• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PROFIL MODEL MENTAL SISWA SMA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PROFIL MODEL MENTAL SISWA SMA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA TOPIK LARUTAN PENYANGGA."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

iv DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Definisi Operasional ... 7

D. Tujuan Penelitian... 8

E. Manfaat Penelitian... 8

BAB II MODEL MENTAL SISWA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA KONSEP LARUTAN PENYANGGA A. Model Mental dalam Ilmu Kimia ... 10

B. Model Mental dalam Pembelajaran Kimia ... 13

C. Metode Analisis Model Mental ... 17

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental... 22

(2)

v BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian ... 40

B. Subyek Penelitian ... 41

C. Alur Penelitian ... 43

D. Prosedur Penelitian ... 43

E. Instrumen Penelitian ... 44

F. Uji Coba Instrumen ... 45

G. Teknik Pengumpulan Data ... 50

H. Teknik Pengolahan Data ... 50

BAB IV ANALISIS DATA, TEMUAN, DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 55

1. Profil Model Mental Siswa SMA pada Topik Larutan Penyangga ... 56

2. Hasil Uji Beda Rata-rata Penggunaan Model Mental Siswa Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Topik Larutan Penyangga ... 70

3. Profil Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa SMA pada Topik Larutan Penyangga ... 74

B. Temuan dan Pembahasan ... 86

1. Perbedaan Model Mental Siswa Kelompok Tinggi Sedang, dan Rendah Pada Topik Larutan Penyangga ... 86

(3)

vi

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa pada

topik Larutan Penyangga ... ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 111

B. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(4)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Metode Mengeksplorasi Konsepsi 1 ... 18

2.2 Metode Mengeksplorasi Konsepsi 2 ... 19

2.3 Ruang Lingkup Topik Larutan Penyangga dalam KTSP ... 27

2.4 Analisis Konsep Larutan Penyangga ... 28

3.1 Interpretasi Nilai r ... 46

3.2 Kriteria Daya Pembeda ... 47

3.3 Kriteria Indeks Kesukaran ... 48

3.4 Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal ... 49

3.5 Tafsiran Jumlah Persentase ... 52

4.1 Distribusi Konsep dalam Topik Larutan Penyangga ... 55

4.2 Model Mental Siswa SMA pada Topik Larutan Penyangga ... 56

4.3 Model Mental Siswa Kelompok Tinggi pada Setiap Konsep dalam Topik Larutan Penyangga ... 58

4.4 Rekapitulasi Hasil Uji Beda Rata-rata Model Mental Siswa Kelompok Tinggi di Keempat Klaster ... 61

4.5 Model Mental Siswa Kelompok Sedang pada Setiap Konsep dalam Topik Larutan Penyangga ... 62

4.6 Rekapitulasi Hasil Uji Beda Rata-rata Model Mental Siswa Kelompok Sedang di Keempat Klaster ... 63

4.7 Model Mental Siswa Kelompok Rendah pada Setiap Konsep dalam Topik Larutan Penyangga ... 66

4.8 Rekapitulasi Hasil Uji Beda Rata-rata Model Mental Siswa Kelompok Rendah di Keempat Klaster ... 69

4.9 Rekapitulasi Hasil Uji Beda Rata-rata Model Mental Setiap Kelompok Siswa pada Semua Konsep ... 70

(5)

viii

4.11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa SMA pada Topik Larutan Penyangga ... 74 4.12 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa Kelompok

Tinggi pada Topik Larutan Penyangga ... 76 4.13 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa Kelompok

Sedang pada Topik Larutan Penyangga ... 80 4.14 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa Kelompok

(6)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Diagram Segitiga ... 10

2.2 Ketergantungan Tiga Level Representasi dan Hubungannya dengan Model Mental ... 14

2.3 Model Submikroskopik Larutan Penyangga Asam dari Pencampuran CH3COONa (aq) dan CH3COOH (aq) ... 32

2.4 Model Sumikroskopik Larutan Penyangga Asam Ditambahkan Sedikit Asam ... 33

2.5 Model Submikroskopik Larutan Penyangga Asam Ditambahkan Sedikit Basa ... 34

2.6 Model Submikroskopik Larutan Penyangga Basa dari Pencampuran NH4Cl (aq) dan NH3 (aq) ... 35

2.7 Model Sumikroskopik Larutan Penyangga Basa Ditambahkan Sedikit Asam ... 36

2.8 Model Submikroskopik Larutan Penyangga Basa Ditambahkan Sedikit Basa ... 37

2.9 Model Submikroskopik Sistem Penyangga Cairan Intrasel Mempertahankan pH ... 39

3.1 Alur Penelitian ... 42

3.2 Format Lembar Jawaban dan Angket ... 45

3.3 Triangulasi Teknik ... 50

4.1 Model Simbolik Kelompok Tinggi Siswa pada Konsep pH Larutan Penyangga ... 93

4.2 Model Simbolik Siswa Kelompok Tinggi pada Konsep pH Larutan Penyangga Setelah Penambahan Sedikit Asam, Basa, atau Air ... 94

