• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah utama pembangunan di Indonesia saat ini adalah masih besarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah utama pembangunan di Indonesia saat ini adalah masih besarnya"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu masalah utama pembangunan di Indonesia saat ini adalah masih besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran. Dalam sidang Kabinet Paripurna 13 Januari 2009, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat memaparkan Isu Strategis Kesejahteraan Rakyat. Salah satu isu yang memerlukan perhatian di tahun 2009 adalah Isu Penanggulangan Kemiskinan dan Pengurangan Pengangguran. Isu penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran menjadi isu yang utama dan sangat penting karena pada tahun 2008 jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup banyak, yakni 34,96 juta jiwa (15,4%), sementara itu jumlah pengangguran pada tahun 2008 sebanyak 9,43 jiwa (8,46%). diakses pada tanggal 19-09-2010)

Meskipun penanggulangan kemiskinan senantiasa diprioritaskan dalam pembangunan, namun target penurunan angka kemiskinan maupun pengangguran sebagaimana tercantum dalam RPJM 2004-2009 masih sulit dicapai. Kenaikan harga minyak dunia selama tahun 2005 yang mengharuskan pemerintah menerapkan kebijakan pengurangan subsidi BBM memicu tingginya inflasi yang kemudian menyebabkan bertambahnya penduduk miskin.

Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok. Pada masyarakat modern

(2)

yang rumit, kemiskinan menjadi suatu problema sosial karena sikap yang membenci kemiskinan.

Kemiskinan yang terjadi dalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai suatu masalah yang sangat serius, karena saat ini kemiskinan, membuat banyak masyarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya masyarakat yang mengalami pengangguran dalam bekerja. Pengangguran yang dialami sebagian masyarakat inilah yang membuat sulitnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Sunyoto (2004:128) pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditujukan oleh tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif. Mereka seringkali memperoleh perlakuan sebagai objek yang perlu digarap daripada sebagai subjek yang perlu diberi peluang untuk berkembang.

Menurut Chambers dalam Soetomo (2006:285) menyatakan bahwa kondisi kemiskinan yang dialami suatu masyarakat seringkali telah berkembang dan bertali-temali dengan berbagai faktor lain yang membentuk jaringan kemiskinan yang dalam proses berikutnya dapat memperteguh kondisi kemiskinan itu sendiri. Faktor-faktor yang diidentifikasi membentuk jaringan atau perangkap kemiskinan tersebut adalah: kelemahan fisik, isolasi, kerentanan, dan ketidakberdayaan.

Faktor kelemahan fisik dapat disebabkan karena kondisi kesehatan dan faktor gizi buruk, sehinggga dapat mengakibatkan produktivitas kerja yang rendah. Faktor isolasi terkait dengan lingkup jaringan ineteraksi sosial yang terbatas, serta akses terhadap informasi, peluang ekonomi dan fasilitas pelayanan yang terbatas pula. Faktor kerentanan terkait dengan

(3)

tingkat kemampuan yang rendah dalam menghadapi kebutuhan dan persoalan mendadak. Faktor ketidakberdayaan terkait dengan akses dalam pengambilan keputusan, akses terhadap penguasaan sumber daya dan posisi tawar (bargaining position).

Belum lagi ketika meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri sejalan naiknya harga minyak dunia, yang berlanjut pada krisis pangan dan gejolak ekonomi global telah memberi andil terhadap tingginya angka penduduk miskin di Indonesia. Tingginya angka penduduk miskin akan menyebabkan terjadinya penurunan sumber daya manusia dan menjadikan semakin lemahnya daya saing bangsa.

Kemiskinan pada dasarnya bukan hanya permasalahan ekonomi tetapi lebih bersifat multidimensional dengan akar permasalahan terletak pada sistem ekonomi dan politik bangsa. Dimana kebijakan yang ditetapkan pemerintah terkadang malah membuat hidup masyarakat makin terasa sulit dari segi ekonomi khususnya, sehingga mereka tidak memiliki akses yang memadai dalam kehidupan sehari-hari. Yang sering terjadi ketika kelompok masyarakat hidup dalam bayang-bayang kemiskinan, mereka menjadi terpinggirkan, bahkan terabaikan.

Pembangunan selama ini yang lebih ditujukan pada sisi supply atau pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan belum memberikan dampak yang efektif terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia, khususnya masyarakat yang tergolong miskin. Rendahnya tingkat pendidikan sebuah rumah tangga sangat miskin menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan anak-anaknya. Keluarga ini pun tidak mampu menjaga kesehatan ibu mengandung sehingga mengakibatkan tingginya resiko kematian ibu saat melahirkan, dan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan. Anak-anak keluarga miskin juga banyak yang putus sekolah atau bahkan sama sekali tidak mengenyam bangku

(4)

sekolah karena harus bekerja membantu mencari nafkah. Tidak adanya intervensi kebijakan untuk perbaikan pendidikan, kesehatan dan nutrisi keluarga miskin akan mengakibatkan kualitas generasi penerus keluarga miskin selalu rendah dan akhirnya senantiasa terjerat pada

lingkaran setan kemiskinan.

Upaya penanggulangan kemiskinan harus senantiasa didasarkan pada penentuan garis kemiskinan yang tepat, dan pada pemahaman yang jelas mengenai sebab-sebab timbulnya persoalan tersebut. Setiap upaya penanggulangan kemiskinan yang mengabaikan kedua hal tersebut tidak hanya cenderung tidak efektif, tetapi pada tempatnya dicurigai sebagai retorika belaka (Baswir, 1999:18).

