STUDI TENTANG PEMAHAMAN MAHASISWA FAKULTAS FARMASI TERHADAP OBAT TRADISIONAL KELOMPOK FITOFARMAKA, OBAT HERBAL TERSTANDAR, JAMU DAN OBAT TRADISIONAL NON REGISTRASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Nana Vania
NIM : 058114068
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
STUDI TENTANG PEMAHAMAN MAHASISWA FAKULTAS FARMASI TERHADAP OBAT TRADISIONAL KELOMPOK FITOFARMAKA, OBAT HERBAL TERSTANDAR, JAMU DAN OBAT TRADISIONAL NON REGISTRASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Nana Vania
NIM : 058114068
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Pengesahan
Skripsi
Berj udul
STUDI TENTANG PEMAHAMAN MAHASISWA FAKULTAS FARMASI
TERHADAP OBAT TRADISIONAL KELOMPOK FITOFARMAKA,
OBAT HERBAL TERSTANDA& JAMU DAN OBAT TRADISIONAL
NON REGISTRASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
O l e h :
Nana Vania
NIM : 058114068
Dipertahankan
di hadapan
Panitia Penguji Skripsi
Fakultas
Farmasi
Universitas Sanata
Dharma
pada
tanggal:21 Juli 2009
Mengetahui
Fakultas
Farmasi
Pembimbing
I:
Yustina Sri Hartini M.Si.,Apt.
Pembimbing
If :
Rm. Drs. Petrus Sunu Hardiyanta,
SJ.,M.Sc.
Panitia Penguji :
1. Yustina
Sri Hartini M.Si.,Apt.
2. Rm. Drs. Petrus
Sunu
Hardiyanta,
SJ.,M.So.
3. Yohanes
Dwiatmaka,
M.Si.
4. Drs. Sulasmono,
Apt.
4
w
v
vii
PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat, anugerah, kasih karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi berjudul ”Studi tentang Pemahaman Mahasiswa
Fakultas Farmasi terhadap Obat Tradisional Kelompok Fitofarmaka, Obat Herbal
Terstandar, Jamu dan Obat Tradisional Non Registrasi di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku Kaprodi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Yustina Sri Hartini M.Si.,Apt. selaku dosen pembimbing skripsi
sekaligus pembimbing akademis yang telah banyak meluangkan waktu,
pikiran, dan perhatian untuk membimbing dan mendampingi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Rm. Drs. Petrus Sunu Hardiyanta, SJ.,M.Sc. selaku dosen pembimbing
viii
sangat berharga saat membimbing dan mendampingi penulis selama
penyelesaian skripsi ini.
5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji atas kesediaan untuk
menguji serta memberikan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji atas kesediaan untuk menguji
serta memberikan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
7. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas
Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan Fakultas Farmasi
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta serta para responden atas izin dan
kerjasama yang diberikan kepada penulis untuk mengambil data penelitian
ini.
8. Papa, Mama, serta adik-adikku Mia dan Grace atas kasih sayang, doa,
perhatian, dan dukungannya selama ini.
9. Teman dan rekanku Novi atas kebersamaan dan kerjasamanya dalam
penyelesaian skripsi ini.
10.Sahabat-sahabatku di Kos Dewi (Eva, Nia, Dina, Fetri, Siska) serta Lisa
atas persahabatan dan semua kenangan indah selama kebersamaan kita.
11.Sahabat-sahabatku di Smilist (Astri, Siska, Timmy, Hendrik, Ise, Anan,
Endah, Ronny, Tommy, Fanny) yang selalu memberi semangat dan
dukungan doa kepada penulis serta bersedia menjadi tempat untuk berbagi
cerita.
12.Saudara-saudaraku di Lion of Judah family (Gita, Jems, Sabeth, Rheni,
ix
William, Tere, Uli, kak Adi) yang selalu memberi semangat dan dukungan
doa kepada penulis serta bersedia menjadi tempat untuk berbagi cerita.
13.Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku di PMK Ebenhaezer (Dima,
Verty, Yoga, Chris, Ari, Nana, Timo, Ricky, mas Abe, mas Printa) atas
bantuan dan doa-doanya.
14.Ci Ita, mas Toak, ci Dianing untuk doa dan bantuannya yang sangat
berharga.
15.Ci Vivi dan kak Ratih atas kasih sayang dan perhatiannya selama
penyusunan skripsi ini.
16.Ong, Omega, Rias, Rio, Lina Chang, Vanny, Ilon, Alfa dan teman-teman
angkatan 2005 atas kebersamaan, suka dan duka selama kuliah.
17.Anak-anak KKN Angkatan XXXVIII kelompok 17 (Robbi, Zi, Bety,
Bekti, Nita, Elok) atas pengertian dan dukungannya.
18.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
adanya saran yang membangun dari pembaca. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat berguna bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan.
xi
INTISARI
Obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat Indonesia secara turun-temurun dan sudah menjadi budaya bangsa dalam mengatasi masalah kesehatan. Oleh karena itu seorang apoteker sudah selayaknya mengerti tentang obat tradisional dan pengelompokannya sehingga dapat memberi keterangan kepada masyarakat mengenai obat tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa fakultas farmasi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non registrasi.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif dan analitik menggunakan alat kuesioner. Data deskriptif diolah dalam bentuk persentase. Data analitik diolah menggunakan uji
chi square, student test, Mann Whitney, Anova, dan Kruskal-Wallis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2% responden memiliki pemahaman yang sangat baik, 28% responden memiliki pemahaman yang baik, 52% responden memiliki pemahaman yang cukup, 13,5% responden memiliki pemahaman yang kurang, dan 4,5% responden memiliki pemahaman yang kurang sekali. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional yaitu adanya izin edar, pengalaman turun-temurun, kemasan yang menarik, adanya keterangan pada kemasan, adanya nomor izin edar pada kemasan, adanya lambang obat tradisional pada kemasan. Sedangkan faktor yang tidak mempengaruhi adalah iklan. Pemahaman mahasiswa farmasi yang telah menempuh mata kuliah mengenai obat tradisional lebih tinggi daripada yang belum.
xii
ABSTRACT
The traditional drugs have been used by Indonesian society from generation to generation and have become traditional practice to overcome health problems. Therefore a pharmacist has to understand traditional drugs and its classifications in order to be able to explain people about traditional drugs. This research investigated the understanding of pharmacy students on traditional drugs group of fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu and non registration traditional drugs.
This research was used non experimental research with descriptive and analytic research design used questioner. Descriptive data was analyzed in the form of percentage. Analytic data processed used the chi square, student test, Mann Whitney, Anova, and Kruskal-Wallis.
