POLA MATA PENCAHARIAN HIDUP SUKU ANAK DALAM
DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS
PROVINSI JAMBI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
OLEH
RENY WIDYA BARUS NIM. 309122053
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
ABSTRAK
RENY WIDYA BARUS, NIM: 309122053, POLA MATA PENCAHARIAN HIDUP SUKU ANAK DALAM DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola mata pencaharian hidup, hukum adat yang berlaku dalam mata pencaharian hidup, kearifan lokal yang terdapat dalam mata pencaharian hidup, dan perubahan yang terjadi dalam pola mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan etnografis. Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Bukit Duabelas Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. Dalam penelitian ini memiliki 2 informan kunci dan 1 informan pendukung yang ditentukan berdasarkan kriteria yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu mengumpulkan data, menganalisis data, menginterpretasi data dan membuat kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pemenuhan kebutuhan hidup Suku Anak Dalam sampai saat ini masih memiliki mata pencaharian yang bersifat tradisional, yaitu: berburu dan meramu, bercocok tanam (berladang), menangkap ikan dan menjual madu serta membuat kerajinan. Didalam seluruh kegiatan tersebut mereka memiliki seloko adat yang sampai saat ini masih dipatuhi dan menjadi kearifan lokal untuk menjaga hutan adat mereka. Dengan adanya kearifan lokal tersebut mereka dapat bertahan hidup sampai saat ini, dan hutan tempat mereka tinggal dapat terjaga dengan baik. Kearifan lokal dapat terlihat pada cara mereka membuka ladang, menangkap ikan, adanya hewan yang dilarang untuk berburu, alat-alat yang digunakan yang bersifat alami dan tidak merusak ekosistem yang ada di hutan, serta adanya daerah larangan dan upaya menjaga hutan dari orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Jika terjadi pelanggaran maka akan dikenakan denda adat berupa kain panjang. Meskipun begitu saat ini Suku Anak dalam sudah sedikit mengalami pergeseran mata pencaharian hidup, karena adanya pembukaan perkebunan dan perumahan oleh perusahaan-perusahaan dan masyarakat luar yang menjadikan hutan semakin sempit dan berkurangnya sumber makanan.
Dan penulis pada akhirnya menyimpulkan pola mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam sudah mengalami pergeseran dengan adanya beberapa mata pencaharian baru, yang disebabkan semakin berkurangnya ketersediaan bahan makanan di hutan. Namun sampai saat ini pola mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam masih bersifat tradisional dengan masih menjalankan aturan-aturan adat yang terdapat pada seloko.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa yang
senantiasa menyertai dan memberikan rahmat yang begitu besar sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pola Mata Pencaharian Hidup Suku
Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi. Shalawat
beruntaikan salam juga tidak pernah lupa penulis hanturkan untuk baginda
Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, semoga kelak
mendapatkan safaat dari beliau. Tulisan ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan
Penulis berharap tulisan ini bisa bermanfaat kepada semua pihak yang
membacanya baik untuk tujuan pemahaman maupun untuk penelitian lebih lanjut.
Meskipun demikian, penulis juga berharap untuk diberikan saran masukan yang
baik dan berguna agar menjadi lebih, karena penulis menyadari bahwa penulisan
ini masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya, hal ini tentunya disebabkan
karena segala keterbatasan yang dimilki oleh penulis.
Penulis telah banyak menerima bimbingan, bantuan, dan motivasi dari
berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan, penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Ibnu Hajar
iii
2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, Dr. H.
Restu M.Si.
3. Ibu Dra. Nurmala Berutu, M.Pd selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Ilmu Sosial (FIS) yang telah banyak member bantuannya selama ini.
4. Ibu Dra. Puspitawati, M.Si selaku ketua Program Studi Pendidikan
Antropologi yang memberikan perhatian dan dukungannya kepada
mahasiswa/mahasiswi stambuk 2009 dalam menyusun skripsi.
5. Bapak Drs. Tumpal Simarmata, M.Si selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu
yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Ibu Dra. Nurjannah, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
Penguji I yang senantiasa membimbing penulis selama perkuliahan.
7. Ibu Supsiloani, M.Si selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan
masukan dan bimbingan yang berguna bagi penulis untuk menjadikan
tulisan ini dengan baik.
8. Ibu Rosramadhana, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan masukkan dan bimbingan untuk menjadikan tulisan ini
lebih baik.
9. Seluruh Dosen dan civitas akademik Program Studi Pendidikan
Antropologi terima kasih atas ilmu, pengalaman dan motivasi selama
iv
10.Ayahanda Asril Barus dan Ibunda Efrida Yeni yang telah
membesarkan dan mencurahkan segalanya untuk anak-anaknya, baik
secara materi maupun nonmateri.
