan

pernikahan usia dini.

1.3.2.4 Untuk menganalisis apakah sikap responden berhubungan dengan

pernikahan dini.

1.3.2.5 Untuk menganalisis apakah pekerjaan responden berhubungan dengan

pernikahan usia dini.

1.3.2.6 Untuk menganalisis apakah status pekerjaan orangtua responden

berhubungan dengan pernikahan usia dini.

1.3.2.7 Untuk menganalisis apakah pendapatan orangtua berhubungan dengan

(27)

1.3.2.8 Untuk menganalisis apakah pola asuh orangtua berhubungan dengan

pernikahan usia dini.

1.3.2.9 Untuk menganalisis apakah kepercayaan berhubungan dengan pernikahan

usia dini.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan pernikahan dini.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Sebagai sumbangan informasi bagi masyarakat tentang faktor-faktor apa

saja yang berhubungan dengan pernikahan dini dan dampak dari pernikahan usia

dini bagi kesehatan.

1.4.3 Bagi Dinas Terkait

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi berupa

faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pernikahan usia dini.

1.4.4 Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dapat digunakan sebagai literature dan pedoman mengenai faktor-faktor

apa saja yang berhubungan dengan pernikahan usia dini.

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan

(28)

1.5 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian yang Releven dengan Penelitian ini

No Judul Penelitian Nama Peneliti

(29)

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian

sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Variabel yang berbeda dengan penelitian terdahulu adalah pola asuh dan

Peran Teman.

2. Penelitian ini menggunakan desain penelitian case control

3. Tempat penelitian ini di kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan

(30)

1.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.6.1Lingkup Tempat

Penelitian dilakukan di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan

1.6.2 Lingkup Waktu

Ruang lingkup waktu dari penyusunan proposal sampai dengan penelitian

dimulai pada bulan Januari 2016 sampai bulan Juli tahun 2016.

1.6.3 Lingkup Keilmuan

Bidang kajian yang diteliti termasuk dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat

(31)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pernikahan

2.1.1 Definisi Pernikahan

Pernikahan atau perkawinan adalah lambang dan di sepakatinya suatu

perjanjian antara seorang laki-laki dan perempuan atas dasar hak dan kewajiban

kedua belah pihak (Kumalasari dan Andhyantoro, 2013:118). Sedangkan

pernikahan menurut Undang-Undang perkawinan No 1 tahun 1974 adalah ikatan

lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri

dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang sejahtera. Dalam pernikahan

adanya ikatan lahir dan batin, yang berarti bahwa dalam perkawinan itu adanya

ikatan tersebut kedua-duanya. Ikatan lahir adalah merupakan ikatan yang

menampak, ikatan formal yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada.

Sedangkan ikatan batin adalah ikatan yang tidak nampak secara langsung,

merupakan ikatan psikologis (Bimo Walgito,2002 :12)

2.1.1.1 Tujuan Pernikahan

1. Membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha

Esa.

2. Untuk mengesahkan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan secara

hukum.

3. Untuk mengatur hak dan kewajiban masing-masing termasuk di dalamnya

pelarangan atau penghambatan terjadinya poligami secara hukum.

(32)

2.1.1.2 Kriteria Keberhasilan Sebuah Pernikahan

1. Kebanggaan suami istri.

2. Hubungan yang baik antara orang tua dan anak.

3. Penyesuaian yang baik dari anak-anak.

4. Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dan perbedaan pendapat.

5. Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan.

6. Penyesuaian yang baik dari pihak pasangan

2.1.2 Pernikahan Usia Dini

Pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh perempuan di

bawah 20 tahun. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti ekonomi,

budaya bahwa perempuan yang berusia 20 tahun belum menikah dikatakan

perawan tua, pergaulan bebas dan hamil diluar nikah.

Pernikahan usia dini, khususnya terjadi di pedasaan. Hal ini disebabkan

budaya masyarakat yang masih kuat dalam menentukan perkawinan anak dalam

hal ini remaja perempuan. Alasan terjadinya pernikahan usia dini adalah

diantaranya pergaulan bebas seperti hamil di luar pernikahan dan alasan ekonomi.

Selain itu masih banyak faktor yang menyebabkan pernikahan usia dini, beberapa

faktor permasalahan dalam pernikahan usia dini yaitu meliputi faktor yang

mendorong maraknya pernikahan anak, pengaruhnya terhadap pendidikan,

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dampak terhadap kesehatan reproduksi,

anak yang dilahirkan dan kesehatan psikologi anak, serta tinjauan hukum terkait.