Menyikapi fenomena tersebut, pemerintah Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa terdapat kebutuhan untuk membangun Program Jaringan Pengaman sosial untuk menutupi penurunan daya beli mayoritas penduduk masyarakat yang tergolong miskin dan membantu secara langsung masyarakat yang membutuhkan. Misalnya saja program pendidikan perlindungan sosial adalah untuk memelihara jasa pelayanan kepada keluarga miskin dengan pembebasan terhadap pembayaran uang sekolah. Dalam sektor kesehatan, program jaringan pengaman sosial mencakup empat aktifitas utama, yaitu: memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin, memberikan bantuan pelayanan kehamilan, kelahiran, dan pengasuhan anak. Juga memberikan makanan tambahan bagi bayi serta bagi anak sekolah dari keluarga miskin (Soemitro, 2002:31).

Dalam Bappenas 2005, Permasalahan kemiskinan tersebut memerlukan penanganan secara sungguh-sungguh untuk menghindari kemungkinan merosotnya mutu generasi (lost generation) di masa mendatang. Dalam upaya mengatasi masalah kemiskinan akibat krisis

(5)

telah dilaksanakan program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) yang dirancang khusus untuk membantu masyarakat miskin. Dalam upaya mengurangi kemiskinan perlu dilakukan pendekatan kemanusiaan yang menekankan pemenuhan kebutuhan dasar, pendekatan kesejahteraan melalui peningkatan pendekatan usaha ekonomi produktif, serta penyediaan jaminan sosial dan perlindungan. Pengentasan kemiskinan perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu yang melibatkan semua pihak baik Pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin sendiri agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin.

Dalam buku pedoman Umum PKH 2008 menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan suatu rumah tangga secara umum terkait dengan tingkat pendidikan dan kesehatan. Rendahnya penghasilan keluarga sangat miskin menyebabkan keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan, untuk tingkat minimal sekalipun. Pemeliharaan kesehatan ibu sedang mengandung pada keluarga sangat miskin sering tidak memadahi sehingga sehingga menyebabkan buruknya kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan atau bahkan kematian bayi. Angka kematian bayi pada kelompok penduduk berpendapatan terendah pada tahun 2003 adalah 61 persen. Angka kematian ibu di Indonesia juga tinggi, yaitu sekitar 310 wanita per 100 ribu kelahiran hidup, atau tertinggi di Asia Tenggara.

Tingginya angka kematian ibu ini disebabkan oleh tidak adanya kehadiran tenaga medis pada kelahiran, fasilitas kesehatan yang tidak tersedia pada saat dibutuhkan tindakan, atau masih banyaknya rumah tangga miskin yang lebih memilih tenaga kesehatan tradisional daripada tenaga medis lainnya.. Rendahnya kondisi kesehatan keluarga sangat miskin berdampak pada tidak optimalnya proses tumbuh kembang anak, terutama pada usia 0-5

(6)

tahun. Pada tahun 2003, angka kematian balita pada kelompok penduduk berpendapatan terendah adalah 77 persen per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2002-2005, terdapat kecenderungan bertambahnya kasus gizi kurang yang meningkat dari 24,5 persen pada tahun 2000 menjadi 29 persen pada tahun 2005.

Gizi kurang berdampak buruk pada produktivitas dan daya tahan tubuh seseorang sehingga menyebabkan terperangkap dalam siklus kesehatan yang buruk. Seringnya tidak masuk sekolah karena sakit dapat menyebabkan anak putus sekolah atau setidaknya kurang berprestasi di sekolah. Ada juga sebagian dari anak-anak keluarga sangat miskin sama sekali tidak pernah mengenyam bangku sekolah karena harus membantu mencari nafkah. Meskipun angka partisipasi sekolah dasar tinggi, namun masih banyak anak keluarga miskin yang putus sekolah atau tidak melanjutkan ke SMP/MTs.

Masih banyaknya keluarga miskin yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar pendidikan dan kesehatan disebabkan oleh akar permasalahan yang terjadi baik pada sisi

demand maupun sisi pelayanan (supply). Pada sisi demand, alasan terbesar untuk tidak melanjutkan sekolah ialah karena tidak adanya biaya, bekerja untuk mencari nafkah, dan alasan lainnya. Demikian halnya untuk kesehatan, keluarga miskin tidak mampu membiayai pemeliharaan atau perawatan kesehatan bagi angggota keluarganya akibat rendahnya tingkat pendapatan.

Sementara itu, pada sisi supply yang menyebabkan rendahnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan antara lain adalah belum tersedianya pelayanan kesehatan dan pendidikan yang terjangkau oleh rumah tangga miskin. Biaya pelayanan yang tidak terjangkau oleh rumah tangga miskin serta jarak antara tempat tinggal dan lokasi pelayanan yang relatif jauh merupakan tantangan utama bagi penyedia pelayanan pendidikan dan kesehatan.

(7)

Dengan memperhatikan kondisi yang seperti di atas, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan program yang merupakan penegembangan sistem perlindungan sosial yang dapat meringankan dan membantu rumah tangga sangat miskin dalam hal mendapatkan akses pelayanan kesehatan dan Pendidikan Dasar dengan harapan program ini akan dapat mengurangi kemiskinan di negara kita. Dengan demikian, dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial, pemerintah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan utama pembangunan yaitu masih besarnya jumlah penduduk miskin serta rendahnya kualitas SDM.

PKH adalah asistensi sosial kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memenuhi kualifikasi tertentu (RTM kronis, rentan terhadap goncangan) dengan memberlakukan persyaratan tertentu yang dapat mengubah prilaku individu maupun masyarakat. PKH sebagai perlindungan sosial merupakan upaya dalam mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat yang tidak memiliki kekuatan, sehingga diperlukan penguatan atau pemberdayaan agar warga tersebut memiliki daya untuk keluar dari lingkaran kemiskinannya.

).