11.Keluarga besar Ayahanda dan Ibunda yang telah banyak berjasa dalam
segala hal serta doa dan dukungan yang tidak henti-hentinya.
12.Tumenggung Tarib dan Tumenggung Betaring, Pak Asep dan Pak Iyan
serta pegawai Balai TNBD yang telah membantu dalam penyelesaian
Skripsi ini sebagai informan dan pemandu yang sangat terbuka.
13.Sahabat-sahabat seperjuangan Diah Utari, Sisriyani, Syarifa Hanim,
Musdarwinsyah, Triadi dan semua angkatan 2009 serta seluruh
mahasiswa Pendidikan Antropologi baik Kakanda maupun Adinda.
14.Mihadi Mangaraja Putra Pohan yang telah memberikan motivasi, doa
dan perhatiannya dalam penyelesaian Skripsi ini.
15.Dan semua orang yang telah menjadi bagian dalam hidup penulis yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak
terima kasih.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat
berguna bagi kita semua.
Medan, 27 Agustus 2013
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR. ... ii
DAFTAR ISI…. ... v
DAFTAR TABEL……… vii
DAFTAR GAMBAR……… viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 4
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 6
2.2 Kerangka Teori ... 8
2.2.1 Teori Evolusi Hukum ... 8
2.2.2 Teori Fungsional ... 9
2.2.3 Teori Resiprisitas……… 10
2.3 Kerangka Berpikir ... 12
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 23
vi
3.3 Lokasi Penelitian ... 24
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 24
3.5 Teknik Analisis Data ... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 29
4.1.1 Letak Geografis Taman Nasional Bukit Duabelas ... 29
4.1.2 Sejarah Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas 30 4.1.3 Sistem Kekerabatan dan Kepercayaan Suku Anak Dalam ... 35
4.1.4 Organisasi Sosial dan Persebaran Suku Anak Dalam ... 38
4.1.5 Budaya dan Adat Suku Anak Dalam ... 42
4.1.6 Kehidupan Sosial Suku Anak Dalam ... 44
4.2 Macam-macam Mata Pencaharian Hidup Suku Anak Dalam ... 47
4.2.1 Mata Pencaharian Hidup Awal Suku Anak Dalam ... 47
4.2.2 Mata Pencaharian Hidup Suku Anak Dalam Saat Ini ... 50
4.3 Kearifan lokal dalam Mata Pencaharian Hidup ... 54
4.4 Seloko Adat ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 77
5.2 Saran……… ... 79
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 12
Gambar 2. Sistem Kekerabatan Suku Anak Dalam ... 36
Gambar 3. Peta Penyebaran Kelompok Suku Anak Dalam di TNBD ... 40
Gambar 4. Rumah Sudung .. ... 44
Gambar 5. Rumah Suku Anak Dalam Saat Ini ... 45
Gambar 6. Pakaian Suku Anak Dalam ... 46
Gambar 7. Hasil Buruan (biawak) ... 55
Gambar 8. Pohon Berisil ... 67
Gambar 9. Alat Menangkap Ikan Tekalak dan Luka ……… ... 67
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang masalah
Manusia merupakan makhluk individu dan juga makhluk sosial yang hidup
saling membutuhkan. Sebagai makhluk sosial manusia saling berinteraksi satu
dengan lainnya, yang lambat laun akan menghasilkan tata cara, prilaku serta pola
hidup didalamnya. Jika digunakan dalam waktu yang lama akan menjadi
kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.
Dalam kebudayan terdapat unsur-unsur kebudayaan, dimana unsur-unsur
kebudayaan dapat ditemui pada semua kelompok kebudayaan masyarakat yang
ada di dunia. Ada tujuh unsur pokok kebudayaan yang dapat di temukan pada
setiap suku bangsa di dunia, ketujuh unsur yang dapat disebut sebagai isi pokok
dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah: 1. Peralatan dan perlengkapan hidup
(teknologi), 2. Sistem mata pencaharian hidup (ekonomi), 3. Sistem kekerabatan
dan organisasi sosial, 4. Bahasa, 5. Kesenian, 6. Sistem ilmu dan pengetahuan, 7.
sistem kepercayaan (religi).
Pada setiap kebudayaan masyarakat yang ada di dunia akan terdapat 7 unsur
kebudayan tersebut, yang merupakan inti dari kebudayaan masyarakat.
