• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. distribusi frekuensi jenis kelamin yang disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. distribusi frekuensi jenis kelamin yang disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Jenis Kelamin Responden

Hasil dari analisis, diperoleh data umum jenis kelamin anak usia 3 5 tahun di posyandu Tawangsari, Mojosongo, Jebres, Surakarta. Berikut distribusi frekuensi jenis kelamin yang disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

1 Laki - laki 17 42,5 %

2 Perempuan 23 57,5 %

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar anak usia 3 5 tahun di Posyandu Tawangsari, Mojosongo, Jebres, Surakarta berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 23 orang (57,5%).

2. Umur Responden

Hasil dari analisis, diperoleh data umum umur responden di posyandu Tawangsari, Mojosongo, Jebres, Surakarta. Berikut distribusi frekuensi jenis kelamin yang disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur

No Umur Frekuensi Persentase

1 3 4 tahun 18 45 %

2 4 5 tahun 22 55 %

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 4 5 tahun yaitu sebanyak 22 orang (55,0%).

(2)

3. Status Gizi Anak Usia 3 5 Tahun

Hasil distribusi frekuensi status gizi anak usia 3 5 tahun adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3. Status Gizi Anak Usia 3 5 Tahun

Status Gizi Frekuensi Persentase

Kurus sekali 1 2.5

Kurus 7 17.5

Normal 31 77.5

Gemuk 1 2.5

Jumlah 40 100,00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usia 3 5 dengan status gizi kurus sekali sebanyak 1 orang (2,5%), kurus sebanyak 7 orang (17,5%), normal sebanyak 31 orang (77,5%) dan gemuk sebanyak 1 orang (2,5%). Hasil tersebut dapat dibuat diagram batang sebagai berikut :

Gambar 4.1 Digram Batang Status Gizi Anak 4. Mental Emosional Anak Usia 3 5 Tahun

Hasil distribusi frekuensi mental emosional anak usia 3 5 tahun adalah sebagai berikut :

(3)

Tabel 4.4. Mental Emosional Anak Usia 3 5 Tahun

Mental Emosional Frekuensi Persentase

Tidak normal 7 17,5

Normal 33 82,5

Jumlah 40 100,00

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usia 3 5 dengan mental emosional tidak normal sebanyak 7 orang (17,5%) dan normal sebanyak 33 orang (82,5%). Hasil tersebut dapat dibuat diagram batang sebagai berikut :

Gambar 4.2 Digram Batang Mental Emosional Anak 5. Perkembangan Pada Anak Usia 3 5 Tahun

Hasil distribusi frekuensi perkembangan pada anak usia 3 5 tahun adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5. Perkembangan Pada Anak Usia 3 5 Tahun

Perkembangan Frekuensi Persentase

Tidak Sesuai 7 17,5

Sesuai 33 82,5

Jumlah 40 100,00

(4)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pada anak usia 3 5 yang tidak sesuai sebanyak 7 orang (17,5%) dan sesuai sebanyak 33 orang (82,5%). Hasil tersebut dapat dibuat diagram batang sebagai berikut :

Gambar 4.3 Digram Batang Perkembangan Pada Anak

B. Pengujian Hipotesis 1. Analisis Bivariat

a. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan pada Anak Usia 3 5 Tahun

Hasil perhitungan chi square status gizi dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun dapat dilihat pada tabel berikut :

(5)

Tabel 4.6 Hubungan status gizi dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun

Status Gizi Perkembangan Pada Anak Total

OR p

Tidak Sesuai

Sesuai

n % n % n %

Kurus sekali 0 0,0 1 2,5 1 2,5

2,785 0.000

Kurus 7 17,5 0 0,0 7 17,5

Normal 0 0,0 31 77,5 31 77,5

Gemuk 0 0,0 1 2,5 1 2,5

Jumlah 7 17,5 33 82,5 40 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 1 anak dengan status gizi kurus sekali diketahui bahwa perkembangannya tidak sesuai (2,5%). 7 orang anak dengan status gizi kurus keseluruhannya juga perkembangannya tidak sesuai (17,5%). 31 orang anak dengan status gizi normal diketahui bahwa keseluruhannya (77,5%) perkembangannya sesuai dan sebanyak 1 orang dengan status gizi gemuk diketahui perkembangannya sesuai (2,5%).