4.3 Model Kesimpulan Siswa pada Konsep Pengertian Larutan Penyangga ... 96

4.4 Model Kesimpulan Siswa pada Konsep Sifat Larutan Penyangga ... 97

(7)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A

A.1. Peta Konsep ... 116

A.2. Kisi-kisi Instrumen ... 117

A.3. Instrumen ... 118

A.4. Kunci Jawaban ... 134

A.5. Analisis Uji Coba Instrumen ... 137

LAMPIRAN B B.1. Klaster SMA Kota Bandung Tahun 2009 ... 141

B.2. Rekapitulasi Model Mental Siswa Kelompok Tinggi ... 142

B.3. Uji Beda Rata-rata Model Mental Siswa Kelompok Tinggi Antar Klaster ... 145

B.4. Rekapitulasi Model Mental Siswa Kelompok Sedang ... 154

B.5. Uji Beda Rata-rata Model Mental Siswa Kelompok Sedang Antar Klaster ... 161

B.6. Rekapitulasi Model Mental Siswa Kelompok Rendah ... 170

B.7. Uji Beda Rata-rata Model Mental Siswa Kelompok Rendah Antar Klaster ... 173

B.8. Uji Beda Rata-rata Mental Siswa Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah pada Topik Larutan Penyangga ... 182

B.9. Uji Beda Rata-rata Mental Siswa Kelompok Tinggi, Sedang, dan Rendah untuk Setiap Konsep dalam Topik Larutan Penyangga ... 190

B.10. Rekapitulasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa Kelompok Tinggi ... 223

B.11. Rekapitulasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa Kelompok Sedang ... 226

B.12. Rekapitulasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa Kelompok Rendah ... 233

(8)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ilmu kimia sebagai salah satu bidang sains dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Sains sebagai produk berisi kumpulan pengetahuan yang meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori. Sedangkan sebagai proses, sains merupakan keterampilan-keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan untuk mengembangkan pengetahuan.

Produk utama dari sains adalah model (Gilbert, Boulter, & Rutherford, 1998 dalam Justi & Driel, 2005). Model digunakan ilmuwan untuk membuat penjelasan mengenai sesuatu yang abstrak menjadi lebih nyata dan merumuskan prediksi dari apa yang dijelaskan tersebut. Gilbert, Boulter, & Elmer (2000) menyatakan bahwa secara umum model dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak khas, gambaran sebagian dari target (sistem, objek, kejadian, proses, atau gagasan) yang berfokus pada aspek-aspek tertentu di dalamnya. Sebagai contoh adalah model ilmiah dari molekul air (Justi & Driel, 2005). Model ini digunakan untuk menjelaskan air secara spesifik, yaitu sifat-sifat air dan merumuskan prediksi mengenai sifat-sifat air dalam berbagai kondisi.

(9)

bagian-bagian komponennya sebagai sebuah keadaan, untuk menjelaskan fenomena saat terjadi perubahan dari satu keadaan ke keadaan yang lain dan untuk memprediksi keadaan yang akan datang dari sistem tersebut. Model mental digunakan untuk menghasilkan bentuk konsep yang lebih sederhana, menyediakan simulasi dan pendukung bagi visualisasi, serta menyediakan penjelasan untuk fenomena ilmiah.

Penggunaan model mental memegang peranan yang penting dalam perkembangan pengetahuan ilmiah. Ilmuwan membandingkan dan menguji model ilmiah yang dibuatnya untuk mencapai kesepakatan sehingga model tersebut dapat diterima oleh umum. Oleh sebab itu model mental memainkan peran sentral dalam sains (Gilbert, Boulter, & Rutherford, 2000; Gobert & Buckley, 2000) dan dalam komunikasi pengetahuan sains (Dagher, 1994 dan Treagust, 1993) (Jansoon et al., 2009).

(10)

akomodasi, yaitu mengolah informasi baru dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.

Hodson (1992) dalam Justi & Driel (2005) menyatakan bahwa penggunaan model mental yang terkait dalam pembelajaran sains memiliki tiga tujuan, yaitu siswa harus: (1) mengetahui model ilmiah dan model historis tertentu, termasuk ruang lingkup dan keterbatasan model tersebut; (2) diberi kesempatan untuk menciptakan, mengungkapkan, dan menguji model mentalnya; (3) mempelajari sifat dari model dan menyadari peranan model sebagai produk dari penemuan sains. Dalam kegiatan pembelajaran, guru memiliki kesempatan untuk memonitor perkembangan model mental siswa dari model mental awal siswa saat memahami model ilmiah dan model historis (Duit & Glynn, 1996 dalam Justi & Driel, 2005).

