PENELUSURAN PENYEBAB RENDAHNYA TINGKAT MELANJUTKAN DARI SD KE SLTP DAN IMPLIKASINYA BAGI PEMANTAPAN
RENCANA PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR SLTP DI KABUPATEN BOGOR
T E S I S
Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
Untuk Menempuh Sebagian Dari Syarat
Program Pasca Sarjana
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
0 1 e h : Manap Somantri Nomor Pokok : 9032197
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G
DISETUJUI DAN DISAHKAN TIM PEMBIMBING
UNTUK UJIAN TAHAP I
PROF. DR. ACHMAD SANUSI. SH. MPA Pembimbing I
PROGRAM FASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
B A N D U N G
DISETUJUI DAN DISAHKAN PENGUJI UNTUK UJIAN TAHAP I
. MOHAMMAD FAKftY GAFFAR, M.Ed Penguj_i__I
PROGRAM FASCA SARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
B A N D U N G
Demi masa, sesungguhnya manusia itu
da lam kerugian, kecuali mereka yang
beriman dan melakukan amal shaleh, dan wasiat-mewasiati dengan kebe-naran, dan wasiat-mewasiati dengan kesabaran (hati yang tequh).
(Q.S. / Al-'Ashar 1-3)
Waktu Bagi Orang Berakal :
Orang yang berakal seharusnyalah memiliki empat waktu :
1. Waktu bermunaiat kepada Robbnya,
2. Waktu untuk mengintrospeksi diri,
3. Waktu untuk memikirkan ciptaan Allah,
4. Waktu untuk memenuhi kebutuhan Jasmani dari makan dan minum.
( HR.Ibnu Hibban )
Untuk yang tercinta
.-Anakku Maulana Fajar Somantri dan Imam Muttaqien Ridwan,
istriku St. Sa'adah Ridwan,
pelabuhan hati dan rasa da lam
DAFTTAR I S I
Halaman
KATA PENGANTAR j
PENGHARGAAN DAN PERIMA KASIH iv
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
1. Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Masalahnya 1
2. Pendidikan dan Pembangunan 6
3. Studi tentang penelusuran penyebab ren
dahnya angka melanjutkan SD ke SLTP 11 4. Perencanaan dan Manajemen Pendidikan 12
B. Permasalahan 15
1. Identifikasi Masalah 15
2. Rumusan Masalah 18
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 22
1. Tujuan Penelitian 22
2. Manfaat Penelitian 24
D. Kerangka Pemikiran 25
E. Sistematika Penuliaan Laporan • 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 31
A. Konsep Dasar Perencanaan Pendidikan 32
1. Arti perencanaan pendidikan 32
2. Urgensi perencanaan pendidikan 36 3. Pendekatan dalam perencanaan pendidikan 38
4. Tipe-tipe perencanaan pendidikan 40 5. Tahap-tahap perencanaan pendidikan 42
B. Kajian Tentang Pendidikan Dasar 47
1. Pengertian dan tujuan 47
2. Wajib belajar pendidikan dasar 50
3. Perintisan wajib belajar SLTP 52 C. Aspek Sosial-ekonomi Dalam Pendidikan 57
1. Pemdidikan sebagai pranata sosial 59
2. Pendidikan dan kehidupan ekonomi 61
D*. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
ke-lanjutan pendidikan anak 63
E. Pendekatan Perencanaan Mikro Sebagai Suatu
Alternatif Gerakan Wajib Belajar SLTP 69
1. Pemetaan sekolah 70
2. Faktor yang mempengaruhi perencanaan
mikro 73
3. Pendekatan sistem dalam pemetaan sekolah 74
F. Beberapa Temuan Empirik Mengenai Dropout
dan Discontinuing Dalam Pendidikan 75
G. Ikhtisar Studi Kepustakaan dan Kaitannya
Dengan Masalah Penelitian' 93
BAB III METODE PENELITIAN 100
A. Pendekatan Terhadap. Masalah 100
1. Studi Deskriptif-analitik 100
2. Studi Kasus-kualitatif 102
B. Subjek Penelitian 103
1. Populasi dan sampel penelitian 104
2. Data yang diperlukan 107
C. Pengumpulan Data 109
1. Teknik pengumpulan data : 109
2. Inst rumen pengumpul data • — HO
D. Tahap-tahap Penelitian HI
1. Tahap Persiapan HI
2. Tahap Orientasi 113
3. Tahap Pelaksanaan 114
4. Tahap Penyusunan laporan 116
E. Validitas Penelitian" 116
F. Pedoman Penafsiran dan Analisis Data 118
BAB IV HASIL PENELITIAN 123
A. Penelusuran Terhadap vLulusan SD/MI Tahun
91/92 di Kebupaten Bogor 124
1. Jumlah Lulusan SD/MI Tahun 91/92 dan
Persebarannya di Kabupaten Bogor 124
2. Angka Melanjutkan Tahun 1992 di Kabu
paten Bogor 127
3. Perbedaan karakteristik antar wilayah
kecamatan di Kabupaten Bogor 137
B. Indikator Pendidikan di Kecamatan Ci
leungsi 143
1. Perbandingan Jumlah Lulusan SD/MI Ta hun 91/92 Dengan Daya Tampunq Kelas I
SLTP Tahun 92/93 di Kecamatan Ci
leungsi 2.43
2. Kapasitas SLTP yang dibutuhkan
diban-dingkan dengan jumlah lulusan 147 3. Luas daerah jangkauan SLTP dilihat
dari segi besarnya sekolah, luas wi
layah, kondisi geografis, dan sarana
transportasinya. 148
4. Gambaran umum biaya pendidikan pada
SLTP di wilayah Kecamatan Cileungsi — 149
C. Penyebab Sebagian Lulusan SD/MI Tahun 91/
92 Tidak Melanjutkan ke SLTP 153
1. Pendapat guru atau kepala SD/MI vanq
kebanyakan lulusan sekolahnva tidak
melanjutkan ke SLTP 154
2. Perbedaan karakteristik wilayah dan pengaruhnya terhadap pendapat guru/ kepala SD mengenai rendahnya anqka me
lanjutkan ke SLTP 159
3. Ungkapan lulusan SD/MI yanq tidak me
lanjutkan ke SLTP 161
4. Perbedaan karakteristik wilayah dan
pengaruhnya terhadap harapan anak-anak
yang tidak melanjutkan dan pendapatnya
mengenai alasan tidak melanjutkan 167
5. Ungkapan orang tua lulusan SD/MI yang
tidak melanjutkan ke SLTP 168
6. Perbedaan karakteristik wilayah dan pengaruhnya terhadap pendapat orang
tua lulusan SD/MI yancr tidak
melaniut-kan ke SLTP 172
7. Pendapat tokoh pendidikan dan tokoh
masyarakat di wilayah Kecamatan Ci
leungsi mengenai banyaknya lulusan
SD/MI yang tidak melanjutkan ke SLTP 173
8. Pernyataan pihak industri dalam kait-annya dengan perekrutan dan penghai— gaan terhadap tenaga kerja yanq bei—
ijazah SD/MI 1 179
9. Pendapat para pengambil keputusan/ke-bijakan pada tingkat Kabupaten Bogor
mengenai angka melanjutkan dan upaya
untuk mensukseskan pelaksanaan wa iar
SLTP 1— i82
BAB V POKOK-POKOK TEMUAN,PEMBAHASAN DAN IMPLIKASI
HASIL PENELITIAN 187
A. Pokok-pokok temuan penelitian 187 B. Pembahasan temuan penelitian 197 C. Implikasi temuan penelitian 210 1. Pembangunan unit gedung baru 210 2. Tambahan ruang kelas baru 211
3. SMP Terbuka 212
4. Pengembangan Madrasah Tsanawiyah 213
5. Pengembangan Pondok Pesantren 213
6. Kejar Paket B. 214
7. Beberapa Pendekatan Baru Dalam
Penun-tasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar
9 tahwi 215
8. Beberapa hal yang mendukung perlunya
strategi baru dalam upaya menuntaskan
program wajar pendidikan dasar 227
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 240
A. K e s i m p u l a n 240
B. R e k o m e n d a s i 246
KEPUSTAKAAN 253
LAMPIRAN :
1. Riwayat Hidup 257
2. Kisi-kisi pengumpulan data 261
3. Peta RUTR Daerah Kabupaten Bogor 265
4. Peta RUTR Daerah Kecamatan Cileungsi 266
5. Peta SD, SLTP, dan Arus Siswa SLTP di Kecamat
an Cileungsi 267
6. Peta lokasi dan Arus Siswa SLTP di Kabupaten
Bogor 268
7. Surat-surat Bukti Penelitian 269
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1-1 Prosentase Angka Transisi SD ke SLTP
Tahun 1987/1988 - 1990/1991 di Jawa
Barat 2^
Tabel 2-1 Prosentase Sebab-sebab Putus Sekolah
Menurut Orang Tua, Guru, dan Murid. 86
Tabel 2-2 Prosentase Alasan Tinggal Kelas 87