Nilai p value adalah 0.000 berarti terdapat hubungan status gizi dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun.

b. Hubungan Mental Emosional dengan Perkembangan pada Anak Usia 3 5 Tahun

Hasil perhitungan chi square hubungan mental emosional dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun dapat dilihat pada tabel berikut :

(6)

Tabel 4.7 Hubungan Mental Emosional dengan Perkembangan pada Anak Usia 3 5 Tahun

Mental Emosional

Perkembangan Pada Anak Total

OR p

Tidak Sesuai

Sesuai

n % n % n %

Tidak normal 6 15,0 1 2,5 7 17,5

4,638 0.000

Normal 1 2,5 32 80,0 33 82,5

Jumlah 7 17,5 33 82,5 40 100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 7 anak dengan mental emosional yang tidak normal sebanyak 6 anak (15,0%) perkembangannya tidak sesuai sedangkan 1 anak (17,5%) perkembangannya sesuai. Sebanyak 33 orang anak dengan mental emosional yang normal diketahui bahwa sebanyak 1 anak (2,5%) perkembangannya tidak sesuai sedangkan sebanyak 32 anak (80,0%) perkembangannya sesuai.

Nilai p value adalah 0.000 berarti terdapat hubungan mental emosional dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun.

2. Regresi Logistik

Hasil perhitungan analisis regresi logistik ganda tentang hubungan status gizi dan mental emosional dengan perkembangan pada anak usia 3

5 tahun. dapat dilihat dari tabel berikut :

(7)

Tabel 4.8 Analisis regresi logistik ganda

Variabel b

(OR)

CI 95% p Uji

Wald Batas bawah Batas atas

Status gizi 2,785 1,294 202,763 0,031

Mental emosional 4,638 2,506 4264,351 0,015

N observasi 40

Nagelkerke R 2 83,2%

Nilai Odd Ratio variabel status gizi sebesar 2,785 berarti bahwa anak dengan status gizi yang normal memiliki kemungkinan untuk mempunyai perkembangan yang sesuai 2,785 kali lebih besar daripada anak dengan status gizi yang tidak normal. Hasil penelitian menunjukkan diperoleh p value dari uji wald variabel status gizi sebesar 0,031 yang berarti ada hubungan status gizi dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun. Anak yang memiliki status gizi normal memiliki perkembangan yang sesuai dibandingkan dengan anak dengan status gizi kurus sekali, kurus, dan gemuk. Hubungan tersebut secara statistik signifikan (OR=

2,785; CI 95% 1,294 hingga 202,763; p = 0.031)

Nilai Odd Ratio variabel status emosional sebesar 4,638 berarti bahwa anak yang mempunyai mental emosional yang normal memiliki kemungkinan untuk mempunyai perkembangan yang sesuai 4,638 kali lebih besar daripada anak yang mental emosionalnya tidak normal. Hasil penelitian menunjukkan diperoleh p value dari uji wald variabel mental emosional sebesar 0,031 yang berarti ada hubungan mental emosional dengan perkembangan pada Anak Usia 3 5 Tahun. Anak yang memiliki mental emosional normal memiliki perkembangan sesuai dibandingkan anak dengan mental emosional tidak normal. Hubungan tersebut secara

(8)

statistik signifikan (OR= 4,638; CI 95% 2,506 hingga 4264,351 ; p = 0.015).

Nilai Negelkerke R2 sebesar 83,2% berarti bahwa kedua variabel bebas (status gizi dan mental emosional) mampu menjelaskan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun sebesar 83,2% dan sisanya yaitu sebesar 16,8% dijelaskan oleh faktor lain diluar model penelitian.

C. Pembahasan

1. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan pada Anak Usia 3 5 Tahun.