Saat siswa memahami model ilmiah dan menjelaskan fenomena sains, sering kali terdapat konsepsi alternatif dalam model mentalnya. Konsepsi alternatif ini diperoleh siswa dari berbagai sumber, misalnya dari pembelajaran di dalam kelas atau bahkan dari lingkungan sosial tempat siswa tinggal. Coll & Treagust (2003) menyatakan bahwa banyak literatur menunjukkan adanya konsepsi alternatif dalam pendekatan belajar konstruktivisme. Dengan menganalisis model mental siswa maka konsepsi mereka terhadap konsep sains yang diberikan di dalam pembelajaran kelas akan terungkap termasuk kemungkinan ditemukannya konsepsi alternatif.

(11)

mengenai konsepsi guru kimia SMA pada konsep larutan. Arisman (2007), Meisya (2010), dan Andhini (2010) melakukan penelitian mengenai model mental siswa pada konsep hidrokarbon dan larutan penyangga. Penelitian lain yang terkait model mental dilakukan Turyani (2008), yaitu dengan meneliti level submikroskopis yang disajikan pada sepuluh buku teks kimia dan pemahaman siswa pada level submikroskopis. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan untuk menggali konsepsi siswa tersebut baru terbatas pada pengelompokan konsepsi siswa.

Tao dan Gunstone (1999) dalam Lin & Chiu (2007) berpendapat bahwa penelitian mengenai miskonsepsi sudah mencapai batas akhir. Solomon (1993) dalam Lin & Chiu (2007) juga menegaskan bahwa investigasi sederhana dan mengklasifikasikan konsepsi siswa tidak berguna tanpa saran substantif untuk pengajaran dan penelitian berikutnya. Berdasarkan alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menganalisis konsepsi siswa secara menyeluruh tidak cukup hanya dengan mengelompokkan jenis konsepsi dan penjelasan siswa. Investigasi lebih jauh perlu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsepsi siswa sehingga akan memberikan petunjuk lebih jauh dalam pembelajaran sains.

(12)

akan dianalisis dalam penelitian ini meliputi penjelasan guru, buku teks, media pembelajaran, dan kegiatan praktikum. Keempat faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi model mental siswa yang dapat dimanipulasi guru dalam pembelajaran di dalam kelas. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan saran substantif bagi peneliti dan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat memperbaiki model mental siswa.

Topik kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan penyangga. Topik ini merupakan pengetahuan konseptual dan prosedural. Pengetahuan konseptual artinya terdiri dari banyak konsep sedangkan pengetahuan prosedural artinya setiap tahap memerlukan penguasaan konsep tertentu. Konsep yang terkait dengan larutan penyangga adalah kesetimbangan, larutan asam basa, konsentrasi larutan, mol, dan pH. Selain itu topik ini memiliki aplikasi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa, yaitu sistem larutan penyangga tubuh dan sistem penyangga di dalam produk rumah tangga.

(13)

Dalam prakteknya di lapangan, pembelajaran larutan penyangga di SMA lebih berfokus pada simbolik yaitu perhitungan pH. Akibatnya siswa cenderung menghafal rumus dibandingkan dengan memahami mekanisme sistem penyangga. Siswa tidak dapat menjelaskan sistem penyangga dengan konsep kesetimbangan ion dalam larutan. Selain itu seringkali ditemukan pula siswa yang tidak dapat membedakan reaksi asam basa yang menghasilkan larutan penyangga atau hidrolisis garam. Hal ini menunjukkan bahwa konsep kesetimbangan sebagai konsep prasyarat untuk konsep larutan penyangga masih belum dikuasai oleh siswa. Penguasaan materi prasyarat yang kurang baik tersebut mengakibatkan kemampuan siswa dalam menjelaskan fenomena larutan penyangga tidak menyeluruh.

(14)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana profil model mental siswa SMA di Kota Bandung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada konsep larutan penyangga?”.

Identifikasi rumusan masalah tersebut dirinci menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan model mental siswa kelompok tinggi, sedang rendah pada topik Larutan Penyangga?

2. Apakah ada perbedaan model mental siswa SMA antar klaster 1, 2, 3, dan 4 di Kota Bandung untuk setiap kelompok siswa tinggi, sedang dan rendah pada topik Larutan Penyangga?

3. Berapa banyak siswa SMA yang model mentalnya dipengaruhi oleh penjelasan guru, penjelasan dalam buku teks, media pembelajaran di kelas, dan kegiatan praktikum pada topik Larutan Penyangga?

C. Definisi Operasional

Untuk memberikan persamaan persepsi mengenai istilah dalam penelitian ini, maka diberikan penjelasan sebagai berikut:

(15)

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi model mental siswa adalah penjelasan guru, penjelasan dalam buku teks, media pembelajaran di dalam kelas, dan kegiatan praktikum.