Diantaranya adalah sistem mata pencaharian hidup, unsur kebudayaan ini dapat
dijumpai pada semua kelompok masyarakat yang ada di dunia. Setiap manusia
mempunyai kebutuhan sekunder yaitu: sandang, pangan, papan. Kebutuhan
2 melangsungkan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup maka diperlukan
adanya mata pencaharian hidup, yang mana mata pencaharian hidup disesuaikan
dengan budaya masyarakat dan letak geografis tempat bermukim.
Pola kegiatan dalam masyarakat yang membentuk budaya menghasilkan pola
tingkah laku yang khas, sehingga sering terdapat perbedaan pola mata pencaharian
hidup pada suatu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya. Begitu juga
dengan Suku Anak Dalam di Jambi.
Suku Anak Dalam termasuk salah satu suku asli yang ada di Provinsi Jambi.
Suku Anak Dalam atau sering disebut juga dengan Orang Rimbo merupakan suatu
kelompok masyarakat yang masih hidup dengan cara tradisional dan hidup secara
nomaden atau berpindah-pindah di hutan yang terdapat di Provinsi Jambi. Seperti
halnya suku-suku lain yang ada di masyarakat Suku Anak Dalam juga memiliki
suatu mata pencaharian hidup yang khas, yang disesuaikan dengan letak georgafis
dan pola kehidupannya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam setiap
suku memiliki aturan dan norma yang berlaku di segala kegiatan dalam kehidupan
masyarakatnya begitu juga Suku Anak Dalam, Termasuk didalamnya adalah
aturan-aturan dalam mencari kebutuhan hidup.
Mata pencaharian Suku Anak Dalam tentu tidak jauh berbeda dengan
suku-suku terasing lainnya yang ada di dunia, seperti berburu, meramu, dan bercocok
tanam. Mereka tinggal dan beradaptasi di hutan dengan pencaharian utama yang
sangat bergantung pada sumber daya hutan, hutan merupakan sumber
penghidupan sehingga Suku Anak Dalam sangat menghargai hutan. Hutan adalah
3 memelihara, dan menghidupi. Hutan juga menjadi sumber norma-norma,
nilai-nilai, dan pandangan hidup Suku Anak Dalam.
Hidup di hutan dalam jangka waktu yang panjang mengartikan Suku Anak
Dalam mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Dengan
kehidupan yang bergantung kepada hutan sudah seharusnya Suku Anak Dalam
menjaga dan melestarikan hutan tempat tinggal mereka, agar sumber penghidupan
tersebut tidak habis.
Meski Suku Anak Dalam hidup bersumber pada hutan namun mereka tidak
memeras dan merusak hutan, mereka memiliki hukum adat yang dikenal dengan
Seloko adat yang merupakan aturan dalam hidup dan bergaul baik dengan sesama
anggota maupun dengan alam tempat tinggal.
Seloko adat jika digunakan terus menerus dapat membentuk kearifan lokal
pada Suku Anak Dalam. Kearifan tersebut diteruskan secara turun-temurun untuk
melindungi hutan tempat tinggal mereka dan menjaga keseimbangan segala
kehidupan yang ada didalamnya. Suku Anak dalam sangat takut jika hutan habis
dan rusak, sehingga para dewa-dewa yang mereka percayai akan marah dan
menjadi bencana. Karena apabila hutan rusak dan kehilangan hutan bagi mereka
sama artinya dengan kehilangan kehidupan, dan tidak akan ada yang dapat
diwariskan kepada generasi penerus selanjutnya.
Hal inilah yang melatar belakangi peneliti untuk tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Pola Mata Pencaharian Hidup Suku Anak Dalam di Taman
4
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka identifikasi masalah di
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Cara khas mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam di Taman Nasional
Bukit Duabelas Provinsi Jambi
2) Hukum adat yang berlaku dalam mata pencaharian hidup Suku Anak
Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi jambi.
3) Sistem mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam di Taman Nasional
Bukit Duabelas masih Tradisional atau sudah mengalami pergeseran.
1.3.Perumusan Masalah
Berdasakan identifikasi masalah maka yang menjadi rumusan masalah
penelitian adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana cara khas sistem mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam di
Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi.
2) Bagaimana hukum yang berlaku dalam sistem mata pencaharian hidup
Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi.
3) Apakah sistem mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam di Taman
Nasional Bukit Duabelas saat ini masih tradisionalistis.
4) Bagaimana keterkaitan sistem mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam
dengan kearifan lokal yang berorientasi pada ekologi.
1.4.Tujuan Penelitian
5 1) Untuk mengetahui pola mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam di
Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi.
