Idarwati
Bateman (1956) dalam buku “The Formation Mineral
Deposits” pengertian mineral bijih adalah mineral yang
mengandung satu atau lebih jenis logam dan dapat
diambil secara ekonomis. mineral bijih dapat tersusun
oleh satu elemen saja (single ore) atau merupakan
kombinasi dari beberapa elemen yang dikenal complex
ore.
Hal ini menyebabkan untuk setiap macam logam
tidak hanya terdiri dari satu mineral bijih saja
tetapi dua atau lebih mineral bijih. Demikian pula
untuk lebih dari satu macam logam bisa
membentuk suatu mineral bijih. Mineral bijih
biasanya juga berhubungan dengan mineral gang
(gangue mineral), yaitu mineral yang kurang
berharga yang berasosiasi dengan mineral bijih
mempunyai sifat non logam. meskipun bernilai
ekonomi rendah dapat dipergunakan untuk
membantu melokalisir adanya mineral bijih
Terdapat klasifikasi yang didasarkan pada genesanya,
ada juga klasifikasi secara diskriptif, misal
berdasarkan komoditi logamnya, atau berdasarkan
batuan yang ditempati (host rocks). Sebenarnya
klasifikasi secara diskriptif berdasarkan komoditi
logamnya relatif mudah untuk dipahami. Tetapi pada
para ahli geologi tidak menggunakan klasifikasi
tersebut, karena berbagai alasan, diantaranya
tersebarnya banyak unsur logam pada beragam
tatanan geologinya dan pembagian ini mungkin dirasa
kurang ilmiah. Pengelompokkan yang sering
digunakan oleh para ahli geologi, umumnya
berdasarkan pada bentuk endapannya, wall rock, atau
kontrol strukturnya.
Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur
tinggi (100
o–500
oC) sisa pendinginan magma yang
mampu merubah dan membentuk mineral-mineral
tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasi magma
tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan
alkali tanah, mengandung air dan unsur-unsur volatil
(Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada
fase akhir dari siklus pembekuan magma dan
umumnya terakumulasi pada litologi dengan
permeabilitas tinggi atau pada zona lemah. Interaksi
antara fluida hidrotermal dengan batuan yang
dilaluinya (wall rock) akan menyebabkan terubahnya
mineral primer menjadi mineral sekunder (alteration
minerals).
Proses hidrotermal pada kesetimbangan tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral (mineral assemblage) (Gilbert dan Park, 1986).
Klasifikasi tipe alterasi hidrotermal pada endapan telah
banyak dilakukan oleh para ahli, antara lain Creassey
(1956,1966). Lowell dan Guilbert (1970), Rose (1970),
Meyer dan Hemley (1967). Lowell dan Guilbert
membagi tipe alterasi kedalam potasik (K-feldspar,
biotit, serisit,klorit, kuarsa),filik (kuarsa,serisit,pirit
hidromika,klorit), argilik (kaolinit,monmorilonit,klorit)
dan propilitik (klorit,epidot)
Tipe Mineral Kunci Mineral Asesoris Keterangan
Propilitik Klorit
Epidot Karbonat
Albit, Kuarsa Kalsit , Pirit Lempung/illit Oksida besi
Temperatur 200 – 300oC , Salinitas beragam,
pH mendekati netral ,
Daerah dengan permeabilitas rendah
Argilik Smektit
Montmorilonit Illit-smektit, Kaolinit
Pirit Klorit
Kalsit , Kuarsa
Temperatur 100 – 300oC, Salinitas rendah,
pH asam – netral . Advanced
Argilik (lowtemperature)
Kaolinit Alunit
Kalsedon, Kristobalit Kuarsa, Pirit
Temperatur 180oC pH asam
Advanced Argilik (high temperature) Pirofilit
Diaspor, Andalusit
Kuarsa,Tourmalin Enargit, Luzonit
Temperatur 250 – 350oC, pH asam
Potasik Adularia
Biotit Kuarsa
Klorit Epidot Pirit Illit-serisit
Temperatur > 300oC, Salinitas tinggi,
Dekat dengan batuan intrusif .
Filik Kuarsa
Serisit Pirit
Anhidrit Pirit Kalsit Rutil
Temperatur 230 – 400oC, Salinitas beragam, pH asam – neutral,
Zona permeable pada batas urat
Serisitik Serisit (illit)
Kuarsa,Muskovit
Pirit Illit-serisit
-
Silisifikasi Kuarsa Pirit,Illit-serisit
Adularia
-
Skarn Garnet,Piroksen,
Amfibol,Epidot Magnetit
Wolastonit,Klorit,Bio tit
Temperatur 300 – 700oC, Salinitas tinggi,
Umum pada batuan samping karbonat .
Beberapa tipe alterasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan kondisi pembentukannya (Lindgren, 1933 dalam White dan Hedenquist, 1995) adalah sebagai berikut :
Tipe Alterasi Faktor Pembentukan
Serisit (mika putih)
pH fluida mendekati normal sampai agak asam
temperatur pembentukan > 220oC Zeolit &Calc-silicates Kandungan CO2dalam fluida rendah
Kaolin Terjadi penurunan pH fluida yang disebabkan oleh pengkayaan CO2 pada uap air ke dalam sistem, yaitu dari asam sulfat, uap air permukaan atau kondensasi zat-zat volatile magmatik.