3. Two-tier test multiple choice adalah tes pilihan berganda yang terdiri dari dua

bagian. Bagian pertama berisi lima pilihan jawaban dengan satu jawaban benar. Bagian kedua berisi empat pilihan alasan yang terdiri dari model ilmiah, model submikroskopik, model simbolik, dan satu pilihan alasan yang dikosongkan.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil model mental siswa SMA di kota Bandung dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada topik larutan penyangga.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi guru dan peneliti yang berminat pada kajian model mental.

1. Manfaat bagi guru

(16)

2. Manfaat bagi peneliti yang berminat pada kajian model mental

(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini menekankan pada gambaran holistik terhadap kondisi obyek secara alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data secara purposif, teknik pengumpulan data dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian yang lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengamati kecenderungan yang nampak dari siswa untuk menggali model mental yang dimilikinya.

Penelitian ini melibatkan siswa sebagai partisipan yang diwawancara, diobservasi, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran, atau persepsinya. Pemahaman diperoleh melalui analisis berbagai keterkaitan dari partisipan, dan melalui penguraian “pemaknaan partisipan” tentang situasi-situasi dan peristiwa-peristiwa. Pemaknaan partisipan meliputi perasaan, keyakinan, ide-ide, pemikiran, dan kegiatan dari partisipan. Penelitian ini diarahkan lebih dari sekedar memahami fenomena tetapi juga mengembangkan teori.

(18)

B. Subjek Penelitian

Subyek penelitian sebanyak 282 siswa yang berasal dari empat SMA Negeri di Kota Bandung. Pemilihan sekolah berdasarkan pembagian klaster 1, 2, 3, dan 4 yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kota Bandung pada tahun 2009. Semakin tinggi nomor klaster menyatakan semakin rendah peringkat sekolah. Masing-masing klaster diwakili oleh satu sekolah. Pemilihan subjek dari empat klaster bertujuan untuk melihat perbedaan model mental siswa berdasarkan peringkat sekolah. Empat sekolah yang dipilih untuk mengambil subjek penelitian berdasarkan kemudahan akses untuk melakukan penelitian. Berdasarkan perbandingan jumlah populasi dan sampel yang digunakan, maka hasil penelitian ini tidak bisa memberikan kesimpulan dalam bentuk generalisasi. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan kondisi subjek pada kurun waktu dan daerah tertentu.

(19)

C. Alur Penelitian

Alur penelitian disusun dengan tujuan agar langkah-langkah penelitian lebih terarah pada permasalahan yang dikemukakan (gambar 3.1).

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Studi Pustaka Model Mental Siswa Melalui Jurnal, Laporan

Penelitian, dan Buku

Analisis Standar Isi Tahun 2007 Mata Pelajaran Kimia SMA dan Materi Larutan Penyangga

Penyusunan Instrumen Penelitian: Tes Tertulis, Angket, Pedoman Wawancara

Validasi dan Uji Coba Instrumen

Analisis dan Revisi Instrumen

Pengumpulan Data

Tes Tertulis dan Angket Wawancara

Analisis Data

Temuan dan Pembahasan

(20)

D. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Tahap ini dimulai dengan studi pendahuluan berupa studi pustaka terhadap jurnal dan laporan penelitian mengenai model mental siswa pada mata pelajaran kimia. Selanjutnya dilakukan analisis standar isi tahun 2007 mata pelajaran kimia dan materi pelajaran Larutan Penyangga.

Analisis materi pelajaran dilakukan dengan menggunakan beberapa buku teks sehingga menghasilkan analisis konsep (bab II bagian E) dan peta konsep (lampiran A). Melalui analisis tersebut dibuatlah distribusi konsep yang disajikan dalam bentuk instrumen penelitian berupa 16 butir soal two tier multiple choice test.

Instrumen penelitian divalidasi isi oleh tiga dosen ahli untuk mendapatkan pertimbangan dan judgement. Hasil judgement dari ketiga dosen ahli tersebut kemudian didiskusikan kembali dengan dosen pembimbing tesis untuk direvisi. Selanjutnya dilakukan uji coba instrumen dan hasilnya dianalisis untuk merevisi instrumen yang perlu diperbaiki.

(21)

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini dilakukan tes tertulis pada siswa SMA yang sudah mempelajari Larutan Penyangga di empat sekolah. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap beberapa siswa dan guru kimia yang bersangkutan di keempat sekolah.

3. Tahap Akhir

Tahap akhir dalam penelitian ini adalah pelaporan hasil penelitian yag meliputi kegiatan mengolah dan menganalisis data penelitian berupa hasil tes tertulis dan angket. Selanjutnya dilakukan pembahasan hasil analisis dengan teknik triangulasi dan diakhiri dengan menarik kesimpulan dan memberikan saran.

E. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian, maka untuk mendapatkan data digunakan tes tertulis, angket, dan pedoman wawancara.

