1
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Permasalahan sumberdaya lahan di Indonesia memiliki perspektif yang luas dan kompleks. Penggunaan lahan yang ada secara luas telah memberikan dampak terhadap peningkatan produksi pada beberapa tempat, akan tetapi tidak sedikit permasalahan yang ditimbulkan telah memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap kestabilan fungsi lingkungan. Pengaruh tersebut antara lain munculnya permasalahan degradasi dan kerusakan lahan serta konversi lahan dari pertanian ke non pertanian. Permasalahan lahan ini memicu adanya konflik kepentingan dan ketersediaan pangan yang terus menurun terutama di pulau Jawa, ditandai dengan laju penurunan lahan pertanian sebesar 0,21 % (Sabiham, dalam Arsyad dan Rustiadi, 2008).
Menurut Kusnoto dan Kusumodirjo (1995, dalam Saptaningrum, 2001) erosi dan sedimentasi merupakan salah satu dampak lingkungan yang terjadi akibat pemanfaatan lahan yang tidak berwawasan lingkungan. Erosi dan sedimentasi menjadi salah satu dampak ikutan yang terjadi akibat adanya pemanfaatan lahan yang kurang sesuai serta pengelolaan sumberdaya lahan yang lemah. Akibatnya, tanah-tanah kehilangan nutrien- nutrien penting bagi keberlangsungan pertumbuhan tanaman yang memicu penurunan produktivitas pertanian (Pawitan, dalam Arsyad dan Rustiadi, 2008).
Permasalahan pengelolaan sumberdaya lahan terkait dengan dampak ikutan yang timbul yaitu erosi dan sedimentasi memerlukan suatu solusi permasalahan dengan pendekatan sains sederhana (Pawitan, dalam Arsyad dan Rustiadi, 2008). Pengetahuan dan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai erosi dan sedimentasi diharapkan mampu menjawab bereberapa tantangan pengelolaan lahan di masa yang akan datang.
Stocking dan Murnaghan (2000) menyatakan bahwa degradasi tanah
sebagai indikator adanya degradasi lahan yang mencakup beberapa
2
permasalahan seperti erosi oleh air dan sedimentasi memiliki tahapan perkembangan yang berjenjang. Pembentukan hasil tahapan proses ini menghasilkan bentuk-bentuk erosi yang menjadi indikator bagi pengukuran kehilangan tanah.
Bentuk-bentuk hasil proses erosi atau disebut kenampakan erosi diawali oleh adanya proses penghancuran (detachments) agregat-agregat tanah. Proses ini diikuti oleh proses pengangkutan partikel-partikel tanah apabila gaya kinetik hujan memiliki kemampuan untuk mengangkut material hasil hancuran dari percikan air hujan (rain drops). Apabila gaya kinetik aliran air tidak mampu mengangkut partikel-partikel tanah maka terjadi fase terakhir dalam erosi yaitu pengendapan atau sedimentasi hasil penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah tersebut. Menurut Stocking dan Murnaghan (2000) kenampakan-kenampakan erosi ini menggambarkan hasil dari suatu jenjang atau tahapan proses yaitu penghancuran agregat tanah (detachment), pengangkutan partikel tanah (transportasi), dan pengendapan atau sedimentasi. Pada perkembangannya kenampakan erosi ini memiliki variasi waktu pembentukan yang berbeda.
Sebuah armour layer terbentuk akibat setelah satu atau dua hujan yang deras sedangkan pembentukan tree mounds memerlukan waktu 50 tahun atau lebih.
Kajian mengenai awal mula terjadinya erosi dan sedimentasi ini
lebih ditekankan pada pembahasan mengenai dinamika air hujan yang jatuh
ke permukaan tanah dan menghasilkan bentuk-bentuk hasil erosi
(kenampakan erosi) pada waktu dan tempat tertentu pada saat dilakukannya
penelitian ini. Hal ini dimaksudkan supaya peneliti dapat mengkaji lebih
jelas mengenai sistematika perubahan dinamika air hujan yang turun ke
permukaan lahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lahan yang bervariasi
serta bentukan hasil proses yang terjadi. Berbeda dengan kajian mengenai
asal mula (origin) yang meneliti mengenai sejarah terbentuknya kondisi
lahan saat ini yang dipengaruhi oleh proses erosi dan sedimentasi. Sehingga
untuk itu harus dilakukan kajian yang lebih dalam mengenai terbentuknya
3
kenampakan erosi yang ada pada saat ini. Titik berat kajian dari penelitian ini merupakan pengamatan dan pengukuran yang dilakukan pada waktu dan tempat tertentu untuk mengetahui dinamika hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan mempelajari bentukan yang dihasilkan.
