iv Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK
EFFEKTIVITAS FRAKSI HEKSAN KULIT MANGGIS TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DINOKULASI Plasmodium berghei
Christine Angelina P., 2014 Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Khie Khiong, dr., S.Si., M.Si.,
M.Pharm., Sc., Ph.D., PA(K).
Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Kulit manggis yang dianggap sebagai produk sampah ternyata memiliki kandungan antioksidan xanton yang berpotensi sebagai antimalaria dengan cara memerangkap radikal bebas dan menghambat polimerisasi heme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fraksi heksan kulit manggis terhadap penurunan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan 25 ekor mencit DDY yang diinokulasi Plasmodium berghei dan dibagi dalam 5 kelompok yang terdiri atas kelompok perlakuan akuades 0,1 mL (kontrol negatif), 0,1 mg artemisinin (kontrol positif), 2,5 mg fraksi heksan dalam 0,1 mL akuades (H1), 0,5 mg fraksi heksan dalam 0,1 mL akuades (H2) dan 0,1 mg fraksi heksan dalam 0,1 mL akuades (H3) yang diberikan secara per oral selama 3 hari. Parasitemia dihitung pada hari sebelum perlakuan, hari pertama perlakuan dan setelah 3 hari perlakuan (hari keempat). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji ANAVA satu arah dan Tukey HSD dengan = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan parasitemia yang sangat bermakna antara kelompok H1, H2 dan H3 dibandingkan dengan kelompok KN pada hari setelah perlakuan selama tiga hari (p < 0,001).
Simpulan dari penelitian yaitu fraksi heksan kulit manggis menurunkan parasitemia dan fraksi heksan 2,5 mg dalam 0,1 mL akuades memiliki efek sebanding dengan terapi tunggal artemisinin dalam menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
v Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
THE EFFECT OF HEXAN FRACTION OF MANGOSTEEN PERICARPS TOWARDS PARASITEMIA IN Plasmodium berghei- INOCULATED MICE
Christine Angelina P., 2014 Supervisor I : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes.
Supervisor II : Khie Khiong, dr., S.Si., M.Si., M.Pharm. Sc., Ph.D., PA(K).
Malaria is one of the endemic disease in most part of Indonesia. Mangosteen pericarps as a waste product actually is potential as an antimalarial due to its antioxidant contents, such as xanthone. The antioxidant will bind free radicals and inhibit heme polymerization. The purpose of this research was to know the effectiveness of hexan fraction of mangosteen pericarps towards parasitemia in Plasmodium berghei- inoculated mice.
The research method was a true laboratory experimental with a complete randomized design. 25 DDY mice were inoculated with P. berghei and randomly divided into 5 groups (n=5) which were given different treatments : 0,1 mL of aquadest as a Negative Control, 0,1 mg of artemisinin as a Positive Control, 2,5 mg hexan fraction in 0,1 mL aquadest (H1), 0,5 mg hexan fraction in 0,1 mL aquadest (H2) and 0,1 mg hexan fraction in 0,1 mL aquadest (H3) orally for 3 days. Parasitemia were observed in the day before treatment, first day of treatment, and after three days of treatment (day 4). All data were analyzed using One Way Analysis Test Of Variance (ANOVA) and Tukey HSD with significance levels based on the value of α ≤ 0.05.
The result showed there was a significant decreased of parasitemia observed in those 3 groups (H1, H2, H3) compared to Negative Control group on the 4th
day (p <0,001).
In conclusion, hexan fraction of mangosteen pericarps decreased parasitemia level and 2,5 mg in 0,1 mL aquadest of hexan fraction of mangosteen pericarps has an equal effect with artemisinin monotherapy in decreasing parasitemia level in mice inoculated with P. berghei
viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 3
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian ... 3
1.4Manfaat Penelitian ... 3
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ... 4
1.5.1Kerangka Pemikiran ... 4
1.5.2Hipotesis Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria ... 6
2.1.1 Definisi Malaria ... 6
2.1.2 Epidemiologi Malaria ... 6
2.1.3 Etiologi Malaria ... 7
2.1.4 Cara Penularan ... 8
2.1.4.1 Penularan secara Alamiah (Natural Infection)... 8
ix Universitas Kristen Maranatha
2.1.5 Siklus Hidup Plasmodium ... 9
2.1.5.1 Siklus Aseksual (Skizogoni) ... 10
2.1.5.2 Siklus Seksual (Sporogoni) ... 11
2.1.6 Patogenesis Malaria ... 13
2.1.7 Manifestasi Klinis ... 15
2.1.8 Diagnosis ... 17
2.1.9 Penatalaksanaan Malaria ... 21
2.1.9.1 Penatalaksanaan Malaria Secara Umum ... 21
2.1.9.2 Pengobatan Malaria Tropika ... 23
2.1.9.3 Kemoprofilaksis ... 24
2.1.10 Komplikasi ... 25
2.1.11 Prognosis ... 25
2.2 Plasmodium berghei ... 26
2.3 Buah manggis ... 27
2.3.1 Nama Lain Buah Manggis ... 27
2.3.2 Taksonomi Buah Manggis ... 28
2.3.3 Morfologi Tanaman Manggis ... 29
2.3.4 Kandungan Kulit Buah Manggis ... 29
2.3.5 Antioksidan dalam Kulit Buah Manggis ... 31
2.4 Antioksidan ... 31
2.4.1 Jenis Antioksidan ... 32
2.5 Radikal Bebas ... 32
2.6 Artemisinin ... 34
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat, Bahan, Subjek, Waktu dan Tempat Penelitian ... 36
3.1.1 Alat Penelitian ... 36
3.1.2 Bahan Penelitian ... 37
3.1.3 Subjek Penelitian ... 37
3.1.4 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
3.2 Metode Penelitian ... 37
x Universitas Kristen Maranatha
3.2.1 Desain Penelitian ... 37
3.2.2 Variabel Penelitian ... 38
3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 38
3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 38
3.2.3 Perhitungan Besar Sampel ... 39
3.2.4 Prosedur Penelitian ... 39
3.2.4.1 Pengumpulan Bahan ... 39
3.2.4.2 Persiapan Bahan Uji ... 40
3.2.4.3 Persiapan Hewan Percobaan ... 41
3.2.4.4 Sterilisasi Alat ... 41
3.2.4.5 Prosedur Kerja Penelitian... 42
3.2.5 Metode Analisis ... 43
3.2.6 Hipotesis Statistik ... 43
3.2.7 Kriteria Uji ... 43
3.2.8 Aspek Etik Penelitian ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 44
4.2 Pembahasan ... 53
4.3 Uji Hipotesis ... 54
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 56
5.1.1 Simpulan Utama ... 56
5.1.2 Simpulan Tambahan ... 56
