• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL KAMPUNG KONSERVASI TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI ENDAH RIZQI PURI ASTIANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL KAMPUNG KONSERVASI TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI ENDAH RIZQI PURI ASTIANTI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL KAMPUNG KONSERVASI TERHADAP

EKONOMI MASYARAKAT DAN KONSERVASI

KEANEKARAGAMAN HAYATI

ENDAH RIZQI PURI ASTIANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Model Kampung Konservasi terhadap Ekonomi Masyarakat dan Konservasi Keanekaragaman Hayati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Endah Rizqi Puri Astianti NIM I34090090

(4)

ABSTRAK

ENDAH RIZQI PURI ASTIANTI. Pengaruh Model Kampung Konservasi terhadap Ekonomi Masyarakat dan Konservasi Keanekaragaman Hayati. Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO.

Penelitian ini bertujuan untuk, pertama, menganalisis sejauh mana Model Kampung Konservasi (MKK) dapat mempengaruhi ekonomi masyarakat dan konservasi keanekaragaman hayati. Kedua, menganalisis keberlanjutan MKK di masa mendatang serta mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mengancam keberlanjutan MKK. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Sejumlah 30 rumahtangga dipilih secara metode purposive sebagai responden. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, berkat MKK, empat responden golongan pendapatan rendah meningkat menjadi golongan pendapatan menengah. Selanjutnya, enam responden yang semula berada pada golongan pendapatan menengah meningkat menjadi pendapatan tinggi. Kehadiran MKK juga memperkaya jenis-jenis tanaman asli setempat seperti aren (Arenga pinata), puspa (Scima walicii), pasang (Quercus suber), dan lainnya, baik karena ditanam secara swadaya oleh masyarakat maupun melalui program adopsi pohon. Kedua, faktor-faktor yang dapat mengancam keberlanjutan MKK adalah adanya perbedaan kepentingan para stakeholder, kurangnya kebijakan yang mengatur, serta konflik internal maupun eksternal. Kata kunci: model kampung konservasi, akses, rumahtangga, ekonomi, konservasi keanekaragaman hayati

ABSTRACT

ENDAH RIZQI PURI ASTIANTI. Conservation Village Model and Its Impact to the Biodiversity Conservation,and Socio Economic Condition of the Community. Supervised by SOERYO ADIWIBOWO.

The objectives of this research are, first, to analyse the impact of Conservation Village Model (CVM) to the socio economic of the local community and the biodiversity conservation. Second, to analyse future sustainability of CVM, and identify factors that threaten its sustainability. This research applying quantitative approach, and supported with a series of qualitative data. Around 30 households have been selected as respondents through purposive method. The results show that, first, the CVM contribute significantly to the income of poor household. Six household respondents previously at low income increase to middle class of income. Furthermore, four respondents previously at middle class income; increase to high class income. The CVM also enriches the biodiversity of the national park by planting i.e. the Arenga pinata (aren), Scima walicii (puspa), Quercus suber (pasang), and others either, through voluntary activities, or through trees adoption program. Second, factors that would likely endanger the CVM are different interest among stakeholders, limited governance regulation, and internal and external conflict.

Keywords: conservation village model, access, households, economic, income, biodiversity conservation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

PENGARUH MODEL KAMPUNG KONSERVASI TERHADAP

EKONOMI MASYARAKAT DAN KONSERVASI

KEANEKARAGAMAN HAYATI

ENDAH RIZQI PURI ASTIANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Pengamh Model Kampung Konservasi terhadap Ekonomi Masyarakat dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Nama : Endah Rizqi Puri Astianti

NIM : 134090090

Disetujui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Pembimbing

Diketahui oleh

(8)

Judul Skripsi : Pengaruh Model Kampung Konservasi terhadap Ekonomi Masyarakat dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Nama : Endah Rizqi Puri Astianti

NIM : I34090090 Disetujui oleh Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

(9)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan segala kemudahan yang yang telah diberikan kepada penulis hingga menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Model Kampung Konservasi terhadap Ekonomi Masyarakat dan Konservasi Keanekaragaman Hayati”. Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini dalam penyelesaiannya tidak terlepas dari dukungan dan peran serta berbagai pihak. Penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi, kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta, Bapak dan Ibu (Puguh Rismanto dan Diah Budi Astuti Prihatin), serta adik-adik (Intan Dwi Prima Rismanti dan Dinda Tri Diah Rismanto) yang selalu memberikan dukungan semangat dan kasih sayang baik secara moral atau materil; kepada keluarga besar Admosayono dan Agoes Poernomo yang memberikan doa serta semangat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen dan staff Departemen Sains Komunikasi Pengembangan Masyarakat yang telah memberi ilmu pengetauan yang bermanfaat. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga Bapak Ade serta masyarakat Kampung Sukagalih yang telah menerima dengan baik dan membantu setulus hati selama proses pengambilan data di Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Sukabumi. Terima kasih kepada pihak pengelola TNGHS (Bapak Ade Mamad, Bapak Ridwan, Bapak Jajang). Terima kasih kepada sahabat yang telah memberikan motivasi kepada penulis (Ariny, Viani Rachmawati, Febbry Joe, Nicky Smaradhiningrat, Eka Kusumajaya). Terima kasih kepada keluarga SKPM angkatan 46 yang telah memberikan rasa ‘kebersamaan tanpa batas’ yang erat, khususnya kepada Ayu Januarti, Fajrina Nissa Utami, Anggi Indriani Tami, Femy Amalia Arizy Putri, Firza Triana Zelafiori, Ayu Anjartika, Indra Setiyadi, Hamdani Pramono). Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga skripsi ini diterbitkan.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang dapat membangun pada penulisan ilmiah di kemudian hari. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 2

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 5 Tinjauan Pustaka 5 Kerangka Pemikiran 13 Hipotesis Penelitian 14 Definisi Konseptual 14 Definisi Operasional 15 METODE PENELITIAN 17 Lokasi Penelitian 17

Teknik Pengumpulan Data 17

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 19

GAMBARAN UMUM KAMPUNG SUKAGALIH DESA

CIPEUTEUY 21

Kondisi Geografis 21

Kondisi Sosial Ekonomi 22

Karakteristik Responden 22

MODEL KAMPUNG KONSERVASI DAN KELEMBAGAAN

MASYARAKAT 25

Riwayat Inisiatif Kampung Konservasi 25

Visi Misi Model Kampung Konservasi 25

Tujuandan HasilModel Kampung Konservasi 26

Pemilihan Kampung Konservasi 28

Kelembagaan Masyarakat di Kampung Sukagalih 31

Perjanjian Kerjasama 34

Ikhtisar 37

PERUBAHAN TATA KUASA, PROPERTI DAN AKSES

SUMBERDAYA HUTAN 39

Perubahan Status dan Pengelolaan Kawasan Hutan di Kampung

Sukagalih 39

Ikhtisar 43

PENGARUH MODEL KAMPUNG KONSERVASI TERHADAP

EKONOMI MASYARAKAT 45

Ekonomi Masyarakat Sebelum dan Setelah Perluasan TNGHS 45 Tingkat Pendapatan Responden MKK Kampung Sukagalih 49

(11)

Strategi Nafkah Masyarakat 53

Ikhtisar 55

PENGARUH MODEL KAMPUNG KONSERVASI TERHADAP

KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI 57

Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Hayati 57

Pengetahuan Masyarakat Kampung Sukagalih 59

Keberlanjutan Model Kampung Konservasi 60

Ikhtisar 61

SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65

LAMPIRAN 67

(12)

DAFTAR TABEL

1 Pembagian zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak 6

2 Metode pengumpulan data 19

3 Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pencaharian di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi tahun

2011 22

4 Jumlah dan persentase responden menurut usia di Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi

tahun 2013 23

5 Jumlah dan persentase responden menurut pendidikan di Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi

tahun 2013 23

6 Jumlah responden dan persentase berdasarkantanggungan rumahtanggadi Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Kecamatan

