• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang memiliki keragaman jenis tanaman. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia menjadikan Negara ini mudah untuk ditanami berbagai macam tanaman khususnya komoditas pertanian seperti padi, kelapa sawit, coklat, jagung, ketela, dan lain sebagainya. Namun dibalik iklim tropis yang memudahkan berbagai tanaman berkembang di Indonesia, masalah mutu dan keamanan pangan masih menjadi faktor yang perlu diperhatikan. Rendahnya mutu produk pertanian yang dihasilkan terutama disebabkan oleh penanganan bahan saat pra-panen (pre- harvest) hingga penanganan bahan pasca-panen (post-harvest). Karakteristik produk pertanian yang rentan terhadap kontaminasi yang berasal dari kapang, mikrobia dan sebagainya juga menjadi pertimbangan bagi produsen (petani) hingga konsumen untuk memperhatikan penanganan bahan mulai dari pra-panen hingga pasca-panen.

Kondisi Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan suhu, curah hujan

dan tingkat kelembaban yang relatif tinggi ini menjadikan kapang atau jamur mudah

berkembang biak. Salah satu kapang yang mudah berkembang biak dalam iklim ini

adalah kapang penghasil mikotoksin. Kontaminasi mikotoksin bukan baru-baru ini

ditemukan, di Negara maju sudah banyak penelitian dan analisis yang dilakukan

kaitannya dengan perkembangan mikotoksin. Namun di Indonesia isu mengenai

(2)

maupun pakan.

Mikotoksin merupakan senyawa organik beracun hasil metabolisme sekunder dari kapang, dimana senyawa ini dapat membahayakan bagi manusia maupun ternak apabila terkonsumsi dalam jumlah yang banyak. Mikotoksin banyak ditemui pada tanaman biji-bijian yang disimpan dalam kondisi kadar air yang tinggi. Terdapat beberapa jenis mikotoksin yang dapat menyerang tanaman pertanian antara lain aflatoksin, patulin, deoksinivalenol, zearalenon, okratoksin A dan lain sebagainya.

Menurut Miskiyah et al. (2010), aflatoksin merupakan jenis yang perlu diwaspadai dari berbagai jenis mikotoksin yang ada. Hal tersebut dikarenakan Aspergillus sp.

sebagai produsennya banyak ditemukan dan mencemari berbagai produk pangan di Indonesia, terutama pada tanaman jagung.

Di Indonesia, jagung merupakan salah satu komoditas yang berperan penting

setelah padi karena jagung tidak hanya dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan

tetapi juga pakan. Seperti terlihat pada Tabel 1.1, Departemen Pertanian dalam situs

resminya menyatakan bahwa pada tahun 2012 produksi komoditas jagung nasional

menduduki peringkat ketiga dibandingkan tanaman pangan lain. Hal tersebut

membuktikan bahwa potensi jagung nasional cukup besar, setelah komoditas padi di

peringkat pertama dan ubi kayu diperingkat kedua.

(3)

Gambar 1.1 Produksi tanaman pangan Nasional tahun 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Berdasarkan Tabel 1.1, produksi jagung Nasional cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana pada tahun 2009 produksi jagung Nasional sebesar 17.692.748 ton dan mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi sebesar 18.327.636 ton. Meskipun pada tahun 2011 sempat mengalami penurunan produksi, namun pada tahun 2012 terjadi peningkatan yang hampir mencapai 10%. Selain itu, produktivitas dari tahun 2009 hingga 2012 cenderung meningkat. Melihat data statistik tersebut, maka jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki tingkat produksi nasional yang cukup tinggi dan berpeluang menjadi komoditas unggulan sehingga perlu dilakukan upaya pemeliharaan dan penanganan yang baik sehingga kualitas komoditas ini dapat meningkat sebanding dengan kuantitas yang dihasilkan.