Pirofilit pH fluida asam.
Temperatur pembentukannya < 260oC jika fluida sangat jenuh kuarsa.
Temperatur pembentukannya 260oC jika fluida jenuh kuarsa.
Kedalaman pembentukan > 800 m.
Alunit pH asam dengan konsentrasi sulfat tinggi.
Terbentuk di bawah kondisi hidrotermal atau pelapukan
Kisaran stabilitas terhadap temperature lebar.
Silisifikasi (kuarsa)
Larutan jenuh terhadap kuarsa.
Temperatur pembentukannya < 800oC dengan tekanan rendah < 1 kbar.
Silisifikasi (kalsedonik) Kejenuhan silika secara lokal/ setempat.
Temperatur pembentukan 100 – 190oC.
Silisifikasi (opalin)
Kejenuhan silika secara setempat.
Temperatur pembentukannya < 110oC.
Silika berongga (vuggy silica)
pH < 2
hasil dari pencucian (leaching) asam kuat berupa penghilangan alumina.
1. Adanya fluida hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral.
2. Adanya permeabilitas atau zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk lewat fluida hidrotermal.
3. Adanya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal.
4. Terjadinya reaksi kimia yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral.
5. Adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk
mengendapkan mineral.
1
• Proses differensiasi2
• Adanya aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil
pangkayaan dari magma.
• Proses differensiasi
Pada proses ini terjadi kristalisasi secara fraksional (fractional crystalization), yaitu pemisahan mineral-mineral berat pertama kali dan mengakibatkan terjadinya pengendapan kristal-kristal magnetit, kromit dan ilmenit.
Pengendapan kromit sering berasosiasi dengan
pengendapan intan dan platinum. Larutan sulfida akan
terpisah dari magma panas dengan membawa mineral
Ni, Cu, Au, Ag, Pt, dan Pd.
• Adanya aliran gas yang membawa mineral-mineral logam hasil
pangkayaan dari magma.
Pada proses ini, unsur silika mempunyai peranan untuk membawa air dan unsur-unsur volatil dari magma. Air yang bersifat asam akan naik membawa CO2, N, senyawa S, fluorida, klorida, fosfat, arsenik, senyawa antimon, selenida dan telurida. Pada saat yang bersamaan mineral logam seperti Au, Ag, Fe, Cu, Pb, Zn, Bi, Sn, tungten, Hg, Mn, Ni, Co, Rd dan U akan naik terbawa fluida.
Komponen-komponen yang terbawa dalam aliran gas tersebut berupa sublimat pada erupsi volkanik dekat permukaan dan membentuk urat hidrotermal atau terendapkan sebagai hasil penggantian (replacement deposits) di atas atau di dekat intrusi batuan beku (Lindgren, 1933dalam White dan Hedenquist, 1995).
Endapan bijih epithermal adalah endapan yang terbentuk
pada lingkungan hidrotermal dekat permukaan,
mempunyai temperatur dan tekanan yang relatif rendah
berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali sub-
aerial, sering kali (tidak selalu) endapannya dijumpai di
dalam produk volkanik (dan sedimen volkanik). Endapan
epithermal sering juga disebut endapan urat, penggantian
disseminasi, stockwork, hot spring, volcanic hosted, dan lain-
lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan
parameter yang digunakan dalam menggolongkan
endapan mineral. Pada kenyataannya tidak mudah untuk
membatasi ciri-ciri endapan epitermal dengan endapan
hidrotermal lainnya. Batasan endapan epithermal
menurut Lindgrend (1933) dalam White dan Hedenquist,
1995.
Kimia fluida merupakan faktor penting yang mengontrol mineralisasi. Karakteristik mineralogi endapan epithermal, sangat mungkin dibedakan berdasarkan dua fluida yang kontras, yaitu near- neutral pH fluids (fluida dengan pH mendekati netral) dan acid pH (fluida dengan pH asam). Ubahan hidrotermal yang berhubungan dengan pH mendekati netral digunakan istilah “adularia-sericite”, sedangkan yang berhubungan dengan pH asam digunakan istilah
“acid-sulfate” (Heald dkk, 1987 dalam White dan
Hedenquist, 1995)
Istilah sulfidasi rendah dan sulfidasi tinggi dalam
endapan epithermal juga dicetuskan dalam White dan
Hedenquist (1995). Batasan kedua istilah tersebut
didasarkan pada bilangan redoks (reduksi-oksidasi)
unsur S dalam fluida mineralisasi. Unsur S dalam sistem
geothermal yang mendekati pH netral umumnya
memiliki bilangan redoks terendah (
-2), kondisi ini
diistilahkan sebagai sulfidasi rendah. Sedangkan istilah
sulfidasi tinggi digunakan untuk unsur S dalam
hidrotermal volkanik yang mempunyai bilangan redoks
mendekati
+4 (misalnya SO
2).
Corbett dan Leach (1995) mendefinisikan sistem epitermal berdasarkan pada kedudukan levelnya dan komposisi
kimia fluida (sulfida rendah dan sulfida tinggi)
Sistem sulfidasi rendah diatas, fluida magmatik yang
mengandung gas reaktif yang terlarut tereduksi oleh
reaksi batuan dan dilusi oleh sirkulasi air meteorik yang
kaya akan CO
2(Simmons, 1995 dalam Corbett dan Leach,
1998). Hasil reduksi ini dalam suatu fluida saline
(utamanya NaCl) dan H
2S sebagai jenis sulfur utama, dan
diinterpretasikan keterdapatannya pada bagian bawah
dari sistem ini, dimana sirkulasi air meteorik yang
membutuhkan volatil magnetik dan kemungkinan
logam-logam (Giggenbach, 1992 dalam Cobett dan Leach,
1998). Kehadiran sulfur pada tingkat oksidasi -2
(didominasi oleh H-
2S) dan oleh karenanya diistilahkan
oleh Hedenquist, 1987 (dalam Corbett dan Leach, 1998)
sebagai „sulfidasi rendah‟.
Endapan sulfidasi tinggi (Gambar 2.5), Au-Cu terbentuk jika volatil magnetik (SO2, CO2, H2S, HCl, HF) dan air saline naik ke permukaan dari sumber intrusi melewati zona rekahan/sesar dan kenaikkan tersebut dengan reaksi yang minimal dengan batuan samping atau percampuran dengan sirkulasi fluida meteorik. Perubahan dan pengurangan secara bertahap dari kandungan magnetik SO2 menjadi H2S dan H2SO4 dalam gelembung-gelembung uap terjadi pada suhu rendah kira-kira 400oC dan seiring pengurangan suhu, penambahan jumlah produksi H2SO4 dan H2S (Rye dkk, 1992 dalam Corbett dan Leach, 1998). H2SO4 dan HCl diperkirakan mulai terpisah pada suhu sekitar 300oC (Hedequist dan Lowenstrern, 1994 dalam Corbett dan Leach, 1998), dan secara bertahap terbentuk fluida asam yang panas sebagai hasil dari perubahan dari SO2 menjadi H2SO4. fluida asam yang panas ini bercampur dengan sirkulasi air meteorik dan bereaksi dengan batuan samping untuk pembentukan endapan Au-Cu di dalam struktur dilasional dan/atau litologi yang permeabel (Rye, 1993 dalam Corbett dan Leach, 1998).
Karakteristik fluida hidrotermal menurut Corbett dan Leach (1998) dikontrol oleh jenis dan jumlah dari logam yang tertransport, suatu proses dimana menghasilkan mineralisasi, lokasi mineralisasi, dan komposisi batuan induk (Hedequist, 1987). Batuan asal menjadi lebih kompeten akibat kontak metamorfisme sepanjang pengintrusian. Perekahan diawali pada bagian tepi yang mengalami pendinginan dan fluida berkecenderungan semakin masuk ke dalam batuan induk. Pendinginan dan peleburan batuan berhubungan oleh pelepasan secara bertahap dari garam-garam terlarut, volatil magnetik (umumnya H2O, SO4, CO2, H2S, HF, dan HCl), dan logam-logam, kesemuanya ini ditransfer ke dalam rekahan. Dispersi dan pencampuran larutan sisa magma tersirkulasikan dengan air meteorik menghasilkan daerah yang terubah dan termineralisasi.
Goldfield type Ransome (1907) Alunitic kaolinic gold veins Sericitic zinc-silver veins Gold-silver-adularia veins
Fluoritic tellurium-adularia gold veins
Emmons (1918)
Gold-alunite deposits Argentite-gold quartz veins Argentite veins
Base metal veins
Gold quartz veins in rhyolite Gold telluride veins
Gold selenide veins
Lindgren (1933)
Secondary quartzite Fedorov (1903); Nakovnik (1933)
Acid Alkaline Sillitoe (1977)
Epithermal Buchanan (1981)
Enargite-gold Ashley (1982)
Hot-spring type Giles and Nelson (1982)
High Sulfur Low sulfur Bonham (1986, 1988)
Acid sulfate Adularia-sericite Hayba et al. (1985)
Heald et al. (1987)
High sulfidation Low sulfidation Hedinquist (1987)
Alunite-kaolinite Adularia-sericite Berger and Henley (1989)
Type 1 adularia-sericite Type 2 adularia-sericite Albino and Margolis (1991) High sulfidation High sulfide + base metals, low
sulfidation
Low sulfide + base metals, low sulfidation
Sillitoe (1993)
High sulfidation Western andesite assemblage, low sulfidation
Bimodal basalt-andesite assemblage, low sulfidation
John et al. (1999), John (2001)
High sulfidation (HS) Intermediate sulfidation (IS) Low sulfidation (LS) Hedinquist et al. (2000)
Au-Ag-Zn-Pb
Au-Ag-Cu Au-Ag
N. White 2009