• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum merupakan suatu usaha mewujudkan ide-ide yang bersifat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan hukum merupakan suatu usaha mewujudkan ide-ide yang bersifat"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Terhadap Anak 2.1 Pengertian Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu usaha mewujudkan ide-ide yang bersifat abstrak menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturanperaturan hukum itu4.

Menurut Black’s Law Dictionary, penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dari kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya5.

Penegakan hukum secara konkret ialah berlakunya hukum positif di dalam praktik yang harus ditaati. Jadi, memberikan keadilan di dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto di dalam menjamin dan mempertahankan sehingga ditaati nya hukum materiil dengan cara menggunakan procedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

4 Ariyunus Zai Taufik siregar Dedy irsan, 2011,PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK (Studi Pada Wilayah Hukum Polres Nias), Vol. 4 No. 2, Kota Nias.

5 Irwan Safaruddin Harahap, 2016,Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kejahatan Seksual dalam Perspektif Hukum Progresif, VOL. 23 NO.1, Sumatra Utara.

(2)

10

Penegakan hukum jika ditinjau dari sudut objek hukum adalah Penegakan hukum dalam arti luas mencakup pada nilai-nilai keadilan yang isinya mengandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada di dalam masyarakat.

Dalam upaya penegakan hukum dalam arti sempit hanya berbicara mengenai bagaimana procedural menegakkan peraturan secara formal dan tertulis saja.

Dalam menegakkan hukum ini, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan.

1. Kepastian hukum

Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, setiap orang menginginkan dapat ditegakkan hukum terhadap peristiwa konkret yang terjadi, bagaimana hukumnya, itulah yang harus diberlakukan pada setiap peristiwa yang terjadi. Jadi pada dasarnya tidak ada penyimpangan.

Bagaimana pun juga hukum harus ditegakkan, sampai-sampai timbul perumpaan “meskipun besok hari kiamat, hukum harus tetap ditegakkan”. Inilah yang diinginkan kepastian hukum. Dengan adanya kepastian hukum, ketertiban dalam masyarakat tercapai.

2. Kemanfaatan

Pelaksanaan dan penegakan hukum juga harus memperhatikan kemanfaatannya dan kegunaannya bagi masyarakat. Sebab hukum justru dibuat untuk kepentingan masyarakat (manusia). Karenanya pelaksanaan dan penegakan hukum harus memberi manfaat dalam masyarakat. Jangan sampai terjadi pelaksanaan dan penegakan hukum

(3)

11

yang merugikan masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan keresahan.

3. Keadilan

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa keadilan pada hakikatnya didasarkan pada 2 hal : pertama asas kesamarataan, dimana setiap orang berhak mendapat bagian yang sama. Kedua, didasarkan pada kebutuhan. Sehingga menghasilkan kesebandingan yang biasanya diterapkan di bidang hukum. Pelaksanaan dan penegakan hukum juga harus mencapai keadilan. Peraturan hukum tidak identik dengan keadilan.

Inti dari penegakan hukum itu terletak pada kegiatan menyelaraskan hubungan dari nilai yang menjabarkan di dalam kaedah-kaedah untuk menciptakan, memelihara dan memeperhatikan kedamainan dalam pergaulan hidup. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai tersebut perlu diserasikan.

Penegakan hukum adalah salah satu upaya untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam upaya untuk mengatasi berbagai sarana reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya6.

6 Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.109

(4)

12

Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa yang di maksud dengan penegakan hukum adalah upaya dilakukan untuk menjadikan hukum secara baik dalam artian formil dan materil, sebagai acuan/pedoman perilaku dalam setiap tindakan perbuatan hukum baik oleh subyek hukum yang bersangkutan dan aparatur penegak hukum yang telah diberi wewenang oleh undang-undang untuk menjalankan penegakan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

2.2 Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum pidana merupakan suatu upaya yang diterapkan guna mencapai tujuan dari hukum itu sendiri. Menurut Muladi dan Barda Nawawi (seperti yang dikutip Shafrudin) menegakan hukum pidana harus beberapa tahap yang dilihat sebagai bentuk usaha yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan dari hukum itu sendiri. Tujuan hukum tersebut tidak terlepas dari pengaruh politik hukum pidana yang terdiri dari tiga tahap, yaitu 7:

a. Tahap Formulasi

Tahap formulasi meruapakan tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuatan Undang-Undang. Tahap ini sering disebut juga tahap kebijakan legislatif.

b. Tahap Aplikasi

Tahap Aplikasi adalah tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum dari mulai kepolisian sampai ke pengadilan

7 Shafrudin, 1998, Politik Hukum Pidana, , Universitas Lampung, Bandar Lampung, hlm.4.

(5)

13 c. Tahap Eksekusi

Tahap Eksekusi yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana.

Penegakan hukum pidana merupakan proses pelaksanaan hukum untuk menentukan tentang apa yang menurut hukum dan apa yang melawan hukum, menentukan tentang perbuatan mana yang dapat dihukum menurut ketentuan hukum pidana materiil, dan petunjuk tentang bertindak serta upaya yang harus dilakukan demi kelancaran berlakunya hukum baik sebelum, ataupun sesudah perbuatan pelanggaran hukum itu terjadi sesuai dengan ketentuan hukum pidana formil.

