• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia beradapada level menengah dan stagnan. IPM di Indonesia pada tahun 2015-2016 masih berstatus sedang dengan pertumbuhan 0,63 persen dari tahun 2015. IPM Indonesia telah mencapai angka 70,18 pada tahun 2016, angka IPM Indonesia meningkat sebesar 0,63 jika dibandingkan pada tahun 2015 yang sebesar 69,55 (BPS, 2016).

Komponen pembentuk IPM juga mengalami peningkatan selama periode tahun 2014 hingga tahun 2016. Di Indonesia, Umur Harapan Hidup (UHH) bayi yang baru lahir mempunyai peluang untuk hidup sampai usia 72,1 tahun dalam kegiatan SUPAS pada tahun 2015, angka ini mengalami peningkatan sebesar 0,19 tahun dari tahun sebelumnya. Peluang untuk anak sekolah di Indonesia dimulai saat usia 7 tahun selama 12,55 tahun, angka ini juga mengalami peningkatan sebesar 0,16 tahun dari tahun 2014. Pendidikan selama 7, 84 tahun rata-rata telah ditempuh oleh penduduk yang berusia ≥25 tahun, angka ini mengalami peningkatan sebesar 0,11 tahun dari tahun sebelumnya dalam kegiatan SUPAS tahun 2015. Angka pengeluaran per kapita masyarakat yang telah disesuaikan dengan harga konstan tahun 2012 mencapai Rp 10,15 juta di tahqqun 2015, angka ini mengalami peningkatan sebesar Rp 247.000 dari tahun 2014 (BPS, 2016).

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara akan meningkat sejalan dengan UHH. Keberhasilan pemerintah pada pembangunan nasional dipengaruhi oleh meningkatnya kemajuan teknologi, termasuk hal-hal positif dari berbagai bidang seperti kemajuan ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), kemajuan lingkungan hidup serta meningkatnya kualitas hidup penduduk sehingga usia harapan hidup juga meningkat yang dipengaruhi oleh kemajuan bidang kesehatan dan kedokteran (Nugroho, 2000).

1

(2)

Program yang sudah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 2015 sejalan dengan Millenium Development Goals (MDGs) kemudian dilanjutkan ke Sustainable Development Goals (SDGs) sampai tahun 2030 yang menekankan program 5P yaitu: people, planet, peace, prosperity dan partnership. Menurut Kemenkes (2015), isu-isu kesehatan diintegrasikan pada tujuan SDGs nomor 3 mencakup penjaminan kesejahteraan dan kehidupan yang sehat untuk semua golongan usia termasuk lansia didalamnya (Kemenkes, 2015).

Peran aktif dari seluruh komponen masyarakat sangat memengaruhi keberhasilan pembangunan sektor kesehatan baik pemerintah pusat maupun daerah, akademisi dan organisasi profesi, lembaga-lembaga kemasyarakatan (LSM) dan media-media informasi. Internalisasi dalam agenda pembangunan kesehatan nasional diperlukan untuk mencapai tujuan implementasi SDGs (Sustainable Develpoment Goals). Visi dan misi pembangunan kesehatan perlu diselaraskan dengan indikator SDGs selanjutnya visi dan misi ini dijabarkan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2017, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2017 serta Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Kesehatan dan Renstra Daerah.

Apabila dapat menjalankan program dan kegiatan yang sudah disusun bersama ini maka target SDGs akan terwujud. Menurut Kemenkes (2015) target SDGs yang berkaitan dengan golongan usia lanjut adalah puskesmas sayang lansia dan posyandu lansia. (Kemenkes, 2015).

Lanjut usia (lansia) adalah kelompok umur ≥ 60 tahun sebagai tahap akhir dalam siklus kehidupan (WHO, 2015). Fase ini akan dialami oleh setiap individu sehingga tidak dapat dihindari. Secara biologis lansia akan mengalami proses penuaan (aging process) yang ditandai dengan munculnya banyak perubahan secara kognitif, fisik dan psikososial. Perubahan psikologis yang umum terjadi adalah menurunnya kemampuan dan fungsi sosial. Perubahan fisik merupakan proses normal namun sering kali menjadi ancaman integritas bagi para lansia yaitu rambut menjadi putih, muncul kerutan dikulit, menurunnya imunitas tubuh serta menurunnya fungsi panca indra. Dalam

(3)

kehidupan sosial, lansia akan menghadapi hilangnya kedudukan sosial, peranan diri dan kehilangan orang yang dicintai serta berbagai kondisi yang lain sehingga menyebabkan lansia lebih berisiko mengalami depresi maupun masalah mental yang lain (Erawati, 2012). Proses penuaan dimulai dari tahap konsepsi dalam rahim hingga individu tersebut meninggal.Proses penuaan merupakan kondisi yang wajar dan tidak dapat dihindari pada proses kehidupan.

Dampak dari peningkatan populasi lansia untuk kehidupan adalah meningkatnya ketergantungan fisik untuk memenuhi aktifitas harian meski demikian, lansia diharapkan dapat mandiri dan mempunyai kulitas hidup yang prima sehingga bisa mengurangi angka ketergantungan kepada anggota keluarga yang lain (Yuliati,et al.2014).

Menurut World Health Organization (WHO, 2015) jumlah populasi lansia didunia sebesar 11,7% dari total populasi dan diperkirakan jumlah ini akan meningkat sejalan dengan meningkatnya UHH. Total populasi lansia pada 2009 sekitar 7,49% danpada tahun 2011 meningkat jadi 7,69%. Pada tahun 2000 usia harapan hidup didunia adalah 66 tahun kemudian meningkat jadi 70 tahun (tahun 2012) dan 71 tahun (tahun 2013).

