• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELUSURAN PENYEBAB RENDAHNYA TINGKAT MELANJUTKAN DARI SD KE SLTP DAN IMPLIKASINYA BAGI PEMANTAPAN RENCANA PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR SLTP DI KABUPATEN BOGOR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENELUSURAN PENYEBAB RENDAHNYA TINGKAT MELANJUTKAN DARI SD KE SLTP DAN IMPLIKASINYA BAGI PEMANTAPAN RENCANA PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR SLTP DI KABUPATEN BOGOR."

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENELUSURAN PENYEBAB RENDAHNYA TINGKAT MELANJUTKAN DARI SD KE SLTP DAN IMPLIKASINYA BAGI PEMANTAPAN

RENCANA PELAKSANAAN WAJIB BELAJAR SLTP DI KABUPATEN BOGOR

T E S I S

Diajukan Kepada Panitia Ujian Tesis

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung

Untuk Menempuh Sebagian Dari Syarat

Program Pasca Sarjana

Bidang Studi Administrasi Pendidikan

0 1 e h : Manap Somantri Nomor Pokok : 9032197

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN B A N D U N G

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN TIM PEMBIMBING

UNTUK UJIAN TAHAP I

PROF. DR. ACHMAD SANUSI. SH. MPA Pembimbing I

PROGRAM FASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

B A N D U N G

(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN PENGUJI UNTUK UJIAN TAHAP I

. MOHAMMAD FAKftY GAFFAR, M.Ed Penguj_i__I

PROGRAM FASCA SARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

B A N D U N G

(4)

Demi masa, sesungguhnya manusia itu

da lam kerugian, kecuali mereka yang

beriman dan melakukan amal shaleh, dan wasiat-mewasiati dengan kebe-naran, dan wasiat-mewasiati dengan kesabaran (hati yang tequh).

(Q.S. / Al-'Ashar 1-3)

Waktu Bagi Orang Berakal :

Orang yang berakal seharusnyalah memiliki empat waktu :

1. Waktu bermunaiat kepada Robbnya,

2. Waktu untuk mengintrospeksi diri,

3. Waktu untuk memikirkan ciptaan Allah,

4. Waktu untuk memenuhi kebutuhan Jasmani dari makan dan minum.

( HR.Ibnu Hibban )

Untuk yang tercinta

.-Anakku Maulana Fajar Somantri dan Imam Muttaqien Ridwan,

istriku St. Sa'adah Ridwan,

pelabuhan hati dan rasa da lam

(5)

DAFTTAR I S I

Halaman

KATA PENGANTAR j

PENGHARGAAN DAN PERIMA KASIH iv

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

1. Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Masalahnya 1

2. Pendidikan dan Pembangunan 6

3. Studi tentang penelusuran penyebab ren

dahnya angka melanjutkan SD ke SLTP 11 4. Perencanaan dan Manajemen Pendidikan 12

B. Permasalahan 15

1. Identifikasi Masalah 15

2. Rumusan Masalah 18

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 22

1. Tujuan Penelitian 22

2. Manfaat Penelitian 24

D. Kerangka Pemikiran 25

E. Sistematika Penuliaan Laporan • 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 31

A. Konsep Dasar Perencanaan Pendidikan 32

1. Arti perencanaan pendidikan 32

2. Urgensi perencanaan pendidikan 36 3. Pendekatan dalam perencanaan pendidikan 38

4. Tipe-tipe perencanaan pendidikan 40 5. Tahap-tahap perencanaan pendidikan 42

B. Kajian Tentang Pendidikan Dasar 47

1. Pengertian dan tujuan 47

2. Wajib belajar pendidikan dasar 50

3. Perintisan wajib belajar SLTP 52 C. Aspek Sosial-ekonomi Dalam Pendidikan 57

1. Pemdidikan sebagai pranata sosial 59

(6)

2. Pendidikan dan kehidupan ekonomi 61

D*. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

ke-lanjutan pendidikan anak 63

E. Pendekatan Perencanaan Mikro Sebagai Suatu

Alternatif Gerakan Wajib Belajar SLTP 69

1. Pemetaan sekolah 70

2. Faktor yang mempengaruhi perencanaan

mikro 73

3. Pendekatan sistem dalam pemetaan sekolah 74

F. Beberapa Temuan Empirik Mengenai Dropout

dan Discontinuing Dalam Pendidikan 75

G. Ikhtisar Studi Kepustakaan dan Kaitannya

Dengan Masalah Penelitian' 93

BAB III METODE PENELITIAN 100

A. Pendekatan Terhadap. Masalah 100

1. Studi Deskriptif-analitik 100

2. Studi Kasus-kualitatif 102

B. Subjek Penelitian 103

1. Populasi dan sampel penelitian 104

2. Data yang diperlukan 107

C. Pengumpulan Data 109

1. Teknik pengumpulan data : 109

2. Inst rumen pengumpul data — HO

D. Tahap-tahap Penelitian HI

1. Tahap Persiapan HI

2. Tahap Orientasi 113

3. Tahap Pelaksanaan 114

4. Tahap Penyusunan laporan 116

E. Validitas Penelitian" 116

F. Pedoman Penafsiran dan Analisis Data 118

BAB IV HASIL PENELITIAN 123

A. Penelusuran Terhadap vLulusan SD/MI Tahun

91/92 di Kebupaten Bogor 124

1. Jumlah Lulusan SD/MI Tahun 91/92 dan

Persebarannya di Kabupaten Bogor 124

2. Angka Melanjutkan Tahun 1992 di Kabu

paten Bogor 127

(7)

3. Perbedaan karakteristik antar wilayah

kecamatan di Kabupaten Bogor 137

B. Indikator Pendidikan di Kecamatan Ci

leungsi 143

1. Perbandingan Jumlah Lulusan SD/MI Ta hun 91/92 Dengan Daya Tampunq Kelas I

SLTP Tahun 92/93 di Kecamatan Ci

leungsi 2.43

2. Kapasitas SLTP yang dibutuhkan

diban-dingkan dengan jumlah lulusan 147 3. Luas daerah jangkauan SLTP dilihat

dari segi besarnya sekolah, luas wi

layah, kondisi geografis, dan sarana

transportasinya. 148

4. Gambaran umum biaya pendidikan pada

SLTP di wilayah Kecamatan Cileungsi — 149

C. Penyebab Sebagian Lulusan SD/MI Tahun 91/

92 Tidak Melanjutkan ke SLTP 153

1. Pendapat guru atau kepala SD/MI vanq

kebanyakan lulusan sekolahnva tidak

melanjutkan ke SLTP 154

2. Perbedaan karakteristik wilayah dan pengaruhnya terhadap pendapat guru/ kepala SD mengenai rendahnya anqka me

lanjutkan ke SLTP 159

3. Ungkapan lulusan SD/MI yanq tidak me

lanjutkan ke SLTP 161

4. Perbedaan karakteristik wilayah dan

pengaruhnya terhadap harapan anak-anak

yang tidak melanjutkan dan pendapatnya

mengenai alasan tidak melanjutkan 167

5. Ungkapan orang tua lulusan SD/MI yang

tidak melanjutkan ke SLTP 168

6. Perbedaan karakteristik wilayah dan pengaruhnya terhadap pendapat orang

tua lulusan SD/MI yancr tidak

melaniut-kan ke SLTP 172

7. Pendapat tokoh pendidikan dan tokoh

masyarakat di wilayah Kecamatan Ci

leungsi mengenai banyaknya lulusan

SD/MI yang tidak melanjutkan ke SLTP 173

8. Pernyataan pihak industri dalam kait-annya dengan perekrutan dan penghai— gaan terhadap tenaga kerja yanq bei—

ijazah SD/MI 1 179

(8)

9. Pendapat para pengambil keputusan/ke-bijakan pada tingkat Kabupaten Bogor

mengenai angka melanjutkan dan upaya

untuk mensukseskan pelaksanaan wa iar

SLTP 1— i82

BAB V POKOK-POKOK TEMUAN,PEMBAHASAN DAN IMPLIKASI

HASIL PENELITIAN 187

A. Pokok-pokok temuan penelitian 187 B. Pembahasan temuan penelitian 197 C. Implikasi temuan penelitian 210 1. Pembangunan unit gedung baru 210 2. Tambahan ruang kelas baru 211

3. SMP Terbuka 212

4. Pengembangan Madrasah Tsanawiyah 213

5. Pengembangan Pondok Pesantren 213

6. Kejar Paket B. 214

7. Beberapa Pendekatan Baru Dalam

Penun-tasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

9 tahwi 215

8. Beberapa hal yang mendukung perlunya

strategi baru dalam upaya menuntaskan

program wajar pendidikan dasar 227

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 240

A. K e s i m p u l a n 240

B. R e k o m e n d a s i 246

KEPUSTAKAAN 253

LAMPIRAN :

1. Riwayat Hidup 257

2. Kisi-kisi pengumpulan data 261

3. Peta RUTR Daerah Kabupaten Bogor 265

4. Peta RUTR Daerah Kecamatan Cileungsi 266

5. Peta SD, SLTP, dan Arus Siswa SLTP di Kecamat

an Cileungsi 267

6. Peta lokasi dan Arus Siswa SLTP di Kabupaten

Bogor 268

7. Surat-surat Bukti Penelitian 269

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1-1 Prosentase Angka Transisi SD ke SLTP

