• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan poloxamer 407:PVA dalam sistem dispersi padat ekstrak kunyit terhadap disolusi kurkumin: aplikasi metode penguapan pelarut menggunakan rotary evaporator - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan poloxamer 407:PVA dalam sistem dispersi padat ekstrak kunyit terhadap disolusi kurkumin: aplikasi metode penguapan pelarut menggunakan rotary evaporator - USD Repository"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN POLOXAMER 407:PVA DALAM SISTEM DISPERSI PADAT EKSTRAK KUNYIT TERHADAP DISOLUSI KURKUMIN: APLIKASI

METODE PENGUAPAN PELARUT MENGGUNAKAN ROTARY EVAPORATOR

SKRIPSI

Oleh:

Melody Grace Natalie

NIM : 158114122

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-Nya, akhirnya naskah skripsi dengan judul “Perbedaan Poloxamer 407:PVA dalam Sistem Dispersi Padat Ekstrak Kunyit terhadap Disolusi Kurkumin: Aplikasi Metode Penguapan Pelarut Menggunakan Rotary Evaporator” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini merupakan bagan dari penelitian Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, Apt. yang berjudul “Pengaruh Pembawa terhadap Profil Disolusi Kurkumin dalam Dispersi Padat Ekstrak Kunyit dengan Berbagai Pembawa dan Kajian Stabilitas Kurkumin” berdasarkan SK No. Far/055/V/2018/ST/D.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, tentunya banyak sekali pihak yang berkontribusi memberikan bantuan, bimbingan, serta dukungan yang tak henti-hentinya. Oleh karena itu penulis hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Yustina Sri Hartini, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan dosen penguji atas segala bantuan, kritik dan saran selama proses penyusunan proposal dan naskah skripsi.

2. Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing utama yang telah mengizinkan untuk mengikuti proyek penelitian payung “Pengaruh Pembawa terhadap Profil Disolusi Kurkumin dalam Dispersi Padat Ekstrak Kunyit dengan Berbagai Pembawa dan Kajian Stabilitas Kurkumin” serta atas bimbingan, kritik, dan saran mulai dari penyusunan proposal, proses penelitian, hingga penyusunan naskah skripsi, dan juga dukungan dalam bentuk penyediaan alat dan bahan penelitian.

3. Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt selaku dosen penguji atas segala bantuan, kritik, dan saran selama proses penyusunan proposal dan naskah skripsi. 4. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas semua

bimbingan, pengajaran, serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan.

5. Bapak Bima Widura, Bapak Wagiran, Bapak Musrifin, Bapak Bimo Putranto, dan seluruh laboran yang telah membantu dan mendukung penulis selama proses penelitian

6. PT. Phytochemindo Reksa sebagai supplier ekstrak kunyit dan PT. Konimex sebagai supplier poloxamer 407

7. Kedua orang tua serta kakak dan adik penulis yang terus memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil kepada penulis.

(7)
(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

METODOLOGI ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

KESIMPULAN ... 14

SARAN ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 19

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rasio Poloxamer 407:PVA ... 5

Tabel II. Data Akurasi dan Presisi ... 8

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Konsentrasi Kurkumin vs Absorbansi ... 7

Gambar 2. Grafik Kelarutan Campuran Fisik dan Dispersi Padat ... 9

Gambar 3. Grafik Persen Terdisolusi Campuran Fisik dan Dispersi Padat ... 11

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Singkatan ... 19

Lampiran 2. Certificate of Analysis Ekstrak Kunyit ... 20

Lampiran 3. Product Information Standar Kurkumin ... 21

Lampiran 4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Medium Disolusi ... 22

Lampiran 5. Kurva Baku dalam Medium Disolusi ... 25

Lampiran 6. Kurva Baku dalam Metanol ... 26

Lampiran 7. Pembuatan Dispersi Padat ... 27

Lampiran 8. Pembuatan Campuran Fisik ... 27

Lampiran 9. Statistik Uji Kelarutan ... 28

Lampiran 10. Uji Disolusi ... 32

Lampiran 11. Statistika Uji Disolusi DE menit ke 120 ... 37

(12)

xii INTISARI

Kunyit (Curcuma longa L.) mengandung senyawa kurkuminoid dengan komponen terbesar adalah kurkumin. Kurkumin termasuk dalam BCS kelas II yang memiliki kelarutan rendah namun permeabilitasnya tinggi, sehingga akibatnya bioavaibilitas per oral rendah. Peningkatan kelarutan dapat meningkatkan bioavaibilitas. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan profil disolusi kurkumin adalah dispersi padat. Dispersi padat dapat mempertahankan obat dalam bentuk amorf. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan laju disolusi oleh karena adanya perbedaan rasio poloxamer 407:polivinil alkohol (PVA) pada sistem dispersi padat ekstrak kunyit.

Pembuatan dispersi padat yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penguapan pelarut menggunakan rotary evaporator. Pada penelitian ini, parameter yang diukur yaitu drug load, kelarutan, dan disolusi dalam medium disolusi 0,5% sodium lauryl sulfate dalam 20 mM sodium phosphate buffer. Analisis sampel dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil yang didapatkan: 1) Pembentukan dispersi padat memberikan peningkatan disolusi dibandingkan dengan kontrol (campuran fisik). 2) Semakin tinggi komposisi PVA terhadap poloxamer 407 laju disolusi kurkumin semakin rendah. Profil disolusi diamati sampai menit ke-120 dan dihitung nilai dissolution efficiencynya. Dispersi padat dengan rasio poloxamer 407:PVA (1:4) menunjukkan dissolution efficiency (DE) paling tinggi sebesar 84,50 ± 3,78.

(13)

xiii ABSTRACT

Turmeric (Curcuma longa L.) contains curcuminoid with the largest component is curcumin. Curcumin belongs to BCS II class, which has low solubility but high permeability, resulting in low oral bioavailability. Increased solubility will increase bioavailability. One method of the promosing method to increase the dissolution profile of curcumin is solid dispersion. Solid dispersion maintains the drug in amorphous form. This study aims to determine the difference in dissolution rate due to the difference in the ratio of poloxamer 407: polyvinyl alcohol (PVA) to the solid dispersion system of turmeric extract.

Solid dispersion in this study involved solvent evaporation method using a rotary evaporator. In this study, the measured parameters were drug load, solubility, and dissolution in medium dissolution (0.5% sodium lauryl sulfate in 20 mM sodium phosphate buffer). The results demonstrate: 1) The formation of solid dispersion provides an increase in dissolution compared to the control (physical mixture). 2) The higher PVA to poloxamer 407 ratio resulting lower dissolution rate of curcumin. Dissolution profile was observed until 120 minutes and observed by the value of dissolution efficiency. Solid dispersion with poloxamer 407 ratio: PVA (1: 4) shows the highest dissolution efficiency (DE) of 84.50 ± 3.78.

(14)

1 PENDAHULUAN

Kunyit (Curcuma longa Linn.) merupakan tanaman yang masuk ke dalam

family Zingiberaceae dan banyak tumbuh di daerah hutan di Asia, seperti India, Indonesia, Indochina, dan beberapa pulau di Pasifik (Jayaprakasha et al., 2005). Kunyit mengandung tiga zat aktif utama yaitu kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Ashraf et al., 2015). Kurkumin merupakan senyawa fenolik yang berwarna kuning (Naksuriya et al., 2014) dan telah ditetapkan aman oleh Food and Drug Administration (FDA) (Gupta et al., 2012). Studi menunjukkan bahwa kurkumin memiliki efek sitoprotektif, antioksidan, antiinflamasi, antikanker, antimutagenik, antimikroba, serta dapat mencegah Alzheimer (Pulido-Moran et al.,

2016).

Dalam Biopharmaceutics Classification System (BCS), kurkumin termasuk dalam BCS kelas II. Obat-obatan yang masuk ke dalam BCS kelas II merupakan obat yang memiliki sifat kurang larut dalam air namun memiliki permeabilitas membran yang tinggi (Wan et al., 2012). Parameter utama atau rate limiting step yang dapat digunakan untuk menentukan bioavaibilitas obat BCS kelas II adalah disolusi (Wang,

et al., 2015). Kurkumin merupakan senyawa hidrofobik dengan kelarutan dalam media

aqueous (pH 5.0) hanya 11 ng/mL yang menyebabkan bioavaibilitas per oral yang rendah (hanya 1% pada tikus) (Hu et al., 2015).

Strategi untuk meningkatkan bioavaibilitas obat BCS kelas II adalah dengan meningkatkan laju disolusinya. Laju disolusi merupakan kecepatan pelepasan zat aktif obat keluar dari sediaannya ke dalam larutan dalam saluran pencernaan. Peningkatan disolusi dapat mencerminkan kenaikan bioavaibilitas karena disolusi memberikan pengaruh yang besar terhadap penyerapan pada saluran pencernaan (Shinkuma et al.,

1984).

Dispersi padat adalah dispersi dari satu atau lebih bahan aktif dalam pembawa

inert atau matriks kristalin atau amorf (Sridhar et al., 2013). Mekanisme peningkatan disolusi sistem dispersi padat adalah adanya pengurangan ukuran partikel, meningkatkan kelarutan jenuh (Cs), memberi efek solubilisasi pada obat, serta meningkatkan kemampuan untuk dibasahi (Chow et al., 2015). Hal ini dijelaskan melalui persamaan Noyes-Whitney, yaitu dC/dt (laju disolusi obat) dapat ditingkatkan melalui peningkatan A (luas permukaan partikel) dan Cs (kadar obat dalam stagnant layer) (Ansel, et al., 2005). Pemilihan teknik dan karier mempengaruhi pembentukan dispersi padat yang stabil (Teixeira et al., 2016).

(15)

2

senyawa polimer sintesis yang larut dalam air, memiliki hidrofilisitas yang tinggi, fleksibel serta biokompatibel (El-Nashar et al., 2016). Penelitian pembuatan dispersi padat dengan menggunakan PVA sudah terbukti dapat meningkatkan solubilitas dan bioavaibilitas obat itraconazole yang termasuk dalam BCS class II dengan drugload

20% dengan nilai AUC sebesar 640±89 mg.menit (Brough et al., 2016). Kekurangan dari penggunaan polimer sebagai metode dispersi padat generasi kedua adalah masih adanya kemungkinan terjadinya kristalisasi. Oleh karena hal tersebut, pencegahan terhadap terbentuknya kristalisasi dari senyawa pada proses dispersi padat juga perlu untuk dilakukan. Kristalin yang terbentuk akan menyebabkan penurunan kelarutan dibanding dengan bentuk amorfnya (Vasconcelos et al., 2007; Chan et al., 2015).

Penggunaan surfaktan yang termasuk dalam generasi ketiga dari dispersi padat ke dalam sistem dapat mencegah terbentuknya kristalisasi dalam proses pembuatan. Surfaktan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah poloxamer 407. Poloxamer 407 merupakan surfaktan non-ionik kopolimer dan dapat meningkatkan disolusi kurkumin dengan cara menurunkan tegangan permukaan antarmuka dari partikel kurkumin dan sebagai agen pembasah, sehingga penyebaran kurkumin di dalam polimer lebih mudah dan kelarutan serta disolusi obat dapat meningkat (Chaudhari and Dugar, 2017). Surfaktan berfungsi untuk meningkatkan laju disolusi obat yang kurang larut air melalui pembentukan dispersi padat sistem terner, yaitu sistem yang terdiri dari obat, polimer, dan surfaktan (Kakran et al., 2013). Sistem dispersi terner memiliki peningkatan disolusi lebih tinggi dibandingkan dengan sistem dispersi biner (Bhowmik et al., 2013). Pada penelitian ini, kami mengkombinasikan poloxamer 407 sebagai surfaktan dan PVA sebagai polimer.

Dispersi padat sistem terner PVA dan poloxamer 407 belum pernah dilakukan pada ekstrak kunyit (Curcuma longa), sehingga peneliti ingin mengetahui rasio karier dalam dispersi padat ekstrak kunyit terhadap disolusi kurkumin. Rasio poloxamer 407 terhadap PVA penting karena interaksi yang terjadi pada sistem terner dapat menyebabkan terjadinya rekristalisasi, sehingga dampak terhadap stabilitas bentuk amorf harus sangat diperhatikan agar didapatkan peningkatkan laju disolusi yang optimal (Chaudhari and Dugar, 2017). Penggunaan rotary evaporator dalam metode

(16)

3 METODOLOGI

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex Iwaki), effendorf, timbangan analitik (Mettler Toledo), hotplate magnetic stirrer (Wilten & Co), ayakan No.mesh 60, labu alas bulat (Duran Schott), rotary evaporator (Buchi), pompa vakum (Gast Doa-P504-BN), oven vakum (Brouwer), mortir dan stamper, mikropipet (Socorex), makropipet (Socorex), dry box (DB 38-28), spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu UV-800), pH meter (SI Analytics Lab 850), vortex (Scientific, Inc G-56E), shaker (Innova 2100), alat uji disolusi tipe dayung (Guoming RC-6D), dan

centrifuge (Gemmy PLC-05). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah standar kurkumin (Nacalay, Japan), ekstrak kunyit terstandar yang mengandung kurkuminoid sebesar 97,56% (PT.Phytochemindo Reksa), poloxamer-407 (PT.Konimex), Polyvinyl Alcohol (PVA) (PT.Konimex), metanol p.a (Merck), etanol 96%, akuades (laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata Dharma), cangkang kapsul keras ukuran 00, Sodium Lauryl Suphate (SLS) (Merck) dan dapar fosfat pH 6,0 sebagai medium disolusi.

Pembuatan Larutan Baku Kurkumin

Standar kurkumin ditimbang seksama sebanyak 1,0 mg, kemudian dimasukkan ke dalam effendorf dan dilarutkan dengan 1 ml metanol p.a, di-vortex hingga larut.

Pembuatan Larutan Intermediet

Larutan stok kurkumin diambil sebanyak 0,1 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 5,0 ml, dan diencerkan dengan metanol p.a hingga batas tanda.

Pembuatan Medium Disolusi

Medium disolusi yang digunakan yaitu 0,5% (b/v) sodium lauryl sulfate dalam 20 mM dapar fosfat pH 6,0.

(17)

4

Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum dalam Metanol

Larutan intermediet kurkumin diambil sebanyak 0,25 ml; 1,5 ml dan 2,5 ml, dimasukkan dalam labu ukur 5,0 mL dan ditambahkan metanol p.a hingga batas tanda. Absorbansi diukur dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang antara 400-600 nm, dan didapatkan panjang gelombang maksimal. Pengukuran dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Pembuatan Kurva Baku Kurkumin dalam Medium Disolusi

Larutan intermediet kurkumin dibuat dengan konsentrasi 0,010; 0,020; 0,039; 0,079; 0,098; 0,1969; 0,394; 0,492; 0,984; 1,969; 2,953; 3,937; 4,922; 6,398 (µg/mL). Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 429 nm.

Pembuatan Kurva Baku kurkumin dalam Metanol

Larutan intermediet kurkumin dibuat dengan konsentrasi 0,488; 0,978; 1,955; 2,938; 3,910; dan 4,888 (µg/mL). Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 421 nm (Sharma et al., 2012).

Verifikasi Metode Analisis 1. Akurasi dan Presisi

Larutan intermediet kurkumin dibuat dengan konsentrasi 1,968; 2,953; 4,922 (µg/mL). Serapan diukur pada panjang gelombang 429 nm dan direplikasi sebanyak 3 kali.

2. Linearitas

Larutan intermediet kurkumin dibuat dengan konsentrasi 0,010; 0,020; 0,039; 0,079; 0,098; 0,1969; 0,394; 0,492; 0,984; 1,969; 2,953; 3,937; 4,922; 6,398 (µg/mL). Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 429 nm dan direplikasi sebanyak 3 kali. Linearitas dievaluasi dengan least square analysis.

Pembuatan Dispersi Padat

(18)

5

Tabel I. Rasio Poloxamer 407:PVA

Bahan Formula (%b/b)

Ekstrak kunyit (serbuk) dan Poloxamer 407 (serbuk)-PVA (serbuk) ditimbang masing-masing sesuai dengan formula pada tabel 2 dicampur hingga homogen dengan mortir dan stemper. Campuran lalu diayak dengan ayakan nomor mesh 50 (Hu et al., 2015).

Uji Drug Load

Uji drug load dilakukan dengan melarutkan 10,0 mg dalam metanol p.a dan

di-vortex 10 menit, kemudian larutan disaring dengan kertas saring. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang serapan maksimal kurkumin dalam metanol, dan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

Uji Kelarutan

Uji kelarutan dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri. Ekstrak kunyit (sampel) ditimbang sebanyak 20,0 mg, lalu dilarutkan dalam dapar fosfat pH 6,0 dalam erlenmeyer. Campuran diaduk dengan menggunakan shaker selama 48 jam di suhu ruangan dan terlindung dari cahaya. Hasil penyaringan diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali (Ajay, 2012).

Uji Disolusi

(19)

6

Cuplikan medium yang diambil diganti dengan yang baru dan jumlah yang sama. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil dari uji disolusi diolah sehingga didapatkan dissolution efficiency. DE dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

𝐷𝐸% = 𝑌𝑑𝑡

Y100 : Luas segiempat 100% zat aktif larut dalam medium untuk waktu t

(Fudholi, 2013).

Analisis Statistik

Analisis statistik dilakukan pada uji kelarutan dan uji disolusi pada dispersi padat dan campuran fisik. Pada uji disolusi, analisis statistik dilakukan dengan melihat perbedaan profil disolusi (DE120) diantara dispersi padat dan campuran fisik serta tiap formula dispersi padat.

Uji yang dilakukan yaitu uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk. Apabila data yang dihasilkan normal, data kemudian diuji signifikansinya dengan Uji T untuk dua data. Jika data tidak normal maka pengujian dilakukan dengan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney untuk dua data atau uji Kruskal-Wallis untuk data lebih dari dua pada taraf kepercayaan 95%. Data dikatakan berbeda bermakna jika nilai p<0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan laju disolusi oleh karena adanya perbedaan rasio poloxamer 407: PVA pada ekstrak kunyit dalam dispersi padat dengan drug load sebesar 30%. Pemilihan drug load 30% didasari pada efisiensi obat untuk mencapai kadar dalam darah yang rasional secara per oral sehingga untuk mencapai dosis tertentu hanya dibutuhkan jumlah serbuk yang lebih sedikit. Pembuatan dispersi padat dalam penelitian ini dilakukan dengan metode penguapan pelarut menggunakan rotary evaporator dan oven yang akan menguapkan pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan obat dan karier. Proses orientasi penggunaan

(20)

7

suhu yang optimum untuk proses penguapan pelarut pembuatan dispersi padat kurkumin. Pada suhu 40oC larutan membutuhkan waktu lebih dari 120 menit untuk menguapkan pelarutnya, hal ini menunjukkan kurang efektifnya suhu yang digunakan. Pada suhu 55oC larutan yang didapatkan setelah proses penguapan berwarna kemerahan, hal ini diduga akibat adanya perpanjangan kromofor yang dialami oleh kurkumin. Kemungkinan adanya perpanjangan kromofor menunjukkan adanya perubahan struktur senyawa yang dapat diketahui dengan uji fitokimia (belum dilakukan pada penelitian ini). Pada penelitian ini dilakukan perhitungan rendemen untuk melihat adanya kehilangan bahan selama proses pembuatan dispersi padat. Rendemen yang diperoleh setelah bobot tetap adalah sebesar 77,9-88,0% (Lampiran 7).

Verifikasi Metode Analisis

Penelitian diawali dengan verifikasi metode analisis yang bertujuan untuk memberikan bukti melalui beberapa pengukuran parameter bahwa metode valid dan mampu menghasilkan kualitas produk yang konsisten (FDA, 2011). Parameter yang digunakan yaitu linearitas, akurasi, dan presisi. Pada awal penelitian dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum yang akan digunakan, yaitu λ 421 nm pada pelarut metanol dan 429 nm pada pelarut medium disolusi.

1. Linearitas

Linearitas merupakan kemampuan metode analisis untuk memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Berdasarkan tiga replikasi kurva baku yang dibuat (ICH, 2005), didapatkan persamaan kurva baku y = 0,1279x + 0,009 dengan koefisien korelasi atau r sebesar 0,99736 (Gambar 1).

Gambar 1. Kurva Konsentrasi Kurkumin vs Absorbansi

y = 0,1279x + 0,0009

0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000

(21)

8

Nilai koefisien relasi (r) yang didapatkan terbukti linear karena berdasarkan AOAC (2002) nilai r yang diterima yaitu >0,99.

2. Akurasi dan Presisi

Akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan kadar hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya dan dinyatakan sebagai nilai perolehan kembali (recovery). Presisi adalah ukuran derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang didapat dari pengukuran sampel yang homogen dan dinyatakan sebagai nilai koefisien variasi (CV) (Gandjar dan Rohman, 2007). Metode dinyatakan baik apabila nilai CV yang didapatkan <11% untuk konsentrasi 0,1-1 µg/ml dan <7,3% untuk konsentrasi 1-10 µg/ml (AOAC, 2016). Oleh karena itu, berdasarkan nilai linearitas, akurasi, dan presisi yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan telah valid.

Tabel II. Data Akurasi dan Presisi

Konsentrasi

teoritis Abs

Konsentrasi yang didapat

(22)

9

Tabel III. Hasil uji drug load Campuran Fisik (CF) dan Dispersi Padat (DP) Sampel

Kelarutan ditentukan dengan melarutkan 20,0 mg dispersi padat Kurkumin-PVA-Poloxamer 407 ke dalam medium disolusi. Uji kelarutan bertujuan untuk melihat kelarutan murni antara CF dan DP dalam medium disolusi buffer fosfat pH 6,0. Setelah didapat nilai absorbansi lalu dilihat konsentrasi dan dibandingkan dengan campuran fisiknya (Gambar 2).

Gambar 2. Grafik Kelarutan Campuran Fisik dan Dispersi Padat (n=3) Rasio poloxamer 407:PVA pada formula 1 = 1:4; formula 2 = 1:6; formula 3 = 1:8

0

Formula 1 Formula 2 Formula 3

(23)

10

Pengujian secara statistik menunjukkan bahwa hasil uji kelarutan pada formula 1 terdistribusi secara normal, maka pengolahan data secara statistik dilanjutkan dengan uji F dan uji T untuk melihat signifikansi perbedaan kelarutan. Sedangkan untuk formula 2 dan 3, data terdistribusi tidak normal, maka pengolahan data secara statistik dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui signifikansi perbedaan kelarutan (Lampiran 9). Data statistik uji kelarutan dari formula 1, 2, dan 3 antara campuran fisik dan dispersi padat menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara campuran fisik dan dispersi padat (nilai p ≤ 0,05). Analisis statistik antar dispersi padat terdistribusi tidak normal, sehingga uji signifikansi dilakukan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil uji menunjukkan adanya perbedaan kelarutan yang signifikan antara formula 1, 2, dan 3 (nilai p ≤ 0,05).

Pada penelitian ini ditemukan bahwa nilai kelarutan dispersi padat lebih rendah daripada campuran fisik, yang mana hal ini sangat jarang ditemui. Kelarutan merupakan sebuah uji yang digunakan untuk melihat kelarutan jenuh (pengamatan selama 2 hari), sehingga ini merupakan parameter termodinamik. Pada dispersi padat ketika terkena air akan terbentuk gel oleh karena adanya PVA dan poloxamer 407. Semakin tinggi komposisi PVA terhadap Poloxamer 407 maka terjadi penurunan kelarutan (gambar 2). Dispersi padat kemungkinan terjadi pembentukan ukuran partikel yang lebih kecil (Siahi-Shadbad et al. 2014). Ukuran yang lebih kecil ini menyebabkan partikel lebih mudah berinteraksi dengan air sehingga pembentukan gel terfasilitasi. Pada campuran fisik ukuran partikel kemungkinan lebih besar, sehingga lebih sulit untuk berinteraksi dengan air. Hal ini akan menyebabkan kelarutan lebih besar karena tidak adanya hambat untuk melarut.

(24)

11 Uji Disolusi

Uji disolusi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran pelepasan kurkumin yang dibuat dalam dispersi padat dan serbuk campuran fisik ke dalam medium disolusi. Uji ini akan memberi profil pelepasan obat yang dapat menggambarkan profil farmakoinetika obat dalam tubuh (Fudholi, 2013). Medium disolusi yang digunakan terbuat dari 0,5% b/v SLS dalam sodium phosfate buffer pH 6,0. Kurkumin ditemukan paling stabil pada pH 6,0. Menurut British Pharmacopeia

(2011), obat yang termasuk dalam golongan BCS kelas II disarankan medium disolusinya menggunakan surfaktan. Surfaktan yang dipilih adalah SLS, di mana SLS akan mengkondisikan medium disolusi mencerminkan kondisi fisiologis manusia yang juga memiliki surfaktan alami berupa garam empedu pada saluran gastrointestinal (Gurusamy and Nath, 2006). Pemilihan konsentrasi SLS sebesar 0,5% didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Rahman et al., (2009) yang menyatakan bahwa dari konsentrasi 0,1%-3%, konsentrasi 0,5% merupakan konsentrasi efektif pada disolusi kurkumin yang juga sudah melebihi nilai Critical Micelle Concentration (CMC) SLS (Rahman et al, 2009). Metode yang digunakan dalam uji ini adalah metode dayung dengan volume medium disolusi sebesar 500 mL dan suhu 37oC ± 0,5oC. Berikut merupakan hasil dari uji disolusi:

Gambar 3. Grafik Persen Terdisolusi Campuran Fisik dan Dispersi Padat Data disajikan dalam bentuk x̄ ± SD dari 3 kali repllikasi

Pengamatan dalam uji disolusi dilakukan dari menit ke-0 hingga menit ke-120. Hasil dari uji disolusi ini berbeda dengan hasil dari uji kelarutan. Perbedaan ini terjadi

(25)

12

karena disolusi merupakan sebuah parameter kinetika, sehingga hanya teramati dalam waktu tertentu. Apabila disolusi ini dilanjutkan, ada kemungkinan hasilnya akan menurun. Waktu pengamatan selama 2 jam merupakan waktu yang cukup karena waktu yang dibutuhkan untuk pengosongan lambung berkisar antara 180-300 menit. (Bolondi et al. 1985, Varon et al, 2010).

Berdasarkan kurva diatas, urutan sampel dengan nilai rata-rata persen terdisolusi pada pengamatan menit ke 120 dari tinggi ke rendah yaitu: DP 1 > CF 1 > DP 2 > DP 3 > CF 2 > CF 3. Semua DP memiliki rata-rata persen terdisolusi yang lebih tinggi dari CF pada masing-masing formulanya, namun pada DP formula 2 dan 3 hasil rata-rata persen terdisolusinya lebih rendah dibanding CF 1. Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara umum pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan disolusi pada pengamatan sampai menit ke 120.

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata persen terdisolusi pada menit ke-120 pengamatan DP1 > DP 2 > DP 3 (114,01% > 51,60% > 39,47%) dan CF1 > CF 2 > CF 3 (85,60% > 25,48% > 27,71%). Hal ini menunjukkan bahwa rasio PVA terhadap poloxamer berpengaruh pada disolusi, di mana dengan meningkatnya PVA terhadap poloxamer 407, maka persen terdisolusi akan menurun. Penurunan pada formula 2 dan 3 disebabkan karena adanya penambahan PVA yang memiliki kemampuan membentuk lapisan gel (Ghoshal et al. 2012) sehingga proses disolusi berjalan lebih lambat karena tebalnya lapisan difusi. Selain hal tersebut, ditemukan juga bahwa adanya kecenderungan bahwa hasil disolusi pada CF dan DP formula 2 dan 3 sama.

Hipotesis menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi PVA maka persen terdisolusi akan meningkat. Dari penelitian ini ditemukan bahwa ada faktor lain di luar kelarutan karier dalam air yang harus diperhatikan saat memilih karier untuk pembuatan dispersi padat. Faktor tersebut adalah potensi interaksi antara karier dan kapasitas difusi dari sistem. Penelitian yang dilakukan oleh Jabarian (2012) menyatakan bahwa poloxamer merupakan bahan yang thermoresponsive dan dapat membentuk gel saat diproses dengan panas. Penambahan PVA dalam formula digunakan untuk menurunkan konsentrasi poloxamer sehingga dapat memperoleh kapasitas pembentukan gel yang lebih baik dan pada suhu 37oC dapat terbentuk gel (semi-solid). Penggabungan antara poloxamer 407 dan PVA menyebabkan terjadinya interaksi. Peningkatan suhu menghasilkan interaksi yang lebih kuat pada gel (Erfani Jabarian et al. 2013). Adanya penambahan PVA menyebabkan gelling temperature

(26)

13

menyebabkan kapasitas difusi menurun. Hal ini akan mempengaruhi hasil disolusi, di mana semakin tinggi viskositas, maka disolusi akan turun (Braun and Parrott 1972).

Dissolution efficiency (DE) digunakan karena dapat memberikan gambaran profil disolusi yang dapat dikomparasi. Perbandingan tidak dilakukan per titik waktu karena yang apabila yang dibandingkan adalah jumlah konsentrasi zat aktif yang larut pada satu waktu pengamatan, maka akan diperoleh hasil yang berbeda pada waktu yang lain (Fudholi, 2013). Proses disolusi ditandai dengan pecahnya kapsul yang terjadi kurang dari 3 menit, kemudian diamati sampai menit ke-120. Nilai rata-rata persen terdisolusi yang didapat kemudian dihitung nilai AUC dan DE-nya. Nilai DE120 yang didapat kemudian diuji secara statistik yang diawali dari uji normalitas data. Nilai DE dari dispersi padat dan campuran fisik formula 1, 2, dan 3 semua terdistribusi normal, sehingga untuk melihat signifikansi dilakukan dengan uji F dan uji T. Profil disolusi formula 1, 2, dan 3 yang dihasilkan menunjukkan terjadi peningkatan persen terdisolusi yang signifikan (p<0,05) pada DP dibandingkan dengan CF (gambar 3). Maka terbukti bahwa dispersi padat dapat meningkatkan disolusi kurkumin dibandingkan dengan campuran fisik.

Gambar 4. Grafik Nilai DE120 (n=3)

Rasio poloxamer 407:PVA pada formula 1 = 1:4; formula 2 = 1:6; formula 3 = 1:8

Hasil dari perhitungan DE120 menunjukkan adanya peningkatan sebesar 1,6 kali pada formula 1; 1,9 kali pada formula 2; dan 2,0 kali pada formula 3 antara DP dan CF. Uji statistik juga dilakukan dengan membandingkan antar DP dari formula 1, 2, dan 3 untuk melihat pengaruh proporsi Poloxamer 407:PVA terhadap disolusi. Berdasarkan uji statistik (lampiran 11), hasil antara DP1 dan DP2 serta DP1 dan DP 3 menunjukkan nilai p<0,05 yang berarti bahwa adanya perbedaan signifikan antar 2 formula. Hasil uji statistik antara DP2 dan DP 3 menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti bahwa tidak

Formula 1 Formula 2 Formula 3

(27)

14

adanya perbedaan signifikan antar 2 formula. Nilai persen terdisolusi yang paling besar ditemukan pada DP formula 1, di mana pada sampel ini terkandung jumlah PVA yang paling sedikit dibandingkan dengan formula 2 dan 3.

KESIMPULAN

Pembentukan dispersi padat dapat meningkatkan disolusi dibandingkan dengan kontrol (campuran fisik). Semakin tinggi komposisi PVA terhadap Poloxamer 407 dalam pembentukan dispersi padat metode penguapan pelarut dengan rotary evaporator maka disolusi akan menurun.

SARAN

(28)

15

DAFTAR PUSTAKA

Ajay, S., Harita, D., Tarique, M., Amin, P., 2012. Solubility and Dissolution Rate Enchanment of Curcumin Using Kollidon VA64 by Solid Dispersion Technique, International Journal of PharmTech Research. Vol.4(3), pp.1055-1064.

Ansel, H.C., Allen, L.V., and Popovich, N.G., 2005. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System. Eight Edition, Lippincott Williams & Wilkins a wotters Kluver Company, Philadelphia.

AOAC, 2002. AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Suplements and Botanicals, 1–38.

AOAC, 2016. Guidelines for Standard Method Performance Requirements. AOAC International, 1–18.

Ashraf, K., Mujeeb, M., Ahmad, A., Ahmad, N., and Amir, M., 2015. Determination of Curcuminoids in Curcuma longa Linn. by UPLC/Q-TOF–MS: An Application in Turmeric Cultivation. Journal of Chromatographic Science, 53 (8), 1346– 1352.

Bhowmik, D., Harish, G., Duraivel, S., Kumar, B.P., Raghuvanshi, V., and Sampath, K.P., 2013. Solid Dispersion – A Approach To Enhance The Dissolution Rate of Poorly Water Soluble Drugs, 1 (12).

Bhyan, B., Bhyan, S., Sharma, D.K., 2014. Development and Characterization of Solid Dispersion to Enhance the Dissolution Profile of Nifedipine with PVP K30 and Poloxamer 407. International Journal of Research in Pharmacy and Science, 4(4), 1-6

Bolondi, L., Bortolotti, M., Santi, V., Calletti, T., Gaiani, S., and Labò, G., 1985. Measurement of gastric emptying time by real-time ultrasonography. Gastroenterology, 89 (4), 752–759.

Braun, R.J. and Parrott, E.L., 1972. Influence of Viscosity and Solubilization on Dissolution Rate. Journal of Pharmaceutical Sciences, 61 (2), 175–178.

Brough, C., Miller, D.A., Keen, J.M., Kucera, S.A., Lubda, D., and Williams, R.O., 2016. Use of Polyvinyl Alcohol as a Solubility-Enhancing Polymer for Poorly Water Soluble Drug Delivery (Part 1). AAPS PharmSciTech, 17 (1), 167–179. Chan, S.-Y., Chung, Y.-Y., Cheah, X.-Z., Tan, E.Y.-L., and Quah, J., 2015. The

(29)

16

Chaudhari, S.P. and Dugar, R.P., 2017. Application of surfactants in solid dispersion technology for improving solubility of poorly water soluble drugs. Journal of Drug Delivery Science and Technology, 41, 68–77.

Chow, S.F., Wan, K.Y., Cheng, K.K., Wong, K.W., Sun, C.C., Baum, L., and Chow, A.H.L., 2015. Development of highly stabilized curcumin nanoparticles by flash nanoprecipitation and lyophilization. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics, 94, 436–449.

El-Nashar, D., Rozik, N., Soliman, A., and Helaly, F., 2016. Study the release kinetics of curcumin released from PVA/curcumin composites and its evaluation towards hepatocarcinoma. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 067–072.

Erfani Jabarian, L., Rouini, M.R., Atyabi, F., Foroumadi, A., Nassiri, S.M., and Dinarvand, R., 2013. In vitro and in vivo evaluation of an in situ gel forming system for the delivery of PEGylated octreotide. European Journal of Pharmaceutical Sciences, 48 (1–2), 87–96.

Fakhari, A., Corcoran, M., and Schwarz, A., 2017. Thermogelling properties of purified poloxamer 407. Heliyon, 3 (8), e00390.

Fudholi, A., 2013. Disolusi dan Pelepasan Obat In Vitro. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 137-143.

Gurusamy, S. Vi. K. and Nath, D. M. (2006) ‘Preparation, Characterization and in Vitro Dissolution Studies of Solid Systems of Valdecoxib with Chitosan’, Chem. Pharm. Bull., 54(8), 1102–1106.

Gupta, S.C., Patchva, S., and Agarwal, B.B., 2012. Therapeutic Roles of Curcumin: Lessons Learned from Clinical Trials. The AAPS Journal.

Ghoshal, S., Denner, P., Stapf, S., and Mattea, C., 2012. Study of the Formation of Poly(vinyl alcohol) Films. Macromolecules, 45 (4), 1913–1923.

Hu, L., Shi, Y., Li, J.H., Gao, N., Ji, J., Niu, F., Chen, Q., Yang, X., and Wang, S., 2015. Enhancement of Oral Bioavailability of Curcumin by a Novel Solid Dispersion System. AAPS PharmSciTech, 16 (6), 1327–1334.

ICH, 2005. ICH Harmonised Tripartite Guideline: Validation of Analytical Procedures: Text and Methodology Q2 (R1), USA: International Conference on Harmonisation, 10.

Jayaprakasha, G.K., Jagan Mohan Rao, L., and Sakariah, K.K., 2005. Chemistry and biological activities of C. longa. Trends in Food Science & Technology, 16 (12), 533–548.

(30)

17

Kumar, S., Mishra, D.N., and Singh, S.K., 2015. Enhancement of dissolution and bioavailability of fenofibrate by solid dispersion with sodium citrate, HPMC and sugar derivatives. Der Pharmacia Lettre, 7 (3), 162–173.

Luciana, Nadia Okky. 2016. “Pengaruh Formulasi Ekstrak Kunyit Dalam Sistem Dispersi Padat Manitol Terhadap Disolusi Kurkumin.” Sanata Dharma University: 14–15.

Naksuriya, O., Okonogi, S., Schiffelers, R.M., and Hennink, W.E., 2014. Curcumin nanoformulations: A review of pharmaceutical properties and preclinical studies and clinical data related to cancer treatment. Biomaterials, 35 (10), 3365–3383. Pulido-Moran, M., Moreno-Fernandez, J., Ramirez-Tortosa, C., and Ramirez-Tortosa,

Mc., 2016. Curcumin and Health. Molecules, 21 (12), 264.

Rahman, S. M. H. et al. (2009) ‘Role of Surfactant and pH in Dissolution of Curcumin.’, Indian journal of pharmaceutical sciences, 71(2), pp. 139– 142. Savjani, K.T., Gajjar, A.K., and Savjani, J.K., 2012. Drug solubility: importance and

enhancement techniques. ISRN pharmaceutics, 2012 (100 mL), 195727.

Sharma, R.A., Steward, W.P., and Gescher, A.J., 2007. Pharmacokinetics and pharmacodynamics of curcumin. Advances in Experimental Medicine and Biology, 595, 453–470.

Shinkuma, D., Hamaguchi, T., Yamanaka, Y., and Mizuno, N., 1984. Correlation between dissolution rate and bioavailability of different commercial mefenamic acid capsules. International Journal of Pharmaceutics, 21 (2), 187–200.

Siahi-Shadbad, M.R., Ghanbarzadeh, S., Barzegar-Jalali, M., Valizadeh, H., Taherpoor, A., Mohammadi, G., Barzegar-Jalali, A., and Adibkia, K., 2014. Development and Characterization of Solid Dispersion for Dissolution Improvement of Furosemide by Cogrinding Method. Advanced Pharmaceutical Bulletin; eISSN 2251-7308.

Silva, F.E.F., Di-Medeiros, M.C.B., Batista, K.A., and Fernandes, K.F., 2013. PVA/Polysaccharides Blended Films: Mechanical Properties. Journal of Materials, 2013, 1–6.

Sridhar, I., Abha, D., Bhagyasri, J., Vandana, W., and Jesal, D., 2013. Solid Dispersion: an Approach to Enhance Solubility of Poor Water Soluble Drug. Journal of Scientific and Innovative Research, 2(3), 685-694.

(31)

18

Teixeira, C.C.C., Mendonça, L.M., Bergamaschi, M.M., Queiroz, R.H.C., Souza, G.E.P., Antunes, L.M.G., and Freitas, L.A.P., 2016. Microparticles Containing Curcumin Solid Dispersion: Stability, Bioavailability and Anti-Inflammatory Activity. AAPS PharmSciTech, 17 (2), 252–261.

USP, 2011. Dissolution, The United States Pharmacoeia Convention, USA.

Varon, A.R., Zuleta, J., 2010. From the Physiology of Gastric Emptying to the Understanding of Gastroparesis. Rev Col Gastroenterol, 25(2), 208.

Vasconcelos, T., Sarmento, B., and Costa, P., 2007. Solid dispersions as strategy to improve oral bioavailability of poor water soluble drugs. Drug Discovery Today, 12 (23–24), 1068–1075.