Populasi lansia dikawasan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang menjadi anggota WHO sebesar 8% atau sekitar 142.000.000 jiwa, angka ini akan terus meningkat sampai tahun 2050. Pada tahun 2000 populasi lansia 5.300.000 (7,4%) dari total populasi sedangkan pada tahun 2010 jumlah lansia 24.000.000 (9,77%) dari total populasi dan tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28.800.000 (11,34%) dari total populasi (BPS, 2016).

Indonesia termasuk kategori negara dengan struktur lansia atau aging structured population karena populasi lansia mencapai 7,18%. Total populasi lansia tahun 2006 mencapai 19.000.000 dengan usia harapan hidup 66,2 tahun.

Pada tahun 2010 sejumlah 23.992.553 jiwa (9,77%), tahun 2011 populasi lansia sebanyak 20.000.000 jiwa (9,51%), dengan UHH mencapai 67,4 tahun dan diperkirakan tahun 2020 mencapai 28.800.000 lansia (11,34%), dengan

(4)

usia UHH 71,1 tahun (Kemenkes, 2012). Menurut PBS tahun 2015, jumlah lansia pada tahun 2020 mencapai angka 80.000.000 jiwa, UHH 72,1 tahun.

Bertambahnya UHH dan jumlah lansia menimbulkan dampak besar pada kesehatan masyarakat yang menyangkut perubahan yang dialami lansia dari seluruh sistem kerja tubuh dari segi fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Hal ini disebabkan oleh program pembangunan yang pro lansia akses pelayanan kesehatan, keamanan lingkungan ditempat tinggal dan keberhasilan program KB (BPS DIY, 2016). Untuk mencapai usia harapan hidup yang tinggi membutuhkan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan dalam rangka usaha mencapai masa tua yang produktif, berdaya guna, bahagia dan sehat (UU no. 36 tahun 2009 pasal 19 tentang kesehatan).

Menurut data proyeksi penduduk tahun 2017, jumlah lanjut usia diperkirakan mencapai 23.660.000 jiwa (9,03%). Jumlah lansia pada tahun 2020 diprediksi 27.080.000 jiwa, pada tahun 2015 sebanyak 33.690.000 jiwa, pada tahun 2030 sebanyak 40.950.000 jiwa dan tahun 2035 sebanyak 48.190.000 jiwa (Kemenkes, 2017). Meningkatnya jumlah populasi lanjut usia di Indonesia mencapai lebih dari 7 % tahun 2008 sampai 2012 lebih dari total populasi penduduk. Dari 3.700.000 lansia, 13,04% ada di Yogyakarta, 10,4%

ada di Jawa Timur, 10,34% ada di Jawa tengah dan 9,78% ada di Bali (BPS, 2016).

Pemerintah melaporkan jumlah lanjut usia tertinggi berada di Yogyakarta. Pada tahun 2015 diperkirakan lansia mencapai 13,4% dari total penduduk, diperkirakan akan meningkat 14,7 % pada tahun 2020 dan 19,5%

pada tahun 2030. Jumlah lanjut usia di Kabupaten Sleman sekitar 12,95% atau 135.644 dari jumlah penduduk 1.047.325 jiwa. Beberapa diantara lansia tersebut masih aktif diberbagai kegiatan sosial dan paguyuban karena lansia mempunyai hidup yang berkualitas dan masih bisa berkarya (Dinkes Sleman, 2016).

Pada 7 April 2012 bertepatan dengan hari kesehatan dunia, WHO menetapkan proses penuaan sebagai prioritas utama. UHH di negara-negara ASEAN adalah 70 tahun namun UHH tahun 2015 yakni 72,1 tahun di

(5)

Indonesia (Profil Kesehatan Indonesia, 2011; WHO, 2012). Tingginya UHH menimbulkan konsekuensi bagi anggota keluarga diantaranya,meningkatnya keterbatasan pada lansia, kualitas hidup yang menurun akibat menurunnya kemampuasn fisik.

Jumlah lansia terbanyak berada di Yogyakarta yang berasal dari Kabupaten Sleman dengan jumlah 105.955 lansia dan usia harapan hidup 74,57 tahun (Dinkes Sleman, 2016). Menurut Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Sleman tahun 2014, usia harapan hidup 76,08 tahun (77,12 tahun pada wanita dan 73,46 pada pria) merupakan angka usia harapan hidup tertinggi nasional. Bertambahnya usia harapan hidup menandakan meningkatnya populasi lansia

Menurut Survei Kesehatan Nasonal (SUSENAS) tahun 2014, rumahtangga lansia mencapai 16.080.000 rumah tangga atau 24,50 % dari total rumah tangga di Indonesia. Rumah tangga lansia yang dimaksud adalah adanya 1 anggota keluarga atau lebih yang berumur ≥60 tahun (BPS, 2016).

Kualitas hidup lansia akan meningkat bila anggota keluarga bekerjasama untuk menjalankan fungsi keluarga dalam bidang kesehatan.

