PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
(Studi Analisis Terhadap Implementasi Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Oleh:
ANDE JATNIKA
NIM: 009519
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA (UPl)
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH
Pembimbing I
x<
Prof. Dr. H. Djam'an Satori, M.A
Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Admirristrasi Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRACTION
THE SCHOOL BOARD ENRICHMENT
IN IMPROVING THE EDUCATION QUALITY
The Analysis Study to Implementation of The School Based Management Concept In
The Primary Schools All Majalengka Regency
By: Ande Jatnika
The existence of the school board is considered as the best solution in breaking the
apprehensive education problem this time. The education with vahous its aspects
problem is demanded to be exist and dynamic to realize the prosperity of acountry.
In a practical level, The school board is considered as the legislative assembly that
takes a part in controlling/supervising a school activity, so the policies or the
decissions that taken by the principal is an aspiring decission from the parents and
the community through on the school board.This research is to describe, discover, and accumulate on what is the role of the
school board to the education quality improvement in the board school. The focus of
the problem is how to enrich the school board in the primary school Maialenoka
regency.
In particularly, the appeared problems are how is the ability condition of the
stakeholder in implementating the school board looked at it from the aspects of
strength, weakness, opportunity, and threath? What is the srtategy to enrich the
school board in primary school? What is the role of the school board in improvinq the
education quality?The research method is descriptive method, study cases, and porposive qualitative
approachment The location of the research is in the primary school Majalengka
regency. The data is obtained from the head of the department, the chairman of the
school board, principals, teachers, and parents.
The condition analysis owned by the stakeholders in implementating the school
based management are STRENGTH (1) UU No : 22-1999 and UU No •25 -
2000-(2) The socialization of the school based management (3) The community awareness
increases and the community controlling is efective (4) The supporting from ADB
(Asian Development Bank) through on BEP (Basic Education Project)
WEAKNESS (1) the managerial ability of the school board (member/chairman) has
not been evenly distributed. (2) The Supporting power and the participation of the
community to the education have not been good.
OPPORTUNITY (1) The supporting from the local and seat government (2) The firm
supports the school based management. THREATH (1) The community tends to
choose the qualified education (2) The otonomy of the education management (3)
The pnmary school is the measurement standard to the education level further.
The strategy to enrich the school board is the improvement of the quality teching
activity service and the guide of a ware community of quality; Socialization of the
school based management concept to the school board, to improve the ability of the
human resource.The role of the school board in improving education quality is observed from the
competence, cooperation, budget management and implication the school based
ABSTRAK
PEMBERDAYAAN DEWAN SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Studi Analisis Terhadap Implementasi Konsep Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten Majalengka
oleh : Ande Jatnika
Keberadaan Dewan Sekolah (DS) dianggap sebagai solusi yang terbaik dalam memecahkan problematika pendidikan yang selama ini memprihatinkan. Pendidikan dengan berbagai aspekpermasalahannya dituntut untuk eksis dan dinamis dalam mewujudkan kejayaan
suatu bangsa.
Dalam tataran praktis Dewan Sekolah dianggap sebagai DPR yang ikut mengontrol /
mengawasi kegiatan sekolah, sehingga kebijakan-kebijakan maupun keputusan-keputusan yang
diambil oleh Kepala Sekolah adalah kebijakan yang bersifat aspiratif yang bersumber dari
orang tua dan masyarakat melalui wadah Dewan Sekolah.
Penelitian ini mempunyai maksud,, mendeskripsikan, menggali, menghimpun tentang
bagaimana peranan Dewan Sekolah yang ada di Sekolah Dasar Negeri dalam rangka meningkaikan mutu pendidikan, adapun fokus permasalahannya adalah bagaimana memberdayakan Dewan Sekolah yang ada di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten Majalengka
Secara khusus permasalahan yang muncul adalah bagaimana Kondisi kemampuan dari stakeholder dalam implementasi Dewan Sekolah ditinjau dari segi kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang 9, Bagaimana strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di Sekolah Dasar Negeri ?, bagaimana peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan Mutu pendidikan ?
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif jenis studi kasus , dan pendekatan kualitatif Porposive. Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka . Data diperoleh dari Kepala Dinas,, ketua Dewan Sekolah, Kepala sekolah (Pimpinan Sekolah)
, guru, orang tua siswa
Analisis kondisi vang dimiliki stakeholders dalam implementasi Manajemen Bebasis Sekolah, yakni : Kekuatan : (J) UU Nomor 22 tahun 1999 dan UUNo.25 Tahun 2000 ; (2) Sosialisasi MBS ; (3) Kesadaran masyarakat meningkat dan kontrol masyarakat efektif; (4) Dukungan dari Bank Dunia melalui BEP, Kelemahan : (I) Belum meratanya kemampuan manajerial Ketuaanggota Dewan Sekolah;(2) Belum meratanya daya dukung dan partisipasi masyarakat terhadap pendidikan, Peluang : (1) Adanya dukungan dari pemerintah setempat
maupun pusat; (2) Perusahaan ikut mendukung terhadap program MBS, Tantangan : (1)
Masyarakat cenderung memilih pendidikan yang bermutu; (2) Otonomi pengelolaan
pendidikan; (3) Sekolah Dasar merupakan tolok ukur untukjenjang pendidikanselanjutnya. Strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah adalah peningkatan mutu pelayanan PBMdan pembinaan masyarakat sadar mutu, Sosialisasi konsep MBS dengan Dewan Sekolah,
Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.
Peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dilihat dari segi kewenangan. Kerjasama, pengelolaan anggaran serta implikasi MBS terhadap mutu pendidikan.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR I
ABSTRAK vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 16
D. Paradigma Penelitian 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA 26
A. Konsep Administrasi 26
1 Administrasi Pendidikan 28
2. Pengembangan Kinerja sekolah 32
3 Fungsi dan Peran Sekolah
Pada EraOtonomi 35
B. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah 39
1. Latar Belakang Munculnya MBS 39 2. Strategi Pengembangan MBS
di Sekolah Dasar 43
3 Implikasi MBS Terhadap Pengelolaan
Sekolah Dasar 45
C. Dewan Sekolah Dalam MBS 48
1 Pengertian Dewan Sekolah 48
2. Kewenangan, Tugas dan Fungsi
Dewan Sekolah 54
3. Keanggotaan/Kepengurusan
Dewan Sekolah 61
4 Proses Pembentukan Dewan Sekolah 69
D. Peranan Dewan Sekolah Dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan 70
1. Pengertian Mutu Pendidikan 73
2 Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah 75
3 Hasil Penelitian Sebelumnya yang Relevan 85
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 89
A. Metode Penelitian 89
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 92
C. Tehnik Pengumpulan Data 93
D. Subjek Penelitian 95
E. Analisis Data Penelitian 98
1 Validasi Temuan Penelitian 98
2 Kredibilitas : 99
3. Transferabilitas 100
4- Dependabilitas 100
5- Konfirmabilitas 100
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 102
A. Deskripsi Data Penelitian 102
1 - Kondisi Kemampuan Stakeholders
dalam Implementasi Dewan Sekolah 102 2 Strategi Pemberdayaan Dewan Sekolah
di Sekolah Dasar 121
3 Peranan Dewan Sekolah
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan 134
B. Rangkuman Pembahasan Hasil Penelitian 147
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 160
A. Kesimpulan 160
B. Implikasi 167
C. Rekomendasi 169
DAFTAR PUSTAKA 171
LAMPIRAN - LAMPIRAN 175
Lampiran 1. Pedoman Wawancara 175
Lampiran 2. SK Pembimbing Karya llmiah 182
Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian 185
Lampiran 4. Surat Keterangan Melakukan
Penelitian 186
Lampiran 5. Riwayat Hidup 189
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Sumber Data Penelitian di SD Negeri Se Kabupaten Tahun
Pelajaran 2001/2002 90
2 Laporan Kinerja Dewan sekolah Dinas P dan K Kabupaten
Majalengka Tahun 2001/2002 102
3 Rangkuman Data Penelitian Wewenang Dewan Sekolah
di SekolahDasar 125
4 Partisipasi Masyarakat Terhadap Pendidikan di Kabupaten
Majalengka Tahun 2002 140
5 Rangkuman Data Tentang Analisis SWOT Implementasi
Dewan sekolah di Sekolah Dasar Negeri 141
6 Strategi pemberdayaan Dewan Sekolah di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka Dalam Meningkatkan
Mutu Pendidikan 145
7 Kondisi Sekolah Dasar di Kabupaten Majalengka Pasca
Implementasi MBS 148
8 Peranan Dewan Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Sistem Administrasi Pendidikan 31
2 Empat langkah Proses Partisipasi 62
3 Fenomena Partisipasi 63
4 Upaya DewanSekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan 127
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa
perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai
permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya
penguasaan dan peningkatan ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Selain
manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat. Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai
bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber
daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara
terencana, terarah, intensif, efektif, dan efesien dalam proses
pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam
menjalani era globalisasi tersebut.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan
memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan
suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama
amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang
berkualitas antara lain meialui pengembangan dan perbaikan kurikulum
dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan
pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan
lainnya.