Dari beberapa tindakan penegakan hukum pidana di atas, penulis dalam skripsi ini membatasi terkait batasan yang akan di bahas mengenai tahapan penegakan hukum pidana, penulis hanya membahas tahap penegakan hukum pidana pada tahap eksekusi di karenakan skripsi ini terkait pada tahap eksekusi yaitu di mana tahap penegakan ( pelaksaan ) hukum pidana secara konrit oleh aparat penegak hukum.

(6)

14

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah8 :

a. Faktor Hukum

Praktik penyelenggarakan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal tersebut disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif.

b. Faktor penegak hukum

Faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan hukum. Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung

Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan.

Pendidikan yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal

8 Soerjono Soekanto. 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegeakan Hukum Cet.V, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 42.

(7)

15

yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap dalam hal tersebut.

d. Faktor Masyarakat

Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. 26 Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

e. Faktor Kebudayaan

Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain.

Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.

(8)

16

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa penulis berpendapat kelima faktor tersebut berkaitan erat dikarenakan merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan titik tolak ukur dari sebuah efektifitas penegakan hukum. Factor penegak hukum merupakan salah satu factor yang mempengaruhi penegakan hukum, karena dalam pembahasan mengenai penegakan hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi yang menyangkut pengambilan putusan yang tidak sangat terikat oleh hukum dimana penilain pribadi juga memegang peranan penting.

Menurut penulis bahwa terjadinya tindak pidana perundungan(bullying) tersebut di karenakan kurangnya pedoman dalam bimbingan dan konsultasi. Dengan kata lain dalam penegakan hukum pidana perundungan (bullying) lebih kepada bentuk kebijaksanaan penjatuhan hukuman, selain itu pengawas yang di lakukan masih banyak kekurangan yang di sebabkan adanya kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme.

B. Teori Bullying

1.1 Definisi Bullying

Secara konseptual perundungan bullying adalah aktivitas yang dilakukan

dengan tujuan memojokan orang lain dengan nada merendahkan, mengolok hingga kekerasan fisik. Biasanya perbuatan perundungan bullying terjadi bukan karena marah atau konflik yang tak terselesaikan, akan tetapi lebih merujuk pada rasa superioritas atau dengan kata lain untuk menunjukan bahwa pelaku perundungan

(9)

17

bullying yang paling kuat dan punya hak untuk merendahkan, menghina atau bertindak semena-mena pada orang lain9.

Perilaku perundungan bullying kepada seseorang terjadi karena terdapat berbagai unsur Menurut B. Coloroso, yaitu sebagai berikut:10

1. Ketidak seimbangan kekuatan.

Pelaku perundungan bullying dapat saja orang yang lebih tua, lebih besar, lebih kuat, lebih mahir secara verbal, lebih tinggi dalam status sosial, berasal dari ras yang berbeda, atau tidak berjenis kelamin yang sama. sejumlah besar kelompok anak yang melakukan bullying dapat menciptakan ketidakseimbangan.

2. Niat untuk mencederai.

Perundungan bullying berarti menyebabkan kepedihan emosional atau luka fisik, memerlukan tindakan untuk dapat melukai, dan menimbulkan rasa senang di hati sang pelaku saat menyaksikan luka tersebut.

3. Ancaman agrersi lebih lanjut.

Baik pihak pelaku maupun pihak korban mengetahui bahwa perundungan bullying dapat dan kemungkinan akan terjadi kembali.

9Tanzil Ichsan,Nandang Sambas,2018,Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Bullying Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo.Undnag-Undang Nomor 11 tahun 2012 Rentang Sistem Peradilan Pidana Anak,vol.4 No.1,Bandung.

10 B. Coloroso, 2006, Penindasan Tertindas Dan Penonton. Resep Pemutus Rantai Kekerasan Anak Dari Prasekolah hingga SMU, Serambi, Jakarta, hlm.44

(10)

18

Perundungan bullying tidak dimaksudkan sebagai peristiwa yang terjadi sekali saja.

4. Teror.

Perundungan bullying adalah kekerasan sistematika yang digunakan untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. teror yang menusuk tepat dijantung korban bukan hanya merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan tindakan perundungan bullying, teror itulah yang merupakan tujuan dari Tindakan perundungan bullying tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya bahwa perilaku perundungan bullying terdapat beberapa unsur yang terlibat. Penulis menarik kesimpulan bahwasannya suatu tindakan perilaku negative yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang di lakukan secara sadar dan mempunyai maksud merugikan orang lain baik secara fisik maupun secara mental karena adanya penyalahgunaan ketidak seimbangan kekuatan. Negative di sini dapat saya artikan bahwasanya adalah adanya secara sengaja membuat luka atau ketidak nyamanan melalui kontak fisik melalui perkataan ataupun dengan tindakan yang membuat korban luka fisik maupun psikis kejiwaan

1.2 Bentuk-Bentuk Perundungan (Bullying)

Perundungan bullying merupakan tindakan yang dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh pihak-pihak yang melakukannya tindakan perundungan bullying.