Beberapa fungsi keluarga yang dimaksud adalah fungsi afektif, sosial, reproduksi, ekonomi dan program perawatan kesehatan masyarakat (Puskesmas). Menurut Friedman (2010) terdapat lima pokok tugas keluarga untuk menjalankan fungsi keluarga yang berpengaruh padaprogram perawatan kesehatan yaitu (a) mengidentifikasi masalah kesehatan, (b) membuat keputusan untuk lansia yang mengalami gangguan kesehatan, (c) merawat lansia yang sakit, (d) membuat lingkungan rumah yang berdampak pada kesehatan keluarga, (e) menggunakan fasilitas kesehatan yang paling dekat dengan tempat tinggal.

Fungsi keluarga merupakan fungsi perawatan kesehatan yang mempunyai pengaruh pada masalah yang terjadi pada lanjut usia. Lansia yang mempunyai ketergantungan fisik untuk melakukan aktivitas keseharian dan penyakit fisik membutuhkan dukungan dari keluarga. Fungsi keluarga diantaranya memberi dukungan sekaligus sebagai pemberi perawatan Primer

(6)

bagi lansia bila terjadi ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan. Fungsi perawatan kesehatan mempunyai peranan yang penting pada semua golongan umur termasuk lansia, lansia akan merasa terabaikan jika keluarganya tidak lagi menjadi bagian dari kehidupannya (Nugroho, 2000).

Tingginya mobilitas pekerja pada usia produktif akan mengakibatkan pengasuhan lansia dalam keluarga kurang maksimal, selain itu adanya pergeseran struktur keluarga dari keluarga besar (extended family) ke keluarga kecil (nuclear family) berdampak pada berkurangnya bahkan hilangnya fungsi tertentu dalam keluarga seperti fungsi perawatan kesehatan untuk para lanjut usia dan menurunnya tanggung jawab moral keluarga untuk menyediakan tempat bagi anggota/kerabat lain (WHO, 2012).

Anggota keluarga sebaiknya memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam melakukan program perawatan kesehatan secara mandiri terhadap berbagai masalah kesehatan agar dapat melaksanakan fungsi perawatan kesehatan keluarga tersebut. Dalam menjalankan fungsi perkesmas, keluarga lansia dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan diantaranya perawat, perawat dapat menjalankan peran dan fungsinya sesuai dengan tugas dalam hal promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Perawat di pelayanan kesehatan mempunyai tanggungjawab untuk memandirikan masyarakat terutama perawat profesional yang bekerja di pelayanan kesehatan masyarakat. Perawat komunitas adalah perawat yang bekerja sebagai perawat keluarga, perawat gerontologi, perawat kesehatan kerja dan perawat sekolah (Friedman, 2010).

Rekonstruksi program dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang menjamin bahwa semua faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup dapat meningkatkan usia harapan hidup. Kualitas hidup adalah dimensi ganda yang tersusun oleh kesehatan fisik, kesehatan mental dan sosial (Kemenkes, 2012).

Layanan kesehatan dikomunitas merupakan upaya pelayanan kesehatan yang mempunyai fokus terhadap pencegahan penyakit dan promosi kesehatan melalui rangkaian program Puskesmas dengan perhatian pada Primary Health Care (PHC) atau pelayanan kesehatan primer (Institute of Medicine, 1994

(7)

dalam Jan et al., 2000). Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan utama berdasarkan metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial sehingga dapat dengan baik bagi individu maupun keluarga dimasyarakat.

Melalui partisipasi masyarakat dan biaya yang mudah dijangkau bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan perkembangan masyarakat agar dapat menentukan nasib sendiri dan hidup mandiri (Notoatmodjo, 2013).

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) mempunyai peranan utama pada pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia pada tingkat pertama.

Menurut Permenkes RI No.24 tahun 2014 mengartikan puskesmas sebagai suatu kesatuan organisasi fungsional yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung dan menyeluruh dalam suatu wilayah kerja serta mempunyai usaha pokok kesehatan. Ditinjau dari buku pedoman kerja puskesmas terdapat pokok-pokok upaya kegiatan puskesmas yang mencakup upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan penunjang, upaya kesehatan lansia (upaya kesehatan pengembang). Puskesmas dapat menjalankan sebanyak dua puluh usaha pokok kesehatan termasuk upaya kesehatan lansia dan perawatan kesehatan masyarakat (perkesmas) (Permenkes, 2014).

Puskesmas diselenggarakan untuk memenuhi pelayanan kesehatan dimasyarakat dalam hal ini tenaga kesehatan berkolaborasi untuk dapat mengenal masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi serta memecahkan masalah yang mereka miliki menggunakan proses keperawatan sesuai dengan kemampua n untuk meningkatkan taraf hidup sehat sehingga dapat meningkatkan fungsi kehidupan dan derajat kesehatan seoptimal mungkin dan diharapkan dapat mandiri dalam memelihara kesehatan.

Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan harus memenuhi standart dan kriteria agar mampu melayani dengan berkualitas, hal ini dengan adanya indikator sebagai puskesmas yang terakreditasi. Sebagai puskesmas yang melayani individu diantaranya adalah usia lanjut yang memerlukan pelayanan berbeda. Sebagai kebijakan publik yang sehat dalam bidang kesehatan maka diterbitkan kriteria sebagai Puskesmas Santun Lansia oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes, 2015).

(8)

Program Perkesmas adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lain dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebih tinggi dari individu, keluarga dan kelompok. Program Perkesmas pada lansia adalah bidang khusus dari keperawatan yang merupakan gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu sosial yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok khusus lansia dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit (mempunyai masalah kesehatan/keperawatan) secara komprehensif melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan bagi lansia dengan melibatkan peran aktif masyarakat secara terorganisir, misalnya posyandu lansia (Effendi, 2004).