Program Keluarga Harapan ini mulai diberlakukan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2008 yang meliputi tiga Kabupaten/Kota yakni Medan, Nias dan Tapanuli Tengah sebagai daerah percontohan dengan total 33 kecamatan. Sumatera Utara dijadikan salah satu daerah sasaran Program Keluarga Harapan mengingat kondisi kemiskinan di daerah ini masih cukup tinggi, dimana menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut per Juni 2009 terdapat sekitar 11,5 % atau setara 1,5 juta jiwa dari total 13,248 juta jiwa penduduk dalam garis kemiskinan. Kondisi kemiskinan ini menyebabkan banyak keluarga miskin yang tidak dapat

(8)

mengakses pendidikan dan kesehatan secara layak. (http//www.pkh.depsos.go.id. di akses tanggal 20-09-2010)

Dan khusus untuk Kota Medan, ada 11 Kecamatan yang telah memberlakukan Program Keluarga Harapan ini. Salah satunya adalah Kecamatan Medan Johor. Dengan adanya kucuran bantuan Program Keluarga Harapan ini diharapkan sedikit banyak dapat mengurangi beban rumah tangga sangat miskin yang menjadi penerima PKH di Kecamatan Medan Johor dalam mengakses pelayanan dasar tersebut.

Dan berdasarkan dari paparan di atas, penulis merasa tertarik untuk melihat efektifitas pelaksanaan PKH secara langsung di lapangan yang meliputi proses tahapan, permasalahan hingga hasil dan manfaat yang dapat dirasakan masyarakat miskin tersebut. Oleh karena itu penulis mengangkatnya dalam sebuah penelitian yang berjudul “Efektifitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Medan Johor.”

I.2 Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Efektifitas Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Medan Johor”

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Medan Johor.

(9)

2. Untuk mengetahui komitmen peserta PKH sebagai penerima bantuan PKH di Kecamatan Medan Johor.

3. Untuk mengetahui manfaat bagi penerima bantuan PKH.

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literature untuk menjadikan suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah kepustakaan pendidikan.

2. Secara praktis. Dalam hal ini memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang secara serius mengamati jalannya pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) serta dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan permasalahan yang terkait dengan program tersebut. 3. Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara

langsung maupun tidak bagi kepustakaan departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik untuk mengeksplorasi kembali kajian tentang program Keluarga Harapan ini.

I.5 Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Landasan teori perlu ditegakkan agar

(10)

penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error) landasan teoritis (Sugiyono, 2006:55).

Menurut Hoy dan Miskel dalam Sugiyono (2006:55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam organisasi. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti harus menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya.

1.5.1. Kebijakan Publik

Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003:1) berpendapat bahwa kebijakan publik adalah adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa Kebijakan Publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Menurut H. Hugh Heglo dalam Abidin (2004:21) kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan tujuan tertentu. Sedangkan Anderson dalam Abidin (2004:21) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

(11)

Menurut Charles O. Jones dalam Winarno (2007:16) istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau putusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan (decisions), standard, proposal, dan grand design. Namun demikian, meskipun kebijakan publik mungkin kelihatannya sedikit abstrak atau mungkin dapat dipandang sebagai sesuatu yang terjadi terhadap seseorang.

Sedangkan menurut Woll dalam Tangkilisan (2003:2) kebijakan publik adalah sejumlah aktifitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:

a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.

b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Konsep kebijkan publik ternyata juga dimaknai dan dirumuskan secara beragam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar defenisi yang dikemukakan dipengaruhi oleh masalah-masalah tertentu yang ingin dilihat. Pandangan

(12)

pertama, ialah pendapat para ahli yang mengidentikkan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Beranggapan bahwa semua tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya disebut sebagai kebijakan publik.

R.S Parker dalam Wahab (2008:51), menyatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian asas tertentu, atau tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan suatu subjek atau sebagai respon terhadap keadaan yang kritis. Sedangkan Thomas R. dye merumuskan kebijakan publik sebagai semua pilihan atau tindakan yang dilakukan pemerintah. Dalam hal ini Dye beranggapan bahwa kebijakan publik itu menyangkut pilihan-pilihan apapun yang dilakukan oleh pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu ataupun untuk tidak berbuat sesuatu.

Pandangan yang kedua, ialah pendapat para ahli melihat kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran tertentu dan mempunyai dampak dan akibat- akibat yang diramalkan (predictable), atau dapat diantisipasikan sebelumnya. Seperti apa yang dikemukakan Nakamura dan Smal Wood dalam Wahab (2008:52), bahwa kebijakan publik adalah serentetan instruksi/perintah dari para pembuat kebijakan yang ditujukan kepada para pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Namun pada hakekatnya, bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu.

Seperti yang dikemukakan oleh James Anderson dalam Tangkilisan (2003:2) bahwa kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh

(13)

seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa implikasi, yakni:

a. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

b. Kebijakan publik itu berisi tindakan-tindakan pemerintah.

c. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

d. Kebijakan pemerintah tersebut didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Dalam memecahkan sebuah permasalahan yang dihadapi kebijakan publik, Dunn dalam Tangkilisan (2003:6) mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Agenda Setting (agenda kebijakan)

Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat, seperti: memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, dan tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik tersebut.

2. Policy Formulation (formulasi kebijakan)

Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik. Dalam menentukan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil

(14)

pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas. Pada tahap ini diidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur

forecasting untuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.

3. Policy Adoption (adopsi kebijakan)

Merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan dilakukan. Terdapat di dalamnya beberapa hal yaitu identifikasi alternative kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan juga mengidentifikasi alternative-alternative dengan menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternative kebijakan lebih besar daripada efek negative yang akan terjadi.

4. Policy Assesment (evaluasi kebijakan)

Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses pelaksanaan dinilai apakah telahsesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakan dalam program kebijakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria) yang telah ditentukan. Evaluasi kebijakan dapat dilakukan oleh lembaga independen maupun pihak birokrasi pemerintah sendiri (sebagai eksekutif) untuk mengetahui apakah program yang dibuat oleh pemerintah telah mencapai tujuannya atau tidak. Apabila ternyata tujuan program tidak tercapai atau memiliki kelemahan, maka perlu diketahui apa penyebabnya sehinggga kesalahan yang sama tidak terulang di masa yang akan datang.