Sub DAS Serang, Kabupaten Kulonprogo menjadi daerah kajian untuk tema awal mula proses erosi yang cukup menarik karena beberapa aspek. Pertama, daerah ini memiliki variasi lereng yang beragam sehingga memungkinkan adanya pengambilan sampel yang memadai. Kedua, daerah tersebut termasuk daerah yang memiliki proses erosi yang intensif dengan bukti torehan pada lereng bukit yang cukup banyak. Dari fenomena ini, banyak dijumpai adanya bentuk hasil proses erosi dan sedimentasi sebagai indikator dalam identifikasi awal mula proses erosi dan sedimentasi yang terjadi. Ketiga, daerah kajian tersusun atas formasi batuan yang relatif luas dan mendominasi daerah penelitian yaitu Formasi Kebobutak dan hanya sebagian kecil saja wilayah ini tersusun atas Formasi Sentolo dan Endapan Aluvium. Hal ini terkait dengan perkembangan tanah yang terbentuk relatif sama kecuali di beberapa lokasi seperti di tepi sepanjang sungai. Kondisi ini memudahkan peneliti untuk menentukan sampel unit-unit lahan pewakil yang diteliti.
1.2 Perumusan Masalah
Erosi yang terjadi pada suatu penggal lereng pada umumnya menghasilkan fenomena hasil proses tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa hal yang mempengaruhi adanya bentukan hasil proses yang berbeda, seperti antara lain:
a) dinamika aliran air permukaan mulai dari limpasan permukaan (overland flow) hingga aliran permukaan (run off) yang kemudian membentuk alur, parit, serta sungai,
b) karakteristik penutup lahan, c) tanah, dan
d) lereng.
4
Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kajian Awal Terjadinya Erosi Dan Sedimentasi Di Sub DAS Serang, Kabupaten Kulonprogo” yang memiliki beberapa masalah yang dirumuskan untuk menjadi fokus utama kajian yaitu:
1. Bagaimana awal mula terjadinya erosi dan sedimentasi pada suatu penggal lereng tertentu?
2. Bagaimana sebaran dan variasi hasil proses erosi dan sedimen pada suatu penggal lereng tertentu?
3. Apa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan kenampakan erosi?
1.3 Keaslian Penelitian
Banyak penelitian mengenai erosi dan sedimentasi telah dilakukan.
Pada umumnya penelitiaan tentang erosi menekankan berapa besar tanah yang hilang akibat erosi baik dengan pendekatan rumus empiris maupun pengukuran langsung di lapangan.
Sekar Jatiningtyas, 2008, telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan perkembangan salah satu bentuk kenampakan erosi yang berupa alur. Penelitian ini lebih difokuskan untuk mengetahui perkembangan morfometri alur yang ada di desa Jatimulyo serta pengaruh dari faktor lahan terhadap intensitas perkembangannya. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Sampling berdasarkan jarak dengan stasiun hujan, bentuk alur ideal, dan kondisi profil tanah yang mudah diamati.
Rahayu, 2004, telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan perhitungan erosi dengan formula RUSLE. Penelitian ini bertujuan untuk menetukan tingkat bahaya erosi dan sebarannya, serta mempelajari hubungan faktor-faktor erosi dengan besar erosi.
Sulasmi, 2004, telah melakukan penelitian yang mengkaji perhitungan
besarnya erosi dengan menggunakan formula USLE. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui laju erosi, sebaran kenampakan erosi, dan mengetahui
hubungan antara besar laju erosi dan kenampakan erosi.
5
Suprapto Dibyosaputro, 2012, telah melakukan penelitian yang mengkaji mengenai pola persebaran erosi permukaan sebagai respon lahan terhadap hujan di DAS Secang, Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis parameter lahan dan hujan yang berpengaruh terhadap jarak limpasan permukaan (JLP) dan jarak erosi lembar (JEP) serta kenampakan hasil erosi pada lahan dan pola sebarannya.
Untuk lebih jelasnya perbandingan ntara penelitian erosi oleh para peneliti terdahulu dan penilian yang peneliti lakukan di DAS Serang, Kabupaten Kulon Progo disajikan pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Perbandingan Hasil Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Dilakukan oleh Peneliti :
Nama dan Tahun Tujuan Pentelitian Metode Penelitian Hasil
Sekar Jatiningtyas, 2008
1. Mempelajari perkembangan morfometri alur di Desa Jatimulyo
2. Mempelajari karakteristik lahan yang berpengaruh terhadap perkembangan erosi alur
Purposive Sampling berdasarkan jarak dengan stasiun hujan, bentuk alur ideal, dan profil tanah mudah diamati
Perkembangan morfometri alur yang divisualisasikan dengan sketsa sederhana pada millimeter block serta
karakteristik lahan yang paling berpengaruh terhadap
perkembangan alur.
Rahayu, 2004 1. Menentukan tingkat bahaya erosi dan sebarannya 2. Mengetahui hubungan faktor-
faktor erosi dengan besar erosi
Perhitungan Erosi dengan formula RUSLE
Peta Tingkat Bahaya Erosi Hubungan faktor-faktor erosi terhadap erosi
Sulasmi, 2004 1. Mengetahui laju erosi 2. Mengetahui sebaran
kenampakan erosi
3. Mengetahui hubungan antara laju dan kenampakan erosi
Perhitungan Erosi dengan formula USLE
Deskripsi kenampakan- kenampakan erosi
Peta Klasifikasi Laju Erosi Analisis kenampakan- kenampakan erosi
Suprapto Dibyosaputro, 2012
1. Menganalisis parameter - parameter lahan dan hujan yang relevan sebagai variaebel bebas yang mempengaruhi terhadap perbedaan JLP dan JEP, serta WLP dan WEP
2. Menentukan parameter lahan dan hujan yang paling
Metode penelitian dilakukan dengan pengamatan, pengukuran, dan pencatatan langsung parameter-parameter lahan dan hujan.