Dengan demikian, ada beberapa bentuk perundungan bullying dilihat dari berbagai

(11)

19

pendapat. Bullying juga terjadi dalam beberapa bentuk tindakan. Menurut Coloroso perundungan bullying dibagi menjadi tiga jenis, yaitu11:

a. Bullying Fisik

Jenis penindasan secara fisik di antaranya adalah memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, serta merusak dan menghancurkan pakaian serta barangbarang milik anak yang tertindas. Semakin kuat dan semakin dewasa sang penindas, semakin berbahaya jenis serangan ini, bahkan walaupun tidak dimaksudkan untuk mencederai secara serius.

b. Bullying verbal

Penindasan verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan, dan pernyataan-pernyataan bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual. Selain itu, penindasan verbal dapat berupa perampasan uang jajan atau barang-barang, telepon yang kasar, e-mail yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, tuduhantuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji, serta gosip.

c. Bullying non verbal

Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan napas, bahu yang bergidik, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang kasar.

11 Ibid,hal.328

(12)

20

Menurut Ketua Yayasan Sejiwa, Diena Haryana (2008) yang dikutip Muhammad Bentuk bullying terbagi tiga yaitu12 :

1. Bersifat fisik seperti memukul, menampar, memalak.

2. Bersifat verbal seperti: memaki, menggosip, mengejek.

3. Bersifat non verbal seperti: mengintimidasi, mengucilkan, mengabaikan, mendiskriminasi.

Dapat di artikan oleh penulis bahwa bentuk-bentuk tindakan perundungan bullying dapat di bedakan menjadi perundungan bullying fisik, verbal, Non Verbal.

Sehingga perbuatan perundungan bullying sangatlah berbahaya untuk masa depan anak.

1.3 Faktor-Faktor Bullying

Faktor Penyebab terjadinya perundungan bullying Menurut Ariesto,antara lain sebagai berikut13:

a. Keluarga

Pelaku perundungan bullying seringkali berasal dari keluarga yang bermasalah, orang tua yang sering menghukum anaknya secara berlebihan, atau situasi rumah yang penuh stress, agresi, dan permusuhan. Anak akan mempelajari perilaku perundungan bullying ketika mengamati konflik-konflik yang terjadi pada

12 Novianti ,2019, PELINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN BULLYING, Vol. XI, No.08,Jakarta Pusat.

13 Ibid.hal.327

(13)

21

orang tua mereka, dan kemudian menirunya terhadap teman- temannya. Jika tidak ada konsekuensi yang tegas dari lingkungan terhadap perilaku ia akan belajar bahwa “mereka yang memiliki kekuatan diperbolehkan untuk berperilaku agresif, dan perilaku agresif itu dapat meningkatkan status dan kekuasaan seseorang”.

Dari sini anak mengembangkan perilaku perundungan bullying;

b. Sekolah

Pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan perundungan bullying akibatnya, anak-anak sebagai pelaku perundungan bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain. Perundungan bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah di karenakan rendahnya hukuman sehingga pelaku menganggap tindakan tersebut hal yang wajar bagi lingkungan sekolah.

c. Faktor Kelompok Sebaya

Beberapa anak melakukan perundungan bullying dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

d. Kondisi lingkungan sosial

Salah satu faktor lingkungan social yang menyebabkan tindakan perundungan bullying adalah kemiskinan. Mereka yang hidup

(14)

22

dalam kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika di lingkungan sekolah sering terjadi pemalakan antar siswanya.

e. Tayangan televisi dan media cetak

Secara tidak langsung anak-anak ikut mengamati dan menirukan pola yang ada di tayangan televisi tersebut dengan di aplikasikan langsung terhadap teman di lingkungan sekitar.

Jika faktor-faktor tersebut yang kerap menimbulkan perilaku perundungan bullying maka lantas bagaimana untuk menekan perilaku perundungan bullying yang ada di lingkungan sekolah, mengingat faktor tersebut kerap banyak kita jumpai pada kenyataan di lapangan.

1.4 Dampak Bullying

Tindakan perundungan bullying pada saat ini sering di kategorikan sebagai tingkat kekerasan yang meresahkan kehidupan masyarakat, karena terdapat dampak negatif yang diakibatkan dari tindakan bullying tersebut. Tindakan perundungan(bullying) merupakan salah satu masalah sosial dan sering dijumpai pada kalangan anak di sekolah, sebagaimana diketahui fenomena praktik perundungan bullying dapat terjadi pada siapa saja begitu pula dengan anak-anak pada tingkat sekolah dasar (SD). Perilaku perundungan bullying yang sering ditunjukan di sekolah di antaranya dalah meminta sesuatu dengan secara paksa

(15)

23

kepada temannya yang lemah, bahkan sering melakukan kekerasan seperti memukul, menendang.14

Dilihat dari dampaknya, perundungan bullying jelas merupakan permasalahan yang sangat serius. Anak-anak yang mengalami perundungan bullying, mungkin saja nampak mampu mengatasi permasalahan yang dihadapinya.