(15)

Menurut Robert Eyestone dalam Winarno (2007:17), kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.

1.5.2 Efektifitas

1.5.2.1 Pengertian Efektifitas

Dalam setiap organisasi, efektifitas merupakan hal yang sangat penting dalam pencapaian tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain, suatu akktifitas yang dikatakan efektif apa bila sudah tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditentukan secara sederhana dapat dikatakan efektifitas kerja berarti penyelesaian suatu pekerjaan tetap pada waktunya yang telah ditetapkan, atau bisa dikatakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

The Liang Gie (1981:108) mengatakan efektifitas itu adalah suatu kegiatan yang mengandung pengertian tentang terjadinya sesuatu akibat yang dikehendaki. Bila sasaran dan tujuan telah sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya maka hal itu disebut efektif. Begitu juga sebaliknya jika tujuan dan sasaran itu tidak tercapai atau tidak sesuai dengan yang direncanakan maka pekerjaan itu tidak efektif.

Menurut Emerson dalam Strees (1995:48) efektifitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang ditentukan sebelumnya. Jelaslah sasaran dan tujuan hal tercapai sesuai dengan sasaran yang direncanakan, hal ini dikatakan efektif jadi apabila tujuan dan sasaran tidak sesuai dengan yang telah ditentukan maka pekerjaan itu dikatakan efektif.

Menurut Stoner dalam Tangkilisan (2000:138) yang menekankan pentingnya efektifitas organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi, dan efektifitas adalah kunci dari suatu kesuksesan suatu apa bila sudah tercapainya tujuan dan sasaran yang telah

(16)

ditentukan secara sederhana dapat dikatakan efektifitas kerja berarti penyelesaian suatu pekerjaan tetap pada waktunya yang telah ditetapkan, atau bisa dikatakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

The Liang Gie (1981:108) mengatakan efektifitas itu adalah suatu kegiatan yang mengandung pengertian tentang terjadinya sesuatu akibat yang dikehendaki. Bila sasaran dan tujuan telah sesuai dengan yang direncanakan sebelumnya maka hal itu disebut efektif. Begitu juga sebaliknya jika tujuan dan sasaran itu tidak tercapai atau tidak sesuai dengan yang direncanakan maka pekerjaan itu tidak efektif.

Menurut Emerson dalam Strees (1995:48) efektifitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang ditentukan sebelumnya. Jelaslah sasaran dan tujuan hal tercapai sesuai dengan sasaran yang direncanakan, hal ini dikatakan efektif jadi apabila tujuan dan sasaran tidak sesuai dengan yang telah ditentukan maka pekerjaan itu dikatakan efektif.

Menurut Stoner dalam Tangkilisan (2000:138) yang menekankan pentingnya efektifitas organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi, dan efektifitas adalah kunci dari suatu kesuksesan suatu hasil dari suatu pekerjaan agar dapat diperoleh hasil pekerjaan secara maksimal.

Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, ada empat hal yang merupakan unsur-unsur efektifitas yaitu sebagai berikut:

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatakan efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Ketepatan waktu, sesuatu yang dikatakan efektif apabila penyelesaian atau tercapainya tujuan sesuai atau bertepatan dengan waktu yang telah ditentukan.

(17)

3. Manfaat, sesuatu yang dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya.

4. Hasil, sesuatu kegiatan dikatakan efektif apabila kegiatan itu memberikan hasil.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan efektifitas adalah tercapainya tujuan yang telah di tetapkan. Adanya ketentuan waktu dalam memberikan pelayanan serta adanya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan padanya.

Dalam setiap organisasi, efektifitas merupakan unsur yang sangat penting dalam pencapaian tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya agar dapat meringankan beban masyarakat yang tergolong Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Dalam bidang Pendidikan dan kesehatan. Dengan kata lain, suatu aktifitas dikatakan efektif apabila tercapai tujuan atau sarana yang telah di tetapkan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa efektifitas kerja berarti penyelesaian suatu pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan, atau juga bisa dikatakan sesuai dengan rencana yang telah di susun. Dalam hal ini dituntut juga ketepatan waktu dalam pencairan dana yang telah ditetapkan atau yang sudah dijadwalkan. Dikatakan efektif suatu program apabila memberikan hasil kepada masyarakat

Secara nyata Stoner dalam Tangkilisan (2005:138) menekankan pentingnya efektifitas organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi, dan efektifitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi. Pendapat di atas sesuai pendapat Komaruddin (1994:269) yang mengatakan, efektifitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu. Dan juga di

(18)

dukung oleh pendapat Steers (1985:46) yang mengatakan bahwa efektifitas adalah sejauh mana organisasi melaksanakan tugas pokoknya atau mencapai semi sasarannya.

Lain halnya dengan pendapat Sondang P. Siagian yang menyatakan bahwa efektifitas tidak hanya di pandang dari segi pencapaian tujuan tetapi juga dari segi ketepatan waktu dalam mencapai tujuan tersebut. Lebih rinci Sondang P. Siagian (2000:171) mengatakan bahwa efektifitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah di tetapkan sebelumnya tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk melakukan kegiatan. Secara rinci dapat dikatakan bahwa aktifitas seseorang atau organisasi dapat dikatakan efektif apabila aktifitas atau perbuatan tersebut menimbulkan akibat sebagaimana yang dihendaki atau direncanakan.

1.5.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektifitas

Steers (1985:209) mengidentifikasi ada empat rangkaian variabel yang berhubungan dengan efektifitas, yaitu:

1. Ciri Organisasi

Struktur dan teknologi organisasi dapat mempengaruhi segi-segi tertentu dari efektifitas, dengan berbagai cara. Mengenai struktur, ditemukan bahwa meningkatnya produktivitas dan efisiensi sering merupakan hasil dari meningkatnya spesialisasi fungsi, ukuran organisasi, sentralisasi pengmbilan keputusan, dan formalisasi.