Tahun 1987/1988 - 1990/1991 di Jawa

Barat 2^

Tabel 2-1 Prosentase Sebab-sebab Putus Sekolah

Menurut Orang Tua, Guru, dan Murid. 86

Tabel 2-2 Prosentase Alasan Tinggal Kelas 87

Tabel 3-1 Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Data

Dalam Penelitian Kualitatif 117

Tabel 4-1 Jumlah Lulusan SD dan Ml Tiap Keca

matan di Kabupaten Bogor 125

Tabel 4-2 Prosentase Pernyataan Orang Tua Yanq

Akan Mendaftarkan Anaknya ke SLTP Pada

Tahun 1992/1193 di Kabupaten Bogor — 127

Tabel 4-3 Lokasi Sekolah Yang Dipilih Orang Tua Murid Untuk Pendidikan Lanjutan

Anak-anak Mereka 129

Tabel 4-4 Lulusan SD/MI Tahun 91/92 Yang Akan Mendaftar/Me Ianjutkan ke SLTP atau Yang Sederajat Tiap Kecamatan di Kabu

paten Bogor Tahun 1992/1993 130

Tabel 4-5 Jumlah Siswa Yang Dapat Diterima Me lanjutkan ke SLTP atau Yang Sederajat

Pada Tahun Ajaran 1992/1993 di Kabu

paten Bogor 132

Tabel 4-6 Angka Melanjutkan Dari SD/MI ke SLTP

Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor

Tahun 1992/1993 134

Tabel 4-7 Lulusan SD/MI Yang Tidak Melanjutkan ke SLTP Tiap Kecamatan di Kabupaten

Bogor Tahun 1992/1993 136

Tabel 4-8 Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor

(Data Tahun 1990) . 139

(10)

Tabel 4-9 Jumlah Lulusan SD/MI Tahun 1991/1992

Dan Jumlah Yang Melanjutkan/Tidak me lanjutkan ke SLTP Tahun 1992/1992 di

Kecamatan Cileungsi 144

Tabel 4-10 Daya Tampung dan Daya Serap Kelas 1

SLTP Terhadap Lulusan SD/MI Tahun

1992/1993 di Kecamatan Cileungsi 145 Tabel 5-1 Perbandingan Kategori

Kecamatan,Pen-duduk Usia 13-15 Tahun. Lulusan SD/MI

Tahun 91/92, Jumlah SLTP, Aspirasi

Melanjutkan dan Angka Melanjutkan ke

SLTP (Data Tahun 1992). 228

Tabel 5-2 Rentang Pemerintahan, Penduduk Usia 13-15 Tahun, Lulusan SD/MI Tahun 91/92

SLTP, dan Angka Melanjutkan ke SLTP di

Kabupaten Bogor Pada TAhun 1992/1992 232

Tabel 5-3 Jumlah Penduduk Usia Sekolah, Murid,

dan Angka Partisipasi SD, SLP, SLTA,'

Di Kabupaten Bogor (1988-1991) 234

Tabel 5-4 Komposisi Pencari Kerja Terdaftar

Me-nurut Latar Belakang Pendidikannya

(Data TAhun 1991) 236

(11)

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM/GRAFIK

Ha laman

Grafik 1-1 Perkembangan Jumlah Murid SD. SLTP,

SLTA dan Mahasiswa Tahun 79/80-88/89 9

Gambar 1-1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 1-2 Sistematika Penulisan Laporan

Gambar 2-1 Tahapan Dalam Perencanaan Pendidikan 44

Gambar 2-2 The Planning Process 45

Diagram 2-1 Konsepsi Rendahnya Tingkat

Pelanjut-kan gj

Diagram 2-2 Model Pemetaan SMTP 98

Gambar 5-1 Konsepsi Penuntasan Wajib Belajar

Pedidikan Dasar 9 Tahun 216

x v

26

(12)

B A B I

PEM^AHULUAN

A. Latar Belakang.

1. Pendidikan Dasar 9 tahun dan permasalahannya.

Undang-undang No. 2 Tahun 1989 menegaskan bahwa

"pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9

(sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam)

tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan

yang sederajat."

Direncanakan pada permulaan Pelita VI nanti, wajib

belajar pendidikan dasar 9 tahun akan mulai dilaksanakan,

pada akhir Pelita V ini diharapkan SLTP telah mampu

menam-pung 85 % lulusan SD atau yang sederajat. Sebagai sesuatu

yang relatif baru, berbagai masalah akan siap menghadang

pelaksanaannya. Agar pelaksanaannya nanti tidak menemui banyak masalah, berbagai kemungkinan masalah tersebut

harus sudah diantisipasi sedini mungkin.

Sal ah satu tantangan berat dalam pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, adalah rendahnya jumlah lulusan sekolah dasar Yang melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan

tingkat pertama. Masalah tersebut merupakan bagian yang

tidak terlepas dari beberapa persoalan pokok pendidikan di

Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Moch. Fakry Gaffar

(13)

antara lain berkaitan dengan ;

"(1) jumlah populasi anak usia sekolah yang

cukup besar dan jumlah populasi angkatan kerja yang memerlukan pembinaan lebih lanjut untuk

meningkat-kan produktivitasnya; (2) keterbatasan ekonomi untuk memperluas kesempatan pendidikan dan untuk

memngkatkan jenjang pendidikan angkatan kerja yang memerlukan; (3) relevansi program pendidikan yang

sesuai dengan tuntutan pembangunan baik ditinjau dari segi jenjang maupun jenisnya; dan (4)

keseim-bangan antara tuntutan kualitas dan kuantitas,

terutama jika dikaitkan dengan nilai ekonomik pendidikan".

Masalah pendidikan yang senada, juga dikemukakan oleh

Coombs (1968) antara lain meliputi masalah efektivitas dan

efisiensi, masalah kuantitas dan kualitas, pemerataan

kesempatan serta permasalahan pokok pendidikan lainnya.

Latar belakang munculnya masalah-masalah tersebut

cukup

banyak dan bervariasi, yang secara

garis

besarnya

dapat dibedakan sebagai hal yang bersumber pada faktor

internal dan faktor eksternal dari sistem pendidikan itu

sendiri. Penyebab yang bersifat eksternal yang lebih

menonjol diantaranya ialah faktor sosial ekonomik

(lemah-nya kemampuan ekonomi masyarakat), faktor sosial budaya

(rendahnya aspirasi serta tradisi yang kurang menunjang),

faktor sosial demografis (padatnya penduduk perkotaan dan

terpencilnya penduduk pedesaan) dan faktor iklim geografis

yang kurang menguntungkan (Vaizey, 1967; Bruner, 1970;

Levy, 1971; Pamantung, 1977; Abin, 1986). Adapun penyebab

yang bersifat internal antara lain mencakup hal-hal yang

(14)

ketat-'•*.

nya syarat kelulusan dan terbatasnya variasi jenjang dan

jalur program yang ditawarkan; faktor masukan dasar

(raw-input,

heterogenitas karakteristik

serta latar

belakang

siswa); faktor masukan instrumental (terbatasnya sumber

belajar mengajar, seperti buku, guru, laboratorium serta

sarana fasilitas penunjang lainnya); faktor lingkungan

(kurangnya rasa keakraban dan keterlibatan dengan masyara

kat kampusnya); faktor proses (kelemahan manajerial sistem

pendidikannya) (Adams,1971; Hayes, 1974; Miller, 1973;

UNESCO, 1973; dan Abin, 1986).

Upaya penanggulangan yang ditujukan ke arah pemecahan

masalah eksternal telah dicoba. antara lain dengan

dikem-bangkannya pemikiran model perencanaan pembangunan

bidang

pendidikan secara terpadu dengan sektor-sektor pembangun

an lainnya, terutama sektor ekonomi, seperti yang telah

dirintis oleh UNESCO (1973). Model-model perencanaan

dimaksud yang lebih bersifat operasional telah

dikembang-kan pula oleh Correa (Adams, 1973; Banghart dan Trull,

1973; Makagiansar, 1976; Setijadi, 1977; Abin, 1986).

Sedangkan upaya peningkatan relevansi hasil (pendidikan)

dengan tuntutan dan kebutuhan tenaga untuk pembangunan,

telah dirintis pula model-model sekolah yang program

pendidikannya mempunyai jalur dan jenjang yang bervariasi

(Santoso, 1973; Makagiansar, 1976; Setijadi, 1977; Abin,

1986). Sudah barang tentu diikuti pula oleh pembaharuan

(15)

4

pelajarannya, metode dan media mengajar belajarnya, serta

sistem evaluasi, bimbingan dan penyuluhannya, administrasi

dan manajemen institutionalnya (BP3K, 1973; UNESCO, 1973;

Setijadi, 1977;

Abin, 1986).

Dengan sendirinya

komponen

personil kependidikannya juga mengalami pengembangan baik

melalui program pendidikan yang bersifat pra-jabatan,

dalam jabatan, maupun lanjutan (Tisna Amidjaja, 1979;

Abin, 1986; Sarwono, 1991).