Pada dasarnya dampak perundungan bullying sangat mempengaruhi dalam waktu yang berkepanjangan terlebih sampai mengakibatkan korban jiwa.15

1. Dampak Negatif

Anak yang pernah menjadi korban perundungan bullying pasti lebih besar resikonya mengalami permasalahan di kesehatan, baik secara fisik maupun secara mental/psikis. Adapun berbagai macam permasalahan yang diderita oleh anak yang menjadi korban bullying adalah :

a. Munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur, masalah tersebut mungkin akan terbawa hingga dewasa.

b. Keluhan kesehatan fisik,seperti kepala sakit, sakit perut, dan ketegangan otot.

c. Rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah.

d. Penurunan semangat belajar dan prestasi akademis.

14 Ayu Muspita, Nurhasanah, Martunis, 2017, Analisis Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Bullying Pada Siswa SD Negeri Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, Vol.2, No.1, FKIP Universitas Syiah Kuala

15 Nurul Hidayati, 2012, Bullying pada Anak: Analisis dan Alternatif Solusi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Gresik, INSAN Vol. 14 No.01, hlm. 45

(16)

24

e. Dalam kasus yang cukup langka, anak-anak korban bullying akan menunjukan sifat kekerasan.

2. Dampak Positif

Di samping ada dampak negative tak lain adapun dampak positif nya juga terkait korban perundungan bullying, antara lain yaitu :

a. Lebih kuat dan tegar dalam menghadapi suatu masalah.

b. Termotivasi untuk menunjukan potensi mereka agar tidak direndahkan.

c. Terdorong untuk berintropeksi diri.

Tak hanya anak korban perundungan bullying, anak yang menjadi pelaku perundungan bullying juga akan mendapatkan dampaknya. Anak yang sebagai pelaku perundungan bullying biasanya memiliki keterkaitan emosional yang kecenderungannya lebih besar untuk :

a. Berperilaku kasar/ abusif b. Melakukan kriminalisasi c. Terlibat dalam vandalism

d. Menyalahgunakan obat-obatan dan alkohol e. Terlibat dalam pergaulan bebas.

Sekolah yang menjadi tempat terjadinya perundungan bullying akan terkena dampak yang mengakibatkan:16

16 Cynantia Rachmijati: Bullying Dalam Dunia Pendidikan, diakses pada tanggal 4 Maret 2021 https://generasiindonesiaantibullying.wordpress.com/2014/02/13/dampak-dampakbullying.

(17)

25

a. Terciptanya rasa tidak aman di lingkungan sekolah.

b. Inefektivitas kegiatan belajar mengajar.

c. Diragukannya pendidikan moral di sekolah tersebut.

Menurut penulis dampak perundungan bullying merupakan bentuk ancaman yang nyata di setiap pihak yang terlibat, anak sebagai korban perundungan bullying dan pelaku perundungan bullying. Bahkan sekolah mendapat citra buruk di lingkungan masyarakat. Sudah sepatutnya tindakan perundungan bullying harus di tangani dengan serius supaya terbentuk lingkungan yang nyaman dan aman.

C. Tindakan Perundungan Bullying Menurut Hukum Positif Indonesia 2.1 Pasal yang Berkaitan dengan Bullying

Perundungan bullying merupakan tindakan kekerasan yang merugikan orang lain di karenakan tindakan yang dilakukan untuk menyakiti orang lain atau juga dengan tujuan tertentu. Tindakan perundungan bullying jika dilakukan secara terus menerus mengakibatkan trauma dan ketakutan yang mendalam bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Perilaku perundungan bullying memiliki efek yang sangat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak trauma yang mendalam untuk masa depan anak, sehingga pengaturan terhadap bullying harus diterapkan. Di Indonesia saat ini istilah perundungan bullying tidak di atur oleh Undang-Undang yang berlaku, oleh karena itu para penegak hukum dalam menyelesaikan kasus perundungan bullying harus melihat bentuk-bentuk perundungan bullying terlebih dahulu sebelum menjerat pelaku.

(18)

26

Pemerintah mengatur perilaku perundungan bullying dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pelaku perundungan bullying dapat dikenakan sanksi dengan dijerat menggunakan Undang-Undang tersebut.

Berdasarkan isi dari pasal 1 point 5a Undang-Undang Perlindungan Anak, kekerasan didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/ atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.

Melihat dari segi perilaku perundungan bullying tersebut maka pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak telah mengatur secara jelas bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Ancaman pidana atas pelanggaran ketentuan dari pasal 76C tersebut diatur dalam pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai berikut17 :

1. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

17 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 76c Jo pasal 80.

(19)

27

2. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

3. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

4. Pidana ditambah 1/3 (sepertiga) dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

Di samping yang di jelaskan dalam pasal 76C di atas beserta isi pasal 80 aturan mengenai larangan melakukan Tindakan perundungan bullying terhadap anak juga di jelaskan dalam isi pasal 76A yang melarang setiap orang untuk memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materil maupun moril sehingga dapat menghambat fungsi sosialnya dan memperlakukan anak penyandang disabilitas secara diskriminatif.

Dalam isi pasal 76B pun menjelaskan isi larangan di mana setiap orang untuk menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. Berdasarkan dalam isi pasal 77 dan 77B , orang yang melanggar aturan pasal 76A dan 76B dapat dipidana penjara paling lama 5 lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah.