The result of this research indicated that 2% respondents have very good understanding, 28% respondents have good understanding, 52% respondents have enough understanding, 13,5% respondents have less understanding, and 4,5% respondents have very less understanding. The registration, heritage experiences, interesting packaging, the information in packaging, the registration’s number in packaging, and the logo of traditional drug in packaging are the influence factors. The advertisement is not the influence factor. The understanding of pharmacy students which have learned the subject of traditional drugs is higher than the understanding of pharmacy students which have not yet took the subject.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x
INTISARI ... xi
ABSTRACT ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 4
1. Tujuan umum ... 4
xiv
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Obat Tradisional ... 6
Logo kelompok obat tradisional ... 7
Peraturan perundang-undangan mengenai obat tradisional ... 9
B. Obat tradisional non registrasi ... 13
C. Uji pra klinik dan uji klinik ... 14
D. Validitas dan Reliabilitas ... 16
E. Analisis Deskriptif ... 17
F. Chi Square ... 17
G. Normalitas data ... 18
H. Uji t tes ... 20
I. Uji Mann Whitney ... 21
J. Uji Anova ………... 24
K. Uji Kruskal-Wallis ………. 24
L. Keterangan Empiris ………... 25
BAB III. METODE PENELITIAN ...……….. 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26
B. Variabel dan batasan operasional penelitian ... 26
C. Populasi dan sampel ... 28
D. Instrumen penelitian ... 29
E. Tata Cara Penelitian ... 29
1. Pembuatan kuesioner ... 29
xv
3. Uji validitas dan reliabilitas ... 29
4. Perizinan ...……….. 30
5. Pengambilan data kuesioner ... 30
6. Analisis data ... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...… 31
A. Karakteristik responden ...……….. 31
B. Validitas dan reliabilitas kuesioner ... ... 31
C. Pemahaman terhadap obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non registrasi ... 32
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN ... 84
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Tingkat pemahaman responden terhadap obat tradisional …... 67
Tabel II. Ranks uji Mann Whitney mahasiswa farmasi ... 68
Tabel III. Test statistics uji Mann Whitney mahasiswa farmasi ... 69
Tabel IV. Ranks uji Mann Whitney mahasiswa farmasi “x” ... 70
Tabel V. Test statistics uji Mann Whitney mahasiswa farmasi “x” ... 70
Tabel VI. Group statistics uji t mahasiswa farmasi “y” ... 71
Tabel VII. Group statistics uji t mahasiswa farmasi “z” ... 73
Tabel VIII. Ranks uji Kruskal-Wallis mahasiswa farmasi yang belum mengambil mata kuliah mengenai obat tradisional ... 74
Tabel IX. Test statistics uji Kruskal-Wallis mahasiswa farmasi yang belum mengambil mata kuliah mengenai obat tradisional ... 74
Tabel X. Test of homogeneity of variance mahasiswa farmasi yang telah mengambil mata kuliah mengenai obat tradisional ……….. 75
Tabel XI. Uji Anova mahasiswa farmasi yang telah mengambil mata kuliah mengenai obat tradisional ………...………….. 75
Tabel XII. Multiple comparisons Pos Hoc Tests ………... 76
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Obat tradisional ada yang mempunyai izin edar dan ada yang
belum / tidak mempunyai izin edar ... 34
Gambar 2. Obat tradisional yang sudah mendapatkan izin edar dikelompokkan dalam kategori fitofarmaka, obat herbal terstandar, dan jamu ... 35
Gambar 3. Bukan lambang jamu ... 36
Gambar 4. Lambang obat herbal terstandar ... 37
Gambar 5. Lambang fitofarmaka ... 38
Gambar 6. Responden tidak pernah menggunakan obat tradisional yang tidak memiliki izin edar ... 39
Gambar 7. Obat herbal terstandar merupakan obat tradisional yang telah melalui uji pra klinik (sudah diujicobakan pada hewan) dan bahan baku yang digunakan sudah distandarisasi ... 40
Gambar 8. Fitofarmaka merupakan obat tradisional yang telah melalui uji klinik (sudah diujicobakan pada manusia) dan bahan baku yang digunakan sudah distandarisasi ... 41
Gambar 9. Bahan-bahan yang digunakan dalam komposisi fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5 macam ... 42
Gambar 10. Obat tradisional aman untuk digunakan ... 43
xviii
Gambar 12. Obat tradisional yang telah mendapatkan izin edar lebih aman
digunakan daripada obat tradisional yang belum / tidak
mendapatkan izin edar ... 45
Gambar 13. Obat herbal terstandar lebih aman daripada jamu ... 46
Gambar 14. Fitofarmaka lebih aman daripada jamu ... 47
Gambar 15. Fitofarmaka tidak lebih aman daripada obat herbal terstandar .. 48
Gambar 16. Obat tradisional lebih berkhasiat daripada obat jadi (obat yang komposisinya adalah bahan kimia) ... 49
Gambar 17. Obat tradisional memiliki efek samping ... 50
Gambar 18. Harga obat tradisional terjangkau ... 51
Gambar 19. Jamu mudah didapatkan ... 52
Gambar 20. Obat herbal terstandar mudah didapatkan ... 52
Gambar 21. Fitofarmaka tidak mudah ditemukan di pasaran ... 54
Gambar 22. Responden menggunakan obat tradisional karena pengalaman turun temurun ... 55
Gambar 23. Bahan-bahan yang digunakan dalam komposisi obat tradisional boleh mengandung bahan kimia obat ... 56
Gambar 24. Obat tradisional lebih alami dibandingkan dengan obat jadi (obat yang komposisinya adalah bahan kimia) ... 57
Gambar 25. Responden tertarik membeli obat tradisional karena iklan ... 59
xix
Gambar 27. Responden lebih memilih untuk menggunakan obat
tradisional yang telah memiliki izin edar daripada
menggunakan obat tradisional yang belum / tidak
memiliki izin edar ... 62
Gambar 28. Responden biasanya membaca keterangan pada kemasan
obat tradisional sebelum menggunakan ... 64
Gambar 29. Responden biasanya melihat terlebih dahulu ada tidaknya
nomor ijin edar pada kemasan obat tradisional sebelum
membelinya ... 65
Gambar 30. Responden biasanya melihat terlebih dahulu ada tidaknya
lambang obat tradisional pada kemasan sebelum membelinya .. 66
Gambar 31. Pemahaman mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional
kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat izin ke Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta ... 84
Lampiran 2. Surat izin ke Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta ……….………...……… 85
Lampiran 3. Surat izin ke Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta ………... 86
Lampiran 4. Kuesioner penelitian ... 87
Lampiran 5. Hasil jawaban responden ... 91
Lampiran 6. Hasil jawaban responden tentang sumber informasi mengenai
Obat Tradisional ... 94
Lampiran 7. Validitas ... 96
Lampiran 8. Reliabilitas ... 97
Lampiran 9. Data skor pemahaman mahasiswa fakultas farmasi
angkatan 2005 perguruan tinggi “x” ... 98
Lampiran 10. Data skor pemahaman mahasiswa fakultas farmasi
angkatan 2005 perguruan tinggi “y” ... 99
Lampiran 11. Data skor pemahaman mahasiswa fakultas farmasi
angkatan 2005 perguruan tinggi “z” ... 100
Lampiran 12. Data skor pemahaman mahasiswa fakultas farmasi
angkatan 2008 perguruan tinggi “x” ... 101
Lampiran 13. Data skor pemahaman mahasiswa fakultas farmasi
xxi
Lampiran 14. Data skor pemahaman mahasiswa fakultas farmasi
angkatan 2008 perguruan tinggi “z” ... 103
Lampiran 15. Tingkat pemahaman responden terhadap Obat Tradisional ... 104
Lampiran 16. Normalitas ... 105
Lampiran 17. Normalitas perguruan tinggi “x” ... 108
Lampiran 18. Normalitas perguruan tinggi “y” ... 111
Lampiran 19. Normalitas perguruan tinggi “z” ... 113
Lampiran 20. Uji Mann-Whitney perbandingan pemahaman mahasiswa fakultas farmasi antara yang telah dan belum menempuh mata kuliah mengenai obat tradisional ………..……….. 115
Lampiran 21. Uji Mann-Whitney perbandingan pemahaman mahasiswa fakultas farmasi perguruan tinggi “x” antara yang telah dan belum menempuh mata kuliah mengenai obat tradisional ... 116
Lampiran 22. Uji t perbandingan pemahaman mahasiswa fakultas farmasi perguruan tinggi “y” antara yang telah dan belum menempuh mata kuliah mengenai obat tradisional ... 117
Lampiran 23. Uji t perbandingan pemahaman mahasiswa fakultas farmasi perguruan tinggi “z” antara yang telah dan belum menempuh mata kuliah mengenai obat tradisional ... 118
xxii
Lampiran 25. Uji Anova perbandingan pemahaman mahasiswa fakultas
farmasi yang telah menempuh mata kuliah mengenai
obat tradisional ... 120
Lampiran 26. Post Hoc Tests ... 121
Lampiran 27. Chi Square ... 122
Lampiran 28. Nomor registrasi dan contoh jamu, obat herbal terstandar, dan
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Tumbuhan obat dan obat tradisional (OT) merupakan aset nasional yang
perlu terus digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya.