5.2 Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57
LAMPIRAN ... 66
xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Perbedaan Morfologi Stadium Eritrositik Plasmodium ... 11 2.2 Kandungan Gizi Kulit Buah Manggis ... 30 4.1 Rerata Persentase Parasitemia pada Mencit yang Diinokulasi
Plasmodium berghei pada Hari Sebelum Diberiakan Perlakuan (H0) ... 44 4.2 Rerata Persentase Parasitemia pada Mencit yang Diinokulasi
Plasmodium berghei pada Hari Pertama Diberikan Perlakuan (H1) ... 46 4.3 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Pertama Diberikan Perlakuan (H1)
Berdasarkan Uji Statistik ANAVA Satu Arah ... 47 4.4 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Pertama Diberikan Perlakuan (H1)
Berdasarkan Uji Beda Rata-Rata Metode Tukey HSD ... 47 4.5 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Setelah Pemberian Perlakuan
Selama Tiga Hari (H4) ... 49 4.6 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Setelah Pemberian Perlakuan
Selama Tiga Hari (H4) Berdasarkan Uji Statistik ANAVA Satu Arah ... 50 4.7 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Setelah Pemberian Perlakuan Selama
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Morfologi Stadium Plasmodium ... 8
2.2 Siklus Hidup Plasmodium ... 10
2.3 Contoh RDT ... 20
2.4 QBC System ... 21
2.5 Gambar Plasmodium berghei ... 26
2.6 Gambar Buah Manggis ... 28
2.7 Gambar Kulit Manggis ... 30
2.8 Mekanisme Artemisinin dan Turunannya Melalui Penghambatan Polimerase heme ... 35
4.1 Grafik Rerata Persentase Parasitemia Mencit yang Diinokulasi Plasmodium berghei pada Hari Sebelum Perlakuan (H0), p = 0,986 ... 45
4.2 Grafik Rerata Persentase Parasitemia pada Mencit yang Diinokulasi Plasmodium berghei pada Hari Pertama Diberikan Perlakuan (H1) ... 48
4.3 Grafik Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Setelah Pemberian Perlakuan Selama Tiga Hari (H4) ... 51
xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian ... 60
Lampiran 2 Persentase Parasitemia... 67
Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Parasitemia ... 69
Lampiran 4 Gambar Alat dan Bahan Penelitian ... 75
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu anak-anak, ibu hamil dan orang dengan HIV positif (WHO, 2013). World Heatlh Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2012 terdapat 207 juta kasus malaria di seluruh dunia dan menyebabkan 627.000 kasus meninggal dunia. Insidensi malaria di Indonesia masih tinggi, pada tahun 2010, dari 1,2 juta kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 237.394 (19,92%) yang positif menderita malaria, dan dari yang positif malaria ada 211.676 (89,17%) yang mendapat pengobatan ACT (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013, dari 567 kabupaten/kota, 424 kabupaten/kota (73,6%) merupakan daerah endemis malaria, sehingga hampir separuh (45%) penduduk Indonesia berisiko tertular malaria (Kemenkes RI, 2013).
Malaria pada manusia dapat disebabkan Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, Plasmodium vivax, Plasmodium knowlesi dan Plasmodium falciparum
(Gunawan, 2000). Plasmodium falciparum mempunyai kecenderungan resisten terhadap obat antimalaria dibandingkan spesies yang lain (Rathod et al., 1997). Resistensi parasit Plasmodium falciparum terhadap obat antimalaria merupakan masalah di daerah endemik termasuk di Indonesia yang merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat malaria (Ollialo & Bloland, 2001). Oleh sebab itu WHO menghimbau dalam pengobatan malaria akibat Plasmodium falciparum menggunakan Artemisinin Combination Therapy
(ACT) (WHO, 2010).
2 Universitas Kristen Maranatha
Masalah ini mendorong para peneliti menemukan dan mengembangkan obat antimalaria baru terutama dari bahan alam yang bersifat antioksidan tinggi dalam mengobati dan mengatasi resistensi pada penderita malaria. Manggis (Garcinia mangostana) merupakan buah yang banyak terdapat di Indonesia. Kulit manggis yang selama ini dibuang sebagai limbah, ternyata memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dijadikan obat, salah satunya sebagai antimalaria. Kandungan kulit buah manggis kaya akan antioksidan seperti xanton dan antosianin (Moongkarndi et al., 2004; Kristenses, 2005; Weecharangsan et al., 2006; Hartanto, 2011). Moongkarndi et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan yang dapat digunakan sebagai obat antimalaria (Moongkarndi et al., 2004; Mahabusarakam, et al., 2006).
Tahun 2006, Weecharangsan et al., telah melakukan penelitian aktivitas antioksidan beberapa ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50% dan 95%, serta etil asetat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas, dan ekstrak air dan etanol mempunyai potensi lebih besar (Weecharangsan et al., 2006).
Plasmodium berghei merupakan hemoprotozoa yang menyebabkan penyakit malaria pada rodensia yang mempunyai persamaan dengan Plasmodium falciparum penyebab malaria pada manusia (Tuti et al., 1991; Phillips, 2001; Schuster, 2002).
3 Universitas Kristen Maranatha 1.2 Identifikasi Masalah
Apakah fraksi heksan kulit manggis menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Mengetahui kegunaan kulit buah manggis sebagai antimalaria.
1.3.2 Tujuan
Mengetahui efektivitas fraksi heksan kulit manggis terhadap penurunan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
1.4.2 Manfaat Akademis
Memberikan informasi ilmiah mengenai kulit manggis yang dapat digunakan sebagai obat antimalaria agar dapat diteliti lebih lanjut.
1.4.3 Manfaat Praktis
4 Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
1.5.1 Kerangka pemikiran
Pada penderita malaria terjadi peningkatan radikal bebas. Hal ini terjadi karena parasit mengambil hemoglobin ke dalam vakuola makanannya yang menyebabkan terjadinya oksidasi spontan Fe2+ menjadi Fe3+ dan selanjutnya menghasilkan anion superoksida kemudian terurai menjadi radikal hidroksil yang reaktif dan toksik (Mûller S, 2004). Selain itu, Plasmodium memecah hemoglobin menjadi asam amino dan heme, kemudian heme yang bersifat toksik bagi Plasmodium diubah menjadi hemozoin yang tidak toksik (Basilico et al., 1998).