(33)

2.1.2.1 Dampak Pernikahan Usia dini

Dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan dini pada umumnya lebih

banyak dialami oleh perempuan. Diantaranya yaitu komplikasi pada saat

kehamilan, hilangnya kesempatan mendapatkan pendidikan, kekerasan dalam

rumah tangga dan kemiskinan. Selain itu pernikahan usia dini memiliki beberapa

dampak dari aspek kesehatan, aspek ekonomi, aspek psikologis, aspek pendidikan

dan aspek kependudukan (BKKN, 2012). Aspek–aspek tersebut dikarenakan

pernikahan usia dini belum siap secara fisik dan psikis. Beberapa dampak

terhadap aspek tersebut sebagai berikut :

2.1.2.1.1 Aspek Kesehatan

Pernikahan usia dini merupakan pernikahan yang dilakukan dibawah usia 20

tahun pada perempuan. Menurut WHO batas usia remaja usia yaitu 10-20 tahun.

Sedangkan menurut Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19

tahun dan belum kawin. Perempuan apabila di usia 10-20 tahun yang sudah

menikah dapat berpengaruh pada kesehatan remaja tersebut, hal ini dikarenakan

pada masa ini terjadi suatu perubahan fisik yang cepat disertai banyak perubahan,

termasuk didalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (Organ seksual) untuk

mencapai kematangan yang ditunjukan dengan kemampuan melaksanakan fungsi

Reproduksi (Kumalasari I dan Andhyantoro I, 2012 :14-16). Beberapa risiko

terhadap kesehatan perempuan dan risiko apabila mengalami kehamilan

(34)

1) Bayi Berat Lahir Rendah

Peningkatan risiko berat badan lahir rendah merupakan aspek medis yang

paling penting pada kasus kehamilan pada remaja. Makin muda usia remaja yang

hamil maka semakin besar kemungkinan akan melahirkan bayi dengan berat

badan lahir rendah. Selain berat badan lahir rendah banyak faktor diyakini

menjadi penyebab peningkatan kematian dan kesakitan bayi dan para ibu remaja,

seperti jarak kelahiran anak, status sosial ekonomi, ras, tingkat pendidikan,

ketersedian sarana prasarana kesehatan (Sharoon J.Reeder, 2011).

2) Anemia

Anemia adalah masalah kesehatan dengan prevalensi tertinggi pada wanita

hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia 70 %, atau 7 dari 10 wanita

hamil yang menderita anemia (Arief, 2008). Anemia pada ibu hamil diusia muda

disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu akan pentingnya gizi pada saat hamil

diusia muda. Hal ini disebabkan seorang ibu yang mengalami anemia memerlukan

tambahan zat besi dalam tubuh, fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah

merah dalam membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Sehingga lama

kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemia (Rohan

dan Siyoto, 2013 :314-315). Risiko anemia pada ibu hamil apabila dianggap

sepele dapat menyebabkan antara lain keguguran, persalinan yang lama,

pendarahan pasca melahirkan, bayi lahir prematur, dan kemungkinan bayi lahir

dengan cacat (Zerlina Lalage, 2013). Gejala yang dirasakan oleh ibu hamil apabila

terkena anemia diantaranya cepat lelah, kulit pucat, badan sering gemetar, mudah

(35)

3) Persalinan Sulit

Persalinan yang lama disebabkan karena adanya komplikasi ibu maupun janin.

Penyebab dari persalinan lama dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan

panggul, kelainan kekuatan his dan mengejan saat melahirkan (Rohan dan Siyoto,

2013:315). Hal ini dikarenakan reproduksi perempuan belum siap menerima

kehamilan sehingga dapat menimbulkan berbagai kompikasi.

4) Kanker Serviks

Kanker serviks atau kanker leher rahim adalah kanker yang banyak

menyerang wanita di seluruh dunia. Salah satu faktor yang berhubungan dengan

kanker mulut rahim adalah aktivitas seksual yang terlalu muda (<16 tahun). Sel

kolumnar serviks lebih peka terhadap metaplasma selama usia dewasa dengan

demikian, wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko

terkena kanker serviks lima kali lipat (Rasjidi Imam, 2010:190-191). Perilaku

seksual merupakan faktor risiko kanker serviks ini dikarenakan berhubungan seks

dengan laki-laki berisiko tinggi, atau laki-laki yang mengidap penyakit kandiloma