(32)

19 LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Singkatan

1. BCS : Biopharmaceutical Classification System

2. CF : Campuran Fisik

3. CV : Coefficient of Variation

4. DE : Dissolution Efficiency

5. DP : Dispersi Padat

6. p.a : Pro Analysis

7. PVA : Polivynil Alcohol

8. SD : Standard Deviation

(33)

20

(34)

21

(35)

22

Lampiran 4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kurkumin dalam Medium Disolusi - Overlay Panjang Gelombang Maksimum

(36)

23

(37)

24

(38)

25

Lampiran 5. Kurva Baku dalam Medium Disolusi

y = 0,1279x + 0,0009 R² = 0,99736

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000

A

bs

or

ba

ns

i

(39)

26

Lampiran 6. Kurva Baku Kurkumin dalam Metanol

y = 0,146x + 0,0193 R² = 0,99322

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8

0 1 2 3 4 5 6

Ab

so

rb

a

n

si

(40)

27 Lampiran 7. Pembuatan dispersi padat

1. Penimbangan Bahan untuk Dispersi Padat Formula 1

2. Perhitungan Rendemen Dispersi Padat

% 𝐑𝐞𝐧𝐝𝐞𝐦𝐞𝐧 = 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒑𝒆𝒓𝒐𝒍𝒆𝒉

𝒃𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒕𝒆𝒐𝒓𝒊𝒕𝒊𝒔 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

Formula Berat yang diperoleh Berat teoritis % Rendemen 1 4,1091 g 4,6676 g 88,03% 2 3,9982 g 4,6769 g 85,49% 3 3,6483 g 4,6828 g 77,91%

(41)

28 Lampiran 9. Statistik Uji kelarutan

1. Uji Normalitas Campuran Fisik dan Dispersi Padat menggunakan Saphiro-Wilk Test

a. Formula 1

(42)

29 c. Formula 3

(43)

30 b. Formula 2 (Mann Whitney Test)

Nilai p<0,05 maka data tersebut berbeda signifikan

c. Formula 3 (Mann Whitney Test)

(44)

31 3. Uji Normalitas Kelarutan antar DP

Nilai p<0,05 maka data tidak terdistribusi normal

4. Uji Signifikansi Kelarutan antar DP dengan Kruskal-Wallis Test

(45)

32

5. Grafik Perbandingan Kelarutan DP dan CF Sampel Rata-rata konsentrasi ±

SD (µL/mL)

Lampiran 10. Uji Disolusi

1. Data Penimbangan Kapsul

Sampel R1

CF = campuran fisik; DP = dispersi padat; SD = standar deviasi

Formula 1 (1:4) Formula 2 (1:6) Formula 3 (1:8)

Campuran Fisik (CF) 1,43 1,49 1,07

Dispersi Padat (DP) 1,11 0,6 0,48

(46)

33 2. Contoh Hasil Data Uji Disolusi

(47)

34

(48)

35

c. Perhitungan AUC dan DE Campuran Fisik Formula 1

menit %D AUC DE Rata-rata

(49)

36

d. Perhitungan AUC dan DE Dispersi Padat Formula 1

menit %D AUC DE Rata-rata

(50)

37

Lampiran 11. Statistika Uji Disolusi DE menit ke 120

1. Uji Normalitas (Shapiro-Wilk Test) antara Campuran Fisik dan Dispersi Padat

a. Formula 1

(51)

38 c. Formula 3

Nilai p>0,05 maka data tersebut terdistribusi normal

2. Uji Signifikansi (Campuran Fisik dan Dispersi Padat) dengan menggunakan F-Test dan T-Test

(52)

39 b. Formula 2

c. Formula 3

(53)

40

3. Uji Normalitas (Shapiro-Wilk Test) antara Dispersi Padat

Apabila nilai p<0,05 maka data tersebut tidak terdistribusi normal, apabila nilai p>0,05 maka data terdistribusi normal

4. Uji Signifikansi Dispersi Padat a. Formula 1 dan formula 2

(54)

41 b. Formula 1 dan formula 3

Nilai p<0,05 maka data tersebut berbeda signifikan

c. Formula 2 dan formula 3

(55)

42 Lampiran 12. Dokumentasi Penelitian

1. Alat Penguapan Pelarut (Rotary Evaporator)

(56)

43 3. Foto Uji Kelarutan

(57)

44

BIOGRAFI PENULIS

Melody Grace Natalie lahir di Yogyakarta pada 12 Desember 1995 merupakan anak kedua dari Agung Budiono dan Sianiwati Tedjoseputro. Setelah penulis menyelesaikan studi di SD Tarakanita Bumijo (2003-2008), SMP Stella Duce 1 Yogyakarta (2008-2011), SMA Stella Duce 1 Yogyakarta (2011-2013, 2014-2015), dan Lycee Charlie Chaplin, Perancis (2013-2014), penulis menyelesaikan studi S1 di Fakkultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan judul tugas akhir: “Perbedaan Poloxamer 407:PVA dalam Sistem Dispersi Padat Ekstrak Kunyit terhadap Disolusi Kurkumin: Aplikasi Metode Penguapan Pelarut Menggunakan Rotary Evaporator”. Selama masa studi, penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Farmasi sebagai contact person

Gambar

Tabel I. Rasio Poloxamer 407:PVA .............................................................................
Gambar 1. Kurva Konsentrasi Kurkumin vs Absorbansi  ...........................................
Tabel I. Rasio Poloxamer 407:PVA
Gambar 1. Kurva Konsentrasi Kurkumin vs Absorbansi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa formulasi ekstrak kunyit dalam sistem dispersi padat manitol dapat meningkatkan disolusi kurkumin

Uji disolusi sediaan tablet menunjukkan laju disolusi tablet dispersi lebih kecil daripada tablet ibuprofen (Pooled t-test, a=0,05, DF=IO). Kata Kunci : Dispersi

Dari dispersi padat parasetamol-PVP K-30 1:3, campuran fisis parasetamol-PVP K-30 1:3, dan parasetamol, hasil parameter disolusi %Q menunjukkan adanya perbedaan laju pelarutan,

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai pengaruh proporsi drug load terhadap laju disolusi kurkumin pada dispersi padat isolat ekstrak rimpang kunyit ( Curcuma domestica

Dengan meningkatnya laju disolusi furosemid dalam dispersi padat dan campuran fisik, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan keadaan kristal furosemid menjadi bentuk

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh proporsi drug load pada dispersi padat kurkumin ekstrak temulawak ( Curcuma xanthorriza Roxb.) dalam polimer

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perbedaan

Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat pengaruh konsentrasi isolat piperin dalam medium disolusi terhadap profil disolusi kurkumin dalam dispersi