Hasil uji Wald diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,031, menunjukkan bahwa terdapat hubungan status gizi dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun. Nilai Odd Ratio sebesar 2,785 berarti bahwa anak dengan status gizi yang normal memiliki kemungkinan untuk mempunyai perkembangan yang sesuai 2,785 kali lebih besar daripada anak dengan status gizi yang tidak normal.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Laude (2009) dengan hasil penelitian menunjukkan cara ibu merespon dan berat badan anak dengan tinggi badan adalah faktor yang penting dalam memprediksi perkembangan kognitif anak. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian dari Sutiari dan Wulandari (2011) dengan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi waktu lahir dengan tingkat perkembangan anak usia pra sekolah.

(9)

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nyoman Ribek pada tahun 2012 dengan hasil p = 0,000<0,05 yaitu ada hubungan antara status gizi dengan tingkat perkembangan usia Toddler (12-36 bulan) dan penelitian dari Lindawati (2013), yang

melakukan penelitian pada anak usia pra sekolah dengan menggunakan uji regresi logistik dengan hasil variabel yang paling berhubungan dengan perkembangan anak adalah status gizi.

Hal tersebut diatas sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Soetjiningsih, 2007 faktor gizi sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan otak. Keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi sangat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, kecerdasan, kesehatan, aktivitas anak, dan hal-hal lainnya.

Setiap anak tumbuh dengan keunikannya dan caranya sendiri.

Terdapat variasi yang besar dalam pencapaian tahap perkembangan.

Urutannya dapat diprediksi, namun tidak dengan waktunya. Laju pertumbuhan bervariasi, ada yang cepat, sedang atau lambat. Sistem tubuh pada anak usia prasekolah sebagian besar telah baik dan stabil serta dapat menyesuaikan diri dengan stress dan perubahan yang ada secara perlahan (Wong, 2009).

Perkembangan adalah perubahan psikologis anak seiring dengan bertambahnya kemampuan (skill), berperilaku sesuai dengan tuntutan social dan mampu bersosialisasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah status gizi. Menurut Almaitser (2002) status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan

(10)

penggunaan zat-zat gizi. Zat-zat gizi yang dikonsumsi batita akan berpengaruh pada status gizi batita. Perbedaan status gizi balita memiliki pengaruh yang berbeda pada setiap perkembangan anak, dimana jika gizi yang dikonsumsi tidak terpenuhi dengan baik maka perkembangan balita akan terhambat. Apabila balita mengalami kekurangan gizi akan berdampak pada keterbatasan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, peradangan kulit dan akhirnya dapat menghambat perkembangan anak meliputi kognitif, motorik, bahasa, dan keterampilannya dibandingkan dengan batita yang memiliki status gizi baik (Sari, Nur dan Purwanto, 2012).

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat anak. Gizi anak dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental seseorang.Terdapat kaitan yang sangat erat antara status gizi dengan konsumsi makanan. Tingkat status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi. Namun demikian, perlu diketahui bahwa keadaan gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada saat itu saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa yang telah lampau, bahkan jauh sebelum masa itu. Ini berarti bahwa konsumsi zat gizi masa kanak-kanak memberi andil terhadap status gizi setelah dewasa (Soetjiningsih, 2007).

Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan zat gizi agar proses pertumbuhan dan perkembangan berjalan dengan baik. Zat-zat

(11)

gizi yang dikonsumi akan berpengaruh pada status gizi. Terpenuhinya gizi yang baik tergantung dari pola asuh gizi yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak (child rearing) adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk

menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan anak disini menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan dalam pengasuh terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun sosialiasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Wong, 2009).

Status gizi yang kurang akan menghambat laju perkembangan yang dialami individu, akibatnya proporsi struktur tubuh menjadi tidak sesuai dengan usianya yang pada akhirnya semua itu akan berimplikasi pada perkembangan aspek lain (Mahendra, 2006). Zat-zat gizi yang dikonsumsi anak akan berpengaruh pada status gizi anak. Perbedaan status gizi anak memiliki pengaruh yang berbeda pada setiap perkembangan anak, dimana jika gizi yang dikonsumsi tidak terpenuhi dengan baik maka perkembangan anak akan terhambat. Apabila anak mengalami kekurangan gizi akan berdampak pada keterbatasan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, peradangan kulit dan akhirnya dapat menghambat perkembangan anak meliputi kognitif, motorik, bahasa, dan keterampilannya dibandingkan dengan anak yang memiliki status gizi baik (Anwar, 2004).

