• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diundangkannya PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan. Daerah yang didalamnya memuat pasal-pasal yang mengatur tentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sejak diundangkannya PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan. Daerah yang didalamnya memuat pasal-pasal yang mengatur tentang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejak diundangkannya PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah yang didalamnya memuat pasal-pasal yang mengatur tentang pemerintahan desa (Bab XI Pasal 200 s.d 216), banyak pihak yang mempertanyakan mengenai arah dasar kebijakan tentang pemerintahan desa berubah-ubah, tetapi tidak menyentuh substansi dasar pengolahan pemerintahan desa secara proporsional.

Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 maka Peraturan Pemerintah No 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa harus disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tentang perubahan atas Undang-Undang no 32 Tahun 2004. Walaupun terjadi pergantian Undang-Undang namun prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan mengenai Desa masih tetap berlaku yaitu;

1. Keanekaragaman, yang memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintah serta pelaksanaan pembangunan di Desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun harus tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara

(2)

2

Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesame warga desa.

3. Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempatdidasarkan pada hak asal usul dan nilai-nilai social budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negarayang selalu mengikuti perkembangan jaman.

4. Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan di Desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakatyang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga kemasyarakatan sebagai mitra pemerintahan Desa.

5. Pmberdayaan Masyarakat, memiliki makn bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahtraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.1

1 Penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 72, Fokusmedia, Bandung, 2012, Hlm. 85

(3)

3

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa dan kepada desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.

Ada 4 (empat) sumber hal mendasar yang banyak dipertanyakan orang mengenai kebijakan pengaturan tentang desa.

1. Mengenai kerangka hokum dan kedudukan desa atas hasil Amandemen UUD 1945, ternyata pengelolaan pemerintahan desa tidak diatur secara eksplisit di dalamnya tetapi disiapkan dalam kebijakan mengenai pemerintahan daerah.

Konsekuensinya, eksistensi desa berada di dalam wilayah yuridiksi dan merupakan subsistem pemerintah daerah (kabupaten/kota). Akibatnya, desa kehilangan kontak hubungan secara langsung dengan Propinsi dan Pemerintah Pusat.2

2. Mengenai kewenangan desa, kewenangan-kewenangan desa dinilai masih belum jelas meskipun telah diatur dalam UU No. 32/2004 Pasal 206

2 Daeng Sudiro, Pembahasan Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah dan Pemerintahan Desa, Angkasa, Bandung, 1985, hal. 35

(4)

4

kewenangan asal usul dan adat istiadat pada umumnya sudah hancur karena masuknya intervensi Negara dan eksploitasi modal. Yang masih tersisa adalah ritual adat di desa yang sama sekali tidak berkaitan dengan kewenangan kepemerintahan. Hal ini karena desentralisasi dan otonomi daerah berhenti di kabupaten/kota, maka kewenangan desa sangat bergantung pada “budi baik”

pimpinan daerah masing-masing.

3. Mengenai keuangan dan ekonomi desa. PP No. 72 Tahun 2005 cukup tegas menyebutkan sumber-sumber pendapatan (keuangan) desa namun dalam realisasinya pemerintah dan masyarakat desa tidak pernah jelas mengenai hal ini. Keterbukaan informasi dan kebijakan keuangan pemerintah supradesa tidak pernah sampai di desa. 3

Di pihak lain, banyak proyek pengembangan usaha kecil dan mikro kredit (mislnya) tidak pernah berkaitan langsung dengan pemerintah desa kecuali hanya dengan kepala desa secara individual. Proyek-proyek pengembangan ekonomi pedesaan ini, dengan demikian tidak pernah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap upaya penguatan pemerintahan desa.4

4. Mengenai demokrasi dalam system dan tata pemerintahan desa. Perubahan UU No. 34 Tahun 2004 menjadi PP No. 72 Tahun 2005 mengubah system pemilihan.

5

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) secara langsung menjadi system pengangkatan Badan Permusyawaratan Desa (Bamusdes). Persoalan mengenai

3 Daeng Sudiro, Op.Cit. Hlm. 37

4 A.W Widjaja, Sumber pandapatan yang telah dimiliki atau dikelola oleh desa, PT. Raja Grafindo Persada Bina Aksara, Jakarta, 2003, Hlm. 132

5 Ibid, hlm 38

(5)

5

Bamusdes sebenarnya bukan hanya pada system pengangkatannya, tetapi juga pada fungsi (peran) yang harus dilakukan bersama dengna kepala desa yang dipilih menyusun dan mengesahkan peraturan-peraturan desa. Akibatnya, secara popular legitimasi aturan-aturan desa yang ditetapkan dapat dinilai tidak kuat.