Tujuan program Perkesmas secara umum adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi kehidupan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki dan tujuan khususnya yaitu mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi, menetapkan masalah kesehatan atau keperawatan dan prioritas masalah, merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah keperawatan yang mereka hadapi, penilaian hasil kesehatan dalam memecahkan masalah kesehatan/keperawatan, mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan kesehatan/

keperawatan, meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara mandiri (selfcare), menanamkan perilaku sehat melalui upaya pendidikan kesehatan, tertanganinya kelompok risiko tinggi yang rawan terhadap masalah kesehatan, kelompok risiko tinggi diantaranya lansia (Effendi, 2004).

Sasaran program Perkesmas adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan akibat faktor ketidaktahuan, ketidakmauan dan ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. Menurut Friedman (2010), yang dimaksud individu adalah

(9)

bagian dari anggota keluarga. Apabila individu tersebut mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena ketidakmampuan merawat dirinya sendiri oleh sesuatu hal dan sebab maka akan dapat memengaruhi anggota keluarga lainnya baik secara fisik, mental maupun sosial.

Sebagai upaya kesehatan dalam meningkatkan kemandirian lansia dapat dilihat dari kualitas hidup. Upaya upaya kesehatan itu adalah diantaranya dengan promosi kesehatan melalui pendidikan kesehatan yang bertujuan untuk merubah perilaku yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktek (Notoatmojo, 2012).

Hasil studi literature ditemukan beberapa kesenjangan riset (research gap), antara lain menurut teori kognitif sosial Bandura, penyesuaian perilaku promosi kesehatan tergantung pada self-efficacy, yaitu, keyakinan individu akan mampu melakukan perilaku tertentu dengan tepat. Dengan kata lain, individu dengan kemandirian diri yang lebih kuat lebih mungkin terlibat dalam perilaku sehat, mempertahankannya, dan pulih setelah mengalami kemunduran. Kemandirian diri dipengaruhi oleh banyak teori promosi kesehatan. Dalam sebuah penelitian, peneliti menyelidiki hubungan antara self- care self-efficacy lansia (yaitu, keyakinan lansia pada kemampuan pribadi mereka untuk melakukan perilaku perawatan diri yang diperlukan dengan sukses untuk mencapai kesehatan) dan faktor latar belakang dasar mereka, dan melaporkan hubungan yang signifikan. (Hosseini, Torkain & Tavkol, 2010). Kurangnya pemahaman antara pembuat kebijakan terhadap kontribusi pada pelayanan kesehatan primer dapat berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup lansia (Van Weel C, et al.2016). Kurangnya sumber daya dan dana serta kurangnya pengetahuan dan kerampilan asuhan perawatan lansia di fasilitas kesehatan menyebabkan rendahnya kemandirian lansia pasca perawatan (Henderson

& Willis, 2016). Adanya pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan tulang punggung keluarga dengan kualitas hidup lansia (Permana, 2016).

Studi pendahuluan dilakukan pada bulan Maret 2016 terhadap 55 keluarga lansia yang sudah terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Godean I,

(10)

Puskesmas Godean II, Puskesmas Kalasan dan Puskesmas Mlati I Kabupaten Sleman, sebanyak 25 keluarga lansia tidak dapat melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dan tugas kesehatan dengan baik, 10 keluarga hanya dapat melaksanakan sebagian dari fungsi perawatan kesehatan dan tugas kesehatan, keluarga tidak dapat mengambil keputusan pada permasalahan kesehatan yang terjadi, tidak dapat merawat anggota keluarga yang sakit dan tidak dapat memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sedangkan 20 keluarga lansia yang lain dapat melaksanakan fungsi perawatan kesehatan dan tugas kesehatan dengan maksimal.

Hasil wawancara dengan 64 lansia di wilayah Puskesmas Gamping I dan Puskesmas Ngemplak disimpulkan data bahwa para lansia masih mempunyai kualitas hidup yang cukup, diantaranya dapat memenuhi aktifitas fisik, dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar walaupun terbatas dan mengunjungi posyandu lansia meskipun tidak rutin setiap bulan. Kualitas hidup yang dimaksud dalam wawancara ini meliputi fungsi fisik, fungsi sosial, rasa nyeri dan kesehatan mental. Hasil dari wawancara kepada perawat Puskesmas Kalasan, Puskesmas Berbah, Puskesmas Mlati 1 dan Puskesmas Sleman bahwa program perawatan kesehatan belum berjalan lancar karena kurangnya jumlah perawat dan kurang maksimalnya dokumentasi program program perawatan kesehatan. Hasil penggalian informasi pada 55 lansia bahwa mereka datang ke posyandu lansia untuk menimbang berat badan, mengukur tekanan darah dan mengukur status gizi saja, hal ini menunjukkan bahwa lansia dalam hal pengetahuan kesehatan lansia masih kurang. Dari 25 Puskesmas di wilayah Kabupaten Sleman, baru 9 Puskesmas yang mempunyai fasilitas Puskesmas Santun Lansia akan tetapi 14 puskesmas lainnya sudah menjalankan program kesehatan lansia. Terkait dengan kebijakan publik yang sehat yang ada di wilayah Sleman masih belum memadai diantaranya fasilitas kesehatan bagi lansia, pelayanan homecare dan pelayanan kesehatan.

