KAJIAN FONETIK AKUSTIK DALAM TUTURAN LISAN PENUTUR ASLI BAHASA KOREA DAN PENUTUR ASLI
BAHASA INDONESIA
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
oleh Devi Sinta NIM 1006509
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
dalam Tuturan Lisan Penutur Asli
Bahasa Korea dan Penutur Asli
Bahasa Indonesia
Oleh Devi Sinta
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
© Devi Sinta 2014
Universitas Pendidikan Indonesia Desember 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Devi Sinta, 2014
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi Masalah... 8
C. Batasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoretis ... 9
2. Manfaat Praktis ... 10
G. Struktur Organisasi Skripsi ... 10
BAB II FONETIK DALAM FONOLOGI A. Tinjauan Pustaka ... 11
B. Fonetik dalam Fonologi ... 13
1. Fonetik Eksperimental dan Impresionistik... 16
2. Ciri Akustik ... 18
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1) Nada ... 20
2) Tekanan ... 20
3) Durasi ... 21
b. Struktur Melodik ... 21
c. Struktur Temporal ... 22
3. Klasifikasi Fonem Bahasa Indonesia ... 23
BAB III METODE PENELITIAN A. Informan dan Lokasi ... 26
B. Metode Penelitian... 27
C. Metode Kajian ... 27
D. Definisi Operasional... 28
E. Instrumen Penelitian... 29
F. Sumber Data ... 30
G. Teknik Pengumpulan Data ... 30
H. Teknik Analisis Data ... 31
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 35
1. Analisis Ciri Akustik Bahasa Indonesia yang Diproduksi oleh Penutur Asli BK yang Berdialek Kyeongsangdo ... 35
2. Analisis Ciri Akustik Bahasa Indonesia yang Diproduksi oleh Penutur Asli BI yang berdialek Sunda Bandung ... 149
B. Pembahasan ... 252
1. Ciri Akustik Bahasa Indonesia yang Diproduksi oleh Penutur Asli BK yang Berdialek Kyeongsangdo ... 253
a. Nada ... 253
b. Tekanan ... 259
Devi Sinta, 2014
2. Ciri Akustik Bahasa Indonesia yang Diproduksi oleh Penutur Asli BI
yang Berdialek Sudan Bandung ... 261
a. Nada ... 261
b. Tekanan ... 267
c. Durasi ... 268
3. Perbedaan Ciri Akustik yang Diproduksi oleh Penutur Asli BK dan Ciri Akustik yang Diproduksi oleh Penutur Asli BI ... 269
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 273
B. Saran ... 277
DAFTAR PUSTAKA ... 278
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
KAJIAN FONETIK AKUSTIK DALAM TUTURAN LISAN PENUTUR ASLI BAHASA KOREA DAN PENUTUR ASLI BAHASA INDONESIA
Devi Sinta
Universitas Pendidikan Indonesia
the_mpies@yahoo.com
08562169929
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penutur asli bahasa Korea (BK) yang mengalami kesulitan dalam merealisasikan bahasa Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh BK sebagai bahasa pertama. Padahal, dalam teori bilingualisme seorang dwibahasawan dituntut untuk memiliki kompetensi kebahasaan secara sama, baik dalam kompetensi kebahasaaan, maupun intonasi dari bahasa yang dikuasai. pengajaran untuk penutur asli BK lebih banyak menfokuskan pada tataran kata dan kalimat, sedangkan tataran bunyi kurang diperhatikan. Hal ini tidaklah menguntungkan bagi perkembangan pengajaran kebahasaan Bahasa Indonesia (BI), khususnya pengajaran kebahasaan BI untuk penutur asli BK. Atas dasar itulah penelitian ini memfokuskan pada tataran bunyi sebagai bagian dari kajian fonetik akustik. Tataran bunyi yang diteliti adalah ciri akustik yang berupa nada, tekanan, dan jeda pada penutur asli BK. Penelitian ini melihat pula ciri akustik penutur BI. Hal ini untuk melihat pengaruh ciri akustik BK dalam merealisasikan BI. Adapun tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan ciri akustik BI yang diproduksi oleh penutur asli BK dan penutur asli BI, serta melihat perbedaan ciri akustik yang diproduksi oleh penutur asli BK dan penutur asli BI. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Metode kajian yang digunakan adalah impresionistik dan
eksperimental. Instrumen yang digunakan adalah wacana dan Speech Analyzer untuk
mengukur secara akurat ciri akustik BI. Hasil yang ditemukan adalah nada penutur asli BK lebih rendah dibandingkan dengan penutur asli BI. Nada tertinggi penutur asli BK kurang dari 150 Hz, sedangkan nada tertinggi penutur asli BI lebih dari 200 Hz. Nada tertinggi penutur asli BK muncul pada vokal yang termasuk tinggi dan konsonan hambat letup. Hal tersebut karena klasifikasi konsonan hambat letup pada BK lebih sedikit Korea. Dalam pengucapan konsonan, penutur asli BK relatif lebih panjang dibandingkan dengan penutur asli BI. Dalam pengucapan vokal, penutur asli BK lebih pendek dibandingkan penutur asli BI. Hal tersebut karena durasi konsonan yang panjang dipengaruhi oleh aksen BK yang mengenal panjang dan pendeknya suatu bunyi. Implikasi penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengajaran kebahasan BI bagi penutur asli BK dalam menguasai ciri akustik BI.
ACOUSTIC PHONETICS STUDY IN ORAL SPEECH OF KOREAN NATIVE SPEAKERS AND INDONESIAN NATIVE SPEAKERS
Devi Sinta
Indonesia University of Education
the_mpies@yahoo.com
08562169929
ABSTRACT
This research is motivated by the native speakers of Korea (BK) who have difficulty in realizing Indonesian. It is caused by the effect of BK as a first language. In fact, the theory of bilingualism a bilingual is required to have the same linguistic competence in both the linguistic competence, and intonation of the mastered language. Teaching for BK native speakers more focused at the level of words and sentences, while the sound level have less attention. This is not good for the development of Indonesian language teaching (BI), especially BI language teaching for BK native speakers. For this reason this study focuses on the sound level as part of a study of acoustic phonetics. Investigated sound level is acoustic characteristics in the form of tone, stress, and break at BK native speakers. This study also seen the acoustic characteristics of BI speakers. It is to see the effect of the acoustic characteristics of BK in realizing BI. The purpose of this study was to describe the characteristics of acoustic BI produced by BK native speakers and native speakers of BI, and see the difference in acoustic features produced by BK native speakers and BI native speakers. The research method used is descriptive qualitative. Assessment method used is impressionistic and experimental. The instrument used is the discourse and Speech Analyzer to accurately measure the acoustic characteristics BI. Results are native speakers BK tone lower than the native speakers of BI. The highest tone BK native speakers is less than 150 Hz, while the highest tone of BI native speakers more than 200 Hz. The highest tone native BK appears on vocals include high and consonant letup. This is because the classification consonant letup in BK is less than consonant letup in BI. The highest tone BI native speakers more appeared at high vowel, low vowel and consonant letup. This is because the classification consonant of BK letup in less than consonant letup in BI. The highest tone BI more native speakers appeared at high and low vowel vowel and consonant letup. Moreover, native BK pressure is higher than the native speakers BI. The highest pressure BK native speakers appearing at -7.9 dB to 18.4 dB, while the highest pressure on native BI appears at -10.1 dB to 18.1 dB. This is due to high pressure on native BK influenced by Korean accent. In the pronunciation of consonants, native BK relatively longer than native speakers BI. In the pronunciation of vowels, native BK shorter than native speakers BI. This is due to the long duration of consonants is affected by the familiar accent BK long and the short a sound. The implications of this research are expected to contribute in the teaching kebahasan BK BI for native speakers to master the acoustic features of BI.