2) Untuk mengetahui hukum adat yang berlaku dalam mata pencaharian
hidup suku anak dalam di Taman Nasional Bukit 12 Provinsi Jambi.
3) Untuk mengetahui pergeseran mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam
di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi.
4) Untuk mengetahui kearifan lokal yang berkaitan dengan mata pencaharian
hidup Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi
Jambi.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dapat peneliti rangkumkan kedalam dua bagian, yaitu :
1) Manfaat Teoritis, memberikan sumbangan pemikiran dalam Ilmu
Pendidikan terutama dalam Ilmu Antropologi budaya khususnya tentang
pemahaman 7 Unsur kebudayaan universal yaitu tentang Pola mata
pencaharian hidup Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas
Provinsi Jambi. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan
pemikiran dalam rangka penyempurnaan ataupun pengembangan
konsep-konsep atau Teori tentang 7 unsur kebudayaan universal.
2) Manfaat Praktis, memberikan informasi bagi pembaca tentang Pola mata
pencaharian hidup Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas
Provinsi Jambi. Bagi peneliti sendiri penelitian ini dapat bermanfaat untuk
77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang didapat tentang pola mata pencaharian hidup pada
Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi khususnya yang bermukim di Taman
Nasional Bukit Duabelas terlihat masih menjaga tradisi nenek moyang mereka.
Suku Anak Dalam masih termasuk pada kelompok masyarakat primitif dengan
pola hidup yang masih nomaden. Pola kehidupan yang tradisional masih terlihat
dari segala segi kehidupan mereka, seperti pakaian, rumah, alat-alat yang
digunakan juga mata pencaharian hidup.
Suku Anak Dalam yang sudah hidup berpuluhan tahun lamanya di dalam
hutan Taman Nasional Bukit Duabelas, sudah sangat mengenal lingkungan tempat
tinggalnya. Suku Anak Dalam dapat bertahan hidup dengan hanya memanfaatkan
apa yang tersedia di hutan. Meskipun dengan pemikiran yang masih tergolong
primitif justru Suku Anak Dalam sangat mengerti akan alam, dan menjaga hutan
karena takut jika hutan mereka habis mereka tidak tau akan tinggal dimana dan
bertahan hidup dengan memakan apa.
Ada beberapa bentuk mata pencaharian hidup Suku Anak Dalam yang dapat
dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: berburu dan meramu, bercocok tanam
(berladang), dan mata pencaharian lainnya yaitu menjual madu dan membuat
78 Dalam mencari kebutuhan hidup Suku Anak Dalam sangat menjaga hutan
tempat tinggal, dapat terlihat dari kearifan-kearifan lokal mereka. Suku Anak
Dalam tidak pernah mengeksploitasi hutan secara berlebihan. Dalam melakukan
segala aktifitas kehidupan Suku Anak Dalam memiliki hukum adat dalam bentuk
lisan dan mereka menyebutnya seloko. Seloko adalah aturan hidup yang didapat
dari mimpi, dan berisikan tentang aturan-aturan hidup juga bagaimana cara
bersikap baik kepada sesama maupun kepada alam tempat tinggalnya.
Kearifan lokal Suku Anak Dalam sangat berguna bagi hutan dan segala
kehidupan di dalamnya. Dengan tidak mengambil segala yang ada di hutan secara
berlebihan dan tetap menjaga kelestarian hutan. Dalam setiap mata pencaharian
hidup Suku Anak Dalam memiliki aturan-aturan baik berupa larangan-larangan
maupun tata cara dalam melakukan suatu kegiatan dan jika dilanggar akan terkena
denda adat yang tergolong berat untuk didapat bagi mereka. Dengan begitu sangat
jarang ditemukan pelanggaran-pelanggaran hukum terjadi, dan kepatuhan pada
Seloko tetap dipegang sampai saat ini.
Meskipun Suku Anak Dalam terus menerapkan kearifan lokalnya, tantangan
dari luarlah yang terasa sangat berat bagi mereka. Dengan masuknya
perusahaan-perusahaan besar yang membuka hutan menjadi perkebunan, ditambah dengan
masyarakat luar yang melakukan perburuan liar dan penebangan pohon-pohon
besar untuk dijual. Ini menajadikan hutan wilayah perngembaraan mereka
semakin sempit, dan menyebabkan pola mata pencaharian hidup mereka sedikit
bergeser. Sudah banyak Suku Anak Dalam saat ini yang membuka ladang sawit
79 hutan sudah sulit untuk dilakukan, meskipun begitu cara berladang yang
dilakukan masih dengan sistem pengelolaan yang tradisional.