Penelitian ini berdasarkan atas teori model promosi kesehatan dari Tones (1990), bahwa model promosi kesehatan terdiri dari dua rantai meliputi pendidikan dan informasi yang memungkinkan individu membuat

(11)

pilihan dan kebijakan publik yang sehat yang sehat. Model dari Tones (1990) ini juga mendeskripsikan untuk mencapai kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor yakni lingkungan sosial dan fisik yang sehat, pelayanan kesehatan, pilihan kesehatan dan kebijakan publik yang sehat yang sehat.

(12)

B. Kebaruan Penelitian

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu yang Sejenis

No Judul &Peneliti Tujuan Penelitian Variabel Metode Hasil Perbedaan

1. Primary health care policy

implementation in South Asia

Van Weel C, et al.

(2016).

Mengenali strategi kesehatan primer untuk

memprioritaskan dan memperkuat

kolaborasi tingkat regional.

Variabel terikat:

Prioritas primer kebijakan

kesehatan.

Variabel bebas:

Program perawatan kesehatan primer.

Survey Kurangnya pemahaman antara pembuat kebijakan terhadap kontribusi pada pelayanan kesehatan primer sehingga terjadi ketidak efisienan pada fasilitas dan prioritas khusus yang rendah dalam pelatihan komunitas.

Kebijakan publik yang sehat

memberikan pengaruh terhadap kemandirian lansia,

meskipun kebijakan publik yang sehat tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas hidup lansia

2. Nurses perceptions of the impact of the aged care reform on services for residents in multi-purpose

services and residential aged care

facilities in rural Australia

Julie Henderson dan Eileen Willis (2016 ).

Mengetahui persepsi perawat mengenai dampak reformasi perawatan lansia dan pelayanan untuk penduduk dan fasilitas perawatan lansia di pedesaan.

Variabel terikat:

layanan multi guna dan lanjut usia.

Variabel bebas:

persepsi perawat mengenai

dampak reformasi perawatan bagi lansia.

Interpretatif Adanya perbedaan dan persamaan pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dan fasilitas perawatan di rumahsakit tentang kurangnya sumber daya dan dana serta kurangnya pengetahuan dan kerampilan.

Mengukur fungsi perawatan kesehatan pada keluarga lansia.

3. Nursing competency standards in primary health care: an integrative review.

Mengulas literatur integratif tentang standar kempetensi keperawatan bagi

Variabel terikat:

Standar kompetensi keperawatan.

Integratif review

Menerbitkanlaporan literatur tentang standar kompetensi untuk perawat bekerja dalam praktik umum dan program

Petugas promosi kesehatan di puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan memberikan kontribusi

(13)

No Judul &Peneliti Tujuan Penelitian Variabel Metode Hasil Perbedaan Elizabeth J. Halcomb

(2016).

perawat khususnya di program perawatan kesehatan primer (PHC) dan praktik umum.

Variabel bebas:

program perawatan kesehatan primer

perawatan kesehatan primer.

Dari literatur yang tersedia, ada perbedaan dalam dokumentasimengenai standar kompetensi.

terhadap kesehatan lansia.

4. Pengaruh antara

kualitas hidup lansia

dengan fungsi keluarga di Kelurahan

Wirobrajan Kota Yogyakarta.

Permana (2016).

Adanya pengaruh yang signifikan antara pendidikan dan tulang punggung keluarga dengan dengan kualitas hidup lansia.

Variabel bebas:

pendidikan dan tulang pungung keluarga.

Variabel terikat:

kualitas hidup lanjut usia

Cross sectional

Terdapat hubungan antara pendidikan dan tulang punggung keluarga dengan fungsi keluarga serta terdapat hubungan antara fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia.

Pendidikan kesehatan tidak berpengaruh terhadap prilaku kesehatan lansia.

5. Pengaruh fungsi

keluarga dengan kualitas hidup lansia hipertensi usia lebih dari 60 tahun di Dusun Pasinan Kecamatan Tungging Mojokerto.

Akbar (2016).

Mendeskripsikan

pengaruh fungsi keluarga dengan kualitas hidup lansia yang menderita hipertensi.

Variabel bebas:

fungsi keluarga.

Variabel terikat:

kualitas hidup lansia dengan hipertensi.

Kuantitatif ada pengaruh yang signifikasn antara fungsi keluarga dengan kulitas hidup pada lansia dengan hipertensi.

Fungsi keperawatan tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia

6. Tugas kesehatan

keluarga sebagai upaya memperbaiki status kesehatan dan kemandirian lanjut usia di Sukoharjo.

Menganalisis

pengaruh tugas kesehatan keluarga dengan status kesehatan dan kemandirian pada

Variabel bebas:

tugas kesehatan keluarga.

Variabel terikat:

status kesehatan dan kemandirian

Quasi experiment

Ada pengaruh antara tugas kesehatan keluarga sebelum dan sesudah diberikan asuhan

keperawatan keluarga terhadap status kesehatan pada lansia (CI: 95%, p =

Fungsi keperawatan kesehatan keluarga berpengaruh terhadap kemandirian lansia, meskipun

fungsi keperawatan keluarga tidak berpengaruh terhadap

(14)

No Judul &Peneliti Tujuan Penelitian Variabel Metode Hasil Perbedaan Tutik Yuliati, Erna

Zakiyah (2016).

lansia. lansia 0,000) dengan harga t hitung

sebesar 5.022 dan nilai signifikasi sebesar 0,000 (p <

0,005).

kualitas hidup lansia.