Dalam beberapa hal Jawa Barat seringkali dijadikan

"barometer" keberhasilan pembangunan, termasuk pembangunan

di bidang pendidikan. Namun dalarn pembangunan pendidikan

dasar Jawa Barat mempunyai keunikan tersendiri, jika

ditelaah keadaan yang sebenarnya, belurn tentu seluruhnya

benar. Sebagai contoh; secara kuantitatif pendidikan

dasar di Jawa Barat ternyata berada di bawah pencapaian

secara nasional.

Sebagai gambaran, pada tahun 1990/1991 dari 5.448.113

anak usia 7-12 tahun, yang bersekolah di SD sebanyak

4.311.070 anak. Angka partisipasi murni (NER) yang dicapai

adalah 89,39 persen. Sedangkan secara nasional angka

partisipasi telah mencapai 99,6 persen. Pada tingkat SLTP,

dari 2.463.370 anak usia 13-15 tahun, yang bersekolah di

SLTP sebanyak 618.016 anak. Angka partisipasi murni (NER)

baru

mencapai

25,09 persen.

Padahal

angka

partisipasi

(16)

Angka melanjutkan ke SLTP tahun 1990/1991 baru

mencapai 45,2 persen. Dari sekitar 635.936 lulusan SD

tahun 1989/1990 yang dapat diterima di kelas I SLTP' tahun

1990/1991 sebanyak 287.702 anak. Sedangkan angka melan

jutkan secara nasional telah mencapai 72,2 persen, dan

Kabupaten

Bogor baru mencapai 46,9 persen, berarti

angka

melanjutkan ke SLTP di Jawa Barat lebih rendah dari angka

melanjutkan secara nasional, bahkan dibandingkan dengan

seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Hal tersebut

antara lain dikemukakan oleh Mendikbud bahwa "Jawa Barat

rnenduduki peringkat pa 1ing bawah pada daftar persentase

murid SD yang melanjutkan ke tingkat SLTP dari 27 provinsi

di Indonesia, sesuai dengan hasil pendataan perintisan

wajib belajar SLTP", yakni baru mencapai angka 52,7 %

(Pikiran Rakyat, 2 Mei 1992). Lebih lanjut Mendikbud

mene-gaskan bahwa

,-"Kerendahan angka itu patut diselidiki lebih

lanjut, seperti kemana mereka setelah lulus SD itu, penyelidikan itu perlu bagi perencanaan dan pelak

sanaan lebih lanjut wajib belajar pendidikan dasar

9 tahun, yang terdiri dari SD 6 tahun dan SLTP 3 tahun."

Jika Jawa Barat mempunyai jumlah penduduk usia

pendidikan dasar (7-15 tahun) yang terbanyak diantara

provinsi yang ada di Indonesia, maka angka-angka di atas

menunjukkan "ketertinggalan" Jawa Barat dalam mengusahakan

perluasan dan pemerataan kesempatan belajar. Dan untuk

(17)

a

perhatian dan berbagai sumberdaya yang diperlukannya.

Beberapa pakar pendidikan menduga bahwa kemungkinan

penyebab rendahnya angka melanjutkan antara lain .- (1)

Toenlioe A.J.E. dalam

Kompas,

14 Februai 1992 mengernukakan

paling sedikit ada dua ha 1 penyebab rendahnya jumlah

lulusan SD yang melanjutkan ke SMP. Kedua hal tersebut

adalah rendahnya kemampuan ekonomi orang tua, serta ren

dahnya kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan

SMP bagi anaknya; (2) Pendapat yang senada juga

dikemuka-kan oleh Prof. Abdul Kodir dalam Pikiran Rakyat, 21 Juni

1992, yakni rendahnya minat masyarakat untuk

menyekolah-kan.

Banyak masyarakat yang masih senang melihat

anaknya

bekerja bersama ketirnbang meneruskan pendidikan formal di

sekolah,

disamping memang masih ada beberapa daerah

yang

menghadapi masalah kurangnya daya tampung sekolah; (3)

Fuad Hasan dalam Pikiran Rakyat, 2 Mei 1992 mengernukakan

kemungkinan para lulusan SD/MI di Jawa Barat ini melanjut

kan

pelajarannya

pada pendidikan luar

sekolah,

seperti

kursus atau bentuk keterampilan kerja lainya. "Sebab

pendidikan luar sekolah di Pulau Jawa ini mernang kuat

sekali".

2. Pendidikan dan Pembangunan.

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan seluruh masya

rakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan itu tidak

(18)

7

pangan, kesehatan dan sebagainya; tetapi juga untuk

kemajuan batiniah, berupa pendidikan, rasa aman, bebas

mengeluarkan pendapat yang bertanggungjawab; juga perlu

adanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara

keduanya.

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN.1988)

antara lain ditegaskan pula bahwa pendidikan nasional

bertujuan untuk "rneningkatkan kualitas manusia Indonesia".

Sedangkan pembangunan pendidikan merupakan bagian integral

dari upaya pengembangan sumberdaya manusia. Dalam hal ini

Moch. Fakry Gaffar (1987:2) mengernukakan bahwa

.-"Keberhasilan pembangunan itu sangat ditentukan

oleh faktor manusia, dan manusia yang menentukan

keberhasilan ini haruslah manusia yang mempunyai

kemampuan membangun. Kemampuan membanqun ini hanya

dapat dibina melalui pendidikan".

Oleh karena itu, sektor pendidikan dalam pembangunan

nasional kita menjadi salah satu sektor yang mendapat

prioritas

yang

cukup

penting.

Pendidikan

bukan

hanya

merupakan sektor yang harus dibangun, tetapi juga harus

turut mendukung pembangunan sektor lainnya.

Pembangunan pendidikan. Titik berat pembanguan pen

didikan diletakkan pada upaya peninakatan mutu pada setiap

jenjang

dan jenis pendidikan. Selain itu ditekankan

pula

pentingnya perluasan kesempatan belajar dan perintisan

waJlb belajar hinqqa sekolah lanjutan tingkat pertama atau

(19)

8

Suharto, Tanggal 16 Agustus 1990). Kemudian pada pembukaan

rapat kerja nasional Depdikbud (28 Juli 1992) Presiden

menegaskan kembali bahwa "realisasi pelaksanaan wajib

belajar 9 tahun tidak dapat ditangguhkan lagi" (Pikiran

Rakyat, 29 Juli 1992).

Dalam pelita V ini telah dilontarkan gagasan bahwa

pengembangan manusia (human development) akan menjadi

fokus pembangunan, atau peningkatan kualitas manusia

Indonesia akan menjadi tujuan utama dalam era pembangunan

jangka panjang tahap kedua. Dan wahana yang paling

strate-gis untuk itu adalah pendidikan,

Menjelang berakhirnya Rencana Pembangunan Jangka

Panjang yang pertama, sektor pendidikan telah menunjukkan

kemajuan yang cukup berarti. Keberhasilan yang cukup

menonjol misalnya, "berhasilnya pemerataan dan perluasan

kesempatan pendidikan sekolah dasar". Sejak pelita I

hingga akhir pelita IV saja jumlah murid SD telah

mening-kat dua kali lipat, sekolah memengah tingmening-kat pertama tiga

kali, sekolah menengah tingkat atas menjadi lima kali dan

mahasiswa menjadi enam kali lipat dari jumlah semula

(H.A.R. Tilaar, 1991 : 1).

Pemerataan pendidikan. Upaya pemerataan dan perluasan

kesempatan belajar yang dilancarkan sejak pelita I hingga

pelita V sekarang ini menampakkan hasil yang paling menon

jol jika dilihat dari jumlah anggota masyarakat yang

(20)

Bukti keberhasilan pemerataan pendidikan tersebut

antara lain terlihat dari laju pertu.mbuhan jumlah murid

sekolah dasar sampai pada perguruan tii

pada grafik 1-1 beriku.t. ini.

J u m 1 a h m u r i d m a h a s i s w a d a 1 a m J u t a a n

. ng g i, sep e r t i t amp a k

Grafik 1-1

PERKEMBANGAN JUMLAH MURID SD, SLTP, SLTA

DAN MAHASISWA TAHUN 79/80 - 88/89

Murid SD.

26,57 26,55 26,44 26,66 26,73

24,70 25.80 _ -* *- *- * *

__-*-28 ••

26 •-24 ••

23,88

22,55 . * - '

22 +21,17^ 20 •• 7 -• 5 -• 4 3 2 + 3,41 2,98.*--1,57 1,76 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1,0 o,9 o,8 o,7

o,6 40,48 0,54 o,5 + *- *

o,4 Murid SLTP 6,13 6,45 6,45 5,67 it--'' 5,19 ^,-~'

4,76 .-*-' Murid SLm

4,27,-*'

3,61^,*' 3>50 379^.3*92

--*' 3,13,-^ *''

2,65 2,88 --*'' 2,02 2,28_-*: *'"

^ $t— •"

" Mahasiswa 1,43 1,43 ^ K 1,28,-1,05-" 0,98 „•*' 0,82,-*'' 0,72 ,>*"' 0,60 „--*'•"' .-*•'''

SLMBER : Balitbang Dikbud, 1989

(21)

10

Pada tingkat SD, tahun 1979/80 tercatat 21,17 juta

murid dan tahun 1988/89 telah menjadi 26,73 juta murid.