1. Tes Tertulis dan Angket

(22)

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara dibuat untuk melakukan konfirmasi atas jawaban siswa pada tes tertulis dan menggali lebih jauh mengenai model mental dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Wawancara juga dilakukan kepada guru kimia yang bersangkutan untuk memperoleh informasi mengenai pembelajaran Larutan Penyangga yang dilakukan di dalam kelas.

Lembar Jawaban Angket

1 A B C D E Anda memilih jawaban berdasarkan:

1 2 3 a. penjelasan guru

4. Alasan …. b. penjelasan dalam buku teks

c. media pembelajaran di kelas

d. kegiatan praktikum yang dilakukan

e. tidak ada pilihan yang sesuai

F. Uji Coba Instrumen

Hasil uji coba instrumen yang dianalisis meliputi validitas, reabilitas, analisis butir soal menggunakan perangkat lunak AnatesV4. Analisis dilakukan untuk soal dan bagian pertama soal, yaitu pilihan jawaban. Sedangkan untuk bagian kedua soal, yaitu pilihan alasan tidak dilakukan analisis statistik

(23)

menggunakan AnatesV4 karena seluruh pilihan alasan yang disajikan semuanya benar. Validitas pilihan alasan dalam setiap butir soal menggunakan validitas isi dari tiga dosen ahli. Uji coba instrumen dilakukan terhadap 35 siswa SMA yang sudah mendapatkan materi Larutan Penyangga. Analisis uji coba instrumen terdapat di lampiran B.3.

1. Validitas

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2003). Suatu tes atau instrumen dikatakan valid apabila tes atau instrumen itu mampu mengukur apa yang akan diukur. Pengukuran validitas isi dapat dilakukan dengan pertimbangan dan judgement para ahli yang berkompeten di bidangnya.

Melalui hasil perhitungan dan interpretasi harga validitas setiap butir soal dengan tabel 3.1 diperoleh bahwa terdapat satu soal dengan validitas tinggi, sembilan soal dengan validitas cukup, dan enam soal dengan validitas rendah. Dilakukan revisi terhadap soal-soal dengan validitas rendah sehingga diharapkan soal-soal tersebut lebih valid.

2. Daya Pembeda

(24)

Tabel 3.2. Kriteria Daya Pembeda (Arikunto, 2003) Nilai (D) Interpretasi

0,00 – 0,20 Jelek

0,20 – 0,40 Cukup

0,40 – 0,70 Baik

0,70 – 1,00 Baik sekali

Negatif Tidak baik

Berdasarkan hasil perhitungan dan kriteria daya pembeda pada tabel 3.1 diperoleh bahwa terdapat tiga soal dengan daya pembeda yang baik sekali, lima soal dengan daya pembeda yang baik, dan delapan soal dengan daya pembeda yang cukup. Dapat diambil kesimpulan bahwa soal instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan kemampuan siswa kelompok tinggi dan kemampuan siswa kelompok rendah.

3. Tingkat Kesukaran

Analisis tingkat kesukaran bertujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong mudah, sedang, atau sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran, dilambangkan dengan P. Kriteria indeks kesukaran terdapat dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kriteria Indeks Kesukaran (Arikunto, 2003) Indeks Kesukaran (P) Interpretasi

0,00 – 0,30 Sukar

0,30 – 0,70 Sedang

(25)

Berdasarkan hasil perhitungan indeks kesukaran dan interpretasinya pada tabel 3.3 diperoleh bahwa terdapat satu soal dengan kategori sukar, sepuluh soal dengan kategori sedang, dan lima soal dengan kategori mudah.

4. Reliabilitas

Reliabilitas tes adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yaitu sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang relatif tidak berubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Melalui perhitungan diperoleh harga reliabilitas butir soal instrumen penelitian ini sebesar 0,78. Berdasarkan indeks korelasi reliabilitas pada tabel interpretasi nilai r pada tabel 3.1, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen penelitian memenuhi kriteria reliabilitas yang tinggi.

Tabel 3.1. Interpretasi Nilai r (Arikunto, 2003) Nilai r Interpretasi 0,800 – 1,000 Sangat tinggi

0,600 – 0,799 Tinggi

0,400 – 0,599 Cukup

0,200 – 0,399 Rendah

0,000 – 0,199 Sangat rendah

(26)

Tabel 3.4. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal

Butir Soal

Validitas Daya

Pembeda (%)

Tingkat Kesukaran

(%)

