• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KESELAMATAN KERJA NELAYAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDRA (PPS) KUTARAJA, BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KESELAMATAN KERJA NELAYAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDRA (PPS) KUTARAJA, BANDA ACEH"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KESELAMATAN KERJA NELAYAN PURSE SEINE DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDRA (PPS) KUTARAJA,

BANDA ACEH

STUDY OF THE SAFETY OF PURSE SEINE FISHERMAN IN KUTARAJA FISHING PORT, BANDA ACEH

Riki Rinaldi*, Chaliluddin, Rianjuanda

Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

*Email korespendensi : riki.rnld@gmail.com ABSTRACT

In an effort to protect and guarantee the safety, security and comfort of fishing boat crew work, the operational safety factors of fishing vessels in the sea are very important to prioritize, especially the availability of ship safety equipment and conditions are good, so that if a ship accident occurs the safety equipment is ready to used. This study aims to determine the application of regulations related to work safety equipment and their availability on purse seine vessels in Kutaraja Fishing Port of Banda Aceh, and to know fishermen's perceptions of the importance of work safety equipment. This study uses direct survey methods and interviews with reference to existing national regulations, then the data are analyzed descriptively and linear regression analysis through the SPSS program. The results showed that from all samples of 11 GT-> 61 GT (n = 21) vessels, the presence or application of safety equipment on purse seine vessels was 63%, in ships 11 GT-20 GT was 45% (n

= 3) , for the 21 GT - 30 GT vessels the use of safety equipment is 60% (n = 6), the 30 GT - 50 GT vessels using safety equipment are 65% (n = 7), on ships 51 GT - 60 GT the use of safety equipment is 57% (n = 3) and on ships greater than 61 GT uses of safety equipment is 86% (n = 2), meaning that the average application is 62.6%.

Fishermen already understand the importance of work safety equipment, but the availability and number of work safety equipment on board is inadequate. Work safety (independent) tools have an influence on the perception of fishermen (dependent) only by 1.83%, the rest 98.17% is influenced by other factors outside the availability of work safety equipment. The existence of available safety equipment in the purse seine ship consists of GPS devices, SSB radios, compasses, life jackets, life bouy, glasses, gloves, work shoes, winches, capstan, tools, first aid kits and light fire extinguishers (APAR).

Keywords: Work safety, fishermen, Kutaraja fishing port, purse seine, perception, regulation

ABSTRAK

Dalam upaya melindungi dan menjamin keselamatan, keamanan dan kenyamanan kerja awak kapal perikanan, maka faktor keselamatan operasional kapal perikanan di laut sangatlah penting untuk diprioritaskan, terutama ketersediaan alat keselamatan kapal harus tersedia dan kondisinya baik, sehingga bila terjadi

(2)

bertujuan untuk mengetahui penerapan regulasi terkait alat keselamatan kerja dan ketersediannya pada kapal purse seine di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaraja, Banda Aceh serta mengetahui persepsi nelayan terhadap arti penting alat keselamatan kerja. Penelitian ini menggunakan metode survey langsung dan wawancara dengan mengacu pada regulasi-regulasi nasional yang ada, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif dan analisis regresi linear melalui program SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh sampel kapal 11 GT- >61 GT (n = 21) keberadaan atau penerapan alat-alat keselamatan pada kapal purse seine adalah sebesar 63%, pada kapal 11 GT – 20 GT adalah sebesar 45% (n = 3), pada kapal 21 GT – 30 GT penggunaan alat keselamatan adalah sebesar 60% (n = 6), kapal 30 GT – 50 GT pengunaan alat keselamatan adalah sebesar 65% (n = 7), pada kapal 51 GT – 60 GT penggunaan alat keselamatan adalah 57% (n = 3) dan pada kapal ukuran lebih besar dari 61 GT penggunaan alat keselamatan adalah 86% (n = 2), artinya rata-rata penerapannya adalah 62.6%. Nelayan sudah memahami arti penting peralatan keselamatan kerja hanya saja ketersediaan dan jumlah alat keselamatan kerja di atas kapal yang belum memadai. Alat keselamatan (independen) kerja mempunyai pengaruh terhadap persepsi nelayan (dependen) hanya sebesar 1,83%, selebihnya sebesar 98,17% dipengaruhi oleh faktor lain di luar kesediaan alat keselamatan kerja.

Keberadaan Alat-alat keselamatan yang tersedia dikapal purse seine terdiri dari alat GPS, radio SSB, kompas, life jacket, life bouy, kacamata, sarung tangan, sepatu kerja, derek, capstan, perkakas, P3K dan alat Pemadam api ringan (APAR).

Kata Kunci: Keselamatan kerja, nelayan, PPS Kutaraja, purse seine, persepsi, regulasi.

PENDAHULUAN

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu kegiatan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan cara peningkatan serta pemeliharaan kesehatan tenaga kerja baik jasmani, rohani dan sosial. Keselamatan dan kesehatan kerja secara khusus bertujuan untuk mencegah atau mengurangi kecelakaan dan akibatnya, dan untuk mengamankan kapal, peralatan kerja, dan produk hasil tangkapan (Jasman, 2015). Kapal ikan, alat penangkap ikan, dan nelayan adalah tiga faktor yang mendukung keberhasilan dalam suatu operasi penangkapan ikan.