1. Vareable bebas yang paling berpengaruh terhadap vareabel tergantung JLP, JEP, WLP, dan WEP.
2. Pola sebaran keruangan jarak lokasi awal terjadinya limpasan permukaan (JLP)
6 berpengaruh terhadap
perbedaan JLP dan JEP, serta WLP dan WEP pada lahan sebagai respon lahan terhadap hujan
3. Menganalisis pola persebaran keruangan JLP dan JEP dan kenampakan hasil erosi pada lahan terhadap hujan
dan jarak lokasi awal berlangsungnya erosi permukaan (JEP) 3. Kenampakan hasil erosi
seperti pedestal, armour, rill erosi.
Mahmudah Nurul, 2013
1. Mempelajari asal mula proses erosi dan sedimentasi terjadi pada suatu penggal lereng tertentu.
2. Mengetahui sebaran dan variasi kenampakan erosi pada suatu penggal lereng tertentu.
3. Mempelajari faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan kenampakan erosi.
Pengamatan dan Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode Stratified Random Sampling. Teknik
Analisis dilakukan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif menggunakan pengolahan dengan statistik.
Asal proses dan bentuk hasil proses erosi serta kaitan dengan faktor lahan yang berpengaruh.
Sebaran dan variasi kenampakan erosi akibat perbedaan faktor lahan.
Faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan kenampakan erosi di Sub DAS Serang.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalah yang dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian untuk menjawab dan memecahkan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui awal terjadinya erosi dan sedimentasi pada suatu penggal lereng tertentu.
2. Mengetahui sebaran dan variasi kenampakan erosi pada suatu penggal lereng tertentu.
3. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan kenampakan erosi.
1.5 Kegunaan Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai gambaran mengenai
awal mula terjadinya erosi dan sedimentasi, sebaran proses erosi dan
sedimentasi, serta bentukan hasil proses erosi dan sedimentasi tersebut.
7
Penelitian ini juga mengkaji mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap awal mula terjadinya proses erosi dan sedimentasi. Sebaran bentukan hasil proses erosi dan sedimentasi ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui daerah efektif tererosi. Pengkajian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya erosi dan sedimentasi dapat menjadi arahan bagi pengembangan upaya konservasi yang tepat dan efektif.
2. Bagi Pembangunan
Hasil kajian dinamika proses dan hasil erosi dan sedimentasi diharapkan dapat menjadi suatu pendekatan dalam melakukan upaya konservasi lahan terhadap erosi. Upaya konservasi lahan yang tepat akan dapat mengurangi resiko degradasi lahan yang lebih buruk.
1.6 Tinjauan Pustaka a. Telaah Pustaka
Erosi merupakan proses yang meliputi tiga fase yaitu fase penglepasan atau penghancuran (detachment) agregat tanah dan fase perpindahan atau pengangkutan. Tenaga untuk memindahkan material hasil penglepasan dan penghancuran agregat tanah terdiri dari dua tenaga yaitu limpasan permukaan (overland flow) dan aliran permukaan (surface runoff). Ketika energi dari aliran air ini tidak mampu mengangkut partikel-partikel tanah maka fase ketiga yaitu deposisi terjadi (Morgan, 2005). Erosi sebagai salah satu proses geomorfik terjadi karena adanya tenaga geomorfik yaitu semua medium alam yang mampu merusak dan mengangkut material bumi. Tenaga ini dapat berupa air yang mengalir, angin yang bertiup, gelombang, dan gletser (Thornbury, 1954).
Erosi merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi lahan (land
degradation) yang dapat menurunkan produktivitas lahan apabila
berlangsung terus menerus (Stocking-Murnaghan, 2000). Erosi yang terjadi
pada lahan pertanian akan mengurangi produksi tanaman dan sedimen yang
hilang dari lahan akan menghasilkan permasalahan subsekuen sedimentasi
8
yang pada gilirannya akan menyebabkan permasalahan lingkungan off-site (ASCE, 1975, 1982 dalam Lane, Hakonston, dan Foster,-)
Proses dan Mekanisme Erosi Erosi Percik
Tahap awal dari proses erosi adalah percikan air hujan (splashed) yang mengenai permukaan tanah (Hudson, 1971). Morgan (2005) menyatakan bahwa percikan air hujan merupakan tenaga terpenting dalam proses penglepasan atau penghancuran agregat tanah. Ada dua akibat yang terjadi karena percikan air hujan yang jatuh pada permukaan tanah. Pertama, percikan air hujan ini menghasilkan daya rekat sehingga memadatkan partikel-partikel tanah. Kedua, percikan air hujan ini menghasilkan daya rusak yang melepaskan dan menghancurkan agregat tanah. Penghancuran agregat-agregat tanah oleh tenaga tetes air hujan (rain splash) diikuti dengan terlemparnya partikel-partikel tanah ke udara sejauh beberapa sentimeter (Morgan, 2005).