Mekanisme artemisinin sebagai antimalaria adalah penghambatan polimerisasi heme menjadi hemozoin melalui pembentukan radikal bebas dari lakton seskuiterpen yang akan mengalkilasi heme membentuk kompleks heme-artemisinin (Muzemil, 2008). Mekanisme lain adalah dengan pemutusan struktur jembatan peroksida menjadi radikal bebas yang sangat reaktif yang akan merusak membran plasma parasit dan mengganggu enzim parasit sehingga parasit mati (Tonmunphean et al., 2001; Gordi, 2001).
Radikal bebas dapat bereaksi dengan komponen lipid pada membran eritrosit (peroksidasi lipid) yang mengakibatkan terjadinya disfungsi dan kerusakan eritrosit. Antioksidan berperan dalam melawan efek radikal bebas dengan cara menghambat peroksidasi lemak sehingga dinding sel eritrosit menjadi lebih kuat dan tidak mudah ruptur dan mengurangi penyebaran Plasmodium (Bozdech Z. & Hagai Ginsburg, 2004). Oleh karena itu, penderita malaria memerlukan antioksidan yang dapat memerangkap radikal bebas yang tinggi terutama jika diberi terapi artemisinin.
5 Universitas Kristen Maranatha
mangostin, gamma mangostin, garcinone C, dan garcinone D (Tjahjani, S. & Widowati, W., 2013). Xanton dapat menghambat polimerisasi heme secara in vitro sehingga berpotensi sebagai antimalaria (Ignatushchenko et al., 2000).
1.5.2 Hipotesis penelitian
56 Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.1.1 Simpulan Utama
Fraksi heksan kulit manggis menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
5.1.2 Simpulan Tambahan
Fraksi heksan kulit manggis sebanding dengan terapi tunggal artemisinin dalam menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya diperlukan:
- Uji aktivitas antimalaria fraksi heksan kulit manggis dengan variasi dosis. - Follow up parasitemia secara berkala selama satu bulan untuk mengamati
apakah terjadi kekambuhan, bila perlu dilakukan: - Peningkatan dosis fraksi heksan kulit manggis.
1 EFEKTIVITAS FRAKSI HEKSAN KULIT MANGGIS TERHADAP PARASITEMIA
PADA MENCIT YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei
Christine Angelina Purba 1, Susy Tjahjan 2, Khie Khiong3
1Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha
2Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
3Bagian Biologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
FJalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
ABSTRAK
Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit endemis di sebagian besar wilayah Indonesia. Kulit manggis yang dianggap sebagai produk sampah ternyata memiliki kandungan antioksidan xanton yang berpotensi sebagai antimalaria dengan cara memerangkap radikal bebas dan menghambat polimerisasi heme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas fraksi
heksan kulit manggis terhadap penurunan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium
berghei.
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) menggunakan 25 ekor mencit DDY yang diinokulasi Plasmodium berghei
dan dibagi dalam 5 kelompok yang terdiri atas kelompok perlakuan akuades 0,1 mL (kontrol negatif), 0,1 mg artemisinin (kontrol positif), 2,5 mg fraksi heksan dalam 0,1 mL akuades (H1), 0,5 mg fraksi heksan dalam 0,1 mL akuades (H2) dan 0,1 mg fraksi heksan dalam 0,1 mL akuades (H3) yang diberikan secara per oral selama 3 hari. Parasitemia dihitung pada hari sebelum perlakuan, hari pertama perlakuan dan setelah 3 hari perlakuan (hari keempat). Data yang
diperoleh diolah dengan menggunakan uji ANAVA satu arah dan Tukey HSD dengan α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan parasitemia yang sangat bermakna antara kelompok H1, H2 dan H3 dibandingkan dengan kelompok KN pada hari setelah perlakuan selama tiga hari (p < 0,001).
Simpulan dari penelitian yaitu fraksi heksan kulit manggis menurunkan parasitemia dan fraksi heksan 2,5 mg dalam 0,1 mL akuades memiliki efek sebanding dengan terapi tunggal artemisinin
dalam menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
Kata kunci : fraksi heksan, kulit manggis, Plasmodium berghei, malaria
THE EFFECT OF HEXAN FRACTION OF MANGOSTEEN PERICARPS TOWARDS
PARASITEMIA IN Plasmodium berghei- INOCULATED MICE
ABSTRACT
Malaria is one of the endemic disease in most part of Indonesia. Mangosteen pericarps as a waste product actually is potential as an antimalarial due to its antioxidant contents, such as xanthone. The antioxidant will bind free radicals and inhibit heme polymerization. The purpose of this research was to know the effectiveness of hexan fraction of mangosteen pericarps towards parasitemia in Plasmodium berghei- inoculated mice.
2 as a Positive Control, 2,5 mg hexan fraction in 0,1 mL aquadest (H1), 0,5 mg hexan fraction in 0,1 mL aquadest (H2) and 0,1 mg hexan fraction in 0,1 mL aquadest (H3) orally for 3 days. Parasitemia were observed in the day before treatment, first day of treatment, and after three days of treatment (day 4). All data were analyzed using One Way Analysis Test Of Variance (ANOVA) and Tukey HSD with significance levels based on the value of α ≤ 0.05.
The result showed there was a significant decreased of parasitemia observed in those 3 groups (H1, H2, H3) compared to Negative Control group on the 4th day (p <0,001).
In conclusion, hexan fraction of mangosteen pericarps decreased parasitemia level and 2,5 mg in 0,1 mL aquadest of hexan fraction of mangosteen pericarps has an equal effect with artemisinin monotherapy in decreasing parasitemia level in mice inoculated with P. berghei
Keywords : hexan fraction, mangosteen pericarps, Plasmodium berghei, malaria
PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu anak-anak, ibu hamil dan orang dengan HIV positif1. World Heatlh Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2012 terdapat 207 juta kasus malaria di seluruh dunia dan menyebabkan 627.000 kasus meninggal dunia. Insidensi malaria di Indonesia masih tinggi, pada tahun 2010, dari 1,2 juta kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 237.394 (19,92%) yang positif menderita malaria, dan dari yang positif malaria ada 211.676 (89,17%) yang mendapat
pengobatan ACT2. Berdasarkan data
Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013, dari 567 kabupaten/kota, 424 kabupaten/kota (73,6%) merupakan daerah endemis malaria, sehingga hampir separuh (45%) penduduk Indonesia berisiko tertular malaria3.
