• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri perkebunan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri perkebunan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Industri Perkebunan

Industri perkebunan memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dengan sektor industri lain, ditunjukkan oleh adanya aktivitas pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan produk yang akan dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Kegiatan industri perkebunan umumnya dapat digolongkan menjadi:

1. Pembibitan dan penanaman, yaitu proses pengelolaan bibit tanaman agar siap untuk ditanam dan diikuti dengan proses penanaman.

2. Pemeliharaan, berupa pemeliharaan tanaman melalui proses pertumbuhan dan pemupukan hingga dapat menghasilkan produk. 3. Pemungutan hasil, yaitu proses pengambilan atau panen atas produksi

tanaman untuk kemudian dijual atau dibibitkan kembali.

4. Pengemasan atau pemasaran, yaitu proses lebih lanjut yang dibutuhkan agar produk tersebut siap dijual.

Dalam kegiatannya, perusahaan perkebunan seringkali bekerja sama dengan masyarakat setempat dan pihak terkait lainnya. Bentuk kerja sama meliputi pengadaan proyek kebun plasma diatas lahan milik masyarakat atau penyediaan lahan perusahaan yang dikelola oleh masyarakat. Kerjasama tersebut merupakan karakteristik tambahan sektor perkebunan yang tercermin dalam penyajian laporan keuangan perusahaan.

(2)

2.2. Nilai Tukar (Kurs)

Menurut Adiningsih (1988:155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika, nilai tukar rupiah terhadap Euro dan lain sebagainya.

Kurs merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun di pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi portofolio. Terdepresiasinya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar Amerika memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari,2003).

Menurut Samsul (2006: 202), perubahan suatu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari depresiasi kurs rupaih terhadap dolar Amerika. Ini berarti harga saham yang terkena dampak negatif mengalami penurunan harga di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif akan mengalami kenaikan harga saham.

Kurs mata uang menunjukkan harga mata uang apabila ditukarkan dengan mata uang negara lain. Penentuan nilai kurs mata uang suatu negara dengan mata

(3)

uang negara lain ditentukan sebagai mana halnya barang yaitu oleh permintaan dan penawaran mata uang yang bersangkutan. Hukum ini juga berlaku untuk kurs rupiah, jika demand akan rupiah lebih banyak daripada suplynya maka kurs rupiah ini akan terapresiasi, demikian pula sebaliknya. Apresiasi dan Depresiasi akan terjadi apabila negara menganut kebijakan nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) sehingga nilai tukar akan ditentukan oleh mekanisme pasar (Kuncoro, 2001).

Saat ini sebagian besar bahan baku bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia masih mengandalkan impor dari luar negeri (www.kompas.com). Ketika mata uang rupiah terdepresiasi, hal ini mengakibatkan naiknya biaya bahan baku tersebut. Kenaikan biaya produksi akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Bagi investor, proyeksi penurunan tingkat laba tersebut akan dipandang negatif. Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi menjual saham yang dimilikinya.

2.2.1. Penetuan Nilai Tukar

Ada bebrapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993):

1. Faktor Fundamental

Faktor funda mental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, espektasi pasar dan investasi bank sentral.

(4)

2. Faktor Teknis

Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valuta asing akan terapresiasi, sebaliknyas apabila ada kekurangan permintaan, sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi.

3. Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

2.2.2. Sistem Kurs Mata Uang

Menurut Koncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu :

1. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate)

Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :

a. Mengambang bebas (murni) diman kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan bank sentral/otoritas moneter. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa

(5)

tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.

b. Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing untuk mepengaruhi pergerakan kurs.

2. Sistem Kurs tertambat (pegged exchange rate)

Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai tukar mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “menambatkan” ke suatu mata uang berarti nilai tukar mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain yang mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.

3. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs).

Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai tukar mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kurnya dalam periode lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena

(6)

itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. 4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies).

Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai tukar mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang” umumnya ditentukan oleh peranannya dalam mebiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari bebrapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.

5. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate).

Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

2.2.3. Sejarah Perkembangan Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia.

Menurut Ocktaviana (2007:21), sejak tahun 1970, negara Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu :

(7)

Sesuai dengan Undang-Undang No.32 Tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar kurs resmi Rp.250/dolar Amerika sementara kurs lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang ditetapkan. Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.

2. Sistem kurs mengambang terkendali (1978 – 1997)

Pada masa ini, nilai tukar rupiah didasarkan pada sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Kebijakan ini diterapkan bersama dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978. Dengan sistem ini, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi (pembatas) dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Bank Indonesia hanya melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah dari spread.

3. Sistem kurs mengambang (14 Agustus 1997 – Sekarang)

Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika semakin melemah. Sehubungan dengan hal tersebut dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang maka Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi (sistem nilai tukar mengambang terkendali) dan mulai menganut sistem tukar mengambang bebas (free floating exchange rate) pada tanggal 14 Agustus 1997. Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan

(8)

untuk mengurangi kegiatan intervensi Bank Indonesia terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri. 2.3. Tingkat Suku Bunga

Menurut Prawoto dan Avonti (2004), Suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah yang harus dibayar per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197) dalam Wardane, Suku bunga adalah biaya untuk meminjam uang, diukur dalam Dolar per tahun setiap Dolar yang dipinjam.

Menurut Keynes (1991), tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dn sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan mengalami capital loss atau gain. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Suku bunga nominal adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum. Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah untuk setiap satu Rupiah yang diinvestasikan.

2. Suku bunga riil

Suku bunga riil adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan didefenisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju

(9)

inflasi. Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga, kepentingan, hak) merupakan : [1] beban atas penggunaan uang dalam suatu periode, dan [2] suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya.

Unsur- unsur di dalam tingkat Suku bunga meliputi : 1. Syarat jatuh tempo

Berbagai pinjaman mempunyai syarat atau jatuh tempo. Pinjaman terpendek adalah pinjaman satu malam. Surat- surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Surat- surat berharga jangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek.

2. Resiko

Ada pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki resiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif. Obligasi obligasi dan tagihan tagihan pemerintah didukung dengan penuh kepercayaan, oleh kredit dan kekuatan pajak dari pemerintah. Unsur unsur ini dapat dipercaya karena bunga pinjaman pemerintah akan benar benar dibayar. Risiko menengah terdapat pada pinjaman atas kredit kredit perusahaan yang kondisinya baik. Sedangkan investasi yang beresiko mempunyai peluang gagal atau tidak dibayar yang sangat tinggi termasuk investasi pada perusahaan yang hampir bangkrut.

(10)

Aktiva akan disebut likuid apabila dapat ditukarkan dengan kas secara cepat dan hanya menimbulkan kerugian nilai yang sedikit. Sebagian besar surat berharga, termasuk saham biasa, obligasi perusahaan dan pemerintah, dapat diukur dengan kas secara cepat mendekati nilai sekarangnya. Aktiva tidak likuid termasuk aktiva aktiva unik yang tidak memiliki pasar yang berkembang baik.

4. Biaya biaya administrasi

waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai jenis pinjaman, sangatlah berbeda. Pinjaman dengan biaya administrasi yang tinggi akan mempunyai bunga 5 sampai 10 persen per tahun lebih besar dari tingkat bunga lainnya.

2.4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Sebagaimana tercantum dalam UU No. 13 Tahun 1986 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sbagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilaI Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimun (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, SBI adalah surat

(11)

berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek

2. Tujuan penerbitan Sertifikat Bank Indonesia

Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dlam paradigma yag dianut, jumlah uang primer (uang kuartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut yang beredar di masyarakat.

3. Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia

Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral , Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentanbg Bank Indonesia. Scripless Securities Settlement System.

4. Karakteristik SBI

SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id) :

1. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan

2. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi Rp 100 miliar.

3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta.

(12)

4. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni (true discount) yang diperoleh dari rumus

Nilai Nominal x 360

Nilai Tunai= --- 360 + [(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)] 5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa bunga diskonto yang

dibayar di muka.

Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai

6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%.

7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). 8. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. 2.5. Inflasi

Inflasi adalah kecendrungan dari harga umum untuk naik secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tida disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang lainnya (Boediono, 1999: 155). Samuelson (1995: 572) menyatakan bahwa tingkat inflasi adalah meningkatnya arah harga secara umum yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi (prosentase pertambahan kenaikan harga) berbeda dari sutu periode satu ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lainnya (Sukirno, 2002:15). Kenaikan harga ini dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain : indeks biaya hidup/indeks

(13)

Harga komsumen (Consumer Price Index), indeks harga perdagangan besar (Wholesales Price index), GNP deflator.

Inflasi adalah suatu variabel ekonomi makro yang dapat sekaligus menguntungkan dan merugikan suatu perusahaan. Menurut Samuelson dan Nordhaus dalam Daniel (1997 : 364) pada dasarnya inflasi yang tinggo tidak disukai oleh para pelaku pasar modal karena akan meningkatkan biaya produksi.

Secara keseluruhan, laju inflasi yang sedang berlangsung tergantung pada (i) permintaan, seperti yang ditujukan oleh senjang inflasi atau senjang resesi, (ii) kenaikan biaya yang diharapkan, (iii) serangkaian kekuatan luar yang datang terutama dari sisi penawaran. Laju inflasi dapat dipisahkan menjadi tiga komponen yaitu inflasi inti, inflasi permintaan dan inflasi gejolak (Nopirin,1990). Inflasi initi adalah inflasi yang komponen harganya dipengaruhi oleh faktor fundamental. Inflasi permintaan yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah seperti kebijakan harga BBM, listrik, air minum, dan lainnya, sedangkan inflasi bergejolak adalah inflasi yang dipengaruhi oleh kelancaran produksi dan distribusi barang dan jasa. Kenaikan inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga konsumen (Consumer Price Index).

Inflasi dapat dipilah berdasarkan sifat temporer atau permanen. Inflasi yang bersifat permanen adalah laju inflasi yang disebabkan oleh meningktanya tekanan permintaan barang dan jasa. Sedangkan inflasi yang bersifat temporer adalah inflasi yang diakibatkan gangguan sementara (misalnya kenaikan biaya energi,transportasi, dan bencana alam). Adapun cara yang digunakan untuk mengukur inflasi (Nopirin, 1990).

(14)

a. Dengan menggunakan harga umum b. Dengan menggunakan angka deflator

c. Dengan menggunakan indek harga umum (IHK) d. Dengan menggunakan harga pengharapan

e. Dengan menggunakan indeks harga dalam dan luar negeri

Adapun data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laju inflasi indeks harga umum tahunan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tahun 2007 sampai dengan 2012.

2.6. Saham

Pasar modal merupakan pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun, seperti saham dan obligasi. Dengan demikian paar modal dapat juga diartikan sebagai sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjangnya dengan menjual saham atau megeluarkan obligasi. Pengertian pasar modal yang dalam bahasa Inggris disebut stock exchange atau stock market, adalah “an organized market or exchange where shares (stock) are traded”, yaitu suatu pasar yang terorganisir di mana berbagai jenis efek-efek diperdagangkan.

Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan

(15)

dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return) sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memenfaatkandana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kumungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.

Ada beberapa tipe dari saham, ternasuk saham biasa (common stock), saham preferen (prefrred stock), saham harta (treasury stock), dan saham kelas ganda (dua class stock). Stock preferen bisanya memiliki prioritas lebih tinggi dibanding saham biasa dalam pembagian dividen dan aset, dan kadangkala memiliki hak pilih yang lebih tinggi seperti kemampuan menveto penggabungan atau pengambilalihan atau hak menolak ketika saham yang dikeluarkan (yaitu, pemegang saham preferen dapat membeli saham yang dikeluarkan sebanyak yang dia mau sebelum saham tersebut ditawarkan kepada orang lain). Saham yang biasa dijual di bursa efek adalah saham biasa dan saham preferen tidak diperjualbelikan di bursa efek. Struktur kelas ganda memiliki beberapa kelas saham (contohnya, kelas A, kelas B, kelas C) masing-masing dengan keuntungan dan kerugaiannya, sendiri-sendiri. Saham harta adalah saham yang telah dibeli kembali dari masyarakat.

Saham biasa, dikenal sebagai sekuritas penyertaan, sekuritas ekuitas atau sukup disebut ekuitas (equitas), menunjukkan bagian kepemilikan di sebuah

(16)

perusahaan. Masing – masing lembar saham bisa mewakili satu suara tentang segala hal dalam pengurusan perusahaan suara tersebut dalam rapat tahunan perusahaan dan pembagian keuntungan.

Pembayaran dividen dapat juga digunakan sebagai sinyal bahwa perusahaan telah menunjukkan kinerjanya dengan baik dan penurunan dividen menunjukkan kinerja perusahaan yang buruk. Argumen ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan membayarkan dividen yang disesuaikan dengan laba bersih.

Pada dasarnya, perusahaan cenderung menigkatkan dividen jika terdapat tingkat profitabilitas yang tinggi di masa depan dan menurunkan jika manajemen yakin bahwa tidak terdapat cash flows yang mendukung pembayaran dividen sesuai dengan packing order theory. Perubahan pembayaran dividen ini mengandung informasi yang memungkinkan investor merevisi prediski mereka tentang prospek perusahaan dan akibatnya terjadi penyesuaian harga saham ketika perubahan diumumkan. Di sekitar tanggal pengumuman dividen, peningkatan dividen secara umum menimbulkan abnormal returns yang positif bagi investor. Hal ini disebabkan karena pada umumnya peningkatan dividen diinterprestasi sebagai sebuah kebijakan yang mengandung informasi baik dalam kaitannya dengan prospek perusahaan di masa mendatang.

Namun demikian, peningkatan dividen dapat pula menjadi sinyal negatif bagi investor. Perusahaan yang meningktkan pembayaran dividen dapat dianggap sebagai perusahaan yang sudah tidak berprospek di masa mendatang, karena dividen pada dasarnya adalah sisa dana yang dibagikan karena kebutuhan

(17)

reinvestasi sudah terpenuhi, maka dividen yang tinggi dapat mengandung arti tidak adanya investasi yang prospektif di masa mendatang.

2.7. Signalling Theory

Signalling theory menyatakan bahwa perusahaan melakukan penyesuaian dividen untuk menunjukkan sinyal akan prospek perusahaan. Yang membuat metode ini menjadi kompleks adalah kenyataan bahwa dividen yang meningkat oleh suatu perusahaan dapat diterjemahkan sebagai sinyal positif, namun dapat pula diartikan sebagai sinyal negatif.

Menurut Sharpe (1997: 211) dan Ivana (2005:16), pengumuman informasi akuntansi memberikan signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa mendatang (good news) sehingga investor tertarik untuk melakukan perdagangan saham, dengan demikian pasar akan bereaksi yang tercermin melalui perubahan dalam volume perdagangan saham. Dengan demikian hubungan antara publikasi informasi baik laporan keuangan, kondisi keuangan ataupun sosial politik terhadap fluktuasi volume perdagangan saham dapat dilihat dalam efisiensi pasar.

Ada kecendrungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan dividen, dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan dividen, namun ada argument lain yang lebih rasional, yakni dividen itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan (penurunan) harga saham, tetapi prospek perusahaan, yang ditunjukkan oleh meningkatnya (menurunnya) dividen yang dibayarkan, yang menyebabkan perubahan harga saham. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori isi informasi dari dividen (information content of dividen). Menurut

(18)

teori tersebut, dividen mempunyai kandungan informasi, yaitu prospek perusahaan di masa mendatang.

Dalam penilaian saham terdapat beberapa model teoritis yang dapat digunakan. Model yang dikembangkan adalah pendekatan Gordon yaitu Divident Discount Model (DDM) dengan Constant Growth. Turunan pendekatan DDM dalam menetukan harga saham adalah :

2.8. Pengaruh Nilai Tukar Dollar terhadap Rupiah, Tingkat Suku Bunga, dan Laju Inflasi terhadap Harga Saham.

2.8.1. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Harga saham

Harga saham juga mempengaruhi nilai tukar uang melalui permintaan uang (money demand equation) yang membentuk satu bisnis model alokasi portofolio dan moneter dari determinasi nilai tukar uang. Pada kondisi tertentu yang mencerminkan aktivitas ekonomi riil, perubahan harga saham menyebabkan peningkatan permintaan uang riil dan nilai mata uang domestik. Disamping itu harga saham dapat mencerminkan variabel makroekonomi, karena menunjukkan espektasi pasar terhadap aktivitas ekonomi riil (Ibrahim, 2000). Semenjak model nilai tukar uang misalnya model moneter mengkorelasikan nilai tukar tersebut terhadap variabel makro ekonomi, maka perubahan dalam harga saham dapat menyebabkan efek dari nilai tukar. Ibrahim (2000) juga menemukan hubungan positif yang lemah antara perbedaan return saham (domestik dikurangi luar negeri) dengan perubahan dalam nilai tukar. Mok (1993) menemukan bahwa nilai tuka (FOREX) dan harga saham merupakan dua variabel yang independen, tetapi

(19)

ada kausalitas dua arah antara FOREX dan harga saham, tapi pertumbuhan pasar saham juga mendesak pengaruh positif dari nilai tukar. Indeks SCC (Structural Contagion Coefficient) yang negatif juga menunjukkan bahwa hubungan antara harga saham dan nilai tukar adalah positif, yang berarti ketika dolar Hongkong terdepresiasi, harga saham juga turun dan begitu pula sebaliknya.

Menurut Damele dkk (2004), pergerakan pasar dan juga merupakan hasil dari market contagion (penularan dari pasar lain). Dalam kondisi asimetri informasi terhadap harga pasar, perubahan harga pada satu segmen pasar dapat bergantung dari perubahan harga dalam segmen lain melalui SCC. Pada kondisi ini, pasar tidak menyerap seluruh informasi secara simultan dan pergerakan harga menunjukkan lead/lag struktur korelasi. Bany, Amain dan Hook dalam Damele et al (2004) meneliti nilai tukar di Kuala Lumpur Stock Exchange, menemukan bahwa return saham nampak mengikuti pergerakan nilai tukar selama periode ini. Sementara itu Ang (1997) dalam Damele et al (2004) menemukan bahwa harga saham bergerak secara tepat mengikuti pergerakan nilai tukar. Karmarkar dan Kawadia (dalam Damele et.al., 2004) menemukan hubungan yang kuat antara nilai tukar Dollar AS terhadap Rupee dengan Stock Market India. Dengan menggunakan indeks sektoral yang berbeda, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ketika Rupee terdepresiasi maka stock market terdepresiasi begitu pula sebaliknya.

Oskccee dan Sohrabian (1992) menawarkan penjelasan lain dari efek harga saham terhadap nilai tukar, dimana hasil kenaikan dalam keseimbangan riil akan menghasilkan kenaikan tingkat bunga. Akhrirnya, aset financial domestik

(20)

akan menjadi lebih atraktif. Sebagai hasilnya, para investor akan menyesuaikan portofolio asset dalam dan luar negeri melalui permintaan yang lebih banyak aset domestik. Penyesuaian portofolio dari perusahaan tersebut akan menghasilkan apresiasi mata uang domestik, karena mereka membutuhkan mata uang domestik untuk transaksi tersebut. Menurut Ibrahim (2000) jga menegaskan bahwa perubahan dalam harga saham dapat mempengaruhi aliran masuk dan aliran keluar modal, yang akan menghasilkan perubahan dalam nilai mata uang. Ibrahim (2002) menemukan bahwa dalam pengujian multivariat ada kausalitas satu arah (uni-directional) dari indeks pasar saham (stock market index) terhadap nilai tukar. Selanjutnya, milai tukar dan indeks pasar saham dipengaruhi oleh suplai uang dan begitu pula sebaliknya.

Para ekonom yakin bahwa apresiasi mata uang dalam sistem nilai tukar mengambang (the floating exchange rate regime) akan mempengaruhi daya saing produk lokal secara internasional dan posisi neraca perdagangan. Nantinya, aliran kas perusahaan di masa mendatang akan terpengaruh karena buruknya output riil dan hal ini menurunkan harga saham. Intinya, model tersebut menyimpulkan bahwa nilai tukar berpengaruh pada harga saham secara positif (Saini .2002). Dengan melihat porsi kepemilikan saham di bursa efek indonesia yang di dominasi oleh asing maka kecendrungannya adalah semakin tinggi nilai mata uang dollar maka semakin tinggi pula indeks harga saham sektor perkebunan. Artinya, jika dollar naik dari Rp.8.000,- menjadi Rp.9.000,- maka indeks harga saham sektor perkebunan akan naik.

(21)

Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut :

H1 : Terdapat pengaruh positif nilai tukar dollar terhadap harga saham sektor perkebunan yang terdaftar di BEI.

2.8.2. Pengaruh suku bunga terhadap harga saham

Ketika suku bunga yang ditetapkan oleh BI naik, maka pada dasarnya akan menaikkan suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank. Dengan meningkatnya suku bunga kredit maka akan mempengaruhi permintaan akan kredit perkebunan. Dengan naiknya suku bunga kredit akan mempengaruhi permintaan akan produk perkebunan akan mempengaruhi kinerja perusahaan perkebunan yang terdaftar pada pasar saham.

Pengaruh signifikan dari suku bunga terhadap harga saham sebagaiman yang ditemukan Mok (1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara suku bunga dan harga saham. Pengaruh antara suku bunga terhadap harga saham dikemukanan pula oleh Boediono (1995) yang menyatakan bahwa perubahan harga saham dipengaruhi oleh bebrapa faktor, yang salah satunya adalah suku bunga. Hal tersebut didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003) yang menemukan secara empiris pengaruh negatif suku bunga terhadap harga saham selama masa krisis di Indonesia.

Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut:

H2 : Terdapat pengaruh negatif suku bunga SBI terhadap harga saham sektor perkebunan di BEI.

(22)

2.8.3. Pengaruh Inflasi terhadap Harga Saham

Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham perkebunan dilakukan oleh Almilia (2006) yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Utami dan Rahayu (2003) membuktikan secara empirik pengaruh inflasi terhadap harga saham, semakin tinggi tingkat inflasi semakin rendah return saham. Penelitian tersebut juga dilakukan oleh Adams et el (2004) yang menemukan secara signifikan pengaruh negatif inflasi terhadap return saham. Inflasi yang tinggi bagi perusahaan perkebunan akan menurunkan profitabilitas perusahaan sehingga return saham pun dapat terpengaruh. Sangkyun Park (1997) yang meneliti kaitan antara Variabel makroekonomi, Harga Konsumen, GDP dan tingkat inflasi, suku bunga terhadap return saham dan variabel lainnya tidak berpengaruh.

Dari paparan di atas dapat diajukan hipotesis berikut :

H3 : Terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap harga saham sektor perkebunan di BEI.

2.9. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh variabel makro ekonomi terhadap kinerja indeks harga saham menunjukkan hasil yang berbeda sebagaimana yang ditemukan oleh Tripat dan Nitayagasetya (1999) bahwa terdapat sensitivitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi yang disebut

(23)

resiko sitematik perusahaan yang diperoleh dari hasil regesi return saham perusahaan dengan variabel makro ekonomi tersebut.

Selanjutnya, beberapa penelitian sebelumnya tentang harga saham dengan nilai tukar uang (domestik terhadap US dolar) yang akan dilakukan di berbagai negara menunjukkan hasil yang berbeda. Frank dan Young (Saini et.al, 2002) yang meneliti US MNC’s menemukan bahwa tidak ada pola yang pasti dari hubungan harga saham dengan nilai tukar uang. Oskooee dan Sohrabian (1992) menyimpulkan bahwa ada feedback interaction antara harga saham di Amerika dengan nilai tukar. Tetapi Ang dan Ghalap (dalam Saini et al, 2002) yang meneliti lima belas US MNC’s juga menunjukkan hal lain yaitu bursa saham sat itu adalah efisien dan harga saham menyesuaikan dengan cepat terhadap perubahan nilai tukar uang. Selanjutnya Smith (1992) menemukan bahwa nilai tukar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham di Jerman, Jepang dan Amerika. Hal senada diungkapjan oleh Granger et al (2000) bahwa nilai tukar berpengaruh (lead) terhadap harga saham di Jepang, Hongkong, dalam periode Januari 1995 sampai November 1997 dan Januari 1986 sampai November 1987.

Dengan menggunkana data bulana selama Juli 1985 sampai Juli 1994, dalam kasus di emerging market seperti India, Pakistan, Korea Selatan dan Filipina, Abdalla dan Murinde (1997) menemukan bahwa nilai tukar berpengaruh (lead) terhadap harga saham di India, Pakistan dan Korea Selatan. Di Filipina justru harga saham yang takes the lead. Tetapi temuan Granger et al (2000) menunjukkan hal lain. Dengan menggunakan data selama periode Janauri 1987

(24)

sampai Desember 1994 di Filippinies Market dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa nilai tukar berpengaruh (lead) terhadap harga saham.

Penelitian yang dilakukan Ma dan Kao (1990) menemukan bahwa dengan menggunakan data untuk enam negara, apresiasi (menguatnya) uang domestik berpengaruh negatif pada pergerakan harga saham domestik untuk perekonomian yang didominasi ekspor dan berpengaruh positif pada pergerakan harga saham domestik di suatu perekonomian yang didominasi impor. Selanjutnya Ajayi dan Mougue (dalam Setyorini et al., 2000) melalui pendekatan Error Corection Model (EMC) menemukan bahwa pasangan indeks saham dan nilai tukar di tiap negara saling berkaitan. Selanjutnya hasil estimasi menunjukkan bahwa keenam negara tersebut (kecuali Kanada dan Belanda,) perubahan di pasar asing sitransmisikan ke pasar saham dan sebaliknya. Setyorini et al (2000) menyimpulkan bahwa pergerakan kurs rupiah terhadap US dolar di pasar valuta asing berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham dan bukan sebaliknya. IHSG berpengaruh negatif dan signifikan pada kurs rupiah terhadap dolar US secara long run dan short run.

Sementara itu, hubungan antara suku bunga (interest rate) dengan return saham terdapat perbedaan hasil antara lain temuan Granger (dalam Mok, 1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap harga saham. Dalam kesempatan lain, Mok (1993) sendiri dengan menggunakan model analisis tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini.

(25)

Selanjutnya, penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia. 2003) menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Park (2000) juga menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif antara return saham dan inflasi. Demikian juga Adams et al (2004) menyatakan bahwa berita mengenai inflasi mempunyai dampak pada return saham. Dari beberapa penelitian terdahulu dapat disajikan secara sistematis dalam tabel berikut:

2.10. Kerangka Pemikiran Teoritis

Menurunnya kurs Dollar terhadap rupiah berpengaruh positif terhadap ekonomi dan pasar modal, sebaliknya kurs dollar terhadap rupiah berpengaruh negatif (Harianto, 2000). Melemahnya rupiah akan menyebabkan pasar modal dalam negeri kurang menarik karena adanya resiko nilai tukar yang meyebabkan penurunan nilai investasi dan mempunyai hubungan negatif terhadap return saham. Sebaliknya, hubungan antara nilai tukar dollar terhadap rupiah bisa saja berpengaruh positif bila investor berasal dari luar negeri dan menggunakan mata uang asing sehingga semakin terdepresiasinya mata uang rupaiah akan menyebabkan investor luar cenderung melepas mata uang asingnya untuk membeli saham yang harganya turun karean pengaruh kurs mata uang.

Suku bunga memiliki hubungan negatif terhadap return saham. Hal ini disebabkan apabila tingkat suku bunga meningkat, orang cenderung untuk menabung darpada menginvestasikan modalnya dengan harapab resiko yang diharapkan lebih kecl dibandingkan bila menginvestasikan modalnya dalam bentuk saham. Jika tingkat suku bunga turun, investor cenderung lebih suka

(26)

investasi dengan membeli saham sehingga permintaan saham akan meningkat dan akan mendorong peningkatan harga saham.

Tingkat inflasi yang tinggi memiliki hubungan yang negatif terhadap indeks harga saham. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi daripada peningkatan yang dapat dinikmati oleh perusahaan, profitabilitas perusahaan akan menurun (Harianto, 1998), menyebabkan efek ekuitas menjadi kurang kompetitif sehingga berdampak pada penurunan harga saham di pasar modal.

Berdasarkan telaah pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, maka akan di uji apakah variabel kurs rupiah terhadap dollar US, suku bunga SBI dan laju inflasi berpengaruh terhadap harga saham sektor perkebunan dan dapat digambarkan model sebagai berikut ini

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

2.11. Perumusan Hipotesis

Berpedoman pada kerangka pemikiran di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Nilai Tukar rupiah terhadap Dolar Amerika

Tingkat Suku Bunga SBI

Tingkat Laju Inflasi

Harga Saham Sektor Perkebunan + - -

(27)

H1 : Terdapat pengaruh positif nilai tukar dollar terhadap rupiah pada indeks harga saham sektor perkebunan di BEI.

H2 : Terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap indeks harga saham sektor perkebunan di BEI.

H3 : Terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap harga saham sektor perkebunan di BEI.

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan belajar merupakan inti dari kegiatan proses pendidikan secara keseluruhan di sekolah. Siswa sebagai pelajar akan banyak dihadapkan pada persoalan-persoalan

(4) Bagan Susunan Organisasi Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, Perempuan dan Keluarga Berencana sebagaimana tercantum dalam Lampiran IVB yang

Hasil pengamatan uji kadar air dari ketiga formula gel ekstrak daun ubi jalar merah yang memenuhi adalah formula 1 sedangkan pada formula 2 dan 3 tidak memenuhi

Di tengah bergolaknya kondisi perpolitikan di masa 1950 sampai 1960-an yang ditandai dengan semakin berkurangnya arsitek Belanda dan mulai munculnya para ahli

Sumbangan sektor pertanian dalam arti sempit (subsektor tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan) terhadap PDB cenderung menurun dari 12,24% pada tahun 2000 menjadi 10,59%

Indonesia Indonesia Nama Tombol dan Fungsinya Tombol [RESET] Tekan dan tahan selama 2 detik atau lebih untuk menghapus frekuensi stasiun TV/radio, judul, dsb., yang tersimpan

Tugas Akhir ini berjudul “Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Metode Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control (HIRARC) dalam Upaya

Bagi pemerintah desa hendaknya lebih memperhatikan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki baik pada tingkatan sistem, kelembagaan, maupun