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kemunculan bahasa tulisan tidak lain berawal dari bahasa lisan. Dalam ilmu
bahasa, bahasa lisan disebut sebagai bahasa primer. Dalam hal ini, bahasa primer
adalah bahasa yang diucapkan melalui alat ucap manusia (Chaer, 2007, hlm.42).
Bahasa lisanlah yang menjadi objek penelitian para linguis (ahli bahasa). Setelah
berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi, munculah bahasa tulisan yang
memberikan peran besar bagi kehidupan. Bahasa tulisan merupakan realisasi dari
bahasa lisan. Seperti yang diungkapkan oleh Chaer (2007, hlm.42) bahwa bahasa
tulisan merupakan rekaman dari bahasa lisan. Bahasa yang seharusnya diucapkan
melalui alat ucap manusia diubah menjadi huruf-huruf dan tanda-tanda lain menurut
suatu sistem aksara. Sugiyono (2003, hlm.3) pun mengungkapkan hal yang senada
bahwa “…, realisasi tulis bahasa itu tidak lebih dari penuangan bahasa lisan dalam
sistem simbol yang bersifat visual, yang bagaimanapun setiap grafem yang menjadi
simbol visual itu berkorespondensi dengan gejala akustik dalam bahasa lisan”. Oleh karena itu, hakikat bahasa sebenarnya adalah bahasa lisan.
Pembicaraan bahasa Lisan memang tidak lepas dari bunyi. Bunyi merupakan
bagian dari bahasa. Chaer (2007, hlm.41) mengungkapkan bahwa bahasa merupakan
sistem lambang bunyi. Dalam hal ini, sebuah bunyi dapat dikatakan sebuah lambang
bahasa jika bunyi-bunyi tersebut diucapkan oleh alat ucap manusia. Akan tetapi, tidak
seluruh bunyi yang diucapkan oleh alat ucap manusia disebut bahasa, seperti batuk,
bersin, dan teriak. Bunyi bahasa yang dimaksud adalah satuan bunyi yang dihasilkan
Bunyi bahasa sering dijadikan objek penelitian para linguis. Hal tersebut
karena banyaknya bahasa lisan di dunia menyebabkan para linguis tertarik melakukan
penelitian terhadap bahasa tersebut. Hal ini dapat terlihat di Indonesia yang memiliki
kekayaan bahasa lisan, yakni berjumlah 726 bahasa daerah. Dari 726 bahasa daerah
tersebut, bahasa daerah yang sudah memiliki sistem aksara hanya berjumlah sebelas.
Dalam hal ini, bahasa daerah yang belum memiliki aksara berjumlah 715. Hal ini
membuktikan bahwa bahasa-bahasa di Indonesia memiliki akar kelisanan kuat. Hal
ini diungkapkan pula oleh Sugiyono (2003: 2) sebagai berikut.
“Dari beratus-ratus bahasa yang ada di Indonesia, hanya kurang lebih sebelas bahasa saja yang memiliki sistem aksara. Kesebelas bahasa itu adalah bahasa Bali, bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bugis (Makassar), bahasa Karo, bahasa Mandailing, bahasa Toba, bahasa Rejang, bahasa Kerinci, bahasa Lampung, dan bahasa Melayu. Itu pun saat ini fungsi sistem aksara itu sudah digantikan oleh aksara latin.”
Berdasarkan pendapat Sugiyono di atas, hal tersebut menunjukan bahwa
bahasa-bahasa di Indonesia memang dirancang dengan kelisanan yang amat kental.
Berbagai kajian terhadap tata bahasa untuk tata bahasa lisan, khususnya bahasa yang
tidak mengenal bahasa tulis adalah tidak tepat apabila tidak memfokuskan kajian
pada aspek kelisanan bahasa. Sugiyono (2003, hlm.3) mengungkapkan bahwa
Saussure tidak hanya menganggap bahasa adalah sebuah deretan fonem yang secara
sintagmatik membentuk sebuah makna, melainkan sederetan gejala atau citra akustik.
Sehingga, esensi bahasa lisan dalam hal ini merupakan gejala akustik. Gejala akustik
ini merupakan realisasi aspek semantis sebuah bahasa. Oleh karena itu, penelitian
bahasa lisan harus bertumpu pada bentuk akustik bahasa, tanpa mengabaikan ciri
semantis bentuk-bentuk tuturan yang dikaji.
Penelitian bahasa lisan cenderung bersifat natural dan tidak formal. Dalam hal
3
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
berbeda dengan kaidah-kaidah bahasa tulis yang umumnya cenderung formal dan
dibakukan (Sugiyono, 2003, hlm.3).
Penelitian bahasa lisan memiliki keunikan. Unik dalam hal ini mempunyai
ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Ciri khas ini bisa berupa
sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem
lainnya. Salah satu contoh bahasa yang memiliki keunikan dari sistem bunyi dapat
terlihat pada penutur asli bahasa Korea (BK). Gejala akustik (nada,durasi, dan
tekanan) penutur asli BK dalam merealiasikan bahasa Indonesia terpengaruh oleh
bahasa Korea sehingga gejala akustik yang muncul berbeda. Perbedaan gejala akustik
ini berhubungan dengan kajian ilmu Dialektologi. Bahasa korea memiliki rumpun
bahasa yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Menurut Chaer (2007, hlm.75),
bahasa Korea termasuk pada rumpun Ural-Altai, sedangkan bahasa Indonesia
termasuk rumpun Austronesia. Bahasa Korea memiliki dialek yang beragam setiap
wilayah, seperti daerah Busan yang menggunakan dialek Busan atau Satoori Busan.
Dialek Busan termasuk dalam dialek Kyeongsangdo. Dialek Busan adalah dialek
yang memiliki intonasi yang khas dibandingkan dengan dialek lain yang berada di
Korea. Dialek Busan lebih banyak menekankan pada Intonasi yang kental dan jelas.
Haerajjing (2012) menyatakan bahwa perumpamaan dialek Busan seperti dialek Jawa
yang sangat kental.