Pada tingkat SLTP untuk kurun waktu yang sama, tercatat

kenaikan

dari 2,89 juta murid menjadi 6,45 juta.

Sedang-kan pada tingkat SLTA tercatat kenaikan dari 1,57 juta

murid menjadi 3.92 juta dan pada tingkat perguruan

tinggi

dari 0,48 juta menjadi 1,43 juta mahasiswa.

Laju pertumbuhan jumlah peserta didik tersebut

merupakan bukti keberhasilan pemerataan dan perluasan

kesempatan

belajar,

yang

didukung

oleh : (1)

adanya

peningkatan kemampuan masyarakat dan pemerintah dalam

menyediakan berbagai sumberdaya pendidikan; (2)

meningkat-nya aspirasi masyarakat akan pendidikan,- dan (3) karena

laju pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi.

Pertumbuhan

tersebut

dicapai dengan

kemauan

yang

keras

untuk

menyisihkan sebagian dana

pembangunan

bagi

perluasan kesempatan belajar, untuk waktu yang akan datang

berbagai tantangan yang akan dihadapi akan semakin berat,

karena disamping kita harus tetap meningkatkan kuantitas,

kita harus memelihara yang ada, mengganti yang rusak, dan

meningkatkan program - dari wajib belajar 6 tahun menjadi

wajib

belajar 9 tahun. Untuk itu diperlukan

perhitungan-perhitungan yang mantap, yang bukan hanya aspek

(22)

11

3. Studi tentang penelusuran penyebab rendahnya anqka

melanjutkan SD ke SLTP.

Gejala rendahnya angka transisi (melanjutkan) dari

SD ke SLTP sangat mendesak untuk dikaji, karena kita

sedang melakukan berbagai persiapan menjelang pelaksanaan

wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang meliputi 6

tahun di SD dan 3 tahun di SLTP. Rendahnya angka transisi

tersebut nampak pada tabel 1-1 berikut ini.

Tabel 1-1

Prosentase angka transisi SD ke SLTP

Tahun 1987/1988 - 1990/1991

Di Jawa Barat

T a h u n

Indikator 87/88 88/89 89/90 90/91

Kelas I SD 841.242 839.312 837.593 850 871 Lulusan SD 617.242 646.845 633.142 635 936 Kls.l SLTP 270.706 273.193 279.746 287.702

Prosentase 43,86 % 42.23 % 44,18 % 45,24 %

Sumber .- Data/Informasi Dikbud

Propinsi Jabar, 1991/1992.

Secara absolut baik lulusan SD maupun siswa baru

kelas I SLTP menunjukkan kenaikan yang berarti, namun

prosentase angka melanjutkannya hampir tetap tidak

beran-jak. Data tahun terakhir tersebut menunjukkan bahwa 75,09

persen dari anak yang masuk sekolah dasar dapat

menyele-saikan studinya hingga kelas VI (lulus), dan hanya 45,24

persen saja dari mereka yang lulus dapat melanjutkan ke

SLTP. Pada tahun 1969 hal yang sama menunjukkan bahwa

40,00 persen dari anak yang masuk SD di Indonesia

dropout

(23)

dari mereka yang lulus dapat mengecap pendidikan di kelas

I SMP (Britton,-1969). Keadaan itu menunjukkan bahwa

upaya

mengurangi

dropout

pada

tingkat SD

selama

ini

dapat

dinilai berhasil, tetapi upaya menaikkan angka melanjutkan

(transisi) belum memperlihatkan hasil yang memuaskan.

Ada indikasi bahwa (1) rendahnya angka melanjutkan

tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kurangnya daya tampung

SLTP; (2) keberhasilan pembangunan SD inpres juga

diikuti

oleh adanya gejala sekolah kekurangan murid. Oleh karena

itu

diperlukan adanya studi mengenai penelusuran penyebab

rendahnya angka melanjutkan SD ke SLTP, dengan tinjauan

sosio-antropologis,

agar

dapat dirumuskan

rencana

yang

mantap untuk pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun,

sehingga target yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.

4. Perencanaan dan manajemen Pendidikan.

Pendidikan di Indonesia dewasa ini mempunyai ciri

yang masih sangat sentralistik, uniformistik dan

biro-kratik,

sesuai dengan kecenderungan umum dalam

perencana

an pembangunan nasional yang masih sangat sentralistik.

H.A.R. Tilaar (1990:5)

mengernukakan bahwa

"kecenderungan

ini

pada awal masa pembangunan dalam Rencana

Pembangunan

Jangka

Panjang

(RPJP) pertama memang masih

dapat

dibe-narkan, apabila kita melihat pada keterbatasan sumber

dana, kemampuan dan pengalaman".

Tetapi untuk RPJP kedua,

(24)

13

sistem perencanaan yang lebih terbuka dan fleksibel. Hal

ini berarti perlu adanya pergeseran dari perencanaan yang

birokratik dan sentralistik, ke arah perencanaan yang

lebih demokratis, yang memungkinkan lebih banyak peran

serta dan keterlibatan masyarakat serta aparat di daerah.

Pada Konvensi Nasional Pendidikan kedua di Medan

H.A.R. Tilaar ( 1992:15 ) juga mengungkapkan bahwa untuk

menjamin kekhasan yang ada, perlu memperhatikan tiga

pendekatan berikut: (1) sentralisasi dan desentralisasi;

(2) otonomi daerah; dan (3) pendidikan yang terpadu dengan

pembangunan daerah.

Pemerintah kini sedang berupaya untuk memperbaiki

dan meningkatkan mutu sistem penyelenggaraan pendidikan

nasional, sehingga menjadi suatu sistem yang lebih serasi

dan menunjang kepada program-program pembangunan nasional.

Perbaikan dan peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan

diarahkan pada pencapaian efektifitas, efisiensi,

produk-tivitas, dan relevansi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Dalam hal tersebut Oteng Sutisna ( 1988:4 ) mengernu

kakan bahwa tujuan pembaruan pendidikan itu ialah

tercip-tanya suatu sistem pendidikan yang ,•

1) mampu melayani kebutuhan masyarakat sedang

berkembang akan pendidikan dalam arti

kuantita-tif, serta menjamin lahirnya para lulusan yang

secara kualitatif memenuhi harapan masyarakat banyak (efektivitas dan produktivitas);

(25)

14

pengalaman belajar yang mengisinya, selaras dengan dunia pekerjaan yang akan dimasuki oleh para lulusan (reievansi);

3) mendayagunakan tenaga, dana, fasilitas dan teknologi yang tersedia secara optimal bagi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (efisiensi).

Pembangunan pendidikan di Indonesia disamping harus

memenuhi program-program pembangunan akan tenaga kerja

terdidik baik, harus pula mampu menghadapi tantangan dari

kekuatan-kekuatan

baru

yang sedang

muncul.

Diantaranya

adalah pertumbuhan penduduk yang tergolong cukup tinggi

serta peningkatan dalam peningkatan aspirasi dan harapan

masyarakat terhadap pendidikan. Hal ini membawa implikasi

berat bagi perluasan dan pemerataan kesempatan belajar

bagi seluruh penduduk. Pertumbuhan yang besar dalam jumlah

peserta didik, pendidik, dan fasilitas pendidikan lainnya

cenderung menambah kelambanan sistem pendidikan dalam

merespon kebutuhan-kebutuhan baru. Hal tersebut pada

gilirannya akan menuntut adanya usaha yang lebih besar dan

berat.

Penelusuran penyebab rendahnya angka melanjutkan

dari SD ke SLTP akan sangat berarti bagi pemantapan

rencana pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9

tahun. Jika telah dapat diketahui penyebabnya, diharapkan

dapat dirumuskan kebijaksanaan yang paling "memungkinkan",

baik ditinjau dari segi efektifitas, produktivitas,

(26)

Dalam

rangka lebih meningkatkan pembangunan

pendi

dikan di Kabupaten Bogor atau hingga kecamatan-kecamatan

yang ada di bawahnya perlu lebih dimantapkan perencanaanya

sehingga

menjamin

tercapainya

tujuan

yang

ditetapkan.

Pemantapan

perencanaan tersebut dapat

dilakukan

melalui

perencanaan mikro yang alatnya antara lain ialah pemetaan

sekolah, yaitu rnenentukan alokasi dan lokasi sekolah

dengan

tepat yang didasarkan atas masalah-masalah

pendi

dikan, kependudukan, sosial, budaya, ekonomi, dan geografi

daerah

setempat.

Karena itu pemetaan

sekolah

hendaknya

bersifat

konseptual, karena di dalamnya

telah

memperhi-tungkan

berbagai

faktor

dan menjangkau

jauh

ke

depan

secara menyeluruh.

B. Permasalahan.

1. Identifikasi masalah.

Penelitian

ini

akan

memfokuskan

perhatian

pada

masalah yang berkaitan dengan rendahnya tingkat melanjut

kan dari SD/MI ke SLTP di Kabupaten Bogor. Penelitian ini

akan mencoba mengungkapkan berbagai misteri yang menjadi

penyebab rendahnya angka melanjutkan tersebut, yang

kaji-annya meliputi tiga aspek utama, yaitu sosial, ekonomi,

dan

pendidikan.

Diduga bahwa

penyebab

rendahnya

angka

melanjutkan

tidak jauh berbeda dengan penyebab

tingginya

angka dropout, keduanya merupakan indikator tidak

melan-jutkannya

seorang

anak pada

tingkatan

pendidikan

yang

(27)

i6

Oleh karena itu penelitian ini juga berpedoman pada

saran yang diajukan oleh Levy (1971). Levy menyarankan

bahwa

jika

negara-negara yang

sedang

berkembang

ingin

membuat kebijakan yang efektif untuk mengurangi tingkat

dropout dan meningkatkan efisiensi sistem sekolah mereka,

maka

mereka

harus memahami faktor

sosial-ekonomik

yang

dapat mempengaruhinya. Sebagaimana dikemukakan bahwa ;

"Thus, if the less developed countries are to

adopt effective policies to reduce dropout rates

and thereby improve the efficiency of their school systems, they must understand the socioeconomic factors wich influence the dropout rate" (Levy •

1971 ; 44).

Demikian pula faktor sosial politik dan faktor

pendidikan dapat juga mempengaruhi tingginya angka drop

out, dan memungkinkan pula menjadi penyebab rendahnya

angka melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Beberapa isyu permasalahan sehubungan dengan masalah

rendahnya angka melanjutkan dari SD ke SLTP atau pada

jenjang

pendidikan yang lebih tinggi, antara

lain

dapat

diungkapkan hal-hal sebagai berikut :

a. Rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat. Hal ini dapat

mengurangi hasrat orang tua dan semangat anak untuk

dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan

yang lebih tinggi. Orang tua lebih merasa tertolong

jika anaknya dapat membantu pekerjaannya, atau bekerja

untuk menunjang pendapatan keluarganya (Santoso, 1969;

(28)

17

Toenlie, 1992);

b. Sebagai

akibat

kemampuan

ekonomik

masyarakat

yang

rendah, maka biaya pendidikan dinilai terlalu mahal dan

diluar jangkauan kemampuan masyarakat, sebagaian besar

masyarakat memandang bahwa pendidikan be 1urn menjadi

kebutuhan yang mendesak. Mereka menganggap bahwa

bersekolah hanya merupakan pemborosan semata;

c. Tumbuhnya daerah-daerah industri di pinggiran kota

telah banyak menyedot tenaga muda untuk bekerja upahan,

persaratan kerja dan pemberian upah yang tidak

ber-dasarkan

tingkat pendidikan (ijazah), serta

banyaknya

lulusan sekolah menengah yang "menganggur", telah

banyak

mengikis keyakinan masyarakat

akan

pentingnya

melanjutkan

pendidikan,-d. Nilai ekonomik hasil pendidikan yang masih belum

seimbang dengan biaya pendidikan yang dikeluarkan

(Engkoswara, 1991);

e. Daya tampung SLTP yang ada kurang memadai;

f. Faktor geografis, dimana masih banyak daerah-daerah

yang sangat jauh dari lokasi sekolah, dengan sarana

transportasi yang belum memadai atau belum ada

(Beeby,

' 1979);

g. Angka

melanjutkan

ke

SLTP di

Kabupaten

Bogor

baru

mencapai 46,90 %, sedikit di atas angka melanjutkan

(29)

IS

nasional telah mencapai 65,87 %. Hal ini tentu akan

memberatkan pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun

yang

meliputi

enam tahun di Sekolah

Dasar

dan

tiga

tahun

di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,

yang

akan

dimulai pada awal pelita VI;

h. Terdapat kecenderungan melemahnya semangat siswa dan

orang tua murid untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih

tinggi (di atas SD), yang mungkin disebabkan oleh

kurangnya daya tampung, jauhnya lokasi sekolah,

mahalnya biaya melanjutkan. serta pengaruh negatif dari

pertumbuhan industri.

2. Rumusan Masalah.

Memperhatikan isyu permasalahan seperti telah

dike-mukakan di atas, rumusan masalah yang akan menjadi fokus

pembahasan dalam penelitian ini adalah : Faktor apa saja

i^ang menyebabkan rendahnva angka melanjutkan dari SD/MI ke

SLTP dan baqaimana impl ika_sinya bagi pemantapan rencana

pelaksanaan program wajib belajar SLTP dj_ Kabupaten Bogor?

Secara lebih rinci masalah-masalah khusus dirumuskan

dalam pertanyaan penelitian berikut ini

.-a. Penelusuran awal lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992.

(1) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992

dan bagaimana gambaran penyebarannya ?

(2) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992

(30)

19

mereka masuki dan dimana lokasi sekolah yang mereka

pilih itu ?

(3) Berapa banyak lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992

yang tidak melanjutkan studinya ke SLTP, apa yang

menjadi alasan umum mereka tidak dapat melanjutkan

tersebut, di wilayah mana mereka umumnya berada dan

selanjutnya akan kemana mereka itu ?

(4) Adakah perbedaan yang berarti mengenai kecende

rungan antar wilayah kecamatan atau antar zone pengembangan wilayah berkaitan dengan faktor-faktor

yang terungkap melalui pertanyaan (1, 2, dan 3) di

atas ?

b. Indikator pendidikan yang menjadi kendala angka melan

jutkan ke SLTP.

(1) Berapa besar perbandingan jumlah lulusan SD/MI

tahun 1991/1992 dengan daya tampung kelas I SLTP

tahun ajaran 1992/1993 ?

(2) Berapa besar jumlah SLTP yang dibutuhkan jika

di-bandingkan dengan jumlah SD/MI yang ada pada suatu

wilayah tertentu ?

(3) Bagaimana luas daerah jangkauan suatu SLTP dilihat

dari segi besarnya sekolah, luas wilayah, kondisi

geografis, jarak jangkauan dan sarana transportasi

umum ?

(4) Bagaimana gambaran umum biaya pendidikan lanjutan

(31)

pendaf-20

taran,

uang pangkal (yang harus

dikeluarkan

pada

awal tahun), uang BP3, dan besarnya SPP, baik

pada

sekolah negeri maupun swasta ?

c. Penelusuran lanjutan mengenai penyebab lulusan SD/MI

tahun ajaran 1991/1992 tidak melanjutkan ke RjVTP^

(1) Bagaimana ungkapan lulusan SD/MI yang tidak melan

jutkan

pendidikannya

ke SLTP,

adakah

penyesalan

yang berarti, atau mereka menerima sebagai suatu

hal yang biasa, menurut mereka apa yang menyebabkan

mereka tidak dapat melanjutkan, bagaimana pandangan

mereka tentang sekolah lanjutan itu, dan bagaimana

harapan mereka sebenarnya ?

(2) Adakah perbedaan yang berarti mengenai hal-hal yang

terungkap melalui pertanyaan (1) ditinjau dari

perbedaan zone pengembangan wilayah dan ciri-ciri

wilayah tersebut ?

(3) Bagaimana ungkapan para orang tua murid yang

anak

nya tidak melanjutkan studi ke SLTP. Apa

alasan-alasan

yang mereka ungkapkan, bagaimana

pandangan

mereka tentang sekolah lanjutan, apakah mereka

telah memahami kebijakan pemerintah mengenai wajib

belajar

pendidikan

dasar 9 tahun,

dan

bagaimana

persepsi mereka mengenai pendidikan lanjutan serta

pendidikan pada umumnya ?

(4) Berdasarkan

hasil

yang

dapat

diungkap

melalui

(32)

mengenai makna ungkapan para orang tua yang anaknya

tidak melanjutkan studi ke SLTP ditinjau

dari segi

perbedaan karakteristik wilayah, dan berdasarkan

perbedaan status solial mereka ?

(5) Bagaimana pendapat guru dan atau kepala sekolah

das.ar yang kebanyakan lulusan sekolahnya tidak

melanjutkan ke SLTP. Apakah karena faktor

persaing-an prestasi belajar ypersaing-ang tinggi atau karena alasan

lain ?

(6) Berdasarkan hasil yang terungkap melalui jawaban

pertanyaan (5), adakah perbedaan yang berarti bila

ditinjau dari karakteristik sekolah dan karakter

istik wilayah dimana sekolah tersebut berada ?

(7) Bagaimana pendapat kepala kandepdikbud kecamatan

dan atau penilik SD sebagai tokoh pendidikan dan

tokoh masyarakat di suatu wilayah mengenai

kendala-kendala yang menyebabkan rendahnya angka melan

jutkan ke SLTP ?

(8) Bagaimana pendapat masyarakat industri (pemakai

lulusan SD) mengenai peluang lulusan SD untuk

bekerja di pabrik atau perusahaannya, mengenai

kesejahteraan,

kualitas

unjuk

kerja,

kemampuan

merespon perintah, kedisiplinan mereka, serta

peluangnya

untuk menempati jenjang pekerjaan

yang

sama dengan lulusan sekolah yang lebih tinggi ?

(33)

(keputus-an/kebijakan) pada tingkat kabupaten dalam kaitannya

dengan masalah wajib belajar pendidikan dasar serta

implikasinya bagi pemantapan rencana pelaksanaan

wajib belajar pendidikan dasar di Kabupaten Bogor ?

d- Im&iikas_i dari qejala la)^ indikator (b) . dan penyebab

i£± terhadap pemantapan rencana pelaksanaan wajib bela

jar SLTP di Kabupaten Bogor.

(1) Apakah diperlukan pembangunan unit gedung baru pada

suatu wilayah tertentu, jenis satuan pendidikan apa

yang perlu didirikan sesuai dengan rninat siswa dan

harapan orang tua ?

(2) Apakah diperlukan tarnbahan ruang kelas baru, sesuai

dengan

data yang ada dan minat siswa

dan

harapan

orang tua terhadap sekolah tertentu di wilayahnya ?

(3) Pada suatu wilayah tertentu, apakah cocok digunakan

pola SMP terbuka ?

(4) Pada suatu wilayah tertentu, apakah cocok dibuka

atau disediakan pola Kejar Paket B ?

(5) Pada

suatu wilayah tertentu, apakah cocok

menggu-nakan pola pengembangan madrasah tsanawiyah ?

(6) Pada suatu wilayah tertentu, apakah dapat digunakan

pola pengembangan pondok pesantren ? r

(7) Adakah

pendekatan-pendekatan baru yang dapat

mem-bantu, dalam upaya penuntasan wajib belajar

pendi

dikan

dasar, sesuai dengan

karakteristik

wilayah

(34)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1. Tujuan penelitian.

Penelitian

ini dilakukan dalam

rangka

memenuhi

salah satu sarat

bagi penyelesaian studi pada

program

Magister

Pendidikan. Penelitian diarahkan untuk dapat

menjawab pertanyaan utama mengenai faktor apa saja yang

menyebabkan rendahnya angka melanjutkan dari SD ke SLTP

dan

bagaimana

implikasinya

bagi

pemantapan

rencana

pelaksanaan program

wajar SLTP di Kabupaten Bogor.

Penelitian ini ditujukan untuk mencoba

mengapli-kasikan teori administrasi pendidikan,

khususnya untuk

mengembangkan salah satu tahap dalam proses perencanaan

pendidikan,

yaitu tahap

"pre-planning",

dengan

jalan

mengungkapkan berbagai kemungkinan penyebab rendahnya

angka

melanjutkan

lulusan SD ke SLTP.

Hal

tersebut

dapat dimanfaatkan untuk pemantapan rencana pelaksanaan

wajib belajar SLTP di Kabupaten Bogor.

Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk

.-(1) mengadakan

penelusuran awal tentang lulusan

SD/MI

tahun ajaran 1991/1992, yakni untuk menjawab

pertanyaan berapa banyak mereka itu, berapa

banyak

mereka yang melanjutkan, kemana mereka melanjutkan,

dimana

dan

berapa

banyak

mereka

yang

tidak

melanjutkan, kemana mereka yang tidak melanjutkan

itu,

serta apakah terdapat perbedaan yang

berarti

(35)

14

zone pengembangan wilayah berkaitan dengan

faktor-faktor tersebut;

(2) menganalisis

beberapa

indikator

pendidikan yang

dapat menjelaskan kedudukan angka melanjutkan ke

Si/TP,

antara

lain berkaitan

dengan

perbandingan

banyaknya jumlah lulusan SD/MI tahun 1991/1992

dengan

daya tampung kelas I SLTP tahun

1992/1993,

perbandingan jumlah SD/MI dengan SLTP yang ada dan

yang

ideal

bagi

suatu

wilayah,

luas

wilayah

jangkauan suatu SLTP, serta gambaran umum

mengenai

biaya pendidikan lanjutan di

SLTP.-(3) mengungkapkan

berbagai

penyebab

rendahnya

angka

melanjutkan, khususnya penyebab lulusan SD/MI tahun

1991/1992 tidak melanjutkan ke SLTP. Hal tersebut

akan diungkapkan berdasarkan persepsi lulusan

yang

tidak

melanjutkan,

orang

tuanya,

pendidik

pada

sekolah-sekolah yang angka melanjutkannya rendah,

serta dari tokoh masyarakat yang menaruh perhatian

besar pada masalah ini;

(4) menganalisis

gejala rendahnya

angka

melanjutkan,

indikator

pendidikan yang berkaitan

dengan

angka

melanjutkan,

dan berbagai penyebab mengapa

mereka

tidak dapat melanjutkan. Hasil analisis tersebut

kemudian

dimanfaatkan

untuk

pemantapan

rencana

(36)

2. Manfaat penelitian.

Secara

teoritik

penelitian

diharapkan

dapat

memberikan manfaat bagi upaya pengembangan wawasan ilmu

administrasi pendidikan, khususnya dalam memanfaatkan

dan

mengembangkan

metodologi

perencanaan

pendidikan

yang sesuai dengan kebutuhan daerah.

Secara

praktis penelitian ini

diharapkan

dapat

bermanfaat bagi akselerasi pembangunan pendidikan

yang

sesuai

dengan

kebutuhan

daerah.

khususnya

bagi

pemantapan rencana pelaksanaan program wajib belajar

SLTP di Kabupaten Bogor, serta mempunyai nilai

terapan

bagi perencanaan pengembangan pendidikan di daerah

lain.

Manfaat praktis ini antara lain berkaitan

dengan

penyediaan kesempatan belajar yang seluas-1uasnya

bagi

lulusan

SD/MI atau yang sederajat untuk dapat

mening

katkan pendidikannya ke SLTP. Hasil penelitian ini

dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam perencanaan

.-(1)

pembangunan unit gedung baru,- (2)

tambahan

ruang

kelas baru,- (3) penyelenggaraan pendidikan dengan

pola

SMP Terbuka,- (4) penyelenggaraan pendidikan dengan pola

Kejar Paket B; (5) pola pengembangan Madrasah

Tsanawi-yah;

(6) pola pengembangan pondok pesantren; atau

(7)

(37)

26

D. Kerangka Pemikiran.

Permasalahan

di

atas

akan

dikembangkan

dan

dianalisis

berdasarkan pola pikir seperti tampak

pada

gambar l-l.

(a)

Gambar 1-1 Kerangka Pemikiran

Pengumpulan dan Pengolahan Data

: i r—

i (b)

Gambaran angka melanjut

kan ke SLTP di Kabupaten Bogor Tahun 1992/1993

Indikator pendidikan yang

dapat menjadi kendala me lanjutkan ke SLTP di Kabu

paten Bogor

(c)

D i a g n o s i s

Penyebab rendahnya angka melanjut

kan ke SLTP di Kabupaten Bogor

me-nurut persepsi anak,orang

tua.pen-didik & tokoh masyarakat/pentua.pen-didik,

(d)

Implikasi gejala (a),indikator (b) dan hasil diagnosis '(c) terhadap pemantapan rencana pelaksanaan wa jib belajar SLTP di Kabupaten

B o g o r

Dalam tahap awal penelitian ini akan dilakukan

(a) penelusuran terhadap lulusan SD/MI tahun 1991/1992,

yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang angka

melanjutkan

ke

SLTP di Kabupaten

Bogor

untuk

tahun

(38)

ber-£ f

kaitan dengan indikator pendidikan, yang dapat

menjadi

kendala

melanjutkan pendidikan bagi lulusan

SD/MI

ke

SLTP

di

Kabupaten Bogor. Dengan

memperhatikan

kedua

faktor di atas akan dilakukan (c) penelusuran

(diagno

sis)

penyebab

lulusan

SD/MI

tahun

1991/1992

tidak

melanjutkan

ke

SLTP, baik menurut

persepsi

lulusan,

orang tua, pendidik, maupun tokoh masyarakat. Pada

bagian

akhir penelitian ini akan dilakukan (d)

anali-sis berbagai implikasi dari gejala (a), indikator

(b),

dan

penyebab (c) terhadap pemantapan rencana

pelaksa

naan wajib belajar SLTP di Kabupaten Bogor.

Pengungkapan

latar belakang

penyebab

rendahnya

angka

melanjutkan

lulusan SD/MI ke SLTP

akan

sangat

bermanfaat untuk menjelaskan apakah betul angka

melan

jutkan tersebut memang rendah. Jika betul, dimana

saja

hal itu menunjukkan angka yang paling menonjol, dan apa

latar belakang

utamanya. Dengan demikian kita

dapat

mengambil langkah untuk memantapkan rencana pelaksanaan

wajib belajar SLTP.

E. Sistematika Penulisan Laporan.

Laporan

penelitian

ini berisi lima

bagian

dan

disusun dalam suatu sistimatika sebagai berikut:

Pendahuluan,

berisi

pembahasan

mengenai

(A)

Latar

belakang masalah yang meliputi .- (1) Pendidikan dasar 9

tahun

dan permasalahannya,- (2) Pendidikan

dan

Pemba

(39)

2ti

melanjutkan dari SD/MI ke SLTP; (4) .Perencanaan dan

Manajemen Pendidikan. (B)

Permasalahan,

yang meliputi

.-(1)

Identifikasi

masalah.- dan

(2)

Rumusan

masalah,

tujuan dan manfaat penelitian. kerangka pemikiran dalam

penelitian

ini,

serta sistimatika

penulisan

laporan

penelitian yang dimuat dalam Bab I.