Kabandungan, Sukabumi tahun 2013 24

7 Kelompok MKK Desa Cipeuteuy 30

8 Sejarah organisasi Kelompok Sukagalih 32

9 Sanksi sosial dan hukum terkait pengelolaan kawasan Taman

Nasional Gunung Halimun Salak 37

10 Perubahan pengelolaan sumberdaya pada kawasan di Desa

Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan, Sukabumi 40

11 Rata-rata masa tanam hingga panen dan frekuensi menanam

tanaman pertanian 46

12 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kepemilikan ternak

di Kampung Sukagalih 47

13 Daftar tarif akomodasi dan konsumsi di MKK Sukagalih tahun 2012 48 14 Jumlah dan persentase responden menuruttingkat pendapatan,

sebelum dan setelah ada Model Kampung Konservasi 50 15 Luas lahan garapan menurut jenis lahan sebelum dan setelah ada

Model Kampung Konservasi 51

16 Jumlah dan persentase responden menurut mata pencaharian,

sebelum dan setelah ada Model Kampung Konservasi 53 17 Jumlah dan persentase responden menurutstrategi nafkah pada

sektor pertanian dan non pertanian, sebelum dan setelah ada Model

Kampung Konservasi 54

DAFTAR GAMBAR

1 Paradigma perencanaan sumberdaya hutan 7

2 Kerangka penelitian Pengaruh Model Kampung Konservasi terhadap Ekonomi Masyarakat dan Konservasi Keanekaragaman

Hayati 14

3 Skema Model Kampung Konservasi di Indonesia 26

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak 67

2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013 68

3 Kerangka sampling 69

4 Kuesioner penelitian 70

5 Panduan pertanyaan 75

6 Dokumentasi 77

7 Perjanjian Kerjasama 79

8 Peta skets penggunaan lahan garapan kelompok MKK Sukagalih 86

9 Denah Kampung Sukagalih 87

10 Kriteria penetapan kawasan dan zonasi Taman Nasional berdasarkan

PP No. 68 Tahun 1998 dan Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006 88

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu ekosistem yang didalamnya terdapat kehidupan flora dan fauna yang saling berhubungan satu sama lain. Hutan memiliki banyak manfaat. Dengan adanya hutan, tidak hanya flora dan fauna yang mendapatkan manfaat namun masyarakat yang tinggal disekitar hutan juga dapat mendapatkan manfaat tersebut. Pemanfaatan atas hasil hutan perlu dilakukan secara bijaksana. Terdapat sumberdaya yang dapat diperbaharui serta ada yang tidak. Hutan yang merupakan ekosistem alami, secara tidak langsung berdekatan dengan lingkungan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Masyarakat sekitar hutan yang berdekatan langsung dengan hutan sebagai sumberdaya, memanfaatkan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu kawasan konservasi hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 175 tahun 2003 mengenai perluasan kawasan TNGH-S maka Taman Nasional Gunung Halimun kini dikembangkan dan diperluas menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS). Hal ini menjadikan kawasan taman nasional ini mengalami perubahan.

Hutan yang merupakan suatu ekosistem, tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena masyarakat tinggal di sekitar kawasan hutan yang merupakan lingkungan mereka tinggal dan memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Tidak hanya masyarakat namun pihak lain ingin merasakan dan memanfaatkan hasil hutan sesuai dengan kepentingannya. Pihak-pihak yang ingin memanfaatkan hasil sumberdaya hutan seperti masyarakat, pemerintah, swasta serta LSM. Hal ini dapat menimbulkan adanya konflik antar kepentingan dari berbagai pihak. Menindaklanjuti perebutan sumberdaya ini dapat dilakukan dengan salah satu alternatif yaitu pengelolaan kolaboratif.

Taman Nasional Gunung Halimun–Salak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai permukiman serta lahan sebagai salah satu mata pencaharian yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat ini berawal dari pengelolaan hutan secara kolaboratif, yang dilakukan oleh berbagai pihak. Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, berkaitan dengan pengelolaan yang dilakukan bersama masyarakat.

Keberlanjutan fungsi dan manfaat yang dapat diwujudkan berkaitan dengan sumberdaya hutan seperti pada aspek sosial, budaya, ekonomi serta ekologi yang dibangun secara kolaboratif oleh para pihak. Berbagai aspek yang berhubungan dengan sumberdaya hutan tersebut menunjukkan erat kaitan antara manfaat dan pengaruh yang ditimbulkan. Masyarakat yang tinggal disekitar hutan, jelas merasakan bahwa adanya manfaat besar dari sumberdaya hutan, dimana mereka dapat menggunakan sumberdaya tersebut untuk meningkatkan taraf hidup, khususnya dibidang ekonomi.

Pengelolaan sumberdaya hutan dewasa ini dihadapkan pada masalah peningkatan jumlah penduduk yang mengakibatkan kebutuhan lahan semakin tinggi seperti untuk sarana pemukiman dan lahan usaha tani. Di satu sisi kebutuhan manusia pun meningkat, akibatnya akan memberi tekanan terhadap hutan dalam bentuk perambahan hutan dan pencurian hasil hutan. Akibat tekanan

(15)

2

yang berlebihan menyebabkan kerusakan yang merugikan dari segi ekonomi dan sosial.

Pengelolaan multipihak di TNGHS, salah satunya diwujudkan dalam sebuah program community development yang melibatkan masyarakat lokal sebagai subyek dalam kegiatannya. Program ini dikemas dalam kerangka Model Kampung Konservasi (MKK). MKK merupakan sebuah model community development di TNGHS yang didukung tiga pilar kegiatan, yaitu restorasi/rehabilitasi; observasi partisipatif; dan income generation/peningkatan ekonomi masyarakat. Pada Model Kampung Konservasi, masyarakat mengharapkan adanya nilai manfaat berupa meningkatnya kesejahteraan hidup bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, khususnya dari aspek ekonomi.

Uraian di atas menjadi latar belakang pentingnya penelitian ini yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh program pengelolaan kolaboratif sumberdaya hutan di Taman Nasional Gunung Halimun – Salak terhadap kondisi ekonomi masyarakat sekitar hutan di daerah TNGHS, Masyarakat Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

Konsep MKK yang terletak di Kampung Sukagalih ini telah ada sejak tahun 2007. Dimulai dengan adanya peralihan pengelolaan dari Perhutani menjadi kawasan taman nasional. Peralihan ini tidak secara langsung dapat diterima oleh masyarakat. Pendekatan yang dilakukan pihak pengelola taman nasional kepada masyarakat selama kurang lebih tiga tahun menghasilkan kesepakatan yang dibuat bersama masyarakat berupa MoU. Masyarakat yang terlibat dalam kesepakatan ini menjadikan masyarakat sebagai subyek dalam Model Kampung Konservasi. Keinginan masyarakat dengan adanya Model Kampung Konservasi mengharapkan kehidupan yang lebih baik dengan hidup berdampingan dengan sumberdaya alam yang melimpah.

Masalah Penelitian

Sumberdaya hutan yang dapat dimanfaatkan menjadikan berbagai kepentingan saling bersaing untuk memperoleh manfaat secara maksimal. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan antar pihak yang berkepentingan. Hutan merupakan suatu ekosistem yang didalamnya terdapat kehidupan manusia, flora serta fauna. Masyarakat yang telah tinggal dalam wilayah sekitar hutan, memanfaatkan sumberdaya hutan demi memenuhi kebutuhan hidup, khususnya dibidang ekonomi. Persaingan dalam memanfaatkan sumberdaya dapat menjadi potensi konflik. Hal yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan aksi kolaboratif antar pihak guna pemanfaatan yang adil dan seimbang, selain bagi pihak kepentingan, tentunya tetap menjaga kelestarian alam.

Model Kampung Konservasi merupakan salah satu aksi kolaboratif yang berupa community development. Pemanfaatan hutan secara kolaboratif bagi kampung yang memiliki norma dan nilai yang mengatur individu dan kelompok didalamnya berinteraksi dengan alam. Masyarakat yang merupakan subyek dalam MKK perlu memperhatikan keberlangsungan antara kehidupan masyarakat dan keanekaragaman sumberdaya alam yang ada di hutan. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, terdapat hubungan antara program kolaboratif dan

(16)

3 ekonomi serta konservasi pada masyarakat sekitar hutan, sehingga dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana Model Kampung Konservasi (MKK) sesungguhnya? Sejauhmana pengaruh Model Kampung Konservasi (MKK) terhadap ekonomi masyarakat dan konservasi keanekaragaman hayati?