Tabel 3-1 Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Data
Dalam Penelitian Kualitatif 117
Tabel 4-1 Jumlah Lulusan SD dan Ml Tiap Keca
matan di Kabupaten Bogor 125
Tabel 4-2 Prosentase Pernyataan Orang Tua Yanq
Akan Mendaftarkan Anaknya ke SLTP Pada
Tahun 1992/1193 di Kabupaten Bogor — 127
Tabel 4-3 Lokasi Sekolah Yang Dipilih Orang Tua Murid Untuk Pendidikan Lanjutan
Anak-anak Mereka 129
Tabel 4-4 Lulusan SD/MI Tahun 91/92 Yang Akan Mendaftar/Me Ianjutkan ke SLTP atau Yang Sederajat Tiap Kecamatan di Kabu
paten Bogor Tahun 1992/1993 130
Tabel 4-5 Jumlah Siswa Yang Dapat Diterima Me lanjutkan ke SLTP atau Yang Sederajat
Pada Tahun Ajaran 1992/1993 di Kabu
paten Bogor 132
Tabel 4-6 Angka Melanjutkan Dari SD/MI ke SLTP
Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor
Tahun 1992/1993 134
Tabel 4-7 Lulusan SD/MI Yang Tidak Melanjutkan ke SLTP Tiap Kecamatan di Kabupaten
Bogor Tahun 1992/1993 136
Tabel 4-8 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor
(Data Tahun 1990) . 139
Tabel 4-9 Jumlah Lulusan SD/MI Tahun 1991/1992
Dan Jumlah Yang Melanjutkan/Tidak me lanjutkan ke SLTP Tahun 1992/1992 di
Kecamatan Cileungsi 144
Tabel 4-10 Daya Tampung dan Daya Serap Kelas 1
SLTP Terhadap Lulusan SD/MI Tahun
1992/1993 di Kecamatan Cileungsi 145 Tabel 5-1 Perbandingan Kategori
Kecamatan,Pen-duduk Usia 13-15 Tahun. Lulusan SD/MI
Tahun 91/92, Jumlah SLTP, Aspirasi
Melanjutkan dan Angka Melanjutkan ke
SLTP (Data Tahun 1992). 228
Tabel 5-2 Rentang Pemerintahan, Penduduk Usia 13-15 Tahun, Lulusan SD/MI Tahun 91/92
SLTP, dan Angka Melanjutkan ke SLTP di
Kabupaten Bogor Pada TAhun 1992/1992 232
Tabel 5-3 Jumlah Penduduk Usia Sekolah, Murid,
dan Angka Partisipasi SD, SLP, SLTA,'
Di Kabupaten Bogor (1988-1991) 234
Tabel 5-4 Komposisi Pencari Kerja Terdaftar
Me-nurut Latar Belakang Pendidikannya
(Data TAhun 1991) 236
DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM/GRAFIK
Ha laman
Grafik 1-1 Perkembangan Jumlah Murid SD. SLTP,
SLTA dan Mahasiswa Tahun 79/80-88/89 9
Gambar 1-1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 1-2 Sistematika Penulisan Laporan
Gambar 2-1 Tahapan Dalam Perencanaan Pendidikan 44
Gambar 2-2 The Planning Process 45
Diagram 2-1 Konsepsi Rendahnya Tingkat
Pelanjut-kan gj
Diagram 2-2 Model Pemetaan SMTP 98
Gambar 5-1 Konsepsi Penuntasan Wajib Belajar
Pedidikan Dasar 9 Tahun 216
x v
26
B A B I
PEM^AHULUAN
A. Latar Belakang.
1. Pendidikan Dasar 9 tahun dan permasalahannya.
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 menegaskan bahwa
"pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9
(sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam)
tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan
yang sederajat."
Direncanakan pada permulaan Pelita VI nanti, wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun akan mulai dilaksanakan,
pada akhir Pelita V ini diharapkan SLTP telah mampu
menam-pung 85 % lulusan SD atau yang sederajat. Sebagai sesuatu
yang relatif baru, berbagai masalah akan siap menghadang
pelaksanaannya. Agar pelaksanaannya nanti tidak menemui banyak masalah, berbagai kemungkinan masalah tersebut
harus sudah diantisipasi sedini mungkin.
Sal ah satu tantangan berat dalam pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, adalah rendahnya jumlah lulusan sekolah dasar Yang melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan
tingkat pertama. Masalah tersebut merupakan bagian yang
tidak terlepas dari beberapa persoalan pokok pendidikan di
Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Moch. Fakry Gaffar
antara lain berkaitan dengan ;
"(1) jumlah populasi anak usia sekolah yang
cukup besar dan jumlah populasi angkatan kerja yang memerlukan pembinaan lebih lanjut untuk
meningkat-kan produktivitasnya; (2) keterbatasan ekonomi untuk memperluas kesempatan pendidikan dan untuk
memngkatkan jenjang pendidikan angkatan kerja yang memerlukan; (3) relevansi program pendidikan yang
sesuai dengan tuntutan pembangunan baik ditinjau dari segi jenjang maupun jenisnya; dan (4)
keseim-bangan antara tuntutan kualitas dan kuantitas,
terutama jika dikaitkan dengan nilai ekonomik pendidikan".
Masalah pendidikan yang senada, juga dikemukakan oleh
Coombs (1968) antara lain meliputi masalah efektivitas dan
efisiensi, masalah kuantitas dan kualitas, pemerataan
kesempatan serta permasalahan pokok pendidikan lainnya.
Latar belakang munculnya masalah-masalah tersebut
cukup
banyak dan bervariasi, yang secara
garis
besarnya
dapat dibedakan sebagai hal yang bersumber pada faktor
internal dan faktor eksternal dari sistem pendidikan itu
sendiri. Penyebab yang bersifat eksternal yang lebih
menonjol diantaranya ialah faktor sosial ekonomik
(lemah-nya kemampuan ekonomi masyarakat), faktor sosial budaya
(rendahnya aspirasi serta tradisi yang kurang menunjang),
faktor sosial demografis (padatnya penduduk perkotaan dan
terpencilnya penduduk pedesaan) dan faktor iklim geografis
yang kurang menguntungkan (Vaizey, 1967; Bruner, 1970;
Levy, 1971; Pamantung, 1977; Abin, 1986). Adapun penyebab
yang bersifat internal antara lain mencakup hal-hal yang
ketat-'•*.
nya syarat kelulusan dan terbatasnya variasi jenjang dan
jalur program yang ditawarkan; faktor masukan dasar
(raw-input,
heterogenitas karakteristik
serta latar
belakang
siswa); faktor masukan instrumental (terbatasnya sumber
belajar mengajar, seperti buku, guru, laboratorium serta
sarana fasilitas penunjang lainnya); faktor lingkungan
(kurangnya rasa keakraban dan keterlibatan dengan masyara
kat kampusnya); faktor proses (kelemahan manajerial sistem
pendidikannya) (Adams,1971; Hayes, 1974; Miller, 1973;
UNESCO, 1973; dan Abin, 1986).
Upaya penanggulangan yang ditujukan ke arah pemecahan
masalah eksternal telah dicoba. antara lain dengan
dikem-bangkannya pemikiran model perencanaan pembangunan
bidang
pendidikan secara terpadu dengan sektor-sektor pembangun
an lainnya, terutama sektor ekonomi, seperti yang telah
dirintis oleh UNESCO (1973). Model-model perencanaan
dimaksud yang lebih bersifat operasional telah
dikembang-kan pula oleh Correa (Adams, 1973; Banghart dan Trull,
1973; Makagiansar, 1976; Setijadi, 1977; Abin, 1986).
Sedangkan upaya peningkatan relevansi hasil (pendidikan)
dengan tuntutan dan kebutuhan tenaga untuk pembangunan,
telah dirintis pula model-model sekolah yang program
pendidikannya mempunyai jalur dan jenjang yang bervariasi
(Santoso, 1973; Makagiansar, 1976; Setijadi, 1977; Abin,
1986). Sudah barang tentu diikuti pula oleh pembaharuan
4
pelajarannya, metode dan media mengajar belajarnya, serta
sistem evaluasi, bimbingan dan penyuluhannya, administrasi
dan manajemen institutionalnya (BP3K, 1973; UNESCO, 1973;
Setijadi, 1977;
Abin, 1986).
Dengan sendirinya
komponen
personil kependidikannya juga mengalami pengembangan baik
melalui program pendidikan yang bersifat pra-jabatan,
dalam jabatan, maupun lanjutan (Tisna Amidjaja, 1979;
Abin, 1986; Sarwono, 1991).