Akuminatum di penisnya (Widyastuti, 2009: 63). Menurut hasil penelitian

Ridhaningsih dan Siti Nur Djannah menunjukan sebesar 25% responden

melakukan aktivitas seksual pada usia dini atau sebelum usia 20 tahun. Hubungan

seksual seseorang idealnya dilakukan setelah seseorang wanita benar-benar

matang. Kematangan yang dimaksud bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi

atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa baru matang

setelah wanita berusia 20 tahun ke atas (Ridhaningsih dan Djannah Siti Nur,

(36)

5) Penyakit Menular Seksual

Penyakit menular seksual adalah IMS (Infeksi Menular Seksual) adalah

penyakit-penyakit yang timbul atau ditularkan melalui hubungan seksual dengan

manifestasi klinis berupa timbulnya kelainan-kelainan terutama pada alat kelamin

(Widoyono, 2008: 161). Keterlambatan deteksi dini PMS dapat menimbukan

berbagai komplikasi misalnya kehamilan diluar kandungan, kanker anogenital,

infeksi bayi yang baru lahir atau infeksi pada kehamilan. Gejala-gejala umum

PMS pada wanita diantaranya keluarnya cairan pada vagina atau terjadi

peningkatan keputihan, rasa perih dan nyeri atau panas saat kencing, adanya luka

basah disekitar kemaluan, gatal-gatal disekitar alat kelamin, sakit saat

berhubungan seks, mengeluarkan darah setelah berhubungan seks (Marmi,

2014:151-152). Mudanya usia saat melakukan hubungan seksual pertama kali

dapat meningkatkan resiko tertularnya infeksi menular seksual.

2.1.2.1.2 Aspek Ekonomi

Masalah ekonomi merupakan salah satu faktor terjadinya pernikahan usia dini.

Hal ini berkaitan dengan masalah ekonomi keluarga adalah salah satu sumber

ketidakharmonisan keluarga. Umumnya masalah keluarga disebabkan karena

masalah ekonomi keluarga. Dimana keluarga dengan kondisi ekonomi rendah

memiliki kecenderungan untuk menikahkan anak di usia dini atau muda. Disisi

lain remaja yang menikah diusia dini seringkali akan mengalami kesulitan

(37)

2.1.2.1.3 Aspek Psikologis

Kesiapan psikologis diartikan sebagai kesiapan individu dalam

menjalankan peran sebagai suami atau istri kesiapan psikologis sangat diperlukan

dalam memasuki kehidupan perkawinan agar pasangan siap dan mampu

menghadapi berbagai masalah yang timbul dengan cara yang bijak, tidak mudah

bimbang dan putus asa. Kematangan emosi merupakan salah satu aspek

psikologis yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Hal

tersebut yang menjadi salah satu alasan perempuan menikah pada usia minimal 20

tahun dan bagi laki-laki 25 tahun karena hal ini dapat mendukung pasangan untuk

dapat menjalankan peran baru dalam keluarga yang akan dibentuknya agar

perkawinan yang dijalani selaras, stabil dan pasangan dapat merasakan kepuasan

dalam perkawinannya (BKKBN, 2013).

Hasil penelitian menunjukan pernikahan dini berakibat pada komplikasi

psikososial menunjukan bahwa dampak negatif sosial jangka panjang yaitu ibu

yang mengandung dan melahirkan di usia dini akan mengalami trauma

berkepanjangan, selain itu akan mengalami krisis percaya diri. Hal ini disebabkan

karena anak secara psikologis belum siap untuk bertanggungjawab (Fadlyana

Eddy dan Larasaty Shinta, 2009)

Pengaruh perubahan psikologis pada ibu hamil terhadap bayi yang

dikandung. Masalah psikologis ibu berpengaruh pada kondisi janin yang

dikandungnya. Jika masalah ini terjadi saat trisemester pertama akan berpengaruh

fatal pada proses pembentukan organnya. Selain itu trauma dan stress

(38)

prematur dan tidak berkembangnya janin (Hasan Hasdianah dan Rohan,

2013:323)

2.1.2.1.4 Aspek Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang salah satu aspek yang harus

dimiliki dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Pendidikan merupakan

penopang dan sumber untuk mencari nafkah dalam memenuhi segala kebutuhan

dalam rumah tangga. Dengan pernikahan usia dini menyebabkan remaja tidak lagi

bersekolah (BKKBN,2012)

Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan yang

akan dicapai oleh seorang anak. Pernikahan anak sering kali menyebabkan anak

tidak lagi bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggung jawab. Menurut

UNICEF tahun 2006 tentang Early Marriage (A harmful Traditional Practice)

menyatakan pernikahan usia dini sangat berhubungan dengan derajat pendidikan

yang rendah. Menunda usia pernikahan merupakan salah satu cara agar anak dapat

mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.