Kualifikasi Keputusan

1 0,522 55,56 65,71 Cukup, baik,

sedang

Digunakan

2 0,431 33,33 45,71 Cukup, cukup,

sedang

Digunakan

3 0,402 33,33 88,57 Cukup, cukup,

mudah

Digunakan

4 0,597 88,89 40,00 Cukup, baik

sekali, sedang

Digunakan

5 0,259 33,33 48,57 Rendah,

cukup, sedang

Digunakan setelah pilihan jawaban

direvisi

6 0,689 77,78 88,57 Tinggi, baik

sekali, mudah

Digunakan

7 0,581 55,56 74,29 Cukup, baik,

mudah

Digunakan

8 0,358 44,44 62,86 Rendah, baik,

sedang

Digunakan setelah pilihan jawaban

direvisi

9 0,320 33,33 42,86 Rendah,

cukup, sedang

Digunakan setelah redaksi pertanyaan

soal direvisi

10 0,308 22,22 85,71 Rendah,

cukup, mudah

Digunakan setelah redaksi pertanyaan

soal direvisi

11 0,509 33,33 8,57 Cukup, cukup,

sukar

Digunakan

12 0,499 66,67 68,57 Cukup, baik,

sedang

Digunakan

13 0,396 44,44 71,43 Rendah, baik,

mudah

Digunakan setelah redaksi pertanyaan

soal direvisi

14 0,527 77,78 62,86 Cukup, baik

sekali, sedang

Digunakan

15 0,407 44,44 54,29 Cukup, cukup,

sedang

Digunakan

16 0,283 44,44 68,57 Rendah,

cukup, sedang

(27)

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini bersifat triangulasi, yaitu menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data secara gabungan dan simultan. Triangulasi menilai kecukupan data berdasarkan sumber data konvergen atau prosedur pengumpulan data secara berkali-kali (Wiersma, 1986 dalam Sugiyono, 2011). Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan guru dan siswa, dan telaah dokumen rencana pengajaran guru dan buku paket siswa untuk mendukung temuan yang diperoleh berdasarkan hasil

two tier multiple choice test.

Gambar 3.3. Teknik Triangulasi

H. Teknik Pengolahan Data

Berdasarkan rumusan masalah yang bersifat komparatif, asosiatif, dan deskriptif, maka teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Two-tier multiple

choice test choice test Wawancara

(28)

1. Analisis Model Mental Siswa

Analisis model mental siswa dilakukan untuk menjawab rumusan masalah yang bersifat komparatif dan asosiatif. Analisis dilakukan untuk setiap siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah pada setiap model ilmiah, model sub mikroskopik, model simbolik, dan model lain. Analisis dilakukan terhadap hasil jawaban siswa yang benar pada two tier multiple choice test. Setiap model mental tertentu yang muncul pada satu soal yang dijawab benar oleh siswa diberi skor satu.

Dihitung bobot model mental untuk setiap konsep pada topik Larutan Penyangga dengan cara sebagai berikut:

=

keterangan: Mx = jumlah model mental tertentu pada satu konsep

N = jumlah seluruh model mental yang muncul pada satu konsep

(29)

Tabel 3.5. Tabel Tafsiran Presentase (Koentjaraningrat, 1997)

Analisis berikutnya adalah uji beda rata-rata penggunaan model mental dengan menggunakan teknik statistik Anova Satu Faktor. Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan signifikan pada penggunaan model mental tertentu untuk topik Larutan Penyangga pada siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Uji beda rata-rata penggunaan model mental tertentu juga dilakukan untuk setiap kelompok siswa di keempat klaster.

Uji beda rata-rata menggunakan teknik Anova Satu Faktor pada alfa 0,05 (taraf kepercayaan 95%) untuk menguji hipotesis; H0 = tidak ada perbedaan yang signifikan dan H1 = ada perbedaan yang signifikan. Ketentuan untuk menguji hipotesis tersebut adalah jika F hitung < F tabel maka H0 diterima dan jika F hitung > F

tabel maka H0 ditolak.

Sebelum diuji menggunakan teknik Anova Satu Faktor sampel diuji terlebih dahulu normalitas dan homogenitasnya karena syarat untuk melakukan uji beda rata-rata Anova Satu Faktor adalah sampel terdistribusi normal dan setiap

No. Presentase (%) Tafsiran

1. 0 Tidak ada

2. 1 - 25 Sebagian kecil

3. 26 - 49 Hampir separuh

4. 50 Separuh

5. 51 - 75 Sebagian besar

6. 76 - 99 Hampir seluruh

(30)

kelompok sampel memiliki homogenitas yang sama. Uji normalitas dilakukan menggunakan Kolmogorof-Smirnov pada alfa 0,05 dengan ketentuan jika nilai sig (signifikansi atau nilai probabilitas) < 0,05 maka data sampel terdistribusi normal dan jika nilai sig > 0,05 maka data sampel tidak terdistribusi normal. Uji homogenitas menggunakan Levene pada alfa 0,05 dengan ketentuan jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05 maka kelompok sampel homogen dan jika nilai signifikansi > 0,05 maka kelompok sampel tidak homogen.