Dalam beberapa hal Jawa Barat seringkali dijadikan
"barometer" keberhasilan pembangunan, termasuk pembangunan
di bidang pendidikan. Namun dalarn pembangunan pendidikan
dasar Jawa Barat mempunyai keunikan tersendiri, jika
ditelaah keadaan yang sebenarnya, belurn tentu seluruhnya
benar. Sebagai contoh; secara kuantitatif pendidikan
dasar di Jawa Barat ternyata berada di bawah pencapaian
secara nasional.
Sebagai gambaran, pada tahun 1990/1991 dari 5.448.113
anak usia 7-12 tahun, yang bersekolah di SD sebanyak
4.311.070 anak. Angka partisipasi murni (NER) yang dicapai
adalah 89,39 persen. Sedangkan secara nasional angka
partisipasi telah mencapai 99,6 persen. Pada tingkat SLTP,
dari 2.463.370 anak usia 13-15 tahun, yang bersekolah di
SLTP sebanyak 618.016 anak. Angka partisipasi murni (NER)
baru
mencapai
25,09 persen.
Padahal
angka
partisipasi
Angka melanjutkan ke SLTP tahun 1990/1991 baru
mencapai 45,2 persen. Dari sekitar 635.936 lulusan SD
tahun 1989/1990 yang dapat diterima di kelas I SLTP' tahun
1990/1991 sebanyak 287.702 anak. Sedangkan angka melan
jutkan secara nasional telah mencapai 72,2 persen, dan
Kabupaten
Bogor baru mencapai 46,9 persen, berarti
angka
melanjutkan ke SLTP di Jawa Barat lebih rendah dari angka
melanjutkan secara nasional, bahkan dibandingkan dengan
seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Hal tersebut
antara lain dikemukakan oleh Mendikbud bahwa "Jawa Barat
rnenduduki peringkat pa 1ing bawah pada daftar persentase
murid SD yang melanjutkan ke tingkat SLTP dari 27 provinsi
di Indonesia, sesuai dengan hasil pendataan perintisan
wajib belajar SLTP", yakni baru mencapai angka 52,7 %
(Pikiran Rakyat, 2 Mei 1992). Lebih lanjut Mendikbud
mene-gaskan bahwa
,-"Kerendahan angka itu patut diselidiki lebih
lanjut, seperti kemana mereka setelah lulus SD itu, penyelidikan itu perlu bagi perencanaan dan pelak
sanaan lebih lanjut wajib belajar pendidikan dasar
9 tahun, yang terdiri dari SD 6 tahun dan SLTP 3 tahun."
Jika Jawa Barat mempunyai jumlah penduduk usia
pendidikan dasar (7-15 tahun) yang terbanyak diantara
provinsi yang ada di Indonesia, maka angka-angka di atas
menunjukkan "ketertinggalan" Jawa Barat dalam mengusahakan
perluasan dan pemerataan kesempatan belajar. Dan untuk
a
perhatian dan berbagai sumberdaya yang diperlukannya.
Beberapa pakar pendidikan menduga bahwa kemungkinan
penyebab rendahnya angka melanjutkan antara lain .- (1)
Toenlioe A.J.E. dalam
Kompas,
14 Februai 1992 mengernukakan
paling sedikit ada dua ha 1 penyebab rendahnya jumlah
lulusan SD yang melanjutkan ke SMP. Kedua hal tersebut
adalah rendahnya kemampuan ekonomi orang tua, serta ren
dahnya kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan
SMP bagi anaknya; (2) Pendapat yang senada juga
dikemuka-kan oleh Prof. Abdul Kodir dalam Pikiran Rakyat, 21 Juni
1992, yakni rendahnya minat masyarakat untuk
menyekolah-kan.
Banyak masyarakat yang masih senang melihat
anaknya
bekerja bersama ketirnbang meneruskan pendidikan formal di
sekolah,
disamping memang masih ada beberapa daerah
yang
menghadapi masalah kurangnya daya tampung sekolah; (3)
Fuad Hasan dalam Pikiran Rakyat, 2 Mei 1992 mengernukakan
kemungkinan para lulusan SD/MI di Jawa Barat ini melanjut
kan
pelajarannya
pada pendidikan luar
sekolah,
seperti
kursus atau bentuk keterampilan kerja lainya. "Sebab
pendidikan luar sekolah di Pulau Jawa ini mernang kuat
sekali".
2. Pendidikan dan Pembangunan.
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masya
rakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan itu tidak
7
pangan, kesehatan dan sebagainya; tetapi juga untuk
kemajuan batiniah, berupa pendidikan, rasa aman, bebas
mengeluarkan pendapat yang bertanggungjawab; juga perlu
adanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara
keduanya.
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN.1988)
antara lain ditegaskan pula bahwa pendidikan nasional
bertujuan untuk "rneningkatkan kualitas manusia Indonesia".
Sedangkan pembangunan pendidikan merupakan bagian integral
dari upaya pengembangan sumberdaya manusia. Dalam hal ini
Moch. Fakry Gaffar (1987:2) mengernukakan bahwa
.-"Keberhasilan pembangunan itu sangat ditentukan
oleh faktor manusia, dan manusia yang menentukan
keberhasilan ini haruslah manusia yang mempunyai
kemampuan membangun. Kemampuan membanqun ini hanya
dapat dibina melalui pendidikan".
Oleh karena itu, sektor pendidikan dalam pembangunan
nasional kita menjadi salah satu sektor yang mendapat
prioritas
yang
cukup
penting.
Pendidikan
bukan
hanya
merupakan sektor yang harus dibangun, tetapi juga harus
turut mendukung pembangunan sektor lainnya.
Pembangunan pendidikan. Titik berat pembanguan pen
didikan diletakkan pada upaya peninakatan mutu pada setiap
jenjang
dan jenis pendidikan. Selain itu ditekankan
pula
pentingnya perluasan kesempatan belajar dan perintisan
waJlb belajar hinqqa sekolah lanjutan tingkat pertama atau
8
Suharto, Tanggal 16 Agustus 1990). Kemudian pada pembukaan
rapat kerja nasional Depdikbud (28 Juli 1992) Presiden
menegaskan kembali bahwa "realisasi pelaksanaan wajib
belajar 9 tahun tidak dapat ditangguhkan lagi" (Pikiran
Rakyat, 29 Juli 1992).
Dalam pelita V ini telah dilontarkan gagasan bahwa
pengembangan manusia (human development) akan menjadi
fokus pembangunan, atau peningkatan kualitas manusia
Indonesia akan menjadi tujuan utama dalam era pembangunan
jangka panjang tahap kedua. Dan wahana yang paling
strate-gis untuk itu adalah pendidikan,
Menjelang berakhirnya Rencana Pembangunan Jangka
Panjang yang pertama, sektor pendidikan telah menunjukkan
kemajuan yang cukup berarti. Keberhasilan yang cukup
menonjol misalnya, "berhasilnya pemerataan dan perluasan
kesempatan pendidikan sekolah dasar". Sejak pelita I
hingga akhir pelita IV saja jumlah murid SD telah
mening-kat dua kali lipat, sekolah memengah tingmening-kat pertama tiga
kali, sekolah menengah tingkat atas menjadi lima kali dan
mahasiswa menjadi enam kali lipat dari jumlah semula
(H.A.R. Tilaar, 1991 : 1).
Pemerataan pendidikan. Upaya pemerataan dan perluasan
kesempatan belajar yang dilancarkan sejak pelita I hingga
pelita V sekarang ini menampakkan hasil yang paling menon
jol jika dilihat dari jumlah anggota masyarakat yang
Bukti keberhasilan pemerataan pendidikan tersebut
antara lain terlihat dari laju pertu.mbuhan jumlah murid
sekolah dasar sampai pada perguruan tii
pada grafik 1-1 beriku.t. ini.
J u m 1 a h m u r i d m a h a s i s w a d a 1 a m J u t a a n
. ng g i, sep e r t i t amp a k
Grafik 1-1
PERKEMBANGAN JUMLAH MURID SD, SLTP, SLTA
DAN MAHASISWA TAHUN 79/80 - 88/89
Murid SD.
26,57 26,55 26,44 26,66 26,73
24,70 25.80 _ -* *- *- * *
__-*-28 ••
26 •-24 ••
23,88
22,55 . * - '
22 +21,17^ 20 •• 7 -• 5 -• 4 3 2 + 3,41 2,98.*--1,57 1,76 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1,0 o,9 o,8 o,7
o,6 40,48 0,54 o,5 + *- *
o,4 Murid SLTP 6,13 6,45 6,45 5,67 it--'' 5,19 ^,-~'
4,76 .-*-' Murid SLm
4,27,-*'
3,61^,*' 3>50 379^.3*92
--*' 3,13,-^ *''
2,65 2,88 --*'' 2,02 2,28_-*: *'"
^ $t— •"
" Mahasiswa 1,43 1,43 ^ K 1,28,-1,05-" 0,98 „•*' 0,82,-*'' 0,72 ,>*"' 0,60 „--*'•"' .-*•'''
SLMBER : Balitbang Dikbud, 1989
10
Pada tingkat SD, tahun 1979/80 tercatat 21,17 juta
murid dan tahun 1988/89 telah menjadi 26,73 juta murid.