0 10.000.000 20.000.000 30.000.000 40.000.000 50.000.000 60.000.000 70.000.000

Produksi (ton)

(4)

Tahun Produksi

(Ton) Produktivitas (Ku/Ha) 2009 17.629.748 42.37 2010 18.327.636 44.36 2011 17.643.250 45.65 2012 19.387.022 48.99 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Jagung termasuk dalam tanaman serealia atau biji-bijian yang dapat hidup pada iklim tropis maupun sub-tropis. Jagung di Indonesia banyak dimanfaatkan untuk pangan dan pakan ternak. Bahkan menurut Haliza (2005), peningkatan pemanfaatan jagung umumnya terjadi bersamaan dengan berkembangnya industri pakan, terutama pakan ayam ras, baik pedaging maupun petelur. Salah satu ancaman terhadap mutu tanaman jagung adalah kontaminasi aflatoksin. Jagung yang terkontaminasi aflatoksin banyak ditemukan pada aktivitas pra-panen hingga aktivitas pasca- panennya, bahkan aflatoksin yang dapat terlihat secara visual sudah ditemui saat berada pada tingkat petani hingga tingkat konsumen. Agrina (2014) mengutip pernyataan Prof. Dr. Ir. Budi Tangendjaja, menyatakan bahwa mikotoksin yang dominan di Indonesia adalah aflatoksin. Dalam media online tersebut juga disebutkan bahwa hampir secara keseluruhan jagung di Indonesia terkontaminasi aflatoksin hanya saja jumlahnya yang bervariasi dari di bawah 20 ppb hingga di atas 100 ppb.

Kondisi tersebut perlu ditindaklanjuti dengan melakukan identifikasi terhadap faktor

(5)

yang dapat memicu muncul dan berkembangnya aflatoksin tersebut, sehingga kerugian (losses) yang ada pada tiap tingkatan dapat diantisipasi dari awal.

Risiko keberadaan aflatoksin yang cukup tinggi pada tanaman jagung menjadi pertimbangan bagi penulis terhadap perlunya antisipasi dampak negatif mikotoksin jenis aflatoksin ini, sehingga risiko negatif yang muncul dapat dicegah dan dampaknya dapat diminimalisir. Manajemen risiko dalam rantai pasok suatu komoditas diperlukan untuk mengetahui seberapa besar dampak dan peluang terjadinya risiko yang ada pada setiap tingkatan, sehingga mitigasi risiko untuk setiap tingkatan rantai pasok akan berbeda. Dalam memberikan suatu mitigasi risiko diperlukan suatu standar sebagai acuan, dimana saat ini telah berkembang berbagai standar internasional yang dapat diadopsi, salah satunya adalah standar manajemen risiko AS/NZS 4360:2004 yang saat ini telah digabung dengan standar ISO menjadi ISO 31000:2009.

Dengan melakukan analisis terhadap besaran risiko yang berpotensi muncul

pada setiap tingkatan rantai pasok (supply chain), diharapkan penulis akan dapat

memberikan mitigasi terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari masing-masing

besaran risiko. Dalam manajemen rantai pasok terdapat aktivitas logistik yang

membutuhkan biaya, dimana biaya tersebut akan memberikan penurunan

profitabilitas apabila tidak dikelola dengan baik. Penelitian mengenai biaya logistik

(Ongkunaruk and Piyakarn, 2011; Pishvaee et al, 2009) menyebutkan bahwa dalam

suatu supply chain diperlukan integrasi di setiap tingkatannya melalui koordinasi,

(6)

diminimalisir dan aspek pelayanan dapat selalu diperbaiki. Sharing informasi dalam hal biaya logistik diperlukan sebagai salah satu indikator dalam monitoring dan evaluasi aktivitas logistik, untuk mengukur dampak dari keputusan biaya, serta dapat meminimalkan total biaya dalam keseluruhan sistem.

Total biaya logistik dalam keseluruhan sistem tidak dapat terlepas dari biaya

dari tiap aktivitas logistik dan biaya dari tiap tingkatan supply chain. Hal itu

dikarenakan dalam suatu sistem yang terintegrasi, perubahan biaya yang terjadi

dalam suatu sub-sistem akan berdampak terhadap sub-sistem lain. Perubahan biaya

sub-sistem yang dimaksud adalah perubahan biaya pada satu atau beberapa aktivitas

logistik maupun pada salah satu tingkatan (tier) supply chain. Oleh karena itu, selain

pemberian mitigasi risiko akan lebih baik apabila dilakukan analisis lebih lanjut

mengenai keterkaitan antara risiko yang teridentifikasi dengan biaya yang diperlukan

untuk setiap aktivitas logistik pada suatu komoditas melalui analisis truktur biaya

logistik pada rantai pasok (supply chain) komoditas jagung. Analisis struktur biaya

logistik dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi biaya logistik dan

menentukan aktivitas yang dapat dikendalikan. Dengan adanya penelitian yang

dilakukan oleh penulis ini, diharapkan dapat dihasilkan suatu tindakan pencegahan

dampak negatif mikotosin yang berimplikasi pada pengendalian dan pengurangan

aspek biaya logistik dalam rantai pasok (supply chain) komoditas jagung.

(7)

B. Pokok Permasalahan

Dampak negatif mikotoksin terhadap hasil panen komoditas jagung memberikan kerugian jangka pendek dan jangka panjang bagi petani hingga ke konsumen. Untuk meminimalisir dampak tersebut diperlukan upaya untuk memahami besaran risiko pada setiap tingkatan rantai pasok (supply chain) dan memetakan setiap risikonya, sehingga dapat dirumuskan suatu mitigasi risiko kepada setiap tingkatan rantai pasok (supply chain) komoditas tersebut.

Standar yang digunakan dalam analisis risiko pada penelitian ini adalah

AS/NZS ISO 31000:2009 dan analisis pendukung yang digunakan berupa analisis

struktur biaya logistik komoditas jagung berdasarkan aktivitas logistiknya (activity-

based costing). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah convenience sampling yang dilakukan melalui indepth interview kepada

pelaku rantai pasok (supply chain) sekaligus pemilik risiko (risk owner). Dengan

adanya elaborasi antara analisis risiko dan analisis struktur biaya logistik dalam

penelitian ini, diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengendalian dampak negatif

mikotoksin pada komoditas jagung sehingga risiko mikotoksin dapat diminimalisir

dan biaya logistik dapat dikendalikan.

(8)

Batasan-batasan dalam penelitian ini antara lain:

1. Penelitian ini berfokus pada pengambilan sampel di sentra komoditas jagung kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah.

2. Analisis risiko dilakukan pada tingkat petani, pengepul, pedagang besar dan konsumen

3. Identifikasi mikotoksin di lapangan dilakukan secara visual

4. Penentuan probabilitas kejadian (likelihood) dan dampak yang ditimbulkan (severity) risiko diperoleh dari pemilik risiko (risk owner).

5. Analisis struktur biaya hanya dilakukan pada tingkatan yang memiliki aktivitas logistik yaitu pada tingkat petani, pengepul dan pedagang besar

6. Komponen biaya logistik ditentukan berdasarkan elaborasi antara jurnal yang berkaitan dengan interview yang dilakukan kepada responden.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menentukan risk mitigation dan risk treatment pada risiko yang teridentifikasi di setiap tier berdasarkan kategori risikonya.

2. Melakukan analisis struktur biaya logistik berdasarkan aktivitas logistiknya 3. Memberikan rekomendasi berdasarkan keterkaitan antara identifikasi risiko

mikotoksin dengan struktur biaya logistik pada komoditas jagung.

(9)

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran mengenai risiko pada rantai pasok komoditas jagung beserta faktor dan besaran risiko pada masing-masing tingkatan rantai pasok, sehingga dapat dilakukan upaya mitigasi risiko untuk mengurangi dampak negatif mikotoksin

2. Mengetahui komponen biaya yang paling berpengaruh terhadap aktivitas logistik

komoditas jagung, sehingga analisis yang dilakukan dapat berimplikasi pada

pengendalian dan pengurangan biaya logistik.

Gambar

Gambar 1.1 Produksi tanaman pangan Nasional tahun 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Hasil jumlah iterasi dalam satu kali konvergen terhadap jumlah varian data training pada metode improved semi supervised k-means dengan k-means Pada pengujian ketiga

Pengaruh Beberapa Jenis Media Tanam dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek Jamrud (Dendrobium..

Berfungsi untuk memfasilitasi transmisi informasi, dimana perlengkapan komunikasi terdiri dari modem yang memfasilitasi transmisi data lewat jaringan telefon pada processor

Theaflavin yang terkandung dalam teh hitam memiliki potensi dalam memproduksi NO dan vasorelaksasi yang lebih tinggi dari EGCG yang terkandung dalam katekin,

Secara yuridis perumusan pengertian akta otentik tersebut dinyatakan oleh ketentuan dalam Pasal 165 HIR/RBG, sebagai berikut: ”Akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh

Dari gambar, dapat dilihat bahwa yang memperoleh nilai maksimal pada atribut aroma, tekstur, rasa dan penampakan adalah perlakuan suhu 95 0 C dengan waktu pemasakan 115

PT Nyonya Meneer menilai seorang wanita itu adalah sosok yang spesial, oleh karena itu seorang wanita dari remaja harus bisa merawat diri, sehingga hasilnya dapat dinikmati baik

Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Jaji pada tahun 2012, hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada hubungan