7. The effect of subjective and objective social class on health related quality of life; new

paradigm using longitudinal analysis.

Young Choi, Jae-Hyun Kim, Eun-Cheol Park (2015).

Mengetahui pengaruh kualitas hidup

terhadap kasus subyektif dan obyektif

kelas sosial.

Variabel bebas:

kelas sosial subjektif dan objektif.

Variabel terikat:

kualitas hidup terkait kesehatan.

Survey Kesehatan Masyarakat (CHS).

Hasil penelitian: ada pengaruh signifikan antara peningkatan jumlah kegiatan sosial dan peningkatan dalam kualitas hidup terkait kesehatan, terutama ketika dievaluasi dalam hal jenis kegiatan sosial dan terkait kualitas hidup menurut jenis kelamin dan usia.

Kualitas hidup lansia sebagai

dampak memberikan kontribusi pada aspek kehidupan lansia

8. Elderly Caregivers Of Elderly People:

Burden And Social Support.

Munoz Bermejo L., et al. (2015).

Menentukan beban dan dukungan sosial yang dirasakan oleh pengasuh lansia.

Variabel terikat:

beban dan dukungan sosial

Variabel bebas:

pengasuh lansia

Survey Pengasuh dari lansia yang memiliki beban berat tidak mendapatkan dukungan sosial dari keluarganya.

Keluarga yang memiliki lansia diharapkan tidak mengalami beban sehingga kemandiran lansia dan kualitas hidup lansia tetap terjaga

9. Understanding public elderly care policy in Norway: A narrative

analysis of governmental White

papers.]

Jacobsen (2015).

Mengeksplorasi

kerangka narasi analisis berdasarkan cerita sebagai pesan eksplisit.

Variabel terikat:

kebijakan pemerintah

Variabel bebas:

pengasuhan lansia.

Narrative analysis

Budaya sangat memengaruhi

konsepsi tentang kemungkinan masa depan

mengenai penuaan dan perawatan geriatri di Norwegia, seperti yang diungkapkan dalam makalah

Budaya lokal sangat mempengaruhi setiap aspek kehidupan lansia yang memberikan kontibusi pada kebijakan publik yang sehat.

(15)

No Judul &Peneliti Tujuan Penelitian Variabel Metode Hasil Perbedaan kebijakan publik yang sehat

10. Pelaksanaan Tugas Keluarga Bidang Kesehatan Pada Lansia Umur 70-79

tahun di Denpasar

Ketut Gama, Widjanegara (2014).

Mengetahui

pelaksanaan tugas keluarga bidang kesehatan pada lansia usia 70-79 tahun.

Variabel bebas:

pelaksanaan tugas keluarga bidang kesehatan.

Variabel terikat:

lansia umur 70- 79 tahun.

Survey Hasil penelitian ini

menunjukkan pelaksanann tugas kesehatan keluarga bidang kesehatan dengan responden usia 75-79 tahun berada pada kategori kurang (70%).

Fungsi keperawatan kesehatan keluarga berpengaruh terhadap kemandirian lansia, meskipun

fungsi keperawatan keluarga tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia

11. Development of a situation-specific

Theory life among older South Korean adults with type 2 diabetes.

Chang SJ, Im EO (2014).

Menjelaskan kualitas

hidup terkait kesehatan (QOL) pada

lanjut usia di Korea Selatan dengan diabetes tipe 2.

Variabel bebas:

Pengembangan

teori untuk menjelaskan

kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan Variabel terikat:

lanjut usia dengan diabetes tipe 2.

Temuan dari studi

pemodelan Persamaan struktural (SEM ).

Hasil penelitian ini menunjukkan ada pengaruh timbal balik antara penyedia layanan kesehatan dan perawat bisa menggabungkan teori situasi khusus yang

diusulkan dalam pengembangan program

pendidikan diabetes untuk meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan pada lanjut usia di Korea Selatan pada pasien diabetes tipe 2.

Puskesmas sebagai tempat pelayanan kesehatan di tingkat dasar memberikan kontribusi terhadap kesehatan para lansia.

(16)

No Judul &Peneliti Tujuan Penelitian Variabel Metode Hasil Perbedaan 12. Health-related quality

of life and long-term care needs among elderly individuals living alone: a cross- sectional study in rural areas of Shaanxi Province.

Ning Liu, Lingxia Zeng, Zhe Li and Jue Wang (2013

Mengetahui faktor-

faktor yang memengaruhi lansia

dalam perawatan jangka panjang dari orang berusia 60 dan lebih yang tinggal sendirian di daerah pedesaan di Provinsi Shaanxi, China.

Variabel bebas : kualitas hidup dan perawatan jangka panjang.

Variabel terikat:

kesehatan di antara orang tua yang tinggal sendiri.

Survey Hasil penelitian menunjukkan ada korelasi antara Health- Related Quality of Life (HRQoL) dengan kebutuhan perawatan jangka panjang di antara populasi lansia ini secara signifikan berkorelasi (r = -0,204, p <0,01).

Lansia dengan kemandirian masih mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari hari meskipun ada yang membutuhkan bantuan keluarga.

13. The effect of

community health nurse home visit on self-care self-efficacy of the elderly living in selected Falavarjan villages in Iran in 2010.

Habibollah Hosseini MS, Sara Torkani, dan Khosrow Tavakol (2013).

Mengetahui pengaruh kunjungan rumah perawat terhadap efikasi diri lansia di daerah pedesaan.