Malaria pada manusia dapat disebabkan Plasmodium malariae, Plasmodium ovale, Plasmodium vivax, Plasmodium knowlesi dan Plasmodium falciparum4. Plasmodium
falciparum mempunyai kecenderungan
resisten terhadap obat antimalaria dibandingkan spesies yang lain5. Resistensi
parasit Plasmodium falciparum terhadap
obat antimalaria merupakan masalah di daerah endemik termasuk di Indonesia yang merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat
malaria6. Oleh sebab itu WHO menghimbau
dalam pengobatan malaria akibat Plasmodium falciparum menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT)7. Pemakaian obat kombinasi di negara berkembang untuk mengatasi resistensi harus memperhitungkan segi biaya yang
mana harganya murah, mudah didapat, dan tersedia di seluruh daerah endemis malaria6. Masalah ini mendorong para peneliti menemukan dan mengembangkan obat antimalaria baru terutama dari bahan alam yang bersifat antioksidan tinggi dalam mengobati dan mengatasi resistensi pada
penderita malaria. Manggis (Garcinia
mangostana) merupakan buah yang banyak terdapat di Indonesia. Kulit manggis yang selama ini dibuang sebagai limbah, ternyata memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dijadikan obat, salah satunya sebagai antimalaria. Kandungan kulit buah manggis kaya akan antioksidan seperti xanton dan antosianin8,9,10,11. Moongkarndi et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan
yang dapat digunakan sebagai obat
antimalaria 8,9.
Tahun 2006, Weecharangsan et al., telah melakukan penelitian aktivitas antioksidan beberapa ekstrak kulit buah manggis yaitu ekstrak air, etanol 50% dan 95%, serta etil asetat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak mempunyai potensi sebagai penangkal radikal bebas, dan ekstrak air dan etanol mempunyai potensi lebih besar10.
Plasmodium berghei merupakan
hemoprotozoa yang menyebabkan penyakit malaria pada rodensia yang mempunyai
persamaan dengan Plasmodium falciparum
3 BAHAN DAN CARA
Bahan uji yang digunakan adalah artemisinin, fraksi heksan kulit manggis dan akuades. Mencit yang digunakan berjumlah 25 ekor galir DDY dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing terdir dari 5 ekor mencit. Kelompok I yaitu sebagai Kontrol Negatif (KN) yang diinokulasi Plasmodium berghei 0,1 mL intraperitoneal
dan diberi 0,1 mL akuades. Kelompok II
yaitu sebagai Kontrol Positif (KP) yang
diinokulasi Plasmodium berghei 0,1 mL
intraperitoneal dan diberi artemisinin 0,1 mL per oral per hari per ekor. Kelompok III, IV, dan V yaitu sebagai H1, H2 dan H3
diinokulasi Plasmodium berghei
intraperitoneal dan masing-masing diberi fraksi heksan kulit manggis dengan dosis yang berbeda (2,5 mg; 0,5 mg; 0,1 mg) per oral per hari per ekor.
Parasitemia diamati pada hari sebelum perlakuan, pada hari pertama perlakuan dan pada hari setelah perlakuan selama 3 hari (hari keempat) dengan mengambil darah perifer di dekat mata mencit dengan menusukkan jarum 1cc. Darah yang diperoleh dibuat sediaan apus darah tipis pada kaca obyek dan dibiarkan mengering di udara. Preparat difiksasi dengan
menyemprotkan larutan methanol ditunggu
selama 30 detik hingga mengering kembali dan diwarnai dengan larutan Giemsa 20% selama 20 menit. Setelah itu dibilas dengan air mengalir lalu dibiarkan mengering. Preparat diberi minyak imersi kemudian diamati menggunakan mikroskop binokuler dengan pembesaran 1000 kali.
Analisis Data
Analisis data menggunakan uji Analisis
Varian(ANAVA) satu arah dengan α = 0,05
kemudian dilanjutkan dengan uji beda
rata-rata Tukey HSD dengan tingkat kemaknaan
berdasarkan nilai p
≤
0,05. Jika didapat hasil signifikan (Ada perbedaan parasitemia minimal pada sepasang kelompok perlakuan), maka dilanjutkan dengan HSD.Dengan menggunakan HSD (Honestly
Significant Difference), hasil akan dibandingkan dengan tabel HSD 5% di mana suatu erbedaan dikatakan bermakna
juka p ≤ 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lima kelompok mencit yang telah
diinokulasi Plasmodium berghei diamati
selama 7 hari hingga persentase parasitemianya mencapai 5% untuk kemudian dilakukan perlakuan. Rerata persentase parasitemia untuk setiap kelompok mencit pada hari sebelum perlakuan (H0) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rerata Persentase Parasitemia pada Mencit yang Diinokulasi Plasmodium berghei pada Hari Sebelum Diberikan Perlakuan (H0)
Kelompok perlakuan Rerata ± stdev
KN 5,65 ± 2,068
KP 5,9 ± 2,124
H1 5,38 ± 0,965
H2 5,55 ± 1,163
H3 5,30 ± 1,387
Rerata persentase parasitemia pada masing-masing kelompok pada hari setelah
mencit diinokulasi Plasmodium berghei dan
sebelum dilakukan perlakuan (H0) dapat dilihat pada Grafik 4.1, dengan nilai kemaknaan p = 0,986 dengan demikian tidak ada perbedaan pada masing-masing kelompok perlakuan.
4 Tabel 2 Rerata Persentase Parasitemia
pada Mencit yang Diinokulasi Plasmodium berghei pada Hari Pertama Diberikan Perlakuan (H1)
Kelompok perlakuan Rerata ± stdev
KN
Tabel 3 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Pertama Diberikan Perlakuan (H1) Berdasarkan Uji Statistik ANAVA Satu Arah Fhitung Ftabel
(4,20)
Signifikansi Keterangan
17,113 4,43 0,000 Sangat
signifikan
Berdasarkan hasil perhitungan statistik ANAVA satu arah didapatkan bahwa pada percobaan terdapat minimal satu pasang kelompok perlakuan yang mempunyai rerata persentase parasitemia yang berbeda pada hari pertama perlakuan dengan F hitung (17,113) lebih besar daripada Ftabel 0,05 (4,43).