Le Bissonnais, 1990 (dalam Morgan, 2005) mengungkapkan bahwa respon tanah pada hujan yang jatuh bergantung pada kondisi kelembaban tanah serta intensitas hujannya. Ada tiga respon tanah yang mungkin terjadi, yaitu:
1) Jika tanah kering dan intensitas hujan tinggi, maka agregat-agregat tanah hancur dengan cepat. Dengan permukaan tanah yang semakin kasar akibat penghancuran agregat-agregat tanah, cekungan- cekungan yang terbentuk juga semakin besar dan memicu awal terjadinya runoff.
2) Jika agregat-agregat tanah pada awalnya lembab atau intensitas
hujan rendah, maka akan muncul retakan-retakan kecil
(microcracking) dan agregat-agregat tanah hancur menjadi agregat
yang lebih kecil. Akibatnya, kekasaran permukaan meningkat tetapi
kapasitas infiltrasi tetap tinggi karena besarnya pori-pori dari
microaggregates yang terbentuk.
9
3) Jika agregat-agregat tanah pada awal terjadi hujan telah jenuh, maka kapasitas infiltrasi bergantung pada hidrolik konduktivitas tanah dan besarnya kuantitas hujan yang mampu menghancurkan permukaan tanah. Tanah dengan kandungan lempung kurang dari 15 % rawan terhadap penghancuran tanah apabila intensitas hujan tinggi.
Erosi Lembar
Erosi lembar ditandai oleh adanya pengikisan permukaan tanah (top soil) secara merata. Gejala terjadinya proses ini sulit diidentifikasi setelah waktu yang lama. Jika air mengalir terkumpul banyak pada suatu tempat maka akan menyebabkan tanah yang tererosi terkumpul dan erosi tersebut lebih besar dari pada erosi di tempat lain sehingga akhirnya membentuk alur-alur kecil (rill). Jika alur semakin besar maka gejala erosinya disebut erosi parit (Utomo, 1994). Erosi lembar terjadi apabila material tanah yang dipindahkan seragam dalam bentuk lembaran yang tipis karena adanya aliran air (Hudson, 1971). Horton (1945, dalam Morgan, 2005) mengungkapkan bahwa aliran ini atau yang disebut overland flow terbentuk sebagai hasil dari hujan yang turun melebihi kapasitas infiltrasi dari tanah.
Limpasan permukaan terpecah oleh adanya tutupan permukaan tanah seperti batu, dan oleh tutupan vegetasi bahkan sering berpusar mengelilingi rumpunan rumput dan semak belukar (Morgan, 2005). Limpasan permukaan mampu membawa partikel-partikel tanah yang mudah tererosi atau yang memiliki ukuran lebih halus pada lapisan tanah atas (top soil) sehingga meninggalkan partikel-partikel yang kasar. Konsentrasi partikel-partikel tanah yang kasar dan acak pada permukaan tanah ini merupakan bentukan yang disebut armour layer (Stocking-Murnaghan, 2000).
Erosi Alur
Morgan (1996) menjelaskan bahwa erosi alur mulai terbentuk pada
jarak kritis menuju ke arah lereng bawah dimana aliran permukaan mulai
membentuk saluran. Alur utama yang terbentuk di lereng bawah terbentuk
dari beberapa cabang alur yang bergabung menjadi satu. Ketika alur-alur
tersebut bergabung, peningkatan debit limpasan permukaan menyebabkan
10
pengangkutan partikel-partikel tanah semakin intensif. Alur-alur terutama terbentuk secara paralel menuruni lereng. Tanah yang mudah diolah cenderung membentuk alur yang akan semakin intensif membentuk parit (gully) (Chamberlain, 1990).
Beberapa pengamatan mengenai karakteristik aliran yang membentuk erosi alur (riil erosion) memiliki empat tahapan aliran yaitu limpasan permukaan (overland flow) yang tidak tepusat, aliran permukaan (surface run-off) dengan aliran terpusat, saluran mikro (microchannels) tanpa tebing jeram (headcuts), dan saluran mikro (microchannels) dengan tebing jeram atau headcuts (Merritt, 1984 dalam Morgan, 2005).
Dampak tetesan air hujan akan meningkatkan kapasitas transport aliran dan penghancuran agregat tanah yang menyebabkan peningkatan konsentrasi sedimen. Interaksi antara curah hujan dengan aliran akan meningkatkan pembentukan dan perkembangan alur. Partikel-partikel tanah yang dihancurkan akan masuk dalam sistem alur dan suatu ketika perkembangan alur terhambat. Alur memiliki umur pendek karena alur tersebut dialiri oleh limpasan permukaan yang menjadikannya terisolasi secara lateral dan terisi oleh partikel tanah, atau konsentrasi aliran meningkatkan tenaga erosi dan alur semakin dalam dan lebar (Morgan, 2005).