Jika data sampel tidak terdistribusi normal dan setiap kelompok sampel tidak homogen, maka dilakukan analisis menggunakan Kruskal Wallis (statistik non parametrik). Uji beda rata-rata Kruskal Wallis pada alfa 0,05 (taraf kepercayaan 95%) menguji hipotesis; H0 = tidak ada perbedaan yang signifikan dan H1 = ada perbedaan yang signifikan. Ketentuan untuk menguji hipotesis tersebut adalah jika signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak.

Perhitungan uji statistik untuk analisis data pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS 17. Rekapitulasi pembobotan dan analisis statistik model mental siswa disajikan dalam lampiran D.

2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Model Mental Siswa

(31)

jawaban siswa yang benar pada two tier multiple choice test. Setiap faktor yang mempengaruhi model mental yang muncul pada satu soal yang dijawab benar oleh siswa diberi skor satu

Dihitung bobot faktor yang mempengaruhi model mental siswa untuk setiap konsep pada topik Larutan Penyangga dengan cara sebagai berikut:

=

keterangan: Fx = jumlah faktor tertentu yang mempengaruhi model mental

siswa pada satu konsep

N = jumlah seluruh faktor yang mempengaruhi model mental siswa yang muncul pada satu konsep

Bobot model mental tersebut kemudian dikonversi dalam bentuk persen sehingga didapat persentase jumlah siswa yang menggunakan model mental tertentu pada setiap konsep. Angka persentase tersebut kemudian ditafsirkan menurut Koentjaraningrat (1997) dalam tabel 3.5.

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Ada perbedaan penggunaan model mental pada siswa kelompok tinggi, sedang dan rendah. Perbedaan terjadi pada model ilmiah dan simbolik. Ada peningkatan penggunaan model ilmiah dan simbolik seiring dengan tingginya kemampuan siswa. Tidak ada perbedaan penggunaan model submikroskopik dan kesimpulan pada siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah.

2. Ada perbedaan penggunaan model mental untuk setiap kelompok siswa antar klaster sekolah. Perbedaan terjadi pada penggunaan:

a. model ilmiah dan simbolik pada siswa kelompok tinggi.

b. model ilmiah, submikroskopik, simbolik, dan kesimpulan pada siswa kelompok sedang.

c. model ilmiah pada siswa kelompok rendah.

(33)

Larutan Penyangga. Hampir separuh model mental siswa di setiap kelompok dipengaruhi oleh faktor lain pada konsep Aplikasi Larutan Penyangga.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat temuan yang dapat dijadikan masukan dalam rangka pengembangan pengajaran kimia di sekolah menengah, terutama pada topik Larutan Penyangga. Saran yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 1. Sebaiknya dalam pembelajaran kimia khususnya larutan dikembangkan

penjelasan guru, penyajian materi dalam buku teks, dan penggunaan multimedia yang menggunakan model ilmiah, submikroskopik, dan simbolik secara kesatuan.

2. Kegiatan praktikum dan pembahasan aplikasi larutan penyangga sebaiknya mendukung siswa untuk memahami sistem penyangga mempertahankan pH. 3. Dalam soal-soal tes sekolah dan ujian nasional sebaiknya disisipkan butir soal yang melibatkan kemampuan siswa untuk memberikan penjelasan dengan model submikroskopik.

4. Sebaiknya sebelum melakukan penelitian model mental siswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan sampel yang banyak dan berasal dari beberapa sekolah, peneliti memberikan petunjuk kepada guru-guru kimia terkait mengenai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Ardac, D., dan Akaygun, S. (2004). Effectiveness of Multimedia Based-Instruction That Emphasizes Molecular Representations on Students’ Understanding of Chemical Change. Journal of Research in Science

Teaching. 43(4). 317-337.

Andhini, R. (2010). Profil Model Mental Siswa Pada Pokok Bahasan Senyawa Hidrokarbon. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan. Arisman, N. (2007). Analisis Representasi Siswa SMA Pada Pembelajaran Materi

Larutan Penyangga Berbasis Intertekstualitas Dalam Ilmu Kimia. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan.

Barke, H. D., Hazari, A., dan Yitbarek, S. (2009). Misconception in Chemistry.

Addressing Perception in Chemical Education. 9th Edition. Berlin: Springer.

Bhattacharyya, G. (2006). “Practitioner development in organic chemistry: how graduate students conceptualize organic acids”. Journal Education Research

and Practice. 7(4). 240-247.

Chang, R. (1996). General Chemistry. New York City: McGraw-Hill, Inc.

Chittleborough, G., dan Treagust, D. F. (2007). “The Modelling Ability of Non Major Chemistry Students and Their Understanding of The Sub-Microscopic Level. Chemistry Education Research and Practice”. 8(3). 274-292.