Variabel bebas:

kunjungan rumah oleh perawat.

Variabel terikat : efikasi diri.

Pre-Quasi Eksperimental

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program kunjungan rumah oleh perawat yang terintegrasi dengan teori, memiliki pengaruh positif pada peningkatan self-efficacy pada lansia. Data dianalisis dengan statistik deskriptif dan paired t-test(P <0,001)

Lansia perlu mendapatkan perhatian dengan diberikan pelayanan kunjungan rumah yang bersifat promotif dan preventif.

14. Pengaruh peran kader kesehatan dengan tingkat kualitas hidup lanjut usia.

Mengidentifikasi pengaruh peran kader

dengan upaya peningkatan kualitas

Variabel bebas:

peran kader kesehatan.

Variabel terikat:

Deskriptif Korelasional

Hasil penelitian ini menyimpulkan adanya pengaruh yang signifikan peran kader dengan tingkat

Perlu dikembangkan kader kesehatan di posyandu lansia untuk membantu kebutuhan kesehatan lansia di tingkat

(17)

No Judul &Peneliti Tujuan Penelitian Variabel Metode Hasil Perbedaan Setyoadi, Ahsan,

Abidin A.Y (2013)

hidup lansia di Desa Landungsari.

tingkat kualitas hidup lanjut usia.

kualitas hidup lansia karena peran kader yang sudah baik berpengaruh terhadap tingkat kualitas hidup lansia dikarenakan kader selalu memberikan dukungan positif.

paling bawah yakni sebagai

bentuk pemberdayaan masyarakat.

15. Community- based home healthcare project for korean older adults.

Lee T (2013).

Mengidentifikasi efek proyek program perawatan kesehatan berbasis masyarakat yang memengaruhi kinerja layanan sehubungan dengan layanan asuransi nasional perawatan jangka panjang pada lansia di Korea.

Variabel terikat:

Member asuransi kesehatan.

Variabel bebas:

pelayanan kesehatan.

Survey Perbandingan antara member dan bukan member asuransi perawatan jangka panjang menunjukkan bahwa tidak ada selisih yang signifikan pada peningkatan pelayanan kesehatan antara kedua kelompok (p <0,001).

Perlu dikembangkan pelayanan berbasis asuransi

khusus lansia sebagai kebijakan publik yang sehat.

16. Aspects of health related quality of life.

Evallil Nilsson (2012).

Meningkatkan

pemahaman dengan mempelajari asosiasi HRQoL dengan faktor psikologis dan biologis sebagai hasil yang dilaporkan pasien dalam program

Variabel bebas:

aspek kualitas hidup yang berkualitas

Variabel terikat:

implementasi

pasien dalam sistem

Survey Hasil penelitian ini

menyimpulkan bahwa aspek psikologis sebagaifaktor risiko yang berhubungan langsung dengan HRQoL (SF-36) untuk implementasi di dalam sistem keperawatan.

Kualitas hidup lansia merupakan modal utama dan psikologis yang diukur sebagai transisi kesehatan jiwa.

(18)

No Judul &Peneliti Tujuan Penelitian Variabel Metode Hasil Perbedaan perawatan kesehatan

rutin.

keperawatan

17. Trends and

determinants of informal and formal caregiving in the community for disabled elderly people in Taiwan

Li-Jung E.Ku, Li- FanLiu,

Miin-JyeWen (2012).

Memeriksa

kecenderungan dan faktor-faktor yang memengaruhi

penggunaan pengasuh informal dan formal di antara lansia cacat di komunitas Taiwan

Variabel terikat:

Faktor determinan

pengasuhan lansia cacat

Variabel bebas:

Pengasuh formal dan informal

Survey Faktor-faktor yang terkait dengan kemungkinan penggunaan bantuan berbayar

yang lebih tinggi termasuk status sosial ekonomi yang lebih baik dan lebih banyak pembatasan aktifitas.

Perlu dikembangkan pelayanan berbasis asuransi

khusus lansia sebagai kebijakan publik yang sehat.

18. Chronic disease knowledge and its determinants

among chronically ill adults in rural areas of Shanxi Province in China: a cross- sectional study.

Tian, et al.

(2011).

Mengeksplorasi

karakteristik distribusi pengetahuan penyakit

kronis dan determinannya di antara lansia yang sakit kronis

di pedesaan Cina sesuai dengan aspek pasien dan penyedia layanan kesehatan.

Variabel terikat:

Pengetahuan

penyakit kronis dan

determinannya.

Variabel bebas:

lansia yang sakit kronis.

Cross Sectional

Mengembangkan mekanisme pencegahan dan pengendalian berbasis komunitas yang efektif untuk penyakit kronis.

Melakukan pemeriksaan rutin adalah langkah penting untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit kronis di kalangan lansia pedesaan.

Mengembangkan model promosi kesehatan lansia untuk meningkatkan kualitas hidup.

(19)

Selain 18 penelitian pada Tabel 1.1, beberapa penelitian yang lain juga digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini diantaranya yang terdapat pada daftar pustaka sebagai penunjang untuk menyusun konsep dan model penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan baru mengenai model promosi kesehatan pada program perawatan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia di Kabupaten Sleman. Kebaruan (Novelty) penelitian ini mencakup tujuan, lingkup variabel, metode yang digunakan dan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Tujuan penelitian: untuk merumuskan model promosi kesehatan pada program perawatan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia di Kabupaten Sleman.

