1 A. Latar Belakang Masalah
Bisnis media di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini karena semakin banyak peluang usaha yang diciptakan. Selain itu orang Indonesia semakin sadar bahwa media merupakan faktor yang sangat penting apabila seseorang ingin usaha yang dimilikinya maju. Melalui media, sebuah perusahaan dapat mempromosikan produknya secara lebih luas dan efektif. Dengan ini konsumen dapat mengetahui dengan lebih mudah dan detail mengenai produk yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut.
Dalam menghadapi era perdagangan bebas dan persaingan usaha, dewasa ini berbagai macam metode penjualan dilakukan untuk mencapai target penjualan dan kemampuan untuk meraih pangsa pasar dalam mencari keuntungan, para pelaku usaha akan berusaha memproduksi barang dengan harga yang dapat terjangkau oleh masyarakat. Untuk menarik daya beli konsumen berbagai cara yang menarik dilakukan oleh pelaku usaha mulai dari kegiatan promosi, periklanan yang amat merayu konsumen pun bermunculan. Hal-hal tersebut yang menyebabkan pelaku usaha menggunakan metode-metode yang lebih beragam dalam menjual produknya di tengah masyarakat untuk mengantisipasi persaingan yang semakin kompetitif.
Pelaku usaha harus melakukan promosi kepada konsumen mengenai
produk yang dihasilkan agar konsumen tertarik untuk membeli dan menggunakan produk tersebut. Promosi merupakan salah satu hal penting dalam konsep pemasaran yaitu 4P yang pertama kali diperkenalkan oleh E. Jerome McCathy antara lain: Product (produk), Place (tempat), Price (harga), dan Promotion (promosi).
Berbagai cara dilakukan oleh pelaku usaha dalam mempromosikan barang atau jasa yang dihasilkan agar dikenal dan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) diatur hal- hal penting mengenai promosi dan arti promosi itu sendiri, yaitu tercantum dalam Pasal 1 butir 6:
“Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan / atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan”.
Seorang pelaku usaha yang baik adalah yang beritikad baik. Itikad baik tersebut dapat dilihat dari upaya-upaya memberikan informasi yang sebenarnya (jujur) dan sejelas-jelasnya tentang kondisi dan jaminan dari produknya, baik mengenai soal penggunaannya, perbaikannya maupun pemeliharaannya.Itikad baik, adalah prinsip dimana pihak yang kuat posisinya tidak menggunakan posisi tersebut untuk menetapkan isi kontrak guna kepentingan dirinya sendiri.
Periklanan merupakan salah satu media informasi yang terpenting dalam
rangka promosi atau pemasaran suatu produk. Iklan erat hubungannya dengan
dunia usaha dimana dengan iklan menjadi jalan bagi para pelaku usaha untuk
memperkenalkan produknya kepada konsumen. Tanpa adanya iklan, para pelaku usaha tidak akan dapat menjual produknya, sedangkan di sisi lain para konsumen tidak akan memiliki informasi yang memadai mengenai produk-produk yang tersedia di pasar. Jika hal tersebut terjadi, maka dunia industri dan perekonomian modern pasti akan lumpuh.
Media periklanan dapat dibedakan dalam tiga jenis, yakni:
1. Media Lisan
2. Media Cetak, seperti surat kabar, majalah, brosur, pamphlet atau selebaran 3. Media Elektronik, seperti televisi, radio, komputer atau internet.
Seperti dalam hal jual beli, pemasangan iklan juga membutuhkan adanya perjanjian. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyebutkan:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”
Pengerian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata dikatakan kurang sempurna, artinya apabila setiap kontrak dikatakan sebagai suatu perbuatan, maka segala perbuatan, baik yang bersifat hukum atau tidak, dapat dimasukkan ke dalam pengertian perjanjian, karenanya “perbuatan” perlu ditambah dengan
“perbuatan hukum”. 1
Sehubungan dengan pengertian perjanjian yang diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata, Satrio Berpendapat bahwa:
1
Sri Soedewi Maschjoen Sofwan, 1980, Hukum Perutangan Bagi A Dan B, Liberty,
Yogyakarta.Hlm 1
“perumusan pasal 1313 merupakan perumusan umum, perumusan tentang perjanjian pada umumnya. Jadi perumusan disini terlalu sempit. Agar supaya meliputi pula perjanjian-perjanjian timbal balik, maka sebaiknya ditambahkan atau dimana kedua belah pihak saling mengingatkan diri” 2
Adapun ketidak sempurnaan penjabaran dari pasal 1313 KUHPerdata, maka disempurnakan oleh doktrin yang berkembang. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 3 Dari peristiwa tersebut terjadi hubungan hukum antara dua orang tersebut, dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara para pihak untuk menimbulkan hak dan kebawajiban kepada mereka yang membuatnya.
Salah satu perjanjian timbal balik adalah perjanjian pemasangan iklan.
Dalam perjanjian timbal balik, biasanya dimulai dengan negosiasi antar para pihak dengan tujuan mencapai kesepakatan untuk dituangkan dalam bentuk perjanjian. Dalam hal ini, perjanjian pemasangan iklan yang dibuat oleh media cetak hanya memberikan pilihan kepada pengusaha yang akan memasang iklan untuk menolak atau menerima klausul-klausul yang telah ditentukan oleh pihak media cetak.
Menurut Sjahdeni bahwa secara tradisional, suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak diantara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu dengan cara negosiasi
2
J.Satrio, 1993, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.23
3
R. Subekti, 2002, hukum perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 1
antar mereka. Dewasa ini, kecenderungan makin memperlihatkan bahwa banyak perjanjian dalam transaksi bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang diantara para pihak, tetapi perjanjian ini terjadi dengan cara salah satu pihak telah menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak dan kemudian diberikan kepada pihak lainnya untuk disetujui dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainnya untuk melakukan negosiasi atas syarat-syarat yang diberikan. 4
Hal yang sama juga dikemukakan oleh subekti, bahwa: 5
“Asas kebebasan berkontrak berpangkal pada adanya kedudukan kedua belah pihak yang sama kuatnya, tetapi pada kenyataannya, sering kali tidak demikian”.
Dalam berbagai model kontrak standar, pada umumnya didalamnya hampir selalu mencantumkan klausul yang salah satu pihak ingin membebaskan diri dari pertanggungjawaban yang sekiranya merugikan baginya.
Dalam perjanjian iklan, tentu terdapat hak dan kewajiban yang harus di taati bersama antara pengguna jasa iklan dengan pihak media. Hal ini dimaksudkan agar semuanya dapat berlangsung dan berhasil optimal. Dalam perkembangannya dilaksanakan suatu bentuk kontrak yang isinya telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir yaitu kontrak baku. 6 Kontrak baku inilah yang saat ini banya digunakan di dalam praktek bisnis terutama bisnis periklanan.
4
Sutan Remy Sjahdeni, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Institut Bangkir Indonesia, Jakarta, hal. 65-66.
5
R. Subekti, 1988, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Citra Aditya Bakti, bandung, hal.8
6
Sri Gambir Melati hatta,2000, Beli SEwa Sebagai Perjanjian Tak Bernama : Pandangan
Masyarakat dan sikap Mahkamah Agung Indonesia, Alumni. Bandung
Kontak baku adalah suatu kontrak tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tertentu. Bahkan sering kali kontrak tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisi data-data informative tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya, dimana pihak laim dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasikan atau mengubah klausula-klausulayang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. 7
Syarat-syarat sahnya suatu kontrak baku harus ditinjau dari beberapa unsur, yaitu: 8 Syarat kausa yang halal terutama misalnya jika terdapat unsur penyalahgunaan keadaan (misrepresentation); Syarat kausa yang halal terutama jika terdapat unsur pengaruh yang tidak pantas (undue influence); Syarat kesepakatan terutama jika ada keterpaksaan atau ketidakjelasan bagi salah satu pihak.
Kontrak baku memiliki kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari ontrak baku yaitu bahwa kontrak baku lebh efisien; membuat praktek bisnis menjadi lebih mudah dan sederhana, hal ini sangat menguntungkan terutama bagi kontrak- kontrak yng dibuat secara masal atau dalm jumlah banyak.
Kekurangan dari kontrak baku yaitu bahwa kesempatan bagi pihak lain
7
Munir Fuady, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku Kedua, PT. Citra Aditya Bakti, hal. 76
8