Saat ini, banyak penutur asli Korea yang belajar bahasa Indonesia. Dalam hal
ini, penutur asli bahasa Korea tentu memiliki keunikan dalam merealisasikan bahasa
Indonesia. Dialek bahasa Korea akan melekat kental pada tuturan bahasa Indonesia.
intonasi ini sangat menarik untuk diteliti karena penelitian ini akan mengungkap
bagaimana ciri akustik penutur asli bahasa Korea dalam merealisasikan bahasa
Indonesia.
Penelitian ini akan mengungkap tekanan, nada, dan durasi. Hal tersebut akan
ini bisa dilanjutkan dalam ranah preskriptif (pendidikan) untuk pengajaran bahasa
Indonesia bagi penutur asing dalam hal penguasaan Intonasi BI. Hal tersebut merujuk
pada teori bilingualisme (dwibahasa), seorang dwibahasawan dituntut untuk memiliki
kompetensi bahasa atau lebih secara sama, baik dalam kompetensi kebahasaaan,
maupun intonasi dari bahasa yang dikuasai. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan
yang muncul yakni banyak orang yang mempelajari bahasa kedua (bahasa tujuan)
hanya berfokus pada penguasaan tataran kata dan kalimat saja. Padahal, intonasi pun
harus diperhatikan pula. Intonasi dalam hal ini merupakan elemen bahasa yang
mampu membedakan makna sebuah ujaran. Intonasi penutur asli bahasa Korea tentu
saja tidak sama dengan intonasi penutur asli BI. Hal tersebut karena bahasa Korea
dan Indonesia memiliki vokal dan konsonan yang berbeda. Bahasa Korea memiliki
konsonan dan vokal yang mudah dibedakan. Terutama, konsonan bahasa Korea
menunjukan lokasi bibir, mulut, dan lidah dengan sangat logis. Haerajjing (2012)
mengatakan bahwa bahasa Korea memiliki intonasi yang jelas. Bahasa Korea pun
diakui sebagai bahasa logis di dunia karena konsonan dan vokal sangat mudah
dibedakan (KBS World Radio, 2012). Permasalahan yang muncul adalah para
penutur asli BK sering merasa kesulitan dalam berkomunikasi dengan penutur asli BI
dengan intonasi tertentu. Seringkali terjadi pengulangan tuturan agar mampu
dipahami oleh penutur asli BI. Hal tersebut karena, vokal dan konsonan bahasa Korea
mudah diucapkan dibandingkan dengan vokal dan konsonan pada bahasa Indonesia.
Hal yang hendak diteliti pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
akustik BK pada ciri akustik bahasa Indonesia. Dalam hal ini, penutur asli bahasa
Korea yang diteliti berasal dari Busan dengan dialek Kyeongsangdo. Dialek
Kyeongsangdo yang diambil merupakan dialek yang sangat kental dan mempunyai
ciri khas dibanding dengan dialek lain di Korea (Haera, 2012), sedangkan penutur asli
bahasa Indonesia yang diambil berasal dari Bandung dengan dialek Sunda Bandung
5
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Indonesia berdialek Sunda Bandung cenderung lebih mudah terkontaminasi oleh
bahasa lain. Dalam hal ini, tingkat loyalitas penutur Sunda Bandung sangat kurang.
Berbeda dengan penutur Jawa, tingkat loyalitas penutur Jawa masih tinggi. Beberapa
ahli bahasa di Indonesia mengungkapkan bahwa bahasa Sunda terancam punah.
Republika online menyatakan bahwa “Kepala UPTD Balai Pengembangan Bahasa
Daerah Jawa Barat, Husen M. Hasan mengatakan, sudah banyak warga atau para
pemuda khususnya yang meninggalkan bahasa Sunda”. Oleh karena itu, penutur
Sunda Bandung dapat menjadi gambaran ciri akustik BI.
Penelitian ini menggunakan ilmu fonetik akustik dengan melihat struktur
melodik dan struktur temporal. Nicholic (2007, hlm.5) menjelaskan bahwa adanya
struktur melodik dan struktur temporal menjadikan penutur asli bahasa
mempertahankan intonasi dasar sampai titik tertentu pada saat berujar bahasa
Indonesia (BI), sehingga penutur asli yang merealisasikan BI memunculkan intonasi
BI yang berbeda. Penelitian ini pun perlu melihat bagaimana Intonasi penutur asli BI
karena hasil gambaran intonasi penutur asli BK akan dibandingkan dengan intonasi
penutur asli BI. Dalam Dialektologi pun dijelaskan bahwa bahasa pertama seorang
penutur akan mendapat pengaruh yang signifikan apabila dipengaruhi oleh bahasa
atau dialek lain dalam jangka waktu tertentu. Penelitian ini akan melihat pengaruh
bahasa Korea oleh penutur asli BK pada pengucapan bahasa Indonesia.
Penelitian ini berfokus pada struktur melodik dan temporal dengan melakukan
segmentasi vokal dan konsonan. Segmentasi vokal dan konsonan ini dikemukakan
oleh Archibald (Nicholic, 2007,hlm.6). Penelitian ini dibantu oleh perangkat lunak,
yaitu speach analysis (SA). Penggunaan perangkat lunak tersebut bertujuan agar
penelitian yang dilakukan akurat karena melibatkan mesin komputer dan piranti lunak
yang jauh lebih sensitif terhadap suara dan akustik suatu ujaran daripada telinga
manusia. Penelitian ini pun menggunakan pendekatan fonetik eksperimental dan
“Pendekatan instrumental digunakan ahli psikologi dan fonetik eksperimental
untuk melakukan persepsi tutur dan mengidentifikasi petunjuk akustik gejala intonasional. Sementara pendekatan impresionistik digunakan oleh linguis atau guru bahasa untuk mendeskripsikan intonasi, baik untuk tujuan praktis - misalnya pengajaran bahasa asing – maupun untuk tujuan mengembangkan teori-teori fonemik.”
Pendekatan eksperimental dan impresionistik yang akan digunakan pada
penelitian ini diharapkan akan mampu memudahkan deskripsi gejala akustik yang
telihat pada BI yang diujarkan oleh penutur asli BK.
Berkaitan dengan penelitian fonetik akustik, ditemukan karya-karya penelitian
yang berkaitan dengan fonetik akustik, seperti yang dilakukan Halim (1969) tentang
intonasi dalam hubungannya dengan sintaksis bahasa Indonesia. Halim
mendeskripsikan sistem prosodi dalam bahasa Indonesia dengan teknik yang akurat.