Erosi Parit
Bentukan erosi ini merupakan bukti erosi tahap lanjut. Parit terbentuk
sebagai cekungan dalam yang membentuk saluran, ketika musim penghujan
akan berfungsi sebagai parit alami hasil aliran permukaan. Parit atau gully
dapat berkembang terus hingga mencapai dasar batuan induk, jika sudah
mencapai tahap tersebut perkembangan selanjutnya akan mengarah ke
samping. Parit yang terbentuk dari hasil erosi ini dapat bersifat continous
dan discontinuous. Parit yang bersifat diskontinyu mengerosi tanah pada
daerah upslope tetapi sedimen itu sendiri terendapkan sampai pada tahap ini
(Stocking-Murnaghan, 2000). Gully cenderung memiliki kedalaman yang
lebih besar dan lebar yang lebih sempit dari pada saluran yang stabil,
11
membawa beban sedimen yang besar dan memiliki perilaku yang tidak menentu. Oleh karenanya hubungan antara debit sedimen dengan run-off lemah (Heede, 1975 dalam Morgan, 2005). Pembentukan gully hampir selalu berasosiasi dengan erosi dipercepat dan ketidakstabilan lahan di sekitarnya. Gully terbentuk oleh adanya aliran permukaan (surface run-off) yang terkonsentrasi pada saluran tersebut dengan membawa material tanah hasil penghancuran agregat tanah. Peningkatan volume dan kecepatan run- off akan meningkatkan luasan gully yang terbentuk.
Berry dan Ruxton (1960, dalam Morgan, 2005) mengungkap bahwasanya aliran permukaan (surface run-off) tidak selalu menjadi tenaga yang menyebabkan terbentuknya parit. Penelitian yang dilakukan di Hongkong menunjukkan adanya pengaruh aliran bawah permukaan (subsurface flow) pada saluran lorong atau terowongan alami, dan ketika hujan deras aliran air ini akan mengerosi tanah di sekitarnya sehingga menyingkap lorong atau terowongan alami ini.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi oleh air
Menurut Morgan (2005) terdapat empat faktor utama yang berpengaruh terhadap erosi oleh air yaitu :
a. Curah hujan
Kehilangan tanah sangat berkaitan erat dengan curah hujan yaitu pada kemampuan butir-butir hujan sebagai tenaga proses detachment atau pengahancuran agregat tanah pada permukaan tanah serta kontribusi hujan dalam menghasilkan runoff. Utamanya pada erosi yang terjadi karena pengaruh overland flow dan rill, intensitas hujan merupakan karakteristik hujan yang sangat penting bagi pembentukan erosi tersebut.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Mid-Bedfordshire, Inggris
terdapat suatu pola yang menunjukkan bahwa erosi berkaitan erat
dengan dua tipe hujan yaitu hujan sesaat dengan intensitas rendah
dimana kapasitas infiltrasi melampaui intensitasnya serta hujan terus-
menerus dengan intensitas rendah yang mampu menjenuhkan tanah
12
(Morgan, 1986). Respon tanah terhadap hujan juga dipengaruhi oleh kelembaban tanah, yang bergantung juga pada kejadian hujan yang jatuh pada hari sebelumnya. Hal ini berpengaruh pada kemampuan tanah dalam menyerap air hujan atau infiltrasi.
Faktor hujan yang juga berpengaruh terhadap variasi kenampakan erosi adalah erosivitas hujan. Erosivitas hujan merupakan fungsi dari intensitas dan durasi, massa, diameter, serta kecepatan hujan (Morgan, 2005). Laws dan Parson (1943 dalam Morgan, 2005), dalam penelitiannya di USA Timur, menunjukkan bahwa karakteristik ukuran butir hujan mempengaruhi variasi intensitas hujan. Selain itu besarnya energi kinetik hujan yang jatuh juga berpengaruh terhadap asal mula erosi yang terjadi di suatu daerah (Wischmeier dan Smith, 1958).
b. Erodibilitas Tanah
Erodibilitas tanah adalah daya tahan tanah terhadap penglepasan
(detachment) dan perpindahan atau transport partikel-partikel tanah oleh
adanya gaya kinetik air hujan. Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh
beberapa sifat fisik dan kimia tanah seperti tekstur, stabilitas agregat,
kapasitas infiltrasi, dan kandungan bahan organik. Tekstur tanah yang
kasar bersifat resisten terhadap erosi karena massa partikel yang relatif
besar sehingga memerlukan tenaga yang besar untuk mengangkutnya,
sedangkan partikel yang halus (lempungan) memiliki daya resisten yang
tinggi karena daya kohesi yang besar antara tiap partikel sehingga
membentuk agregat yang kompak. Tekstur tanah yang peka terhadap
erosi adalah debu dan geluhan (Morgan, 2005). Ritcher dan Negendank
(1977, dalam Morgan, 2005) dalam penelitian yang dilakukan
menyimpulkan bahwa tanah yang memiliki 40% lebih kandungan debu
memiliki sifat yang mudah tererosi. Tanah dengan tekstur lempung
merupakan salah satu indikator yang menunjukkan adanya kombinasi
tanah dengan kandungan bahan oganik. Tanah yang memiliki kandungan
bahan organik serta bertekstur lempung memiliki kohesivitas tinggi yang
13
dapat membentuk agregat yang kompak dan stabil sehingga sulit untuk teragregasi (Morgan, 2005).
c. Lereng
Karakteristik lereng yang mempengaruhi besarnya intensitas erosi adalah kemiringan, panjang, dan bentuk lereng. Kemiringan suatu lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Semakin curam suatu lereng maka kecepatan limpasan dan aliran permukaan akan semakin besar sehingga air tidak sempat meresap terinfiltrasi ke dalam tanah dan mengakibatkan besarnya erosi yang terjadi.
Panjang lereng memiliki kontribusi terhadap intensitas erosi dengan mempengaruhi besarnya energi dari limpasan permukaan untuk mengerosi tanah (Utomo, 1994). Beberapa pengamatan menghasilkan pemahaman mengenai hubungan panjang lereng terhadap tingkat erosi.
Panjang lereng erosi dapat mempengaruhi besar kecilnya kehilangan tanah yang disebabkan oleh proses erosi yang terjadi. (Morgan, 2005)
Arsyad (1989) mengidentifikasi konfigurasi atau bentuk lereng menjadi dua, yaitu lereng cembung dan lereng cekung. Konfigurafsi lereng berbentuk cembung akan memiliki kecederungan untuk mengalami erosi lembar sedangkan lereng cekung akan cenderung mengalami erosi alur (rill) dan parit (gully).
d. Penutup dan Penggunaan Lahan
Faktor yang terutama berpengaruh terhadap bentukan kenampakan erosi adalah vegetasi sebagai hasil interaksi aktivitas manusia dalam mengelola lingkungannya. Baver (1962) mengungkapkan terdapat beberapa pengaruh dari faktor vegetasi sebagai salah satu jenis penggunaan atau penutup lahan terhadap tingkat erosi, yaitu:
a) Intersepsi oleh kanopi tanaman
Intersepsi butir-butir air hujan yang jatuh pada kanopi tanaman
berpengaruh terhadap erosi melalui dua cara :
14
1) Air hujan tidak pernah mencapai tanah karena terhalang
oleh kanopi. Butir-butir air hujan selanjutnya hanya digunakan oleh tumbuhan sebagai simpanan air. Hal ini tidak dianggap sebagai penentu erosi.
2) Kanopi tanaman tidak cukup menahan butir-butir air hujan yang jatuh dan hanya meminimalisir penghancuran atau agregasi air hujan terhadap struktur tanah. Hal ini juga mempengaruhi terbentuknya aliran batang (stemflow).
b) Penurunan volume dan kecepatan aliran dan limpasan permukaan
Vegetasi yang rapat tidak hanya mampu memperlambat laju air hujan yang mengalir menuruni lereng tetapi juga mampu mencegah terbentuknya aliran terpusat yang cukup deras yang mampu membarwa material-material hasil penghacuran/
agregasi (detachment).
c) Pengaruh akar terhadap peningkatan granulasi dan porositas tanah
Bulu-bulu akar yang menerobos ke dalam gumpalan tanah akan memicu pembentukan granulasi atau butir-butir agregat tanah.
Pembentukan granulasi ini akan juga berpengaruh terhadap karakteristik porositas tanah.
d) Aktivitas biologi yang berasosiasi dengan pertumbuhan tanaman dan pengaruhnya terhadap porositas tanah
Aktivitas biologi dari fauna-fauna tanah akan membantu
pertumbuhan tanaman dengan baik karena merupakan pupuk
yang alami. Perkembangan aktivitas fauna maupun bahan
organik memiliki peranan dalam membuat tanah berada dalam
kondisi yang baik, pembentukan granulasi, dan membuat tanah
bersifat permeabel terhadap air yang sampai di permukaan. Hal
ini berpengaruh dalam menentukan besarnya kapasitas
infiltrasi.
15
Identifikasi asal mula proses ini didasarkan pada kenampakan erosi yang ada di suatu penggal lereng. Menurut Stocking dan Murnaghan (2000) bentukan hasil proses erosi dan sedimentasi yang disebut sebagai kenampakan-kenampakan erosi antara lain:
1. Erosi Lembar
Erosi merupakan pengangkutan tanah yang merata dari satu permukaan bidang tanah. Erosi ini terjadi karena kekuatan butir-butir hujan yang jatuh dan mulai membentuk limpasan permukaan. Erosi ini sulit diamati tetapi dampaknya dapat dirasakan petani yang mengolah tanah karena tanah semakin mengeras dan permukaan tanah semakin menurun. Di bawah dijelaskan beberapa kenampakan-kenampakan yang tampak di lapangan sebagai indikator terjadinya erosi lembar.
a) Pedestal
Pedestal merupakan suatu kolom tanah yang berbentuk tegak dari suatu permukaan tanah yang tererosi, terlindungi oleh material yang resisten di atasnya. Kenampakan ini disebabkan oleh perbedaan percikan air hujan (rain splash erosion) yang bersentuhan di bawah material penutup yang resisten.
b) Armour layer
Armour layer merupakan kenampakan terkonsentrasi pada permukaan tanah yang kasar biasanya akan terdistribusi secara random pada seluruh permukaaan tanah.
Gambar 1.1. Kenampakan Armour Layer (Stocking-Murnaghan, 2000)
16
c) Plant/ Tree root exposure
Tumbuhan atau akar pohon yang tampak merupakan tanda adanya penurunan lapisan tanah. Tanah yang awalnya menutupi akar hilang sehingga mengakibatkan dasar dari batang pohon atau akar yang lateral, terlihat sebagian di atas permukaan tanah.
Gambar 1.2. Kenampakan Plant Root Exposure (Stocking- Murnaghan, 2000)
d) Fence post exposure
Erosi lembar menghasilkan reduksi pada level tanah secara umum, dapat diidentifikasi di bagian atas tanah atau struktur fondasi buatan manusia seperti tonggak-tonggak, pagar, galah-galah, rel yang tua, jalan, jembatan, dan gedung-gedung.
e) Tree Mound
Suatu gundukan tanah di sekitar tanaman yang menunjukkan situasi bahwa tanah di bawah sebuah kanopi pohon memiliki level yang lebih tinggi dari lapisan tanah di sekitarnya.