Pada tingkat SLTP untuk kurun waktu yang sama, tercatat
kenaikan
dari 2,89 juta murid menjadi 6,45 juta.
Sedang-kan pada tingkat SLTA tercatat kenaikan dari 1,57 juta
murid menjadi 3.92 juta dan pada tingkat perguruan
tinggi
dari 0,48 juta menjadi 1,43 juta mahasiswa.
Laju pertumbuhan jumlah peserta didik tersebut
merupakan bukti keberhasilan pemerataan dan perluasan
kesempatan
belajar,
yang
didukung
oleh : (1)
adanya
peningkatan kemampuan masyarakat dan pemerintah dalam
menyediakan berbagai sumberdaya pendidikan; (2)
meningkat-nya aspirasi masyarakat akan pendidikan,- dan (3) karena
laju pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi.
Pertumbuhan
tersebut
dicapai dengan
kemauan
yang
keras
untuk
menyisihkan sebagian dana
pembangunan
bagi
perluasan kesempatan belajar, untuk waktu yang akan datang
berbagai tantangan yang akan dihadapi akan semakin berat,
karena disamping kita harus tetap meningkatkan kuantitas,
kita harus memelihara yang ada, mengganti yang rusak, dan
meningkatkan program - dari wajib belajar 6 tahun menjadi
wajib
belajar 9 tahun. Untuk itu diperlukan
perhitungan-perhitungan yang mantap, yang bukan hanya aspek
11
3. Studi tentang penelusuran penyebab rendahnya anqka
melanjutkan SD ke SLTP.
Gejala rendahnya angka transisi (melanjutkan) dari
SD ke SLTP sangat mendesak untuk dikaji, karena kita
sedang melakukan berbagai persiapan menjelang pelaksanaan
wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang meliputi 6
tahun di SD dan 3 tahun di SLTP. Rendahnya angka transisi
tersebut nampak pada tabel 1-1 berikut ini.
Tabel 1-1
Prosentase angka transisi SD ke SLTP
Tahun 1987/1988 - 1990/1991
Di Jawa Barat
T a h u n
Indikator 87/88 88/89 89/90 90/91
Kelas I SD 841.242 839.312 837.593 850 871 Lulusan SD 617.242 646.845 633.142 635 936 Kls.l SLTP 270.706 273.193 279.746 287.702
Prosentase 43,86 % 42.23 % 44,18 % 45,24 %
Sumber .- Data/Informasi Dikbud
Propinsi Jabar, 1991/1992.
Secara absolut baik lulusan SD maupun siswa baru
kelas I SLTP menunjukkan kenaikan yang berarti, namun
prosentase angka melanjutkannya hampir tetap tidak
beran-jak. Data tahun terakhir tersebut menunjukkan bahwa 75,09
persen dari anak yang masuk sekolah dasar dapat
menyele-saikan studinya hingga kelas VI (lulus), dan hanya 45,24
persen saja dari mereka yang lulus dapat melanjutkan ke
SLTP. Pada tahun 1969 hal yang sama menunjukkan bahwa
40,00 persen dari anak yang masuk SD di Indonesia
dropout
dari mereka yang lulus dapat mengecap pendidikan di kelas
I SMP (Britton,-1969). Keadaan itu menunjukkan bahwa
upaya
mengurangi
dropout
pada
tingkat SD
selama
ini
dapat
dinilai berhasil, tetapi upaya menaikkan angka melanjutkan
(transisi) belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.
Ada indikasi bahwa (1) rendahnya angka melanjutkan
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kurangnya daya tampung
SLTP; (2) keberhasilan pembangunan SD inpres juga
diikuti
oleh adanya gejala sekolah kekurangan murid. Oleh karena
itu
diperlukan adanya studi mengenai penelusuran penyebab
rendahnya angka melanjutkan SD ke SLTP, dengan tinjauan
sosio-antropologis,
agar
dapat dirumuskan
rencana
yang
mantap untuk pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun,
sehingga target yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.
4. Perencanaan dan manajemen Pendidikan.
Pendidikan di Indonesia dewasa ini mempunyai ciri
yang masih sangat sentralistik, uniformistik dan
biro-kratik,
sesuai dengan kecenderungan umum dalam
perencana
an pembangunan nasional yang masih sangat sentralistik.
H.A.R. Tilaar (1990:5)
mengernukakan bahwa
"kecenderungan
ini
pada awal masa pembangunan dalam Rencana
Pembangunan
Jangka
Panjang
(RPJP) pertama memang masih
dapat
dibe-narkan, apabila kita melihat pada keterbatasan sumber
dana, kemampuan dan pengalaman".
Tetapi untuk RPJP kedua,
13
sistem perencanaan yang lebih terbuka dan fleksibel. Hal
ini berarti perlu adanya pergeseran dari perencanaan yang
birokratik dan sentralistik, ke arah perencanaan yang
lebih demokratis, yang memungkinkan lebih banyak peran
serta dan keterlibatan masyarakat serta aparat di daerah.
Pada Konvensi Nasional Pendidikan kedua di Medan
H.A.R. Tilaar ( 1992:15 ) juga mengungkapkan bahwa untuk
menjamin kekhasan yang ada, perlu memperhatikan tiga
pendekatan berikut: (1) sentralisasi dan desentralisasi;
(2) otonomi daerah; dan (3) pendidikan yang terpadu dengan
pembangunan daerah.
Pemerintah kini sedang berupaya untuk memperbaiki
dan meningkatkan mutu sistem penyelenggaraan pendidikan
nasional, sehingga menjadi suatu sistem yang lebih serasi
dan menunjang kepada program-program pembangunan nasional.
Perbaikan dan peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan
diarahkan pada pencapaian efektifitas, efisiensi,
produk-tivitas, dan relevansi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam hal tersebut Oteng Sutisna ( 1988:4 ) mengernu
kakan bahwa tujuan pembaruan pendidikan itu ialah
tercip-tanya suatu sistem pendidikan yang ,•
1) mampu melayani kebutuhan masyarakat sedang
berkembang akan pendidikan dalam arti
kuantita-tif, serta menjamin lahirnya para lulusan yang
secara kualitatif memenuhi harapan masyarakat banyak (efektivitas dan produktivitas);
14
pengalaman belajar yang mengisinya, selaras dengan dunia pekerjaan yang akan dimasuki oleh para lulusan (reievansi);
3) mendayagunakan tenaga, dana, fasilitas dan teknologi yang tersedia secara optimal bagi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (efisiensi).
Pembangunan pendidikan di Indonesia disamping harus
memenuhi program-program pembangunan akan tenaga kerja
terdidik baik, harus pula mampu menghadapi tantangan dari
kekuatan-kekuatan
baru
yang sedang
muncul.
Diantaranya
adalah pertumbuhan penduduk yang tergolong cukup tinggi
serta peningkatan dalam peningkatan aspirasi dan harapan
masyarakat terhadap pendidikan. Hal ini membawa implikasi
berat bagi perluasan dan pemerataan kesempatan belajar
bagi seluruh penduduk. Pertumbuhan yang besar dalam jumlah
peserta didik, pendidik, dan fasilitas pendidikan lainnya
cenderung menambah kelambanan sistem pendidikan dalam
merespon kebutuhan-kebutuhan baru. Hal tersebut pada
gilirannya akan menuntut adanya usaha yang lebih besar dan
berat.
Penelusuran penyebab rendahnya angka melanjutkan
dari SD ke SLTP akan sangat berarti bagi pemantapan
rencana pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9
tahun. Jika telah dapat diketahui penyebabnya, diharapkan
dapat dirumuskan kebijaksanaan yang paling "memungkinkan",
baik ditinjau dari segi efektifitas, produktivitas,
Dalam
rangka lebih meningkatkan pembangunan
pendi
dikan di Kabupaten Bogor atau hingga kecamatan-kecamatan
yang ada di bawahnya perlu lebih dimantapkan perencanaanya
sehingga
menjamin
tercapainya
tujuan
yang
ditetapkan.
Pemantapan
perencanaan tersebut dapat
dilakukan
melalui
perencanaan mikro yang alatnya antara lain ialah pemetaan
sekolah, yaitu rnenentukan alokasi dan lokasi sekolah
dengan
tepat yang didasarkan atas masalah-masalah
pendi
dikan, kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, dan geografi
daerah
setempat.