Penelitian intonasi tersebut menggunakan alat migograph milik laboratorium fonetik
University of Michigan. Halim menemukan bahwa intonasi bahasa Indonesia
dikarakterisasi oleh empat satuan intonasional distingtif yang disusun secara teratur,
yaitu pola intonasi (total), kelompok jeda, kontur, dan fonem intonasional (tinggi
nada, aksen, dan jeda). Rahayu Tri Sukma (2013) pun melakukan penelitian tentang
persepsi bunyi choo’on dalam kosakata terhadap mahasiswa tingkat IV Program
Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Riau Tahun Ajaran 2011/2012. Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa banyak mahasiswa yang masih belum tepat
dalam merealisasikan nada choo’on. Hal tersebut karena arti panjang-pendeknya
sebuah kata dalam bahasa Jepang dapat menimbulkan perbedaan makna. Tidak hanya
itu, Selviana Napitupulu (2009) melakukan penelitian ciri akustik pantun Jenaka
Melayu. Selviana mendeskripsikan dan menggambarkan frekuensi dan durasi (frasa,
kata, silabel) pada pantun jenaka Melayu.
Veraci Silalahi (2007) membuat tesis yang berkaitan dengan unsur
7
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Toba. Penelitian Veraci mengungkap struktur melodik (intonasi), durasi dengan
modus deklaratif dan interogatif pada bahasa Batak Toba. Siti Rumaiyah (2012)
melakukan pula penelitian pada prosodi pisuhan jamput pada penutur
Jawa-Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prosodi menentukan fungsi pisuhan
jamput pada penutur Jawa Surabaya setelah dilakukan modifikasi kontur nada dan
durasi pisuhan jamput.
Penelitian lain yang memperkaya penelitian fonetik adalah pemarkah prosodik
kontras tuturan deklaratif dan imperatif bahasa Melayu Kutai yang dilakukan oleh
Sugiyono (2003). Sugiyono memfokuskan pada penelitian kebahasaan dengan
menggunakan praat dengan membicarakan pemarkah prosodi kontras deklaratif dan
interogatif pada bahasa Melayu Kutai. Melalui analisis akustik tuturan, disimpulkan
bahwa struktur melodik dan durasi, terutama durasi silabel dapat digunakan sebagai
pembeda tuturan deklaratif dan interogatif.
Hristina Nicholic (2007) pun melakukan penelitian tentang ciri-ciri akustik
dalam kontras bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dan bahasa tujuan. Penelitian ini
membandingkan durasi dan tiga submodus kalimat, yaitu kalimat deklaratif, kalimat
deklaratif konfirmatoris, dan kalimat interogatif ekoik penutur asli bahasa Serbia dan
penutur asli bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa durasi penutur
asli bahasa Serbia digunakan berkombinasi dengan intensitas yang hampir semuanya
mengikuti pola penekanan dalam BS sebagai stress-timed language. Ciri akustik
durasi pada penutur Indonesia digunakan dalam kombinasi dengan intensitas tetapi
hampir semua responden mengikuti pola penekanan dalam durasi. Tiga submodus
kalimat memiliki perbedaan yang signifikan penutur asli bahasa Serbia dalam
merealisasikan bahasa Indonesia sebagai bahasa tujuan. Berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian-penelitian ini pun menggunakan ilmu fonetik akustik. Akan
tetapi, belum ada penelitian mengenai ciri akustik penutur asli bahasa Korea dan
gambaran ciri akustik BI yang diujarkan oleh penutur asli BK dari pengaruh dialek
Kyeongsangdo dalam tuturan bahasa Indonesia. Tidak hanya itu, penelitian ini pun
diharapkan mampu memberikan gambaran ciri akustik bahasa Indonesia oleh penutur
asli BK dengan melihat pula gambaran ciri akustik penutur asli BI. Hal tersebut
disebabkan oleh tidak adanya ciri akustik bahasa Indonesia yang baku.
Saat ini pun, para peneliti tidak banyak yang melakukan penelitian fonetik
akustik. Sedikit sekali para peneliti menjadikan bunyi sebagai objek penelitian
linguistik. Padahal hasil penelitian fonetik akustik akan mampu mengembangkan
teori. Teori fonetik akustik pada berbagai buku pengajaran bahasa di Indonesia sangat
sedikit. Hal ini tidaklah menguntungkan bagi perkembangan ilmu fonetik dan
perkembangan pengajaran kebahasaan, khususnya bagi perkembangan pengajaran BI
untuk penutur asli bahasa Korea. Penutur asli BK mengalami kesulitan dalam
merealisasikan BI. Pengajaran kebahasaaan untuk penutur bahasa Korea lebih banyak
memfokuskan pada tataran kata dan kalimat, sedangkan tataran bunyi kurang
diperhatikan. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Masalah yang ditemukan pada realitas saat ini adalah sebagai berikut.
1. Pelafalan tuturan bahasa Indonesia penutur asli bahasa Korea mendapat pengaruh
dari bahasa ibunya
2. Penutur asli bahasa Korea memiliki kesulitan dalam merealisasikan beberapa
fonem karena perbedaan klasifikasi vokal antara bahasa Indonesia dan bahasa
Korea.
3. Penutur asli bahasa Korea memiliki kesulitan dalam merealisasikan beberapa
fonem karena perbedaan klasifikasi konsonan antara bahasa Indonesia dan bahasa
Korea.
9
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Batasan Masalah
Pembatasan masalah ini bertujuan agar penelitian ini dapat terarah dan sesuai
dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dibatasi pada masalah analisis ciri-ciri akustik
bahasa Indonesia yang menyangkut struktur melodik, dan struktur temporal pada
penutur asli bahasa Korea dan penutur asli bahasa Indonesia. Ciri-ciri akustik tersebut
hendak dibuktikan melalui analisis fonetik impresioistik dan eksperimental, yakni
dengan menggunakan instrumen SA. Tuturan lisan yang diambil dalam penelitian ini
adalah wacana yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan bahasa Indonesia
penutur asli bahasa Korea, yakni wacana tentang Andrea di Indonesia. Penutur asli
bahasa Korea yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa Korea yang
berasal dari daerah Busan yang berdialek Kyeongsangdo dengan berkategori tingkat
mahir berbahasa Indonesia, sedangkan penutur asli bahasa Indonesia yang diambil
berasal dari daerah Bandung yang berdialek Sunda.
D. Rumusan Masalah Penelitian
Penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana ciri akustik BI yang diproduksi oleh penutur asli BK berdialek
Kyeongsangdo?
2. Bagaimana ciri akustik BI yang diproduksi oleh penutur asli BI berdialek Sunda
Bandung?
3. Bagaimana perbedaan ciri-ciri akustik antara penutur asli BK berdialek
Kyeongsangdo dan penutur asli BI berdialek Sunda Bandung?
E. Tujuan Penelitian
1. ciri akustik bahasa Indonesia yang diproduksi oleh penutur asli BK berdialek
Kyeongsangdo;
2. ciri akustik BI yang diproduksi oleh penutur asli BI berdialek Sunda Bandung;
3. perbedaan ciri akustik antara penutur asli BK berdialek Kyeongsangdo dan
penutur asli BI berdialek Sunda Bandung.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
a. Memberikan kontribusi bagi pengembangan linguistik fonetik sebagai bidang
ilmu pengetahuan bahasa, baik bagi bahasa Indonesia, maupun bahasa Korea
b. Dapat menjadi kerangka berpikir dan pelengkap teori linguistik mengenai
fonetik akustik
c. Memotret gejala akustik penutur asli bahasa Korea berdialek Kyeongsangdo
dalam merealisasikan bahasa Indonesia.
d. Memotret gejala akustik penutur asli bahasa Indonesia berdialek Sunda
Bandung dalam merealisasikan bahasa Indonesia.
e. Dapat menjadi rujukan bagi pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing,
khususnya penutur Korea.
2. Manfaat Praktis
a. Menambah pengetahuan peneliti dan pembaca mengenai ciri akustik BI oleh
penutur asli bahasa Korea
b. Menambah pengetahuan peneliti dan pembaca mengenai ciri akustik BI oleh
penutur asli bahasa Indonesia berdialek Sunda Bandung
c. Menambah pengetahuan para penutur asli BK yang mempelajari BI sebagai
11
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
G. Struktur Organisasi Skripsi
Struktur organisasi skripsi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
lima bab. Bab I dikemukakan tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah
penelitian, batasan masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.
Bab II dikemukakan tentang tinjauan pustaka dan landasan teoretis.
Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah fonologi, fonetik, fonetik
eksperimental dan impresionistik, ciri-ciri akustik, gejala perubahan bunyi, dan
speech analyzer.
Bab III dikemukakan tentang metodologi penelitian yang digunakan, yaitu
lokasi dan informan, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian,
sumber dan korpus, teknik pengolahan data, dan teknis analisis data
Bab IV dikemukakan tentang analisis dan pembahasan ciri akustik bahasa
Indonesia yang diproduksi oleh penutur asli bahasa Korea berdialek Kyeongsangdo,
ciri akustik bahasa Indonesia yang diproduksi oleh penutur asli bahasa Indonesia
berdialek Sunda Bandung, dan perbedaan ciri-ciri akustik antara penutur asli bahasa
Korea berdialek Kyeongsangdo dan penutur Sunda berdialek Sunda Bandung.
Devi Sinta, 2014
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Informan dan Lokasi
Dalam penelitian ini, pengambilan struktur melodik dan struktur temporal
bahasa Indonesia yang digunakan oleh penutur asli bahasa Korea dan penutur asli
bahasa Indonesia dapat ditemukan melalui informan yang dianggap cukup mewakili.
Dalam hal ini, tidak mudah memilih informan yang mampu memunculkan data yang
sesuai dengan keperluan penelitian.
Penelitian ini mengambil kriteria pemilihan informan menurut Ladefoged
dalam Mahsun (2006: 134-135). Akan tetapi, kriteria informan yang diambil
disesuaikan dengan kepentingan penelitian. Secara umum, informan yang diambil
adalah berstatus mahasiswa berusia antara 20-25 tahun. Penelitian ini mengambil
mahasiswa Korea yang memiliki kemampuan mahir berbahasa Indonesia. Informan
yang diambil adalah mahasiswa Korea yang berasal dari Universitas Youngsan.
Mahasiswa tersebut melakukan pelatihan bahasa Indonesia sejak tanggal 1-2 Juli
2014 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penutur asli BK yang diambil
berjumlah tiga orang. Pemilihan informan berjumlah tiga informan berlandaskan pada
kajian mendalam tentang ciri akustik bahasa Indonesia oleh penutur asli BK.
Sehingga tiga informan jika dianalisis bisa menggambarkan secara mendalam ciri
akustik penutur asli bahasa BK dalam merealisasikan bahasa Indonesia.
Penutur asli BI yang diambil berjumlah tiga orang. penutur asli bahasa
Indonesia yang diambil berlandaskan pada tuturan yang tidak terlalu terpengaruhi
oleh dialek Sunda Bandung ketika merealisasikan bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan
untuk melihat gambaran ciri akustik Indonesia karena belum ada standar baku ciri
27
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
bahasa Indonesia yang berasal dari Bandung dengan dialek Sunda Bandung.
Pemilihan informan tersebut berlandaskan bahwa penutur Indonesia berdialek Sunda
Bandung cenderung lebih mudah terkontaminasi oleh bahasa lain. Dalam hal ini,
tingkat loyalitas penutur Sunda Bandung sangat kurang. Berbeda dengan penutur
Jawa, tingkat loyalitas penutur Jawa masih tinggi. Beberapa ahli bahasa di Indonesia
mengungkapkan bahwa bahasa Sunda mulai terancam punah. Sehingga, penutur asli
bahasa Indonesia berdialek Sunda Bandung diharapkan mampu memberikan
gambaran ciri akustik bahasa Indonesia. Agar lebih menguatkan ciri akustik bahasa
Indonesia, informan yang diambil berasal dari mahasiswa bahasa Indonesia di UPI
yang berasal dari Bandung. Hal tersebut disebabkan mahasiswa akan mendapat
pengaruh terhadap perkembangan kebahasaan Indonesia apabila pembelajaran bahasa
Indonesia secara intens dilakukan. Dalam Dialektologi pun dijelaskan bahwa bahasa
pertama seorang penutur akan mendapat pengaruh yang signifikan apabila
dipengaruhi oleh bahasa atau dialek lain dalam jangka waktu tertentu.
Lokasi penelitian untuk penutur asli BK dilakukan di tempat tinggal
sementara penutur asli BK, sedangkan lokasi penelitian untuk penutur asli BI
dilakukan di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), UPI.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif. Menurut
Sarwono (2006, hlm.259), penelitian deskriptif memunculkan data berupa
gejala-gejala, kejadian, dan peristiwa yang dianalisis dalam bentuk kategori. Hasil tujuan
penelitian deskriptif menggambarkan informasi karakteristik fisik, sosial, perilaku,
dll. Dalam penelitian ini, metode deskriptif-kualitatif digunakan untuk
menggambarkan struktur melodik dan struktur temporal penutur asli BK dan penutur
dalam setiap segmentasi vokal dan konsonan BI yang direalisasikan penutur asli BK
dan penutur asli BI.
C. Metode Kajian
Metode kajian fonetik dilakukan dengan fonetik impresionistik dan
eksperimental. Berdasarkan pada pendapat Hayward (Nicolic, 2007, Hlm.32) sebagai
salah satu ahli fonetik eksperimental yang terkenal. Hayward (Nicolic, 2007)
mengungkapkan bahwa fonetik eksperimental adalah kajian bahasa lisan atau ujaran
apapun yang diproses dengan instrumen. Instrumen tersebut digunakan agar berbagai
aspek dari suatu tuturan dapat divisualisasikan dan digunakan pula sebagai dasar
untuk pengukuran-pengukuran data bunyi. Hasil penelitian yang diolah dalam
instrumen direpresentasikan berdasarkan impresionistik secara akurat. Impresionistik
ini digunakan untuk mendeskripsikan gejala akustik penutur asli BK dan penutur asli
BI.