Tinjauan

Pustaka,

mengetengahkan

pembahasan

tentang

(A) Konsep dasar perencanaan pendidikan,- (B) Kajian

tentang pendidikan dasar; (C) Aspek-aspek

sosial-ekonomi

dalam

pendidikan;

(D)

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi kelanjutan pendidikan pendidikan anak;

(E) Pendekatan perencanaan mikro sebagai suatu

alter-natif gerakan wajib belajar SLTP; (F) Beberapa temuan

empirik mengenai dropout dan discontinuing dalam

pendidikan; (G) Intisari studi kepustakaan dan

kait-annya dengan masalah penelitian ini, diuraikan dalam

Bab II.

Prosedur

penelitian,

(1) berisi

mengenai

data

yang

diperlukan; (2) populasi dan sampel; (3) metode peneli

tian yang digunakan,- (4) validitas penelitian; (5)

sumber dan teknik pengumpulan data,- tahap pelaksanaan

penelitian; dan (6) pedoman pengolahan atau analisis

data, dimuat dalam Bab III.

Hasil Penelitian, berisi deskripsi dan pembahasan hasil

(40)

29

ke

SLTP di Kabupaten Bogor tahun 92/93;

.(2)

gambaran

indikator

pendidikan

yang

dapat

mempengaruhi

angka

melanjutkan ke SLTP di Kabupaten Bogor; (3) hasil

diagnosis penyebab rendahnya angka melanjutkan menurut

persepsi anak, orang tuan dan pendidik serta tokoh

masyarakat. Data-data tersebut pada akhirnya dijadikan

dasar bagi pemantapan rencana pelaksanaan program wajib

belajar SLTP di Kabupaten Bogor, yang disajikan dan

dibahas dalam Bab IV dan V.

Kesimpulan dan rekomendasi. yang disajikan berdasarkan

pokok permasalahan. kemudian direkomendasikan sesuai

dengan permasalahan yang timbul dan ditemukan selama

penelitian berlangsung, disajikan pada Bab VI.

Kerangka penulisan laporan penelitian ini jika

dirangkai dalam sebuah bagan maka tampak gambar 1-2

(41)

(1)

Gambar 1-2

SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN

PERMASALAHAN

TEORITIK

(2)

>u

TINJAUAN PUSTAKA

3

EMPIRIK (3)

PENELITIAN

(Pengumpulan & analisis data)

(4)

HASIL PENELITIAN (5)

JL

TEMUAN, PEMBAHASAN DAN

IMPLIKASI HASIL PENELITIAN

(6)

(42)

B A B I I I

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Terhadap Masalah

Penelitian ini diarahkan untuk dapat menemukan

beberapa faktor yang menyebabkan lulusan SD/MI tidak

melanjutkan ke SLTP di Kabupaten Bogor. Penemuan fak

tor-faktor tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi

pemantapan rencana pelaksanaan wajib belajar SLTP yang

akan dimulai pada awal pelita VI mendatang.

Penelitian ini tidak bermaksud menguji suatu

hipotesis, tetapi mendeskripsikan dan menganalisis data

sehingga ditemukan suatu kecenderungan umum yang dapat

dijadikan bahan kajian lebih lanjut dalam penelitian

ini, dengan demikian penelitian ini dapat dikelompokkan

pada penelitian kualitatif. 1. Studi deskriptif-analitik

Penelitian deskriptif dirancang untuk

memper-oleh informasi tentang status gejala pada saat pene

litian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk

menetapkan sifat suatu situasi pada waktu

penyeli-dikan itu dilakukan, untuk melukiskan variabel atau

kondisi "apa yang ada" dalam suatu situasi (Winarno,

1980; Best, 1981; Donald Ary, 1982; dan Jalaludin

Rachmat, 1989). Dalam kepustakaan tersebut juga

dikemukakan bahwa :

(43)

101

a. Penelitian deskriptif menuturkan sesuatu secara

sistematis tentang data atau karakteristik popu

lasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual

dan cermat, menganalisis (karena itu metode ini

sering disebut metode analitik) dan

menginterpre-tasikan data yang ada.

b. Penelitian deskriptif lebih menekankan pada

observasi dan suasana alamiah (natural setting) ,

ia mencari teori dan bukan menguji teori, (hypo

thesis-generating) dan bukan

(hypothesis-testing) , heuristic dan bukan verifikatif, oleh

karena itu penelitian deskriptif sangat berguna

untuk melahirkan teori-teori tentatif.

c. Terdapat beberapa jenis penelitian deskriptif,

antara lain .- Studi kasus, survei, studi perkem

bangan, studi tindak-lanjut (follow-up studies).

analisis dokumenter, analisis kecenderungan

(trend analyses), analisis tingkah laku, studi

waktu dan gerak (time and motion study), dan

studi korelasional. "

Dalam penelitian ini digunakan beberapa jenis

penelitian deskriptif, disesuaikan dengan tujuan

penelitian, fokus telaahan, perumusan masalah dan

pertanyaan penelitian. Antara lain: (1) untuk menen

tukan lokasi yang tepat dalam penelitian ini diguna

(44)

102

Pokja Wajar Tingkat Kabupaten Bogor tentang pendataan

lulusan SD/MI tahun ajaran 1991/1992; (2) untuk

mengungkapkan

beberapa

indikator

pendidikan

yang

dapat mempengaruhi angka melanjutkan digunakan ana

lisis dokumenter;

dan (3) untuk menyingkap

penyebab

lulusan SD/MI tahun 1991/1992 tidak melanjutkan pen

didikannya ke SLTP digunakan studi kasus.

Studi deskriptif-analitik ini menitikberatkan

pada

studi kasus terhadap mereka yang

tidak

dapat

melanjutkan pendidikannya ke SLTP, dengan

mempertim-bangkan karakteristik wilayah dan masyarakat

setem-pat. Studi ini dipandang cocok untuk mendeskripsikan

berbagai penyebab mereka tidak dapat melanjutkan dan

hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pemantapan rencana

pelaksanaan wajib belajar SLTP. 2. Studi kasus-kualitatif

Studi kasus-kualitatif dalam penelitian ini

digunakan untuk melengkapi studi deskriptif-analitik

di atas, terutama

untuk dapat mengungkapkan kemung

kinan adanya perbedaan penyebab tidak melanjutkan

pada masyarakat dan wilayah yang karakteristiknya

berbeda. Pendeskripsian hasilnya dapat digunakan

sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pola apa

(45)

103

Studi kasus ini dilakukan terhadap lulusan

SD/

MI

tahun 1991/1992 yang tidak melanjutkan ke

SLTP,

kasusnya dikelompokkan atas masyarakat dan daerah

yang cenderung agraris, agamis, dan kota atau

perba-tasan kota serta industri.

Penggunaan studi kasus-kualitatif ini tidak sa

ling bertentangan dengan studi

deskriptif-analitik,

sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif

yang dikemukakan oleh (Bogdan & Biklen,1982; Lincoln

& Guba. 1985; Moleong,1989:4) yang menjelaskan bahwa

penelitian

kualitatif

bercirikan : (a)

mempunyai

latar alamiah

(natural setting),

(b) manusia sebagai

alat atau instrumen penelitian, sehingga lebih

memungkinkan adaptabi1itas, (c) menggunakan metode

kualitatif,

(d)

analisis

data

secara

induktif,

(e) teori dari dasar (grounded theory) melalui

analisis secara induktif, (f) laporannya bersifat

deskriptif,

(g) lebih mementingkan proses

daripada

hasil, (h) adanya "batas" yang ditentukan oleh fokus

penelitian, (i) adanya kriteria khusus untuk

keab-sahan data, (j) desain bersifat sementara, (k) hasil

penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

B. Subyek Penelitian

Yang dimaksud dengan subyek penelitian dalam

hal ini merujuk kepada populasi, sampel dan sumber data

(46)

104

1. Populasi dan sampel penelitian

Sudjana (1982:5) mengernukakan bahwa populasi

dan sampel pada dasarnya mengacu kepada "totalitas

semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun

pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif daripada

karakteristik

tertentu

mengenai

sekumpulan

obyek

yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari

sifat-sifatnya, dinamakan populasi."

Adapun sebagian dari populasi yang diambil dari

populasi, baik anggotanya maupun karakteristik

yang

ingin dipelajari, dinamakan sampel atau contoh."

(Sudjana, 1990 .- 4). Sampel dimaksud dalam pene

litian

ini bersifat sebagai informan, yaitu

"orang

yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang

situasi

dan

kondisi latar

penelitian."

(Moleong,

1990 : 90).

Populasi dan sampel dalam penelitian ini meli puti karakteristik yang dapat memberikan andil

terhadap rendahnya angka melanjutkan ke SLTP, atau pun karakteristik yang dipandang dapat memberikan

informasi yang akurat tentang penyebab sebagian dari

lulusan SD/MI tahun 1991/1992 tidak melanjutkan

pendidikannya ke SLTP serta implikasinya bagi peman

tapan rencana pelaksanaan wajib belajar SLTP.