Gambar 1.3. Kenampakan Tree Mound (Stocking-Murnaghan, 2000) Perbedaan permukaan
tanah hasil erosi
17
2. Erosi Alur
Alur adalah kenampakan permukaan tanah yang turun karena adanya konsentrasi aliran permukaan setelah terjadi hujan. Alur-alur yang terjadi masih dangkal dan dapat dihilangkan dengan pengelolaan tanah sederhana. Erosi ini bisa terjadi pada daerah-daerah dengan system penanaman menurut lereng atau contour cultivation (Arsyad, 1989)
Gambar 1.4. Kenampakan Alur (Stocking-Murnaghan, 2000) 3. Erosi Parit
Erosi Parit merupakan suatu penurunan alur yang dalam dan lurus searah dengan lereng. Bentukan ini merupakan alur dengan ukuran minimal 40 sentimeter dengan kedalaman sekitar 25 sentimeter. Erosi parit yang telah lanjut dapat mencapai 30 meter kedalamannya. Kenampakan ini terlihat sebagai alur yang baru dan memanjang secara aktif dan berfungsi sebagai saluran buangan secara alami (Arsyad, 1989).
Kenampakan-kenampakan lain yang dapat digunakan sebagai bukti terjadinya erosi adalah kenampakan sedimen yang merupakan hasil proses erosi dan diakumulasikan pada daerah-daerah yang lebih rendah, cekungan- cekungan, dan daerah dataran. Kenampakan tersebut misalnya:
1. Build Up Againts Bariers
Kenampakan ini muncul sebagai akibat dari proses transportasi
dari material erosi yang terhenti karena adanya suatu penghalang
partikel suspense. Partikel yang terhalang akan terkumpul pada
penghalang tersebut apabila gerakan air melambat.
18
Gambar 1.5. Sketsa Build up against barriers (Stocking-Murnaghan, 2000)
Gambar 1.6. Kenampakan Build up against barriers (Stocking- Murnaghan, 2000)
2. Sediments in Drains
Pada lahan-lahan pertanian, aliran dari atas bukit menuju lembah
menuruni lereng melalui saluran-saluran yang memotong lereng
yang dibuat untuk melindungi lahan dari kelebihan aliran air. Pada
dasar-dasar saluran dapat dilihat material yang lebih halus
dibanding dengan tanah yang di sekitarnya (Stocking dan
Murnaghan, 2000)
19
Gambar 1.7. Kenampakan Sediment in Drain (Nurul, Kulonprogo
2010)
b. Landasan teori
Erosi adalah proses geomorfik yang meliputi adanya penglepasan atau penghancuran agregat-gregat tanah oleh tenaga kinetik hujan, pengangkutan material hasil penglepasan agregat tanah. Pada tahap selanjutnya ketika daya angkut air menurun terjadi fenomena terakhir yaitu sedimentasi. Setiap runtutan proses ini memiliki bentukan hasil proses erosi atau yang disebut kenampakan erosi yang beragam. Namun dalam perkembangan selanjutnya bentukan ini dapat mengalami variasi tergantung pada faktor-faktor lahan yang ada di sekitar daerah tersebut. Kenampakan-kenampakan erosi yang ada ini menjadi penentu dan identifikasi asal mula proses erosi yang terjadi serta faktor yang mempengaruhi.
Kenampakan-kenampakan erosi yang diamati didasarkan pada runtutan proses yang terjadi yaitu mulai dari penglepasan atau penghancuran, pengangkutan, serta pengendapan (sedimentasi) agregat- agregat tanah. Hasil proses ini menghasilkan beberapa bentukan yaitu sebagai berikut :
Kenampakan sedimen
hasil erosi pada
saluran yang ada di
penggal lereng
20
a. Erosi percik
Erosi percik merupakan akibat dari energi kinetik hujan yang jatuh mengenai tanah terutama pada tanah-tanah terbuka. Kenampakan erosi yang muncul pada splash erosion ini adalah pedestal dan bercak-bercak tanah pada tanaman sebagai akibat dari percikan air hujan yang melempar agregat tanah lepas ke udara.
b. Erosi lembar
Erosi lembar dipengaruhi oleh adanya limpasan permukaan (overland flow). Ada beberapa kenampakan yang terjadi pada proses ini, yaitu:
a) Armour layer
Armour layer merupakan kenampakan terkonsentrasi pada permukaan tanah yang kasar biasanya akan terdistribusi secara acak pada seluruh permukaaan tanah.
b) Plant/ Tree root exposure
Tumbuhan atau akar pohon yang muncul ke permukaan tanah merupakan indikasi adanya penurunan lapisan tanah akibat erosi. Tanah yang awalnya menutupi akar, hilang tererosi sehingga mengakibatkan pangkal batang pohon atau akar yang lateral, terlihat sebagian di atas permukaan tanah.
c) Fence post exposure
Erosi lembar menghasilkan penurunan pada level tanah secara umum, dapat diidentifikasi di bagian atas tanah atau struktur fondasi buatan manusia seperti tonggak-tonggak, pagar, galah- galah, rel yang tua, jalan, jembatan, dan gedung-gedung.
d) Tree Mound
Suatu gundukan tanah di sekitar tanaman yang menunjukkan
situasi bahwa tanah di bawah sebuah kanopi pohon memiliki
level yang lebih tinggi dari lapisan tanah di luar dan sekitar
kanopi pohon.