Chiu, M. H., Chou, C. C., dan Liu, C. J. (2002). “Dynamic Processes of Conceptual Change: Analysis of Constructing Mental Models of Chemical Equiriblium”. Journal of Research in Science Teaching. 39(8). 688-712. Cokelaz, A. (2010). “A Comparative Study of French and Turkish Student’s Idea

on Acid-Base Reaction”. Journal of Chemical Education. 87(1). 102-106. Coll, R. K. dan Treagust, D. F. (2003). “Investigation of Secondary School,

Undergraduate and Graduate Learne’s Mental Models of Ionic Bonding”.

Journal of Research in Science Teaching. 40(5). 464-486.

Coştu, B., Ayas, dan A. Niaz, M. (2009).”Promoting Conceptual Change in First Year Students’ Understanding of Evaporation”. Chemistry Education

Research and Practice. 11. 5-16.

Dikti. (2001). Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Kimia di

Perguruan Tinggi. Jakarta: Diknas.

(35)

Henze, I.,Driel J. H. v., dan Verloop, N. (2006) “Science Teacher’s Knowledge about Teaching Models and Modelling in The context of a New Syllabus on Public Understanding of Science”. Research in Science Education. 37. 99-122.

Jansoon, N., Coll, R. K., dan Somsook, E. (2009). “Understanding Mental Models of Dilution in Thai Students”. International Journal of Environmental &

Science Education. 4(2). 147-168.

Johari, J.M.C, dan Rachmawati, M. (2009). Kimia 2. Jakarta: Esis.

Justi, R. dan Driel, J. H. v. (2005). “A Case Study of the Development of a Beginning Chemistry Teachers’ Knowledge about Model and Modelling”.

Research in ScienceEducation. 35. 197-219.

Kalsum, S. et al. (2009). Kimia 2. Bandung: Remaja Rosdakarya

Koentjaraningrat. (1997). Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Liliasari. (1996). KIMIA 3. Jakarta: Balai Pustaka

Lin, J. W. dan Chiu, M. H. (2007). “Exploring the Characteristics and Diverse Sources of Students’ Mental Models of Acids and Base”. International

Journal of Science Education. 29(6). 771-803.

Manan, M. H. A. (2002). Ilmu Kimia 3: Untuk SMU/MA Kelas 3. Edisi II. Bandung: Arcaya Media Utama.

Meisya, M. D. (2010). Profil Model Mental Siswa Pada Pokok Bahasan Minyak Bumi. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan.

Park, E. J., dan Light, G. (2009). “Identifying Atomic Structure as a Threshold Concept Student Mental Models and Troublesomeness”. International

Journal of Science Teaching. 31(2). 233-258.

Sarwono, J.(2006). Panduan Cepat dan Mudah SPSS 14. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Soesanto, H. (2009). Pembelajaran Sistem Koloid dengan Multiple Representasi untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis, Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan.

Solehudin, D. (2009). Penggunaan Animasi Komputer untuk Meningkatkan Pemahaman Level Mikroskopik dan Penguasaan Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan.

(36)

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sunarya, Y. (2000). Kimia Dasar 2 Prinsip-prinsip Kimia Terkini. Bandung. Edisi Perdana. Alkemi Grafisindo Press.

Tasker, R. dan Dalton, R. (2009). Research into Practice: Visualisation of The

Molecular World for a Deep Understanding of Chemistry. Makalah yang

disajikan pada The Third International Seminar on Science Education UPI, Bandung

Turyani, I. (2008). Analisis Level Mikroskopik Dalam Buku Teks Kimia SMA, Pembelajaran dan Pemahaman Siswa Pada Materi Larutan Penyangga. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia, tidak diterbitkan.

Tüysüz, C. (2009). “Development of Two Tier Diagnostic Instrument and Assess Student’s Understanding in Chemistry”. Scientific Research and Essay. 4(6). 626-631.

Venkataraman, B. (2009).”Visualization and interactivity in the teaching of chemistry to science and non-science students”. Royal Society of Chemistry

Gambar

Tabel
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Gambar 3.2. Format Lembar Jawaban dan Angket
tabel 3.2.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan studi ini untuk menghitung dan menganalisis daya dukung tiang pancang dari hasil Standard Penetration Test (SPT), dan Kalendering kemudian membandingkan hasil

Sehingga pembelajaran model problem based learning dapat digunakan karena model ini dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan berdampak pada pemahaman kognitif

Instrumen Penilaian Kinerja Untuk Menilai Kompetensi Psikomotorik Siswa Sma Pada Materi Hidrolisis Garam.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis..

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “ Pengaruh Metode mengajar dan Motor Ability Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Lay-Up Shoot Bolabasket

Mengkaji efektifitas pengeringan biji kakao sistem kontinu menggunakan energi surya dan adsorben molecular sieve 13X yang digunakan untuk membantu proses

Pengaruh Metode Belajar Bagian dan Keseluruhan Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Lay-up Shoot Bolabasket Pada Kelompok Motor Ability Rendah .... Lokasi dan Subjek