(12)

2. Hubungan mental emosional dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun

Hasil uji Wald diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,015, menunjukkan bahwa terdapat hubungan mental emosional dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun. Nilai Odd Ratio status emosional sebesar 4,638 berarti bahwa anak yang mempunyai mental emosional yang normal memiliki kemungkinan untuk mempunyai perkembangan yang sesuai 4,638 kali lebih besar daripada anak yang mental emosionalnya tidak normal.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Astuti (2003) dengan hasil ada hubungan antara kestabilan emosi dengan prestasi belajar keterampilan anak tuna grahita diterima dan penelitian dari Hastuti (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata positif ditemukan antara sosial emosi balita dengan perkembangan pada anak.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Gunarsa dan Gunarsa (2007) bahwa perkembangan sosial emosi akan semakin baik apabila semakin banyak stimulasi dari lingkungan yang diterima oleh anak. Penelitian yang dilakukan Hastuti et al. (2010) di daerah Kabupaten Bogor terhadap anak usia 2-6 tahun juga menunjukkan adanya hasil yang konsisten dengan penelitian ini.

Anak dalam usia pra sekolah merupakan masa terbentuknya dasar kepribadian manusia, kemampuan penginderaan, berpikir, keterampilan berbahasa dan berbicara, bertingkah laku sosial dan lain sebagainya.

Anak balita merupakan kelompok tersendiri yang dalam

(13)

perkembangan dan pertumbuhannya memerlukan perhatian yang lebih khusus. Apabila perkembangan dan pertumbuhan pada masa balita ini mengalami gangguan, hal ini akan berakibat terganggunya persiapan terhadap pembentukan anak yang berkualitas (Lubis, 2004).

Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah mental emosional anak. Emosional adalah keadaan tersentuhnya perasaan, disebut pula sebagai perasaan hati sedangkan mental emosional adalah segenap hasil kerja otak yang berkaitan dengan perasaan hati (Iskandar, 2009).

Perkembangan social emosi merupakan salah satu aspek perkembangan yang penting bagi anak di usia pra sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan social emosi pada anak akan berdampak pada perkembangan di tahap berikutnya. Oleh karena itu mental emosional perlu diperthatikan oleh orang tua, karena mental emosional akan menentukan keberhasilannya dalam membangun interaksi social dengan lingkungannya yang merupakan landasan penting dalam kehidupan sosial di periode berikutnya.

Tahun-tahun awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-peristiwa yang bersifat interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan pengasuh atau babysitter, yang dapat menyebabkan timbulnya emosi negatif. Kemampuan dalam mengelola emosi negatif ini sangat penting bagi pencapaian tugas-tugas perkembangan dan berkaitan dengan kemampuan kognitif dan kompetensi sosial (Garner dan Landry, 1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan, 1994 dalam Pamela W., 1995:417).

(14)

Perilaku awal emosi dapat digunakan untuk memprediksi perkembangan kemampuan afektif (Cicchetti, Ganiban dan Barnet, 1991 dalam Pamela W., 1995:417). Keluarga dengan orang tua yang memiliki emosi positif cenderung memiliki anak dengan perkembangan emosi yang juga positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422). Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak, baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya, karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak (Puspita, 2011).

Faktor keluarga dan anak memegang pernana penting dalam peningkatan mental emosional dalam meningkatkan perkembangan pada anak. Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang akan menentukan perkembangan emosi anak. Emosi anak sangat erat kaitannya dengan emosi yang dimiliki orang tuanya dan juga lingkungan sekitarnya. Seorang anak dengan orang tua dan lingkungan yang memiliki emosi positif akan cenderung memiliki emosi yang positif pula, demikian pula sebaliknya. Banyak sekali hal yang berkaitan dengan perkembangan anak sangat bergantung pada kecerdasan emosi yang dimiliki anak tersebut.

Misalnya saja, kemampuan si anak dalam mengelola emosi negatif yang dimilikinya menentukan bagaimana perkembangan kognitif, afektif, dan juga sosial bagi si anak (Holden, 2010).

Orang tua harus melakukan pemerisaan sejak dini tentang mental social anak. Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah kegiatan pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas

(15)

pada anak, agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi. Bila penyimpangan mental emosional terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak (Kemenkes. RI. 2010).

3. Hubungan status gizi dan mental emosional dengan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun

Nilai Negelkerke R2 sebesar 83,2% berarti bahwa kedua variabel bebas (status gizi dan mental emosional) mampu menjelaskan perkembangan pada anak usia 3 5 tahun sebesar 83,2% dan sisanya yaitu sebesar 16,8% dijelaskan oleh faktor lain di luar model penelitian.

Pola pertumbuhan dan perkembangan secara normal antara anak yang satu dengan yang lainnya adalah berbeda, karena dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor dalam (internal) dan eksternal.

Menurut Depkes RI (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak antara lain adalah faktor internal, faktor eksternal. Faktor internal antara lain dipengaruhi oleh status kesehatan. Status kesehatan anak dapat berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini dapat dilihat apabila anak berada dalam kondisi sehat dan sejahtera maka percepatan untuk tumbuh kembang menjadi sangat mudah, begitu pula sebaliknya sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor pasca natal. Seperti halnya pada masa pranatal faktor yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak adalah gizi, penyakit kronis, lingkungan fisik dan kimia, psikologis (mental emosional),

(16)

endokrin, sosioekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi dan obat- obatan (Nursalam, 2005).

D. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian adalah jenis penelitian ini non eksperimen yang merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional yaitu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antar faktor dan efek dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data pada sekaligus pada suatu saat atau bersamaan sehingga hasil penelitian tidak bisa menunjukkan hubungan sebab akibat dengan menggunakan metode penelitian kohort sehingga penelitian yang akan datang dapat mengembangkan penelitian ini dengan menambah periode penelitian untuk mengetahui gizi yang dikonsumsi oleh anak pra sekolah dengan metode recall serta melakukan penelitian dengan melakukan eksperimen untuk mengetahui perkembangan anak.

Keterbatasan yang lain adalah peneliti tidak meneliti semua faktor yang berhubungan dengan perkembangan, hanya melakukan penelitian pada faktor status gizi dan mental emosional yang merupakan faktor pasca natal.

Kedua variabel X yaitu status gizi dan mental emosional dilakukan uji statistk secara bersamaan menggunakan uji regresi logistik ganda sehingga tidak terlihat faktor mana yang lebih berhubungan terhadap perkembangan.

65

Gambar

Tabel 4.1   Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
Tabel 4.3. Status Gizi Anak Usia 3  5 Tahun
Tabel 4.4. Mental Emosional Anak Usia 3  5 Tahun
Gambar 4.3 Digram Batang Perkembangan Pada Anak
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai jawaban atas pertanyaan Paula, apakah yang terjadi itu kebohongan atau bahkan dosa, Tuan Perini mengemukakan pendapatnya, bahwa orang Jerman – DIE DEUTSCHEN selalu

Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik dengan desain cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara usia, jenis

Pengangkutan awam boleh digunakan sebagai mod pengangkutan yang paling efektif di kawasan bandar dalam menangani masalah kesesakan lalu lintas jika mutu perkhidmatan

Solusi yang ditawarkan oleh ajaran Islam untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) muslim antara lain sebagai berikut : (a) Supaya suami sebagai

Pemkot Tangerang menginformasikan gejala long COVID yang dapat terjadi pada pasien penyintas dan mengimbau masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan guna

Penelitian pengembangan (RnD) ini bertujuan untuk mendeskripsikan prototype media pembelajaran monosa berbasis kemandirian pada siswa SD. Berdasarkan analisis kebutuhan

Dalam komunikasi organisasi, komunikasi antar karyawan (employee relations) sangat penting karena karyawan dalam suatu organisasi yang bisa dikatakan suatu kerangka

Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional Analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi keluarga