Selanjutnya dilakukan uji beda rata-rata Post Hoc dengan metode Tukey HSD untuk menentukan kelompok mana yang memiliki perbedaan bermakna secara statistik. Hasil analisis Tukey HSD dengan α = 0,05 dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Pertama Diberikan Perlakuan (H1) Berdasarkan Uji Beda Rata-rata Metode Tukey HSD
Berdasarkan hasil perhitungan rerata persentase parasitemia pada hari pertama diberikan perlakuan (H1) didapatkan kelompok KN dengan KP, KN dengan H1, dan KN dengan H2 memiliki perbedaan sangat bermakna dengan p = 0,000. Sedangkan kelompok KN dengan H3 memiliki perbedaan yang bermakna (p = 0,030) dengan rerata persentase parasitemia pada kelompok H3 lebih rendah dibandingkan pada kelompok KN. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok KP, H1, H2 dan H3 memiliki efek dalam menurunkan parasitemia pada hari pertama pemberian perlakuan. Persentase parasitemia pada kelompok H1 berbeda bermakna dengan kelompok H3 (p = 0,004) dengan rerata persentase parasitemia pada kelompok H1 lebih rendah dibandingkan rerata persentase parasitemia kelompok H3. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik, penurunan persentase parasitemia lebih berefek pada kelompok H1 dibandingkan dengan H3.
Kemudian persentase parasitemia mencit kembali dihitung pada hari setelah diberikan perlakuan selama tiga hari (H4). Persentase parasitemia pada hari setelah diberikan perlakuan selama tiga hari pada setiap kelompok mencit dapat dilihat pada Tabel 5.
5
Kelompok perlakuan Rerata ± stdev
KN 15,80 ± 3,855
Pengolahan data dilanjutkan dengan Analisis Varian (ANAVA) satu arah dengan
derajat kemaknaan α = 0,05. Hipotesis
statistik yang diuji:
H0 : tidak ada perbedaan rerata persentase parasitemia diantara setiap kelompok
H1 : minimal terdapat satu pasang kelompok perlakuan yang mempunyai rerata persentase parasitemia yang berbeda
Tabel 6 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Setelah Pemberian Perlakuan Selama Tiga Hari (H4) Berdasarkan Uji Statistik ANAVA Satu Arah
Berdasarkan hasil penghitungan statistik ANAVA satu arah didapatkan bahwa minimal terdapat satu pasang kelompok perlakuan yang memiliki rerata persentase parasitemia yang berbeda pada hari setelah perlakuan selama 3 hari dengan F hitung (41,857) lebih besar daripada F tabel 0,001 (4,43).
Kemudian dilanjutkan dehngan uji beda
rata-rata Post Hoc dengan metode Tukey
HSD untuk menentukan kelompok mana
saja yang memiliki perbedaan bermakna
secara statistik. Hasil analisis Tukey HSD
dengan α = 0,05 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Rerata Persentase Parasitemia pada Hari Setelah Pemberian Perlakuan Selama Tiga Hari (H4) Berdasarkan Uji Beda Rata-Rata Metode Tukey HSD Kelom
Pada hasil perhitungan berdasarkan uji
beda rata-rata dengan metode Tukey HSD
didapatkan persentase parasitemia pada kelompok KP berbeda sangat bermakna bila dibandingkan dengan kelompok KN (p = 0,000) dengan rerata persentase parasitemia kelompok KP lebih rendah dibandingkan dengan kelompok KN. Penurunan persentase parasitemia pada kelompok H1 dibandingkan dengan KN sangat bermakna (p = 0,000) dengan rerata persentase parasitemia pada kelompok H1 lebih rendah dibandingkan dengan kelompok KN. Persentase parasitemia pada kelompok H2 berbeda sangat bermakna bila dibandingkan dengan persentase parasitemia pada kelompok KN (p = 0,000) dengan rata-rata persentase parasitemia pada kelompok H2 lebih rendah dibandingkan pada kelompok KN. Begitu juga dengan persentase parasitemia pada kelompok H3 dibandingkan dengan kelompok KN berbeda sangat bermakna (p = 0,000) dengan rerata persentase parasitemia pada kelompok H3 lebih rendah dibandingkan dengan kelompok KN. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok H1, H2, dan H3 mempunyai efek dalam menurunkan persentase parasitemia dibandingkan kelompok KN.
Persentase parasitemia pada kelompok H1 berbeda tidak bermakna bila dibandingkan dengan kelompok KP (p =
0,139), hal ini menunjukkan bahwa
6 dibandingkan kelompok H2. Persentase
parasitemia pada kelompok H3 dibandingkan dengan kelompok KP berbeda bermakna (p = 0,001) dengan rerata persentase parasitemia pada kelompok KP lebih rendah dibandingkan dengan kelompok H3. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok H2 dan H3 memiliki efek dalam menurunkan persentase parasitemia dibandingkan kelompok KP.
Persentase parasitemia pada kelompok H1 berbeda tidak bermakna bila dibandingkan dengan kelompok H2 (p = 0,585) dan H3 (p = 0,148). Sedangkan persentase parsitemia pada kelompok H2 berbeda tidak bermakna bila dibandingkan dengan kelompok H3 (p = 0,875).
Perbandingan penurunan persentase parasitemia pada setiap kelompok mencit pada hari sebelum perlakuan (H0), hari pertama perlakuan (H1) dan pada hari setelah pemberian perlakuan selama tiga hari (H4) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Grafik Persentase Parasitemia pada Hari Sebelum Perlakuan (H0), Hari Pertama Perlakuan (H1) dan Hari Setelah Pemberian Perlakuan Selama Tiga Hari (H4)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari pertama perlakuan terjadi penurunan persentase parasitemia yang sangat bermakna pada kelompok KP dibandingkan dengan kelompok KN (p = 0,000). Hal ini disebabkan karena kelompok
KP diberi terapi tunggal Artemisinin 0,1 mg yang dapat membunuh parasit dengan cara menghasilkan radikal bebas yang merusak membran plasma parasit dan mengganggu enzim parasit sehingga menimbulkan
kematian parasit15,16,17,18. Penurunan
persentase parasitemia terjadi disebabkan karena artemisinin merupakan skizontisida darah yang sangat poten dan mempunyai onset kerja yang sangat cepat19. Pemberian artemisinin harus dikombinasikan dengan obat antimalaria lain karena artemisinin hanya menurunkan parasitemia pada tiga hari pertama pemberian terapi20.
Pada hari setelah pemberian perlakuan selama tiga hari, terjadi penurunan persentase parasitemia sangat bermakna antara kelompok H1 (fraksi heksan kulit manggis dosis 2,5 mg dalam 0,1 mL akuades), kelompok H2 (fraksi heksan kulit manggis dosis 0,5 mg dalam 0,1 mL akuades), dan kelompok H3 (fraksi heksan kulit manggis dosis 0,1 mg dalam 0,1 mL akuades) bila dibandingkan dengan kelompok KN (p = 0,000). Dari hasil tersebut dapat dikatakan fraksi heksan kulit manggis menekan persentase parasitemia pada penderita malaria. Hal ini disebabkan karena kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan. Senyawa aktif yang berperan sebagai antioksidan adalah xanton yang dapat memerangkap radikal bebas21,22. Selain itu, xanton dapat menghambat
polimerisasi heme secara in vitro dan
mencegah degenerasi heme bebas yang bersifat toksik menjadi kristal hemozoin yang bersifat tidak toksik bagi parasit sehingga terjadi akumulasi heme bebas yang menyebabkan kematian parasit. Mekanisme tersebut dapat menekan pertumbuhan parasit sehingga dapat disimpulkan xanton berpotensi sebagai antimalaria23.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh Muhammad et al.24 yang bertujuan
untuk mendapatkan antimalaria yang melalui fraksinasi bertingkat dengan menggunakan pelarut yang berbeda polaritasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi heksan, etil asetat dan metanol ekstrak kulit buah manggis yang diberikan secara oral memiliki aktivitas antimalaria
pada mencit yang diinfeksi Plasmodium
berghei. Penelitian lain yang mendukung
adalah penelitian Tjahjani dan Widowati25
7 yang menyimpulkan bahwa xanton dapat
memerangkap radikal bebas DPPH secara in vitro.
Pada Gambar 1, dapat dilihat penurunan kadar persentase parasitemia kelompok H1 tidak signifikan bila dibandingkan dengan kelompok KP (p = 0,139) sehingga dapat diasumsikan bahwa kelompok H1 (fraksi heksan kulit manggis 2,5 mg dalam 0,1 mL akuades) memiliki efek perlakuan yang sebanding dengan kelompok KP (terapi artemisinin 0,1 mg).
SIMPULAN
Fraksi heksan kulit manggis menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei. Simpulan tambahan dari penelitian ini Fraksi heksan kulit manggis sebanding dengan terapi tunggal artemisinin dalam menurunkan parasitemia
pada mencit yang diinokulasi Plasmodium
berghei.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2013. Fact Sheet Malaria.
http://www.who.int/mediacentre/factshe ets/fs094/en/. 22 Maret 2014.
2. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Jakarta.
3. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2013. Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
4. Gunawan S. 2000. Epidemiologi
Malaria dalam Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Editor: P. N. Harijanto. Jakarta: ECG.
5. Rathod PK, McErlean T and Lee PC.
1997. Variations in Frequencies of Drug Resistance in Plasmodium falciparum. USA: Proc. Natl Acad. Sci., 94(17): 9389–9393.
6. Ollialo PL and Bloland PB. 2001.
Clinical and public health implications of antimalarial drug resistance in
Antimalarial Chemotherapy: Mechanisms of Action, Resistance, and
New Directions in Drug Discovery (ed.
P. J. Rosenthal). NJ: Humana Press. P. p. 65-83.
7. WHO. 2010. Global report on
Antimalarial drug Efficacy and Drug Resistance: 2000-2010, World Health Organization Press, Geneva, Switzerland.
8. Moongkarndi P, Kosem N, Kaslungka
S, Luanratana O, Pongpan N, Neungton N. 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosis by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. J Ethnopharmacol., 90(1):161-166.
9. Kristenses, L. 2005. Secrets of the
Natural Health Benefits of Xanthones from Mangosteen Fruit. Mangosteen Ebook. http://www.Laurie- Info.here.ws., 23 maret 2014.
10. Weecharangsan W, Opanasopit P,
Sukma M, Ngawhirunpat T, Sotanaphun U, Siripong P. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Med Princ Pract,, 15(4):281-287.
11. Hartanto, S.B. 2011. Mengobati Kanker
Dengan Manggis. Yogyakarta: Penerbit Second Hope. p. 24.
12. Mahabusarakam, W., Kuaha, K.,
Wilairat, P. & Taylor, W. C., 2006. Prenilate xanthones as potential antiplasmodial subtances. Planta Med, Volume 72, pp. 912-916.
13. Weecharangsan W, Opanasopit P,
Sukma M, Ngawhirunpat T, Sotanaphun U, Siripong P. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Med Princ Pract,, 15(4):281-287.
14. Tuti, S., R.M. Dewi, Suwarni, dan H.A.
Marwoto. 1991. Penelitian imunitas seluler pada mencit Balb/c yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei. Laporan Akhir. Jakarta.
15. Phillips, R.S. 2001. Current status of
malaria and potential for control. Clin. Mikrobiol. Rev., 14:208-226.
16. Schuster, F.L. 2002. Cultivation of
Plasmodium spp. Clin Mikrobiol. Rev., 15(3):355-364.
17. Krishna, S., Uhlemann, A., and Haynes,
8 of action and potential for resistance,
Drug Resistance Updates, 7, 233- 244.
18. Bousema JT. 2003. Treatment failure of
Pyrimethamine-Sulphadoxine and Induction of Plasmodium falciparum Gametocytaemia in Children in Western Kenya . Trop. Med. Int. Health, 8: 427– 430.
19. Schmuck G, Roehrdanz E, Hayes RK,
Kahl R. 2002. Neurotoxic mode of action of artemisinin. Antimicrob Agents Chemother. 46(3):821–7.
20. Tonmunphean S, Parasuk V, Kokpol S.
2001. Automated Calculation of Docking of Artemisinin to Heme. J Mol Model, 7(4):26-33.
21. Gunawan, C.,A., 2009, ‘Obat Anti
Malaria’ dalam P.N., Harijanto, Malaria Dari Molekuler Ke Klinis, Edisi 2, Ed P.N., Harijanto, 2009, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp 118-144.
22. WHO. 2014. Q & A of Artemisinin
Resistance.
http://www.who.int/malaria/media/arte misinin_resistance_qa/en/index.html., 22 Maret 2014.
23. Zarena AS, Sankar KU. 2009.
Screening of xanthone from mangosteen (Garcinia mangostana L.) peels and their effect on cytochrome c reductase and phosphomolybdenum activity. J Nat Prod. 2:23-30.
24. Chomnawang MT, Surassmo S,
Nukoolkarn VS, Gritsanapan W. 2007. Effect of Garcinia mangostana on inflammation caused by Propionibacterium acnes. Fitoterapia, 78(6):401-8.
25. Ignatushchenko MV, Winter RW,
Riscoe M. 2000. Xanthones as
antimalarial agents: stage specificity. Am J Trop Med Hyg, 62(1):77-81.
26. Muhammad Iqbal, Zulham Effendi,
Yaum Aamruna, Suryawati. 2013. Uji Aktivitas Antimalaria in vivo dari Beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia manggostana Linn) Pada Menit (Mus musculus) yang Diinfeksi Dengan Plasmodium berghei. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
27. Tjahjani S, Widowati W. 2013. Potensi
Beberapa Senyawa Xanthone sebagai Antioksidan dan Anti-malaria serta Sinergisme dengan Artemisinin in
Vitro. Journal of Indonesian Medical
57 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Basilico, N., Pagani, E., Monti, D., Olliaro, P., and Taramelli, D. 1998. A microtitre- based method for measuring the haem polymerization inhibitory activity (HPIA) of antimalarial drugs. Journal of Antimicrobial Chemotherapy, 42:55- 60.
Becker, K., Tilley, L., Vennerstrom, JL., Roberts, D., Rogerson, S., Ginsburg, H. 2004. Oxidative stress in malaria parasite-infected erythrocytes: host-parasite interaction. Int J Parasitol, 34(2):163-189.
Bousema JT. 2003. Treatment failure of Pyrimethamine-Sulphadoxine and Induction of Plasmodium falciparum Gametocytaemia in Children in Western Kenya . Trop. Med. Int. Health, 8: 427–430.
Bozdech Z, Ginsburg H. 2004. Antioxidant defense in Plasmodium falciparum- data mining of the transcriptome. Malaria J., 3:23.
CDC. 2012. Malaria. http://www.cdc.gov/malaria/about/biology., 24 April 2014.
Chomnawang MT, Surassmo S, Nukoolkarn VS, Gritsanapan W. 2007. Effect of Garcinia mangostana on inflammation caused by Propionibacterium acnes. Fitoterapia, 78(6):401-8.
Cui, L. and Su, X., 2009, Discovery, mechanisms of action and combination therapy of artemisinin, Expert Review of Anti Infective Therapy, 7 (8), 999-1013.
58 Universitas Kristen Maranatha
Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan RI.
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksana_ Kasus_Malaria_di_Indonesia.pdf., 4 September 2013.
Devita. 2008. Daya Infeksi Plaamodium Berghei stadium eritrositik yang Di Iradiasi Sinar Gamma. Http://202.46.3.98/nhc/devita3.php. 23 Maret 2014.
Drucker Diagnostics. 2009. Rapid QBC Malaria Test.
http://www.druckerdiagnostics.com/oldsite/malaria-test/index.html. 3 November 2014
Fauci A.S., et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. United States of America: McGraw-Hill Book Company.
Foodfacts, 2012. What Are Mangosteens Good For?
http://foodfacts.mercola.com/mangosteen.html. Diakses tanggal 7 Januari 2015.
Gordi, T. 2001. Clinical Pharmacokinetics of the Antimalarial Artemisinin Based on Saliva Sampling. Uppsala: Universitas Upsaliensis. 56: 10-12.
Gunawan, C.,A., 2009, ‘Obat Anti Malaria’ dalam P.N., Harijanto, Malaria Dari Molekuler Ke Klinis, Edisi 2, Ed P.N., Harijanto, 2009, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp 118-144.
59 Universitas Kristen Maranatha
Harijanto. 2000. Gejala klinik malaria berat dalam Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Jakarta: ECG.
Harijanto PN. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi V. Jakarta Pusat: Internal Publishing. pp 2813-2825.
Hartanto, S.B. 2011. Mengobati Kanker Dengan Manggis. Yogyakarta: Penerbit Second Hope. p. 24.
Hutapea, J. R. 1994. Inventaris Tanaman Obar Indonesia (III). Jakarta : Departemen Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Huy, N.T., Maeda, A., Uyen, D.T., Trang, D.T.X., Sasai, M., Shiono, T., Oida, T., Harada, S., and Kamei, K. 2007. Alcohols induce beta-hematin formation via the dissociation of aggregated hem and reduction in interfacial tension of the solution. Acta Tropica, 101:130–138.
Ignatushchenko MV, Winter RW, Riscoe M. 2000. Xanthones as antimalarial agents: stage specificity. Am J Trop Med Hyg, 62(1):77-81.
Jense CJ, Ramesar J, Waters AP. 2006. High-efficiency transfection and drug selection of genetically transformed blood stages of the rodent malaria parasite Plasmodium berghei. Nature Protocols, 1:345-56.
60 Universitas Kristen Maranatha
Jung, H., Su, B., Keller, W., Metha, R., & Kinghorn, A. 2006. Antioxidant xanthones from the pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen). J Agric Food Chem, 54(6): 2077-2082.
Kemas Ali Hanafiah. 2005. Prinsip Percobaan dan Perancangan Percobaan Aplikatif : Aplikasi kondisional bidang pertahanan, peternakan, perikanan, industri dan hayati. Edisi 1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Krishna, S., Uhlemann, A., and Haynes, R.K., 2004, Artemisinins : mechanisms of action and potential for resistance, Drug Resistance Updates, 7, 233- 244.
Kristenses, L. 2005. Secrets of the Natural Health Benefits of Xanthones from Mangosteen Fruit. Mangosteen Ebook. http://www.Laurie- Info.here.ws., 23 maret 2014.
Mahabusakaram, W., Proudfoot, J., Taylor, W., & Croft, K. 2000. Inhibition of Lipoprotein Oxidation by Prenylated Xanthones Derived from Mangostin. Free Radic res. 33(5): 643-659.
61 Universitas Kristen Maranatha
Malaria Journal. Ronan Jambou, Fatima El-Assaad, Valery CombeandGeorges E Grau. 2011. In vitro culture of Plasmodium berghei-ANKA maintains infectivity of mouse erythrocytes inducing cerebral malaria. http://www.malariajournal.com/content/10/1/346/figure/F1. 3 November 2014.
Malaria Site. 2009. Rapid Diagnosis of Malaria
http://www.malariasite.com/malaria/rdts.htm. Dr. B.S. Kakkilaya's Malaria Web Site. 3 november 2014.
Mohanty, S., Patel, DK., Pati, SS., Mishra, SK. 2006. Adjuvant therapy in cerebal malaria. Indian J Med Res, 124(3):245-260.
Moncada S, Higgs A. 1993. The L-arginine – nitric oxide pathway. N Engl J Med.
329: 2002-12.
Moongkarndi P, Kosem N, Kaslungka S, Luanratana O, Pongpan N, Neungton N. 2004. Antiproliferation, antioxidation and induction of apoptosis by Garcinia mangostana (mangosteen) on SKBR3 human breast cancer cell line. J Ethnopharmacol., 90(1):161-166.
Muhammad Iqbal, Zulham Effendi, Yaum Aamruna, Suryawati. 2013. Uji Aktivitas Antimalaria in vivo dari Beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia manggostana Linn) Pada Menit (Mus musculus) yang Diinfeksi Dengan Plasmodium berghei. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
62 Universitas Kristen Maranatha
Muzemil, A. 2008. Determination of artemsinin and essential oil contents of Artemisia annua L. grown in Ethiopia and in vivo antimalarial activity of its crude extract against Plasmodium berghei in mice. MS Thesis in Medicinal Chemistry, Addis Ababa University, Ethiopia.
Noguchi, N., Niki, E., 1999. Chemistry of Active Oxygen Speies and Antioxidant. In Andreas M. Papas (eds): Antioxidant Status, Diet, Nutrition, and Health. P. 3-20.
Nugroho A. 2000. Siklus hidup plasmodium malaria dalam Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Editor: P. N. Harijanto. Jakarta: ECG.
Ollialo PL and Bloland PB. 2001. Clinical and public health implications of antimalarial drug resistance in Antimalarial Chemotherapy: Mechanisms
of Action, Resistance, and New Directions in Drug Discovery (ed. P. J. Rosenthal). NJ: Humana Press. P. p. 65-83.
Pandey, A.V., Tekwani, B.L., Singh, R.L., and Chauhan, V.S. 1999. Artemisinin, an endoperoxide antimalarial, disrupts the hemoglobin catabolism and hem detoxification systems in malarial parasite, The Journal of Biological Chemistry, 274 (27), 19383-19388.
Papas, A. 1999. Antioxidant Status, Diet, Nutrition, and Health. CRC Press.
Pedraza-Chaverri J., N. Cardenas-Rodriguez et al. 2008. Medical Properties of Mangosteen (Garcinia mangostana). Food Chem Toxicol 46 (10): 3227.
63 Universitas Kristen Maranatha
Phillips, R.S. 2001. Current status of malaria and potential for control. Clin. Mikrobiol. Rev., 14:208-226.
Phillips RE, Pasvol G. 1992. Anaemia of Plasmodium falciparum malaria. Baillieres Clin Haematol, 5:315–30.
Pinheiro, J.C., Kiralj, R., & Ferreira, M.M.C., 2003, Artemisinin derivatives with antimalarial activity against Plasmodium falciparum designed with the aid of quantum chemical and partial least squares methods, QSAR & Combinatorial Science, 22, 830-842.
Prabowo A. 2004. Malaria, Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta: Puspa Swara.
PUSLITBANGHORTI, 2009.
http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/index.php?bawaan=teknologi/isi _teknologi&id_menu=4&id_submenu=19&id=59. Budidaya Tanaman Manggis. Diakses tanggal 5 Oktober 2014.
Rampengan T.H. 2000. Malaria pada anak dalam Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Editor: P. N. Harijanto. Jakarta: ECG.
Rathod PK, McErlean T and Lee PC. 1997. Variations in Frequencies of Drug Resistance in Plasmodium falciparum. USA: Proc. Natl Acad. Sci., 94(17): 9389–9393.
Schmuck G, Roehrdanz E, Hayes RK, Kahl R. 2002. Neurotoxic mode of action of artemisinin. Antimicrob Agents Chemother. 46(3):821–7.
64 Universitas Kristen Maranatha
Sofia, D. 2006. Antioksidan dan Radikal bebas, Web Kimia Indonesia (online) http: www.chemistry.org. 28 September 2014.
Suksamrarn, S., Suwannapoch, N., Phakhodee, W., Thanuhiranlert, J., Ratnanukul, P, Chimnoi, N., et al. 2003. Antimycobacterial activity of prenylated xanthones from the fruit of Garcinia mangostana. Chem Pharm Bull. Tokyo, 51:857.
Tambajong, E.H. 2000. Patobiologi malaria dalam Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Editor: P. N. Harijanto. Jakarta: ECG.
Tjahjani S, Widowati W. 2013. Potensi Beberapa Senyawa Xanthone sebagai Antioksidan dan Anti-malaria serta Sinergisme dengan Artemisinin in Vitro. Journal of Indonesian Medical Association, 63: 95-99.
Tjitra E. 2000. Obat Anti Malaria dalam dalam Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan. Editor: P. N. Harijanto. Jakarta: ECG.
Tonmunphean S, Parasuk V, Kokpol S. 2001. Automated Calculation of Docking of Artemisinin to Heme. J Mol Model, 7(4):26-33.
Tonmunphean S, Parasuk V, Kokpol S. 2000 QSAR study of antimalarial activities and artemisinin-heme binding properties obtained from docking calculations. Quan Struct Act Relat, 19:475.
65 Universitas Kristen Maranatha
Weecharangsan W, Opanasopit P, Sukma M, Ngawhirunpat T, Sotanaphun U, Siripong P. 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extracts from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.). Med Princ Pract,, 15(4):281-287.
WHO. 2014. Q & A of Artemisinin Resistance.
http://www.who.int/malaria/media/artemisinin_resistance_qa/en/index.htm l., 22 Maret 2014.
WHO. 2013. Fact Sheet Malaria.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/. 22 Maret 2014.
WHO. 2010. Global report on Antimalarial drug Efficacy and Drug Resistance: 2000-2010, World Health Organization Press, Geneva, Switzerland.
Williams, P., Ongsakul, M., Proudfoot, J., Croft, K., & Beilin, L. 1995. Mangostin Inhibits The Oxidative Modification of Human Low Density Lipoprotein. Free Radic Res, 23(2):175-184.
Wiser MF. 2011. Plasmodium Species Infecting Humans. Plasmodium Species
Infecting Humans.
http://www.tulane.edu/~wiser/protozoology/notes/pl_sp.html., 15 April 2014.
Zarena AS, Sankar KU. 2009. Screening of xanthone from mangosteen (Garcinia mangostana L.) peels and their effect on cytochrome c reductase and phosphomolybdenum activity. J Nat Prod. 2:23-30.