21
c. Erosi alur (rill)
Kenampakan erosi alur yang terbentuk dipengaruhi oleh adanya aliran terkonsentrasi dan menghasilkan alur-alur sehingga menjadi konsentrasi aliran air menggerus dan mengangkut material hasil penghancuran agregat tanah.
d. Erosi parit (gully)
Bentukan erosi ini merupakan erosi tahap lanjut. Parit terbentuk sebagai cekungan dalam dan panjang membentuk saluran. Ketika musim penghujan berfungsi sebagai parit alami hasil aliran permukaan. Parit atau gully dapat berkembang terus hingga mencapai dasar batuan induk, jika sudah mencapai tahap tersebut perkembangan selanjutnya akan mengarah ke samping.
e. Sedimentasi
Ada beberapa hasil sedimentasi yang menjadi bahan kajian penelitian ini yaitu
a) Build Up Againts Bariers
Kenampakan ini muncul sebagai akibat dari proses transportasi material hasil erosi yang terhenti karena adanya suatu penghalang. Partikel-partikel tanah yang terhalang akan terkumpul pada penghalang tersebut apabila gerakan air melambat.
b) Sediments in Drains
Pada lahan-lahan pertanian, aliran dari atas bukit menuju
lembah menuruni lereng melalui saluran-saluran yang
memotong lereng yang dibuat untuk melindungi lahan dari
kelebihan aliran air. Pada dasar-dasar saluran dapat dilihat
material yang lebih halus dibanding dengan tanah yang di
sekitarnya
22
c. Kerangka Pemikiran
Erosi merupakan rangkaian proses penghancuran (detachments) agregat-agregat tanah oleh air hujan serta pengangkutan partikel-partikel tanah yang teragregasi oleh limpasan dan aliran permukaan. Erosi diawali dengan adanya pengaruh butir-butir air hujan (rain drop) yang jatuh ke permukaan tanah yang dapat menyebabkan terlemparnya partikel tanah ke udara sejauh beberapa sentimeter. Butir-butir air hujan yang jatuh tidak selalu mengenai permukaan tanah terbuka. Tanah dapat tertutup oleh batu permukaan, tanaman, atau akar pohon. Hal ini mengakibatkan terbentuknya pedestal sebagai hasil dari erosi percik dan lembar.
Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan telah mengalir membentuk limpasan permukaan memiliki daya angkut yang membawa lapisan tipis material tanah yang telah teragregasi. Lapisan tanah ini pada waktunya akan diendapkan karena daya angkut air tidak mampu ladi mengangkut beban material yang besar. Hal ini merupakan indikator adanya erosi lembar. Air hujan yang terkonsentrasi memiliki kekuatan untuk membentuk alur-alur pada permukaan tanah yang merupakan indikator terjadinya erosi alur. Perkembangan erosi alur secara terus- menerus oleh aliran permukaan dapat membentuk kenampakan parit.
Pengamatan awal proses erosi pada penelitian ini dilakukan berdasarkan kenampakan-kenampakan erosi yang terbentuk sebagai hasil proses setiap tahapan. Pembentukan kenampakan erosi ini juga dipengaruhi oleh kombinasi beberapa faktor lahan. Faktor-faktor tersebut meliputi penutup dan penggunaan lahan, lereng, hujan, dan tanah. Berdasarkan pengukuran variabel lahan yang berpengaruh terhadap erosi dilakukan uji statistik untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian erosi di Sub DAS Serang.
Gambar 1.8 merupakan diagram kerangka penelitian “Kajian
Awal Terjadinya Erosi Dan Sedimentasi Di Sub DAS Serang,
Kabupaten Kulonprogo”
23
Gambar 1.8. Kerangka Pemikiran Penelitian yang akan dilakukan
d. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian dan telaah pustaka yang dilakukan maka ada empat poin utama hipotesis dari penelitian “Kajian Asal Mula Proses Erosi Dan Sedimentasi Di Sub DAS Serang, Kabupaten Kulon Progo”, yaitu :
a) Awal proses erosi diawali dengan terjadinya splash erosion akibat daya rusak butir-butir air hujan yang terangkut oleh limpasan dan aliran permukaan membentuk kenampakan erosi lembar, alur, dan parit serta terendapkan membentuk akumulasi sedimen yang variasinya dipengaruhi oleh faktor lahan seperti penutup lahan, lereng, dan tanah serta dinamika air hujan yang jatuh.
HUJAN
PERMUKAAN
TANAHKarakteristik Lahan:
a. Penutup lahan b. Penggunaan lahan c. Lereng
d. Tanah
Infiltrasi
Limpasan Permukaan
Aliran Permukaan
Percik/ Tetes Hujan Erosi percik
Erosi Lembar
Erosi Alur dan Erosi Parit
Sedimen transport
Sedimentasi
24