Aktivitas nelayan di laut memiliki resiko yang tinggi karena kapal penangkap ikan beroperasi mulai dari perairan yang tenang hingga perairan dengan gelombang yang sangat besar. Faktor keselamatan kapal maupun nelayan merupakan hal yang perlu diperhatikan demi kesuksesan suatu operasi penangkapan ikan (Putra et al., 2017).

Penyebab kecelakaan fatal awak kapal adalah rendahnya kesadaran awak kapal tentang keselamatan kerja pada pelayaran dan kegiatan penangkapan, rendahnya pe- nguasaan kompetensi keselamatan pelayaran dan penangkapan ikan, kapal tidak dilengkapi peralatan keselamatan sebagaimana seharusnya, cuaca buruk seperti gelombang besar dan menderita sakit keras dalam pelayaran (Suwardjo et al., 2010).

Keselamatan kapal penangkap ikan merupakan interaksi faktor-faktor yang kompleks, yakni human factor (nakhoda dan Anak Buah Kapal), machines (kapal dan peralatan keselamatan) dan enviromental (cuaca dan skim pengelolaan sumberdaya perikanan). Permasalahan keselamatan atau kecelakaan akan timbul apabila minimum satu elemen dari human factor, machines atau enviromental factor tersebut tidak berfungsi (Lincoln et al., 2002).

(3)

Alat tangkap purse seine merupakan salah satu alat tangkap yang dominan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaraja, Banda Aceh. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa jumlah kapal purse seine berjumlah 261 unit dengan ukuran 5 GT sampai ukuran > 61 GT (Syahbandar, 2017). Dengan cakupan daerah penangkap ikan (DPI) yang luas maka perlunya kajian mengenai alat keselamatan kerja di kapal purse seine khususnya kesediaan perlengkapan keselamatan kerja di kapal purse seine guna memperkecil resiko korban pada saat kapal purse seine melakukan operasi penangkapan.Tujuan dari penelitian kajian keselamatan kerja nelayan purse seine di PPS Kutaraja, Aceh adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan regulasi-regulasi tentang alat keselamatan kerja nelayan pada kapal penangkapan ikan melalui keberadaan alat-alat keselamatan tersebut dan persepsi nelayan terhadap arti penting alat keselamatan kerja di atas kapal

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2018 bertempat di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaraja, Banda Aceh (Gambar 1)

Gambar 1 Lokasi penelitian

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei.

Metode survei digunakan sebagai teknik penelitian yang melalui pengamatan langsung terhadap suatu gejala atau pengumpulan informasi melalui pedoman wawancara, dan kuisioner. Metode survei deskriptif adalah suatu metode penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data (Sutiyono, 2013). Jumlah sampel yang di ambil sebanyak 10%

dari populasi kapal purse seine yang tersedia di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaraja, Banda Aceh. Berdasarkan data tahun 2017 jumlah kapal purse seine di pelabuhan.

(4)

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder yang diperoleh melalui kuesioner. Menurut Jasman, 2015 menyatakan bahwa dalam penulisan kuesioner kualitatif dapat dibuat skor berdasarkan peringkat sebagai berikut:

SS : Sangat Setuju (skor 4) S : Setuju (skor 3)

TS : Tidak Setuju (skor 2)

STS : Sangat Tidak Setuju (skor 1)

Data primer yang dikumpulkan berupa alat keselamatan kerja nelayan yang terdiri dari peralatan navigasi; peta, kompas, GPS, dan radio SSB; keselamatan perorangan: life jacket, life bouy; peralatan kesehatan; obat-obatan (P3K);

perlengkapan kerja: kacamata kerja, sarung tangan, sepatu kerja; peralatan kerja:

derek, capstan, perkakas dan alat pemadam api ringan (APAR). Penelitian ini mengacu pada regulasi-regulasi yang terkait alat-alat keselamatan pada kapal perikanan, berikut regulasi yang menjadi landasannya:

a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran;

c. Peraturan Pemerintah 51 Tentang Perkapalan;

d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per.08/Men/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri; dan

e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. 46 tahun 1996 tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan.

Metode Analisis Data

Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis regresi linear.

Metode analisis deskriptif yaitu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear yang diolah melalui program SPSS Statistics 23.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil penelitian terkait penerapan dan keberadaan alat keselamatan pada 21 kapal (11 GT - >61 GT) yang terdiri: (1) Peralatan navigasi (GPS, radio SSB, kompas, peta); (2) Keselamatan perorangan (life jacket, life bouy; (3) Perlengkapan kerja: (kacamata, sarung tangan, sepatu kerja); (4) Peralatan kerja (derek, capstan, perkakas); (5) Peralatan kesehatan obat-obatan (P3K); (6) Alat pemadam api ringan (APAR) diperoleh hasil sebagai berikut (Gambar 2):

(5)

Gambar 2 Keberadaan alat keselamatan pada kapal perikanan (n = 21)

Keberadaan alat GPS, radio SSB, dan kompas adalah 100% artinya semua kapal memiliki alat-alat navigasi tersebut. Keberadaan alat keselamatan life jacket adalah 67% artinya 14 kapal yang menggunakan sedangkan yang tidak menggunakan alat life jacket adalah 33% atau 7 kapal. Keberadaan alat keselamatan life bouy adalah 24% berjumlah 5 kapal dan yang tidak menggunakan adalah 76% atau 16 unit.