5.2Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang pola mata pencaharian hidup
Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi. Maka
peneliti mencoba untuk memberikan beberapa saran yang mudah-mudahan
bermanfaat bagi kita untuk melestarikan nilai-nilai kebudayaan dari para leluhur
kita yang sangat bermanfaat bagi segala aspek dalam kehidupan. Adapun
beberapa saran yang dapat peneliti berikan adalah:
1) Suku Anak Dalam adalah salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang
diwariskan oleh leluhur kita, dan saat ini dapat menjadi suatu kebudayaan
yang harus dilindungi agar budaya mereka yang masih sangat terlihat
primitif ini tidak musnah. Saat ini mereka mulai terdesak oleh orang luar
dan perusahaan-perusahaan besar yang memperkecil ruang kehidupan
mereka, sudah seharusnya mereka diberikan bantuan seperti wilayah adat
tersendiri bagi mereka.
2) Masih adanya kebudayaan dan kegiatan-kegiatan seperti perkawinan,
kematian, upacara besale dan kegiatan melangun ini dapat menjadi salah
satu tempat wisata pendidikan dan jika dikembangkan akan dapat menjadi
tambahan wawasan pendidikan dan masukan bagi daerah dan Suku Anak
Dalam sendiri. Meskipun saat ini sudah bekerjasama dengan dinas
pariwisata tetapi masih belum berjalan dengan baik, salah satu alasan
80 dikarenakan sulitnya menjangkau kawasan Suku Anak Dalam yang berada
di dalam Taman Nasional Bukit Duabelas tersebut. Sejauh ini yang
berkunjung kedalam adalah peneliti-peneliti yang sedang melakukan
penelitian saja, sementara masih banyak masyarakat yang tidak
mengetahui pasti tentang budaya Suku Anak Dalam. Sebaiknya budaya
Suku Anak Dalam ini diperkenalkan kepada dunia pendidikan dan wisata
sehingga kebudayaan tersebut dapat dijaga, bukan dipinggirkan dan
lambat laun akan musnah.
3) Kearifan lokal Suku Anak dalam sangat bermanfaat untuk menjaga hutan
dan segala kehidupan di dalamnya, sudah seharusnya kearifan ini
didukung dan diterapkan pada masyarakat lainnya.
4) Dengan kurangnya pengetahuan mereka ini dapat merugikan Suku Anak
dalam, karena sering ditipu oleh masyarakat luar yang lebih pintar.
Banyak dari mereka yang menjual hasil-hasil dari hutan dengan bayaran
yang tidak seimbang. Sudah sebaiknya memajukan pendidikan pada Suku
Anak Dalam tanpa harus meninggalkan nilai-nilai budayanya agar mereka
dapat bertahan dan tetap menjadi salah satu kelebihan budaya Indonesia.
5) Seloko yang merupakan hukum adat lisan Suku Anak Dalam, dan saat ini
hanya pemimpin adat saja yang mengetahui isi Seloko. Sebaiknya Seloko
ini harus dibukukan agar dapat dipelajari dan diwariskan pada generasi
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusumah, Hilman.2004. Pengantar Antropologi Hukum. Bandung: PT.Citra
Aditya Bakti.
Herimanto dan Winarno.2011. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Universitas
Indonesia-Press.
______________.2005. Pengantar Antropologi Jilid II. Jakarta: Rineka Cipta.
______________.2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Nazir,M. 2003. Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Petriaman, dkk. 1996. Adaptasi Sosial Budaya Masyarakat Kubu Terhadap
Perubahan Lingkungan di Jambi. Jambi: Cv Lazuardi Indah Jambi.
Soekanto, Soerjono.2008. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Soemarwoto, Otto.1926. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Spradey, James P. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Vrihaspathi, Budhi Jauhari. 2012. Jejak Peradaban Suku Anak Dalam
(Perjalanan Upaya Pembinaan dan Pemberdayaan Masyarakat Pedalaman
Jambi). Jambi: LSM Kopsad.
Wiranata, I Gede. 2002. Antropologi Budaya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Internet dan Majalah
Makalah Kearifan Lokal. 1 Oktober 2012. (http://ncofies.blogspot.com) diakses
30 April 2013 Pukul 23:00
Ruang Lingkup Ilmu Antropologi. 07 Januari 2010 (http://etno06.wordpress.com)
diakses 25 Agustus 2013 Pukul 22:17
Sejarah Suku Anak Dalam Jambi
(http://jambitourism.co.id/sejarah-suku-anak-dalam-jambi/) diakses 27 April 2013 Pukul 12:01
Yulis, Herma dan Sukmareni. Agustus 2012. Deforestasi TNBD dan Upaya Orang