Sebagai suatu negara dengan wilayah yang mempunyai tingkat keanekaragaman
hayati yang tinggi, potensi sumber data tanaman yang ada merupakan suatu aset
dengan nilai keunggulan komparatif dan sebagai suatu modal dasar utama dalam
upaya pemanfaatan dan pengembangannya untuk menjadi komoditi yang
kompetitif (Sumaryono, 2002).
Obat tradisional telah digunakan oleh masyarakat Indonesia secara
turun-temurun dan sudah menjadi tradisi budaya dalam mengatasi masalah kesehatan.
Obat tradisional atau jamu tidak hanya bermanfaat untuk pengobatan (kuratif),
tetapi juga dapat bermanfaat dalam peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Soedibyo dan
Mooryati, 1998).
Obat tradisional dibagi menjadi 3 kelompok, meliputi jamu, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan dari tiga kelompok ini adalah standarisasi
dan uji keamanannya secara ilmiah. Pada jamu belum ada standarisasi bahan
simplisia dan uji klinis yang dilakukan. Produk jamu hanya berdasarkan pada
pengalaman empiris saja. Pada obat herbal terstandar telah melalui standarisasi
fitofarmaka telah melalui standarisasi pada simplisia yang digunakan, telah diuji
secara klinis, dan boleh diresepkan oleh dokter.
Pada saat ini, pandangan atau persepsi masyarakat sangat beragam
tentang obat tradisional, dari yang tidak percaya terhadap obat tradisional maupun
yang sangat fanatik terhadap obat tradisional. Umumnya, masyarakat tidak
percaya terhadap obat tradisional, karena dianggap tidak semanjur obat jadi.
Bentuk dan kemasan dari obat tradisional yang tidak meyakinkan juga membuat
masyarakat semakin tidak percaya bahkan masyarakat menyebut obat tradisional
sebagai ”dirty drug”. Namun banyak juga masyarakat yang fanatik terhadap obat
tradisional karena mereka beranggapan bahwa obat tradisional lebih baik dan
aman jika digunakan bertahun-tahun karena dibuat dari bahan alam (Hakim,
2002). Oleh karena itu seorang apoteker sudah selayaknya mengerti tentang obat
tradisional dan pengelompokannya sehingga dapat memberi keterangan kepada
masyrakat mengenai obat tradisional. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
mengenai pemahaman mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional kelompok
fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non registrasi.
Dalam penelitian ini juga perlu dicari informasi mengenai perbandingan
tentang pemahaman terhadap obat tradisional dan pengelompokkannya antara
mahasiswa farmasi yang belum dan telah menempuh mata kuliah mengenai obat
tradisional. Hal tersebut dikarenakan pemerintah seharusnya telah
mensosialisasikan dan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat
mengenai obat tradisional dan pengelompokkannya. Dengan demikian, mahasiswa
tradisional seharusnya memiliki pemahaman yang sama mengenai obat tradisional
dan pengelompokkannya.
Perumusan Masalah
Secara umum perumusan masalah yang disusun adalah bagaimanakah
pemahaman mahasiswa fakultas farmasi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
mengenai obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan
obat tradisional non registrasi, yang meliputi :
1. Seberapa jauh pemahaman mahasiswa farmasi mengenai obat tradisional
kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non
registrasi berdasarkan pengetahuan mahasiswa farmasi mengenai obat
tradisional dan pengelompokkannya?
2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan mahasiswa farmasi
terhadap obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu
dan obat tradisional non registrasi yang menggambarkan pemahaman
mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional dan pengelompokkannya?
3. Bagaimanakah proporsi pemahaman obat tradisional dan pengelompokkanya
antara mahasiswa farmasi yang belum dan telah menempuh mata kuliah
mengenai obat tradisional?
Keaslian Penelitian
Penelitian sejenis pernah dilakukan yaitu penelitian program kreativitas
mahasiswa yang berjudul Studi tentang Pemahaman Obat Tradisional Kelompok
Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan adalah lokasi, jenis responden,
dan waktu pengambilan sampel.
Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pemahaman mahasiswa fakultas farmasi terhadap obat tradisional kelompok
fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu, dan obat tradisional non registrasi di
propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data-data yang diperoleh.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan introspeksi diri bagi
fakultas-fakultas farmasi yang berada di propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan mengenai obat
tradisional.
B. Tujuan 1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman
mahasiswa fakultas farmasi di Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai obat
tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu, dan obat
tradisional non registrasi.
2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman mahasiswa farmasi
jamu dan obat tradisional non registrasi berdasarkan pengetahuan
mahasiswa farmasi mengenai obat tradisional dan pengelompokkannya.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat
herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non registrasi yang
menggambarkan pemahaman mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional
dan pengelompokkannya.
3. Untuk mengetahui proporsi pemahaman obat tradisional dan
pengelompokkanya antara mahasiswa farmasi yang belum dan telah
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan-bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992a).
Obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam
berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No:
HK.00.05.4.2411, yaitu :
Pasal 1
(1) Yang dimaksud dengan obat alam Indonesia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia;
(2) Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat bahan alam di Indonesia dikelompokkan menjadi : a. Jamu
b. Obat Herbal Terstandar c. Fitofarmaka
Pasal 2 (1) Jamu harus memenuhi kriteria :
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
(2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium;
(3) Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata-kata : ” secara tradisional digunakan untuk ...”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
Pasal 3
(1) Obat Herbal Terstandar harus memenuhi krietria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/praklinik;
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Pasal 4 (1) Fitofarmaka harus memenuhi kriteria :
a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;
c. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;
d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
(2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.
(Anonim, 1992a)
Logo kelompok obat tradisional
Keputusan Kepala Badan Pengawas obat dan makanan tentang ketentuan
pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia menyatakan
bahwa :
Pasal 5
(1) Kelompok jamu sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir a untuk pendaftaran baru harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU” sebagaimana contoh terlampir;
(2) Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur;
(3) Logo (ranting daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo;
(4) Tulisan “JAMU” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”
Logo Jamu :
Pasal 7
(2)Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa “JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur.
(3)Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.
(4)Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.
Logo Obat Herbal Terstandar :
Pasal 8
(1) Kelompok Fitofarmaka sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir c harus mencantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” sebagaimana contoh terlampir;
(2) Logo sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa “JARI-JARI DAUN
(YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK
DALAM LINGKARAN”, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur;
(3) Logo (jari-jari daun dalam lingkaran) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicetak dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo;
(4) Tulisan “FITOFARMAKA” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.
Logo Fitofarmaka :
Peraturan perundang-undangan mengenai obat tradisional
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:
246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan
pendaftaran obat tradisional menteri kesehatan republik Indonesia menimbang
bahwa untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat mengganggu
dan merugikan kesehatan perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak
memenuhi persyaratan keamanan, kegunaan dan mutu antara lain dengan
pengaturan, perizinan dan pendaftaran (Anonim,1990).
Berikut merupakan peraturan perundang-undangan mengenai obat
tradisional:
• Berdasarkan Penjelasan UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 40
(2) Standar untuk obat tradisional adalah buku Materia Medika estándar untuk kosmetika adalah buku Kodeks Kosmetika Indonesia Standar untuk alat kesehatan ditetapkan berdasarkan persyaratan yang berlaku. Standardisasi obat tradisional hanya diberlakukan bagi Industri obat tardisional yang diproduksi dalam skala besar. Bagi Industri rumah tangga seperti jamu racik dan jamu gendong masih dalam tahap pembinaan dan belum diberlakukan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Pasal 41
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat diberi izin edar dalam bentuk persetujuan pendaftaran harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan, obat dan bahan obat tradisional yang dibuat secara sederhana oleh industri rumah tangga seperti jamu racik dan jamu gendong tidak diwajibkan memiliki izin edar dan belum dikenakan sanksi pidana sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
(Anonim, 1992)
• Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:
246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional dan
BAB I Pasal 3
(1)Obat tradisional yang diproduksi, diedarkan di wilayah Indonesia maupun diekspor terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan menteri; (2)Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah obat tradisional hasil produksi:
a. Industri Kecil Obat Tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel, dan parem;
b. Usaha jamu racikan; c. Usaha jamu gendong
(3)Obat Tradisional hasil produksi Industri Kecil Obat Tradisional di luar yang dimaksud dalam ayat (2) huruf a dikenakan ketentuan ayat (1).
BAB V Pasal 23
Untuk pendaftaran Obat Tradisional dimaksud dalam Pasal 3 obat tradisional harus memenuhi persyaratan :
a. Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan manusia; b. Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan;
c. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat sebagai obat;
d. Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotika. Pasal 28
(1) Obat tradisional yang telah disetujui permohonan pendaftarannya diberi nomor pendaftaran.
(2) Nomor pendaftaran yang dimaksud dalam ayat (1) harus dicantumkan dengan cara dicetak pada wadah etiket, pembungkus dan brosur.
Pasal 32
(1) Dalam persetujuan pendaftaran ditetapkan penandaan yang disetujui. (2) Dalam pembungkus, wadah, etiket dan brosur obat tradisional wajib
dicantumkan penandaan.
Pasal 34
Penandaan yang tercantum pada pembungkus, wadah, etiket dan atau brosur harus berisi informasi tentang:
a. Nama obat tradisional atau nama dagang; b. Komposisi;
c. Bobot, isi atau jumlah obat tiap wadah; d. Dosis pemakaian;
e. Khasiat atau kegunaan; f. Kontra indikasi (bila ada); g. Kadaluarsa;
h. Nomor pendaftaran; i. Nomor kode produksi;
j. Nama industri atau alamat sekurang-kurangnya nama kota dan kata “INDONESIA”;
Sesuai yang disetujui pada pendaftaran. BAB VIII Pasal 39 poin 1a
Industri Obat Tradisional atau Industri kecil obat tradisional dilarang memproduksi segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat.
Pasal 40
Obat tradisional tidak boleh mengandung bahan lain yang tidak tercantum dalam komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran.
(Anonim, 1990)
• Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:
760/MENKES/PER/IX/1992 tentang fitofarmaka:
BAB II BAHAN BAKU
Pasal 2
(1)Bahan baku Fitofarmaka dapat berupa simplisia atau sediaan galenik. (2)Bahan baku Fitofarmaka harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam
Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia, ketentuan atau persyaratan lain yang berlaku.
(3)Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain diluar yang disebutkan dalam ayat (2) pasal ini harus mendapatkan peresetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka
Bab III SEDIAAN
Pasal 4
Bentuk sediaan harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan keamanan, khasiat, dan mutu yang paling tinggi.
Pasal 5
(1)Komposisi fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5 (lima) bahan baku.
(5)Keamanan dan kebenaran khasiat ramuan harus telah dibuktikan dengan uji klinik.
(Anonim, 1992)
• Lampiran keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:
Ramuan Fitofarmaka :
Ramuan (komposisi) hendaknya terdiri dari 1 (satu) simplisia/sediaan galenik. Bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/sediaan galenik dengan syarat tidak melebihi 5 (lima) simplisia/sediaan galenik. Simplisia tersebut masing-masing sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan keamanannya berdasar pengalaman.
Standar bahan baku :
Bahan baku Fitofarmaka harus memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia. Bila pada ketiga buku persyaratan tersebut tidak tertera paparannya, boleh menggunakan ketentuan dalam buku persyaratan mutu negara lain atau pedoman lain. Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain diluar Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia harus mendapat persetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka.
Zat kimia berkhasiat :
Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggal murni) dalam Fitofarmaka dilarang.
(Anonim, 1992)
• Peraturan Kepala Badan Pengawas obat dan makanan Republik Indonesia
Nomor: HK.00.05.43.1384 tentang kriteria dan tata laksana pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
2. Jamu adalah obat tradisional Indonesia
3. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.
4. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.
10.Izin edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka yang diberikan oleh Kepala Badan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia
BAB II
PERSYARATAN DAN KRITERIA Bagian pertama
(1) Obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang dibuat dan atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dari Kepala Badan.
Pasal 3 Dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 terhadap:
d. obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong.
Bagian kedua Kriteria
Pasal 4
Untuk dapat memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat;
b. dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik atau Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku; c. penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan amansesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka pendaftaran.
(Anonim, 2005)
B. Obat Tradisional Non Registrasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan
Pendaftaran Obat Tradisional Menteri Kesehatan Republik Indonesia Bab 1 Pasal
1 menyatakan bahwa usaha jamu racikan adalah usaha peracikan, pencampuran,
dan atau pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis,
tapel atau parem dengan skala kecil, dijual di satu tempat tanpa penandaan dan
atau merk dagang. Sedangkan usaha jamu gendong adalah usaha peracikan,
pencampuran, pengolahan, dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan,
pilis, tapel atau parem tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan
C. Uji Pra Klinik dan Uji Klinik
Awalnya obat bahan alami digunakan sebagai tradisi turun-temurun.
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan berkembangnya teknologi, baik
produksi maupun informasi, uji praklinik dan klinik dilakukan untuk memperoleh
keyakinan khasiat obat bahan alam (Plantus,2009).
Uji coba pada hewan dikenal sebagai uji praklinik (pra = sebelum, klinik
= pada pasien), yang meliputi beberapa tahap penelitian dan memakan waktu
sekitar 1-2 tahun (Pfizer, 1996). Uji praklinik dapat dilakukan secara in vitro;
melalui sistem reaksi enzimatik, menggunakan kultur sel/jaringan, uji terhadap
mikroba/parasit pada medium perbenihan, menggunakan aorgani terisolasi atau
pada hewan percobaan secara in vivo (Utomo, 2007). Percobaan terhadap hewan
dapat dilakukan, sesudah dipertimbangkan mengenai relevansinya terhadap
kesehatan manusia dan atau hewan (Anonim, 1992). Uji praklinik merupakan
persyaratan yang harus dilakukan untuk menjamin khasiat dan keamanan suatu
obat sebelum memasuki uji klinik (Utomo, 2007).
Uji klinik adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau
memastikan adanya efek farmakologik, tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik
untuk mencegah penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan gejala penyakit
(Anonim, 1992). Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis
untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan (Plantus,2009).
Tujuan pokok uji klinik fitofarmaka adalah:
1. Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam pencegahan atau pengobatan penyakit maupun gejala penyakit. 2. Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan
keamanan dan manfaatnya.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam uji klinik fitofarmaka: 1. Terhadap calon fitofarmaka dapat dilakukan pengujian klinik pada
manusia apabila sudah melalui penelitian toksisitas dan kegunaan pada hewan coba yang sesuai dan dinyatakan memenuhi syarat, yang membenarkan dilakukannya pengujian klinik pada manusia.
2. Alasan untuk melaksanakan uji klinik terhadap suatu fitofarmaka dapat didasarkan pada,
a. Adanya data pengujian farmakologik pada hewan coba yang menunjukkan bahwa calon fitofarmaka tersebut mempunyai aktivitas farmakologik yang sesuai dengan indikasi yang menjadi tujuan uji klinik fitofarmaka tersebut.
b. Adanya pengalaman empirik dan/histori bahwa fitofarmaka tersebut mempunyai manfaat klinik dalam pencegahan dan pengobatan penyakit atau gejala penyakit.
3. Uji klinik Fitofarmaka merupakan suatu kegiatan pengujian multi disiplin. 4. Uji klinik Fitofarmaka harus memenuhi syarat-syarat ilmiah dan
metodologi suatu uji klinik unyuk pengembangan dan evaluasi khasiat klinik suatu obat baru. Protokol uji klinik suatu calon fitofarmaka harus selaras dengan dengan “Pedoman Fitofarmaka” yang ditetapkan oleh menteri kesehatan RI. Protokol uji klinik dengan rancangan dan metodologi yang sesuai harus dikembangkan dulu oleh tim peneliti. Protokol uji klinik harus dinilai dahulu oleh suatu Panitia Ilmiah yang independen untuk mendapatkan persetujuan.
5. Uji klinik Fitofarmaka harus memenuhi prinsip-prinsip etika sejak perencanaan sampai pelaksanaan dan penyelesaian uji klinik. Setiap pengujian harus mendapatkan ijin kelaikan etik (ethical clearance) dari panitia etika penelitian biomedik pada manusia.
6. Uji klinik Fitofarmaka hanya dapat dilakukan oleh tim peneliti yang mempunyai keahlian, pengalaman, kewenangan dan tanggung jawab dalam pengujian klinik dan evaluasi khasiat klinik obat.
7. Uji klinik fitofarmaka hanya dapat dilakukan oleh unit-unit pelayanan dan penelitian yang memungkinkan untuk pelaksanaan suatu uji klinik, baik dipandang dari segi kelengkapan sarana, keahlian personalia maupun tersedianya pasien yang mencukupi. Pengujian klinik dalam unit-unit pelayanan kesehatan diluar Sentra Uji Fitofarmaka, misalnya di puskesmas atau rumah sakit, harus mendapatkan supervisi dan monitoring dari sentra uji fitofarmaka sejak perencanaan, pelaksanaan sampai dengan penyelesaiannya.
Uji klinik fitofarmaka harus dilakukan sesuai dengan tahap-tahap uji klinik
calon obat baru yang meliputi fase I, fase II, fase III dan fase IV (Anonim,
D. Validitas dan Reliabilitas
Sifat reliabel dan valid diperlihatkan oleh tingginya reliabilitas dan
validitas hasil ukur suatu tes. Suatu instrumen ukur yang tidak reliabel atau tidak
valid akan memberikan informasi yang tidak akurat mengenai keadaan subjek
atau individu yang dikenai tes itu. Apabila informasi yang keliru itu dengan sadar
atau tidak dengan sadar kita gunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
pengambilan suatu kesimpulan dan keputusan maka tentulah kesimpulan dan
keputusan itu tidak akan merupakan kesimpulan atau keputusan yang tepat
(Azwar, 2004).
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang
mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas
tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable). Walaupun reliabilitas
mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan,
kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam
konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil dari suatu pengukuran dapat
dipercaya (Azwar, 2004).
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu
tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur,
yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan
valid-tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut
mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar, 2004)
E. Analisis Deskriptif
Analisis statistik untuk satu variabel (variabel tunggal), menggunakan
jenis analisis deskriptif, yang didalamnya menggunakan analisis distribusi
frekuensi, yaitu bentuk analisis yang menyampaikan sebaran atau distribusi dalam
bentuk frekuensi, yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi ataupun
dalam bentuk diagram, ataupun dalam bentuk narasi. Tujuan dari analisis ini
adalah memaparkan data secara sederhana sehingga dapat dibaca dan dianalisis
secara sederhana (Riwidikdo, 2008).
Apabila kita mengkatagorikan dalam 5 katagori, sangat baik, baik,
cukup, kurang dan sangat kurang maka ketentuan parameter yang digunakan :
1. Sangat baik, bila x > Mean + 1,5 SD
2. Baik, bila Mean + 0,5 SD < x < Mean + 1,5 SD
3. Cukup, bila Mean - 0,5 SD < x < Mean + 0,5 SD
4. Kurang, bila Mean – 1,5 SD < x < Mean – 0,5 SD
5. Kurang sekali, bila x < Mean – 1,5 SD
(Riwidikdo, 2008)
F. Chi Square
Analisis statistik yang memungkinkan mengolah data berupa frekuensi
tujuan dalam kaitannya dengan penelitian farmasi. Chi square dapat untuk
mengetahui adanya independensi di antara 2 faktor dan homogenitas atau
keseragaman antara 2 sampel (Sari, 2005).
Rumus chi square :
(
−)
= E E O 2 2 χKeterangan : X2 = chi square hitung
O = frekuensi sel sebagai hasil observasi
E = frekuensi sel yang diharapkan terjadi dalam sel
Bila X2 perhitungan X2 tabel maka hipotesis null ditolak (Sari, 2005).
G. Normalitas Data
Distribusi normal (kurva normal) adalah suatu alat statistik yang sangat
penting untuk menaksir dan meramalkan peristiwa-peristiwa yang sangat luas.
Distribusi normal disebut juga dengan distribusi Gauss yang merupakan distribusi
data kuantitatif kontinyu atau variabel x yang tersebar secara merata dan simetris,
membentuk sebuah kurva seperti lonceng. Sifat penyebaran variabel x adalah
kontinyu dan berlaku untuk semua bilangan dalam interval tertentu, yaitu
(
−≅≤x≤≅)
dan disebut sebagai probability density function dengan tinggikurva y untuk setiap nilai x adalah sebagai berikut :
(
)
2 2 1 2 1 − = − σ µ π σ x e yketerangan : µ : Mean distribusi normal
e : Bilangan Exponensial = 2,71828
: Jari-jari lingkaran = 3,1416
Beberapa kriteria distribusi normal adalah :
1. mempunyai 2 parameter populasi yang lengkap yaitu mean dan standar
deviasi.
2. kurva mempunyai bentuk seperti lonceng dan simetris terhadap mean.
3. mean, median, dan modus dari seluruh distribusi adalah sama.
4. total daerah di bawah kurva nilainya adalah satu.
5. mempunyai ekor yang panjang di kedua sisi sumbu x sesuai dengan frekuensi
distribusi.
Dalam praktik sehari-hari, kurva normal biasanya dalam bentuk skor
standar dimana mean = 0 standar deviasi (s) = 1 dengan total luas daerah di bawah
kurva = 1, maka formula baru akan terjadi :
2
2
2
1 z
e y
−
=
π
Untuk menguji apakah sebaran dari data berdistribusi normal atau tidak maka
perlu diuji dengan uji statistik. Adapun beberapa uji statistik yang digunakan
dalam uji distribusi normal adalah :
a. Dengan mengetahui ukuran-ukuran dari tendesi pusat yaitu dari letah mean,
median dan modus, apakah segaris/setitik atau tidak atau seberapa
menyimpang dari nilai mean. Catatan apabila nilai mean, median dan modus
dalam letak yang dekat dengan masing-masingnya maka dapat dikatakan
b. Dengan mengetahui nilai standar skewness, yang diperoleh dari nilai skewness
dibagi dengan standar error of skewness. Apabila nilainya antara -2 sampai 2
maka dapat dikatakan bahwa data tersebut masih dalam distribusi normal.
c. Dengan mengetahui nilai z dari masing-masing data yang dibandingkan
dengan z tabel dari sebaran data tersebut. Adapun z tabel untuk : 0,05 dengan
jenis pengujian 2 sisi, maka diperoleh nilai -1,96 sampai 1,96. Bila z hitung
dari data diantara nilai z tabel, maka data termasuk dalam distribusi normal.
d. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji one sampel
kolmogorov-smirnov. Uji ini bertujuan menguji apakah sebaran data yang ada
dalam distribusi normal atau tidak. Keluaran hasil uji adalah dengan melihat z
hitung yang dibandingkan dengan z tabel, bila z hitung < dari z tabel artinya z
hitung masih diantara nilai -1,96 sampai dengan 1,96, maka dapat dikatakan
bahwa data berdistribusi normal. Atau cara yang paling praktis adalah dengan
melihat besarnya nilai signifikasi (Asym.sig.) apabila nilai signifikansi > 0,05
( : 5%) maka data dalam distribusi normal (karena Ho dari pengujian adalah
data berdistribusi normal, dan signifikasi / p > 0,05, maka Ho diterima).
(Riwidikdo, 2008)
H. Uji T Tes
Penggunaan uji t adalah untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata
antara dua kelompok, sedangkan penggunaan t test independent adalah digunakan
kelompok yang lain, dimana antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tidak
saling berhubungan (Riwidikdo, 2008).
Penggunaan t test termasuk dalam uji parametrik, sehingga menganut
pada asumsi-asumsi data berdistribusi normal, sebaran data homogen, dan sampel
diambil secara acak. Penggunaan uji t test independent, sering digunakan dalam
pengujian rancangan eksperimen, yang bertujuan untuk membandingkan nilai
rata-rata dari dua perlakuan yang ada. Data yang digunakan dalam pengujian t test
adalah data interval maupun data rasio. Adapun rumus yang digunakan adalah:
+ − =
2 1
2 1
1 1
n n s
x x t
dimana nilai s diperoleh dari rumus
(
)
(
)
[
1−1 12 + 2−1 22]
/(
1+ 2−2)
= n s n s n n
s
(Riwidikdo, 2008)
I. Uji Mann Whitney
Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari
suatu parameter dari dua sampel yang independent (tidak terikat antara satu
kelompok dengan kelompok yang kedua). Uji ini dapat digunakan untuk menguji
kasus dengan ukuran sampel yang berbeda dan menggunakan jumlah peringkat
sebagai statistik uji, selain itu dapat digunakan pula pada kasus dengan ukuran
Cara menghitung :
• Untuk menghitung nilai statistik uji hasil pengamatan, kita menggabungkan
kedua sampel dan merangking semua hasil pengamatan dari yang kecil ke
yang besar (nilai terkecil sebagai rangking kecil (1) dan nilai terbesar sebagai
rangking terbesar).
• Untuk nilai yang sama maka kita menjumlah urutan rangking dari besaran
niali sampel yang sama, kemudian dibagi banyaknya sampel yang sama
tersebut. Misalnya 2 nilai dari sampel mempunyai nilai yang sama dan
berangking 2 dan 3, maka menentukan rangking kedua nilai tersebut adalah
(2+3)/2=2,5. Jadi rangking kedua nilai tersebut adalah 2,5 dan 2,5 rangking
selanjutnya adalah rangking 4, 5, dst.
• Menjumlah rangking yang ada dari kedua sampel yang independen. Jumlah
rangking tersebut digunakan untuk menyelesaikan rumus U. Jadi terdapat 2
jumlah rangking, yaitu dari sampel populasi 1 dan sampel populasi 2. Kita
akan menggunakan jumlah rangking yang terbesar untuk menyelesaikan
rumus U, akan tetapi jumlah rangking yang terkecil juga dapat kita gunakan.
• Rumus uji adalah
(
)
2 1
1
1 +
−
=S n n
T
dimana : T adalah U hitung
S adalah jumlah rangking sampel populasi 1 atau 2
n1 adalah jumlah sampel populasi 1 atau 2
Untuk perhitungan manual, maka S, dan n, yang digunakan adalah
• Setelah diketahui nilai T hitung, maka kita akan membandingkannya dengan
nilai tabel (tabel kuantil-kuantil statistik Uji Mann-Whitney U). Dengan
ketentuan sebagai berikut: W1- /2 = (n1.n2) – W /2
Besarnya /2 adalah 0,05/2 = 0,025, dengan besar n1 dan n2 tertentu, maka
diperoleh harga W. Selanjutnya kita dapat mencari W1- /2
• Apabila n1 atau n2 lebih besar dari 20, maka kita tidak akan menggunakan
tabel, karena dalam tabel maksimal jumlah sampel adalah 20. sehingga kita
akan mencari harga Z dengan asumsi sebaran data tersebut dapat dikatakan
mendekati distribusi Z. Dengan rumus Z adalah
(
)
T T T z σ µ −= di mana
2 . 2 1n n T = µ
dan
(
)
12 1
. 2 1 2
1 + +
= n n n n
T
σ
sehingga rumus lengkapnya adalah
(
)
12 1 . 2 . 2 1 2 1 2 1 + + − = n n n n n n Tz , selanjutnya dibandingkan dengan Z tabel = 1,96
Apabila terdapat rangking yang sama, maka kita perlu melakukan koreksi
terhadap rumus uji Z tersebut. Faktor koreksi tersebut kita kurangkan terhadap
apa yang terdapat di bawah tanda akar.
Rumus koreksi adalah
(
)
(
)(
1)
12 . 2 1 2 1 3 2 1 − + + − n n n n t t n n
(
)
(
)
(
)(
1)
12 . 12 1 . 2 . 2 1 2 1 3 2 1 2 1 2 1 2 1 − + + − − + + − = n n n n t t n n n n n n n n T z (Riwidikdo, 2008)
J. Uji Anova
Uji Anova (F) digunakan untuk menguji sebuah rancangan eksperimen
dengan rancangan lebih dari 2. Uji ini termasuk dalam uji parametrik sehingga
asumsi penggunaan uji parametrik harus dipenuhi yaitu data berdistribusi normal,
varians homogen dan diambil dari sampel yang acak (Riwidikdo, 2008).
Dalam kenyataan uji F digunakan untuk menguji efektifitas suatu
rancangan eksperimen yang akan digunakan. Uji Anova digunakan untuk menguji
variabel independent yang satu dengan variabel dependen lebih dari satu jenis
rancangan (Riwidikdo, 2008).
K. Uji Kruskal-Wallis
Banyak orang mengenal uji Kruskal-Wallis ini sebagai Anova
Nonparametrik. Anova Kruskal-Wallis dapat digunakan untuk membandingkan
lebih dari dua kelompok sekaligus. Rumus untuk menyelesaikan Anova
Kruskal-Wallis adalah :
(
1)
3(
1)
12 1 2 + − + = = = ∗ N n R x N N H H k i i
(
)
N N
t t H H
j
j j
− − −
=
= ∗
3 9
1 3
1
Langkah-langkah dalam mengerjakan Anova Kruskal-Wallis adalah
1. Menyalin nilai variabel ke dalam nilai jenjang yang dihitung dari gabungan
semua kelompok.
2. Nilai jenjang kembar diperhitungkan dari rerata jenjang yang kembar tersebut.
3. Menjumlahkan jumlah nilai jenjang tiap kelompok.
4. Menghitung nilai H melalui rumus yang baru dikemukakan.
5. Menguji taraf signifikan nilai H tersebut sebagai nilai KK dengan derajad
kebebasan = jumlah kelompok dikurangi 1, atau db = a-1.
(Riwidikdo, 2008)
L. Keterangan Empiris
Dari penelitian ini diharapkan dapat digali informasi mengenai pemahaman
mahasiswa fakultas farmasi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai
obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu, dan obat
26
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitianyang berjudul ”Studi tentang Pemahaman Mahasiswa Fakultas
Farmasi terhadap Obat Tradisional Kelompok Fitofarmaka, Obat Herbal
Terstandar, Jamu dan Obat Tradisional Non Registrasi di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta” merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif yang menggambarkan pemahaman mahasiswa
fakultas farmasi terhadap obat tradisional kelompok fitofarmaka, obat herbal
terstandar, jamu dan obat tradisional non registrasi dan rancangan penelitian
analitik yang menggambarkan proporsi pemahaman obat tradisional dan
pengelompokkanya antara mahasiswa farmasi yang belum dan telah menempuh
mata kuliah mengenai obat tradisional. Rancangan penelitian deskriptif adalah
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian yang saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1998). Sedangkan
rancangan penelitian analitik adalah penelitian yang melakukan analisis dinamika
korelasi antar fenomena, baik antar faktor resiko dengan efek, antar faktor resiko,
maupun antar efek (Pratiknya, 2003).
B. Variabel dan Batasan Operasional Penelitian
1. Studi
2. Pemahaman
Sudut pandang yang diberikan oleh responden yaitu mahasiswa farmasi
terhadap obat tradisional.
3. Obat tradisional
Obat tradisional umum secara keseluruhan yaitu ramuan tradisional yang
berasal dari tumbuhan, hewan atau mineral untuk pengobatan yang meliputi
kelompok fitofarmaka, obat herbal terstandar, jamu dan obat tradisional non
registrasi.
4. Mahasiswa farmasi
Mahasiswa yang berstatus (berperan aktif) sebagai mahasiswa fakultas
farmasi pada beberapa universitas di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
5. Deskriptif karakteristik
Penggambaran tentang karakteristik yang dimiliki oleh responden.
6. Terjangkau
Dapat dijangkau oleh masyarakat luas pada umumnya dari segi ekonomi, baik
dari masyarakat tingkat ekonomi rendah, menengah, maupun tinggi.
7. Sumber informasi
Segala sesuatu yang memberikan informasi mengenai topik yang dibahas.
8. Lambang
Logo.
9. Pasaran
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari
manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu
dalam suatu penelitian (Nawawi, 1998). Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa fakultas farmasi di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sampel adalah bagian dari populasi (contoh) untuk dijadikan sebagai
bahan penelaahan dengan harapan contoh yang diambil dari populasi tersebut
dapat mewakili (representative) terhadap populasinya (Supangat, 2007). Jumlah
sampel ditentukan dengan perhitungan rumus Lameshow dkk. (1997), dengan
tingkat kepercayaan 95% (Kristina, 2008), dengan rumus sebagai berikut :
2 ) 1 ( 2 2 / 1 d P P z n − − = α (Lameshow dkk,1990) Keterangan:
n = jumlah sampel minimal
z = derajat konfidensi pada 95% (1,96)
P = proporsi populasi persentase kelompok I (0,5)
d = persentase perkiraan membuat kekeliruan 10%
Berdasarkan perhitungan diperoleh jumlah sampel minimal 96 orang. Sampel
yang diambil dalam penilitian ini sebanyak 200 orang yang terdiri dari 94
mahasiswa farmasi angkatan 2008 dan 106 mahasiswa farmasi angkatan 2005 dari
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode
angket (kuesioner). Kuesioner adalah usaha mengumpulkan informasi dengan
menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis, untuk dijawab secara tertulis oleh
responden (Nawawi, 1998).
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan kuesioner
Kuesioner yang digunakan berisi tentang :
a. Deskripsi karakteristik responden.
b. Deskripsi pemahaman dan faktor yang mempengaruhi pemilihan
responden terhadap obat tradisional terkait pengelompokan obat
tradisional.
c. Deskripsi sumber informasi responden mengenai obat tradisional.
2. Uji pemahaman bahasa
Uji pemahaman bahasa bertujuan untuk mengetahui apakah
pertanyaan maupun pernyataan yang tercantum dalam kuesioner dapat
dimengerti oleh responden sehingga responden dapat memberikan jawaban
sesuai dengan informasi yang diinginkan.
3. Uji validitas dan reliabilitas
Setelah uji pemahaman bahasa, dilakukan uji validitas dan reliabilitas
yang bertujuan agar kuesioner sebagai alat ukur pemahaman mahasiswa
non registrasi dapat mengukur apa yang hendak diukur/mengungkap secara
tepat sasaran yang dimaksud dalam pengukuran (valid) dan mempunyai hasil
yang tetap (reliabel).
4. Perizinan
Perizinan dilakukan dengan membuat surat izin untuk melakukan
survei yang ditujukan kepada Fakultas Farmasi “x”, “y”, dan ”z”.
5. Pengambilan data kuesioner
Pengambilan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner
kepada mahasiswa fakultas farmasi beberapa universitas di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta secara acak (random) dengan menggunakan “random
numbers table” (tabel random).
6. Analisis data
Data deskriptif yang diperoleh diolah dalam bentuk persentase,
kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram. Data analitik yang
diperoleh diolah menggunakan uji “chi square”, uji “student test” (t tes), uji
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa fakultas farmasi di Daerah
Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok mahasiwa
yang belum menempuh mata kuliah mengenai obat tradisional yang diwakili oleh
mahasiswa angkatan 2008 dan mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah
mengenai obat tradisional yang diwakili oleh mahasiswa angkatan 2005. Jumlah
sample yang diambil sebanyak 200 responden. Sampel tersebut diambil dari tiga
perguruan tinggi yang terdiri dari 1 perguruan tinggi negeri dan 2 perguruan tinggi
swasta yaitu perguruan tinggi “x”, “y”, dan “z”.
B. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Sebelum dilakukan survei terlebih dahulu dilakukan uji pemahaman
bahasa bertujuan untuk mengetahui apakah pertanyaan maupun pernyataan yang
tercantum dalam kuesioner dapat dimengerti oleh responden sehingga responden
dapat memberikan jawaban sesuai dengan informasi yang diinginkan. Setelah itu,
dilakukan uji validitas dan reliabilitas yang bertujuan agar kuesioner sebagai alat
ukur pemahaman mahasiswa farmasi tentang jamu, obat herbal terstandar,
fitofarmaka dan obat tradisional non registrasi dapat mengukur apa yang hendak
diukur/mengungkap secara tepat sasaran yang dimaksud dalam pengukuran
Analisis validitas dan reliabilitas dilakukan menggunakan Corrected
Item-Total Correlation, dimana diperoleh hasil r = 0,737 dan 30 pertanyaan valid.
Menurut Triton (2006), nilai r diwakili oleh nilai alpha, apabila alpha hitung lebih
besar dari r tabel dan alpha hitung bernilai positif maka suatu instrumen penelitian
dapat disebut reliabel. r tabel = 0,684 dengan tingkat kepercayaan 95 %. Nilai
alpha yang diperoleh = 0,737 terletak di antara 0,60 hingga 0,80 dan lebih besar
dari r tabel sehingga tingkat reliabilitasnya adalah reliabel.
Pengambilan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada
mahasiswa fakultas farmasi beberapa universitas di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta secara acak (random) dengan menggunakan “random numbers table”
(tabel random).
C. Pemahaman terhadap Obat Tradisional Kelompok Fitofarmaka, Obat Herbal Terstandar, Jamu dan Obat Tradisional Non Registrasi
Dari hasil penelitian mengenai pemahaman mahasiswa farmasi terhadap
obat tradisional dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman
mahasiswa farmasi terhadap obat tradisional dan pengelompokannya dimana
seharusnya mereka memiliki pemahaman yang baik karena nantinya sebagai
farmasis mereka seyogyanya dapat memberikan penjelasan kepada masyarakat
mengenai obat tradisional. Berikut merupakan uraian dari hasil jawaban
responden :
1. Obat tradisional ada yang mempunyai izin edar dan ada yang belum / tidak
Obat tradisional buatan industri telah mendapat registrasi atau mempunyai izin
edar dari BPOM, sedangkan obat tradisional buatan sendiri belum mempunyai
izin edar. Berdasarkan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha industri obat tradisional
dan pendaftaran obat tradisional bab I pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa obat
tradisional yang diproduksi, diedarkan di wilayah Indonesia maupun diekspor
terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan menteri. Sedangkan
pada ayat (2) menyatakan bahwa dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah
obat tradisional hasil produksi :
a. Industri Kecil Obat Tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel dan
parem;
b. Usaha jamu racikan;
c. Usaha jamu gendong
dan pada ayat 3 menyatakan obat Tradisional hasil produksi Industri Kecil
Obat Tradisional di luar yang dimaksud dalam ayat (2) huruf a dikenakan
ketentuan ayat (1).
Berdasarkan Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan Republik
Indonesia Nomor: HK.00.05.43.1348 tentang kriteria dan tata laksana
pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka bab I pasal
1 menyatakan bahwa izin edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran obat
tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka yang diberikan oleh Kepala
Badan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Pada bab II pasal 2 ayat
yang dibuat dan atau diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar
dari Kepala Badan, sedangkan pada pasal 3 poin d disebutkan bahwa
dikecualikan dari ketentuan pasal 2 terhadap obat tradisional tanpa penandaan
yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong.
Jadi jelas bahwa obat tradisional memang ada yang mempunyai izin edar dan
ada yang belum / tidak mempunyai izin edar.
6.0%3.5%1.0%
43.5%
46.0%
SS S TS STS A
Gambar 1. Obat Tradisional Ada yang Mempunyai Izin Edar dan Ada yang belum / tidak Mempunyai Izin Edar
Dari hasil jawaban kuesioner terdapat 43,5% responden sangat setuju, 41%
setuju, 6% tidak setuju, dan 3,5% sangat tidak setuju bahwa obat tradisional
ada yang mempunyai izin edar dan ada yang belum / tidak mempunyai izin
edar, sedangkan 1% responden lainnya tidak memberikan jawaban. Berarti
sebagian besar responden menyatakan bahwa obat tradisional ada yang
mempunyai izin edar dan ada yang belum / tidak mempunyai izin edar.
2. Obat tradisional yang sudah mendapatkan izin edar dikelompokkan dalam
kategori fitofarmaka, obat herbal terstandar, dan jamu.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No:
pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, obat
bahan alam di Indonesia dikelompokkan menjadi : jamu, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka.”
50.0%
43.5% 3.5%
2.5%0.5% SS
S TS STS A
Gambar 2. Obat Tradisional yang Sudah Mendapatkan Izin Edar Dikelompokkan dalam Kategori Fitofarmaka, Obat Herbal Terstandar,