2. Sejauhmana keberlanjutan Model Kampung Konservasi (MKK) di masa mendatang? Apa faktor-faktor yang dapat mengancam keberlanjutan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang telah dipaparkan di atas, disusunlah beberapa tujuan penelitian guna menjawab rumusan masalah tersebut, yaitu:

1. Menganalisis sejauh mana Model Kampung Konservasi (MKK) dapat mempengaruhi ekonomi masyarakat dan konservasi keanekaragaman hayati.

2. Menganalisis keberlanjutan Model Kampung Konservasi (MKK) di masa mendatang serta mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mengancam keberlanjutan Model Kampung Konservasi.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi salah satu sumber informasi dan pengetahuan tentang program pegelolaan kolaboratif sumberdaya hutan dan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan, serta dapat menjadi awal bagi penelitian-penelitian selanjutnya secara lebih mendalam terjait penelitian sejenis.

2. Bagi pemerintah dan swasta, dapat memandang dan meningkatkan pentingnya kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan agar lebih berdayaguna yang mampu memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga menjadi lebih baik.

3. Bagi masyarakat, semoga penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengembangan dan perwujudan partisipasi aktif masyarakat sehingga keberadaan sumberdaya hutan tetap lestari dan seimbang.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai pengaruh kegiatan konservasi yang berupa Model Kampung Konservasi (MKK), yang dilakukan oleh masyarakat dengan pihak kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini melihat pada pengaruh Model Kampung Konservasi terhadap ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan taman nasional dari sebelum adanya model dan setelah adanya model serta kegiatan konservasi yang dilakukan masyarakat secara mandiri kepada kawasan taman nasional.

(17)
(18)

5

PENDEKATAN TEORITIS

TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional

Taman Nasional merupakan salah satu jenis kawasan pelestarian alam. Kawasan pelestarian alam merupakan kawasan yang sangat luas dan relatif tidak terganggu. Kawasan ini memilki nilai alam dengan ciri yang menonjol atau ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan.

Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Sedangkan UU No. 5 tahun 1990 mengenai Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya mendefinisikan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Penetapan kawasan sebagai taman nasional, tidak jarang memunculkan sejumlah permasalahan yang melibatkan pihak pemanfaat sumberdaya didalamnya.

Pemanfaatan taman nasional banyak terlibat sektor pelayanan jasa, dengan konsepsi pemanfaatan sumberdaya alam yang berkesinambungan. Taman Nasional Gunung Halimun – Salak sebagai salah satu kawasan pelestarian alam, dituntut harus banyak berkiprah dalam menyukseskan pembangunan nasional khususnya sektor kehutanan yang terkait dengan pelestarian alam. Menurut Kobayashi et al. (2007), taman nasional ini ditetapkan sebagai salah satu Taman Nasional di Indonesia. Berawal dari proses penunjukan taman nasional sebelumnya dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-II/1992 tanggal 28 Februari 1992 dengan luas 40 000 hektar sebagai Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) dan resmi ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1997 sebagai salah satu unit pelaksana teknis di Departemen Kehutanan1.

Berdasarkan kondisi sumberdaya alam hutan yang semakin terancam rusak dan adanya desakan para pihak yang peduli konservasi alam, kawasan TNGH ditambah dengan kawasan hutan Gunung Salak, Gunung Endut dan kawasan di sekitarnya yang status sebelumnya merupakan hutan produksi terbatas dan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani diubah fungsinya menjadi hutan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun–Salak (TNGHS) melalui SK Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 dengan luas total 113 357 ha.

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak merupakan kawasan yang memiliki kekayaan alam sangat melimpah. Kekayaan alam yang terdapat dalam kawasan tersebut tidak semua dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada disekitar kawasan sumberdaya alam. Pihak Taman Nasional Gunung Halimun – Salak telah membagi kawasan kedalam beberapa zona. Zona tersebut di bagi berdasarkan kriteria serta fungsi. Pembagian zona berdasarkan kriteria serta fungsinya terbagi menjadi lima zona, pada Tabel 1.

1 Modul Taman Nasional Gunung Halimun-Salak “Menyingkap Kabut Gunung Halimun-Salak” oleh Harmita tahun 2007

(19)

6

Tabel 1 Pembagian zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Zona Kriteria Fungsi

1

Zona Inti 1. mengandung jenis

tumbuhan > 200 spesies/ 1 000 hektar; 2. mengandung jenis tumbuhan endemik; 3. mengandung ekosistem khas; 4. merupakan habitat/daerah jelajah satwa yang

dilindungi;

5. mengandung tumbuhan

langka/dilindungi.

Secara khusus diperuntukkan bagi upaya perlindungan dam pelestarian,

maka dalam zona ini tidak

diperbolehkan adanya kegiatan

pengunjung kecuali kegiatan

penelitian. Kedudukan zona ini sama dengan Cagar Alam atau Suaka Margasatwa.

2

Zona Rimba 1. mengandung jenis

tumbuhan > 200 spesies/ 1 000 hektar; 2. mengandung tegakan dengan kerapatan, 200 spesies/1 000 hektar; 3. merupakan habitat/daerah

jelajah satwa liar.

Zona ini dapat dikunjungi dengan berbagai kegiatan rekreasi, tetap dalam batas-batas tertentu. Kegiatan

yang ada umumnya suatu

pengelolaan habitat dan pembuatan jalan setapak atau paling sedikit wisata alam terbatas.

3 Zona

Pemanfaatan

1. mengandung objek wisata menarik;

2. memungkinkan

dikembangkannya sebagai pusat kunjungan.

Zona ini dialokasikan untuk

menampung bentuk kegiatan

rekreasi dan penyediaan sarana untuk pengelolaan, misalnya kantor dan stasiun penelitian, bumi perkemahan, tempat parkir, dan yang lain-lain. Zona ini mudah dicapai oleh pengunjung dan memiliki manfaat yang jelas bagi wilayah tersebut. Zona ini sama dnegan Hutan Wisata/Taman Wisata atau Wana Wisata.

4 Zona

Pemanfaatan Tradisional

1. lebih dari 25% kebutuhan pokok warga desa setempat bergantung pada kawasan Taman Nasional

2. berdekatan/berbatasan dengan wilayah desa 3. mempunyai ekosistem yang

tidak asli.

Ditetapkan untuk kepentingan

pemanfaatan tradisional oleh

masyarakat yang karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam. 5 Zona Rehabilitasi 1. kandungan tegakan <100 batang/hektar; 2. merupakan daerah tangkapan air potensial; 3. merupakan koridor satwa

liar;

4. mempunyai ekosistem yang tidak asli.

Bagian dari Taman Nasional yang

mengalami kerusakan, sehingga

perlu dilakukan kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan.

(20)

7 Masyarakat Sekitar Hutan

Istilah yang digunakan dalam bidang kehutanan untuk merujuk orang-orang yang tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan kebanyakan adalah istilah “masyarakat”, dan sangat jarang menggunakan istilah “komunitas”. Hal ini bisa dilihat dalam berbagai pustaka dan dokumen yang kebanyakan menggunakan istilah “masyarakat”. Beberapa istilah yang digunakan diantaranya yaitu: masyarakat, masyarakat desa hutan, masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, masyarakat di sekitar hutan, masyarakat lokal, dan masyarakat setempat. Menurut Winarto (2006) dalam Utama (2010), yang mengumpulkan berbagai definisi dan istilah dari peraturan-peraturan bidang kehutanan, beberapa istilah dan definisi yang berkaitan dengan masyarakat sekitar hutan adalah sebagai berikut:

a. Masyarakat adalah kelompok orang warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan dan yang memiliki ciri sebagai suatu komunitas, yang didasarkan pada kekerabatan, kesamaan, mata pencaharian yang berkaitan dengan hutan (profesi), kesejarahan, keterikatan tempat tinggal bersama serta faktor ikatan komunitas lainnya. b. Masyarakat desa hutan adalah kelompok masyarakat setempat, terutama

masyarakat tradisional, baik yang berada di dalam hutan maupun di pedesaan sekitar hutan.

c. Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan adalah kelompok-kelompok masyarakat baik yang berada di dalam hutan maupun di pedesaan sekitar hutan.

d. Masyarakat di sekitar hutan adalah masyarakat setempat terutama masyarakat yang dalam bersikap, berpikir dan bertindak selalu berpegang teguh pada norma adat kebiasaan yang ada secara turun temurun.

e. Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat didalam suatu kawasan geografis tertentu, mencakup kelompok asli dan kelompok tradisional, dan juga kelompok pendatang yang melakukan pemukiman swakarsa. Penelitian Restiana (2004), paradigma dalam perencanaan sumberdaya hutan memandang masyarakat desa hutan sebagai stakeholder yang memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari hutan sesuai dengan sumbangan yang diberikannya dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Hutan dipandang sebagai sumberdaya yang tidak hanya menghasilkan kayu tetapi juga hasil lainnya dan jasa. Pemanfaatan sumberdaya hutan dan peningkatan fungsinya dilakukan secara optimal dan berkelanjutan.

Paradigma ini digambarkan berupa diagram yang menunjukkan bahwa masyarakat yang berada pada sekitar hutan berdekatan atau bersentuhan langsung dengan sumberdaya alam, maka perlu memperhatikan fungsi serta manfaat hutan secara optimal yang dipaparkan pada Gambar 1.

Sumber: Raharjo (1999) dalam Restiana (2004)

Gambar 1 Paradigma perencanaan sumberdaya hutan Masyarakat

desa sekitar hutan

Optimalisasi fungsi dan manfaat hutan secara lestari Sumberdaya

(21)

8

Masyarakat yang telah tinggal dalam suatu kawasan hutan, hidup berdampingan dengan hutan. Berdasarkan pada modul Model Kampung Konservasi (MKK) (Harmita, 2009), masyarakat terbagi atas :

a. Masyarakat non adat merupakan masyarakat migran. Sejak zaman Belanda mereka didatangkan untuk bekerja di sektor perkebunan dan pertambangan. Kampung-kampung non adat awalnya merupakan pemukiman para pekerja tersebut, sebelum sebagian dari mereka bertani dan mengembangkan pemukiman ke wilayah lain.

b. Masyarakat pendatang baru, terutama pada era euforia reformasi (1998- 2000) hingga saat ini.

c. Masyarakat yang datang musiman dan sebagai pelaku kejahatan kehutanan (penambang liar).

d. Kategori masyarakat ini adalah masyarakat adat kasepuhan dimana kelompok ini mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap kawasan. Akses dan Kepemilikan

Akses menurut Utama (2010) didefinisikan sebagai the ability to derive benefits from thing atau kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Untuk mendapatkan suatu manfaat dari sumberdaya menjadikan masing-masing pihak saling mencari keuntungan. Kemampuan (ability) memiliki kemiripan/persamaan dengan daya (power) yang didefinisikan dalam dua bentuk yaitu sebagai: 1) kapasitas dari pelaku/aktor untuk mempengaruhi kegiatan dan ide orang lain, dan 2) daya sebagai sesuatu yang muncul dari dalam diri orang lain. Teori akses lebih memfokuskan kepada konsep ability atau kemampuan dari para pelaku, dibandingkan dengan konsep rights atau hak yang harus dimiliki pelaku dalam teori tentang kepemilikan (property theory). Akses meliputi segala upaya dimana individu memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sumberdaya. Sedangkan konsep “property” menyangkut klaim atau hak yang diakui secara sosial, baik secara hukum, tradisi atau kesepakatan bersama. Beberapa aspek yang bisa membentuk atau berpengaruh terhadap akses yaitu meliputi: 1) akses terhadap teknologi, 2) akses terhadap modal, 3) akses terhadap pasar, 4) akses terhadap kesempatan kerja, 5) akses terhadap pengetahuan, 6) akses terhadap kewenangan, 7) akses melalui identitas sosial, dan 8) akses melalui negosiasi hubungan sosial lainnya.

Menurut Peluso (1992), persaingan memperebutkan akses tanah dan pohon dan penguasaan serta pengendalian atas akses menandai hubungan antara kedua jajaran pemanfaat hutan. Manakala kepentingan negara dan kepentingan petani berbenturan, sering ditemukan kerusakan lingkungan, kemiskinan, dan hubungan kekuasaan yang rancu. Krisis hutan tropis sekarang ini bersumber pada kelembagaan yang tidak pas, khususnya lembaga-lembaga yang mewadahi sistem akses dan penguasaan sumberdaya.

Peluso (1992) mengatakan bahwa negara kolonial dan negara masa kini sering mengambil alih kawasan yang luas sebagai hutan untuk perkebunan, atau untuk proyek pembangunan yang besar, merampas dan mencampakkan sistem hak-hak kepemilikan tanah yang sudah lebih dulu ada dan menetapkan aturan hukum yang baru untuk tata guna tanah dan sumberdaya. Seringkali, pengambilalihan ini diberi alasan yang membenarkan bahwa klaim perubahan itu demi “kepentingan bersama” bagi “kemaslahatan sebesar-besarnya”. Pekerjaan

(22)

9 yang tidak tetap sebagai buruh atau petani di lahan yang dulunya mereka kuasai, masyarakat dan petani lokal hanya memetik sedikit keuntungan saja dari sentralisasi dan pemindahan penguasaan hutan. Lahan dan akses petani pada lahan yang dapat ditanami menjadi masalah yang semakin rawan ketika negara mengambil alih kawasan yang luas.

Terdapat empat tipe hak kepemilikan (Feeny et al, 1990; Lynch dan Harwell 2002)2 yaitu :

1. Akses terbuka (open access): Tidak ada hak kepemilikan terhadap sumberdaya. Sumberdaya bebas dan terbuka diakses oleh siapapun. Tidak ada regulasi yang mengatur. Hak-hak kepemilikan (property right) tidak didefinisikan dengan jelas.

2. Milik privat (private property): Sumberdaya dimiliki oleh organisasi swasta. Sumberdaya ini bukan milik negara. Ada aturan yang mengatur hak-hak pemilik dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik. Hak pemilikan dapat dipindah tangankan.

3. Milik umum atau masyarakat (common property): Sumberdaya dikuasai oleh sekelompok masyarakat dimana para anggota punya kepentingan untuk kelestarian pemanfaatan. Pihak luar bukan anggota tidak boleh memanfaatkan. Hak kepemilikan tidak bersifat eksklusif, dapat dipindah tangankan sepanjang sesuai aturan yang disepakati bersama. Aturan pemanfaatan mengikuti anggota kelompok.

4. Milik negara (state property): Hak pemanfaatan sumberdaya alam secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan tentang akses, tingkat dan sifat eksploitasi sumberdaya alam.

Model Kampung Konservasi (MKK)

Model Kampung Konservasi merupakan taman nasional yang menjadikan masyarakat dapat hidup bersama di Taman Nasional Gunung Halimun – Salak. Implementasi Model Desa Konservasi di TNGHS diterjemahkan ke dalam Model Kampung Konservasi yang merupakan nama lain “The Support for Community- Based Activities”. Definisi kampung konservasi menurut versi MKK adalah kampung yang di dalamnya bisa melakukan aktifitas perlindungan secara mandiri, mampu menjaga ekosistem dan secara ekonomi bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat3. Pada perkembangannya, masyarakat menganggap MKK sebagai sebuah pendekatan yang perlu dikembangkan dalam menjaga hutan dan meningkatkan kesejahteraan hutan. Jika ingin mempertahankan kondisi hutan yang masih memungkinkan dikunjungi orang sebagai salah satu bentuk pariwisata, masyarakat menyadari bahwa kita perlu menjaganya bersama. MKK mengangkat atas isu permasalahan seperti penebangan liar, tata aturan yang belum jelas, perambahan hutan serta ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hayati yang sangat tinggi.

Model Kampung Konservasi merupakan pengelolaan sumberdaya alam yang lestari dan berkelanjutan. Dengan menjaga hutan untuk ekowisata atau

2

Dikutip dari bahan kuliah “Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam” pada bab teori sumberdaya bersama oleh Soeryo Adiwibowo tahun 2011.

3 Dikutip dari modul Model Kampung Konservasi (Taman Nasional Gunung Halimun Salak), Harmita tahun 2009.

(23)

10

cultural-tourism, kesejahteraan pun berkembang. Salah satu upaya tersebut mereka yakini dapat mereka lakukan melalui MKK. Dengan demikian secara tidak langsung mereka telah mendefinisikan MKK sebagai salah satu upaya mereka menjaga hutan dan mengembangkan kesejahteraan sehingga bisa hidup bersama taman nasional.

Balai Taman Nasional Gunung Halimun – Salak mengembangkan Model Kampung Konservasi dengan melibatkan masyarakat yang tinggal di sekitar areal konservasi untuk menyelamatkan hutan. MKK yang merupakan bagian dari program restorasi hutan di areal TNGHS yang juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kelembagaan

Koentjaraningrat (1987), menyatakan bahwa lembaga sosial adalah merupakan satuan norma khusus yang menata serangkaian tindakan yang berpola untuk keperluan khusus manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kelembagaan sosial pada dasarnya menyangkut seperangkat norma atau tata laku. Sejalan dengan konsep tersebut, maka kelembagaan sosial memiliki fungsi antara lain:

a. Memberi pedoman berperilaku pada individu/masyarakat: bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan

b. Menjaga keutuhan: dengan adanya pedoman yang diterima bersama, maka kesatuan dalam masyarakat dapat dipelihara

c. Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan kontrol sosial (social control): artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya

d. Memenuhi kebutuhan pokok manusia (masyarakat).

Menurut Ansori (2011), kelembagaan bukan hanya sekedar adanya organisasi atau tata aturan yang sudah dibuat tetapi menyangkut juga bagaimana menguatkan organisasi masyarakat sekitar hutan sehingga sadar dan mengetahui hak dan kewajibannya terhadap sumberdaya hutan. Dengan institusi sosial yang kuat, instrumen organisasi dan norma-norma yang benar yang dibangun di dalam institusi sosial masyarakat, program pemberdayaan masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik.

Kelembagaan bukan hanya sebatas pada kegiatan membentuk organisasi masyarakat sebagai pelaksana program. Kelembagaan ini mencakup juga aktivitas untuk mempertegas menentukan batas-batas yurisdiksi atas lahan, mengupayakan permodalan. Dukungan kebijakan terhadap program merupakan aspek lain yang cukup penting. Akhirnya kelembagaan yang ada diharapkan dapat melaksanakan program pemberdayaan yang demokratis.

Konservasi Sumberdaya Alam Hayati

Pengertian konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya menurut Kobayashi et al. (2003) adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

(24)

11 keanekaragaman dan nilainya. Kegiatan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya ini berasaskan pelestarian dan kemampuan serta pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang serasi dan seimbang. Konservasi tersebut dilakukan dengan tiga kegiatan pokok, yaitu:

1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan

2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya

3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Widada (2006) dalam Tinambunan (2011) mengatakan bahwa ekosistem adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatan dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Pentingnya kegiatan konservasi yaitu agar menjamin persediaan sumberdaya alam tidak habis dalam waktu singkat. Sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya merupakan hal penting bagi kehidupan. Secara umum, nilai konservasi berpengaruh tehadap manusia, baik dari segi ekonomi, sosial budaya dan filosofis hidup manusia. Ancaman musnahnya sumberdaya yang ada disebabkan pemanfaatan yang tidak bijaksana.

Konservasi yang dilakukan dapat berupa konservasi eksitu maupun konservasi insitu. Konservasi insitu (dalam kawasan) adalah perlindungan populasi dan komunitas alami. Konservasi eksitu adalah kegiatan konservasi di luar habitat aslinya, dimana fauna tersebut diambil, dipelihara pada suatu tempat tertentu yang dijaga keamanannya maupun kesesuaian ekologinya. Menurut Johnson et al. (2007) konservasi eksitu tersebut dilakukan dalam upaya pengelolaan jenis satwa yang memerlukan perlindungan dan pelestarian. Kegiatan konservasi dilakukan dengan upaya untuk mengusahakan terjaminnya keanekaragaman hayati serta keseimbangan unsur-unsur ekosistem yang telah mengalami gangguan akibat meningkatnya aktivitas manusia yang merambah kawasan hutan alam. Kawasan konservasi eksitu sama pentingnya dengan kawasan konservasi insitu dan mempunyai peran yang saling melengkapi.

Kawasan konservasi merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan keanekaragaman hayati dan membentuk kembali ekosistem. Pemanfaatan sumberdaya alam yang kurang bijaksana dan adanya bermaca-macam gangguan serta ancaman terhadap kelestarian alam membuat keberadaan sumberdaya alam terancam habis. Penetapan kawasan konservasi agar sumberdaya alam yang ada saat ini dapat bermanfaat secara terus menerus. Pengelolaan kawasan konservasi dilakukan sebagai upaya penetapan, pemanfaatan, pelestarian, dan pengendalian pemanfaatan kawasan konservasi. Pada pengelolaan dan pembangunan kawasan konservasi, keberadaan masyarakat disekitar atau didalam kawasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengelolaan kawasan konservasi. Pengetahuan Lokal

Pengetahuan lokal merupakan pengetahuan yang dimiliki masyarakat mengenai sumberdaya yang terdapat pada wilayah tempat mereka tinggal. Konsep pengetahuan lokal menurut Mitchell et al. (2000) bahwa pengetahuan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Pengetahuan lokal adalah cara-cara dan praktik yang dikembangkan oleh sekelompok masyarakat yang berasal dari pemahaman mendalam mereka akan

(25)

12

lingkungan setempat, yang terbentuk dari tinggal di tempat tersebut secra turun temurun. Pengetahuan lokal yang berasal dari dalam masyarakat sendiri disebarluaskan secara non-formal, dimiliki secara kolektif oleh masyarakat bersangkutan, dikembangkan selama beberapa generasi dan mudah diadaptasi, serta tertanam di dalam cara hidup masyarakat sebagai sarana untuk bertahan hidup dan merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu, dan mencerminkan cara hidup suatu masyarakat tertentu (Shaw et al. 2008).

Ekonomi Rumah Tangga

Masyarakat yang tinggal berdekatan dengan sumber daya alam memiliki peluang untuk dapat bertahan hidup. Dalam menjaga hubungan baik antara manusia dengan alam memerlukan adanya timbal balik yang selaras dan seimbang, Hal ini akan mempengaruhi keberlangsungan hidup masyarakat.

Pada studi kasus yang dilakukan oleh Widodo (2006), wilayah Desa Tonjong memiliki potensi sumberdaya ekonomi yang dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang dihadapi masyarakat. Potensi sumberdaya ekonomi yang ada yaitu: lahan, hutan, tenaga kerja, sungai. Hubungan masyarakat desa dengan ekosistemnya beranggapan alam sebagai sumber penyedia kebutuhan hidup. Pandangan ini dapat dilihat dari aktivitas yang masih memanfaatkan sumber alam bagi kebutuhan keluarga seperti pemanfaatan lahan sawah dan hutan, hasil-hasil hutan dan sungai. Namun lahan pertanian yang dikelola, bukan milik pribadi tetapi milik orang lain, sehingga mereka tidak leluasa untuk mengolah dan menggarap lahan tersebut. Sementara itu, semakin berkurangnya lahan sawah karena dijual dan beralih fungsi menjadi pemukiman/bangunan mengakibatkan buruh tani yang miskin menjadi kurang sumber pendapatan/penghasilannya.

Sedangkan kegiatan perekonomian dalam penelitian Sukardi (2009), Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekonomi di daerah pedesaan, aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) terkonsentrasi pada sektor pertanian. Lebih dari 80% penduduk yang berdomisili di 37 desa sekitar TNGR memiliki sumber penghasilan utama dari sektor pertanian, yaitu sebagai petani pemilik, penggarap, buruh tani, dan peternak. Sementara sumber penghasilan yang berasal dari luar pertanian antara lain perdagangan, industri, dan buruh kasar. Pemberdayaan ekonomi perlu juga dilakukan terhadap kelompok peternak, petani pemilik dan penggarap, maupun kelompok masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan karena rata-rata penghasilan yang diperoleh setiap bulannya secara umum belum dapat mencukupi semua keperluan anggota rumahtangga.

(26)

13 Kerangka Pemikiran

Sumberdaya hutan yang merupakan aset berharga bagi setiap makhluk hidup. Manusia, hewan, tumbuhan memerlukan adanya hutan. Manusia hidup bergantung pada alam dan lingkungannya, sudah seharusnya manusia menyesuaikan diri dengan alam. Hutan di Indonesia memiliki nilai penting bagi rakyat Indonesia. Berbagai macam manfaat yang dapat dihasilkan dengan adanya hutan. Permasalahan muncul satu-persatu sebagai akibat dari kepentingan pihak-pihak lainnya, seperti masalah lingkungan, ekonomi, sosial dan politik. Perdebatan antar kalangan, mengakibatkan berbagai permasalahan muncul satu-persatu sehingga mampu mendorong ketidakperdulian masyarakat akan kelestarian alam dan lingkungan yang semakin terpuruk. Masyarakat mulai memanfaatkan berbagai sumberdaya alam yang ada tanpa memperdulikan fungsi dan kelestarian lingkungan hidup. Melihat pada keadaan tersebut, maka diperlukan adanya aksi kolaboratif berbagai pihak yang dapat membantu dalam menengahi dalam permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya alam.

Sumberdaya alam yang sebelumnya dikelola oleh PT. Perum Perhutani beralih menjadi pengelolaan oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003. Peralihan pengelolaan kawasan ini memberikan dampak bagi fungsi dan manfaat sumberdaya di kawasan. Akses terhadap sumberdaya alam yang terdapat pada taman nasional telah diatur berdasarkan berdasarkan zonasi. Taman Nasional Gunung Halimun Salak memberikan kebijakan mengenai akses serta rezim penguasaan atas sumberdaya alam menjadikan masyarakat mengetahui batas-batas dalam mengelola atau memanfaatkan hasil hutan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya yang terdapat di hutan.

Perubahan akses terhadap taman nasional dapat mempengaruhi pada aspek ekonomi rumah tangga masyarakat serta konservasi dari taman nasional itu sendiri. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan memiliki ketergantungan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Pihak taman nasional membagi kawasan dalam bentuk zonasi yang diharapkan dapat sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Masyarakat di Kampung Sukagalih dapat mengakses kawasan pada zona khusus di TNGHS. Akses tersebut didukung dengan adanya Model Kampung Konservasi yang merupakan salah satu aksi pengelolaan kolaboratif antara masyarakat, Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan pihak lainnya dengan melakukan aktifitas perlindungan secara mandiri. Selain itu mampu menjaga ekosistem dan secara ekonomi dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan memperhatikan pada sumberdaya alam, sumberdaya manusia, organisasi/kelembagaan serta faktor-faktor lainnya. Peningkatan ekonomi yang diharapkan masyarakat tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat saja, namun secara bersama-sama diharapkan mampu menciptakan keadaan hutan yang lestari dan berkelanjutan. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

(27)

14

Keterangan :

: Fokus Penelitian : Berpengaruh

Gambar 2 Kerangka penelitian Pengaruh Model Kampung Konservasi terhadap Ekonomi Masyarakat dan Konservasi Keanekaragaman Hayati

Hipotesis Penelitian

Model Kampung Konservasi yang merupakan program Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dapat merubah struktur akses masyarakat terhadap sumberdaya alam. Perubahan akses ini memberi pengaruh negatif terhadap ekonomi masyarakat dan memberikan pengaruh positif terhadap konservasi keanekaragaman hayati.

Definisi Konseptual

1. Taman nasional, yaitu suatu kawasan yang merupakan ekosistem asli/ alami yang dikelola oleh pemerintah dengan sistem berupa zonasi yang dalam pengelolaannya mencakup pada aspek ekologi, ekonomi, teknis dan sosial-budaya.

2. Kebijakan pengelolaan taman nasional, merupakan tata aturan yang mengatur dalam pengelolaan taman nasional berupa batas-batas wilayah (zonasi), hal-hal yang diperbolehkan/dilarang pada taman nasional, akses terhadap sumberdaya, dan lainnya.

3. Konservasi sumberdaya alam, yaitu upaya memelihara sumberdaya alam yang ada secara bijak untuk jangka waktu yang lama.

Akses Perubahan status property kawasan hutan Model Kampung Konservasi (MKK) - Latar belakang - Motif - Tujuan - Program Tingkat Ekonomi Ekonomi rumahtangga kampung konservasi - Pendapatan rumahtangga - Strategi nafkah masyarakat Konservasi Keanekaragaman hayati TNGHS kawasan MKK Kampung Sukagalih

(28)

15 4. Karakteristik nafkah rumahtangga, yaitu ciri-ciri nafkah yang dimiliki

oleh rumahtangga. Karakteristik rumahtangga terlihat pada:

a. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota rumahtangga yang menjadi tanggungan hidup keluarga, dalam hal ini termasuk dengan kepala rumahtangga.

b. Produktivitas pertanian dan non-pertanian yaitu komoditi pertanian dan non-pertanian yang dihasilkan oleh rumahtangga.

5. Pendapatan pertanian adalah pendapatan yang diperoleh dari sektor-sektor pertanian seperti pertanian (sawah, kebun, ladang), peternakan (kambing, domba, sapi, ayam, ikan).

6. Pendapatan non-pertanian adalah pendapatan yang diperoleh diluar dari sektor pertanian seperti ojek, buruh bangunan, garmen, percetakan

Definisi Operasional

Untuk mengukur variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan rumusan batasan serta operasionalisasi dari masing-masing variabel tersebut. Adapun variabel-variabel yang akan dioperasionalkan adalah:

1. Karakteristik responden adalah kriteria yang didapatkan pada responden meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, lama tinggal di lokasi penelitian.

a. Usia menurut BPS (2012) adalah informasi tentang tanggal, bulan dan tahun dari waktu kelahiran responden tersebut menurut sistem kalender Masehi. Informasi ini digunakan untuk mengetahui usia dari responden tersebut. Usia tersebut dibulatkan kebawah, dalam arti usia tersebut merujuk saat ulang tahun terakhir dari responden4.

b. Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang pernah di tempuh oleh responden

c. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya individu yang memiliki hak atau jaminan untuk dapat hidup di dalam keluarga. 2. Total pendapatan adalah pemasukan yang diterima dalam rumahtangga

dengan kurun waktu satu tahun berupa pemasukan dari pendapatan pertanian dan atau pendapatan non pertanian. Tingkat pendapatan adalah jumlah pemasukan secara keseluruhan dalam kurun waktu satu tahun berdasarkan susunan kategori yang diukur dengan menggunakan sebaran kurva normal.

3. Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku (Dharmawan 2006).

4 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Istilah mengenai usia berdasarkan BPS. Dapat diunduh pada: http://www.bps.go.id/menutab.php?tabel=1&kat=1&id_subyek=12

(29)
(30)

17

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif yaitu menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi 1989). Sedangkan metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian yang dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam. Oleh karena itu, penelitian dengan menggunakan kuisioner ini dapat menggambarkan keadaan populasi secara keseluruhan, dengan unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga.

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak yaitu masyarakat yang berada di Kampung Sukagalih, Desa Cipeteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dikarenakan karakteristik yang dipilih berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

1. Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi merupakan desa yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan terdapat kampung yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS).

2. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Kampung Sukagalih pada sektor pertanian dan memanfaatkan lahan pada kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Lokasi penelitian merupakan lokasi yang mendapatkan pengaruh dari Model Kampung Konservasi. Posisi Kampung Sukagalih berada pada Resort Gunung Kendeng, yaitu di tengah-tengah antara Gunung Halimun dan Gunung Salak. Peran serta Kampung Sukagalih dalam Model Kampung Konservasi sejak tahun 2007. Dengan pertimbangan tersebut, kampung ini dipilih menjadi tempat penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2013 Secara keseluruhan, kegiatan penelitian ini meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi dan perbaikan laporan penelitian. Lampiran 2 menyajikan jadwal pelaksanaan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data Data

Data yang akan dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui penelitian langsung dengan menggunakan instrumen observasi, kuisioner berstruktur, dan didukung dengan wawancara mendalam. Observasi dilakukan dengan mengamati langsung pada obyek penelitian. Peneliti mengajukan pertanyaan berdasarkan urutan yang telah disusun pada kuisioner kepada responden. Hal ini dilakukan untuk mempermudah responden dalam

(31)

18

menjawab pertanyaan yang telah disediakan. Selain menggunakan kuisioner, data dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan kepada responden serta informan. Wawancara mendalam diberikan kepada tokoh masyarakat di Kampung Sukagalih, ketua Kelompok Pelestari Lingkungan (KOPEL), masyarakat setempat, tokoh Pemerintah Desa Cipeuteuy, pengelola Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Data sekunder diperoleh dari analisis dokumen dan literatur-literatur lain yang relevan sebagai tambahan juga bahan pembanding untuk data yang sudah yang sudah ditemukan di lapangan seperti buku, internet, dokumen pemerintah desa, dokumen taman nasional, skripsi, dan tesis.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung oleh beberapa data kualitatif untuk memperkaya data dan memahami fenomena sosial. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui akses masyarakat terhadap sumberdaya alam dan aspek ekonomi dengan melihat pendapatan masyarakat serta strategi nafkah masyarakat Kampung Sukagalih pada kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Pengambilan Sampel

Populasi pada penelitian ini merupakan masyarakat Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Pengambilan sampel dilakukan kepada 30 orang responden secara purposive (sengaja). Jumlah kepala keluarga di Kampung Sukagalih sebanyak 39 kepala keluarga, sedangkan peneliti mengambil 30 kepala keluarga. Pengambilan jumlah responden sebanyak 30 rumahtangga ditentukan berdasarkan keadaan lapang di Kampung Sukagalih. Selain itu, yang menjadi pertimbangan yaitu terdapat kepala keluarga yang merupakan pendatang sehingga kurang mengerti pada Model Kampung Konservasi di Kampung Sukagalih, hal ini menyebabkan responden tidak bersedia untuk diwawancarai. Responden diwawancarai sesuai dengan daftar pertanyaan pada kuisioner yang telah disusun.

Responden yang merupakan masyarakat Kampung Sukagalih merupakan masyarakat yang memanfaatkan lahan di kawasan taman nasional sebagai salah satu sumber mata pencaharian. Pemilihan responden melalui karakteristik responden yaitu usia responden, lama tinggal di lokasi, jumlah tanggungan rumah tangga. Karakteristik ini dipilih untuk menyesuaikan pada kuisioner yang dibutuhkan dalam penelitian.

Pemilihan informan dilakukan dengan teknik snowball sampling (teknik bola salju). Berdasarkan metode bola salju, seorang subyek akan menunjukkan kepada peneliti subyek selanjutnya untuk diwawancarai (dari satu informan ke informan lain yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan). Informan pada penelitian ini adalah tokoh di Kampung Sukagalih (ketua Kelompok Pelestari Lingkungan (KOPEL) MKK Sukagalih, ketua RT Sukagalih, sesepuh kampung), Lurah Desa Cipeuteuy, pengelola Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Pengumpulan data melalui informan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan Model Kampung Konservasi di Kampung Sukagalih. Lebih lanjut mengenai pengumpulan data dijelaskan dalam Tabel 2.

(32)

19 Tabel 2 Metode pengumpulan data

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data dalam penelitian ini baik secara kualitatif maupun kuantitatif diolah dengan cara menyusun dan menghubungkan bagian-bagian terpenting sehingga dapat menjawab permasalahan dalam penelitian yang diajukan. Pengolahan dan analisis data kualitatif dilakukan dengan pengkajian terhadap hasil wawancara mendalam dan pengamatan pada lapangan selama penelitian. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, untuk menjelaskan mengenai akses sumberdaya, Model Kampung Konservasi, konservasi keanekaragaman hayati, serta pengetahuan lokal masyarakat dilakukan dengan mengolah kuesioner kemudian ditabulasi dengan program Microsoft Excel 2007, kemudian dianalisis secara statistik deskriptif. Statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan sekumpulan data secara visual baik dalam bentuk gambar maupun tulisan, yang digunakan untuk menggambarkan data berupa tabel frekuensi dan tabulasi silang (crosstab). Hasil analisis diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Pengolahan dan analisis data kuantitatif yang diperoleh dari kuisioner dimasukkan dalam tabel frekuensi, ditabulasi kemudian dianalisis secara statistik deskriptif. Data yang diperoleh kemudian dianalisis mengenai pengaruh Model Kampung Konservasi terhadap ekonomi masyarakat dan konservasi keanekaragaman hayati yang dilakukan dengan mengolah kuesioner.

Teknik Pengumpulan

Data Data yang akan dikumpulkan

Kuantitatif (Kuesioner) Data karakteristik responden: usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jenis kelamin, dan lain-lain Pendapatan masyarakat dari sektor pertanian dan non-pertanian

Keikutsertaan dalam Model Kampung Konservasi

Wawancara Mendalam Sejarah mengenai Model Kampung Konservasi (MKK)

Peran BTNGHS mengenai Model Kampung Konservasi Sumber-sumber dan besarnya pendapatan yang diperoleh responden

Aktivitas yang dilakukan masyarakat

Pengaruh Model Kampung Konservasi bagi masyarakat Kegiatan konservasi lingkungan pada kawasan taman nasional

Observasi Aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam memenuhi

kubutuhan hidup

Aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam menjaga kondisi lingkungan taman nasional

Pengumpulan Dokumen Gambaran umum desa melalui data monografi

Data terkait dengan pengelolaan kolaboratif sumberdaya hutan pada wilayah TNGHS, khususnya besarnya pendapatan rata-rata masyarakat yang berada pada kawasan taman nasional serta keadaan lingkungan taman nasional

Literatur atau rujukan berkaitan pada permasalahan penelitian

(33)
(34)

21

GAMBARAN UMUM KAMPUNG SUKAGALIH

DESA CIPEUTEUY

Kondisi Geografis dan Demografi

Desa Cipeuteuy merupakan salah satu desa yang secara administratif berada pada Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Batas-batas wilayah Desa Cipeuteuy sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cihamerang, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi.

c. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Kabandungan, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi

d. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Jumlah penduduk Desa Cipeuteuy yang tercatat dalam profil desa tahun 2011 sebanyak 6 824 jiwa yang terdiri dari 3 503 laki-laki (51.19%) dan 3 339 perempuan (48.81%). Jumlah kepala keluarga di Desa Cipeuteuy sebanyak 1 777 kepala keluarga. Desa Cipeuteuy memiliki luas wilayah sebesar 3 756.60 ha. Keadaan topografi pada Desa Cipeuteuy dapat dilihat pada ketinggian tempat desa ini yaitu 750-850 mdpl dengan curah hujan 2 600 Mm/tahun. Oleh karena itu, suhu udara rata-rata berdasarkan kondisi topografi tersebut yakni 24-32 oC.

Desa Cipeuteuy dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum karena hampir sepanjang jalan menuju desa ini telah di buat jalur beraspal hingga mudah dilalui oleh kendaraan. Akses untuk mencapai desa ini dapat menggunakan bis dengan rute Sukabumi, lalu disambung dengan angkutan umum perkotaan (angkot) hingga menuju kantor Desa Cipeuteuy dengan waktu tempuh sekitar satu jam. Untuk mencapai Kampung Sukagalih, dapat menggunakan jasa ojek karena untuk mencapai kampung ini belum tersedia jasa angkutan umum. Terdapat lima dusun yaitu Arendah, Cipeuteuy, Cisarua, Leuwi Waluh dan Pandan Arum. Kampung Sukagalih berlokasi di Dusun Pandan Arum. Kampung Sukagalih berbatasan langsung dengan taman nasional dan menjadi Model kampung Konservasi dari Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Keberadaan Kampung Sukagalih ini pada zona khusus di Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Masyarakat yang tinggal dalam wilayah Desa Cipeuteuy masih didominasi oleh masyarakat asli. Berdasarkan data monografi pada tahun 2011, jumlah penduduk yang tinggal di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi mencapai 6 842 jiwa, adapun terdiri dari jenis kelamin laki-laki berjumlah 3 503 jiwa (51.2 %) dan jenis kelamin perempuan berjumlah 3 339 jiwa (48.8 %) terbagi dalam 1 777 kepala keluarga.