2. Lingkup variabel: promosi kesehatan masyarakat dengan subyek penelitian lansia untuk meningkatkan kualitas hidup melalui program perawatan kesehatan masyarakat di Kabupaten Sleman.

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel bebas dan terikat yaitu:

a. Promosi kesehatan

b. Fungsi perawatan kesehatan c. Pendidikan kesehatan d. Perilaku kesehatan e. Kemandirian lansia f. Kualitas hidup

g. Kebijakan publik yang sehat

3. Metode penelitian: jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan teknik pengambilan sampel simple random sampling. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM PLS.

4. Hasil penelitian: terumuskannya model promosi kesehatan pada program perawatan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia di Kabupaten Sleman.

(20)

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari latar belakang masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh antara upaya peningkatan kesehatan (promkes) terhadap pendidikan kesehatan lansia?

2. Apakah ada pengaruh antara pendidikan kesehatan lansia terhadap perilaku lansia ?

3. Apakah ada pengaruh antara perilaku kesehatan lansia terhadap kemandirian lansia?

4. Apakah ada pengaruh antara kebijakan publik yang sehat yang sehat terhadap kemandirian lansia?

5. Apakah ada pengaruh fungsi perawatan kesehatan terhadap kemandirian lansia?

6. Apakah ada pengaruh antara pendidikan kesehatan lansia terhadap kualitas hidup lansia?

7. Apakah ada pengaruh antara kebijakan publik yang sehat yang sehat terhadap kualitas hidup lansia?

8. Apakah ada pengaruh antara pendidikan kesehatan lansia terhadap kemandirian lansia?

9. Apakah ada pengaruh antara fungsi perawatan kesehatan terhadap kualitas hidup lansia?

10. Apakah ada pengaruh antara kemandirian terhadap kualitas hidup lansia?

11. Apakah ada pengaruh promosi kesehatan, kebijakan publik yang sehat, fungsi perawatan, pendidikan kesehatan, perilaku lansia, kemandirian lansia terhadap kualitas hidup lansia?

(21)

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Merumuskan model promosi kesehatan program perawatan kesehatan masyarakat lanjut usia sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup lanjut usia di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh promosi kesehatan terhadap pendidikan kesehatan lansia.

b. Menganalis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku lansia (pengetahuan, sikap dan praktek).

c. Menganalisis pengaruh perilaku (pengetahuan, sikap dan praktek) terhadap kemandirian lansia.

d. Menganalisis pengaruh kebijakan publik yang sehat yang sehat terhadap kemandirian lansia.

e. Menganalisis pengaruh fungsi perawatan kesehatan terhadap kemandirian lansia.

f. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kualitas hidup lansia.

g. Menganalisis pengaruh kebijakan publik yang sehat yang sehat terhadap kualitas hidup lansia.

h. Menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kemandirian lansia.

i. Menganalisis pengaruh fungsi perawatan kesehatan terhadap kualitas hidup lansia.

j. Menganalisis pengaruh kemandirian terhadap kualitas hidup lansia.

k. Menganalisis pengaruh promosi kesehatan, kebijakan publik yang sehat, fungsi perawatan, pendidikan kesehatan, perilaku lansia, kemandirian lansia terhadap kualitas hidup lansia.

(22)

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini merumuskan model terbaru promosi kesehatan tentang program perawatan kesehatan masyarakat lansia sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup lansia.

2. Manfaat praktis

a. Bagi pengambil kebijakan (Puskesmas dan Dinas Kesehatan) Kabupaten Sleman.

Penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada program kebijakan lansia di Kabupaten Sleman.

b. Bagi perawat puskesmas di Kabupaten Sleman

Penelitian ini dapat membantu perawat untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan profesional pada lansia terutama fungsi perawatan kesehatan, kualitas hidup untuk lansia dan peran perawat komunitas.

c. Bagi lansia dan keluarga lansia serta masyarakat di Kabupaten Sleman Hasil penelitian ini dapat menjadi bukti mengenai pentingnya fungsi perawatan kesehatan dan kualitas hidup itu untuk lansia dan keluarga.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan, khususnya keperawatan gerontik dan keperawatan kesehatan masyarakat, menambah wacana dan dapat digunakan sebagai penambah informasi serta dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu yang Sejenis

Referensi

Dokumen terkait

AGUSTIN KUNIAWATY, S.Pd JUMLAH JUMLAH AKHIR AKHIR Hj.. INDAHWATI,

Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah Artemisin Combination Therapy (ACT).. Primaquin diberikan per-oral dengan dosis tunggal 0,75 mg basa/kgbb

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Selanjutnya secara lengkap, Hamalik (2004: 38-49) menyebutkan karakteristik kompetensi profesional guru antara lain a) Guru mampu mengembangkan tanggung jawab dengan

Agar kegiatan belajar mengajar berjalan dengan lancar, maka sebelum kegiatan praktek mengajar dimulai praktikan melakukan konsultasi dengan guru pembimbing. Dari

Dengan demikian, dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa naẓam adalah suatu pengetahuan yang berbentuk puisi arab yang tersusun dari beberapa bait dengan

a Sudah adanya regulasi mengenai cagar budaya berupa perda 19 th 2009 serta perwal 921 th 2010 a Pelaksanaan regulasi belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah

- Jika anak kunci keselamatan terbukti  hilang, Ketua Jabatan hendaklah me-  nimbang sama ada atau tidak tindakan  tatatertib diambil atau penyiasatan di  bawah Akta Rahsia Rasmi