2.1.2.1.5 Aspek Kependudukan

Usia pertama kawin pada perempuan akan mempengaruhi meningkatnya

jumlah penduduk terutama fertilisasi. Fertillisasi adalah kemampuan seorang

perempuan untuk melahirkan bayi hidup. Perempuan yang menikah pada usia

muda akan mempunyai rentang lebih panjang terhadap resiko untuk hamil.

Semakin muda umur perkawinan seseorang, maka masa subur reproduksi akan

(39)

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Dini

2.1.3.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya). sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (Telinga) dan Indera penglihatan (mata). Tingkat pengetahuan

seseorang didalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Soekidjo

Notoadmojo, 2010:144)

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di

pelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi secara

benar. Seseorang dikatakan paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

(40)

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum , rumus,

metode, prinsip dan sebagainya.

4) Analisis ( analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru, dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian suatu

materi atau objek sesuai kreteria-kreteria yang ada.

Menurut Notoatmodjo (2010:142) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu pendidikan, media informasi,

lingkungan, status ekonomi dan sosial budaya, serta pengalaman. Pengetahuan

perempuan tentang pernikahan usia dini meliputi definisi, faktor yang menyebkan,

dampak terhadap kesehatan reproduksi, psikologis dan kehidupan dalam

berkeluarga. Faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang menurut

(41)

1) Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka remaja akan semakin mudah

menerima informasi tentang pernikahan dini, sehingga remaja akan lebih cepat

faham tentang bagaimana resiko yang terjadi dari dampak pernikahan dini baik

dari segi kesehatan maupun sosial serta remaja dapat lebih menyesuaikan dengan

hal-hal yang bermanfaat dengan kesehatannya.

2) Informasi

Remaja yang mempunyai banyak sumber informasi dapat memberikan

peningkatan terhadap tingkat pengetahuan remaja tersebut. Informasi tersebut

dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi dan

salah satunya juga dapat diperoleh dari penyuluhan dan pendidikan kesehatan.

3) Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan agama yang dianut.

4) Pengalaman

Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini

mengandung maksud bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang

tinggi maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas.

5) Sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan seseorang, terutama untuk mendapatkan informasi

memerlukan biaya (missal, sekolah). Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi

(42)

2.1.3.2 Adopsi perilaku Proses

Bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Roger (1974)

dalam Notoadmodjo (2003) mengungkakan bahwa sebelum seseorang

mengadobsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri sesorang tersebut

terjadi proses berurutan, yakni :

1) Awareness (kesadaran) yakni, orang tersebut menyadari dalam arti

pengetahuan stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

3) Evaluation, (menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru.

5) Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.3.3 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek (Nootoatmojo,S 2007:146). Sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan prodisposisi tindakan suatu

perilaku. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih

dahulu dari perilaku tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap terdiri dari

(43)

1) Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek) misalnya orang mau menerima ceramah-ceramah .

2) Merespons

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikanadalah suatu indikasi dari sikap.

3) Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendidkusikan suatu

masalah, misalnya seorang ibu menggerakan ibu lain untuk mengikuti program

posbindu PMT di kelurahannya.

4) Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab atas sesuatu yang di pelihara dengan segala resiko

misalnya seseorang mengikuti posbindu PMT lansia meskipun mendapat

tantangan dari kepala keluarga.

Suatu cara mengukur dan menilai sikap seseorang dapat menggunakan

skala atau kuesioner. Skala penilaian mengandung serangkaian pertanyaan tentang

permasalahan tertentu. Respon yang akan mengisi diharapkan menentukan sikap

setuju atau tidak tidak setuju terhadap pertanyaan tersebut. Menurut Katz dalam

(Wawan dan Dewi,2011) sikap mempunyai empat fungsi, yaitu:

1) Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat

Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan dengan maksud bahwa sikap

seseorang merupakan sarana untuk mencapai tujuan. seseorang memandang

sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana atau sebagai alat dalam

(44)

mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap positif terhadap obyek tersebut,

sebaliknya jika obyek sikap menghambat dalam mencapai tujuan, maka seseorang

akan bersikap negatif terhadap objek sikap. Dengan demikian maksud fungsi

manfaat, yaitu sejauh mana obyek sikap dalam rangka pencapaian tujuan. Selain

itu fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian karena dengan sikap yang

diambil seseorang orang dapat menyesuaikan diri dengan secara baik terhadap

sekitarnya.

2) Fungsi pertahanan ego

Merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan

egonya. Sikap ini biasanya diambil seseorang pada waktu seseorang terancam

keberadaanya dirinya atau egonya.

3) Fungsi ekspresi diri

Sikap pada diri seseorang yang merupakan jalan individu untuk

mengapresiasikan nilai yang ada dalam dirinya. Sistem nilai yang ada dalam diri

individu dapat dilihat dari nilai yang diambil oleh individu yang bersangkutan

tarhadap nilai tertentu.

4) Fungsi pengetahuan

Individu ingin mempunyai dorongan untuk mengerti, dengan

pengalaman-pengalamannya, untuk memperoleh pengetahuan. Elemen-elemen dari

pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang tidak diketahui oleh

individu, akan disusun kembali oleh individu sedemikian rupa hingga menjadi

(45)

terhadap suatu objek, menunjukan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap

objek sikap yang bersangkutan.

2.1.3.4 Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara. Tahapan pendidikan ditetapkan berdasarkan

tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan

yang dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan adalah suatu

kondisi jenjang pendidikan yang dimiliki oleh seseorang melalui pendidikan

formal yang dipakai oleh pemerintah serta disahkan oleh departemen pendidikan

(UU.No.20 Tahun 2003:1)

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga

mereka melakukan yang diharapkan oleh pelau pendidikan (Notoatmodjo S,

2007:7-8). Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan

kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama (long

lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Orang dengan pendidikan

formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi

(46)

lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta

pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoadmojo,2007:15-16).

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki dalam

berkeluarga, karena pendidikan merupakan penopang dan sumber untuk mencari

nafkah dalam upaya memenuhi segala kebutuhan dalam rumah tangga. Orangtua

yang memiliki tingkat pendidikannya rendah seringkali menyebabkan anak

remajanya tidak lagi bersekolah dikarenakan biaya pendidikan yang tidak

terjangkau .Sehingga menyebabkan banyaknya perempuan berhenti sekolah dan

kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tabggungjawab orangtua. Dengan

demikian semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan

remaja maka semakin besar kemungkinan mereka untuk menikah diusia muda

(BKKBN,2012)

2.1.3.5 Status Pekerjaan

Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan

di suatu unit usaha atau kegiatan (Permenakertrans RI No.1 Tahun 2014:1).

Pekerjaan merupakan salah satu bagian dari faktor sosial yang bersifat dinamis.

Suatu lingkungan sosial tertentu akan memberi pengaruh yang sama kepada

setiap orang. Hal yang mempengaruhi kejadian pernikahan usia dini bukan dari

sudut pekerjaan responden melainkan pekerjaan orang tua (Desyianti,2015).

Menurut Yunita (2014) kehidupan seseorang sangat ditunjang oleh kemampuan

ekonomi keluarga, sebuah keluarga yang berada digaris kemiskinan akan

mengambil keputusan bahwa untuk meringgangkan beban orang tua maka anak

(47)

mengukur status sosial, ekonomi serta masalah kesehatan dan kondisi tempat

seseorang bekerja. Pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status

sosial, pendidikan dan masalah kesehatan bagi orang itu sendiri (Desyanti, 2015).

2.1.3.6 Pendapatan

Menurut Soetjiningsih (1995) Pendapatan keluarga yang memadai akan

menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat memenuhi kebutuhan

anak, baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier. Keadaan

ekonomi juga berpengaruh terhadap suatu penyakit, misalnya angka kematian

lebih tinggi dikalangan masyarakat yang status ekonominya rendah dibandingkan

dengan status ekonominya tinggi, hal ini disebabkan karena masyarakat rendah

tidak memiliki biaya untuk berobat, sehingga tidak ada suatu penanganan yang

baik dalam menghadapi suatu penyakit.

2.1.3.7 Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh adalah proses pemeliharaan anak dengan menggunakan teknik

dan metode yang menitikberatkan pada kasih sayang dan ketulusan cinta dari

kedua orang tua. Pola asuh merupakan upaya yang persisten dan konsisten dalam

menjaga dan membimbing anak dari mulai dilahirkan hingga remaja. Pola asuh

dalam keluarga merupakan cara orangtua, yaitu ayah dan ibu dalam memberikan

kasih sayang dalam mengasuh yang mempunyai pengaruh yang besar kepada anak

untuk beradaptasi dengan dirinya dan lingkungannya. Bentuk pola asuh orangtua

akan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak setelah ia menjadi dewasa.

(48)

1) Pola Asuh Otoriter

Tipe pola asuh otoriter adalah tipe pola asuh dimana orang tua yang

memaksakan kehendak anaknya. Pola asuh otoriter merupakan pola asuh yang

mencerminkan sikap orangtua yang bertindak keras dan cenderung diskriminatif.

Pola asuh otoriter ditandai dengan hubungan orang tua dengan anak tidak hangat

dan sering menghukum. Pola asuh otoriter menunjukan bahwa sikap orangtua

dalam berinteraksi dengan anaknya ditandai dengan sikap yang tidak hangat,

sehingga anak merasa kurang mendapatkan kasih sayang, sementara orangtua

lebih memaksa kehendaknya. Pola asuh otoriter ini tidak bisa menjamin atas

terciptanya generasi yang paripurna dan menjadi harapan bangsa. Hal ini

dikarenakan pola asuh otoriter, tidak memberikan pendidikan karakter dan

penanaman moral yang baik kepada anak.

2) Pola Asuh Permisif

Tipe pola asuh Permisif adalah tipe pola asuh dimana orang tua biasanya

memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk berprilaku sesuai dengan apa

yang diinginkan. Tipe ini mengakibatkan anak tumbuh menjadi seseorang yang

berprilaku agresif dan antisosial. Pola asuh ini lemah dalam mendisiplinkan

tingkah laku anak. Menurut penelitian Dewi, S, P dan Wardaniyah, D (2014:

59-60) didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara pola asuh orangtua otoriter

dengan perkembangan sosialisasi remaja dengan p value 0,032 (p value<0,005),

dan terdapat pula hubungan pola asuh demokratis dengan perkembangan

(49)

3) Pola Asuh Demokratis

Tipe pola asuh Demokratis atau pola asuh responsif dimana orang tua

bersifat fleksibel, responsif dan merawat. Orang tua memberikan tuntutan dan

pengawasan kepada anak, tetapi juga hangat, rasional dan mau berkomunikasi.

Anak diberi kebebasan, tetapi dalam peraturan yang mempunyai acuan.

Hetherington dan parke (1999) menyatakan bahwa pola asuh demokratis

mendorong perkembangan jiwa anak, mempunyai penyesuaian sosial yang baik,

kompeten, maupun kontrol. Sementara Shapiro (2001) menjelaskan orang tua

dengan pola asuh demokratis menjadi anak-nak tidak bergantung dan tidak

berprilaku kekanak-kanakan, mendorong anak untuk berprestasi, anak menjadi

percaya diri, mandiri, imajinatif mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak

orang serta responsif. (Fuad Nashori,2013:135-139)

Berdasarkan hasil penelitian Purwaningsih dan Setyaningsih (2014) bahwa

ada hubungan pola asuh orangtua dengan kejadian pernikahan dini dengan nilai p

value =0,000 ( p< 0,05)

2.1.3.8 Kepercayaan

Menurut storey (2008) dalam Oktia woro kasmini (2012) Sosial budaya

merupakan hubungan antara manusia dengan manusia, hubungan antar manusia

dengan kelompoknya dan sebaliknya, yang menekankan saling ketergantungan

antara pola-pola budaya, masyarakat sebagai suatu sistem interaksi, dan

kepribadian individual, atau merupakan perwujudan dari sumbu yang berputar

ditengah batas sosial dan budaya. Sedangkan pengertian kebudayaan keseluruhan

(50)

yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009). Salah

satu sistem budaya yang dapat berpengaruh terhadap pernikahan usia dini adalah

sistem kepercayaan. Kepercayaan berupa pendangan-pandangan atau interprestasi

tentang masa lampau, bisa berupa penjelasan-pejelasan tentang masa sekarang,

bisa berupa prediksi-prediksi atau suatu kombinasi atas hal tersebut (Rafael Raga

Marwan,2000). Kepercayaan dapat membentuk pengalaman, baik pengalaman

pribadi maupun pengalaman sosial.

Pernikahan usia dini merupakan gejala sosial masyarakat yang dipengaruhi

oleh kebudayaan yang mereka anut yaitu hasil olah pikir masyarakat setempat,

yang sifatnya dapat mengakar kuat pada kepercayaan pada masyarakat. Menurut

hadi supeno, ada tiga faktor pernikahan usia dini yaitu tradisi yang turun temurun

yang menganggap bahwa pernikahan usia dini merupakan suatu hal yang wajar.

Dalam masyrakat indonesia, bila ada anak gadisnya yang tidak segera menikah,

orang tua merasa malu karena anak gadisnya belum menikah dan takut menjadi

perawan tua. Ciri-ciri suatu kebudayan diantaranya :

1) Kebudayaan adalah produk manusia, dapat diartikan pula kebudayaan adalah

ciptaan manusuia, manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaan.

2) Kebudayaan selalu bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan

secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama-sama, dengan

demikian kebudayaan merupakan karya bersama, bukan karya perorangan.

3) Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar, artinya kebudayaan itu

(51)

proses belajar. Kebudayaan senantiasa berkembang dari waktu ke waktu

karena kemampuan belajar manusia dan kebudayaan selalu bersifat historis.

2.1.3.9 Ketersediaan Pelayanan Kesehatan

Ketersediaannya pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi seseorang

dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Karena suatu pelayanan kesehatan

dimanfaatkan karena tersedia suatu sumber daya, dikatakan sumber daya tersedia

jika terdapat dan diperoleh tanpa mempertimbangkan mudah atau sulitnya

pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan reproduksi bertujuan untuk mencegah

dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku lainnya yang

dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Perilaku seksual berisiko antara

lain seks pranikah yang dapat berakibat pada kehamilan tidak diinginkan, perilaku

seksual berganti-ganti pasangan, aborsi tidak aman dan perilaku berisiko tertular

infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV. Perilaku berisiko lain yang dapat

berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi antara lain penyalahgunaan narkotika,

psikotropika dan zat aditif (napza). Pelayanan kesehatan reproduksi

mempersiapkan remaja untuk menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan

bertanggung jawab yang meliputi persiapan fisik, psikis dan sosial untuk menikah

dan menjadi orang tua pada usia yang matang.

2.1.3.10 Peran Teman Sebaya

Peran teman sebaya yang dirasakan remaja yang diperoleh dari teman

sebaya, remaja dapat merasa lebih tenang apabila dihadapkan pada suatu masalah.

Hal tersebut dapat menimbulkan keyakinan pada diri remaja bahwa apapun yang

(52)

2.1.4 TEORI PERILAKU 2.1.4.1 Teori Lawrence Green

Teori Lawrence Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan

perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun

sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanan kesehatan atau

mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat

perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan Proceed.

Kerangka kerja Precede mempertimbangkan bebrapa faktor yang membentuk

status kesehatan dan membantu perencana terfokus pada faktor tersebut sebagai

target untuk intervensi. Precede juga menghasilkan tujuan spesifik dan kriteria

untuk evaluasi. Kerangka Proceed menyediakan langkah-langkah tambahan untuk

mengembangkan kebijakan dan memulai pelaksanaan dan proses evaluasi

(Priyoto,2014:3).

(53)

2.1 Kerangka Teori

Gambar 2.1. kerangka teori(Sumber: Modifikasi teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2003:96).

Catatan: Ketersedian pelayanan kesehatan reproduksi di kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan hampir seluruh Desa dapat menjangkau Ketersedian Pelayanan kesehatan sehingga variabel tersebut tidak di teliti.

Pernikahan Usia Dini Faktor Predisposisi:

1. Pengetahuan responden tentang pernikahan usia dini

2. Tingkat Pendidikan responden 3. Sikap responden terhadap pernikahan

usia dini

4. Pekerjaan responden

5. Pendapatan keluarga responden 6. Kepercayaan terhadap pernikahan usia

dini

Faktor Reinforching: 8. Pola Asuh orangtua

9. Tingkat pendidikan orang tua 10. Peran Teman Sebaya 11. Pekerjaan orang tua Faktor Enabling:

7. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan reproduksi remaja (Puskesmas, PIK-KRR,dll)

Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974

Peraturan BBKN

Pernikahan Usia Dini pada Perempuan

1. Angka Kematian Ibu 2. Angka kematian bayi 3. Berat bayi lahir rendah 4. Bayi lahir premature

(54)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas

1. Tingkat pengetahuan responden

2. Tingkat pendidikan responden

3. Tingkat pendidikan orangtua

responden

4. Status Pekerjaan Responden

5. Sikap responden

6. Status Pekerjaan orang tua

7. Pendapatan orangtua

8. Pola asuh orang tua 9. Kepercayaan

10. Peran Teman Sebaya

Variabel Terikat

(55)

3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, tingkat

pendidikan responden, tingkat pendidikan orangtua, sikap responden, status

pekerjaan orang tua, status pekerjaan responden, pendapatan orang tua, pola asuh

orang tua, kepercayaan dan peran teman sebaya.