Pada Kampung Sukagalih, terdapat lahan milik pribadi, lahan bekas HGU dan kawasan zona pemanfaatan di taman nasional. Pada lahan ini masyarakat menggantungkan hidupnya sebagai lahan untuk mata pencaharian di sektor pertanian dan non pertanian.

(35)

22

Kondisi Sosial Ekonomi

Pada Desa Cipeuteuy, sumberdaya hutan khususnya air yang sangat melimpah, menjadikan wilayah Desa Cipeuteuy didominasi pada sektor pertanian. Air merupakan hal terpenting dalam kehidupan sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat hulu dan hilir dalam menjaga agar sama-sama dapat memanfaatkan secara bijak. Tidak hanya pada sektor pertanian, sektor non-pertanian menjadi pilihan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Adapun jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian pada Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pencaharian di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi tahun 2011 Jenis pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Tani 1 256 35.1 Buruh Tani 1 256 35.1 Wiraswasta 628 17.7 Pertukangan 209 5.8 Jasa 209 5.8 PNS 12 0.3 Pensiunan 7 0.2 Jumlah 3 577 100

Sumber: Profil Desa Cipeuteuy (2011)

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa sektor pertanian masih dominan dalam sumber pendapatan bagi masyarakat Desa Cipeuteuy. Namun mulai terdapat kergaman mata pencaharian lainnya seperti pada sektor non pertanian, yaitu pertukangan, jasa serta menjadi wiraswasta.

Mata pencaharian bagi masyarakat di Kampung Sukagalih juga didominasi pada sektor pertanian seperti bertani di sawah dengan komoditas utama berupa padi, selain itu juga berkebun atau berladang dengan komoditas berupa cabai merah, cabai keriting, kol, timun, buncis, terong, kacang-kacangan, dan lainnya. Masyarakat Kampung Sukagalih memiliki ternak berupa kambing, domba, ayam yang dimanfaatkan sebagai tabungan atau investasi jangka menengah. Pada Kampung Sukagalih sedikit masyarakat yang keluar dari sektor pertanian, dikarenakan lahan yang dimiliki masyarakat masih dapat menjadi penopang hidup sehari-hari.

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kampung Sukagalih yang berada pada Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Kampung Sukagalih sendiri merupakan kampung yang telah bergabung dalam suatu model kampung konservasi bersama pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Karakteristik responden dibedakan berdasarkan usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan rumahtangga di kawasan taman nasional.

(36)

23 Usia Responden

Jumlah kepala keluarga di Kampung Sukagalih sebanyak 39 kepala keluarga, sedangkan yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 kepala keluarga (KK). Berdasarkan data lapangan, responden didominasi pada usia dewasa (31 sampai 50 tahun) sebanyak 21 orang dengan persentase sebesar 70%, pada usia muda (18 sampai 30 tahun) sebanyak enam orang dengan persentase sebesar 20%, sedangkan pada usia tua (> 50 tahun) sebanyak tiga orang dengan persentase sebanyak 10%.

Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut usia di Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi tahun 2013

Usia Jumlah (orang) Persentase (%)

18 – 30 tahun 6 20

31 – 50 tahun 21 70

> 50 tahun 3 10

Total 30 100

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan terakhir menunjukan pendidikan terakhir yang pernah di tempuh oleh responden. Berdasarkan data lapangan, responden di Kampung Sukagalih rata-rata didominasi pada tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah atau tamat SD/sederajat) yaitu sebanyak 26 orang dengan persentase sebesar 86.67%, sedangkan dengan tingkat pendidikan sedang (tamat SMP/sederajat) yaitu sebanyak 4 orang dengan persentase sebesar 13.33%, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut pendidikan di Kampung

Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi tahun 2013

Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak sekolah atau

tamat SD/sederajat 6 67

Tamat SMP/sederajat 24 33

Total 30 100

Kecenderungan masyarakat Kampung Sukagalih pada tingkat pendidikan yang rendah dikarenakan akses masyarakat untuk mendapatkan sarana dan prasarana dibidang pendidikan cukup sulit. Seperti halnya untuk menuju sekolah terdekat, anak-anak yang ingin bersekolah harus menempuh perjalanan yang cukup jauh. Akses jalan yang jauh dan kurang baik, sulit ditempuh bagi anak-anak. Adapun sekolah terdekat, kurang-lebih harus dicapai sejauh tiga kilometer. Banyak anak-anak yang menempuh sekolah dengan berjalan kaki atau diantar orang tuanya dengan motor. Bagi orangtua yang telah tinggal di Kampung Sukagalih, merasakan bahwa pendidikan adalah hal yang penting, namun dikarenakan keterbatasan pada akses tersebut, anak-anak mereka di sekolahkan pada sekolah yang masih dapat dijangkau dengan mudah.

(37)

24

Jumlah Tanggungan Rumahtangga

Secara umum jumlah tanggungan anggota keluarga rumahtangga adalah sedang yaitu rata-rata jumlah anggota keluarga adalah tiga sampai empat orang. Sebanyak 83.4% atau 25 kepala keluarga di Kampung Sukagalih termasuk dalam kategori jumlah tanggungan rumahtangga sedang yaitu yang berjumlah tiga sampai empat orang. Sedangkan jumlah anggota keluarga rendah berjumlah satu sampai dua orang sebanyak satu kepala keluarga atau sekitar 3.3%. Sisanya sebanyak 13.33% adalah rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga tinggi yaitu jumlah anggota keluarga lebih dari sama dengan lima orang, dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut tanggungan rumahtangga di Kampung Sukagalih, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi tahun 2013

Tanggungan

Rumahtangga Jumlah (orang) Persentase (%) Anggota keluarga berjumlah 1-2 orang 1 3.3 Anggota keluarga berjumlah 3-4 orang 25 83.4 Anggota keluarga berjumlah ≥ 5orang 4 13.3 Total 30 100

Gambar

Tabel 1  Pembagian zonasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Gambar 2  Kerangka  penelitian  Pengaruh  Model  Kampung  Konservasi  terhadap  Ekonomi Masyarakat dan Konservasi Keanekaragaman Hayati
Tabel 6  Jumlah dan persentase responden menurut tanggungan rumahtangga di  Kampung  Sukagalih,  Desa  Cipeuteuy,  Kecamatan  Kabandungan,  Sukabumi tahun 2013
Gambar 3  Skema Model Kampung Konservasi di Indonesia
+3

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : Analisis Institusi Konservasi di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Desa Tamanjaya, Kampung Cibanua, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten..

Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi dan wawancara yang dilakukan oleh penulis, berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat di Desa Kampung Baru Kecamatan Kota Agung Timur

MODEL PEMBANGUNAN EKONOMI MASYARAKAT DESA DALAM PROSPEK PERENCANAAN GERTAK DAN UPK PNPM- MP “ Di Kecamatan Pancatengah Desa Negelasari

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsi kan kondisi sosial ekonomi penduduk Desa Kampung Jawa yang bekerja di obyek wisata Pantai Labuhan Jukung Kecamatan Pesisir Tengah

Ketebalan Hutan Mangrove Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan ekosistem mangrove di Kampung Gisi Desa Tembeling didapatkan hasil

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan mengevaluasi kehadiran kebijakan dan strategi pemerintah Indonesia dalam memanfaatkan sumberdaya hutan di kawasan konservasi

Pengamatan yang dilakukan pada Pesisir Tangkolak, Desa Sukakerta, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang terdapat aktivitas konservasi seperti memberikan bantuan dana pada tabel

Pengamatan yang dilakukan pada Pesisir Tangkolak, Desa Sukakerta, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang terdapat aktivitas konservasi seperti memberikan bantuan dana pada tabel