Perlengkapan kerja kacamata adalah 29% atau hanya 6 yang menggunakan selebihnya (71%) sedangkan 15 kapal yang tidak menggunakan. keberadaan penggunaan sarung tangan adalah 76% atau 16 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 24% atau 5 kapal, dan penggunaan alat sepatu kerja pada armada kapal perikanan adalah 24% atau 5 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 76% atau 16 kapal yang tidak menggunakan. Peralatan kerja seperti alat derek adalah 86% atau 18 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 14% atau 3 kapal, sedangkan alat capstan adalah 100% atau 21 kapal yang menggunakan dan yang menggunakan alat perkakas sebesar adalah 100%

atau 21 unit kapal. Penggunaan alat P3K pada kapal perikanan sebesar adalah 62%

atau 13 unit kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan sebesar adalah 38% atau 8 kapal. Terkait alat pemadam api di kapal perikanan adalah 24% atau 5 unit kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 76% atau 16 unit kapal. Keberadaan keseluruhan alat keselamatan pada kapal ukuran 11 GT- > 61 GT adalah 63%.

Keberadaan Alat Keselamatan Berdasarkan GT Kapal

Alat keselamatan kapal yang digunakan pada kapal purse seine terdiri dari peralatan GPS, radio SSB, peta, kompas, life jacket, life bouy, kacamata, sarung tangan, sepatu, derek, capstan, perkakas, P3K, dan APAR. Keberadaan alat keselamatan kerja tersaji pada gambar berikut:

0%

50%

100%

GPS Radio SSB

Kompas Live Live Bouy

Kacamata Sarung

Sepatu…

Derek Capstan

Perkakas P3K

APAR

Keberadaan Alat Keselamatan pada Armada Kapal Perikanan

(6)

0%

20%

40%

60%

80%

100%

GPS Radio SSB

Kompas Live Jacket

Live Bouy Kacamata

Sarung Tangan Sepatu Kerja

Derek Capstan

Perkakas P3K

APAR

Kapal 31GT- 50GT

Gambar 3. Keberadaan alat keselamatan pada kapal 11 GT – 20 GT (n = 3)

Berdasarkan Gambar 3 menyatakan bahwa keberadaan alat GPS, radio SSB, dan kompas adalah 100% artinya semua kapal memiliki alat-alat navigasi tersebut.

Keberadaan alat keselamatan life bouy adalah 33% atau 1 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 67% atau 2 kapal. Keberadaan penggunaan sarung tangan adalah 100% atau 3 kapal yang menggunakan, sedangkan alat capstan adalah 100% atau 3 kapal yang menggunakan dan yang menggunakan alat perkakas sebesar adalah 100% atau 3 kapal. Keberadaan keseluruhan alat keselamatan pada kapal ukuran 11 GT- 20 GT adalah 45%.

Gambar 4. Keberadaan alat keselamatan pada kapal 21 GT – 30 GT (n = 6) 0%

20%

40%

60%

80%

100%

GPS Radio SSB Kompas Live Bouy Sarung

Tangan Capstan Perkakas

Kapal 11 GT - 20GT

0%

20%

40%

60%

80%

100%

GPS Radio SSB

Kompas Live Jacket

Live Bouy Kacamata

Sarung Tangan Sepatu Kerja

Derek Capstan

Perkakas P3K

Gambar 5. Keberadaan alat keselamatan pada kapal 31 GT – 50 GT (n = 7)

(7)

Berdasarkan Gambar 4 menyatakan bahwa keberadaan alat GPS, radio SSB, dan kompas adalah 100% artinya semua kapal memiliki alat-alat navigasi. Keberadaan alat keselamatan life jacket adalah 50% artinya 3 kapal yang menggunakannya dan yang tidak menggunakan adalah sebesar 50% atau 3 kapal. Keberadaan alat keselamatan life bouy adalah 17% atau 1 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah adalah 83% atau 5 kapal. Perlengkapan kerja kacamata adalah 17% atau 1 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakannya 83% atau 5 kapal. Keberadaan penggunaan sarung tangan adalah 67% atau 4 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 33%, sedangkan penggunaan alat sepatu kerja adalah 17% atau 1 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 83% atau 5 kapal. Peralatan kerja seperti alat derek adalah 100

% atau 6 kapal yang menggunakan, sedangkan alat capstan adalah 100% atau 6 kapal yang menggunakan dan yang menggunakan alat perkakas sebesar adalah 100% atau 6 kapal. Penggunaan alat P3K pada kapal perikanan sebesar adalah 67% atau 4 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan sebesar adalah 33% atau 2 kapal.

Keberadaan keseluruhan alat keselamatan pada kapal ukuran 21 GT- 30 GT adalah 60%.

Berdasarkan Gambar 5 menyatakan bahwa keberadaan alat GPS, radio SSB, dan kompas adalah 100% artinya semua kapal memiliki alat-alat navigasi. Keberadaan alat keselamatan life jacket adalah 86% artinya 6 kapal yang menggunakannya dan yang tidak menggunakan adalah sebesar 14% atau 1 kapal. Keberadaan alat keselamatan life bouy adalah 29% atau 2 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah adalah 71% atau 5 kapal. Perlengkapan kerja kacamata adalah 29% atau 2 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakannya 71% atau 5 kapal. Keberadaan penggunaan sarung tangan adalah 57% atau 4 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 43% atau 3 kapal, sedangkan penggunaan alat sepatu kerja adalah 29% atau 2 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 71% atau 5 kapal. Peralatan kerja alat derek adalah 100 % atau 7 kapal yang menggunakan, sedangkan alat capstan adalah 100% atau 7 kapal yang menggunakan dan yang menggunakan alat perkakas sebesar adalah 100% atau 7 kapal. Penggunaan alat P3K pada kapal perikanan sebesar adalah 57% atau 4 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan sebesar adalah 43% atau 3 kapal.

Terkait alat pemadam api di kapal perikanan adalah 29% atau 2 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 71% atau 5 kapal. Keberadaan keseluruhan alat keselamatan pada kapal ukuran 31 GT- 50 GT adalah 65%.

(8)

Gambar 6. Keberadaan alat keselamatan pada kapal 51GT – 60 GT (n = 3)

Berdasarkan Gambar 6 menyatakan bahwa keberadaan alat GPS, radio SSB, dan kompas adalah 100% artinya semua kapal memiliki alat-alat navigasi. Keberadaan alat keselamatan life jacket adalah 100% artinya 3 kapal yang menggunakannya dan alat keselamatan life bouy adalah 33% atau 1 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah adalah 67% atau 2 kapal. Keberadaan penggunaan sarung tangan adalah 100% atau 3 kapal yang menggunakan dan penggunaan alat sepatu kerja adalah 33% atau 1 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 67% atau 2 kapal. Peralatan kerja seperti alat derek adalah 100 % atau 3 kapal yang menggunakan, sedangkan alat capstan adalah 100% atau 3 kapal yang menggunakan dan yang menggunakan alat perkakas sebesar adalah 100% atau 3 kapal. Terkait alat pemadam api di kapal perikanan adalah 33% atau 1 kapal yang menggunakan dan yang tidak menggunakan adalah 67% atau 2 kapal. Keberadaan keseluruhan alat keselamatan pada kapal ukuran 51 GT- 60 GT adalah 57%.

Berdasarkan gambar diatas menyatakan bahwa keberadaan alat GPS, radio SSB, dan kompas adalah 100% artinya semua kapal memiliki alat-alat navigasi.

Keberadaan alat keselamatan life jacket adalah 100% artinya 2 kapal yang menggunakannya. Perlengkapan kerja kacamata adalah 100% atau 2 kapal yang menggunakan. Keberadaan penggunaan sarung tangan adalah 100% atau 2 kapal

0%

20%

40%

60%

80%

100%

GPS Radio SSB

Kompas Live Jacket

Kacamata Sarung Tangan

Sepatu Kerja Derek

Capstan Perkakas

P3K APAR

Kapal >61GT

0%

20%

40%

60%

80%

100%

GPS Radio SSB

Kompas Live Jacket

Live Bouy Sarung Tangan

Sepatu Kerja Derek

Capstan Perkakas

APAR

Kapal 51GT-60GT

Gambar 7. Keberadaan alat keselamatan pada kapal > 61 GT (n = 2)

(9)

yang menggunakan dan penggunaan alat sepatu kerja adalah 100% atau 2 kapal yang menggunakan. Peralatan kerja seperti alat derek adalah 100 % atau 2 kapal yang menggunakan, sedangkan alat capstan adalah 100% atau 2 kapal yang menggunakan dan yang menggunakan alat perkakas sebesar adalah 100% atau 2 kapal. Penggunaan alat P3K pada kapal perikanan adalah 100% atau 2 kapal yang menggunakan. Terkait alat pemadam api di kapal perikanan adalah 100% atau 2 kapal yang menggunakan.

Keberadaan keseluruhan alat keselamatan pada kapal ukuran > 61 GT adalah 86%.

Persepsi Nelayan Terhadap Arti Penting Alat Keselamatan Kerja

Hasil wawancara dengan para nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaraja, Aceh tentang arti penting peralatan keselamatan kerja tersaji pada table berikut ini:

Tabel 1. Hasil pengisian kuesioner (n = 21)

Pertanyaan SS S TS STS

1 9.5% 81.0% 9.5% 0.0%

2 19.0% 71.4% 9.5% 0.0%

3 28.6% 71.4% 0.0% 0.0%

4 0.0% 47.6% 52.4% 0.0%

5 0.0% 38.1% 52.4% 9.5%

6 14.3% 66.7% 19.0% 0.0%

7 4.8% 42.9% 42.9% 9.5%

8 23.8% 76.2% 0.0% 0.0%

9 33.3% 66.7% 0.0% 0.0%

10 9.5% 90.5% 0.0% 0.0%

11 28.6% 71.4% 0.0% 0.0%

Keterangan :

SS : Sangat Setuju (skor 4) S : Setuju (skor 3)

TS : Tidak Setuju (skor 2)

STS : Sangat Tidak Setuju (skor 1)

Berdasarkan hasil pada tabel diatas berisi sebelas pertanyaan mengenai hasil pengisian kuesioner yang diajukan pada nelaya tentang arti penting peralatan keselamatan kerjadapat disimpulkan:

1. Nelayan mengerti tentang arti penting alat keselamatan kerja di kapal dan sangat dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan (sangat setuju = 9,5 %, setuju = 81 % dan tidak setuju 9.5 %).

2. Perlengkapan keselamatan kapal yang nelayan siapkan hanya sekedar untuk memenuhi persyaratan berlayar ( sangat setuju 19,0 %, setuju 71,4% dan tidak setuju 9,5 %).

3. Nakhoda bertanggungjawab atas apa saja yang terjadi di atas kapal pada saat operasi penangkapan ikan (sangat setuju 28,6 % dan setuju 71,4 %).

(10)

4. Dalam setiap operasi penangkapan anda menggunakan alat keselamatan seperti sepatu karet, sarung tangan dan jeket keselamatan (life jacket) (setuju = 47,6%

dan tidak setuju 52,4%).

5. Peralatan pemadam kebakaran, life jacket, GPS, radio SSB, kompas, sepatu bot dan sarung tangan selalu tersedia dalam kondisi baik di kapal saudara (setuju = 38,1%, tidak setuju = 52,4% dan sangat tidak setuju = 9.5%).

6. Bila hendak melakukan operasi penangkapan (pelayaran) anda selalu mengecek kesiapan (penggunaan) alat keselamatan kerja di kapal (sangat setuju = 14,3%, setuju = 66,7% dan tidak setuju 19,0%).

7. Nelayan mengerti tentang prosedur keselamatan kerja di atas kapal (sangat setuju = 4,8%, setuju = 42,9%, tidak setuju = 42,9% dan sangat tidak setuju = 9,5%).

8. Setiap orang yang ada di atas kapal yang mengetahui di kapalnya terjadi kecelakaan, dalam batas-batas kemampuannya wajib memberikan pertolongan dan melaporkan kecelakaan tersebut kepada pejabat yang berwenang terdekat atau pihak lain (sangat setuju = 23,8% dan setuju 76,2%).

9. Nakhoda atau pemimpin kapal yang mengetahui adanya bahaya bagi keselamatan berlayar wajib mengambil tindakan pencegahan dan menyebarluaskan berita mengenai hal itu kepada pihak lain (setuju = 33,3% dan setuju = 66,7%).

10. Nakhoda atau pemimpin kapal yang sedang berlayar wajib memberikan pertolongan dalam batas kemampuannya kepada setiap orang atau kapal yang ditemukan berada dalam bahaya di perairan dan orang-orang yang berada di menara suar (sangat setuju = 9,5% dan setuju = 90,5%).

11. Nakhoda atau pemimpin kapal yang terlibat dalam tubrukan dengan kapal lain wajib memberikan pertolongan kepada penumpang, awak kapal, dan kapal yang terlibat dalam tubrukan tersebut ( sangat setuju = 28,6% dan setuju = 71,4%).

Hasil pengisian kuesioner nelayan setuju terkait alat keselamatan nelayan didapatkan nilai tertinggi 152 point dan nilai terendah nelayan sangat tidak setuju dengan nilai 4 point. Berikut presentase hasil pengisian kuesioner pada tabel berikut:

Tabel 2. Perbandingan presentase responden terhadap arti penting alat keselamata kerja

No Kategori Persentase (%)

1 Sangat setuju 16

2 Setuju 66

3 Tidak setuju 17

4 Sangat tidak setuju 2

Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil bahwa dari 21 orang responden terhadap 11 pertanyaan yang telah diajukan melalui kuisioner diperoleh bahwa persepsi nelayan yang menyatakan sangat setuju (SS) mengenai tentang arti penting peralatan keselamatan kerja adalah 16% yang menyatakan setuju (S) memperoleh 152 point dengan persentase (66 %), yang menyatakan tidak setuju (TS) adalah 17%, yang menyatakan sangat tidak setuju (STS) adalah 2%. Nilai persentase terbesar adalah persepsi nelayan yang menyatakan setuju (S) dengan nilai persentase sebesar 66 % terhadap kriteria arti penting keselamatan kerja, hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya nelayan sudah memahami arti penting

(11)

peralatan keselamatan kerja hanya saja ketersediaan alat keselamatan kerja di atas kapal yang belum memadai dan juga masih kurangnya pemahaman nelayan terhadap penggunaan alat keselamatan kerja diatas kapal.

Berdasarkan tabel diatas alat navigasi yang terdiri dari radio SSB, kompas dan GPS sudah memeuhi pada semua kapal purse seine. Radio SSB digunakan sebagai alat komunikasi antar kapal pada saat operasi penangkapan di laut dan memberikan informasih antar kapal pada saat terjadi musibah di atas kapal (cuaca buruk, ABK sakit dan lainnya).

Alat keselamatan perorangan yang terdiri dari life jacket dan life bouy mempunyai standar keselamatan. Berdasarkan jumlah alat keselamatan kapal khususnya alat penolong di kapal purse seine belum terpenuhi dalam kebutuhan akan alat keselamatan perorangan yang tersedia di kapal. Berdasarkan jumlah alat keselamatan kapal khususnya alat penolong dengan jumlah ABK kapal purse seine berkisar 8 – 35 orang belum terpenuhi dalam kebutuhan akan alat keselamatan perorangan yang tersedia di kapal.

Berdasarkan hasil regresi linear antara persepesi nelayan tentang kriteria arti penting peralatan keselamatan kerja dengan kesediaan alat keselamatan kerja di kapal purse seine menunjukkan bahwa hasil perhitungan analisa regresi linear sederhana antara persepsi nelayan (Y) dengan kesediaan alat keselamatan kerja (X) diperoleh persamaan garis regresi Y = 22,790+1,004 X dengan koefisien korelasi/hubungan (R) = 0,427. Dari output tersebut diperoleh koefisien determinan (R Square) sebesar 0,183, atau 1,83%. Dengan demikian kesediaan alat keselamatan kerja mempunyai pengaruh alat keselamatan (independen) terhadapat terhadap persepsi nelayan (dependen) hanya sebesar 1,83% selebihnya sebesar 98,17% dipengaruhi oleh faktor lain di luar kesediaan alat keselamatan kerja. Berdasarkan t hitung 2,061 < t tabel 0,05 = 2,093 dan dengan tingkat signifikansi 0,053 lebih besar dari 0,05, sehingga alat keselamatan tidak berpengaruh terhadap persepsi nelayan. Model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi persepsi nelayan (Y) berdasarkan nilai kesediaan alat keselamatan kerja (X).

Pembahasan

Ketersedian dan kesiapan alat keselamatan kerja pada armada penangkapan purse seine sudah tersedia, namun keberadaanya hanya sebagai pemenuhan persyaratan laik laut. Keberadaan alat keselamatan di atas kapal hampir di setiap kapal ada, hanya keselamatan perorangan (life jacket dan life bouy), P3K, alat pemadam api ringan (APAR), sangat kurang. Penggunaan alat pemadam api di atas kapal sangat kurang, dari 21 sampel hanya 5 sampel saja yang tersedia alat pemadam api. Terkait dengan alat navigasi seperti peta tidak ada sama sekali diatas kapal dikarenakan nelayan sudah berpedoman pada GPS. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat pelindung diri selanjutnnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Pasal 2 Ayat (1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh ditempat kerja.

Ketersediaan alat keselamatan berdasarkan peraturan-peraturan alat keselamatan kerja di atas kapal purse seine di PPS Kutaraja, Banda Aceh, dari

(12)

Kapal 11 GT – 20 GT penggunaan alat keselamatan adalah 45%, pada kapal 21 GT – 30 GT penggunaan alat keselamatan adalah 60%, kapal 31 GT – 50 GT adalah 65%, kapal 51 GT – 60 GT penggunaanya adalah 57% dan kapal lebih besar dari 61 GT penggunaanya adalah 86%, artinya tingkat penerapan dari alat- alat keselamatan rata-rata 62.6%. Menurut Syamsuddin (2007) menyatakan bahwa tujuan diselenggarakannya keselamatan dan kesehatan kerja, hendak melindungi tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya agar memperoleh kesejahteraan hidup, untuk dapat meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

Perlindungan itu tidak ditujukan terhadap tenaga kerja saja, akan tetapi termasuk setiap orang lain yang berada di tempat kerja, perusahaan dan segala harta kekayaannya.

Berdasarkan hasil regresi antara persepsi nelayan tentang kriteria arti penting peralatan keselamatan kerja dengan kesediaan alat keselamatan kerja di kapal purse seine diperoleh tidak ada hubungan sebab akibat/regresi antara persepsi nelayan (Y) berdasarkan nilai kesediaan alat keselamatan kerja (X). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya nelayan sudah mengerti arti penting keselamatan di atas kapal, namun kesediaan alat keselamatan kapal kurang memadai. Menurut Suwardjo (2010) menyatakan Pengembangan sumberdaya manusia pelaut perikanan sebagai faktor dominan dalam terwujudnya budaya keselamatan operasi penangkapan ikan, dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 Pasal 57, 58 dan 59 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 mengamanatkan bahwa pemerintah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan untuk meningkatkan pengembangan sumberdaya manusia perikanan.

Gambar. 8 Model linear garis regresi

Dari Gambar 8 menunjukkan garis linear menghasilkan persamaan yaitu Y=22,79+1X, artinya nilai X mempengaruhi nilai Y adalah sebesar 1, sehingga pengaruh terhadap nilai Y sangat rendah. Maka perlu meningkatkan penggunaan alat keselamatan (X) diatas kapal perikanan sehingga berdampak positif terhadap persepsi nelayan tentang alat keselamatan diatas kapal perikanan.

Ketersediaan dan kesiapan alat keselamatan kapal pada armada penangkapan purse seine di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kutaraja, Banda Aceh sudah tersedia namun kurang memperhatikan perawatannya, hal ini sesuai dengan Jasman (2015) kesiapan alat keselamatan kapal dan kelaiklautan kapal sebenarnya sudah disyaratkan dalam suatu pelayaran oleh Syahbandar. Selanjutnya Jasman (2015) menyatakan bahwa nelayan di TPI Pelabuhan Tegal tidak memperhatikan

(13)

perawatan sehingga kelengkapan alat keselamatan kapal kurang diperhatikan kesiapannya, sedangkan alat berupa tabung pemadam kebakaran tidak banyak keberadaannya diatas kapal. Nelayan lebih mengandalkan pompa air dan ember sebagai wadah mengambil air laut dibandingkan dengan menggunakan tabung pemadam kebakaran jika terjadi kebakaran di atas kapal.

Nelayan mengerti tentang arti penting alat keselamatan kerja dikapal dan sangat dibutuhkan dalam setiap operasi penangkapan akan tetapi persiapan alat keselamatan kapal yang nelayan siapkan hanya sekedar untuk memenuhi persyaratan berlayar. Menurut Santara et al. (2014) kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak buah kapal (ABK) dalam menghadapi bahaya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keselamatan kerja. Hal ini sesuai dengan Suma’mur (1996) yang menjelaskan penyebab kecelakaan kerja dikelompokan menjadi dua, yaitu:

a. Kondisi yang berbahaya (unsafe condition), yaitu : kondisi yang tidak aman dari mesin, lingkungan, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja.

b. Perbuatan manusia (unsafe action), yaitu : perbuatan berbahaya dari manusia (human error) yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi oleh sikap dan tingkah laku yang tidak aman, kurangnya pengetahuan dan keterampilan (lack and knowledge skill), cacat tubuh yang tidak terlihat keletihan dan kelesuhan (fatigue and boredom).

Disamping ketersediaan alat keselamatan kapal tak kalah pentingnya dalam suatu pelayaran kapal di laut adalah kelaiklautan kapal. Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal; pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak, serta penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar di perairan tertentu. Menurut Huda et al (2012) sebelum diterbitkannya Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan, petugas dari Dirjen Perhubungan yang disebut dengan Marine Inspector terlebih dahulu melakukan pengecekan terhadap kapal secara langsung. Beberapa hal yang menjadi perhatian oleh Marine Inspector dalam proses inspeksi yang dilakukan antara lain: 1.

konstruksi dan tata susunan kapal; 2. stabilitas dan garis muat; 3. perlengkapan kapal; 4. permesinan dan listrik kapal; 5. perangkat telekomunikasi radio dan elektronika kapal; 6. sistem dan perlengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran; 7. sistem dan perlengkapan pencegahan pencemaran dari kapal; dan 8.

jumlah dan susunan awak kapal.

Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 46 Tahun 1996 menyatakan setiap unit kapal penangkap ikan harus memenuhi kedelapan ketentuan tersebut agar bisa dinyatakan laiklaut, akan tetapi dalam penerapannya di lapangan, tidak semua ketentuan tersebut bisa dipenuhi oleh kapal-kapal penangkap ikan tradisional Indonesia atau khususnya dalam hal ini adalah kapal-kapal penangkap ikan.

Berdasarkan tanggapan terhadap pernyataan dalam kuesioner diperoleh bahwa nelayan purse seine memahami tentang tanggung jawab nakhoda bila terdapat kecelakaan kerja di kapal. Menurut Umar (2003) menyatakan hak dan kewajiban nakhoda selaku pemimpin kapal adalah:

1. Nakhoda harus mentaati ketentuan-ketentuan yang berlaku guna menjamin keselamatan kapal, pelayaran-pelayaran dan muatan.

2. Nakhoda wajib meminta pertolongan seorang pandu dalam kepentingan

(14)

3. Nakhoda tidak diijinkan meninggalkan kapal, kecuali kehadirannya di kapal tidak diperlukan untuk menyelamatkan jiwanya.

4. Nakhoda berwenang untuk membuang muatan-muatan, perlengkapan kapal untuk menyelamatkan kapal atau muatan serta berwenang mempergunakan muatan demi keselamatan kapal dan muatannya.

5. Nakhoda wajib memberikan pertolongan kepada orang-orang yang berada dalam bahaya, selama tidak membahayakan kapal dan penumpangnya.

6. Nakhoda tidak boleh menyimpang dari haluan kecuali guna menolong jiwa manusia.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian terkait kajian keselamatan kerja nelayan di PPS Kutaraja, Banda Aceh dapat disimpulkan bahwa secara umum keberadaan dan penerapan alat keselamatan kerja pada semua kapal berukuran 11 GT sampai dengan lebih 61 GT adalah sebesar 63%, artinya hanya 37% yang tidak mempunyai/menerapkan alat-alat keselamatan pada kapal-kapal yang diteliti (n=21). Pada kapal 11 GT – 20 GT penggunaan alat keselamatan adalah sebesar 45%, pada kapal 21 GT – 30 GT penggunaan alat keselamatan adalah sebesar 60%, pada kapal 31 GT – 50 GT adalah sebesar 65%, pada kapal 51 GT – 60 GT penggunaanya adalah sebesar 57% dan kapal lebih besar dari 61 GT penggunaanya adalah sebesar 86%. Tingkat penerapan dari alat-alat keselamatan rata-rata 62.6%.

Nelayan sudah memahami arti penting peralatan keselamatan kerja hanya saja ketersediaan dan jumlah alat keselamatan kerja di atas kapal yang belum memadai. Berdasarkan analisis terhadap persepsi nelayan, alat keselamatan kerja (independent) mempunyai pengaruh persepsi nelayan (dependen) hanya sebesar 1,83% selebihnya sebesar 98,17% dipengaruhi oleh faktor lain di luar kesediaan alat keselamatan kerja. Alat-alat keselamatan yang tersedia di atas kapal purse seine terdiri dari alat GPS, radio SSB, kompas, life jacket, life bouy, kacamata, sarung tangan, sepatu kerja, derek, capstan, perkakas, P3K dan alat pemadam api ringan (APAR) dan yang tidak tersedia adalah peta.

DAFTAR PUSTAKA

Huda, A.M., Boesono, H., Setiyanto, I. 2012. Implementasi Regulasi Nasional Terkait Keselamatan Kapal Penangkap Ikan di PPN Pekalongan. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology. Volume 1 : 7- 96 Hlm.

Jasman, T. 2015. Aspek Keselamatan Kerja Kapal Purse Seine di Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhan Kota Tegal. Oceantek. 9(1) : 103-112 Hlm.

Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 46 Tahun 1996 Tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan.

Lincoln, J., et al. 2002. Proceedings of the International Fishing Industry Safety and Health Conference. U.S. Department of Health and Human Services, Public Health Service, Center for Disease Control and Prevention, National Institute for Occupational Safety and Health, Occupational Health Program, Department of Environmental Health, Harvard School of Public Health.

Massachusetts, U.S.A.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2010. Permen Nomor

(15)

7 tahun 2010 tentang Alat pelindungan diri.

Putra, R.S., F, Purwangka, B.H., Iskandar. 2017. Pengelolaan Keselamatan Kerja Nelayan di PPI Batikaras Kabupaten Pengadaran. Jurnal Albacore. 1(1) : 037- 046 Hlm.

Santara, A.G., Purwangka, F., Iskandar, B.H. 2014. Peralatan Keselamatan Kerja pada Perahu Slerek di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali. Ipteks PSP. Volume 1 : 53-68 Hlm. ISSN: 2355-7298.

Suma’mur. 1989. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. CV Haji Masagung. Jakarta.

Sutiyono. 2013. Metode Penelitian Survey dan Korelasional. UPT Pendidikan Kecamayan Gebog. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kudus. Jawa Tengah.

Suwardjo, D.J., Haluan, I., Jaya, S.H., Poernomo. 2010. Keselamatan Kapal Penangkap Ikan, Tinjauan dari Aspek Regulasi Nasional dan Internasional.

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Volume 1 (1) : 1-13 Hlm.

Syahbandar. 2017. Jumlah armada dan alat tangkap di PPS Kutaraja. Banda Aceh.

Syamsuddin, M.S. 2007. Perkembangan keselamatan dan kesehatan kerja.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.

Umar, M.H. 2003. Masalah Pembangunan dan Penegakan Hukum Kelautan di Indonesia. Forum Pemerhati Perhubungan Laut, Jakarta.

Gambar

Gambar 1 Lokasi penelitian
Gambar 2 Keberadaan alat keselamatan pada kapal perikanan (n = 21)
Gambar 4. Keberadaan alat keselamatan pada kapal 21 GT – 30 GT (n = 6) 0%20%40%60%80%100%
Gambar 7. Keberadaan alat keselamatan pada kapal &gt; 61 GT (n = 2)
+3

Referensi

Dokumen terkait

1996 “Auditors’ Behaviour in an Audit Conflict Situation: A Research Note on The Role of Locus of Control and Ethical Reasoning.” Accounting Organizations and

Mereka mengatakan, ini terbagi menjadi tiga macam; (1) kemungkinan mensyaratkan manfaat untuk dirinya pada barang yang dijualnya, (2) kemungkinan mensyaratkan kepada si

Adapun saran-saran yang bisa diberikan peneliti berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: Disarankan kepada perusahaan untuk selalu melakukan

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : (1) Bagaimana kualitas pembelajaran dengan penerapan pembelajaran kimia tematik dalam mata kuliah Kimia Dasar,

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh variabel total produksi jagung pipilan kering, total produksi beras jagung, harga

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan ragam bahasa yang terdapat pada rubrik “Ada Apa‟ di tabloid remaja Gaul edisi Juni – Juli 2012 yang dilihat dari empat aspek ragam

Komposisi Hasil Tangkapan Purse Seine Produksi perikanan laut menurut jenis ikan dengan menggunakan alat tangkap purse seine selama periode 2007-2012 mengalami

Konstruksi alat tangkap purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga memiliki komponen yang sama dengan komponen purse seine pada umumnya yaitu