Teknologi juga dapat berakibat atas tingkat efektifitas selanjutnya, walaupun mungkin tidak secara langsung. Bukti-bukti ini menunjukan bahwa fariasi teknologi berinteraksi dengan struktur dalam pengaruhnya terhadap keberhasilan organisasi. Artinya, efektifitas jelas

(19)

dipelancar bila susunan sruktur sumber daya organisasi sedemikian rupa, sehingga paling cocok untuk menangani teknologi yang dipakai.

2. Ciri lingkungan

Di samping kiri organisasi lingkunan luar dan dalam juga telah dinyatakan berpengaruh atas efektifitas. Keberhasilan hubungan organisasi lingkungan tampaknya amat bergantung pada tiga variabel kunci:

a. Tingkat keterdugaan lingkungan,

b. Ketepatan persepsi atas keadaan lingkungan, c. Tingkat rasionalisasi organisasi.

Ketiga faktor ini mempengaruhi ketepatan tanggapan organisasi terhadap perubahan lingkungan semakin tepat tanggapannya, makin berhasil adaptasi yang dilakukan oleh organisasi.

3. Ciri kerja

Faktor pengaruh penting yang ketiga atas efektifitas adalah para pekerja itu sendiri. Pada kenyataan, para anggota organisasi mungkin merupakan faktor pengaruh yang paling penting atas efektifitas karena prilaku merekalah yang dalam jangka panjang akan memeperlancar atau merintangi tercapainya tujuan organisasi.

Sarana pokoknya untuk mendapat dukungan yang diperkukan ini dari pekerja adalah dengan mengintegrasikan tujuan pribadi dengan sasaran organisasi. Jika pekerja dapat memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan pribadi dengan kerja mencapai sasaran organisasi, adalah logis untuk membuat asumsi bahwa baik keterikatan pada organsasi

(20)

manapun prestasi kerja akan meningkat. Di pihak lain, jika para pegawai dihadapkan pada situasi dimana tujuan pribadi mereka bertentangan dengan sarana organisasi, usaha para pekerja akan diboroskan dengan mudah dengan akibat jumlah energi yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan efektifitas berkurang.

4.Kebijakan dan Praktek Manajemen

Terdapat beberapa mekanisme khusus untuk meningkatkan efektifitas organisasi yaitu meliputi penetapan tujuan strategi, pemanfaatan sumberdaya secara efisien, struktur birokrasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambil keputusan, serta penyuluhan dan inovasi pembangunan.

Berdasarkan sifatnya, organisasi cenderung dalam kesatuan yang komplit, yang berusaha mengalokasikan sumber dayanya secara rasional demi tercapainya tujuan. Makin rasional suatu organisasi, makin besar kemajuan yang diperoleh kearah tujuan, maka organisasi makin efektif pula. Dengan demikian efektifitas dipandang sebagai tujuan akhir oleh sebagian besar organisasi, setidaknya secara teoritis (Steers, 1985:2). Sebagai tujuan efektiftas sangat perlu dicapai oleh setiap organisasi.

a. Tujuan Strategi

Menurut Stoner (1991:139) strategi dapat didefenisikan paling sedikit dua perspektif yang berbeda: dari perspektif mengenai apa yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi, dan juga dari perspektif mengenai apa yang akan dilakukan oleh sebuah organisasi, apakah tindakannya sejak semula memang sudah demikian direncanakan atau tidak.

(21)

Dari perspektif yang pertama, strategi adalah “program yang luas untuk mendefenisikan dan mencapai tujuan organisasi dan melaksanakan misinya”. Kata “program” dalam defenisi ini menyiratkan adanya peranan peran yang aktif, yang didasari, dan yang rasional, yang dimainkan oleh manajer dalam merumuskan strategi organisasi/perusahaan.

Dari perspektif yang ke dua, strategi adalah “pola tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkunganya sepanjang waktu.” Dalam definisi ini, setiap organisasi mempunyai suatu strategi, walaupun tidak harus selalu efektif, sekalipun strategi itu tidak pernah dirumuskan secara eksplisit. Artinya setiap organisasi mempunyai hubungan dengan lingkungannya yang dapat diamati dan dijelaskan. Pandangan seperti ini mencakup organisasi di mana perilaku para manajernya adalah reaktif, artinya para manajer menanggapi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan hanya jika mereka merasa perlu untuk melakukannya.

b. Pemanfaatan sumberdaya secara efisien,

Sumber daya adalah faktor paling penting dalam pelaksanaan di dalam kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi pelaksana, dan sumber daya financial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. Untuk memiliki sumberdaya manusia yang terlatih dan terampil sebuah organisasi bisnis dapat melakukan pelatihan, pendidikan dan bimbingan bagi sumberdaya manusianya. Hanya saja untuk menghasilkan prestasi kerja yang tinggi seorang karyawan tidak hanya perlu memiliki keterampilan, tetapi ia juga harus memiliki keinginan dan kegairahan untuk berprestasi tinggi.

(22)

Sistem atau teknik dalam bidang sumberdaya manusia yang diyakini akan mendorong tenaga tenaga kerja untuk meningkatkan prestasi kerjanya yang tiada lain adalah “Sistem Manajemen Kinerja”

Definisi manajemen Kinerja menurut Achmad (2001:6) Manajemen Kinerja adalah memanajemeni prestasi kerja karyawan, berkaitan dengan usaha, kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi (perusahaan) untuk “merencanakan, mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan.”

Menurut Stephen (2001:319), system manajemen kinerja yaitu proses penetapan standar kinerja dan penilaian kinerja karyawan untuk menghasilkan keputusan sumber daya manusia yang obyektif dan juga memberikan dokumentasi untuk mendukung keputusan itu. Penilaian kinerja tersebut merupakan bagian penting dari system manajemen kinerja.

Sedangkan menurut Van Meter dan van Horn dalam Subarsono (2005:99) menyatakan bahwa ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja pelaksanaan yakni:

1) Standar dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standardan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen pelaksana.

2) Sumber Daya

Pelaksanaan kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

(23)

Dalam pelaksanaan program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4) Karakteristik agen pelaksanaan

Agar pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi pelaksanaan suatu program.

5) Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi pelaksanaan kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung pelaksanaan kebijakan.

6) Disposisi Pelaksana

Disposisi pelaksana ini mencakup tiga hal, yakni (a) respon pelaksana terhadap kebijakan, yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan (c) intensitas disposisi pelaksana, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh pelaksana.

c. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standar operating

(24)

procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi pelaksana dalam bertindak. Selain itu struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

d. Proses Komunikasi

Persyaratan pertama bagi pelaksanaan kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengeti dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Transmisi artinya sebelum pejabat dapat melaksanakan suatu keputusan ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Kejelasan; jika kebijakan sebagaimana yang dinginkan, maka petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana, tetapi juga komunikasi kebijakan harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan pelaksana kebijakan akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal. Konsistensi, artinya bahwa jika pelaksanaan kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.

(25)

e. Kepemimpinan dan Pengambil Keputusan,

Pengertian kepemimpinan menurut Robbins (2000:131), “Leadership is the ability to influence a group toward the achievement of goals.” Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memepengaruhi sebuah kelompok agar melalui kelompok tersebut dapat tercapai tujuan yang diinginkan. Mengacu pada pengertian tersebut, maka kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan seseorang yang dalam hal ini adalah pemimpin, untuk dapat mempengaruhi orang-orang atau individu-individu dalam sebuah kelompok agar bersedia berbuat atau bekerja untuk tercapainya tujuan.

f. Penyuluhan dan inovasi pembangunan

Ahli informasi pembangunan melalui penyuluhan menghasilkan perubahan tatanan sosial yang memerlukan kesesuaian antara perubahan dan inovasi penyebab perubahan dalam subsistem teknologi dan subsistem struktur dan tata nilai. Masyarakat atau kelompok masyarakat memegang peran kunci dalam proses ahli informasi tersebut.

Menurut Slamet (1994:184) bahwa kriteria keberhasilan penyuluhan pembangunan dari sudut khalayak sasaran penyuluhan dicirikan oleh hal-hal berikut:

- Adanya unsur pemahaman, kepedulian, dan kemampuan masyarakat dalam menyeleksi dan menerapkan beragam inovasi pembangunan,

- Komitmen dan kesepakatan aktif untuk meningkatkan kesuksesan beragam dimensi program pembangunan

(26)

Keberhasilan gerak para pelaku penyuluhan pembangunan dicirikan oleh hal-hal berikut:

- Citra positif pelaku penyuluhan pembangunan di mata masyarakat dengan cara memberikan kemudahan pelayanan penyuluhan

- Penyampaian informasi pembangunan yang lengkap dan benar dan benar berkenaan dengan prioritas utama pada kepentingan khalayak sasaran penyuluhan - Perluasan jangkauan informasi, dan pemantapan kelembagaan masyarakat dengan

memperhatikan aspek kebudayaan setempat.

1.5.3 Kemiskinan

Menurut Nurwidiastuti dalam Daulay (2009:10) mengatakan bahwa miskin adalah seseorang atau sekelompok orang yang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu.

Menurut Sajogyo (2000:43) Dalam penggolongan kemiskinan ada tiga tipe yang berdasarkan pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap bulan, yaitu:

1. Miskin

Orang miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320-480 Kg/orang/tahun. Jumlah ini dianggap cukup untuk memenui kebutuhan makan minum (1900 kalori/orang/hari dan 40 gram protein/orang/hari).

(27)

Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 240-320 kg/orang/tahun.

3. Termiskin

Orang termiskin adalah orang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras antara 180-240 kg/orang/tahun.

Pada masyarakat sangat miskin terkait dengan tingkat pendidikan, kesehatan, dan nutrisi. Apabila bila ia bekerja dengan upah yang sangat minim, dibawah UMR (upah minimum rakyat), yang mengakibatkan jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan investasi, dan masalah lain yang menjurus ke arah tindakan kekerasan dan kejahatan. Yang mengakibatkan masalah menjadi kompleks yang tidak mudah diatasi, namun dengan pendekatan yang tepat kemiskinan akan lebih mudah ditangani.

Menurut Ginanjar (1996:240) ada 4 faktor penyebab kemiskinan, faktor-faktor tersebut antara lain ialah:

a. Rendahnya taraf pendidikan, b. Rendahnya taraf kesehatan, c. Terbatasnya lapangan pekerjaan, d. Kondisi keterisolasian.

Menurut Salim (199:40) bahwa kemiskinan tersebut melekat pada diri penduduk miskin, mereka miskin karena tidak memiliki aset produksi dan kemampuan untuk

(28)

meningkatkan produktivitas. Mereka tidak memiliki aset produksi karena mereka miskin, akibatnya mereka terjerat dalam lingkungan kemiskinan tanpa ujung dan pangkal.

1.5.4 Program Keluarga Harapan (PKH) 1.5.3.1 Pengertian Program Keluarga Harapan

Program keluarga harapan adalah merupakan suatu program penanggulangan kemiskinan yang memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM), yaitu program pemerintah yang tertuang dalam RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) Tahun 2005 s/d 2025 (Undang Undang N0. 17 tahun 2007). Sebagai imbalannya RTSM diwajibkan memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan.