Sampel dalam penelitian ini tidak merupakan

(47)

105

sampling). Sampel bertujuan ini ditandai dengan

ciri-ciri sebagai berikut: (1) rancangan sampel yang

muncul, sampel tidak dapat ditemukan atau ditarik

terlebih dahulu; (2) penentuan sampel secara

ber-urutan; (3) penyesuaian berkelanjutan dari sampel;

dan (4) pemilihan berakhir jika sudah terjadi

pengu-langan (Moleong, 1990).

Penentuan sampel dalam penelitian ini mengguna

kan

teknik

"bola

salju"

atau

snowball

sampling

technique (Bogdan & Biklen, 1982; Moleong, 1990).

Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat

memper-oleh variasi yang memadai, dan dapat memperluas

informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu

sehingga dapat dipertentangkan atau dapat diisi

adanya kesenjangan informasi yang ditemui.

Sampel manusia dalam penelitian ini lebih

cenderung bersifat sebagai informan. Informan digu

nakan untuk membantu peneliti agar secepatnya dan

tetap seteliti mungkin dapat membenamkan diri dalam

konteks setempat terutama bagi peneliti yang belum

mengalami latihan etnografi (Lincoln dan Guba, 1985;

Moleong, 1990). Disamping itu pemanfaatan informan

bagi peneliti ialah agar dalam waktu yang relatif

singkat banyak informasi yang terjangkau, jadi

(48)

diman-106

faatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau

membandingkan suatu kejadian yang ditemukan dari

subjek

lainnya. (Bogdan dan Biklen, 1982;

Moleong,

1990).

Termasuk dalam populasi dan sampel penelitian

ini

adalah

.- (1) lulusan SD tahun

1991/1992

yang

tidak

melanjutkan

ke tingkat SLTP; (2)

orang

tua

anak yang tidak melanjutkan; (3) guru atau kepala

sekolah

yang kebanyakan lulusan

sekolahnya

banyak

yang tidak melanjutkan; (4) Tokoh masyarakat yang

memahami betul ihwal pendidikan di daerahnya seperti

penilik sekolah ataupun kepala kantor Depdikbud

kecamatan; (5) kepala kantor Depdikbud

Kabupaten,-kepala seksi pendidikan dasar,- (6) Kabupaten,-kepala sub bagian

perencanaan; dan subjek lainnya ditentukan secara

"snow ball", yaitu bila peneliti ingin memperoleh

informasi yang lebih mendalam, informan menyarankan

untuk menghubungi informan lain yang lebih kompeten

(Kurnia, 1992).

Kecamatan dan desa lokasi penelitian ditentukan

berdasarkan hasil sensus yang dilakukan oleh Pokja

wajib belajar Kabupaten Bogor pada tanggal 15-27

Juni 1992 dan 20 Juli s.d. 5 Agustus 1992. Masyara

kat dan lokasi penelitian yang dipilih akan dibeda

kan atas .- (1) masyarakat dan daerah yang dominan

(49)

107

beragamanya kuat terutama agama Islam,- serta

(3) masyarakat dan daerah yang bercirikan kota,

batas kota ataupun wilayah pengembangan industri.

2. Data yang diperlukan

Adapun data yang diperlukan dalan penelitian

ini antara lain meliputi:

(a) Data awal yang berkaitan dengan tingkat melan

jutkan,- meliputi jumlah lulusan SD/MI tahun

1991/1992, jumlah lulusan SD/MI yang

melanjut-kan/tidak melanjutkan ke SLTP, jenis dan lokasi

SLTP yang mereka pilih;

(b) Data tentang potensi pendidikan terutama yang

diduga berkaitan dengan masalah rendahnya angka

melanjutkan, yang mei iputi .- perbandingan jumlah

SD/MI dan SLTP, perbandingan jumlah siswa kelas VI SD/MI dengan daya tampung kelas I SLTP, jarak

dan lokasi sekolah (peta pendidikan), pembiayaan

pendidikan, serta potensi masyarakat pendukung

pendidikan tersebut;

(c) Data dan informasi utama yang menyatakan

alasan-alasan lulusan SD/MI tidak dapat melanjutkan

pendidikan ke SLTP, data ini diungkap melalui

wawancara dengan anak yang tidak dapat melanjut

kan, orang tuanya, pendidik atau penyelenggara

(50)

108

dipandang

banyak mengetahui tentang

pendidikan

di wilayahnya.

Berdasarkan hasil deskripsi dan analisis

pene

muan mengenai ketiga kelompok data empirik tersebut

kemudian dikaji berdasarkan teori. kajian kepustakaan

dan analisis kebijakan, untuk kemudian dapat

diper-timbangkan bagi pemantapan rencana pelaksanaan wajib

belajar SLTP di Kabupaten Bogor.

Sumber

dan

jenis

data

yang

digunakan

dalam

penelitian

dapat

berupa

kata-kata

dan

tindakan,

selebihnya adalah

data tambahan

seperti dokumen

dan

Iain-lain.

Berkaitan

dengan hal

ini,

jenis

data

dapat dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber

data

tertulis,

foto

dan

statistik

(Lofland

dan

Lofland, 1984:47; Moleong, 1990:112).

Merujuk pada fokus telaahan, tujuan penelitian,

rumusan masalah, pertanyaan penelitian pendekatan

terhadap masalah dan karakteristik objek penelitian,

maka sumber data dalam penelitian meliputi :

a. Kantor Departemen Pendidikan dan kebudayaan Kabu

paten

Bogor,-b. Kantor Departemen Agama Kabupaten Bogor;

c. Kelompok kerja Wajib Belajar Kabupaten

Bogor,-d. Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Keca

matan

Cileungsi.

Kecamatan

Cileungsi

terpilih

(51)

109

pendataan awal mengenai angka melanjutkan di

Kabupaten

Bogor,

dimana

Kecamatan

Cileungsi

menunjukkan angka terrendah jika dibandingkan

dengan Kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor;

e. Tokoh pendidik atau tokoh pendidikan, tokoh ma

syarakat, dan pihak industri;

f. Empat

orang guru atau kepala SD/MI

yang

angka

meIanjutkannya rendah;

g. Lulusan SD/MI yang tidak melanjutkan ke SLTP; dan

h. Orang tua lulusan SD/MI yang anaknya tidak melan

jutkan.

C. Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi .- (1) studi dokumentasi,- (2)

sensus; (3) wawancara; (4) observasi; dan (5) prediksi.

studi dokumentasi mengenai data awal yang menunjukkan

adanya indikasi rendahnya angka melanjutkan serta

potensi pendidikan dasar di Kabupaten Bogor ataupun

Kecamatan sampel. Analisis hasil sensus yang dilakukan

oleh Depdikbud Kabupaten Bogor mengenai kemana lulusan

SD/MI

tahun 1991/1992 melanjutkan

pendidikannya,

dan

mengapa sebagian dari mereka tidak dapat melanjutkan.

Wawancara

dengan subyek penelitian, yaitu

siswa

yang

(52)

110

sekolah yang kebanyakan lulusan sekolahnya tidak melan

jutkan,

penilik,

kepala

Kandepdikbud,

serta

pihak

industri

yang

diduga telah

menampung

lulusan

SD/MI

menjadi

tenaga

kerja di perusahaannya

ataupun

tokoh

masyarakat lainnya. Wawancara tersebut berkaitan dengan

latar belakang dan penyebab mengapa siswa tersebut

tidak melanjutkan pendidikannya ke SLTP. Observasi

mengenai suasana keluarga, suasana sekolah, dan nuansa

yang melingkupi serta berkaitan dengan gejala

penyebab

rendahnya

keinginan

untuk melanjutkan ke

SLTP.

Yang

terakhir

mengadakan

prediksi

terhadap

data

yang

diperoleh

serta implikasi lebih lanjut

sesuai

dengan

kecenderungan yang ada.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak : Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi (arteri). Gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu gangguan tidur. Faktor

„ Dalam proses governance, pemerintah hanya Dalam proses governance, pemerintah hanya merupakan salah satu aktor yang bekerjasama merupakan salah satu aktor yang bekerjasama

Pola data pada penelitian ini ada kecenderungan berubah-ubah pada sub-sub interval tertentu, maka untuk memo- delkan hubungan antara PDRB, pengeluaran daerah, jumlah

Hasil analisis pH tuna mata besar selama penyimpanan 9 hari pada suhu chilling menunjukkan rataan nilai pH untuk perlakuan penyimpanan hari ke-0 bagian perut 5,98, bagian

Simpanan Investasi Pendidikan merupakan produk Simpanan berjangka mudharabah mutlaqah yang sistem penarikannya hanya bisa dilakukan apabila simpanan tersebut sudah jatuh

Sebagai contoh, mengqiyaskan hukum apel kepada gandum dalam hal riba fadhal (riba yang terjadi karena adanya kelebihan dalam tukar menukar antara dua bahan kebutuhan pokok atau

hal ini dapat disebabkan karena adanya faktor lain yang berpengaruh lebih kuat seperti faktor kekerabatan sosial atau gotong royong didalam budaya jawa yang mana pengaruh

Pendidikan dan pengajaran tentang Islam moderat menjadi penting untuk diberikan kepada anak-anak yang belajar di bangku sekolah atau Madrasah sebagai bekal mereka dalam