D. Definisi Operasional
Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Ciri akustik adalah ciri yang menyertai bunyi tunggal (segmental), yakni
frekuensi, intensitas, dan durasi oleh penutur asli BK dan penutur asli BI.
2) Durasi adalah waktu yang diperlukan dalam merealisasikan sebuah bunyi bahasa
oleh penutur asli BK dan penutur asli BI.
3) Frekuensi adalah nada dari sebuah bahasa oleh penutur asli BK dan penutur asli
BI.
4) Intensitas adalah tekanan yang diucapkan dalam sebuah bunyi bahasa oleh
29
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5) Struktur melodik adalah variasi nada yang melapisi sebuah tuturan pada bahasa
tertentu oleh penutur asli BK dan penutur asli BI. struktur melodik disebut juga
dengan intonasi.
6) Struktur temporal adalah tekanan dan durasi dalam tuturan yang diucapkan dalam
sebuah bahasa oleh penutur asli BK dan penutur asli BI.
7) Penutur asli bahasa Korea (penutur asli BK) adalah mahasiswa dari Universitas
Korea yang berasal dari Busan dengan berdialek Kyeongsangdo
8) Penutur asli bahasa Indonesia (penutur asli BI) adalah mahasiswa Prodi Bahasa
dan Sastra Indonesia dari Universitas Indonesia yang berasal dari Kota Bandung
dengan berdialek Sunda Bandung.
9) Speech Analyzer adalah program komputer untuk mengukur ciri akustik yang
berupa nada, tekanan, dan durasi pada penutur asli BK dan penutur asli BI.
10) Tuturan lisan adalah wacana yang memuat seluruh fonem bahasa Indonesia yang
dibacakan oleh penutur asli BK dan penutur asli BI.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah wacana. Wacana digunakan untuk
pengambilan data penelitian. Dalam hal ini, wacana yang dimaksud adalah wacana
bertemakan sastrawan Indonesia. Berikut adalah wacana yang diberikan kepada para
informan.
Andrea Hirata
merasa terbebani dengan nama itu. Ketika menginjak remaja, Ia kembali mengganti namanya dengan Andrea Hirata Seman Said Harun. Andrea dibesarkan dalam masyarakat yang miskin di desa terpencil. Meskipun dia tinggal di sebuah desa yang penuh dengan segala keterbatasan, dia mampu mengarifi lingkungan sekitar untuk dijadikan motivasi dalam mewujudkan mimpinya.
Berdasarkan data di atas, informan penutur asli BK dan penutur asli BI
membaca wacana yang di dalamnya memuat seluruh fonem bahasa Indonesia.
pemilihan wacana di atas pun dikaitkan dengan pembelajaran BIPA yang
menggunakan tema sastrawan Indonesia dalam salah satu pembelajarannya.
Dalam teknik pengambilan data, intrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hanphone Blackberry 9330 untuk merekam bunyi tuturan
informan. Tidak hanya itu, penelitian ini menggunakan speech analyzer (SA) untuk
menganalisis struktur temporal dan melodik dengan cara mensegmentasikan bunyi
vokal dan konsonan bahasa Indonesia. Dengan menggunakan SA, penelitian ini akan
mampu mendeskripsikan gejala akustik, yakni nada, tekanan, durasi, dan jeda penutur
asli BK dan penutur asli BI.
F. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua, yakni data primer dan
data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah bunyi tuturan bahasa
Indonesia yang direalisasikan oleh penutur asli BK dan penutur asli BI dalam bentuk
wacana yang telah dibuat oleh peneliti. bunyi tuturan yang direkam terdiri dari 11
kalimat. Dalam hal ini, wacana yang diambil mengambil tema sastrawan Indonesia,
yakni Andrea Hirata. Data sekunder dalam penelitian ini adalah sistem klasifikasi
vokal dan konsonan BI. Data sekunder tersebut digunakan karena wacana tersebut
memuat seluruh fonem (vokal dan konsonan) bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan
31
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Indonesia dari setiap fonem bahasa Indonesia yang direalisasikan oleh penutur asli
BK dan penutur asli BI. Struktur melodik menyangkut nada dan tekanan atau
intensitas, sedangkan struktur temporal menyangkut durasi dan jeda.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode simak.
Metode simak adalah metode penyediaan data yang dapat dilakukan dengan cara
menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2005, hlm.90). Metode ini dapat
disejajarkan dengan metode observasi atau pengamatan (Gunarwan dalam Mahsun)
yang biasanya digunakan dalam disiplin dan ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya.
Dalam penerapannya, metode ini diikuti dengan teknik-teknik yang menjadi
bawahannya karena metode simak merupakan metode dasar. Teknik yang digunakan
untuk pelaksanaan metode simak adalah teknik sadap. Hal tersebut karena
penyimakan pada umumnya diwujudkan dengan penyadapan (Mahsun, hlm.2005).
Penelitian ini menggunakan teknik rekam untuk mengambil data. Data yang diperoleh dalam bentuk rekaman dengan format wav. Penelitian ini pun menggunakan
teknik lanjutan, yakni teknik simak bebas libat cakap. Dalam teknik simak bebas libat
cakap, peneliti berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa para informan
(Mahsun, 2005, Hlm.91) dan teknik catat yang dilakukan ketika menerapkan metode
simak dengan teknik lanjutan di atas (Mahsun, 2005, Hlm.91).
H. Teknis Analisis Data
Teknis analisis data dalam penelitian ini diawali dengan mentranskripsi
fonetis dari sumber data. Setelah mentranskripsikan wacana dalam lambang fonetis,
dilakukan pensegmentasian per kalimat dalam SA. Terdapat sebelas kalimat yang
disegmentasikan dalam SA. Setelah itu, bunyi tuturan pada sebelas kalimat tersebut
disegmentasikan menjadi per fonem. Selanjutnya, hasil segmentasikan bunyi tuturan
tersebut disimpan dalam format wav dan dimasukan ke dalam SA untuk analisis data.
Hal ini dilakukan untuk memproses tuturan-tuturan tersebut dengan mengolahnya,
menemukan dan memisahkan ciri akustik mengenai frekuensi (Hz), intensitas (dB),
dan durasi (md) sebagai ciri akustik ujaran yang paling penting. Di bawah ini akan
disertakan contoh sederhana yang menjelaskan tahap analisis suatu kalimat.