Fungsi pengawasan Bamusdes terhadap kinerja kepala desa di dalam PP No. 72 Tahun 2005 tidak ada. Kepala desa dipilih secara langsung oleh rakyat desa tetapi pertanggungjawabannya tidak kembali kepada rakyat desa sebagai konstituenya melainkan kepada Bupati melalui Camat. Mekanisme pertanggungjawaban kepala desa ini jelas mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas kepada desa yang dapat berakibat pada responsivitas kepala desa terhadap kepentingan dan kebutuhan rakyat desa rendah. 6

Selama ini, pembahasan mengenai desa dan pengaturan kebijakan mengenai pemerintahan desa belum pernah dilakukan secara mendalam dan menyeluruh melalui suatu proses kontrak social yang terbuka. Penyusunan kebijakan pengaturan mengenai desa cenderung elitis dan tertutup sehingga hasilnya hampir selalu menimbulkan “kejutan-kejutan” di kalangan masyarakat luas. 7

Oleh adanya perubahan-perubahan, kebijakan pengaturan mengenai pemerintah desa, pemerintahan kabupaten dan desa (termasuk masyarakat desa sendiri) dituntut untuk terus melakukan penyesuaian-penyesuaian yang didalam prosesnya tidak sedikit menimbulkan gesekan social dan politik yang berimplikasi pada terganggunya proses pembangunan demokrasi dan ekonomi masyarakat desa

6 W. Widjaja, Pemerintah Desa/Marga, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001, hlm. 13

7 Ibid, Hlm 29

(6)

6

itu sendiri. Berangkat dari 4 (empat) permasalahan dasar ini, muncul kebutuhan untuk bersama untuk mempertajam konsep mengenai desa secara komprehensif dan proporsional atas realitas kemajemukan kondisi desa-des di Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian penulisan dalam bentuk skripsi yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP KEWENANGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DESA.”

(7)

7 B. Perumusan Masalah

Adapun Permasalahan yang akan diangkat penulis adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kewenangan Badan Permusyawaratan Desa dalam

melaksnakan pemerintahan desa?

2. Bagaimana hubungan Badan Permuswayaratan Desa dengan perangkat pemerintahan desa?

3. Bagaimana Badan Permusyawaratan Desa menjalankan kewenanganya 4. Bagaimana kinerja Badan Permusyawaratan Desa.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dlam penelitian ini adalah :

a. Untuk menganalisa kewenangan Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan pemerintahan desa.

b. Untuk menganalisa hubungan Badan Permusyawaratan Desa dengan perangkat pemerintah desa.

c. Untuk menganalisa kendala-kendala yang dihadapi Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan kewenangannya

d. Untuk menganalisa upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kinerja Badan Permusyawaratan Desa.

(8)

8 2. Mamfaat Penulisan

Ada pun yang menjadi tujuan penulisan skripsi penulis yang berjudul:

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP KEWENANGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DESA, sesuai dengan permasalahan yang diajukan antara lain dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Secara teoritis diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hokum pada umumnya dan secara khusus administrasi Negara yang menyangkut mengenai masalah pelaksanaan pemerintahan desa.

b) Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alat dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang kewenangan badan Permusyaratan desa dalam melaksanakan pemerintah desa.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah asli (bukan jiplakan), sebab ide, gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan ini penulis dapat bertanggung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini, belum pernah ada judul yang sama demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan. Dalam hal mendukung penulisan ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang diambil atua dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan.

(9)

9 E. Tinjauan Kepustakaan

Penulis melakukan tinjauan kepustakaan berdasarkan refernsi dari buku- buku. Badan Permusyawaraan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah, badan Permusyawaratan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat di desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Salah satu tugas pokok yang dilaksanakan lembaga ini (BPD) adalah berkewajiban dalam menyalurkan aspirasi dan meningkatkan kehidupan masyarakat desa, sebagaimana juga diatur dalam PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, BPD dituntut mampu menjadi aspirator dan articulator antara masyarakat desa dengan pejabat atau instansi yang berwenang.

Sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pokok-pokok pemerintahan di Daerah, program-program pendayagunan kelembagaan pemerintah daerah dan desa terutama adala yang menyangkut rumusan tugas, fungsi, saling hubungan, tanggun jawab dan kewenangan yang melekat pada struktur organisasi dalam seluruh hirarki administrasi pemerintah daerah dan desa. Sehubungan dengan upaya peningkatan kemapuan penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah, baik dalam rangka desentralisasi, dekontrasi dan pelaksanaan tugas pembantuan, dalam Repelita V dilakukan perjanjian dan langkah-langkah penataan dan pengatuan kembali pembagian dan batas-batas wewenang antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Derah Tingkat II. Selanjutnya

(10)

10

unsure-unsur organisasi yang berperan dalam upaya peningkatan pendapatan asli akan dimantapkan system dan kemampuan teknis dan manajemennya.

Pemilihan Anggota BPD dilaksanakan oleh penduduk desa dari dusun dalam wilayah desa yang bersangkutan yang mempunyai hak pilih yang pelaksanaanya dilakukan oleh Panitia Pemilihan. Panitia pemilihan adalah, Panitia pemilihan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Keputusan BPD.

Jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan. Anggota BPD dipilih dari calon-calon yang dijukan oleh kalangan adat, agama, organisasi sosial-politik, golongan profesi dan unsur pemuka masyarakat lainnya yang memenuhi persyaratan.

F. Metodologi Penulisan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Materi/Bahan Penelitian

Adapun materi atau bahan penelitian ini bersumber dari data sekunder.

Data sekunder tersebut terdiri dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hokum yang mengikat, yakni : peraturan perundang-undangan yang terkait seperti PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bhan perpustakaan, yakni buku- buku bacaan yang berkaitan dengan masalah kewenangan Badan Permusyaratan Desa dalam melaksanakan pemerintah desa.

(11)

11 2. Alat Pengumpul Data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah studi dokumen, yaitu pengumpulan data dengan cara penelusuran kepustakaan.

3. Analisis Hasil Penelitian

Keseluruhan data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu dengan cara menguraikan dengan kata-kata.

G. Sitematika Penulisan

Secara sistematis penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi atas sub bab yang terperinci sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini Mengemukakan tentang latar belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan Skripsi ini.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

Dalam Bab ini Mengemukakan tentang tinjauan umum tentang latar belakang berdirinya badan permusyawaraan desa, Pengertian Badan Pemusyaratan Desa dan Pemerintah Desa, Dasar Hukum Pembentukan Badan Permusyaratan Desa, Tata Cara Pengangkatan Badan Permusyawaratan Desa

(12)

12

BAB III TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP KEWENANGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DESA

Dalam Bab Ini Mengemukakan tentang Pengertian Hukum Administrasi Negara, Pengertian Badan Pemusyaratan Desa dan Pemerintah Desa, Kewenangan Badan Permusyaratan Desa Dalam Melaksanakan Pemerintahan Desa.

BAB IV HUBUNGAN YURIDIS ANTARA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DAN PERANGKAT DESA

Dalam Bab ini Mengemukakan tentang Hubungn Yuridis antara Badan Permusyawaratan Desa dan perangkat Desa, Hubungan Badan Permusyawaratan Desa Dengan Perangkat Pemerintahan Desa, Kendala-Kendala Badan Permusyaratan Desa Dalam Menjalankan Kewenangannya dan upaya penyelesaian kendala.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam Bab ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan penutup dariseluruh rangkaian bab-bab sebelumnya dan juga berisi saran dari penulisan yang mungkin bermamfaat di masa mendatang.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk hasil pengukuran kinerja keuangan yang diukur melalui rasio leverage Ratio ( yang Debt to Equity Ratio ) menunjukkan bahwa kinerja PDAM “Delta Tirta” Kabupaten

lebih besar dari pada , sehingga kita dapat menyakini bahwa akan terjadi sebuah gempa bumi di kota Zadia pada suatu saat dalam 20 tahun ke depanB. Peluang terjadinya

Matriks SWOT dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana strategi pemasaran perusahaan yang sesuai berdasarkan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam rangka

Guru disiplin Pengerusi meminta agar semua guru disiplin meningkatkan kawalan dan pemantauan terhadap para pelajar dan pelajar-pelajar yang mempunyai masalah disiplin

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

Mereka yakin bahwa “penghalang, seperti yang dirancang, memisahkan laguna dari laut dengan cara yang efektif, efisien, dan fleksibel, mempertimbangkan kondisi saat ini

Kedua format baik manual maupun elektronik juga merupakan alat komunikasi dan penyimpanan informasi kesehatan (Hatta,2013). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

pimpinan di perusahaan anda adalah orang yang sudah cukup berumur dan sudah sering mejadi ketua di perusahaan tersebut dengan kinerja yang sangat baik, akan tetapi menurut rekan