3.2.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pernikahan usia dini.

3.3Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1) Ada hubungan tingkat pengetahuan responden dengan pernikahan usia

dini.

2) Ada hubungan tingakat pendidikan responden dengan pernikahan usia dini

3) Ada hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan pernikahan usia dini.

4) Ada hubungan status pekerjaan responden dengan pernikahan usia dini

5) Ada hubungan status pekerjaan orangtua dengan pernikahan usia dini.

6) Ada hubungan sikap responden dengan pernikahan usia dini.

7) Ada hubungan pendapatan orangtua dengan pernikahan usia dini.

8) Ada hubungan pola asuh orang tua dengan pernikahan usia dini.

9) Ada hubungan kepercayaan dengan pernikahan usia dini.

(56)

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel

No Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Kategori Skala

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

2. Sedang, jika 60%-80% jawaban benar

3.Baik, jika > 80% jawaban benar

(Sumber : Yayuk Farida Baliwati,2004:117)

Kuesioner 1. Pendidikan dasar (SD/Sederajat SMP/ Sederajat)

2. Pendidikan Menengah (SMA/Sederajat)

3. Pendidikan tinggi (D3-S3). (UU.No 20 tahun 2003)

Ordinal

Kuesioner 1. Pendidikan dasar (SD/ SMP/ Sederajat)

4 Sikap responden terhadap

Kuesioner Dengan kategori:

1. Tidak mendukung jika total skor < median. 2. Mendukung jika total skor

> median Median : 32,5

(57)

No Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Kategori Skala

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

- Menggunakan mean jika data terditribusi normal - Menggunakan median jika

data tidak terditribusi normal

5 Status Pekerjaan Orang tua

6 Status Pekerjaan Responden

( Grobogan dalam angka tahun 2015)

Kuesioner Jawaban: Ya :2 Tidak: 1

Dengan kategori:

(58)

No Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Kategori Skala

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

pernikahan usia dini.

2. Demokratis jika jawaban responden terbanyak adalah “Ya” pada pertanyaan demokratis dibanding otoriter dan permisif

3. Permisif jika jawaban responden terbanyak adalah “Ya” pada pertanyaan permisif dibanding demokratis dan otoriter

9 Kepercayaan Keyakinan

seseorang terhadap 2.Tidak percaya jika total

skor < mean

Kuesioner Pengukuran dengan 6 pertanyaan dengan pilihan

1 Pernikahan usia dini

Pernikahan yang di lakukan oleh

Kuesioner Kategori :

1) Menikah usia dini 2) Tidak menikah usia

dini

Gambar

Gambar 2.7 Skema Precede-Proceed dari Perencanaan dan Evaluasi Model
Gambar 2.1. kerangka teori (Sumber: Modifikasi teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2003:96)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemui bahwa pelaku pernikahan usia dini di sebabkan dari ekonomi rendah dan yang menyebabkan seseorang menikah di usia dini

Dalam penelitian ini tidak terlihat hubungan signifikan antara pendidikan orang tua dengan pernikahan usia dini, kemungkinan dapat disebabkan oleh karena pendidikan

Sedikitnya keterpaparan informasi mengenai kesehatan reproduksi dan dampak pernikahan usia muda mendorong terjadinya pernikahan dini, karena remaja tidak memiliki

Simpulan : Berdasarkan penelitian ini wanita yang memiliki riwayat menikah usia dini memiliki risiko 8,4 kali lebih tinggi terkena kanker serviks dibandingkan yang

Terkait pernikahan usia dini, walaupun Undang-Undang Perkawinan telah menyebutkan batas usia untuk menikah, yakni 19 tahun baik itu laki-laki maupun perempuan.

Latar Belakang: Pernikahan usia dini adalah menikah dalam usia dini, dan ini juga tidak terlepas pengetahuan yang kurang akibat dari pendidikan yang rendah, seluruh wanita yang

Dampak yang terjadi pada pasangan yang menikah pada usia dini yaitu pada saat pasangan pernikahan dini mempunyai anak, remaja kurang pengetahuan dalam mengasuh

Tabel 4 menunjukkan bahwa lebih dari 75 persen anak perempuan yang ingin menikah dini, usia pernikahan pertama ibunya lebih dari 21 Tahun ini menggambarkan bahwa