(20)

28

Ketentuan pidana tersebut berlaku terhadap semua pelaku perundungan bullying yang masih termasuk di bawah umur/ anak. Dalam hal usia pelaku di bawah 18 tahun makan system peradilan penyelesain dengan proses peradilan anak mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Berdasarkan penjelasan umum di atas di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012, dalam isi substansi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 adalah pengaturan secara tegas mengenai “ Keadilan restorative “ dan “ diversi “. Yang bertujuan untuk menghindari dan menjatuhkan anak dari proses peradilan guna mencegah stigma buruk terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Dengan tujuan yang diharapkan bahawa anak sebagai pelaku tindak pidana dapat kembali ke dalam lingkungan sosial yang wajar dan dapat di terima secara baik di lingkungan masyarakat.

Hal ini diatur dalam isi pasal 71D ayat 1 Jo Pasal 59 ayat 2 huruf I Undang- Undang Perlindungan Anak , berikut isi nya 18:

1. Pasal 71D ayat 1 “Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan”

18 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 71C ayat 1 Jo pasal 59 ayat 2.

(21)

29

2. Pasal 59 ayat (2) huruf I Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.

Penulis menjelaskan macam-macam peraturan yang berhubungan dengan perundungan bullying didalam hukum pidana, berikut table aturan hukum terkait perundungan bullying yang di jelaskan dalam Undang-Undang Hukum Pidana berdasarkan bentuk-bentuk bullying:

(22)

30 Tabel.1

Aturan Hukum terkait perundungan bullying dalam KUHP.

Bentuk Perundungan (Bullying)

JenisDelik AturanHukum Terkait

Ancaman Hukuman

Fisik

Perampasan

Kemerdekaan Pasal 333 8-12 Tahun

Penjara Penganiayaan Pasal 351 2-7 Tahun Penjara Penyerangan Dengan

Tenaga Bersama Terhadap Orang Atau Barang

Pasal 170 5- 12 Tahun Penjara

Pemerasan Pasal 368 9 Tahun Penjara

Menjual/Memberikan Minuman

Memabukan

Pasal 300 1-9 Tahun Penjara Memaksa Orang

Melakukan/Membiar kan Perbuatan Cabul

Pasal 289 9 Tahun Penjara

Verbal dan Non Verbal

Pengancaman Pasal 369 4 Tahun Penjara Perbuatan Tidak

Menyenangkan Pasal 335 1 Tahun Penjara Pengancaman Di

Muka Umum Dilakukan Bersama

Pasal 336 2-5 Tahun Penjara

(23)

31

Jika di lihat di table tersebut menjelaskan terdapat berbagai perbedaan ancaman dalam bentuk penggunaan pasal yang berbeda dengan berbagai aturan hukum yang mengikat sehingga pelaku perundungan bullying dapat di kenakan sanksi pidana.

Menurut penulis bahwasan nya yang menjadi korban perundungan bullying adalah anak serta pelaku perundungan bullying juga anak untuk menyelesaikan tindakan perundungan bullying menggunakan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Mengingat Undang-Undang tersebut merupakan Lex Spesialis Derogat Legi Generali dari KUHP sebagai hukum yang umum kita ketahui bersama.

2.2 Penegakan Hukum Penyelesaian Kasus Perundungan Bullying Dalam hal penegakan hukum terkait tindak pidana yang di lakukan oleh anak terkait perundungan bullying bahwasannya mengacu pada Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Di dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan pelaku anak dapat di selesaikan melalui Diversi maupun Peradilan Pidana Anak. Di sini dapat di uraikan bagian-bagian penyelesaian sebagai berikut :

a. Melalui Diversi

Dalam penegakan hukum anak wajib mengupayakan proses penyelesaian dengan jalur diversi dimulai pada tingkat penyidikan sampai ke pemeriksaan di muka persidangan. Dalam upaya hukum diversi ada beberapa syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu yaitu di

(24)

32

mana ancaman pidana di bawah 7 tujuh tahun, dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Hal tersebut berdasarkan atas isi pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dapat di jelaskan mengenai diversi dalam isi pasal 1 butir 7 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 menjelaskan bahwa diversi adalah pengalihan perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Mengingat kepentingan seoarang anak yang menjadi tujuan utama.

Dalam hal anak melakukan tindak pidana perundungan bullying seperti penganiayaan atau pengeroyokan yang tidak menyebabkan korban meninggal dunia ancaman pidana kurang dari 7 tujuh tahun dapat di upayakan penyelesaian dengan jalur diversi di setiap tingkat pemeriksaan. Dan apabila upaya diversi tidak didapatkan titik terang dapat di teruskan ke tahap proses selanjutnya. Untuk lebih jelaskan mengenai pemahaman proses diversi penulis menyajikan dalam bentuk skema, yaitu sebagai berikut :

(25)

33

Tindak Perundungan(bullying)

(26)

34

Menurut Penulis penyelesai perundungan bullying dengan jalur diversi posisi korban yang masih anak dan pelakupun masih anak jika mengacu dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

b. Melalui Peradilan Pidana Anak

Proses Peradilan Pidana Anak dapat di tempuh jika mana dalam proses penyelesain dengan jalur diversi tidak didapatkan hasil kesepakatan. Atau tindak pidana yang di lakukan masuk dalam kalkulasi dengan ancaman pidana 7 tahun penjara atau lebih serta pengulangan tindak pidana.

Menurut hemat penulis tindakan perundungan bullying dalam penulisan skirpsi ini korban hanya mengalami luka fisik yang tidak begitu berat penyelesaian melalui jalur diversi dengan mengacu Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

D. Tinjauan Umum Tentang Anak 2.1 Pengertian Anak

Anak merupakan generasi muda adalah ada dua hal yang tidak mungkin dapat di pisahkan, karena anak adalah merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak di dalam generasi muda ada yang disebut dengan remaja dan dewasa. Terdapat beberapa pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan begitupun

(27)

35

menurut para ahli. Jika dilihat berdasarkan batasan usia ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menguraikan definisi anak, adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 angka 3 menjelaskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

b. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1), mendefiniskan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Menurut R.A. Kosnan menjelaskan pengertian anak, yakni : “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan sekitarnya16”.

Pengertian anak yang digunakan menjadi sumber pedoman dalam penulisan skripsi ini adalah pengertian anak menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan pengertian anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang berusia 12 dua belas tahun tetapi belum mencapai 18 delapan belas tahun karena didasarkan pada pertimbangan sosiologis dan psikologis anak itu sendiri.

16 R.A. Koesnan,2005, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Sumur, Bandung, hlm 113.

(28)

36 2.2Hak dan Kewajiban Anak a. Hak Anak

Seseorang anak adalah pribadi yang sangat unik, meskipun anak belum dapat bertindak berdasarkan pikiran, perasaan, dan kehendaknya sendiri tetaplah seseorang anak memiliki hak yang melekat padanya. Meskipun di dalam pemenuhan hak tersebut, seorang anak tidak dapat melakukan sepenuhnya dengan sendiri dikarenakan kemampuan dan pengalamannya masih terbatas.

Berdasarkan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 juga menjelaskan bahwa adanya hak yang melekat di dalam pribadi seseorang anak, yang menjelaskan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Berdasarkan konverensi hak-hak anak, terdapat beberapa kelompok mengenai kategori hak anak, di antaranya :17

1. Hak untuk kelangsungan hidup (The Right To Survival)

Hak untuk kelangsungan hidup (The Right To Survival) adalah hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup, sehingga bagaimanapun lemahnya seorang anak, mereka tetap memiliki hak untuk hidup yaitu hak untuk mendapatkan kesehatan, hak untuk mendapatkan pendidikan, dan sebagainya. Sehingga negara wajib memberikan, melaksanakan dan mengupayakan supaya hak hidup seorang anak dapat mereka peroleh.

17 M. Nasir Djamil, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 20.

(29)

37 2. Hak terhadap perlindungan

Seorang anak masih terlihat lemah baik dari fisik maupun mental, seorang anakpun rentan menjadi sasaran atau korban tindak pidana dikerenakan ketidakberdayaan nya. Seorang anak wajib memperoleh perlindungan yang sangat khusus dan pada hakikatnya seorang anak wajib mendapatkan perlindungan baik dari diskriminasi, kriminalisasi, ketelantaran bagi anak yang tidak memiliki keluarga.

3. Hak untuk tumbuh kembang (Development Right)

Seorang anak mempunyai hak untuk mengembangkan kepribadian dan fisik, mental, spiritual, moral, karena seorang anak berhak untuk tumbuh dan berkembang tanpa adanya gangguan-gangguan dari faktor luar/eksternal.

4. Hak untuk berpartisipasi (Partisipation Right)

Hak untuk berpartisipasi merupakan hak anak yang berkaitan dengan identitas budaya mendasar bagi anak, sehingga setiap anak berhak untuk mengutarakan pendapatnya, berhak untuk menjalin hubungan untuk bergabung, berhak untuk memperoleh akses informasi.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, hak-hak anak dalam proses peradilan pidana diatur dalam Pasal 3, yaitu18:

18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,pasal 3

(30)

38

1. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.

2. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif.

3. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan martabat dan derajatnya.

4. Tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.

5. Memperoleh keadilan dimuka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang tertutup untuk umum.

6. Memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak

Penulis menyimpulkan setiap anak baik anak sebagi korban atau anak sebagai pelaku tindak pidana pada umumnya mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi baik dalam proses penegakan hukum karena anak itu sendiri sebagai estafet kepemimpinan bangsa yang akan datang.

b. Kewajiban Anak

Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menjelaskan mengenai kewajiban anak yaitu setiap anak berkewajiban untuk19:

19 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 19

(31)

39

1. Menghormati orang tua, wali dan guru;

2. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;

3. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;

4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan 5. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia

Anak selain mendapatkan hak anak pun juga harus melaksanakan kewajibannya supaya anak mempunyai akhlak yang berbudi pekerti yang mulia serta anak tidak menjadi pribadi yang menyimpang. Penulis berpendapat anak dalam melaksanakan hak dan kewajiban nya harus seimbang jika tidak akan menimbulkan sifat dan hasil yang tidak baik kedepan nya.

1.3 Anak Berhadapan Dengan Hukum

a. Pengertian Anak Berhadapan dengan Hukum

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pada Pasal 1 butir 2, yang dimaksud dengan Anak Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana

b. Kenakalan Anak

Istilah kata “nakal” atau “kenakalan” tidak dijumpai dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dan tidak ditemukan kata-kata

(32)

40

tersebut dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak. Sebagai gantinya, di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menggunakan istilah “anak yang berkonflik dengan hukum”, yang terdapat pada Pasal 1 butir 2 dan 3. Kenakalan anak adalah bentuk-bentuk pelanggaran yang masih bisa ditoleransi oleh masyarakat, bukan kejahatan yang meresahkan seperti pemerkosaan dan pembunuhan berencana.

Menurut sebagian para ahli yang dimaksud dengan kenakalan anak adalah bentuk kegagalan untuk memperoleh sebuah pembenaran moral dan etis yang sesuai dengan budaya masyarakat, dan sebab kegagalan di latar belakangi dari problem yang perkembangan.20

Kenakalan anak adalah merupakan tindakan yang dilakukan oleh seorang anak dinilai bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum serta di anggap bertentangan oleh masyarakat. Kenakalan anak itu sendiri ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela. Unsur-unsur kenakalan anak terdiri dari :

1. adanya suatu tindakan;

2. tindakan itu bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang;

3. ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela

Menurut penulis yang dimaksud kenakalan anak adalah bentuk penyelewengan secara sosial pada anak yang disebabkan oleh suatu bentuk

20 Kriswanto Dicaprio: Anak dan Anak Nakal, di akses pada tanggal 4 Maret 2021 pada:

http://anakdananaknakal.blogspot.co.id/2012/07/1.htm?m=1.

(33)

41

kebiasaan sosial yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. sehingga anak sedemikian rupa mengembangkan suatu bentuk tingkah laku yang menyimpang dari prosedur.

E. Tindak Pidana Yang di Lakukan Anak 2.1 Pengertian Tindak Pidana

Ada beberapa pengertian mengenai tindak pidana menurut para ahli. Istilah tindak pidana merupakan berasal dari hukum belanda yaitu “ strafbaar feit “. Istilah strafbaar feit terdiri dari tiga unsure kata yaitu straft, baar, dan feit. Straf diartikan pidana dan hukum, sedangkan baar diartikan sebagai boleh atau dapat, serta feit dapat di artikan sebagai peristiwa, perbuatan, tindak, dan pelanggaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya pengertian strafbaar feit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat di pidana.21 Tetapi ada juga yang menggunakan istilah kata delik yang di mana kata tersebut berasal dari bahasa latin yaitu delictum.

Jika menurut Andi Hamzah dalam bukunya, delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang atau diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang ( Pidana ).22

Selain itu juga masih banya pengertian menurut para ahli terkait pengertian starfbaar feit atau tindak pidana, sebagai berikut :

21 Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education, Yogyakarta, hlm.19

22 Andi Hamzah, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 72.

(34)

42 1. Pompe

Menurut Pompe istilah strafbaar feit telah dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) dengan sengaja atau tidak disengaja yang telah dilakukan oleh seseorang, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu dilakukan demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.23 2. Van Hamel

Strafbaar feit adalah kelakuan yang dirumuskan dalam Undang-Undang, melwan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig), dan dilakukan dengan kesalahan.24

3. Komariah Emong Supardjadja

Perbuatan pidana adalah suatu perbuatan manusia yang memenuhi rumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah melakukan perbuatan itu.25

Jika menurut penulis bahwa di dalam sebuah Undang-Undang yang ada maupun litelatur hukum yang menggunakan istilah delik, tindak pidana, peristiwa pidana, pelanggaran pidana, perbuatan pidana maupun perbuatan yang dapat dihukum merupakan istilah-istilah yang dapat diartikan dari maksud penjelasan dari strafbaar feit itu sendiri.

23 P.A.F Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang, 2014, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta Timur, hlm. 180.

24 E.Y. Kanter, S.R. Sianturi, 2002, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, hlm.205.

25 Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta Timur, hlm. 99.

(35)

43 2.2 Unsur Tindak Pidana

Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana apabila suatu perbuatan itu sendiri telah mengandung unsure-usnur yang mendukung dan masuk kedalam syarat perbuatan pidana itu sendiri.

Adapun juga dari beberapa pandangan mengani unsure-unsur tindak pidana menurut para ahli, antar lain sebagai berikut :

1. Moeljatno

Untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana, maka harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :26

a. Perbuatan;

b. Yang dilarang (oleh aturan hukum);

c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).

2. Menurut Simons terdapat unsure-unsur pidana yaitu sebagai berikut :27 a. Perbuatan manusia (baik dalam arti perbuatan positif/berbuat

maupun perbuatan negatif/tidak berbuat);

b. Diancam dengan pidana;

c. Melawan hukum;

d. Dilakukan dengan kesalahan, dan;

e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab.

26 Moeljatno, 2015, Asas-asas Hukum Pidana Cet.IX, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 57.

27 Tongat, 2010, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia : Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press, Malang, hlm. 105

(36)

44

Menurut penulis perbuatan yang dapat dikategorikan sebuah tindak pidana harus memenuhi unsure-unsur yang mendukung dan terpenuhi, dalam penulisan skripsi ini penulis sangat setuju terkait pendapat Moeljatno di mana seseorang untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana maka harus memenuhi kelengkapan unsure perbuatan, unsure yang di larang(oleh aturan hukum) dan unsure ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).

2.3 Sanksi Pidana Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana

Sanksi mempunyai arti yang sama dengan hukuman, namun pengertian nya berbeda dengan pidana. Dalam pengertian sanksi pidana mencakup semua jenis pidana baik di dalam KUHP maupun ketentuan yang diatur di luar KUHP. Di Negara Indonesia saat ini menggunakan dua jenis sanksi pidana sekaligus yaitu berupa pidana ( starf ) dan tindakan ( maatregels ).

Dalam penjatuhan sanksi terhadap anak di mana anak tersebut termasuk pelaku tindak pidana telah diatur di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berdasarkan isi pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 terhadap anak yang melakukan perbuatan tindak pidana dapat di kenakan penjatuhan hukuman pidana dan tindakan.

a. Sanksi Pidana

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dapat dijatuhkan pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan,

(37)

45

berdasarkan pasal 71 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 mengaturnya sebagai berikut28:

1. Pidana Pokok, terdiri dari:

 Pidana peringatan;

 Pidana dengan syarat;

 Pelatihan kerja;

 Pembinaan dalam lembaga, dan;

 Penjara;

2. Pidana Tambahan, terdiri dari:

 Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;

 Pemenuhan kewajiban adat.

b. Sanksi Tindakan

Di samping membicarakan sanksi pidana terdapat juga sanksi tindakan. Tindakan merupakan penjatuhan sanksi tindakan terhadap seseorang yang telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah dengan tujuan untuk memberikan pendidikan dan pembinaan . jika mengacu pada pasal 69 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, bahwa anak yang belum berusia 14 empat belas tahun hanya dapat di

28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,pasal 71.

(38)

46

kenakan sanksi tindakan. Jika menurut pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 sanksi tindakan dapat berupa 29:

a. Pengembalian kepada orang tua/wali;

b. Penyerahan kepada seseorang;

c. Perawatan di rumah sakit jiwa;

d. Perawatann di LPKS;

e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;

f. Pencabutan surat izin mengemudi;

g. Perbaikan akibat tindak pidana.

Berdasarkan ketentuan KUHP , di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 mengenai penerapan penjatuhan sanksi pidana hanya diberikan kepada anak yang telah berusia 14 tahun hanya dikenakan sanksi tindakan. Ancaman sanksi yang di berikan mengacu pada ringan nya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan terjadi kemudian dapat dijadikan sebagai dasar penegakan hukum dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Dalam menjatuhkan pidana penjara yang sangat perlu diperhatikan mengingat isi pasal 79 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 yaitu 30:

a. Pidana pembatasan kebebasan diberikan dalam hal anak melakukan tindak pidana berat atau tindak pidana yang disertai dengan kekerasan.

29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,pasal 62 ayat (2).

30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,pasal 79.

(39)

47

b. Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhi terhadap anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum pidana penjara yang diancam terhadap orang dewasa.

c. Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak.

d. Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP berlaku juga terhadap anak sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.

Selanjutnya dapat dijelaskan lagi menurut isi pasal 81 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 sebagai berikut 31:

a. Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak membahayakan masyarakat.

b. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara orang dewasa.

c. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.

d. Anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.

e. Pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.

f. Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.

31 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,pasal 81.

(40)

48

Dengan mengacu pada pasal 63 ayat 2 KUHP masih dibenarkan adanya perbuatan lain yang menurut Undang-Undang selain KUHP dapat dipidana sepanjang Undang-Undang itu bertalian dengan permasalahan anak dan terlebih lagi tidak bertentangan dengan ketentuan KUHP ( lex spesialis derogate legi generali ).

Dengan adanya asas tersebut hukum pidana anak membenarkan Undang-Undang lain di luar KUHP yaitu Undang-Undang 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Menurut penulis seharusnya ada perlakuan khusus terhadap anak mengingat sifat dan psikis seorang anak. Dalam kasus yang saya angkat pelaku tindak pidana merupakan seorang anak yang berusia 12 tahun jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 80 ayat 1, pelaku hanya di kenakan ancaman pidana penjara 3 tahun 6 bulan oleh sebab itu sanksi tindakan lebih efisien.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam lingkungan sekolah, pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga

Untuk proses promosi prgram kampanye Rayakan Kebebasanmu, perusahaan Tokopedia khususnya berpromosi melalui media offline menggunakan media lini atas yang mencakup TV,

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Masyarakat memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan Lubuk Larangan di Sungai Subayang : (1) Perencanaan, masyarakat

14 Adapun cara yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan teknik purposive quota sampling yaitu penentuan subjek sesuai dengan

Ayat (1) pasal 9 model UN menyebutkan tentang pemberian wewenang kepada salah satu negara untuk melakukan verifikasi atas transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa,

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana membuat Animasi Wayang Sebagai Media Pendidikan Budi Pekerti dan Memperkenalkan Budaya Bangsa Kepada Anak

Pratyaksa Pramana merupakan ajaran tentang pengamatan langsung. Beranalogi dari cara berpikir ini, dalam penelitian ini yang diamati adalah cara atau kegiatan praktik