Gambar 3.1
33
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.3
informan 01, laki-laki: durasi dan tekanan pada kalimat 1
Setelah mensegmentasikan perfonem dilakukan pemisahan ciri akustik
menyangkut frekuensi (Hz), intensitas (dB), dan durasi (md) pada gambar di atas
sebagai ciri akustik ujaran yang paling penting. Setelah itu, ciri akustik yang muncul
informan BK dan BI dilakukan pengambilan ciri akustik rata-rata dari ketiga
Informan. Ciri akustik tersebut akan dipindahkan dalam bentuk tabel agar dapat
tergambar secara jelas. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1
Nilai Rata-Rata Nada, Tekanan, dan Durasi per Segmen pada kalimat 1
Ciri akustik rata-rata per Segmen fonem
Fonem Nada (Hz) Tekanan (dB) Durasi (md)
[a] [m]
[a] [a] [n] [d] [r] [ɛ] [a] [h] [i] [r]
[a] [t] [a] [s] [a] [ŋ] [a]
Selanjutnya, penelitian ini akan melihat bagaimana nada, tekanan (intensitas),
dan durasi pada penutur asli BK dan penutur asli BI. Nada berhubungan dengan
tinggi-rendahnya sebuah bunyi ujaran, tekanan (intensitas) berhubungan dengan
keras-lemahnya sebuah ujaran; dan durasi berhubungan waktu ujaran (Marsono,
35
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
asli BK dan penutur asli BI. Sehingga ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli
Devi Sinta, 2014
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Ciri akustik penutur asli BK dan penutur asli BI, serta perbedaan ciri akustik
pada penutur asli BK dan penutur asli BK adalah sebagai berikut.
1. Nada tertinggi penutur asli BI dalam merealisasikan BI berkisar antara 71.3
Hz – 135.9 Hz. Kisaran nada tertinggi tersebut dirata-ratakan dari nada
tertinggi sebelas kalimat yang dianalisis. Terdapat beberapa hal yang
menyebabkan fonem bernada tinggi pada penutur asli penutur BK. Pertama,
nada tertinggi penutur asli BK dipengaruhi oleh puncak itensitas pada fonem
tersebut atau puncak intensitas dalam satu suku kata yang sama. Kedua, nada
tertinggi penutur asli bahasa BK dipengaruhi oleh puncak intensitas. Ketiga,
nada tertinggi penutur asli BK dipengaruhi oleh fonem sebelumnya yang
termasuk dalam vokal tinggi atau konsonan bersuara. Keempat, nada tertinggi
penutur asli BK dipengaruhi oleh vokal bersuara atau konsonan bersuara pada
fonem tersebut. Nada tertinggi muncul dalam beberapa vokal dan konsonan
yang direalisasikan oleh penutur asli BK. Berdasarkan vokal dan konsonan
yang bernada tinggi, vokal dan konsonan bahasa Indonesia yang direalisasikan
oleh penutur asli BK lebih banyak muncul pada vokal tinggi dan konsonan
bersuara. Terdapat dua vokal rendah yang bernada tinggi, yakni vokal [a] dan
[ə]. Pada konsonan pun, terdapat dua konsonan tak bersuara yang bernada
tinggi, yakni konsonan [t] dan [k]. Selanjutnya, tekanan tinggi penutur asli BK
dari sebelas kalimat yang telah dianalisis berkisar antara 10,1 dB sampai
-18,1 dB. Tekanan tinggi tidak hanya muncul pada vokal bernada tinggi saja,
melainkan vokal bernada rendah, seperti vokal [a] dan [ɔ]. Konsonan yang
bertekanan tinggi lebih banyak muncul pada konsonan hambat letup.
Terdapat pula 31 kata yang bertekanan pada suku kata pertama. Hal ini
menunjukan bahwa tekanan tinggi bahasa Indonesia tidak hanya muncul pada
274
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pertama. Terakhir, durasi vokal penutur asli BK yang bertekanan tinggi
berkisar antara 60.5 md – 261.7 md. Durasi konsonan penutur asli BK yang
bertekanan tinggi berkisar antara 56.3 -298.1. Durasi vokal penutur asli BK
yang bertekanan rendah berkisar antara 51.2 md – 439.8 md. Durasi konsonan
penutur asli BK yang bertekanan rendah berkisar antara 40.2 md – 468.5 md.
Berdasarkan durasi pada vokal dan konsonan yang bertekanan tinggi dan
bertekanan rendah menunjukan bahwa durasi vokal dan konsonan yang
bertekanan rendah pada penutur asli BI relatif lebih panjang dibandingkan
dengan durasi konsonan yang bertekanan tinggi. Selain itu, penutur asli BK
pun lebih lama mengucapkan konsonan dibandingkan dengan mengucapkan
vokal.
2. Nada tertinggi penutur asli BI dalam merealisasikan BI berkisar antara 109.7
Hz – 241 Hz. Kisaran nada tertinggi tersebut dirata-ratakan dari nada tertinggi
sebelas kalimat yang dianalisis. Terdapat beberapa hal yang menyebabkan
fonem bernada tinggi pada penutur asli penutur BI. Pertama, nada tertinggi
penutur asli BI dipengaruhi oleh puncak itensitas pada fonem tersebut atau
puncak intensitas dalam satu suku kata yang sama. Kedua, nada tertinggi
penutur asli bahasa BI dipengaruhi oleh puncak intensitas. Ketiga, nada
tertinggi penutur asli BI dipengaruhi oleh fonem sebelumnya yang termasuk
dalam vokal tinggi atau konsonan bersuara. Keempat, nada tertinggi penutur
asli BI dipengaruhi oleh vokal bersuara atau konsonan bersuara pada fonem
tersebut. kelima, posisi vokal dan konsonan pada awal kata. vokal bernada
tinggi penutur asli BI terdapat pada seluruh vokal tinggi dan rendah,
sedangkan konsonan yang bernada tinggi lebih banyak muncul pada konsonan
hambat letup. Selanjutnya, rata-rata tekanan tinggi dari sebelas kalimat yang
dianalisis pada penutur asli BI berkisar antara -7.9 dB hingga -18.4 dB. Fonem
yang bertekanan tinggi dapat terlihat pada vokal tidak hanya muncul pada
vokal bernada tinggi saja, melainkan vokal bernada rendah, seperti vokal [a]
dan [ɔ]. Selain vokal, tekanan tinggi dapat terlihat pula pada konsonan
pertama. Hal ini menunjukan bahwa tekanan penutur asli BI tidak hanya
muncul pada suku kata kedua-terakhir, melainkan bisa muncul pada suku kata
pertama. Terakhir, durasi vokal penutur asli BI yang bertekanan tinggi
berkisar antara 50 md – 202.3 md. Durasi konsonan penutur asli BI yang
bertekanan tinggi berkisar antara 43.6 – 188.4. Durasi vokal penutur asli BI
yang bertekanan rendah berkisar antara 38 md – 268.5 md. Durasi konsonan
penutur asli BI yang bertekanan rendah berkisar antara 30.3 md – 235.1 md.
Berdasarkan hal tersebut, durasi pada vokal dan konsonan yang bertekanan
tinggi dan bertekanan rendah menunjukan bahwa durasi vokal dan konsonan
yang bertekanan rendah pada penutur asli BI relatif lebih panjang
dibandingkan dengan durasi konsonan yang bertekanan tinggi. Selain itu,
penutur asli BI pun lebih lama mengucapkan vokal dibandingkan dengan
mengucapkan konsonan.
3. Perbedaan ciri akustik yang diproduksi oleh penutur asli BK dan ciri akustik
yang diproduksi oleh penutur asli BI dalam hal nada, tekanan, dan durasi
adalah sebagai berikut.
a) Nada tertinggi pada penutur asli BK lebih rendah dibandingkan dengan nada
tertinggi pada penutur asli BI. Hal ini terlihat pada kisaran nada pada kedua
penutur tersebut. Nada tertinggi pada penutur asli BK berkisar antara 71.3 Hz
– 135.9 Hz, sedangkan nada tertinggi pada penutur asli BI berkisar antara 109.7 Hz – 241 Hz. Konsonan bernada tinggi pada penutur asli BI lebih
banyak muncul pada konsonan hambat letup, dibandingkan dengan penutur
asli BK. Hal tersebut karena klasifikasi konsonan hambat letup pada bahasa
Korea lebih sedikit dibandingkan dengan konsonan hambat letup pada bahasa
Indonesia. Klasifikasi hambat letup dalam bahasa Indonesia hanya terdapat
pada bilabial, apiko-alveolar, medio-palatal dan dorso-velar, sedangkan
klasifikasi konsonan hambat letup dalam bahasa Korea hanya terdapat
bilabial, apiko-alveolar, dan dorsovelar. Konsonan [c] dan [k] yang termasuk
hambat letup medio palatal tidak terdapat pada bahasa Korea. Akan tetapi
276
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
hambat letup dalam bahasa Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan
bahasa Korea. Tidak hanya itu, pada penutur asli BI, vokal bernada tinggi bisa
muncul pada vokal yang termasuk vokal tinggi, sedang, dan rendah. Berbeda
dengan penutur asli BK. vokal bernada tinggi muncul pada vokal yang
termasuk vokal tinggi dan sedang. Hal tersebut karena vokal [a] termasuk
dalam vokal rendah dalam klasifikasi vokal Korea. Pada bahasa Korea, tidak
terdapat vokal [ɔ] yang termasuk dalam vokal rendah. Hal tersebut karena
vokal korea yang termasuk rendah, yaitu [a] dan [ʌ]. vokal [ʌ] hampir
mendekati vokal [ö] atau /eu/.
b) Tekanan tertinggi pada penutur asli BK lebih tinggi dibandingkan dengan
tekanan tertinggi pada penutur asli BI. Hal ini terlihat pada kisaran tekanan
kedua penutur tersebut. tekanan tertinggi pada penutur asli BK berkisar antara
-7.9 dB sampai -18.4, sedangkan tekanan tertinggi pada penutur asli BI
berkisar antara -10.1 dB sampai -18.1 dB. Vokal dan konsonan yang
bertekanan tinggi lebih banyak muncul pada penutur asli BI, dibandingkan
dengan penutur asli BK. Hal tersebut karena tekanan tinggi pada penutur asli
BK dipengaruhi oleh aksen bahasa Korea. Dalam hal ini, jika sebuah kata
lebih dari satu suku kata maka tekanan tinggi akan muncul bersamaan dengan
aksen Korea (The Internasional Phonetic Association, 1999, hlm.122).
Sehingga aksen BK lah yang mempengaruhi tekanan penutur asli BK lebih
tinggi dibandingkan tekanan tinggi pada penutur asli BI.
c) durasi vokal dan konsonan. Pada penutur asli BK, durasi vokal antara 51,2 md
– 439.8 md, sedangkan durasi konsonan penutur asli BK berkisar antara 38 md
– 268.5 md. Pada penutur asli BI, durasi vokal berkisar antara 40.2 md – 468.5 md, sedangkan durasi konsonan penutur asli BI berkisar antara 43.6 md –
235.1 md. Hal tersebut menunjukan bahwa penutur asli BK lebih lama
mengucapkan konsonan dibandingkan vokal, sedangkan pada penutur asli BI
lebih lama mengucapkan vokal, dibandingkan dengan konsonan. Pada penutur
asli BK, durasi konsonan yang panjang dipengaruhi oleh aksen BK yang
penutur asli BK masih terpengaruh oleh durasi fonem BK. Berbeda dengan
penutur asli BI. Durasi vokal lah yang lebih panjang dibandingkan konsonan.
Hal ini menunjukan kebenaran teori Sugiyono (2003) bahwa durasi lah
pembentuk intonasi sebuah ujaran. Dalam hal ini pembentuk ritme ujaran.
B. Saran
Setelah peneliti menganalisis ciri akustik bahasa Indonesia yang diproduksi
oleh penutur asli BK dan penutur asli BI, peneliti memberikan saran sebagai
berikut.
1. kepada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan kajian fonetik akustik
secara dalam dengan menggunakan kajian impresionistik dan eksperimental.
Hal tersebut karena para ahli bahasa tidak banyak yang meneliti ciri akustik
bahasa lisan yang berada di Indonesia.
2. Pada pengambilan data, peneliti menyarankan untuk mengambil kalimat yang
tidak terlalu panjang. Hal ini agar lebih spesifik dalam menggambarkan ciri
akustik yang muncul.
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Haerrajjang. 2012. Serba-Serbi Dialek Bahasa Korea, [Online]. Tersedia di:
http://www.wordpress.com/2012/02/12/serba-serbi-dialek-bahasa-korea. Diakses 30 Mei 2014.
Halim, Amran. 1969. Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Marsono. 2008. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Muslich, Masnur. 2010. Garis-Garis Besar Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Bandung: refika aditama.
Navitulu, Selviana. 2009. Analisis Akustik Pantun Melayu. Skripsi. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya: Tidak diterbitkan.
Nicolic, Hristina. 2007. Ciri Akustik dalam Kontras Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ibu dan Bahasa Tujuan. Universitas Sebelas Maret: Tidak diterbitkan.
Rumaiyah, Siti. 2012. Prosodi Pisuhan Jamput Pada Penutur Jawa Surabaya. Skripsi, Universitas Negeri Surabaya.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Grafika Ilmu.
Devi Sinta, 2014
Kajian fonetik akustik dalam tuturan lisan Penutur asli bahasa korea dan penutur asli Bahasa
Silalahi, Veraci. 2007. Kontras Tuturan Deklaratif dan Interogatif Bahasa Batak Toba (Kajian Fonetik Akustik). Tesis, Universitas Sumatra Utara.
Shinutama, Sugiyono. 2007a. Metode Penelitian BahasaLisan. Jakarta: Depdikbud
Shinutama, Sugiyono. 2007b. Pemarkah Prosodik Kontras Deklaratif dan Interogatif Bahasa Melayu Kutai. Disertasi, Universitas Indonesia
The Internasional Phonetic Association. (1999) Handbook of the Internasional Phonetic Association. Cambrigde: Cambrigde University Press.