Seperti diamanatkan dalam Undang-undang nomor 2 tahun 1989
(pasal 1 ayat 10) menegaskan bahwa :
Sumberdaya pendidikan adalah pendukung dan penunjang
pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga,dana,
sarana dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan, keluarga, masyarakat, peserta didik dan
pemerintah, balk sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup
berarti dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Salah satu indikator kekurang-berhasilan ini ditunjukkan antara lain
dengan NEM siswa yang tidak memperiihatkan kenaikan yang berarti
bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada
beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.
Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan
mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil, Pertama ; strategi
pembangunan pendidikan yang selama ini lebih bersifat input-oriented,
strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana
semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis
lembaga pendidikan (sekolah) akan menghasilkan output (keluaran) yang
bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output
yang dikenalkan oleh teori education production function (Hanushek,
1979, 1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah),
meiainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan insdustri. Kedua ;
pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur
oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang
diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat
dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan
pendidikan, kondisi lingkungan sekolah dan bervariasinya kebutuhan
siswa dalam belajar, serta aspirasi masyarakat terhadap pendidikan,
seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi
pusat.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) memegang peran penting dalam
pendidikan seorang anak bangsa berusia muda. "Kedudukan dan peranan
pendidikan Dasar berhubungan dengan sensitivitas faktor-faktor
perkembangan para siswanya, jika diselenggarakan dengan tepat,
mempunyai fungsi yang amat strategik (Sanusi, 1998, 76).
Tugas dan tanggung jawab kepala Sekolah Dasar dapat dibedakan
sekolah adalah seorang guru yang tetap memilih tugas utama menjadi
pendidik. Kedua, Kepala Sekolah adalah seorang administrator sebagai
tugas tambahan. Sebagai pendidik seorang kepala sekolah menengah
umum berperan juga sebagai guru, oleh karena itu ia harus mengerti dan
memahami tugas-tugas seorang guru yang kemudian dia terapkan pada
pelaksanaan tugas supervisi, monitoring dan pembinaan profesional pada
guru lain di lingkungan sekolahnya. Sedangkan sebagai seorang
administrator, seorang kepala sekolah "harus berperan sebagai manajer
umum (manajemen sekolah), yang meliputi aspek kepegawaian,
kesiswaan, keuangan dan aspek lain yang terkait dengan hubungan
sekolah dan masyarakat" (Depdikbud, 1997, 266;. Sebagai administrator
pendidik, kepala sekolah harus mengelola : "Program sekolah, murid,
personil, kantor sekolah, keuangan sekolah, pelayanan bantuan dan
hubungan sekolah dengan masyarakat (Sutisna, 1989, 48).
Pelaksanaan pengelolaan pendidikan (khususnya sekolah) sangat rumit dan unik, terutama karena terbatasnya sumber-sumber pendukung yang dipertukan untuk penyelenggaraan pendidikan yang ideal. Hal ini
memaksa para kepala sekolah selaku manajer pendidikan di sekolah
dituntut untuk berusaha keras mencari, mempelajari dan menerapkan konsep-konsep, prinsip, metode dan teknik perencanaan yang jitu
(Siswojo Hardjodipuro, 1975). Perencanaan pendidikan diawali dengan memperkirakan potensi sumber dana dan kekayaan yang akan tersedia
ada dengan melibatkan orang tua murid dan masyarakat melalui lembaga
yang secara khusus dibentuk untuk itu.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sarana pendidikan
khususnya yang menyangkut kekayaan sekolah pada umumya sangat
minim, dari hasil verifikasi menunjukan bahwa paling tidak hanya 15 %
saja sarana sekolah itu terpenuhi dan banyak lagi sekolah sekolah yang
kategori kurang, hal ini mungkin terjadi karena beberapa hal, yang salah
satunya adalah kelemahan sumber daya manusia di daerah dan sumber
biaya yang masih sangat tergantung pada pemerintah pusat (Soemitro,
1989,231).
Lemahnya peranan Kepala sekolah dalam mengelola lembaganya
juga merupakan kendala terhadap kemajuan pendidikan. Michael Fulan
(1992 : 12) mengemukakan ada 3 faktor yang membuat lemahnya
peranan Kepala sekolah, yakni : pertama
Kepala sekolah memiliki
otonomi yang sangat terbatas. kedua,
Kepala sekolah kurang memiliki
keterampilan untuk mengelola sekolah dengan baik. Ketiga, kecilnya
peran serta masyarakat dalam pengelolaan sekolah. Padahal sudah
dijelaskan dalam PP. No 39 Tahun 1992 tentang peran serta masyarakat
dalam pendidikan nasional pada pasal 2 bahwa : " Peran serta
masyarakat berfungsi ikut memelihara, menumbuhkan, meningkatkan, dan
mengembangkan pendidikan nasional".
Bentuk peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah : (1)
sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali pendidikan Kedinasan, dan
pada semua jenjang pendidikan di jalur sekolah; (2) Pengadaan dan
pemberian bantuan tenaga untuk melaksanakan atau membantu
pelaksanaan pengaiaran, pembimbingan dan/atau pelatihan peserta didik;
(3) Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan /atau penelitian dan
pengembangan; (4) Pengadaan dan/atau penyelenggaraan program
pendidikan yang belum diadakan dan/atau diselenggarakan oleh
pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional; (5) Pengadaan dana
dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah, sumbangan,
pinjaman, beasiswa dan bentuk lain yang sejenis; (6) pengadaan dan
pemberian bantuan ruangan, gedung dan tanah untuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar; (7) Pengadaan dan pemberian bantuan buku
pelajaran dan peralatan pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar
mengajar; (8) Pemberian kesempatan magang atau latihan kerja; (9) Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan
dan pengembangan pendidikan nasional; (10) Pemberian pemikiran dan
pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan dan/atau
penyelenggaraan pengembangan pendidikan nasional; (11) Pemberian
bantuan dan kerjasama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan;
(12) Keikut sertaan dalam program pendidikan dan/atau penelitian yang
Bagi sebuah sekolah, peran serta masyarakat dalam membiayai
sekolah sebenarnya cukup penting walaupun belum sangat berarti secara
kwantitatif, seperti yang dibuktikan oleh sebuah penelitian oleh Ditjen
PUOD Depdagri tahun 1993, temyata peran serta masyarakat masih
sangat memprihatinkan. Dari biaya per murid per-tahun yang rata-rata
berjumlah Rp. 140.850,- sebanyak 93,39 % datang dari pemerintah pusat,
kontribusi orang tua hanya 6,98 %, dan Pemerintah Daerah bahkan hanya
1,07 % (Dedi Supriadi, 1997 : 19).
Dari beberapa informasi tersebut di atas tergambar betapa kecilnya
kontribusi masyarakat terhadap dunia pendidikan khususnya sekolah.
Dengan Keluarnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 dan
Undang-undang No.25 tahun 2000 mencerminkan adanya kemauan
pemerintah pusat (political will) untuk mengurangi sentralisasi kekuasaan
yang beriebihan di masa lampau. Demikian halnya dalam perumusan
kebijakan otonomi daerah khususnya dalam pengelolaan pendidikan yang
meliputi aspek kelembagaan, kurikulum, sumber daya manusia,
pembiayaan serta sarana dan prasarana, yang secara operasional pihak
sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkannya, namun demikian
dalam melaksanakan kewenangannya itu sekolah harus dibantu oleh
masyarakat atau berbagai pihak yang berkepentingan (Stakeholders). .
Fasli Jalal & Dedi Supriadi (2001 : 99) mengatakan :
Pendidikan dengan segala persoalannya tidak mungkin diatasai hanya oleh lembaga persekolahan. Untuk melaksanakan
(keluarga, masyarakat, dan dunia usaha/industri
berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program pendh Partisipasi ini periu dikelola dan dikoordinasikan dengan baik
lebih bermakna bagi sekoiah, terutama bagi peningkatan mutu dan
efektivitas pendidikan. Partisipasi masyarakat tidak seharusnya hanya dalam bentuk dana, melainkan juga sumbangan pemikiran. dan tenaga.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, maka konsep School Based Management (SBM) ditawarkan untuk membangun sebuah pendidikan masa depan yang mandiri, otonom dan berpijak di atas kekuatan masyarakat serta berwawasan lingkungan dengan pemberian peran penting kepada masyarakat. Namun pada umumnya
penyelenggaraan pendidikan di SD Negeri masih jauh dari standar ideal,
minimnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan dan ini merupakan permasalahan yang tidak dapat dianggap enteng karena menyangkut tata kehidupan maysyarakat yang nota bene masih melekatnya paradigma lama yang terjadi di masyarakat tentang tanggung jawab pendidikan, faktor ekonomi keluarga juga sangat mempengaruhi terhadap peningkatan kualitas pendidikan, sehingga periu dipikirkan sebuah strategi agar persoalan tersebut dapat teratasi dan mutu
pendidikan yang ideal dapat terjamin.
Meningkatnya kualitas pendidikan merupakan dambaan semua
orang, oleh k arena itu upaya-upaya terus dilakukan, inovasi dalam
untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan lepas dari yang satu
ini. seperti di ungkapkan oleh Tilaar (1991:52) bahwa : "Pendidikan
yang bermutu membutuhkan biaya yang besar" ,oleh karena itu
dibutuhkan suatu strategi untuk memberdayakan masyarakat dalam
memenuhi tuntutan kebutuhan sekolah. Dalam upaya memberdayakan
masyarakat, Kepala sekolah harus membuat suatu rencana yang matang sehingga pelaksanaan program dapat berjalan efektif dan efisien.
Otonomi Daerah nampaknya membawa angin segar terhadap beberapa wilayah yang dianggap mampu dan layak untuk itu karena
ditunjang oleh kekayaan alam, budaya dan lain sebaginya., tetapi sebaliknya bagi daerah yang minim hal ini akan mempunyai permasalahan
tersendiri. Dedi Supriadi menjelaskan bahwa " Melalui otda, daerah
memiliki kewenangan besar untuk mengambil keputusan dan
mengimplementasikannya termasuk mempertanggungjawabkan hasilnya".
Dalam hal ini terdapat tiga unsur yang yang ditempatkan
bersama-sama di daerah, yakni kewenangan pengambilan keputusan ,
alokasi dan penggunaan dana serta akuntabilitas hasil. Di masa lalu
banyak kewenangan pengambilan keputusan pendidikan bahkan hal-hal
yang bersifat teknis tidak berada di daerah tapi di pusat atau provinsi
demikian pula keputusan penggunaan dana, namun sebagian besar
akuntabilitas hasil diletakan di daerah bahkan di sekolah. Hal ini yang menjadi salah satu sumber masalah yang terjadi di masa lalu yang
Pada era otonomi ini sekolah diharapkan untuk lebih
secara mandiri dalam meningkatkan kinerja manajemen sekolah
dijelaskan oleh. Djam'an Satori & Nanang Fattah, (2001 : 9) bahwa :
Kepentingan utama format otonomi sekolah adalah tampilnya kemandirian sekolah untuk meningkatkan kinenanya sendiri, dengan mengakomodasi berbagai potensi sumberdaya sekolah,
yang pada akhirnya ditujukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dalam wujud mutu hasil belajar para siswa.
Tampilnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang diikuti oleh
lahirnya Dewan Sekolah, mamberi pengaharapan bagi dunia pendidikan
kita yang sedang terpuruk, tetapi tentunya harapan ini tidak begitu cepat
diraih apabila semua elemen masyarakat tidak aktif untuk ikut peduli
terhadap keadaan ini, mengingat perubahan ini dinilai sebagian kalangan
terialu cepat. Dampak dengan digulirkannya MBS ini berakibat dirubahnya
Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3), karena dianggap
sudah kurang selaras tagi dengan tuntutan masa kini, karena BP3 selama
kurun waktu 26 tahun, pada umumnya masih belum berjalan sesuai
dengan harapan, terutama kelemahan dalam implementasi peran dan
fungsinya. Kemitraan BP 3 terbatas pada aspek-aspek pemenuhan
kebutuhan finansial, sarana-prasarana sekolah dan fasilitas pendidikan.
Hal itu dibuktikan dengan kondisi umum yang terjadi di lapangan sebagai
berikut:
(1) BP3 dipersepsikan sebagian masyarakat sekolah terbatas pada
pengumpulan dana pendidikan dari orang tua siswa;
(2) Belum optimalnya peran dan fungsi pengurus sesuai struktur BP3
11
(3) BP3 belum terlibat langsung merumuskan, melaksanakan dan
mengevaluasi kebijakan sekolah;
(4) BP3 belum melakukan pengelolaan keuangan yang menjadi kewenangannya. Selama ini BP3 mendelegasikan pengelolaan
keuangan tersebut kepada pihak sekolah. Hal tersebut
dimaksudkan agar kepala sekolah dan guru dapat berkonsentrasi penuh dalam pengembangan program pembelajaran yang semakin
berkualitas di sekolah;
(5) Kurang tersosialisasikannya ketentuan mengenai peran dan fungsi BP3, sehingga pengurus BP3 mengalami kesulitan dalam
mengembangkan programnya.
(6) Sekolah dan BP3 belum membangun budaya kemitraan yang khas untuk mencapai kualitas pelayanan pembelajaran kepada peserta
didik yang bermuara pada kualitas hasil. Dinas Pendidikan Jabar
(2001)
Perubahan BP 3 menjadi Dewan Sekolah (DS) yang sudah
dimulai tahun 2000 dinilai akan membawa keuntungan pendapatan
secara ekonomi (profit) dan manfaat (benefit) serta dampak (impact)
yang positif terhadap dunia pendidikan di Indonesia, benarkah begitu ?
hal ini masih menjadi tanda tanya besar walaupun Mastuhu (1994 : 4)
menyatakan bahwa:
Suatu lembaga pendidikan akan berhasil menyelenggarakan kegiatannya jika ia dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam kehidupan masyarakat yang melingkarinya. Keberhasilan itu ditunjukan dengan adanya kecocokan nilai antara lembaga yang bersangkutan dengan masyarakat. Lebih dari itu, suatu lembaga pendidikan akan diminati anak-anak, orang tua dan seluruh
masyarakat apabila ia mampu memenuhi kebutuhan mereka akan kemampuan ilmu dan teknologi.
Drury dan Levin (dalam ERIC Digest, 1995) melaporkan : MBS
dengan Dewan sekolahnya mampu mewujudkan tata kerja yang lebih baik
dalam empat hal berikut: (1) meningkatnya efisiensi penggunaan sumber
12
munculnya gagasan baru dalam implementasi kurikulum, dan (4)
meningkatnya mutu partisipasi masyarakat. Kondisi-kondisi tersebut dapat
dipandang sebagai sesuatu yang sangat potenstal untuk peningkatan
kinerja dan hasil belajar murid.
Untuk itu periu adanya persamaan persepsi dari semua pihak,
karena bagaimanapun " perubahan" dalam artian pembaharuan (reform)
akan mengandung resiko perubahan yang lainnya karena perubahan ini
akan mengubah image masyarakat yang selama ini berjalan terhadap
pendidikan. Sallis (1994) mengatakan. : " Setiap perubahan tata kerja
manajemen selalu menuntut adanya perubahan budaya, dari budaya
konvensional ke budaya belajar". Oleh karena diperiukan adanya strategi
yang mantap serta kesadaran semua pihak terkait, sehinga
kendala-kendala yang mungkin terjadi dapat diantisipasi.
Berubahnya BP3( Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan) menjadi Dewan Sekolah merupakan sebuah tuntutan dan harapan, maka
dalam implementasinya semua pihak harus memacu partisipasi masyarakat serta orang yang berkepentingan (stakeholders) dari
berbagai lapisan masyarakat serta instansi pemerintah. Diutamakan
adanya kemampuan (capability) serta kesanggupan atau kecakapan
(ability) Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan dari satuan
pendidikan masing-masing untuk melaksanakan gagasan itu.
Richard C. Williams (1974:19) mengemukakan : "The leader
13
attain stated educational goal" pandagan itu mengungkapkan bahwa
sikap dan tingkah laku kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
harus mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Paul Harling
(1984 : 39) mengatakan " The importance leadership in the process of
innovation and change within an educational organizations is widely
acknowledged" jadi satu hal yang paling penting dalam kepemimpinan
adalah adanya inovasi dan perubahan di sekolah.
Secara realita sebagian besar Sekolah Dasar saat ini masih
menerapkan fungsi Dewan sekolah ini sama dengan dengan fungsi BP3
sehingga aktifitas Dewan sekolah yang sudah di bentuk masih belum
sepenuhnya berjalan, maka apabila masalah tersebut dibiarkan akan
timbul kekhawatiran:
1. Implementasi MBS di Sekolah Dasar Negeri menjadi tidak optimal.
2. Dewan sekolah hanya sebagai nama pengganti BP3 sifatnya hanya
formalitas , sehingga peran orang-orang yang berkepentingan
(Stakeholders) menjadi tidak optimal.
3. Mencari orang-orang yang betul-betul peduli terhadap pendidikan
tidaklah mudah mengingat beberapa faktor misal : SDM, ekonomi
masyarakat dan kebiasaan masyarakat terhadap pendidikan yang
selama ini sudah tertanam kuat.
4. Upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak akan tercapai.
14
Bertolak dari uraian tersebut diatas, maka penulis ingin mencoba melakukan penelitian dengan judul : Pemberdayaan Dewan Sekolah
Dalam
Meningkatkan
Mutu
Pendidikan
(Studi
Analisis
Terhadap
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Sekolah Dasar Negeri
Se-Kabupaten Majalengka).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, nampak bahwa dengan adanya otonomi pengelolaan pendidikan dan diimplementasikanya Dewan sekolah di Sekolah Dasar Negeri , sangat memerlukan figur kepala sekolah yang benar-benar mempunyai kapabilitas dan kredibilitas serta
daya juang yang tinggi untuk memberdayakan Dewan Sekolah dalam
upaya meningkatkan kerjasama yang baik dalam kerangka meningkatkan mutu pendidikan, untuk itu diperlukan adanya kesamaan persepsi dalam melaksanakan otomi pendidikan. Hal lain periu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam Implementasi Dewan sekolah adalah analisis
terhadap kebutuhan dan permasalahan
yang dihadapi dalam setting
persekolahan dalam hal ini adalah lingkungan kontekstual Sekolah Dasar
Negeri di Kabupaten Majalengka.
Perubahan BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan) menjadi Dewan Sekolah membutuhkan perhatian yang
sungguh-sungguh dari semua pihak terkait karena perubahan ini akan berdampak
terhadap perubahan kebiasaan masyarakat yang selama ini tertanam
15
kesungguhan dalam melaksanakannya. Atas dasar pemikiran tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimana Pemberdayaan Dewan Sekolah Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah dasar Negeri Kabupaten Majalengka".
1. Pertanyaan Penelitian
Rumusan masalah tersebut, dijabarkan menjadi beberapa
pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
a. Bagaimana kondisi kemampuan stakeholders dalam rangka implementasi Dewan Sekolah dalam konteks Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) di lingkungan SD Negeri Kabupaten Majalengka ditinjau dari segi: kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan.
b. Bagaimana Strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di
Sekolah dasar Negeri ?
1) Bagaimana upaya pemahaman terhadap Dewan sekolah ?
2) Bagaimana upaya peningkatan sumberdaya manusianya ? c. Bagaimana Peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan mutu
Pendidikan ?
1) Bagaimana kewenangan Dewan Sekolah dalam meningkatkan
pelayanan pendidikan siswa ?
2) Bagaimana Keriasama antara sekolah dengan masyarakat pada
era otonomi Daerah ?
16
4) Bagaimana Implikasi MBS terhadap Mutu Pendidikan ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
a. Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
yang kongkrit tentang kondisi nyata mengenai kemampuan stakeholders
serta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam memberdayakan Dewan
Sekolah serta upaya yang dilakukan dalam mengahadapi harnbaian itu
dirnana lembaga baru mi dibentuk sebagai rnitra pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan. Selain itu penelitian ini untuk mendiagnosis
kesiapan lingkungan pendidikan dalam implementasi Dewan Sekolah
serta memperoleh gambaran tentang S-W-O-T (Strenght, Wealth,
Oportunity, Treath) dan implikasinya terhadap peningkatan mutu
pendidikan.
b. Secara Khusus
Secara operasional penelitian mi bertujuan sebagai benkut:
1) Mcnganaiisis kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang yang
dihadapi Stakeholders di lingkungan Sekolah Dasar Negeri se
Kabupaten Majalengka dalam rangka memprsiapkan implementasi
17
2) Bagaimana Strategi dalam memberdayakan Dewan Sekolah yang
dilakukan oleh Stakeholders di lingkungan Sekolah Dasar Negeri
Se- Kabupaten Majalengka yang meliputi bagaimana
pemahamannya. Bagaimana proses pembentukannya, bagaimana
kewenangannya( peranan, fungsi, program), bagaimana partisipasi
masyarakatnya.
3) Mengetahui Peranan Dewan Sekolah dalam meningkatkan mutu
pendidikan.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian
lebih lanjut dalam rangka pengembangan SBM (School Based
Management) dan implementasi Dewan Sekolah ke tahap selanjutnya,
karena dalam pelaksanaanya MBS memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga sebagai lembaga pengganti badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan (BP3) yang dibentuk oleh masyarakat dan merupakan
aspirasi dari dua unsur , yakni pemerintah dan masyarakat, sehingga
kajian ini dapat dijadikan titik tolak keberhasilan MBS
b. Manfaat praktis
18
1) Sebagai bahan untuk dijadikan masukan kepada pihak-pihak
terkait sebagai penentu kebijakan mengenai kondisi nyata di
lapangan tentang bagaimana kondisi kemampuan stakeholders
dalam kesiapan implementasi konsep MBS di Sekolah Dasar
Negeri.
2) Dapat dijadikan bahan kajian tentang sejauh mana kemampuan
stakeholders dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi program sekolah secara proporsional.
3) Bagi Sekolah Dasar Negeri , hasil penelitian ini dapat dijadikan
masukan dan pijakan untuk mengadakan kerjasama yang lebih,
efektif, aktif dan produktif dalam rangka mengemban visi dan
misi sekolah.
4) Hasil kajian ini dapat dijadikan bahan pengembangan disiplin
ilmu administrasi khususnya bagi para administrator pendidikan
dalam pola pengembangan MBS di Sekolah Dasar Negeri Kab.
Majalengka.
5) Membantu mengoptimalkan kerjasama dengan orang tua dan
masyarakat serta mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan
PBM.
6) Memberikan peluang kepada sekolah Dasar Negeri dalam
upaya meningkatkan mutu pendidikan khususnya di
D. Paradigma Penelitian
Lahirnya UU No 22 tahun 1999 dan UU No 25 2000 membawa
implikasi yang sangat berarti bagi dunia pendidikan di tanah air, betapa
tidak sebab dalam kurun waktu yang relatif lama pendidikan kita dicengkram oleh sebuah sistem yang begitu kaku dan sangat sentralistik,
sehingga
kualitas pendidikan
kita tidak begitu baik jika dibandingkan
dengan negara-negara setingkat kita. Bagaimanapun juga Undang-undang tersebut di atas dibuat dalam rangka memberikan keleluasaan
kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah semua itu
dimaksudkan untuk mengahadapi tantangan persaingan global dengan
memberikan kewenangan luas, nyata dan bertanggungjawab secara
proporsional
Bertolak dari pemikiran itu , maka lahirlah sebuah inovasi baru
dalam bidang pendidikan dengan pertimbangan-pertimbangan kontekstual
daerah dimana pengelolaan sekolah berbasis kemandirian. Model itu
disebut
Manajemen Berbasis Sekolah yang diasumsikan sebagai
20
Sekolah . Tanah dan material sekolah disediakan oleh masyarakat.
Pemerintah setempat bertanggung jawab terhadap kontrol kedalam dan pengaturan kelembagaan sekolah, kepalal sekolah diangkat oleh Dewan Sekolah Sarana dan Prasarana diadakan di tingkat sekolah.
Jika sistem desentralisasi berhasil diterapkan di sekolah diharapkan
akan mampu menciptakan generasi u3-i ( imtak, iptek, identitas bangsa.
Dengan demikian akan terwujudlah kualitas SDM seperti yang
dicita-citakan dalam GBHN 1998 menuju Indonesia baru.
Sisi lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan Implementasi
Dewan Sekolah adalah perangkat undang-undang atau kebijakan yang
memberikan dasar dalam tahap implementasinya. Implikasinya bagi para
praktisi pendidikan harus memahami secara komprehenship tentang
makna dari UU No. 22 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25.
tahun 2000 tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah, PP No 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan antara Pusat dan
Daerah, sehubungan dengan hal tersebut, Mulyani (1999) 3 dasar
pemikiran yang mendasari ditetapkannya UU No. 22 1999, yakni sebagai
berikut:
1. Dalam rangka memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah
2. Penyelenggaraan otonomi daerah itu diharapkan dilakukan dengan
keanekaragaman daerah, menjaga keserasian hubungan pusat^5&^r>
daerah, serta meningkatkan peran dan fungsi legislative,
dekonsentrasi yang diikuti dengan dukungan pembiayaanya.
3. Semua itu dimaksudkan guna menghadapi tantangan persaingan
global dengan memberikan kewenangan luas, nyata dan
bertanggungjawab secara proporsional.
Dengan lahirnya model pengelolaan pendidikan, yakni
Manajemen Bebasis Sekolah hal ini mempunyai implikasi terhadap
sistim yang selama ini berjalan tentang pendidikan yang melibatkan
masyarakat atau orang tua . Pada era sebelumnya masyarakat dan
orangtua hanya dilibatkan sebatas memberi bantuan biaya kepada
sekolah melalui jalur BP3, Dewan Sekolah berfungsi tidak hanya
sekedar memberi sumbangan, tetapi lebih jauh dari itu, yakni:
Tujuan dari pembentukan dewan sekolah yaitu adanya suatu
organisasi "Masyarakat Sekolah" yang mempunyai komitmen dan
loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas peserta didik.
Adapun fungsinya sebagai forum resmi yang bersifat:
1) Mewadahi dan meningkatkan partisipasi para stakeholders
pendidikan pada tingkat sekolah untuk turut serta memutuskan,
menetapkan, melaksanakan dan memonitoring pelaksanaan
kebijakan sekolah dan pertanggungjawaban yang terfokus pada
22
2) Mewadahi partisipasi para stakeholders turut serta dalam
manajemen sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya,
berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
program sekolah secara proporsional;
3) Mewadahi partisipan baik individu maupun kelompok sukarela
(Pemerhati atau pakar pendidikan) yang peduli kepada kualitas
pendidikan secara proporsional dan profesional selaras dengan
kebutuhan sekolah;
4) Menjembatani dan turut serta memasyarakatkan kebijakan sekolah
kepada pihak-pihak yang mempunyai keterkaitan dan kewenangan
di tingkat daerah.
Namun betapa bagusnya suatu program atau konsep akan sangat
terietak pada kemampuan manajerial dari kepala sekolah dalam
memberdayakan konsep ini untuik itulah seorang Kepala sekolah
memeriukan strategi dalam pelaksanaan MBS yang secara inklusif Dewan
sekolah terkait di dalamnya.
Perilaku kepemimpinan Kepala sekolah dalam melaksanakan tugas sehari hari di sekolah sangatlah kompleks mulai dari pengelolaan
23
kepemimpinan secara nasional yang bersifat penyambung lidah kepada bawahannya, hal itu nampak pada rapat-rapat dinas di sekolah. Rapat Dinas bukan rahasia umum lagi isinya hanya menyampaikan julak dan
juknis, tidak adanya demikrasi serta menilai kontra produktif kepada
bawahan yang bersifat kritis. Fakry Gaffar (1985 : 3-4) mengemukakan
bahwa kepemimpinan pendidikan, dapat dilihat dari ciri perilaku khas
dalam fenomena kepemimpinan, yaitu : (1) Paternalist, (2) Kepatuhan
semu, (3) Kemandirian lemah, (4) Konsensus, dan (5) evasive (selalu
dihindarkan). Implikasinya terhadap organisasi sekolah, persepsi, sikap
dan perilaku anggota tampak tidak sesuai dengan tuntutan organisasi
pendidikan, yang mengarah kepada nuansa dan wacana pendidikan
hakiki. Lazaruth (1987:60) menyatakan ada dua alasan penting dari
perana Kepala sekolah, yakni : (1) berkewajiban memelihara kerjasama
yang erat dengan guru, personil lain, siswa dan orang tua, (2) mempunyai
pengaruh yang langsung terhadap program pengajaran, rencana, dan
pelaksanaan pendidikan.
Dalam rangka Implementasi Dewan Sekolah, periu dibuat satu
analisis SWOT ( Strenght, Weakness, Opportunity, Threats). Dalam analisa ini akan diidentifikasi faktor-faktor intern dan faktor ektern.
Faktor-faktor intern terdiri dari Kekuatan dan kelemahan kinerja manajemen yang
24
Faktor ekstern terdiri dari kesempatan/peluang dan ancaman
dapat dinalisis dengan mencermati gejala yang ada di luar lembaga.
Untuk menganalisis masalah ini dapat dibantu oleh berbagai komponen
yang ada di luar sistem yang jadi penunjang penyelenggaraan pendidikan
seperti, komitmen stakeholders, kondisi sosial ekonomi dan apresiasi
masyarakat, potensi sumber daya alam daerah setempat. Uraian diatas
Gam bar. 3
Paradigma Penelitian
DinasP
-Undang-undang no 22
Tahun 1999
-Undang-undang No 25
Tahun 2000
-Kepmen No 044
89
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian yang diiakukan penulis melibatkan 840 Sekolah Dasar
Negeri yang tersebar di 24 Kecamatan seluruh wilayah Kabupaien
Majalengka. Penulis menginginkan data yang di dapat langsung dari
sumber data melalui wawancara dan observasi ke tempat yang dituju,
metode penelitian yang penulis anggap cocok dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif , mengingat beberapa pertimbangan seperti dikemukan
Supriadi (1998): (1) Peneliti berusaha memahami dunia subyek penelitian
berdasarkan pemahaman subyek yang diteliti, bukan berdasarkan
perspektif peneliti, sebagai orang luar (2) Bangunan paradigma ilmu
pendidikan di Indonesia belum mantap dan dasar kesejarahannya belum
kokoh, (3) Lebih memperkaya wawasan dan pemahaman secara
mendalam tentang relung-relung dunia pendidikan; (4) Pemahaman
tentang realitas sosial psikologis pendidikan yang hampir secara alamiah,
apa adanya, induktif, grounded, sangat dibutuhkan untuk mensiasati
berbagai masalah pendidikan; (5) Diharapkan mampu menawarkan
alternatif-alternatif pemecahan yang lebih membumi dan mendasar;
(6) Secara komplementer, hasil penelitian kualitatif yang diiakukan dengan
benar dan tepat dapat memberikan penjelasan mendalam terhadap hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian yang menggunakan teknik
90
Bogdan CR dan Biklen CK (1982 : 29) mengemukakan lima
karakteristik penelitian kualitatif, sebagai berikut :
1. Qualitative research has the natural setting as the direct source
of data and the researchers is the key instument
2. Qualitative research is descriptive.
3. Qualitative researchers are concerned with process rather than simply with outcomes or product.
4. Qualitative researchers tend to analyze their data inductively.
5. Meaning is of essential concern to the qualitative approach.
Pernyataan di atas dijelaskan bahwa penelitian kualitatif punya
makna sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai instrumen utama langsung mendatangi sumber data.
2. Data yang dikumpulkan cenderung berbentuk kata-kata dari pada
angka-angka,
3. Peneliti lebih menekankan pada proses , bukan semata-mata pada
hasil.
4. Peneliti melakukan analisis induktif cenderung mengungkapkan
makna dari keadaan yang diamati.
5. Kedekatan peneliti (dengan responden) sangat penting dalam
penelitian.
Lexy J.Meleong (1998:4) mencoba mampadukan pendapat Bogdan
dan Biklen yang mengajukan lima ciri penelitian kualitatif dengan
pendapat Lincoin dan Guba yang mengajukan sepuluh ciri penelitian
kualitatif menjadi : 1) Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar
alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. 2) Dalam penelitian
91
instrumen, sehingga setiap saat bisa menyesuaikan terhadap
kenyataan-kenyataan lapangan. 3) Penelitian kualitatif menggunakan metode
kualitatif, dengan beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah bila berhadapan dengan kenyataan lain:
kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan peneliti
dengan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri. 4) Penelitian ini menggunakan analisis data secara
induktif, karena induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan
ganda sebagai yang terdapat dalam data, dapat membuat hubungan lebih
eksplisit dan akuntabel, serta dapat menguraikan latar belakang secara
penuh, dapat menemukan pengaruh bersama dan dapat
memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian struktur
analitik. 5) Penelitian ini lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan
teori substantif yang berasal dari data, karena tidak ada teori a priori yang
mencakup kenyataan ganda, mempercayai apa yang dilihat secara netral
dan teori dasar lebih rensponsif terhadap nilai-nilai kontekstual. 6) Data
yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka sehingga
menghasilkan analisisnya berupa uraian. 7) Penelitian ini lebih
mementingkan proses dari pada hasil. 8) Dengan penelitian kuantitatif
menghendaki ditetapkannya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang
menjadi masalah penelitian. 9) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan
data, penelitian ini mendefinisikan validitas, reabilitas, dan obyektifitas
92
menyesuaikan dengan kenyataan lapangan, desainnya tidak ketat dan
tidak kaku dan lapangan senantiasa berpengaruh terhadap pola penelitian
ini. 11) Hasil penelitian atau rumusan-rumusan hasil penelitian selalu
dibicarakan dengan responden untuk mendapatkan kesepakatan.
Dalam penelitan kualitatif ini tidak sekedar tehnik pengumpulan
data, tetapi merupakan cara pendekatan terhadap dunia empiris. Taylor
dan Bogdan (Meleong, 1998:5) mengemukakan bahwa : " Pendekatan
kualitatif merujuk kepada pengertian yang luas terhadap penelitian yang
menghasilkan data deskriptif, yang berupa kata-kata dan perilaku orang
yang dapat diobservasi dari lisan maupun tulisan".
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Pemberdayaan (empower) merupakan upaya untuk meningkatkan
program atau lembaga yang sudah berjalan dengan cara memberikan
sentuhan managerial agar lebih berdaya guna dan berhasil guna,
sehingga pencapaian nilai dari sekedar cukup menjadi baik dan peranan serta fungsi dari program / lembaga itu lebih luas atau lebih maksimal.
Dewan Sekolah adalah suatu lembaga non politis dan non profit dibentuk
berdasarkan musyawah secara demokratik oleh stakeholders di tingkat sekolah sebagai representasi dari berbagai unsur yang bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas proses dan hasil pendidikan
Kualiatas pendidikan : Meningkatnya hasil dari proses pembelajaran dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran,
93
Stake-holders ; Para pelaku yang teriibat paling tidak mereka itu
berkepentingan dengan pendidikan baik secara langsung (pembuat,
pelaksana, penyerta/penerima keputusan) maupun secara tidak langsung
(terimbas dan terkena akibatnya yang menguntungkan atau sebaliknya).
Variabel adalah Objek penelitian atau apa yang menjadi tttik perhatian
suatu penelitian (fokus telaahan). Suharsini Arikunto, (1997:99)
Adapun yang menjadi fokus telaahan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana kondisi kemampuan stakeholders di lingkungan
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka
ditinjau dari kekuatan, Kelemahan, tantangan dan peluang.
b. Bagaimana strategi untuk memberdayakan Dewan Sekolah di
Sekolah Dasar Negeri ?
c. Bagaimana Peranan Dewan Sekolah dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan ?
C. Tehnik Pengumpulan Data.
Pengumpulan data dengan menggunakan tehnik sampling,
Observasi, dan wawancara yang dilengkapi dengan daftar pertanyaan
yang dapat menjaring data dan informssi mengenai Pemberdayaan
Dewan Sekolah yang diiakukan stakeholders dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Sekolah Dasar Negeri se-Kabupaten Majalengka.
1. Wawancara
Wawancara diiakukan dengan menggunakan pedoman wawancara
94
pengumpulan data. Pedoman ini dibuat dan dirumuskan dalam bentuk
terbuka. Dengan wawancara ini maka akan diperoleh data tentang
bagaimana kondisi kemampuan stakeholders dalam
rnengimplementasikan Dewan Sekolah untuk meningkatkan pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri se Kabupaten Majalengka ditinjau dari segi :
kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, bagaimana strategi untuk
memberdayakan Dewan Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Se-Kabupaten
Majalengka, bagaimana peranan Dewan Sekolah Dalam meningkatkan
mutu pendidikan. Pedoman yang disusun sangat diperlukan dalam proses
berjaiannya wawancara, sehingga wawancara tetap berada dalam
konteks permasalahan yang sedang diteliti. Pelaksanaan wawancara
dilaksanakan secara terstmktur maupun tak terstruktur.
2. Observasi
Tehnik observasi digunakan untuk meiengkapi data dan informasi
yang diperoleh melalui wawancara. Selain itu dengan observasi
dimaksudkan untuk melakukan rechek atau trlangguiasi. Dengan
observasi ini diiakukan pengamatan langsung berbagai kegiatan yang
diiakukan stakeholders dalam memberdayakan Dewan Sekolah sebagai
mitra sejajar untuk meningkatkan pelayanan kegiatan pendidikan. dan
selanjutnya akan diulang kembali pada tahun berikutnya. Observasi awal
akan digunakan dalam rangka meiengkapi bahan-bahan wawancara dan
95
3 Studi Dokumentasi
Untuk meiengkapi data dan informasi yang diperoleh dari dua
teknik terdahulu, digunakan teknik studi dokumentasi, yaitu dengan
mempelajari berbagai dokumen yang berhubungan dengan proses
pemberdayaan peran dan fungsi Dewan Sekolah yang diiakukan
stakeholders dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dengan teknik ini
diharapkan diperoleh data-data tertulis, baik berupa dokumen, foto-foto,
rekaman pernbicaraan selama rapat-rapat, notula rapat dan lain
sebagai nya.
D. Subyek Penelitian
Subyek atau responden utama dalam penelitian ini adalah
stakeholders Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Majalengka. Untuk
mendukung dicapainya data primer tersebut, maka informasi dilacak pada pihak-pihak terkait ( Stake-holders) seperti . Kepala Dinas P dan K,
Kepala Sekolah, guru, Ketua Dewan sekolah , Tokoh masyarakat, dan orang tua murid. Penentuan subyek penelitian atau responden dalam
penelitian kualitatif ini seperti yang dikemukakan Moleong (1998 : 165)"... pada penelitian kualitatif tidak ada sampe! acak, tetapi sampe! bertujuan
(purpusive sampling)", atau disebut juga judgemental sampling yaitu
(Nasution, 1992 : 132) dengan mengambil orang-orang terpilih betul oleh
peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel yang relevan dengan penelitian. Peneliti akan berusaha agar sampel itu terdapat
96
populasi sehingga dapat dianggap cukup representatif. Penentuan
personil sampel didasarkan atas pertimbangan atau judgement peneliti.
Ciri-ciri purposive sampel menurut Moleong (1998 : 165)
yaitu : pertama, sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik lebih dahulu.
Kedua, pemilihan sampel secara bemrutan untuk memperoleh informasi
yang telah diperoleh lebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau
ada kesenjangan informasi. Ketiga, penyesuaian berkelanjutan dari
sampel.
Pada awalnya sampel dianggap sama, kemudian informasi
mengembang ternyata makin meluas, sehingga sampel dipilih
berdasarkan fokus kajian. Keempat, pemilihan dan penarikan sampel
akan berakhir jika sudah mulai terjadi pengulangan informasi atau sudah
terjadi ketuntasan atau kejenuhan dan tidak diperoleh tambahan informasi
yang berarti. Jumlah responden tidak ditentukan sebelumnya, tetapi yang
peneliti anggap penting adalah asumsi bahwa konteks lebih penting dari
jumlah. Besamya sampel tergantung pada perolehan informasi yang
diberikan responden. Sehingga keterangan dari sumber informasi akan
memberikan data dan informasi yang diperlukan untuk penelitian.
Penelitian ini difokuskan pada kajian mengenai Pemberdayaan
Dewan Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar.
Oleh karena penelitian ini menyangkut semua Sekolah Dasar di seluruh
wilayah Kabupaten Majalengka sebagai subjek penelitian, maka
pengambilan subjek bukan didasarkan atas strata, random atau
tetapi didasarkan karena adanya tujuan tertentu. Tehnik ini bias,
diiakukan karena beberapa pertimbangan, yakni waktu, tenaga dan dana
sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Namun
demikian walaupun cara ini diperbolehkan tetapi harus ada syarat-syarat
yang harus dipenuhi. Adapun syarat-syarat sampel ini dijelaskan oleh
Suharsini Arikunto, (1998 : 128) sebagai berikut:
a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat
atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.
b. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan
subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (keys subjects)
c. Penentuan karakteristik populasi diiakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan.
TabeM Sumber Data N Wilayah 0 Sumber Data Sekolah Stakeholders 1 Daerah Kota
(Kecamatan
Majalengka)
1. SDN Majalengka 4 2. SDN Majalengka 7 3. SDN 2 Sindangkasih
1. Ket Dewan sekolah
2. Kep.Sek
3. Tokoh Masyarakat 4. Orang tua
5. Kacadin
2 Daerah Tengah (Kecamatan Sukahaji)
1.SDN I Sukahaji
2. SDN Padahanten
3. SDN Cikoneng
1. Ket. Dewan sekolah
2. Kep.Sek
3. Tokoh Masyarakat 4. Orang tua
5. Kacadin
3 Daerah Pinggir (Kecamatan Jatitujuh}
1. SDN I Jatitujuh
2. SDN 2 Jatitengah
3. SDN 1 Panongan
1. Ket Dewan sekolah
2. Kep.Sek
3. Tokoh Masyarakat
4. Orang tua
98
E. Analisis Data Penelitian
Data dan informasi yang telah diperoleh peneliti akan dianalisis dan
diinterpretasikan secara terus menerus mulai awal penelitian sampai
berakhir penelitian. Analisis dan interpretasi data merujuk kepada
landasan teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteiiti.
Prosedur analisis data atas dasar tiga tahapan sesuai dengan yang
disarankan Nasution (1998), yakni pertama, reduksi data diiakukan
dengan menelaah kembali keselumhan catatan dan rekaman lapangan
yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan studi dokumenter.
Kedua, display data yaitu dengan tema dan polanya.
Pola yang nampak akan ditarik suatu kesimpulan sehingga data
dan informasi yang dikumpulkan akan bermakna. Ketiga, mengambil
kesimpulan dan verifikasi atas rangkuman data dan informasi yang
nampak dalam display sehingga bermakna. Karena kesimpulan awal
biasanya tentatif, maka agar kesimpulan semakin mantap, periu diiakukan
verifikasi selama penelitian beriangsung dan kesimpulan akan lebih
grounded.
1 .Validasi Temuan Penelitian;
Menurut Nasution (1998 : 114-124) dan Moleong (1998 : 173)
bahwa untuk menetapkan keabsahan (thruthworthiness) diperlukan teknik
pemeriksaan atau pengujian dan bahwa tingkat kepercayaan hasil
penelitian kualitatif ditentukan oleh kriteria-kriteria : (a) kredibilitas atau
99
(validitas ekstemal), (c) dependabilitas atau kebergantungan (reabilitas)
dan (d) konfirmabilitas atau kepastian (objektifitas);
1. Kredibilitas
Kredibilitas atau derajat kepercayaan merupakan salah satu ukuran
tentang kebenaran data yang dikumpulkan, dalam penelitian ini
bermaksud untuk menggambarkan kecocokan konsep penelitian dengan
konsep yang ada pada responden. Untuk mencapai hal tersebut dalam
penelitian ini diiakukan antara lain :
a. Triangulasi, yakni mengecek kebenaran data dengan membandingkan
dengan data dari sumber lain.
b. Penggunaan bahan referensi digunakan untuk menggambarkan
berbagai informasi yang didapat dari lapangan dalam kaitan ini penulis
memanfaatkan kegunaan tape recorder untuk merekam hasil
wawancara.
c. Mengadakan member check, setiap akhir wawancara atau
pembahasan suatu topik diusahakan untuk menyimpulkan secara
bersama, sehingga perbedaan persepsi dalam suatu masalah dapat
dihindarkan juga diiakukan konfirmasi dengan nara sumber terhadap
laporan hasil wawancara, sehingga apabila ada kekeliruan dapat
diperbaiki atau bila ada kekurangan ditambah dengan informasi baru.
dengan demikian data yang diperoleh sesuai dengan yang dimaksud
100
2. Transferabilitas
Transferabilitas atau keteralihan adalah merupakan validitas
eksternal hasil penelitian adalah hingga sejauh manakah hasil penelitian
ini dapat diterapkan atau diaplikasikan dalam konteks atau situasi lain.
Tranferabilitas hasil penelitian baru ada, jika pemakai melihat dari situasi
yang identik dan memiliki keserasian antara hasil penelitian dengan
permasalahan di tempatnya. Meskipun diakui bahwa tidak ada situasi
yVng sama pada tempat dan kondisi yang lain. Transferabilitas merupakan
suatu kemungkinan, sehingga peneliti tidak memiliki keyakinan akan dapat
menjamin validitas eksternal ini (Nasution, 1988).
3. Dependabilitas
Dependabilitas atau ketergantungan adalah satu kriteria kebenaran
dan penelitian kualitatif yang pengertiannya sejajar dengan reliabilitas
dalam penelitian kuantitatif, yakni mengupas tentang konsistensi hasil
penelitian. Konsep ketergantungan lebih luas dari pada reliabilitas karena
oleh peninjauannya lebih dari segi konsep itu memperhitungkan
segala-galanya yang ada pada reabilitas itu sendiri (Meleong, 1988 : 174).
4. Konfirmabilitas
Agar kebenaran dan objektivitas hasil penelitian dapat
dipertanggungjawabkan diiakukan dengan cara audit trail yakni dengan
melakukan pemeriksaan ulang sekaligus diiakukan konfirmasi untuk
meyakinkan bahwa hal-hal yang dilaporkan dapat dipercaya dan sesuai
101
a. Data mentah yang diperoleh melalui wawancara, observasi maupun
studi dokumentasi direkapitulasi dalam laporan lapangan yang lengkap
dan cermat.
b. Data mentah disusun dalam hasil analisis dengan cara menyeleksi
kemudian merangkum atau menyusunnya kembali dalam bentuk
deskripsi yang lebih sistematis.
c. Membuat hasil sintesis data berupa kesesuaian tema dengan tujuan
penelitian, penafsiran dan kesimpulan.
d. Melaporkan seluruh proses penelitian sejak pra survey dan
penyusunan desain pengolahan data, hingga penulisan laporan akhir.
Dalam pemeriksaan keabsahan data, peneliti akan mempedomani
juga kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data yang diajukan
Meleong, yaitu untuk kriteria kredibilitas akan digunakan teknik
pemeriksaaan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan,
trianggulasi, pengecekan sejawat, kecukupan referensial, kajian kasus
negatif dan pengecekan anggota. Sedangkan untuk keterangan
digunakan urian rinci. Untuk kriteria kerbengantungan akan digunakan
160
BABV
KESIMPULAN , IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
Dalam Bab terakhir ini, disajikan kesimpulan yang merupakan
intisari dari keseluruhan pelaksanaan penelitian yang sekaligus
merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.
Untuk mensikapi munculnya berbagai permasalahan yang muncul selama
penelitian ini beriangsung, maka dalam bab ini dirumuskan beberapa
saran yang diharapkan merupakan solusi pemecahan atas permasalahan
yang dihadapi di lapangan.
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan Umum
Dewan sekolah merupakan altematif pengelolaan sekolah dengan
melibatkan seluruh komponen yang ada di masyarakat yang diharapkan
mampu mendorong terwujudnya pendidikan yang bermutu. Konsep
Dewan sekolah merupakan konsep yang diadopsi dari pendidikan di luar
negeri yang disebut School Board (Amerika) di Australia disebut School
Council. Dalam batas operasional Dewan Sekolah ini dapat diartikan
sebagai model atau sosok wadah yang bertujuan mewadahi dan
menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan
kebijakan dan program pemerintah, meningkatkan tanggungjawab dan
peran aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam menyelenggarakan
161
dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang
bermutu.
Konsep Dewan Sekolah dalam prakteknya akan menggambarkan
sifat-sifat otonomi penyelenggaraan pendidikan serta pencapaian tujuan
pendidikan melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi ,
demokratisasi pendidikan dan peranserta masyarakat yang lebih optimal.
Dewan Sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Manajemen
Berbasis Sekolah.
Dewan Sekolah dapat terdiri dari satu sekolah, atau beberapa
sekolah pada jenjang yang sama, atau beberapa sekolah yang berbeda
jenjang tetapi berada pada lokasi yang berdekatan, atau sekolah-sekolah
yang dikelola oleh suatu penyelenggara pendidikan atau karena
pertimbangan lainnya. Dewan sekolah bersifat mandiri tidak mempunyai
hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan.
2. Kesimpulan Khusus
Merujuk pada deskripsi data yang disajikan dalam bab IV, berikut
ini disajikan kesimpulam khusus :
a. Analisis Kondisi Kemampuan Stakeholders dalam Implementasi
Dewan Sekolah di SD Negeri ditinjau dari kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan
1) Kekuatan
Beberapa kondisi yang dapat memberikan kekuatan terhadap
162
diidentifikasi ke dalam lima kondisi. Pertama, dirumuskannya
Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerindah Daerah, Peraturan
pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Kabupaten sebagai daerah otonom, Peraturan Daerah
Kabupaten Majalengka nomor 29 tahun 2000 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan sekretariat DPRD
Kabupaten Majalengka dan Keputusan Bupati Majalengka Nomor 06
tahun 2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Majalengka. Dengan demikian, maka secara
yuridis formal perubahan paradigma dalam dunia pendidikan mendapat
dukungan yuridis formal yang merupakan suatu kekuatan untuk
melaksanakan program MBS. Dengan dukungan politik dari pemerintah
serta keinginan masyarakat yang mencintai pendidikan, maka program
School Based Manajemen (SBM) dengan Dewan Sekolah di Kabupaten
Majalengka mendapat sambutan positif dari insan pendidikan, tokoh
masyarakat, tokoh politik, birokrat serta orang tua. Kedua, sosialisasi
Dewan Sekolah, yang diakukan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa
Barat dilanjutkan sosialisasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Majalengka kepada para Kepala Sekolah, Kepala Cabang
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta guru dan para pengurus Dewan
Sekolah (ketua dan Bendahara) dari masing-masing satuan Pendidikan,
Ketiga, adanya dukungan dari masyarakat terhadap penyelenggaraan
163
untuk senantiasa berusaha meningkatkan mutu pelayanan Proses
Belajar Mengajar (PBM). Keempat, Adanya batuan dari Bank Dunia untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia melalui Proyek Peningkatan
Mutu Pendikan Dasar (BEP) yang pada intinya merupakan dukungan
yang berarti terhadap pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah.
2) Kelemahan
Belum meratanya kemampuan manajerial dari Dewan Sekolah
dalam pengelolaan sekolah merupakan salah satu kelemahan yang ada
dari Implementasi Dewan Sekolah. Kedua. belum meratanya daya
dukung dan partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan yang disebabkan beberapa faktor misalnya status sosial
ekonomi masyarakat , masih rendahnya apresiasi masyarakat terhadap
pendidikan, kurang informasi tentang pendidikan, masih terbiasa dengan
pola pikir yang lama. Kondisi seperti ini akan mengahambat terhadap
keberadaan Dewan Sekolah.
3) Peluang
Pertama, Adanya keinginan baik (political will) dari pemerintah
untuk mengimplementasikan MBS serta adanya kesungguhan dari Dinas
Propinsi Jawa Barat dengan membentuk Tim Pokja MBS dengan terbitnya
buku panduan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, hal ini
memudahkan dan melancarkan terhadap keinginan adanya perubahan
164
Majalengka kesungguhan Bupati untuk mensukseskan program ini
dituangkan dalam bentuk Keputusan Bupati Majalengka tentang
pembentukan Dewan Sekolah di sekolah Dalam Binaan Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten Majalengka. Kedua, adanya jalinan
kerjasama dengan para pengusaha yang ada di lingkungan sekolah
dengan skala berpariatif. Kondisi tersebut dapat dijadikan peluang oleh
sekolah untuk menggali dana dengan merumuskan dan menawarkan
program-program ke pihak pengusaha. Ketiga, adanya Struktur Organisasi
dan Tata Kerja (SOTK) yang jelas mengenai kedudukan Dewan Sekolah
yang sudah lengkap dengan tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi)
sehingga dalam pelaksanaan sudah tidak ada keraguan dan kekakuan,
dengan demikian upaya-upaya ke arah peningkatan mutu pendidikan
sebagaimana dikehendaki dalam Manajemen Berbasis Sekolah dapat
dicapai secara optimal.
4) Tantangan
Kondisi-kondisi yang merupakan tantangan dalam Implementasi
Dewan sekolah pada sekolah Dasar di Kabupaten Majalengka dapat diidentifikasi menjadi tiga kondisi. Pertama, peralihan kewenangan penuh kepada kepala sekolah dalam mengelola pendidikan di sekolah yang
dipimpinnya (desentralisasi) sehingga masing-masing sekolah dapat menonjolkan kemampuannya secara kompetitif dalam mengejar mutu pendidikan, hal ini merupakan tantangan dari para praktisi pendidikan
Kedua, Pendidikan Dasar dikatakan sebagai kunci keberhasila
merupakan fondasi untuk menempuh jenjang pendidikan y
selanjutnya. Ketiga,
masyarakat cenderung memilih pendidikan yang
lebih baik, sehingga hal ini menantang institusi pendidikan untuk lebih
meningkatkan
daya
tarik dengan
cara
meningkatkan
pelayanan,
meningkatkan kinerja dan dapat memberikan jaminan mutu (quality
assurance)
kepada
masyarakat
secara trarrfaran
dan dapat
diperianggungjawabkan kepada publik.
b. Strategi Pemberdayaan Dewan Sekolah di Sekolah Dasar Negeri
dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan.
1) Pemahaman tentang
Dewan Sekolah berada dalam kondisi sebagai
berikut:
(a) Semua Kepala sekolah, Guru, Pengurus Dewan Sekolah, Orang
tua, Tokoh Masyarakat diberikan pemahaman tentang Dewan sekolah.melalui sosialisasi.
(b) Semua sekolah diberikan pemahaman mengenai pentingnya
sekolah memiliki visi dan misi sekolah.
(c) Semua Pengurus Dewan Sekolah diberikan pemahaman mengenai tugas dan fungsinya serta wewenang dan tanggung
jawabnya.
2) Pembentukan Dewan sekolah di sekolah Dasar Negeri di Kabupaten
166
(a) Semua Sekolah sudah memiliki kepengurusan Dewan
Sekolah. Keanggotaa