Program Keluarga Harapan (PKH) diluncurkan Presiden SBY di Gorontalo Juli 2007. Pada tahap awal dilaksanakan di tujuh provinsi melibatkan 500.000 kepada rumah tangga yang sangat miskin (RTSM). Tujuh provinsi yaitu: Gorontalo, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Tahun 2007 merupakan tahap awal pengembangan program atau tahap uji coba. Tujuan uji coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperiukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, dan pengaduan masyarakat.

Apabila tahap uji coba ini berhasil, maka PKH akan dilaksanakan setidaknya sampai dengan tahun 2015. Hal ini sejalan dengan komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), mengingat sebagian indikatornya juga diupayakan melalui PKH. Selama periode tersebut, target peserta secara bertahap akan ditingkatkan hingga mencakup seluruh RSTM dengan anak usia pendidikan dasar dan ibu hamil/nifas.

(29)

Pada tahun 2008, ditambah lagi menjadi 13 provinsi. Enam tambahan itu adalah: Nanggroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan. PKH sudah dilaksanakan di 72 kabupaten di 13 provinsi, dengan penerima 700 ribu RTSM pada tahun 2008.

Anggarannya berasal dari APBN dimana kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik.

1.5.3.2 Tujuan Program Keluarga Harapan

Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas:

(1) Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM;

(2) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM;

(3) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM;

(4) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM.

(30)

1.5.3.3 Sasaran Penerima Program Keluarga Harapan

Sasaran atau Penerima bantuan PKH adalah Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah lbu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Jadi, pada kartu kepesertaan PKH pun akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Untuk itu, orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah orang yang namanya tercantum di Kartu PKH.

Calon Penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan:

1) Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar;

2) Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak;

3) Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi lbu Hamil.

Dalam pengertian PKH jelas disebutkan bahwa komponen yang menjadi fokus utama adalah bidang kesehatan dan pendidikan. Tujuan utama PKH Kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan anak di Indonesia, khususnya bagi kelompok masyarakat sangat miskin, melalui pemberian insentif untuk melakukan kunjungan kesehatan yang bersifat

(31)

preventif (pencegahan, dan bukan pengobatan). Meliputi misalnya anak usia 0-11 bulan harus mendapat imunisasi lengkap dan di timbang berat badannya secara rutin setiap bulan, anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun. Sedangkan bagi ibu hamil harus melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak empat kali dan ketika melahirkan harus di tolong oleh tenaga kesehatan dan beberapa ketentuan lainnya.

Komponen pendidikan dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar wajib 9 tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. Anak penerima PKH Pendidikan yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan program pendidikan dasar 9 tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non formal serta hadir sekurang-kurangnya 85% waktu tatap muka dalam sebulan.

Setiap anak peserta PKH berhak menerima bantuan selain PKH, baik itu program nasional maupun lokal. Bantuan PKH bukanlah pengganti program-program lainnya karenanya tidak cukup membantu pengeluaran lainnya seperti seragam, buku dan sebagainya. PKH merupakan bantuan agar orang tua dapat mengirim anak-anak ke sekolah.

1.5.3.4 Besar Bantuan PKH

Besaran bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan. Besaran bantuan ini di kemudian hari bisa berubah sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan.

(32)

Skenario Bantuan Bantuan per RTSM per tahun

Bantuan tetap Rp. 200.000

Bantuan bagi RTSM yang memiliki:

a. Anak usia di bawah 6 tahun Rp. 800.000

b. Ibu hamil/menyusui

c. Anak usia SD/MI

d. Anak usia SMP/MTs

Rata-rata bantuan per RTSM

Bantuan minimum per RTSM

Bantuan maksimum per RTSM

Rp. 800.000 Rp. 400.000 Rp. 800.000 Rp. 1.390.000 Rp. 600.000 Rp. 2.200.000

Keterangan: Bantuan terkait kesehatan berlaku bagi RTSM dengan anak di bawah 6 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah anak. Besar bantuan adalah 16% rata-rata pendapatan RTSM per tahun. Batas minimum dan maksimum adalah antara 15-25% pendapatan rata-rata RTSM per tahun.

(33)

1.5.3.5 Pengorganisasian Gambar 1

1. Organisasi Pelaksana PKH

PKH dilaksanakan oleh UPPKH Pusat, UPPKH Kabupaten/Kota dan Pendamping PKH. Masing-masing pelaksana memegang peran penting dalam menjamin keberhasilan PKH. Mereka adalah:

UPPKH Pusat (Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Pusat) merupakan badan yang merancang dan mengelola persiapan dan pelaksanaan program. UPPKH Pusat juga melakukan pengawasan perkembangan yang terjadi di tingkat daerah serta menyediakan bantuan yang dibutuhkan.

UPPKH Kab/Kota (Unit Pelaksana Program Keluaraga Harapan Kab/Kota)- Pelaksanakan program dan memastikan bahwa alur informasi yang diterima dari kecamatan

UPPKH PUSAT

- MERANCANG - MENGELOLA PERSIAPAN & PELAKSANAAN PROGRAM - PENGAWASAN

UPPKH

KABUPATEN/KOTA

- MENANGGULANGI LANCARNYA ALUR INFORMASIDARI KECAMATAN KE PUSAT - MENGELOLA - PENGAWASAN

PENDAMPING PKH

(

PIHAK KUNCI YG MENJEMBATANI PIHAK2 YG MENERIMA MANFAAT

& PIHAK2 LAIN)

- SOSIALISASI

- PENGAWASAN

(34)

ke pusat dapat berjalan dengan baik dan lancar. UPPKH Kab/Kota juga berperan dalam mengelola dan mengawasi kinerja pendamping serta memberi bantuan jika diperlukan.