Karena itu pemetaan
sekolah
hendaknya
bersifat
konseptual, karena di dalamnya
telah
memperhi-tungkan
berbagai
faktor
dan menjangkau
jauh
ke
depan
secara menyeluruh.
B. Permasalahan.
1. Identifikasi masalah.
Penelitian
ini
akan
memfokuskan
perhatian
pada
masalah yang berkaitan dengan rendahnya tingkat melanjut
kan dari SD/MI ke SLTP di Kabupaten Bogor. Penelitian ini
akan mencoba mengungkapkan berbagai misteri yang menjadi
penyebab rendahnya angka melanjutkan tersebut, yang
kaji-annya meliputi tiga aspek utama, yaitu sosial, ekonomi,
dan
pendidikan.
Diduga bahwa
penyebab
rendahnya
angka
melanjutkan
tidak jauh berbeda dengan penyebab
tingginya
angka dropout, keduanya merupakan indikator tidak
melan-jutkannya
seorang
anak pada
tingkatan
pendidikan
yang
i6
Oleh karena itu penelitian ini juga berpedoman pada
saran yang diajukan oleh Levy (1971). Levy menyarankan
bahwa
jika
negara-negara yang
sedang
berkembang
ingin
membuat kebijakan yang efektif untuk mengurangi tingkat
dropout dan meningkatkan efisiensi sistem sekolah mereka,
maka
mereka
harus memahami faktor
sosial-ekonomik
yang
dapat mempengaruhinya. Sebagaimana dikemukakan bahwa ;
"Thus, if the less developed countries are to
adopt effective policies to reduce dropout rates
and thereby improve the efficiency of their school systems, they must understand the socioeconomic factors wich influence the dropout rate" (Levy •
1971 ; 44).
Demikian pula faktor sosial politik dan faktor
pendidikan dapat juga mempengaruhi tingginya angka drop
out, dan memungkinkan pula menjadi penyebab rendahnya
angka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Beberapa isyu permasalahan sehubungan dengan masalah
rendahnya angka melanjutkan dari SD ke SLTP atau pada
jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, antara
lain
dapat
diungkapkan hal-hal sebagai berikut :
a. Rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini dapat
mengurangi hasrat orang tua dan semangat anak untuk
dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Orang tua lebih merasa tertolong
jika anaknya dapat membantu pekerjaannya, atau bekerja
untuk menunjang pendapatan keluarganya (Santoso, 1969;
17
Toenlie, 1992);
b. Sebagai
akibat
kemampuan
ekonomik
masyarakat
yang
rendah, maka biaya pendidikan dinilai terlalu mahal dan
diluar jangkauan kemampuan masyarakat, sebagaian besar
masyarakat memandang bahwa pendidikan be 1urn menjadi
kebutuhan yang mendesak. Mereka menganggap bahwa
bersekolah hanya merupakan pemborosan semata;
c. Tumbuhnya daerah-daerah industri di pinggiran kota
telah banyak menyedot tenaga muda untuk bekerja upahan,
persaratan kerja dan pemberian upah yang tidak
ber-dasarkan
tingkat pendidikan (ijazah), serta
banyaknya
lulusan sekolah menengah yang "menganggur", telah
banyak
mengikis keyakinan masyarakat
akan
pentingnya
melanjutkan
pendidikan,-d. Nilai ekonomik hasil pendidikan yang masih belum
seimbang dengan biaya pendidikan yang dikeluarkan
(Engkoswara, 1991);
e. Daya tampung SLTP yang ada kurang memadai;
f. Faktor geografis, dimana masih banyak daerah-daerah
yang sangat jauh dari lokasi sekolah, dengan sarana
transportasi yang belum memadai atau belum ada
(Beeby,
' 1979);
g. Angka
melanjutkan
ke
SLTP di
Kabupaten
Bogor
baru
mencapai 46,90 %, sedikit di atas angka melanjutkan
IS
nasional telah mencapai 65,87 %. Hal ini tentu akan
memberatkan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun
yang
meliputi
enam tahun di Sekolah
Dasar
dan
tiga
tahun
di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,
yang
akan
dimulai pada awal pelita VI;
h. Terdapat kecenderungan melemahnya semangat siswa dan
orang tua murid untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih
tinggi (di atas SD), yang mungkin disebabkan oleh
kurangnya daya tampung, jauhnya lokasi sekolah,
mahalnya biaya melanjutkan. serta pengaruh negatif dari
pertumbuhan industri.
2. Rumusan Masalah.
Memperhatikan isyu permasalahan seperti telah
dike-mukakan di atas, rumusan masalah yang akan menjadi fokus
pembahasan dalam penelitian ini adalah : Faktor apa saja
i^ang menyebabkan rendahnva angka melanjutkan dari SD/MI ke
SLTP dan baqaimana impl ika_sinya bagi pemantapan rencana
pelaksanaan program wajib belajar SLTP dj_ Kabupaten Bogor?
Secara lebih rinci masalah-masalah khusus dirumuskan
dalam pertanyaan penelitian berikut ini
.-a. Penelusuran awal lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992.
(1) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992
dan bagaimana gambaran penyebarannya ?
(2) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992
19
mereka masuki dan dimana lokasi sekolah yang mereka
pilih itu ?
(3) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992
yang tidak melanjutkan studinya ke SLTP, apa yang
menjadi alasan umum mereka tidak dapat melanjutkan
tersebut, di wilayah mana mereka umumnya berada dan
selanjutnya akan kemana mereka itu ?
(4) Adakah perbedaan yang berarti mengenai kecende
rungan antar wilayah kecamatan atau antar zone pengembangan wilayah berkaitan dengan faktor-faktor
yang terungkap melalui pertanyaan (1, 2, dan 3) di
atas ?
b. Indikator pendidikan yang menjadi kendala angka melan
jutkan ke SLTP.
(1) Berapa besar perbandingan jumlah lulusan SD/MI
tahun 1991/1992 dengan daya tampung kelas I SLTP
tahun ajaran 1992/1993 ?
(2) Berapa besar jumlah SLTP yang dibutuhkan jika
di-bandingkan dengan jumlah SD/MI yang ada pada suatu
wilayah tertentu ?
(3) Bagaimana luas daerah jangkauan suatu SLTP dilihat
dari segi besarnya sekolah, luas wilayah, kondisi
geografis, jarak jangkauan dan sarana transportasi
umum ?
(4) Bagaimana gambaran umum biaya pendidikan lanjutan
pendaf-20
taran,
uang pangkal (yang harus
dikeluarkan
pada
awal tahun), uang BP3, dan besarnya SPP, baik
pada
sekolah negeri maupun swasta ?
c. Penelusuran lanjutan mengenai penyebab lulusan SD/MI
tahun ajaran 1991/1992 tidak melanjutkan ke RjVTP^
(1) Bagaimana ungkapan lulusan SD/MI yang tidak melan
jutkan
pendidikannya
ke SLTP,
adakah
penyesalan
yang berarti, atau mereka menerima sebagai suatu
hal yang biasa, menurut mereka apa yang menyebabkan
mereka tidak dapat melanjutkan, bagaimana pandangan
mereka tentang sekolah lanjutan itu, dan bagaimana
harapan mereka sebenarnya ?
(2) Adakah perbedaan yang berarti mengenai hal-hal yang
terungkap melalui pertanyaan (1) ditinjau dari
perbedaan zone pengembangan wilayah dan ciri-ciri
wilayah tersebut ?
(3) Bagaimana ungkapan para orang tua murid yang
anak
nya tidak melanjutkan studi ke SLTP. Apa
alasan-alasan
yang mereka ungkapkan, bagaimana
pandangan
mereka tentang sekolah lanjutan, apakah mereka
telah memahami kebijakan pemerintah mengenai wajib
belajar
pendidikan
dasar 9 tahun,
dan
bagaimana
persepsi mereka mengenai pendidikan lanjutan serta
pendidikan pada umumnya ?
(4) Berdasarkan
hasil
yang
dapat
diungkap
melalui
mengenai makna ungkapan para orang tua yang anaknya
tidak melanjutkan studi ke SLTP ditinjau
dari segi
perbedaan karakteristik wilayah, dan berdasarkan
perbedaan status solial mereka ?
(5) Bagaimana pendapat guru dan atau kepala sekolah
das.ar yang kebanyakan lulusan sekolahnya tidak
melanjutkan ke SLTP. Apakah karena faktor
persaing-an prestasi belajar ypersaing-ang tinggi atau karena alasan
lain ?
(6) Berdasarkan hasil yang terungkap melalui jawaban
pertanyaan (5), adakah perbedaan yang berarti bila
ditinjau dari karakteristik sekolah dan karakter
istik wilayah dimana sekolah tersebut berada ?
(7) Bagaimana pendapat kepala kandepdikbud kecamatan
dan atau penilik SD sebagai tokoh pendidikan dan
tokoh masyarakat di suatu wilayah mengenai
kendala-kendala yang menyebabkan rendahnya angka melan
jutkan ke SLTP ?
(8) Bagaimana pendapat masyarakat industri (pemakai
lulusan SD) mengenai peluang lulusan SD untuk
bekerja di pabrik atau perusahaannya, mengenai
kesejahteraan,
kualitas
unjuk
kerja,
kemampuan
merespon perintah, kedisiplinan mereka, serta
peluangnya
untuk menempati jenjang pekerjaan
yang
sama dengan lulusan sekolah yang lebih tinggi ?
(keputus-an/kebijakan) pada tingkat kabupaten dalam kaitannya
dengan masalah wajib belajar pendidikan dasar serta
implikasinya bagi pemantapan rencana pelaksanaan
wajib belajar pendidikan dasar di Kabupaten Bogor ?
d- Im&iikas_i dari qejala la)^ indikator (b) . dan penyebab
i£± terhadap pemantapan rencana pelaksanaan wajib bela
jar SLTP di Kabupaten Bogor.
(1) Apakah diperlukan pembangunan unit gedung baru pada
suatu wilayah tertentu, jenis satuan pendidikan apa
yang perlu didirikan sesuai dengan rninat siswa dan
harapan orang tua ?
(2) Apakah diperlukan tarnbahan ruang kelas baru, sesuai
dengan
data yang ada dan minat siswa
dan
harapan
orang tua terhadap sekolah tertentu di wilayahnya ?
(3) Pada suatu wilayah tertentu, apakah cocok digunakan
pola SMP terbuka ?
(4) Pada suatu wilayah tertentu, apakah cocok dibuka
atau disediakan pola Kejar Paket B ?
(5) Pada
suatu wilayah tertentu, apakah cocok
menggu-nakan pola pengembangan madrasah tsanawiyah ?
(6) Pada suatu wilayah tertentu, apakah dapat digunakan
pola pengembangan pondok pesantren ? r
(7) Adakah
pendekatan-pendekatan baru yang dapat
mem-bantu, dalam upaya penuntasan wajib belajar
pendi
dikan
dasar, sesuai dengan
karakteristik
wilayah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan penelitian.
Penelitian
ini dilakukan dalam
rangka
memenuhi
salah satu sarat
bagi penyelesaian studi pada
program
Magister
Pendidikan. Penelitian diarahkan untuk dapat
menjawab pertanyaan utama mengenai faktor apa saja yang
menyebabkan rendahnya angka melanjutkan dari SD ke SLTP
dan
bagaimana
implikasinya
bagi
pemantapan
rencana
pelaksanaan program
wajar SLTP di Kabupaten Bogor.
Penelitian ini ditujukan untuk mencoba
mengapli-kasikan teori administrasi pendidikan,
khususnya untuk
mengembangkan salah satu tahap dalam proses perencanaan
pendidikan,
yaitu tahap
"pre-planning",
dengan
jalan
mengungkapkan berbagai kemungkinan penyebab rendahnya
angka
melanjutkan
lulusan SD ke SLTP.
Hal
tersebut
dapat dimanfaatkan untuk pemantapan rencana pelaksanaan
wajib belajar SLTP di Kabupaten Bogor.
Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk
.-(1) mengadakan
penelusuran awal tentang lulusan
SD/MI
tahun ajaran 1991/1992, yakni untuk menjawab
pertanyaan berapa banyak mereka itu, berapa
banyak
mereka yang melanjutkan, kemana mereka melanjutkan,
dimana
dan
berapa
banyak
mereka
yang
tidak
melanjutkan, kemana mereka yang tidak melanjutkan
itu,
serta apakah terdapat perbedaan yang
berarti
14
zone pengembangan wilayah berkaitan dengan
faktor-faktor tersebut;
(2) menganalisis
beberapa
indikator
pendidikan yang
dapat menjelaskan kedudukan angka melanjutkan ke
Si/TP,
antara
lain berkaitan
dengan
perbandingan
banyaknya jumlah lulusan SD/MI tahun 1991/1992
dengan
daya tampung kelas I SLTP tahun
1992/1993,
perbandingan jumlah SD/MI dengan SLTP yang ada dan
yang
ideal
bagi
suatu
wilayah,
luas
wilayah
jangkauan suatu SLTP, serta gambaran umum
mengenai
biaya pendidikan lanjutan di
SLTP.-(3) mengungkapkan
berbagai
penyebab
rendahnya
angka
melanjutkan, khususnya penyebab lulusan SD/MI tahun
1991/1992 tidak melanjutkan ke SLTP. Hal tersebut
akan diungkapkan berdasarkan persepsi lulusan
yang
tidak
melanjutkan,
orang
tuanya,
pendidik
pada
sekolah-sekolah yang angka melanjutkannya rendah,
serta dari tokoh masyarakat yang menaruh perhatian
besar pada masalah ini;
(4) menganalisis
gejala rendahnya
angka
melanjutkan,
indikator
pendidikan yang berkaitan
dengan
angka
melanjutkan,
dan berbagai penyebab mengapa
mereka
tidak dapat melanjutkan. Hasil analisis tersebut
kemudian
dimanfaatkan
untuk
pemantapan
rencana
2. Manfaat penelitian.
Secara
teoritik
penelitian
diharapkan
dapat
memberikan manfaat bagi upaya pengembangan wawasan ilmu
administrasi pendidikan, khususnya dalam memanfaatkan
dan
mengembangkan
metodologi
perencanaan
pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan daerah.
Secara
praktis penelitian ini
diharapkan
dapat
bermanfaat bagi akselerasi pembangunan pendidikan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
daerah.
khususnya
bagi
pemantapan rencana pelaksanaan program wajib belajar
SLTP di Kabupaten Bogor, serta mempunyai nilai
terapan
bagi perencanaan pengembangan pendidikan di daerah
lain.
Manfaat praktis ini antara lain berkaitan
dengan
penyediaan kesempatan belajar yang seluas-1uasnya
bagi
lulusan
SD/MI atau yang sederajat untuk dapat
mening
katkan pendidikannya ke SLTP. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan
.-(1)
pembangunan unit gedung baru,- (2)
tambahan
ruang
kelas baru,- (3) penyelenggaraan pendidikan dengan
pola
SMP Terbuka,- (4) penyelenggaraan pendidikan dengan pola
Kejar Paket B; (5) pola pengembangan Madrasah
Tsanawi-yah;
(6) pola pengembangan pondok pesantren; atau
(7)
26
D. Kerangka Pemikiran.
Permasalahan
di
atas
akan
dikembangkan
dan
dianalisis
berdasarkan pola pikir seperti tampak
pada
gambar l-l.
(a)
Gambar 1-1 Kerangka Pemikiran
Pengumpulan dan Pengolahan Data
: i r—
i (b)
Gambaran angka melanjut
kan ke SLTP di Kabupaten Bogor Tahun 1992/1993
Indikator pendidikan yang
dapat menjadi kendala me lanjutkan ke SLTP di Kabu
paten Bogor
(c)
D i a g n o s i s
Penyebab rendahnya angka melanjut
kan ke SLTP di Kabupaten Bogor
me-nurut persepsi anak,orang
tua.pen-didik & tokoh masyarakat/pentua.pen-didik,
(d)
Implikasi gejala (a),indikator (b) dan hasil diagnosis '(c) terhadap pemantapan rencana pelaksanaan wa jib belajar SLTP di Kabupaten
B o g o r
Dalam tahap awal penelitian ini akan dilakukan
(a) penelusuran terhadap lulusan SD/MI tahun 1991/1992,
yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang angka
melanjutkan
ke
SLTP di Kabupaten
Bogor
untuk
tahun
ber-£ f
kaitan dengan indikator pendidikan, yang dapat
menjadi
kendala
melanjutkan pendidikan bagi lulusan
SD/MI
ke
SLTP
di
Kabupaten Bogor. Dengan
memperhatikan
kedua
faktor di atas akan dilakukan (c) penelusuran
(diagno
sis)
penyebab
lulusan
SD/MI
tahun
1991/1992
tidak
melanjutkan
ke
SLTP, baik menurut
persepsi
lulusan,
orang tua, pendidik, maupun tokoh masyarakat. Pada
bagian
akhir penelitian ini akan dilakukan (d)
anali-sis berbagai implikasi dari gejala (a), indikator
(b),
dan
penyebab (c) terhadap pemantapan rencana
pelaksa
naan wajib belajar SLTP di Kabupaten Bogor.
Pengungkapan
latar belakang
penyebab
rendahnya
angka
melanjutkan
lulusan SD/MI ke SLTP
akan
sangat
bermanfaat untuk menjelaskan apakah betul angka
melan
jutkan tersebut memang rendah. Jika betul, dimana
saja
hal itu menunjukkan angka yang paling menonjol, dan apa
latar belakang
utamanya. Dengan demikian kita
dapat
mengambil langkah untuk memantapkan rencana pelaksanaan
wajib belajar SLTP.
E. Sistematika Penulisan Laporan.
Laporan
penelitian
ini berisi lima
bagian
dan
disusun dalam suatu sistimatika sebagai berikut:
Pendahuluan,
berisi
pembahasan
mengenai
(A)
Latar
belakang masalah yang meliputi .- (1) Pendidikan dasar 9
tahun
dan permasalahannya,- (2) Pendidikan
dan
Pemba
2ti
melanjutkan dari SD/MI ke SLTP; (4) .Perencanaan dan
Manajemen Pendidikan. (B)
Permasalahan,
yang meliputi
.-(1)
Identifikasi
masalah.- dan
(2)
Rumusan
masalah,
tujuan dan manfaat penelitian. kerangka pemikiran dalam
penelitian
ini,
serta sistimatika
penulisan
laporan
penelitian yang dimuat dalam Bab I.
Tinjauan
Pustaka,
mengetengahkan
pembahasan
tentang
(A) Konsep dasar perencanaan pendidikan,- (B) Kajian
tentang pendidikan dasar; (C) Aspek-aspek
sosial-ekonomi
dalam
pendidikan;
(D)
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kelanjutan pendidikan pendidikan anak;
(E) Pendekatan perencanaan mikro sebagai suatu
alter-natif gerakan wajib belajar SLTP; (F) Beberapa temuan
empirik mengenai dropout dan discontinuing dalam
pendidikan; (G) Intisari studi kepustakaan dan
kait-annya dengan masalah penelitian ini, diuraikan dalam
Bab II.
Prosedur
penelitian,
(1) berisi
mengenai
data
yang
diperlukan; (2) populasi dan sampel; (3) metode peneli
tian yang digunakan,- (4) validitas penelitian; (5)
sumber dan teknik pengumpulan data,- tahap pelaksanaan
penelitian; dan (6) pedoman pengolahan atau analisis
data, dimuat dalam Bab III.
Hasil Penelitian, berisi deskripsi dan pembahasan hasil
29
ke
SLTP di Kabupaten Bogor tahun 92/93;
.(2)
gambaran
indikator
pendidikan
yang
dapat
mempengaruhi
angka
melanjutkan ke SLTP di Kabupaten Bogor; (3) hasil
diagnosis penyebab rendahnya angka melanjutkan menurut
persepsi anak, orang tuan dan pendidik serta tokoh
masyarakat. Data-data tersebut pada akhirnya dijadikan
dasar bagi pemantapan rencana pelaksanaan program wajib
belajar SLTP di Kabupaten Bogor, yang disajikan dan
dibahas dalam Bab IV dan V.
Kesimpulan dan rekomendasi. yang disajikan berdasarkan
pokok permasalahan. kemudian direkomendasikan sesuai
dengan permasalahan yang timbul dan ditemukan selama
penelitian berlangsung, disajikan pada Bab VI.
Kerangka penulisan laporan penelitian ini jika
dirangkai dalam sebuah bagan maka tampak gambar 1-2
(1)
Gambar 1-2
SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
PERMASALAHAN
TEORITIK
(2)
>u
TINJAUAN PUSTAKA
3
EMPIRIK (3)
PENELITIAN
(Pengumpulan & analisis data)
(4)
HASIL PENELITIAN (5)
JL
TEMUAN, PEMBAHASAN DAN
IMPLIKASI HASIL PENELITIAN
(6)
B A B I I I
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Terhadap Masalah
Penelitian ini diarahkan untuk dapat menemukan
beberapa faktor yang menyebabkan lulusan SD/MI tidak
melanjutkan ke SLTP di Kabupaten Bogor. Penemuan fak
tor-faktor tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi
pemantapan rencana pelaksanaan wajib belajar SLTP yang
akan dimulai pada awal pelita VI mendatang.
Penelitian ini tidak bermaksud menguji suatu
hipotesis, tetapi mendeskripsikan dan menganalisis data
sehingga ditemukan suatu kecenderungan umum yang dapat
dijadikan bahan kajian lebih lanjut dalam penelitian
ini, dengan demikian penelitian ini dapat dikelompokkan
pada penelitian kualitatif. 1. Studi deskriptif-analitik
Penelitian deskriptif dirancang untuk
memper-oleh informasi tentang status gejala pada saat pene
litian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk
menetapkan sifat suatu situasi pada waktu
penyeli-dikan itu dilakukan, untuk melukiskan variabel atau
kondisi "apa yang ada" dalam suatu situasi (Winarno,
1980; Best, 1981; Donald Ary, 1982; dan Jalaludin
Rachmat, 1989). Dalam kepustakaan tersebut juga
dikemukakan bahwa :
101
a. Penelitian deskriptif menuturkan sesuatu secara
sistematis tentang data atau karakteristik popu
lasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual
dan cermat, menganalisis (karena itu metode ini
sering disebut metode analitik) dan
menginterpre-tasikan data yang ada.
b. Penelitian deskriptif lebih menekankan pada
observasi dan suasana alamiah (natural setting) ,
ia mencari teori dan bukan menguji teori, (hypo
thesis-generating) dan bukan
(hypothesis-testing) , heuristic dan bukan verifikatif, oleh
karena itu penelitian deskriptif sangat berguna
untuk melahirkan teori-teori tentatif.
c. Terdapat beberapa jenis penelitian deskriptif,
antara lain .- Studi kasus, survei, studi perkem
bangan, studi tindak-lanjut (follow-up studies).
analisis dokumenter, analisis kecenderungan
(trend analyses), analisis tingkah laku, studi
waktu dan gerak (time and motion study), dan
studi korelasional. "
Dalam penelitian ini digunakan beberapa jenis
penelitian deskriptif, disesuaikan dengan tujuan
penelitian, fokus telaahan, perumusan masalah dan
pertanyaan penelitian. Antara lain: (1) untuk menen
tukan lokasi yang tepat dalam penelitian ini diguna
102
Pokja Wajar Tingkat Kabupaten Bogor tentang pendataan
lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992; (2) untuk
mengungkapkan
beberapa
indikator
pendidikan
yang
dapat mempengaruhi angka melanjutkan digunakan ana
lisis dokumenter;
dan (3) untuk menyingkap
penyebab
lulusan SD/MI tahun 1991/1992 tidak melanjutkan pen
didikannya ke SLTP digunakan studi kasus.
Studi deskriptif-analitik ini menitikberatkan
pada
studi kasus terhadap mereka yang
tidak
dapat
melanjutkan pendidikannya ke SLTP, dengan
mempertim-bangkan karakteristik wilayah dan masyarakat
setem-pat. Studi ini dipandang cocok untuk mendeskripsikan
berbagai penyebab mereka tidak dapat melanjutkan dan
hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pemantapan rencana
pelaksanaan wajib belajar SLTP. 2. Studi kasus-kualitatif
Studi kasus-kualitatif dalam penelitian ini
digunakan untuk melengkapi studi deskriptif-analitik
di atas, terutama
untuk dapat mengungkapkan kemung
kinan adanya perbedaan penyebab tidak melanjutkan
pada masyarakat dan wilayah yang karakteristiknya
berbeda. Pendeskripsian hasilnya dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pola apa
103
Studi kasus ini dilakukan terhadap lulusan
SD/
MI
tahun 1991/1992 yang tidak melanjutkan ke
SLTP,
kasusnya dikelompokkan atas masyarakat dan daerah
yang cenderung agraris, agamis, dan kota atau
perba-tasan kota serta industri.
Penggunaan studi kasus-kualitatif ini tidak sa
ling bertentangan dengan studi
deskriptif-analitik,
sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif
yang dikemukakan oleh (Bogdan & Biklen,1982; Lincoln
& Guba. 1985; Moleong,1989:4) yang menjelaskan bahwa
penelitian
kualitatif
bercirikan : (a)
mempunyai
latar alamiah
(natural setting),
(b) manusia sebagai
alat atau instrumen penelitian, sehingga lebih
memungkinkan adaptabi1itas, (c) menggunakan metode
kualitatif,
(d)
analisis
data
secara
induktif,
(e) teori dari dasar (grounded theory) melalui
analisis secara induktif, (f) laporannya bersifat
deskriptif,
(g) lebih mementingkan proses
daripada
hasil, (h) adanya "batas" yang ditentukan oleh fokus
penelitian, (i) adanya kriteria khusus untuk
keab-sahan data, (j) desain bersifat sementara, (k) hasil
penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.
B. Subyek Penelitian
Yang dimaksud dengan subyek penelitian dalam
hal ini merujuk kepada populasi, sampel dan sumber data
104
1. Populasi dan sampel penelitian
Sudjana (1982:5) mengernukakan bahwa populasi
dan sampel pada dasarnya mengacu kepada "totalitas
semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun
pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif daripada
karakteristik
tertentu
mengenai
sekumpulan
obyek
yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari
sifat-sifatnya, dinamakan populasi."
Adapun sebagian dari populasi yang diambil dari
populasi, baik anggotanya maupun karakteristik
yang
ingin dipelajari, dinamakan sampel atau contoh."
(Sudjana, 1990 .- 4). Sampel dimaksud dalam pene
litian
ini bersifat sebagai informan, yaitu
"orang
yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi
dan
kondisi latar
penelitian."
(Moleong,
1990 : 90).
Populasi dan sampel dalam penelitian ini meli puti karakteristik yang dapat memberikan andil
terhadap rendahnya angka melanjutkan ke SLTP, atau pun karakteristik yang dipandang dapat memberikan
informasi yang akurat tentang penyebab sebagian dari
lulusan SD/MI tahun 1991/1992 tidak melanjutkan
pendidikannya ke SLTP serta implikasinya bagi peman
tapan rencana pelaksanaan wajib belajar SLTP.
Sampel dalam penelitian ini tidak merupakan
105
sampling). Sampel bertujuan ini ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut: (1) rancangan sampel yang
muncul, sampel tidak dapat ditemukan atau ditarik
terlebih dahulu; (2) penentuan sampel secara
ber-urutan; (3) penyesuaian berkelanjutan dari sampel;
dan (4) pemilihan berakhir jika sudah terjadi
pengu-langan (Moleong, 1990).
Penentuan sampel dalam penelitian ini mengguna
kan
teknik
"bola
salju"
atau
snowball
sampling
technique (Bogdan & Biklen, 1982; Moleong, 1990).
Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat
memper-oleh variasi yang memadai, dan dapat memperluas
informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu
sehingga dapat dipertentangkan atau dapat diisi
adanya kesenjangan informasi yang ditemui.
Sampel manusia dalam penelitian ini lebih
cenderung bersifat sebagai informan. Informan digu
nakan untuk membantu peneliti agar secepatnya dan
tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam
konteks setempat terutama bagi peneliti yang belum
mengalami latihan etnografi (Lincoln dan Guba, 1985;
Moleong, 1990). Disamping itu pemanfaatan informan
bagi peneliti ialah agar dalam waktu yang relatif
singkat banyak informasi yang terjangkau, jadi
diman-106
faatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau
membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari
subjek
lainnya. (Bogdan dan Biklen, 1982;
Moleong,
1990).
Termasuk dalam populasi dan sampel penelitian
ini
adalah
.- (1) lulusan SD tahun
1991/1992
yang
tidak
melanjutkan
ke tingkat SLTP; (2)
orang
tua
anak yang tidak melanjutkan; (3) guru atau kepala
sekolah
yang kebanyakan lulusan
sekolahnya
banyak
yang tidak melanjutkan; (4) Tokoh masyarakat yang
memahami betul ihwal pendidikan di daerahnya seperti
penilik sekolah ataupun kepala kantor Depdikbud
kecamatan; (5) kepala kantor Depdikbud
Kabupaten,-kepala seksi pendidikan dasar,- (6) Kabupaten,-kepala sub bagian
perencanaan; dan subjek lainnya ditentukan secara
"snow ball", yaitu bila peneliti ingin memperoleh
informasi yang lebih mendalam, informan menyarankan
untuk menghubungi informan lain yang lebih kompeten
(Kurnia, 1992).
Kecamatan dan desa lokasi penelitian ditentukan
berdasarkan hasil sensus yang dilakukan oleh Pokja
wajib belajar Kabupaten Bogor pada tanggal 15-27
Juni 1992 dan 20 Juli s.d. 5 Agustus 1992. Masyara
kat dan lokasi penelitian yang dipilih akan dibeda
kan atas .- (1) masyarakat dan daerah yang dominan
107
beragamanya kuat terutama agama Islam,- serta
(3) masyarakat dan daerah yang bercirikan kota,
batas kota ataupun wilayah pengembangan industri.
2. Data yang diperlukan
Adapun data yang diperlukan dalan penelitian
ini antara lain meliputi:
(a) Data awal yang berkaitan dengan tingkat melan
jutkan,- meliputi jumlah lulusan SD/MI tahun
1991/1992, jumlah lulusan SD/MI yang
melanjut-kan/tidak melanjutkan ke SLTP, jenis dan lokasi
SLTP yang mereka pilih;
(b) Data tentang potensi pendidikan terutama yang
diduga berkaitan dengan masalah rendahnya angka
melanjutkan, yang mei iputi .- perbandingan jumlah
SD/MI dan SLTP, perbandingan jumlah siswa kelas VI SD/MI dengan daya tampung kelas I SLTP, jarak
dan lokasi sekolah (peta pendidikan), pembiayaan
pendidikan, serta potensi masyarakat pendukung
pendidikan tersebut;
(c) Data dan informasi utama yang menyatakan
alasan-alasan lulusan SD/MI tidak dapat melanjutkan
pendidikan ke SLTP, data ini diungkap melalui
wawancara dengan anak yang tidak dapat melanjut
kan, orang tuanya, pendidik atau penyelenggara
108
dipandang
banyak mengetahui tentang
pendidikan
di wilayahnya.
Berdasarkan hasil deskripsi dan analisis
pene
muan mengenai ketiga kelompok data empirik tersebut
kemudian dikaji berdasarkan teori. kajian kepustakaan
dan analisis kebijakan, untuk kemudian dapat
diper-timbangkan bagi pemantapan rencana pelaksanaan wajib
belajar SLTP di Kabupaten Bogor.
Sumber
dan
jenis
data
yang
digunakan
dalam
penelitian
dapat
berupa
kata-kata
dan
tindakan,
selebihnya adalah
data tambahan
seperti dokumen
dan
Iain-lain.
Berkaitan
dengan hal
ini,
jenis
data
dapat dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber
data
tertulis,
foto
dan
statistik
(Lofland
dan
Lofland, 1984:47; Moleong, 1990:112).
Merujuk pada fokus telaahan, tujuan penelitian,
rumusan masalah, pertanyaan penelitian pendekatan
terhadap masalah dan karakteristik objek penelitian,
maka sumber data dalam penelitian meliputi :
a. Kantor Departemen Pendidikan dan kebudayaan Kabu
paten
Bogor,-b. Kantor Departemen Agama Kabupaten Bogor;
c. Kelompok kerja Wajib Belajar Kabupaten
Bogor,-d. Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Keca
matan
Cileungsi.
Kecamatan
Cileungsi
terpilih
109
pendataan awal mengenai angka melanjutkan di
Kabupaten
Bogor,
dimana
Kecamatan
Cileungsi
menunjukkan angka terrendah jika dibandingkan
dengan Kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor;
e. Tokoh pendidik atau tokoh pendidikan, tokoh ma
syarakat, dan pihak industri;
f. Empat
orang guru atau kepala SD/MI
yang
angka
meIanjutkannya rendah;
g. Lulusan SD/MI yang tidak melanjutkan ke SLTP; dan
h. Orang tua lulusan SD/MI yang anaknya tidak melan
jutkan.
C. Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi .- (1) studi dokumentasi,- (2)
sensus; (3) wawancara; (4) observasi; dan (5) prediksi.
studi dokumentasi mengenai data awal yang menunjukkan
adanya indikasi rendahnya angka melanjutkan serta
potensi pendidikan dasar di Kabupaten Bogor ataupun
Kecamatan sampel. Analisis hasil sensus yang dilakukan
oleh Depdikbud Kabupaten Bogor mengenai kemana lulusan
SD/MI
tahun 1991/1992 melanjutkan
pendidikannya,
dan
mengapa sebagian dari mereka tidak dapat melanjutkan.
Wawancara
dengan subyek penelitian, yaitu
siswa
yang
110
sekolah yang kebanyakan lulusan sekolahnya tidak melan
jutkan,
penilik,
kepala
Kandepdikbud,
serta
pihak
industri
yang
diduga telah
menampung
lulusan
SD/MI
menjadi
tenaga
kerja di perusahaannya
ataupun
tokoh
masyarakat lainnya. Wawancara tersebut berkaitan dengan
latar belakang dan penyebab mengapa siswa tersebut
tidak melanjutkan pendidikannya ke SLTP. Observasi
mengenai suasana keluarga, suasana sekolah, dan nuansa
yang melingkupi serta berkaitan dengan gejala
penyebab
rendahnya
keinginan
untuk melanjutkan ke
SLTP.
Yang
terakhir
mengadakan
prediksi
terhadap
data
yang
diperoleh
serta implikasi lebih lanjut
sesuai
dengan
kecenderungan yang ada.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas