• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi suhu pencampuran dan kecepatan putar pada proses formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau (Camellia sinesis L.) dengan aplikasi desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi suhu pencampuran dan kecepatan putar pada proses formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau (Camellia sinesis L.) dengan aplikasi desain faktorial - USD Repository"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Irene Christina NIM: 068114140

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh: Irene Christina NIM: 068114140

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

v

untuk berjalan

sepanjang hari…..

YOU WORK = YOU WORK

YOU PRAY = GOD WORKS

Kamu harus menjadi dirimu sendiri,

bersikaplah jujur tentang siapa dan apa dirimu… Jika orang masih menyukaimu itu bagus…

Dan jika tidak, itu masalah mereka… AS BE AS YOU BE!

Sampai masa tuamu,

Aku tetap Dia

dan sampai masa putih rambutmu,

Aku menggendongmu (Yes 46:4)

Karya ini kupersembahkan untuk… My Jesus Christ, You are so awesome! Mama dan Papa yang selalu di hatiku Semua orang yang kukasihi dan mengasihiku,

(6)
(7)

vii

penyertaan-Nya dari awal hingga akhir penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Suhu Pencampuran dan Kecepatan Putar pada Proses Formulasi Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau (Camellia sinensisL.) dengan Aplikasi Desain Faktorial” untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Selain itu, keberhasilan penulis dalam penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapa, Yesus Kristus, Bunda Maria, Roh Kudus, dan Malaikat Penjagaku atas hidup, bakat, pendampingan dan semangat yang dicurahkan,

2. Mama dan Papa, serta sanak keluarga atas dukungan, perhatian, semangat, dan doa yang telah diberikan dengan tulus hati,

3. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,

4. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si, Apt., selaku dosen pembimbing akademik, atas segala bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan,

5. Ibu Rini Dwiastuti, S.Farm, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan dengan sepenuh hati,

(8)

viii

9. Seluruh tim dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas segenap perhatian dan pengetahuan yang telah diberikan,

10. Pak Musrifin, Mas Bimo, Mas Agung, Pak Iswandi, Mas Otok, Pak Kayat, Mas Sigit, Mas Wagiran, dan Pak Parlan, selaku laboran Laboratorium Fakultas Farmasi, atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan,

11. Pak Yuwono, Pak Timbul, staf dan seluruh Petugas Keamanan Kampus III Paingan Universitas Sanata Dharma, atas segala perhatian dan kerja samanya, 12. Dwitiya “Spongegirl” Kusuma, Eka “Plankton” Hapsari, Ika “Gajah” Rahayu,

Nisia “Gery” Anggita Lisentia, dan Reni “Nthol” Agustina, atas kebersamaan dan dukungannya,

13. Kakak-kakak mahasiswa/i Fakultas Farmasi yang telah bersedia berbagi pengalaman dan pengetahuan,

14. Teman-teman kelas C 2006 dan FST 2006, atas kebersamaan, dukungan, dan semangat yang diberikan,

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Skripsi ini tentunya tidaklah sempurna meskipun penulis telah berupaya semaksimal mungkin, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan bagi perkembangan dunia kefarmasian.

(9)
(10)

x

fisis dan stabilitas fisis sediaan krim sunscreenekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.), serta menentukan area suhu pencampuran dan kecepatan putar optimum sehingga diperoleh sediaan berkualitas secara fisis dan stabilitas.

Rancangan penelitian ini adalah kuasi-eksperimental dengan penerapan desain faktorial dua faktor, yaitu suhu pencampuran dan kecepatan putar pada level rendah dan level tinggi. Parameter yang diukur adalah sifat fisis sediaan meliputi viskositas dan daya sebar, serta stabilitas fisis sediaan setelah satu bulan penyimpanan meliputi pergeseran viskositas, perubahan distribusi ukuran droplet, dan index creaming. Data pengukuran dianalisis dengan metode desain faktorial dan secara statistik dengan menggunakan Yate’s treatment (taraf kepercayaan 95%) untuk mengetahui signifikansi pengaruh setiap faktor dan interaksinya terhadap respon. Area kondisi optimum diperoleh dari penggabungan contour plot tiap respon (superimposed contour plot).

Hasil penelitian ini menunjukkan suhu pencampuran, kecepatan putar, maupun interaksinya tidak berpengaruh dominan terhadap respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas sediaan. Berdasarkan superimposed contour plot, ditemukan area optimum daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas yang diperkirakan sebagai proses pencampuran optimum pada level yang diteliti.

(11)

xi

extract, and the optimum area of that factors for producing good cream.

This research design was quasi-experimental with two factors of factorial design application, which were mixing temperature and mixing rate on low and high level. The mixing process were optimized on their physical properties (spreadability and viscosity) and their physical stabilities (shift of viscosity, shift of droplet size distribution, and index creaming) after one month storage. The data were analyzed with factorial design method and Yate’s treatment (95% level of confidence) to know the significant influence statistically of each factor and its interaction on respons. The optimum area of factors was showed by superimposed contour plot as the result from merged contour plots.

The result showed that the mixing temperature, mixing rate, or its interaction did not influence spreadability, viscosity, and the shift of viscosity of these sunscreen cream. The superimposed contour plot was showed the optimum area of spreadability, viscosity, and shift of viscosity, which was estimated as optimum mixing process on the level studied.

(12)

xii

HALAMAN JUDUL ...ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vi

PRAKATA ...vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ...xi

DAFTAR ISI ...xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

(13)

xiii

C. Sunscreen ... 13

D. Sun Protection Factor (SPF) ...14

E. Radiasi Ultraviolet (UV) ... 16

F. Formula ... 19

G. Pencampuran ... 20

H. Uji Sifat Fisis ... 22

1. Daya Sebar ... 22

2. Viskositas ... 22

I. Uji Stabilitas ... 22

J. Metode Desain Faktorial ... 26

K. Landasan Teori ... 28

L. Hipotesis ... 29

BAB III. METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 30

1. Variabel Penelitian ... 30

2. Definisi Operasional ... 30

C. Bahan dan Alat ... 33

D. Tata Cara Penelitian ... 34

(14)

xiv

5. Uji sifat fisis dan stabilitas krim sunscreenekstrak kering teh hijau .. 41

E. Analisis Data dan Optimasi ... 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Teh Hijau ... 45

B. Penentuan Nilai SPF (Sun Protection Factor) Ekstrak Kering Teh Hijau secara In Vitro... 51

C. Formulasi Sediaan Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau ... 55

D. Pengujian Tipe Emulsi Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau ... 62

E. Uji Sifat Fisis Sediaan Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau ... 63

1. Pengujian Daya Sebar ... 64

2. Pengujian Viskositas ... 67

F. Uji Stabilitas Sediaan Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau ... 70

1. Pergeseran Viskositas ... 71

2. Index Creaming... 76

3. Pergeseran Distribusi Ukuran Droplet ... 76

G. Optimasi Suhu Pencampuran dan Kecepatan Putar pada Proses Pencampuran Sediaan Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau ... 83

1. Contour PlotDaya Sebar ... 84

2. Contour Plot Viskositas ... 85

(15)

xv

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN ... 96

(16)

xvi

(17)

xvii

epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG) ... 7

Gambar 2. Struktur kimia flavonol teh ... 8

Gambar 3. Emulsifierpada antarmuka air dan minyak ... 12

Gambar 4. Spektrum cahaya ... 17

Gambar 5. Penetrasi radiasi sinar dengan panjang gelombang berbeda pada kulit ... 17

Gambar 6. Perbandingan struktur kimia kuersetin dengan struktur kimia katekin: epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG), epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG) ... 46

Gambar 7. Hasil scanningOT kuersetin ... 48

Gambar 8. Hasil scanningpanjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin . ... 49

Gambar 9. Kurva baku kuersetin ... 50

Gambar 10. Kromofor dan gugus auksokrom pada struktur kuersetin dan epikatekin ... 52

Gambar 11. Profil absorbansi ekstrak kering teh hijau terhadap sinar UV pada panjang gelombang 250-400 nm ... 53

Gambar 12. Hasil uji tipe emulsi dengan methylene blue(perbesaran 40x10) ... 57

(18)

xviii

terhadap respon pergeseran viskositas ... 74

Gambar 16. Kurva nilai tengah diameter droplet vs % frekuensi pada tiap desain percobaan krim sunscreenekstrak kering teh hijau ... 77

Gambar 17. Hasil pengamatan droplet secara mikroskopis ... 79

Gambar 18. Contour plotdaya sebar ... 84

Gambar 19.Contour plotviskositas ... 85

Gambar 20.Contour plotpergeseran viskositas ... 87

(19)

xix

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Teh Hijau ... 97

Lampiran 3. Perhitungan Nilai SPF Ekstrak Kering Teh Hijau secara In Vitro102 Lampiran 4. Perhitungan Ekstrak yang Ditambahkan untuk Formulasi Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau ... 105

Lampiran 5. Perhitungan nilai HLB dan rHLB campuran... 106

Lampiran 6. Perhitungan Hasil Uji Sifat Fisis Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau ... 107

Lampiran 7. Perhitungan Hasil Uji Stabilitas Krim Sunscreen Ekstrak Kering Teh Hijau (setelah 1 bulan penyimpanan)... 108

Lampiran 8. Perhitungan Desain Faktorial ... 126

Lampiran 9. Perhitungan Yate’s treatment... 132

(20)

1

A. Latar Belakang

(21)

bebas, dan juga dapat mengiritasi kulit yang sensitif. Dengan demikian, GTP dapat dipertimbangkan sebagai agen farmakologik dalam produk sunscreen mencegah efek radiasi UV.

Sunscreen sangat diperlukan konsumen untuk melindungi kulit dari radiasi UV sinar matahari. Krim ialah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar sesuai (Anonim, 1995). Menurut Food and Drug Administration (1999), bahan aktif sunscreen dapat menyerap, memantulkan, atau menghamburkan radiasi UV. Bila dibandingkan dengan sunblock, sunscreen memiliki kelebihan antara lain memungkinkan kulit masih dapat memperoleh UVB untuk mengaktivasi provitamin D3 karena sinar UV tidak dipantulkan serta merta (UV tidak dapat terpenetrasi ke dalam kulit sama sekali) seperti pada sunblock. Selain itu, sunblock bersifat messy, opak, dan biasanya hanya dapat diaplikasikan pada area kecil tertentu karena meninggalkan warna putih pada kulit, sedangkan untuk menghasilkan sunblock yang transparan diperlukan zinc oxideatau zat aktif lainnya dalam ukuran mikro (Helmenstine, 2009). Selama ini, sunscreenlebih banyak diproduksi di Indonesia dalam bentuk lotion. Sedangkan dilihat dari viskositasnya, krim cenderung memiliki viskositas lebih besar dibandingkan lotion, sehingga krim dapat melekat lebih lama di kulit. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memformulasikan sunscreen dalam bentuk krim sebagai pengembangan jenis bentuk sediaan sunscreen.

(22)

sehingga diperoleh sediaan yang memiliki efek yang diharapkan (effective), berkualitas (qualified), aman (safe), dan nyaman (comfortable) bagi pengguna atau pasien (acceptable). Dalam pembuatannya, bahan-bahan dicampur untuk mencapai homogenitas partikel, dengan tahapan sesuai prosedur pembuatan krim (Voigt, 1994). Proses pencampuran dapat mempengaruhi stabilitas dan sifat fisis sediaan (Nielloud, dan Mesters, 2000). Suatu sediaan krim yang baik secara fisis memiliki viskositas optimum, di mana krim tidak memisah selama penyimpanan, tetapi juga mudah menyebar ketika diaplikasikan pada permukaan kulit.

(23)

Dengan metode desain faktorial dapat diketahui ada atau tidaknya interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar, sehingga diketahui faktor dominan dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan krim. Area komposisi optimum suhu pencampuran dan kecepatan putar, terbatas pada level yang diteliti, diperoleh dari penggabungan contour plot tiap respon (superimposed contour plot). Analisis statistik Yate’s treatmentdilakukan untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam mempengaruhi respon. Penelitian ini menginformasikan suhu pencampuran dan kecepatan putar optimum pada formulasi krim sunscreen ekstrak kering teh hijau sehingga diperoleh sediaan berkualitas dari segi sifat fisis dan stabilitas.

B. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimana pengaruh suhu pencampuran, kecepatan putar, dan interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan krim sunscreenekstrak kering teh hijau?

2. Apakah ada area optimum proses pencampuran krim sunscreenekstrak kering teh hijau dengan perbandingan suhu pencampuran dan kecepatan putar?

C. Keaslian Penelitian

(24)

dengan Aplikasi Desain Faktorial” sesuai dengan metode penelitian ini belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian mengenai aplikasi desain faktorial dalam optimasi proses pencampuran krim. Secara praktis penelitan ini bermanfaat untuk mengetahui pengaruh suhu pencampuran dan kecepatan putar mixerdalam proses pencampuran krim terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan krim tersebut.

E. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh suhu pencampuran, kecepatan putar, dan interaksi antara suhu pencampuran dan kecepatan putar terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan krim sunscreenekstrak kering teh hijau.

(25)

6 A. Teh

Tanaman teh (Camellia sinensis L.) termasuk dalam familia Theaceae (Anonim, 1989). Dari 2 g teh hijau yang dimasak dalam 200 ml air panas mengandung 500-700 mg zat yang dapat terekstraksi dengan air, di mana 30-40% di antaranya merupakan katekin (flavanol). Polifenol pada teh hijau dan teh hitam berupa epikatekin atau derivat epikatekin. Teh hitam mengandung 3-10% katekin. Jenis epikatekin dalam teh hijau, yaitu epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG), epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG), galokatekin, dan katekin. EGCG merupakan kandungan terbesar dalam teh hijau, yaitu komponen aktif sebagai pelindung kulit terhadap sinar UV dan menghambat kerusakan DNA yang diinduksi radiasi UV. (Svobodova, Psotova, dan Walternova, 2003; Syah, 2006; Yang et al., 2008).

(26)

bahwa stabilitas tertinggi diperoleh jika EGCG berada pada pH 5 (Kellar, Poshni,

Gambar 1. Struktur kimia (a) epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d) epigalokatekin-3-galat (EGCG) (Svobodova et al., 2003)

(27)

O

Gambar 2. Struktur kimia flavonol teh (Hartoyo, 2003)

Teh hijau dibuat dengan cara pemanasan dan penguapan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase/fenolase sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyo, 2003). Senyawa fenolik umumnya paling larut dalam cairan penyari yang kurang polar daripada air. Pemilihan pelarut yang disarankan ialah campuran air dan metanol, etanol atau aseton (Waterman dan Mole, 1994).

Mekanisme aksi polifenol sebagai antioksidan adalah melalui kemampuan gugus fenol untuk menangkap radikal bebas dengan memberikan atom hidrogennya melalui proses transfer elektron, sehingga fenol berubah menjadi radikal fenoksil (Janeiro dan Brett, 2004). Sifat antioksidan polifenol meningkat sesuai dengan reaktivitasnya sebagai donor elektron atau hidrogen dan kemampuannya dalam mengkelat ion logam transisi (Rice-Evans, Miller, dan Panganga, 1997) serta kemampuan radikal-derivat polifenol untuk menstabilkan dan mendelokalisasikan elektron tidak berpasangan (fungsi pemutusan rangkaian reaksi).

(28)
(29)

eritema pada kulit. Dalam waktu bersamaan, teh hijau mendukung produksi melanin, yang merupakan proteksi alami kulit terhadap sunburn. Teh hijau membantu mengurangi resiko terjadinya sunburn(Anonim, 2009a).

Selain berkhasiat sebagai antioksidan dan antiinflamasi, pemberian polifenol teh hijau secara topikal dapat memperlambat munculnya tanda-tanda penuaan pada kulit (Anonim, 2009b).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim dari departemen Oral Biology Medical College of Georgia di bawah pimpinan Dr Stephen Hsu (cit., Anonim, 2004), diketahui bahwa polifenol teh hijau dapat membantu menghilangkan radikal bebas yang dapat menyebabkan kanker dengan mengubah DNA. Selain itu, juga diketahui bahwa polifenol memicu kematian sel kanker tanpa membahayakan sel yang masih sehat. Peneliti juga melaporkan bahwa polifenol teh hijau tidak diabsorbsi oleh lapisan di bawah epidermis sehingga manfaatnya hanya terbatas pada lapisan kulit terluar. Hal ini penting karena sel-sel kulit selalu memperbaharui diri secara konstan, dengan cepat membelah hingga mencapai epidermis, di mana sel-sel tersebut mengalami diferensiasi. Namun, saat sel-sel tersebut mencapai permukaan kulit, aktivitas metabolisme sel-sel tersebut semakin lambat dan mulai mengalami kematian. Ketika terpapar EGCG, sel-sel tua di bagian lapisan atas epidermis tersebut mulai tampak membelah kembali.

B. Krim

(30)

krim yaitu tipe air dalam minyak (A/M) dan tipe minyak dalam air (M/A) (Allen, 1999).

Krim terdiri atas fase internal (fase terdispersi), fase eksternal (fase kontinyu), dan emulsifier untuk memungkinkan bergabungnya fase internal dan eksternal. Emulsifier tergolong dalam surfaktan dan memiliki bagian hidrofilik (polar) dan lipofilik (nonpolar) pada molekulnya. Emulsifier memiliki nilai Hydrophile-Lipophile Balance (HLB), di mana semakin kecil nilai HLB suatu emulsifier, maka semakin pendek gugus hidrofiliknya dan semakin bersifat lipofilik (larut dalam minyak). Emulsifier berperan sebagai barrier pada antarmuka air dan minyak untuk mengurangi atau mencegah kontak antardroplet yang dapat membentuk koalesen. Barriertersebut dapat berupa physical barrier atau electrostatic barrier, atau gabungan keduanya. Barrier tersebut dapat atau tidak dapat mempengaruhi tegangan antarmuka dan merupakan lapisan filmpada antarmuka dan dapat dibagi menjadi tiga jenis:

a) Monomolecular films

(31)

mengurangi tegangan antarmuka. Droplet yang dikelilingi oleh lapisan tunggal ini dapat terhindar dari koalesen antara droplet-droplet yang saling mendekat. Emulsifying agent ini digunakan pada emulsi tipe minyak dalam air ataupun air dalam minyak (Prokai, Nguyen, Jasti, dan Ghosh, 2004).

b) Multimolecular films

Emulsifying agentseperti makromolekul terhidrasi, misalnya gelatin, membentuk lapisan film multimolekular di sekeliling droplet terdispersi. Tipe ini tidak menurunkan tegangan antarmuka, tetapi dengan membentuk lapisan film multimolekular yang kuat, yang menyelubungi droplet dan berkemampuan tinggi untuk mencegah koalesen, bahkan ketika tidak ada potensial permukaan. Tipe ini biasanya membentuk emulsi tipe minyak dalam air (Prokai et al., 2004).

c) Solid particle films

Emulsifying agent tipe ini (misalnya bentonit, magnesium hidroksida) mengandung partikel solid kecil yang terbasahi oleh fase aqueous dan nonaqueous. Tipe ini tidak mempengaruhi tegangan antarmuka, tetapi membentuk physical barrier. Tipe ini dapat membentuk salah satu dari tipe emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak (Prokai et al., 2004).

(32)

Krim biasanya dibuat dengan metode fusion, di mana semua komponen tipe minyak dilelehkan terlebih dahulu, dan komponen air yang tahan terhadap pemanasan dipanaskan secara terpisah pada suhu yang sama. Kemudian fase air ditambahkan ke dalam fase minyak dengan pencampuran. Komponen yang tidak tahan terhadap pemanasan ditambahkan pada akhir pencampuran ketika suhunya sudah rendah (Jasti, Abraham, dan Ghosh, 2004).

C. Sunscreen

Sunscreen ialah bahan kimia yang menyerap atau memantulkan radiasi ultraviolet (UV) sehingga melemahkan energinya sebelum terpenetrasi ke kulit (Stanfield, 2003). Menurut Food and Drug Administration (1999b), bahan aktif sunscreendapat menyerap, memantulkan, atau menghamburkan radiasi UV.

Sunscreen mengandung bahan yang dapat bekerja dengan cara:

1. Memantulkan radiasi UV sehingga tidak mengenai kulit dan mencegah radiasi UV menembus kulit. Contohnya, zink oksida dan titanium dioksida. Bahan ini menyebabkan kulit tampak mengkilap tetapi dapat mengiritasi pada kulit yang sensitif. Physical sunscreen bekerja sebagai barrier untuk memantulkan atau menghamburkan radiasi.

(33)

menyerap UVB (Anonim, 2008b; Dureja, Kaushik, Gupta, Kumar, dan Lather, 2009).

D. Sun Protection Factor(SPF)

SPF (Sun Protection Factors) merupakan salah satu parameter tingkat perlindungan (efektivitas) suatu produk sunscreen terhadap sinar UV. Nilai dari SPF merupakan perbandingan antara Minimal Erythema Dose (MED = jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk terjadinya eritema) dari kulit yang dilindungi sunscreen dengan MED dari kulit yang tidak dilindungi sunscreen. (Mitsui, 1997).

Tabel II. Rata-rata % UV yang dihalangi pada nilai SPF tertentu Nilai SPF Rata-rata % UV yang dihalangi

15 93%

30 96,7%

60 97%

(Anonim, 2008a) Food and Drug Administration(FDA) membagi level SPF menjadi tiga kategori, yaitu:

Tabel III. Kategori level SPF (Anonim, 1999a)

Kategori Level SPF

Minimum 2 - <12

Cukup 12 - <30

Maksimum ≥ 30

(34)

panjang gelombang UV B (290 nm) sampai dengan panjang gelombang sinar elektromagnetik terbesar dengan absorbansi minimal 0,050. Nilai prediksi SPF merupakan antilog nilai absorbansi rata-rata.

Kulit yang diradiasi oleh sinar UV secara perlahan akan mengalami sunburn. Jika waktu yang diperlukan untuk menimbulkan kemerahan pada kulit yang tidak terlindungi dengan menggunakan radiasi dengan intensitas I0adalah t0, sedangkan waktu yang diperlukan untuk menimbulkan kemerahan yang serupa pada kulit yang terlindungi sunscreendengan intensitas radiasi I adalah t, maka:

………... (1)

A = absorbansi (Petro, 1981) Persamaan (1) tidak valid untuk perhitungan SPF karena persamaan di ruas kiri merupakan persamaan untuk radiasi monokromatik, sedangkan SPF merupakan radiasi polikromatik. Hukum Beer menyatakan bahwa area di bawah kurva absorbsi pada seluruh range panjang gelombang spesifik berbanding lurus dengan konsentrasi. Hukum ini merupakan hukum Beer untuk radiasi polikromatik, dengan rumus:

………. (2)

(Petro, 1981) Sunburn merupakan fenomena yang disebabkan oleh radiasi polikromatik, sehingga hubungan SPF dengan spektrofotometri adalah sebagai berikut:

(35)

maka,

……… (4) As= absorbansi sebagai sunscreen

Aave = absorbansi rata-rata (Petro, 1981)

E. Radiasi Ultraviolet (UV)

UV (ultraviolet) merupakan emisi sinar radioaktif dari matahari. Macam-macam sinar UV yaitu :

1. UVA (320-400 nm) terletak pada akhir spektrum UV. Resiko menyebabkan sunburnlebih kecil daripada UVB. Radiasi UVA menembus kulit lebih dalam dan merupakan penyebab utama skin aging, wrinkle, leathering, dan photoaging. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa UVA tidak hanya meningkatkan efek UVB dalam menimbulkan kanker, tetapi juga menyebabkan kanker kulit, termasuk melanoma. UVA terbagi lagi menjadi:  long UVA, yaitu UVA-1 dengan panjang gelombang 340-400 nm ,

shortUVA, yaitu UVA-2 dengan panjang gelombang 320-340 nm.

Beberapa UVA sun blocking agent hanya menutup UVA-1 atau UVA-2 dibandingkan seluruh range sinar UVA.

(36)

menyebabkan pembentukan squamous cell carcinoma, dan diketahui secara signifikan menyebabkan melanoma.

3. UVC (200-280 nm) terletak pada awal spektrum UV. Radiasi UVC paling berbahaya. Seluruh UVC diabsorbsi oleh gas pada atmosfer sebelum mencapai bumi. Selama lapisan ozon tidak rusak maka bahaya dari UVC tidak perlu dikhawatirkan (Anonim, 1999c; Boras, 1998).

Gambar 4. Spektrum cahaya (Anonim, 2006b)

Semakin besar panjang gelombang, semakin dalam penetrasinya ke dalam kulit, seperti ditunjukkan pada gambar di bawah :

Gambar 5. Penetrasi radiasi sinar dengan panjang gelombang berbeda pada kulit (Mitsui, 1997)

(37)

Melanin yang diproduksi oleh melanosit pada lapisan basal sangat efektif untuk memproteksi UV (Mitsui, 1997).

Kulit selalu diperbaharui secara konstan melalui proses pembaharuan yang dikontrol oleh DNA dalam sel kulit, tetapi jika DNA rusak karena paparan sinar matahari berlebih, maka sel-sel kulit tumbuh tidak terkontrol yang dapat berkembang menjadi kanker atau tumor (Jones, 2006).

(38)

MAPK merupakan target penting dari reactive oxygen species (ROS)(Vayalil et al., 2003).

F. Formula

Dalam formulasi sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai emulsifying agent dan solubilizing agent. Dalam krim, sebagian asam stearat dinetralisasi dengan alkali atau trietanolamin. Biasanya asam stearat digunakan dalam formulasi krim sebesar 20%. Titik leleh asam stearat ≥540C. Asam stearat bersifat tidak larut dalam air (Anonim, 1983).

Jika dicampur sebanding dengan asam lemak seperti asam stearat atau asam oleat, trietanolamin membentuk sabun anionik dengan pH ± 8, yang dapat digunakan sebagai emulsifying agent membentuk emulsi minyak dalam air yang stabil. Trietanolamin sering digunakan dalam formulasi sunscreen. Trietanolamin bersifat larut dalam air, dan dapat menjadi coklat jika terpapar udara dan cahaya. Jika dicampur dengan asam stearat dalam jumlah banyak maka akan membentuk garam yang larut dalam air dan bersifat sebagai sabun (Anonim, 1983).

(39)

Asam sitrat berfungsi sebagai acidifying agent, antioksidan, buffering agent, atau chelating agent. Asam sitrat bersifat sangat larut dalam air (Anonim, 1983).

Span 80 memiliki nilai HLB = 4,3 dan Tween 80 memiliki nilai HLB = 15 (Allen, 1999).

Selain berfungsi sebagai antioksidan, VCO mengandung asam lemak rantai sedang, di mana 40-50% merupakan asam laurat yang memiliki aktivitas antiviral terbesar dan 6-7% merupakan asam kaprik yang juga memiliki aktivitas antiviral dan antibakteri. Tubuh akan mengubah asam laurat menjadi turunan asam lemak (monolaurin) dan asam kaprik menjadi monokaprin. Monolaurin merupakan monogliserida antiviral, antibakteri, dan antiprotozoa yang digunakan untuk menghancurkan lapisan lipid virus dan bakteri patogen (Anonim, 1996).

Sebagai humektan, gliserin meningkatkan absorpsi air dari dermis menuju epidermis untuk menghambat hidrasi kulit, atau dengan mengabsorpsi air dari lingkungan luar kulit. Sebagai emollient, gliserin memberikan efek melembutkan kulit dan meningkatkan fleksibilitas kulit (Tan, 2009).

Nipagin efektif sebagai antifungi tetapi kurang efektif sebagai antibakteri, terutama bakteri patogen spesies Pseudomonas sehingga perlu ditambahkan agen antibakteri (Anger, Rupp, Lo, dan Takruri, 1996).

G. Pencampuran

(40)

partikel bahan lainnya (Voigt, 1994). Peningkatan suhu dijaga selama pencampuran agar senyawa dengan titik leleh tinggi tidak memadat atau mengkristal terlalu cepat (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996). Sifat fisis emulsi dapat dipengaruhi oleh suhu, kecepatan geser (kecepatan putar), tegangan geser, tegangan, dan waktu pencampuran (lama pencampuran) (Nielloud, dan Mesters, 2000).

Ada tiga tipe campuran, yaitu:

1. Campuran positif, di mana campuran terjadi secara spontan, tidak ada energi yang diperlukan jika waktu pencampuran tidak terbatas, tetapi jika diberi energi maka akan mempersingkat waktu pencampuran, dan bersifat irreversible secara difusi dan mendekati campuran sempurna. Contohnya adalah campuran gas atau cairan.

2. Campuran negatif, di mana campuran ini komponennya cenderung memisah sehingga energi pencampuran harus berkesinambungan untuk menjaga komponen agar tetap terdispersi. Contohnya adalah emulsi, krim, dan suspensi dengan viskositas tinggi.

3. Campuran netral, di mana komponen penyusunnya cenderung tidak mudah terdispersi atau teragregasi secara spontan selama proses pencampuran berlangsung. Contohnya adalah pasta, salep, dan serbuk.

(41)

H. Uji Sifat Fisis 1. Daya Sebar

Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara sediaan dengan tempat aplikasinya yang mencerminkan kelicinan (lubricity) sediaan tersebut, yang berhubungan langsung dengan koefisien gesekan. Daya sebar merupakan karakteristik yang penting dari formulasi sediaan topikal dan bertanggung jawab untuk ketepatan transfer dosis atau melepaskan bahan atau obatnya, dan kemudahan penggunaannya (Garg, Aggarwal, Garg, dan Singla, 2002).

2. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya (Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993).

Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasinya dibagi menjadi dua yaitu sistem Newton dan sistem non–Newton. Tipe alir plastik, pseudoplastik, dan dilatan termasuk dalam sistem non–Newton (Martin et al., 1993). Emulsi tergolong dalam tipe pseudoplastik, di mana viskositasnya menurun seiring dengan meningkatnya kecepatan geser (shear rates) (Jambhekar, 2004).

I. Uji Stabilitas

(42)

stabilitas krim dapat ditentukan dengan mengukur perubahan sifat fisis sediaan. Perubahan dalam karakteristik reologi (sifat alir) merupakan peringatan awal ketidakstabilan produk. Perubahan tersebut dapat ditentukan dengan pengukuran viskositas (Korhonen, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas produk: 1. Faktor eksternal:

a) Waktu penyimpanan, semakin mendekati waktu kadaluwarsa maka produk dapat mengalami perubahan organoleptik, fisika-kimia, mikrobiologi, dan toksisitas.

b) Suhu

Suhu yang tinggi dapat mempercepat reaksi fisika dan kimia sehingga menghasilkan perubahan pada aktivitas komponen, viskositas, penampakan, warna, dan bau produk. Suhu yang rendah dapat mempercepat reaksi fisika seperti kekeruhan, presipitasi dan kristalisasi. Permasalahan yang ditimbulkan oleh suhu tinggi atau sangat rendah dapat berasal dari proses pembuatan yang tidak sesuai, penyimpanan atau distribusi produk.

c) Cahaya dan oksigen

(43)

d) Kelembaban mempengaruhi bentuk kosmetik solid, seperti serbuk, sabun batang dan sebagainya. Beberapa perubahan dapat terjadi pada penampilan fisik produk sehingga produk menjadi lebih lunak atau lengket, atau mengubah berat atau volume, dan dapat menimbulkan kontaminasi mikroorganisme.

e) Bahan pengemas produk dapat memepengaruhi stabilitas produk. f) Mikroorganisme

Produk yang mengandung air seperti emulsi, gel, suspensi, dan larutan lebih mudah terkontaminasi mikroorganisme.

g) Getaran yang terjadi selama distribusi produk dapat menyebabkan pemisahan emulsi, pengendapan suspensi, perubahan viskositas, dan sebagainya (Anonim, 2005).

2. Faktor internal:

a) Inkompabilitas secara fisik

Perubahan yang terjadi pada penampilan fisik dan dapat diamati seperti presipitasi, pemisahan, kristalisasi, dan sebagainya (Anonim, 2005).

b) Inkompabilitas secara kimia

- Nilai pH dapat mempengaruhi stabilitas komponen penyusun produk, efektivitasnya, dan keamanan produk tersebut.

- Reaksi oksidasi-reduksi dapat mengubah aktivitas zat aktif, organoleptik dan penampilan produk.

(44)

kemungkinan reaksi hidrolisis terjadi. Ester dan amina rentan terhadap reaksi hidrolisis.

- Interaksi antarkomponen formula dapat menyebabkan perubahan atau menghilangkan aktivitas bahan penyusun tersebut.

- Interaksi antara komponen formula dengan bahan pengemas (Anonim, 2005).

Uji stabilitas dapat dilakukan selama pengembangan formulasi dalam skala laboratorium maupun produksi, saat terjadi perubahan signifikan pada proses pembuatan, untuk memvalidasi peralatan baru atau proses produksi, saat terjadi perubahan signifikan pada bahan baku yang digunakan, dan saat terjadi perubahan signifikan pada bahan pengemas yang kontak langsung dengan produk (Anonim, 2005).

Uji stabilitas bertujuan mengetahui waktu penyimpanan produk pada kondisi yang telah ditentukan, di mana produk tersebut masih memenuhi standar. Uji stabilitas fisik krim meliputi penampilan, bau, viskositas, distribusi ukuran partikel, pH, pemisahan emulsi (Anonim, 2003).

Viskositas merupakan variabel yang menggambarkan sifat alir suatu sistem. Evaluasi viskositas membantu untuk mengetahui apakah suatu produk memiliki konsistensi atau sifat alir yang sesuai dan dapat memperkirakan stabilitas produk selama penyimpanan. Untuk mengukur viskositas digunakan viskometer (Anonim, 2005).

(45)

terjadi. Perbedaan ukuran partikel komponen formula dan proses pembuatannya mempengaruhi pembentukan partikel dan dimensi partikel, terutama metode preparasi, jumlah energi mekanik yang diberikan ke dalam sistem, perbedaan viskositas antarfase, dan jenis serta jumlah emulgator yang digunakan (Anonim, 2005).

J. Metode Desain Faktorial

Metode desain faktorial merupakan salah satu metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara objektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk (Amstrong, dan James, 1996).

(46)

sehingga dihasilkan respon yang signifikan (Bolton, 1997; Voigt, 1994). Persamaan umum yang digunakan dalam desain faktorial adalah :

Y = b0 + b1X1+ b2X2+ b12X1X2...(5) Dimana : Y = respon hasil atau sifat yang diamati

X1,X2 = level bagian A , level bagian B b0 = rata-rata dari semua percobaan

b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor dibutuhkan empat percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor).

Tabel IV. Rancangan percobaan desain faktorial dua faktor dan dua level

Keterangan : (-) = level rendah

(+) = level tinggi

Formula 1 = faktor A level rendah, faktor B rendah Formula a = faktor A level tinggi, faktor B rendah Formula b = faktor A level rendah, faktor B tinggi Formula ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi

(47)

Efek yang dominan dalam menentukan respon diperkirakan dari perhitungan efek (De Muth, 1999).

K. Landasan Teori

Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap aktivitas katekin dalam teh hijau, teh hijau merupakan salah satu bahan alam yang patut dipertimbangkan sebagai agen sunscreenakibat kandungan polifenol di dalamnya. SPF (Sun Protection Factors) merupakan salah satu parameter tingkat perlindungan (efektivitas) suatu produk sunscreen terhadap sinar UV. Efek merusak dari radiasi UV berhubungan dengan kemampuannya untuk menginduksi respon inflamasi dan oxidative stress yang merusak makromolekul penting, seperti protein, lipid, dan DNA yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa penyakit kulit, termasuk kanker kulit (Vayalil et al.,2003). Dengan demikian, sunscreendiperlukan untuk melindungi kulit dari radiasi UV.

(48)

pseudoplastik, di mana viskositasnya menurun seiring dengan meningkatnya kecepatan geser (shear rates)(Jambhekar, 2004).

Dipilih faktor yang berpengaruh besar terhadap pencampuran dan relatif dapat dikendalikan untuk mencapai pencampuran optimal, yaitu suhu pencampuran dan kecepatan putar. Pengaruh suhu pencampuran dan kecepatan putar dilihat terhadap sifat fisis (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas setelah penyimpanan (pergeseran viskositas, pergeseran ukuran droplet, dan index creaming pada krim) sediaan krim sunscreen ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.).

L. Hipotesis

(49)

30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuasi-eksperimental dengan desain penelitian secara desain faktorial.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a) Variabel Bebasdalam penelitian ini adalah suhu pencampuran (450C dan 650C) dan kecepatan putar (300 rpm dan 500 rpm).

b) Variabel Tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas, pergeseran distribusi ukuran droplet, dan index creamingpada krim).

c) Variable Pengacau Terkendali dalam penelitian ini adalah jenis wadah penyimpanan dan lama penyimpanan.

d) Variable Pengacau Tidak Terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan, intensitas cahaya ruangan, dan kelembaban dalam wadah.

2. Definisi Operasional

(50)

b) Ekstrak kering teh hijau adalah ekstrak kering daun teh hijau (Camellia sinensisL.) berupa serbuk halus berwarna kuning kecoklatan, berbau khas teh, berasa pahit diikuti rasa kelat pada lidah, dan mengandung sejumlah besar polifenol (katekin).

c) Pencampuran adalah proses pendistribusian bahan yang satu ke bahan yang lain hingga tercapai homogenitas.

d) Formulasi adalah proses pembuatan sediaan, yang meliputi formula, proses pembuatan, peralatan dan kondisi yang digunakan, hingga pengemasan sediaan ke dalam wadah yang sesuai.

e) Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, yaitu suhu pencampuran dan kecepatan putar selama proses pencampuran.

f) Suhu pencampuran adalah suhu dalam wadah pencampuran, yang digunakan saat mencampur fase minyak dan fase air dalam formulasi krim, dinyatakan dalam derajat Celcius.

g) Kecepatan putar adalah kecepatan terukur pada keadaan tanpa beban dan digunakan pada pencampuran fase minyak dan fase air dalam formulasi krim, dinyatakan dalam rpm.

(51)

i) Respon adalah besaran yang diamati perubahan efeknya secara kuantitatif, yaitu daya sebar, viskositas, persen pergeseran viskositas, ukuran droplet, dan index creaming.

j) Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi faktor dan level. Besarnya efek dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata pada level rendah.

k) Sifat fisis krim adalah parameter untuk mengetahui kualitas krim secara fisik, meliputi uji viskositas dan daya sebar.

l) Stabilitas fisik krim adalah parameter untuk mengetahui tingkat kestabilan krim meliputi pergeseran viskositas, pergeseran ukuran droplet, dan index creamingpada krim setelah penyimpanan selama 1 bulan.

m) Viskositas adalah hambatan krim untuk mengalir setelah adanya pemberian gaya.

n) Pergeseran viskositas (%) adalah selisih viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas setelah 48 jam dibagi dengan viskositas setelah 48 jam dikali 100%.

o) Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim diisikan ke dalam wadah dan dikeluarkan, serta saat diaplikasikan di kulit. Viskositas optimal adalah 22-64 dPa s.

(52)

q) Daya sebar optimal adalah daya sebar yang mendukung kemudahan krim untuk dioleskan saat diaplikasikan di kulit. Daya sebar optimal adalah 5-7 cm.

r) Perubahan viskositas yang optimal adalah selisih viskositas yang dialami krim setelah penyimpanan 1 bulan pada suhu kamar dibandingkan dengan viskositas setelah 48 jam ≤ 10%.

s) Ukuran droplet adalah diameter yang terjauh pada tiap droplet yang diamati secara mikroskopis.

t) Index creaming adalah perbandingan volume yang mengalami creaming atau memisah setelah 1 bulan penyimpanan dengan total volume awal. u) Desain faktorial adalah metode optimasi untuk mengetahui efek dominan. v) Contour plot adalah grafik respon sifat fisik dan stabilitas krim untuk

memprediksi area optimum berdasarkan satu parameter kualitas krim.

w) Superimposed contour plot adalah grafik area pertemuan yang memuat semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimum. x) Area optimum adalah area kondisi yang menghasilkan krim dengan daya

sebar 5-7 cm, viskositas 22-64 dPa s, persen pergeseran viskositas (setelah penyimpanan selama 1 bulan) kurang dari 10%.

C. Bahan dan Alat

(53)

setil alkohol, asam sitrat, trietanolamin, metil paraben (kualitas farmasetis-Brataco Chemika), aquades (Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma), perfume (minyak melati), etanol 90%, aseton 75%, Na2CO3 (pro analysis-Merck Germany),quercetin dihydrate(Sigma-Aldrich Chemie, Germany), reagen Folin-Ciocalteus (UN 3264-Merck Germany).

Alat yang digunakan adalah timbangan elektrik (Mettler Toledo GB3002), timbangan analitik (Mettler Toledo AB204), mixer (Philips) hasil modifikasi Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Solid Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, waterbath (Heizung-Gerhardt dan Memmert), thermometer, gelas pengaduk, cawan porselin, labu ukur, gelas ukur, gelas timbang, Beaker glass, tabung berskala, glassfirn, pipet tetes, pipet ukur, pipet volume, pH-meter (pHep® HI 96107 Hanna Instruments), gelas objek dan penutup, stopwatch, kaca bulat berskala, anak timbangan, viscometer seri VT-04 (RION-Japan), seperangkat mikroskop mikromeritik (Olympus CH2-Japan), mikroskop elektrik (Boeco-Germany) dilengkapi kamera 1,3 MP dan USB 2,0 (Moticam 1000), vortex(Stuart Scientific-UK), sentrifuge (Hettich EBA 8S-6000 rpm), seperangkat alat UV/Vis Spectrometer Lambda 20 (Perkin Elmer) dan UV/Vis SpectrophtotometerSp-3000 Plus (Optima Inc.-Japan).

D. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi ekstrak kering teh hijau

(54)

2. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau a. Larutan stok kuersetin 1 mg/mL

Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan aseton 75% dalam labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan hingga tanda.

b. Penetapan operating time

Sebanyak 4,0 mL larutan stok diambil dan diencerkan dengan aseton 75% dalam labu ukur 10,0 mL hingga tanda. Sebanyak 0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3 1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik, kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 726 nm selama 120 menit. Kemudian dibuat kurva hubungan absorbansi dan waktu, dan dicari operating time yang memberikan absorbansi yang stabil.

c. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum

(55)

gelombang 600-800 nm sehingga diperoleh kurva hubungan panjang gelombang dan absorbansi. Berdasarkan kurva tersebut, ditentukan panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum.

d. Penetapan kurva baku

Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dilarutkan dengan aseton 75% sampai diperoleh volume 50,0 mL. Seri larutan baku kuersetin dibuat dalam konsentrasi 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; dan 0,7 mg/mL dalam aseton 75%. Sebanyak 0,50 mL larutan tersebut diambil dan dimasukkan dalam labu ukur 50,0 mL. Kemudian ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu 2N sebanyak 2,50 mL dan dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO31,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik, kemudian diinkubasi selama operating time. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Kemudian tiap replikasi, dibuat kurva hubungan konsentrasi larutan baku dan absorbansi, serta nilai koefisien korelasinya.

e. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau

(56)

dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya ditambahkan 7,50 mL larutan Na2CO3 1,9M dan diencerkan dengan akuades hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik, kemudian diinkubasi selama operating time. Selanjutnya disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali. Kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau dihitung dengan menggunakan persamaan kurva baku sehingga diperoleh konsentrasi polifenol terhitung ekuivalen terhadap kuersetin.

3. Penentuan nilai SPF ekstrak kering teh hijau secara in vitro a. Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg%

Serbuk ekstrak kering teh hijau ditimbang setara dengan 15,0 mg polifenol teh hijau, kemudian dilarutkan dengan etanol 90% dalam labu ukur 50,0 mL dan diencerkan hingga tanda.

b. Penentuan spektra UV ekstrak kering teh hijau

Larutan stok polifenol teh hijau 30 mg% diambil sebanyak 2,0 mL dan dimasukkan dalam labu ukur 10,0 mL, kemudian diencerkan dengan etanol 90% hingga tanda. Spektra UV larutan diperoleh dengan scanning absorbansi larutan pada panjang gelombang 250-400 nm.

c. Penentuan nilai SPF

(57)

Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi. Absorbansi (A) masing-masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang panajang gelombang 290 hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm yang mempunyai nilai serapan 0,050. Kemudian dibuat kurva antara nilai absorbansi terhadap panjang gelombang. Luas daerah di bawah kurva (AUC) antara dua panjang gelombang yang berurutan dihitung dengan rumus:

………. (9)

Ap = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan

A(p-a) = absorbansi pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan

λp = panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan

λ(p-a) = panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan

Seluruh luas daerah di bawah kurva absorbansi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua harga AUC. Harga Sun Protection Factor(SPF) dapat dihitung dengan rumus:

……….. (10)

λn = panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai absorbansi 0,050

λ1 = panjang gelombang terkecil (290 nm)

(58)

4. Optimasi proses formulasi krim sunscreenekstrak kering teh hijau a. Formula

Formula yang digunakan sebagai krim sunscreen ekstrak kering teh hijau mengacu pada formula standar dengan modifikasi sebagai berikut:

Formula standar:

(59)

Rancangan desain faktorial:

Tabel V. Rancangan percobaan dengan aplikasi desain faktorial pada penelitian

Percobaan Suhu Pencampuran (0C) Kecepatan Putar (rpm)

(1) 45 300

a 65 300

b 45 500

ab 65 500

b. Pembuatan Sediaan Krim SunscreenEkstrak Kering Teh Hijau

Fase A: Asam stearat dan setil alkohol dilelehkan pada suhu 700C secara terpisah di atas waterbath, kemudian dicampur dalam keadaan panas. Selanjutnya ditambahkan VCO, Span 80, dan Tween 80 ke dalam campuran tersebut, kemudian diaduk hingga merata.

Fase B: Asam sitrat dan ekstrak teh hijau masing-masing dilarutkan secara terpisah dalam akuades secukupnya. Kemudian, metil paraben dilarutkan dalam sisa akuades di atas waterbath, lalu ditambahkan trietanolamin dan gliserin dan diaduk hingga homogen. Selanjutnya dimixer selama beberapa saat pada suhu pencampuran sebelum ditambahkan Fase A.

Pencampuran: Fase A ditambahkan ke dalam campuran metil paraben, trietanolamin, dan gliserin, kemudian diaduk dengan mixer berkecepatan 300-500 rpm selama 15 menit pada suhu 45-650C. Campuran tersebut diangkat dari atas waterbathdan dimasukkan ke dalam baskom berisi air. Larutan asam sitrat ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diaduk.

(60)

5. Uji sifat fisis dan stabilitas krim sunscreenekstrak kering teh hijau a. Uji Tipe Emulsi

a) Metode Warna

Beberapa tetes suatu larutan bahan pewarna dalam air (methylene blue) dicampurkan ke dalam contoh krim. Jika seluruh krim berwarna seragam, maka terdapat tipe krim M/A, oleh karena air adalah fase luar (Voigt, 1994).

b) Metode Pengenceran

Sedikit air diberikan ke dalam sebuah contoh kecil krim dan setelah pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali krim yang homogen, maka terdapat tipe M/A, pada jenis A/M hasilnya berkebalikan. Cara lain: 1 tetes krim dimasukkan ke dalam air, jika cepat terdistribusi (terkadang wadahnya dikocok perlahan), maka terdapat tipe M/A, 1 tetes krim tipe A/M tertinggal pada permukaan air (Voigt, 1994).

b. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Cara: 1,0 gram krim diletakkan di tengah kaca bulat berskala. Di atas krim diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya (Garg et al, 2002).

c. Uji Viskositas

(61)

viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan pada 48 jam setelah krim dibuat, dan setelah krim disimpan selama 1 bulan (Hariyadi, Purwanti, dan Soeratri, 2005). Stabilitas sediaan krim ditunjukkan dengan nilai pergeseran viskositas yang dihitung dengan rumus:

…... (11)

d. Uji Mikromeritik

Oleskan sejumlah krim pada gelas obyek kemudian letakkan di meja benda pada mikroskop. Amati ukuran droplet yang terdispersi pada krim. Gunakan perbesaran lemah untuk menentukan obyek yang akan diamati kemudian ganti dengan perbesaran kuat. Catat diameter terjauh dari tiap droplet sejumlah 500 droplet (Martinet al., 1993).

e. Uji Index Creaming

Dilakukan dengan menghitung rasio volume emulsi yang mengalami creaming atau memisah dibandingkan dengan total volume awal emulsi (Aulton, 2002).

………… (12)

E. Analisis Data dan Optimasi

Data-data yang diperoleh dari pengujian sifat fisis krim sunscreen

(62)

sifat fisis yang diukur. Berdasarkan data tersebut dihitung pula persamaan desain faktorial untuk masing-masing respon. Metode desain faktorial merupakan salah satu metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara objektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk (Amstrong, dan James, 1996).

Persamaan umum yang digunakan dalam desain faktorial adalah : Y = b0 + b1X1+ b2X2+ b12X1X2...(5)

Dimana : Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1,X2 = level bagian A , level bagian B

b0 = rata-rata dari semua percobaan

b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan

Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. ... (6)

2. ... (7)

3. ... (8) (Bolton, 1997).

Berdasarkan persamaan desain faktorial yang diperoleh untuk tiap respon, dapat dibuat contour plot untuk setiap respon pada level faktor suhu pencampuran dan kecepatan putar yang diteliti. Area komposisi optimum, terbatas pada level yang diteliti, didapat dari penggabungan contour plot tiap respon (superimposed contour plot).

(63)

untuk mengetahui signifikansi tiap faktor dan interaksinya dalam mempengaruhi respon, serta ada/tidaknya hubungan tiap faktor dan interaksinya terhadap respon, yaitu membandingkan harga F hitung dengan F tabel (Ostle, 1956). Sebelumnya, ditentukan hipotesis alternatif (Hi) yang menyatakan ada perbedaan bermakna pengaruh (pengaruh dominan) suhu pencampuran dan kecepatan putar pada level tertentu terhadap respon, serta ada hubungan antara faktor dan respon. Hipotesis null (H0) merupakan negasi Hi. Hi diterima dan H0ditolak jika harga F hitung > harga F tabel, berarti faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel

diperoleh dari Fα (numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95% (De

(64)

45

A. Penetapan Kadar Polifenol dalam Ekstrak Kering Teh Hijau Ekstrak kering teh hijau yang digunakan berasal dari PT Sido Muncul-Indonesia, dengan hasil pemeriksaan organoleptik sebagai berikut:

Tabel VI. Hasil pemeriksaan organoleptis ekstrak kering teh hijau

Pemeriksaan Hasil

Wujud Serbuk halus dan kering

Bau Khas teh

Warna Kuning kecoklatan

Rasa Pahit diikuti rasa kelat pada lidah

Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau dilakukan sebagai verifikasi terhadap kadar katekin total yang tertera dalam Certificate of Analysis (CoA). Dalam CoA tertera kadar katekin total dalam ekstrak teh hijau tersebut sebesar 18,63% secara High Pressure Liquid Cromatography (HPLC). Penetapan kadar polifenol ini dilakukan dengan menggunakan metode kolorimetri dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu secara spektrofotometri visibel karena metode ini sederhana, cepat dan sensitif terhadap senyawa pereduksi seperti polifenol. Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah pengukuran jumlah zat yang mampu mereduksi reagen Folin-Ciocalteu dalam suasana basa sehingga menghasilkan senyawa molybdenum blue.

(65)

menggunakan senyawa baku kuersetin.

Gambar 6. Perbandingan struktur kimia kuersetin dengan struktur kimia katekin: (a) epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d)

epigalokatekin-3-galat (EGCG) (Svobodova et al., 2003)

(66)

menyerap sinar UV (memiliki aktivitas sebagai sunscreenbersama dengan katekin dan polifenol lainnya dalam teh hijau). Sehingga kuersetin dipilih sebagai senyawa pembanding untuk menentukan persamaan kurva baku dalam perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak teh hijau.

(67)

Gambar 7. Hasil scanningOT kuersetin

(68)

Hukum Lambert juga menyatakan bahwa fraksi cahaya yang diabsorbsi tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya, dan absorbsi cahaya sebanding dengan jumlah molekul yang mengabsorbsi cahaya tersebut (Williams, dan Fleming, 1980). Hasil scanning panjang gelombang maksimum yang dilakukan terhadap larutan kuersetin (Gambar 8) menunjukkan bahwa panjang gelombang maksimum kuersetin antara 740-760 nm karena puncak kurva yang dihasilkan berbentuk datar (tanpa peak) pada panjang gelombang tersebut.

Gambar 8. Hasil scanningpanjang gelombang absorbansi maksimum kuersetin

(69)

Tabel VII. Data kadar dan absorbansi seri larutan baku kuersetin

Kurva Baku Kuersetin

Seri Penetapan 1 Penetapan 2 Penetapan 3

Kadar

1 10,098 0,255 10,176 0,254 10,148 0,230

2 20,196 0,288 20,352 0,315 20,296 0,291

3 30,294 0,470 30,528 0,461 30,444 0,501

4 40,392 0,600 40,704 0,623 40,592 0,599

5 50,490 0,731 50,880 0,812 50,740 0,758

6 60,588 0,835 61,056 0,851 60,888 0,798

A

Berdasarkan koefisien korelasi (r) yang diperoleh (Tabel VII), maka dipilih y = 0,0123x + 0,0939 sebagai persamaan kurva baku untuk menghitung kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau karena nilai r = 0,9915 merupakan koefisien korelasi yang paling mendekati nilai r =1 sehingga kurva yang terbentuk semakin linier (Gambar 9) meskipun semua nilai r yang diperoleh (0,9915; 0,9872; 0,9862) lebih besar dari nilai r tabel dengan taraf kepercayaan 95%, yaitu 0,878.

(70)

Hasil perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau (Tabel VIII), yaitu sebesar 15,6956 ± 1,2337 % b/b terhitung ekuivalen terhadap kuersetin. Hasil ini memiliki selisih sebesar 2,9344 ± 1,2337 % dari kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau yang tertera pada CoA.

Tabel VIII. Hasil perhitungan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau

Replikasi Kadar (% b/b)

Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering teh hijau digunakan untuk menentukan jumlah ekstrak kering teh hijau yang dibutuhkan dalam formula krim agar memiliki efek sebagai sunscreendengan nilai SPF tertentu.

(71)

panjang gelombang sinar UV-B (290-320 nm) dan/atau UV-A (320-400 nm). Oleh karena itu, penentuan nilai SPF secara in vitro dilakukan dengan mengukur absorbansi ekstrak kering teh hijau pada panjang gelombang 290 nm hingga panjang gelombang yang memberikan absorbansi <0,05 karena semua panjang gelombang yang dapat mencapai kulit dengan nilai absorbansi >0,05 dianggap berpotensi menyebabkan eritema (Petro, 1981).

Keterangan: : kromofor : gugus auksokrom

Gambar 10. Kromofor dan gugus auksokrom pada struktur kuersetin dan epikatekin: (a) epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d)

(72)

Untuk melihat apakah ekstrak kering teh hijau yang digunakan mampu menyerap sinar UV, dilakukan scanningabsorbansi ekstrak kering teh hijau pada panjang gelombang 250-400 nm. Berdasarkan spektra absorbansi yang diperoleh, ekstrak kering teh hijau memiliki peak absorbansi pada panjang gelombang 275 nm. Ekstrak teh hijau mengandung kuersetin, epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG), epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG) yang memiliki kromofor dan gugus auksokrom, seperti tampak pada gambar 10, sehingga mampu menyerap sinar UV. Dengan demikian, ekstrak kering teh hijau yang digunakan mampu menyerap sinar UV dan dapat digunakan sebagai agen sunscreen.

Gambar 11. Profil absorbansi ekstrak kering teh hijau terhadap sinar UV pada panjang gelombang 250-400 nm

(73)

semua panjang gelombang sinar elektromagnetik yang berpotensi mencapai kulit, khususnya sinar UV, diperhitungkan dalam penentuan nilai SPF yang dilakukan.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai SPF ekstrak kering teh hijau (tabel VII) diperoleh bahwa kenaikan kadar ekstrak kering teh hijau sebanding dengan kenaikan nilai SPF yang terukur. Nilai dari SPF merupakan perbandingan antara Minimal Erythema Dose(MED = jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk terjadinya eritema) dari kulit yang dilindungi sunscreen dengan MED dari kulit yang tidak dilindungi sunscreen(Mitsui, 1997).

Tabel IX. Hasil perhitungan nilai SPF

Kadar polifenol (mg% b/v) Nilai SPF Kategori Perlindungan

6,0941 4,2556 Minimum

12, 1882 14,7451 Cukup

18,2823 36,388 Maksimum

(74)

termasuk dalam kategori cukup dengan menghalangi ± 93% sinar UV yang mengenai kulit (Anonim, 2008a).

(75)

Asam stearat dan setil alkohol berwujud padat sehingga perlu dilelehkan terlebih dahulu untuk mempermudah pencampuran. Pelelehan keduanya dilakukan di atas waterbath pada suhu 700C, jauh di atas titik leleh setil alkohol adalah 45-520C dan titik leleh asam stearat adalah ≥540C (Anonim, 1983) untuk menjaga agar fase minyak tidak cepat memadat selama penuangan fase minyak ke dalam fase air. Asam stearat akan bereaksi dengan trietanolamin membentuk trietanolamin stearat yang merupakan garam sabun (surfaktan anionik).

Reaksi saponifikasi yang terjadi adalah sebagai berikut:

C18H36O2 + C6H15NO3 [H35C17 COO]-[NH(H2C CH2 OH)3]+ (asam stearat) (trietanolamin) (trietanolamin stearat)

+

HO CH2 CH(OH) CH2 OH (gliserol)

Trietanolamin stearat ini berfungsi sebagai emulgator internal sehingga fase minyak dan fase air dapat bercampur. Trietanolamin stearat merupakan sabun monovalen yang membentuk krim tipe minyak dalam air (Anief, 2000). Adanya trietanolamin stearat memperkuat fungsi emulgator eksternal, yaitu berupa Span 80 (nilai HLB = 4,3) dan Tween 80 (nilai HLB = 15) (Allen, 1999). Span 80 dan Tween 80 merupakan surfaktan nonionik sehingga lapisan film yang terbentuk

(76)

menyebabkan molekul surfaktan anionik teradsorbsi pada polimer nonionik sehingga konformasi polimer berubah menjadi lebih renggang akibat adanya gaya tolak-menolak pada gugus kepala surfaktan anionik (Rieger, 1997). Berdasarkan perhitungan nilai HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) campuran antara Span 80 dan Tween 80, yaitu sebesar 10,72, maka tipe emulsi yang dihasilkan adalah emulsi minyak dalam air (M/A) (Allen, 1999). Dengan demikian, secara teoritis, krim sunscreen ekstrak kering teh hijau yang dihasilkan merupakan tipe minyak dalam air karena untuk membentuk tipe emulsi minyak dalam air diperlukan nilai HLB = 8-18 (Allen, 1999). Hal ini didukung dengan hasil pengujian tipe krim yang dilakukan (Gambar 12), di mana pewarna methylene blue terdapat pada lapisan luar droplet dan dengan pengadukan krim menyebar dalam air. Krim sunscreentipe minyak dalam air akan memberikan nilai acceptability yang lebih di mata konsumen karena tidak memberikan rasa lengket dan berminyak sehingga lebih nyaman untuk diaplikasikan di kulit tubuh.

Gambar 12. Hasil uji tipe emulsi dengan methylene blue(perbesaran 40x10)

Asam stearat memiliki nilai required HLB (rHLB) = 15 (Allen, 1999), setil alkohol memiliki nilai rHLB = 15,5 dan coconut oil (VCO) memiliki nilai rHLB = 5 (Courtney, 1997) untuk membentuk emulsi tipe minyak dalam air. Sehingga nilai total rHLB yang diberikan campuran tersebut adalah 10,50. Nilai

Droplet minyak

(77)

rHLB campuran ini, mendekati nilai HLB campuran Span 80 dan Tween 80, yaitu sebesar 10,72 sehingga kestabilan sistem emulsi M/A cukup terjaga.

Penggunaan asam stearat dalam sediaan topikal dapat memberikan efek occlusive, di mana asam stearat yang merupakan asam lemak akan membentuk barrierhidrofobik pada permukaan kulit (Tan, 2009).

(78)

Setil alkohol dalam formula krim sunscreen ini digunakan sebagai emulsifying agent dan stiffening agent. Pada formulasi krim, setil alkohol digunakan karena sifatnya sebagai emollient, pengabsorbsi air, dan emulgator. Setil alkohol meningkatkan stabilitas sediaan secara fisik dengan meningkatkan konsistensinya (stiffening agent) (Anonim, 1983). Pada emulsi tipe M/A, setil alkohol meningkatkan stabilitas dengan mengkombinasikan setil alkohol (surfaktan nonionik) dengan emulsifying agent yang larut dalam air, dalam penelitian ini adalah Tween 80 (Anonim, 1983). Interaksi antara surfaktan nonionik (setil alkohol) dengan nonionik polimer (Tween 80) ini akan membentuk monomolecular barrier pada antarmuka minyak-air, di mana setil alkohol akan teradsorbsi pada rantai polimer yang akan mengurangi tegangan antarmuka sehingga dapat menghalangi terjadinya koalesen droplet (Anonim, 1983) sehingga emulsi yang dihasilkan lebih stabil. Setil alkohol berfungsi sebagai co-surfactant emulgator sabun (Rieger, 1997).

(79)

Asam sitrat berfungsi sebagai acidifying agent, co-antioxidant, dan chelating agent. Sebagai acidifying agent, asam sitrat diperlukan untuk mengatur pH krim sunscreen menjadi asam (pH < 7) agar ekstrak teh hijau stabil selama penyimpanan karena katekin merupakan polifenol yang bersifat asam lemah dan stabil pada pH 4-5. Selain itu, pH krim harus berada pada rentang pH kulit, yaitu antara 4,5-6,5 (Galzote, Suero, dan Govindarajan, 2007) agar tidak menimbulkan iritasi. Hasil pengukuran pH krim sunscreen ekstrak kering teh hijau menunjukkan pH = 5,4 sehingga dapat diaplikasikan di kulit tanpa menimbulkan iritasi dilihat dari pH-nya yang sesuai pH kulit manusia dan masih dalam range pH asam di mana stabilitas katekin terjaga. Sebagai antioksidan, senyawa fenolik berfungsi sebagai donor hidrogen yang akan menstabilkan senyawa radikal. Pada pH rendah (asam), dengan adanya asam sitrat, maka densitas ion hidrogen dalam medium meningkat sehingga kemungkinan pelepasan ion hidrogen dari senyawa fenolik kecil (Tensiska, Wijaya, dan Andarwulan, 2003). Ketika krim sunscreen ekstrak kering teh hijau dengan pH 5,4 diaplikasikan ke kulit (pH 4,5-6,5) maka terjadi peningkatan pH pada krim tersebut sehingga konsentrasi ion hidrogen dalam krim menurun dan mulai terjadi pelepasan ion hidrogen oleh polifenol teh. Dengan demikian, selama polifenol teh dalam krim sunscreentersebut (pH asam) maka perannya sebagai antioksidan akan ditekan.

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia (a) epikatekin (EC); (b) epikatekin-3-galat (ECG); (c) epigalokatekin (EGC); dan (d) epigalokatekin-3-galat (EGCG) (Svobodova et al., 2003)
Gambar 2. Struktur kimia flavonol teh (Hartoyo, 2003)
Tabel I. Kategori nilai HLB
Gambar 3. Emulsifier pada antarmuka air dan minyak (Prokai et al., 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.5 Nilai viskositas sediaan sampo cair jernih ekstrak kering daun teh hijau ( Camellia sinensis L.) pada berbagai macam formula .... Halaman Gambar 4.6 Nilai kadar

Gambar 4.5 Nilai viskositas sediaan sampo cair jernih ekstrak kering daun teh hijau ( Camellia sinensis L.) pada berbagai macam formula

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti selanjutnya mengenai formulasi pemanfaatan ekstrak kering daun teh hijau (Camellia sinensis L.)

Hasil optimasi memberikan formula optimum pada sediaan sabun transparan ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L. assamica) yang diperoleh dengan design expert

Penelitian tentang optimasi proses pencampuran krim anti Androgenetic alopecia ekstrak Saw Palmeto (Serenoa repens) dengan perbandingan kecepatan putar dan lama pencampuran

Suhu pada saat pencampuran, kecepatan putar mixer, dan interaksi antara kedua faktor tersebut, serta interaksi antara kecepatan putar mixer dengan waktu pencampuran

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penyiapan dan pengumpulan bahan segar daun teh hijau (Camellia sinensis L.), ekstraksi, penapisan fitokimia,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi ekstrak etanolik daun teh hijau (Camellia sinensis L.) dalam sediaan krim terhadap sifat fisik dan