Pendamping - merupakan pihak kunci yang menjembatani penerima manfaat dengan pihakpihak lain yang terlibat di tingkat kecamatan maupun dengan program di tingkat kabupaten/kota. Tugas Pendamping termasuk didalamnya melakukan sosialisasi, pengawasan dan mendampingi para penerima manfaat dalam memenuhi komitmennya. Jumlah pendamping disesuaikan dengan jumlah peserta PKH yang terdaftar di setiap kecamatan. Sebagai acuan, setiap pendamping mendampingi kurang lebih 375 RTSM peserta PKH. Selanjutnya tiap-tiap 3-4 pendamping akan dikelola oleh satu koordinator pendamping. Pendamping menghabiskan sebagian besar waktunya dengan melakuka n kegiatan di lapangan, yaitu mengadakan pertemuan dengan Ketua Kelompok, berkunjung dan berdiskusi dengan petugas pemberi pelayanan kesehatan, pendidikan, pemuka daerah maupun dengan peserta itu sendiri.

Dalam pelaksanaan PKH terdapat Tim Koordinasi yang membantu kelancaran program di tingkat provinsi dan PT Pos yang bertugas menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung. Selain tim ini, juga terdapat lembaga lain di luar struktur yang berperan penting dalam pelaksanaan kegiatan PKH, yaitu lembaga pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan di tiap kecamatan dimana PKH dilaksanakan.

(35)

Mekanisme Pelaksanaan PKH

Gambar 2

PKH Meraih Keluarga Sejahtera BPS SURVEYAnak Usia 0-6 thn

3 thn

Sumber: Buku Pedoman Umum PKH

Kunjungan sesuai jadwal yang telah ditentukan KRITERIA: Sangat Miskin PNY DATA: -Ibu Hamil -Anak Usia 0-6 thn -Pendidikan 9 tahun.

CALON PESERTA PESERTA

BPS SURVEY

- Hadir di pertemuan awal dan atau

- Menandatangani surat

perjanjian patuh pada ko mitmen Pertemuan Awal: 1. Pengiriman pemberitahuan terpilihnya RTSM sebagai peserta PKH. 2. Perbaikan data RTSM. 3. Persetujuan memenuhi ketentuan PKH.

4. Undangan untuk memenuhi

pertemuan awal oleh PT. POS.

Pembayaran Pertama Kunjungan awal - Dicatat status kesehatan. - Info tentang jadwal kunjungan berikut Pembayaran berikutnya tiap tiga bulan penuh

Reserti

fikasi Pembayara n dikurangi

Kunjungan tidak sesuai jadwal yang telah ditentukan

(36)

Dari gambar di atas, BPS mendata masyarakat Kecamatan Medan Johor yang berhak memperoleh mendapatkan PKH untuk menjadi peserta penerima bantuan PKH dengan kriteria sangat miskin dan terdapat ibu hamil, balita dan pendidikan 9 tahun. Kemudian diadakan pertemuan awal oleh PT. POS di kordinasikan oleh UPPKH Kecamatan Medan Johor dengan mengundang petugas puskesmas dan sekolah di Kecamatan tersebut. Peserta menandatangai surat perjanjian patuh pada komitmen. Tujuan pertemuan awal adalah menginformasikan dan menjelaskan tujuan, ketentuan, mekanisme, sangsi, serta hak dan kewajiban peserta PKH.

Kemudian dilakukan pembayaran pertama sebagai kunjungan awal yaitu pertama dengan mencatat status, kedua info tentang jadwal kunjungan berikut. Apabila kunjungan sesuai jadwal yang telah ditentukan maka pembayaran berikutnya tiap tiga bulan penuh, dan apabila kunjungan tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan maka dikurangi. Apabila peserta tersebut selama menjadi penerima bantuan PKH tidak pernah melanggar komitmen yang telah disetujui, maka jaminan sebagai peserta PKH diberikan selama 3 tahun.

I.6 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau defenisi yang dipergunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:37). Agar memperoleh batasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti, maka penulis mengemukakan defenisi konsep sebaga berikut:

Efektifitas sebagai Kebijakan yang tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, dan tepat waktu dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokaikan untuk melakukan kegiatan.

(37)

Program Keluarga Harapan (PKH) adalah sebuah program jaminan sosial berupa bantuan tunai bersyarat dari pemerintah. Program tersebut memiliki ketentuan serta hak dan kewajiban bagi penerima bantuan program tersebut. Program Keluarga Harapan sebagai upaya pemerintah untuk membantu rumah tangga sangat miskin dalam memperoleh akses pelayanan dasar yaitu pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan.

Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah ataupun swasta dalam melaksanakan Program Keluarga Harapan, yaitu sebuah program jaminan sosial bersyarat untuk membantu rumah tangga sangat miskin memperoleh akses pelayanan dasar yaitu pendidikan dan kesehatan.

Referensi

Dokumen terkait

Sutarwi, Pujiasmanto B, Supriyadi 2013, Pengaruh Dosis Pupuk Fosfat Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Tanaman Kacang Tanah (Arachis Hypogaea (L.) Merr)

Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan tuntutan manusia untuk mencapai kenyamanan hidup juga meningkat. Salah satu perkembangan teknologi yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas komunikasi dilihat dari terpaan komunikasi pada www.kaskus.co.id dalam menampilkan informasi tentang budaya Solo

Diantaranya, motif pribadi bergabungnya para informan untuk bergabung dengan KJPL, pengalaman para informan sebagai seorang jurnalis terkait dengan jurnalisme

Dengan berlakunya Peraturan Bupati ini, maka Peraturan Bupati Tulang Bawang Barat Nomor 66 Tahun 2018 tentang Standar Biaya Anggaran Pemerintah Tiyuh Tahun 2019

Dengan potensi batubara Kalimantan seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat dipastikan realisasi pembangunan PLTU Madura tidak a kan mengala mi kesulitan

program studi, nama dan kode mata kuliah, semester, sks, nama dosen pengampu; b) capaian pembelajaran lulusan yang dibebankan pada mata kuliah; c) kemampuan akhir yang

Karena menurut Mulyasa “untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan