• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Tumbuhan Mangrove Api-api (Avicennia marina )

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil serta merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi. Fungsi ekonomi hutan mangrove di antaranya sebagai penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan dan lain-lain. Fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin topan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya (Halidah, 2014).

Hutan yang paling dekat dengan laut sebagian besar didominasi oleh spesies Avicennia spp. Bagian pinggir Avicennia biasanya sempit, karena benih Avicennia tidak dapat tumbuh dengan baik pada keadaan yang teduh dan berlumpur tebal yang biasanya terdapat di dalam hutan. Tumbuhan yang tumbuh didaerah tersebut biasanya dapat beradaptasi dengan salinitas tinggi (Kordi & Ghufron, 2012).

Masyarakat mengenal A. marina sebagai api-api putih. Kerabat lain A. marina yang biasa dijumpai hidup bersama adalah Avicennia alba atau api-api hitam, Avicennia officinalis atau api-api daun lebar serta Avicennia rumhiana yang mulai jarang ditemukan (Halidah, 2014). Avicennia marina merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung, memiliki kemampuan tumbuh

(2)

pada berbagai habitat pasang-surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut. Akarnya sering dilaporkan membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan tanah timbul. Jenis ini dapat juga bergerombol membentuk suatu kelompok pada habitat tertentu (Oktavianus, 2013).

2.1.1 Klasifikasi Avicennia marina

Klasifikasi Avicennia marina menurut Cronquist (1981) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Sub Classis : Asteridae Ordo : Lamiales Family : Acanthaceae Genus : Avicennia

Species : Avicennia marina

2.1.2 Morfologi Tumbuhan Bakau Api-Api (Avicennia marina)

Avicennia marina dikenal dengan nama api-api. A. marina memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram. Di antaranya, akar napas serupa paku yang panjang dan rapat seperti pensil muncul ke atas lumpur di sekeliling pangkal batangnya (Gambar 2.1.A), akar percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari

(3)

akar horizontal yang terbenam di dalam tanah. Bagian atas permukaan daun ditutupi bintik-bintik kelenjar berbentuk cekung (Oktavinus, 2013).

A B

C

Gambar 2.1 Tanaman Bakau Api- api (Avicennia marina). A. Akar Napas A.marina, B. Daun A. marina, C. Bunga A. marina

(Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Selain itu pohon api-api memiliki beberapa ciri, antara lain memiliki buah berbentuk bulir seperti mangga, ujung buah tumpul dan panjang 1 cm, daun berbentuk bulat telur dengan ujung tumpul (Gambar 2.1.B), dan panjang daun sekitar 7 cm, lebar daun 3-4 cm, permukaan atas daun berwarna hijau mengkilat dan permukaan bawah berwarna hijau abu-abu dan suram. Bentuknya semak atau pohon dengan tinggi 12 m dan kadang-kadang mencapai 20 m, bunga bertipe majemuk dengan 8-14 bunga setiap tangkai (Gambar 2.1.C). Bentuk buah seperti

(4)

kacang, tumbuh pada tanah berlumpur, daerah tepi sungai, daerah kering serta toleran terhadap salinitas yang sangat tinggi. Reproduksinya bersifat kryptovivipary, yaitu biji tumbuh keluar dari kulit biji saat masih menggantung pada tanaman induk, tetapi tidak tumbuh keluar menembus buah sebelum biji jatuh ke tanah (Halidah, 2014).

Daun api-api memiliki ruas atau tulang daun yang menyirip dan teratur (Gambar 2.1.B). Teksturnya tidak lunak apabila disentuh dengan tangan. Kulit batang api-api memiliki warna cokelat muda, tipis, dan berserat. Pada bagian dalam terlihat warna yang lebih cerah, yaitu putih kehijauan dan sedikit berair (Handayani, 2012).

2.1.3 Potensi pada Avicennia marina

Pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan mangrove (terutama jenis pohon dari marga Rhizophora, Bruguiera, Avicennia dan Sonneratia) secara tradisional oleh masyarakat pesisir di Indonesia telah lama berlangsung sejak beberapa abad yang lalu. Pemanfaatan secara tradisional dari berbagai jenis tumbuhan mangrove tersebut merupakan pemanfaatan tingkat awal dari sumberdaya mangrove berdasarkan pengetahuan lokal masyarakat yang sampai saat ini tidak terdokumentasikan secara baik (Oktavianus, 2013).

Beberapa jenis tumbuhan yang tergolong dalam genus Avicennia menghasilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk keperluan pengobatan, pangan, pakan, perumahan dan farmasi. Beberapa bagian yang dapat dimanfaatkan yaitu bagian biji A. marina dapat digunakan sebagai alternative bahan pangan karna kandungan protein 10, 8% dan karbohidrat 21,4%. Bagian

(5)

daun yang digunakan sebagai pakan kambing karena komposisi serat 8,7 % yang sesuai dengan sumber hijauan pada pakan ternak dan karbohidrat 13 % sebagai sumber energi ternak. Selain itu bagian daun juga dimanfaatkan sebagai obat. Daun A. marina biasanya dimanfaatkan untuk mengatasi kulit yang terbakar dan obat anti fertilitas tradisional oleh masyarakat pantai (Handayani, 2012).

Tanaman A. marina banyak mengandung senyawa aktif yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Daun dan kulit batang A. marina mengandung senyawa aktif berupa alkaloid, triterpenoid, flavonoid, dan tannin yang sangat berpotensi digunakan sebagai antimikroba, antioksidan, antifungi, dan antibiotik (Handayani, 2012).

2.1.4 Metabolit Sekunder pada Avicennia marina

Metabolit sekunder adalah senyawa yang disintesis oleh mahluk tumbuhan, mikrobia, atau hewan melewati proses biosintesis yang digunakan untuk menunjang kehidupan namun tidak vital (jika tidak ada tidak mati) sebagaimana gula, asam amino, dan asam lemak. Metabolit sekunder memiliki peranan pertahanan atau perlindungan diri terhadap musuh. Mikrobia dan tumbuhan baik darat maupun laut merupakan salah satu sumber utama bahan obat (Saifudin, 2014). Metabolit sekunder biasanya tidak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pimernya (tumbuh dan berkembang) melainkan untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Beberapa kelompok metabolit sekunder yang dihasilkan dari metabolit sekunder pada tumbuhan antara lain alkaloid, terpenoid, dan flavonoid (Oktavianus, 2013).

(6)

Analisis senyawa metabolit sekunder hasil uji KLT pada daun dan batang A. marina dengan pelarut metanol (Choeriyah, 2017) dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1 Hasil Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) Ekstrak daun dan batang

A.marina dengan pelarut metanol

No Organ Senyawa

Flavonoid Terpenoid Alkaloid Tanin

1 Daun + + + +

2 Batang + + - +

Keterangan :

(+) = Terdeteksi senyawa uji (-) = Tidak terdeteksi senyawa uji

Berdasarkan Tabel 2.1 menunjukkan bahwa pada daun dan batang A. marina memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid, terpenoid, alkaloid dan tannin. Darminto (2009) menyatakan bahwa senyawa flavonoid telah ditemukan pada kulit batang Avicennia spp. Senyawa flavonoid banyak yang telah ditemukan dan sebagian besar memiliki potensi sebagai senyawa bioaktif atau memiliki aktifitas yang dapat bermanfaat sebagai obat. Handayani (2012) juga telah meneliti kandungan metabolit sekunder pada daun dan kulit batang A. marina. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kadar flavonoid yang terkandung di dalam daun api-api sebesar 1,18 % dan kulit batang api-api sebesar 0,67 %. Senyawa metabolit yang terkandung pada daun A. marina. berupa alkaloid, triterpenoid, flavonoid, dan tannin.. Senyawa-senyawa inilah yang berperan sebagai bahan aktif yang dapat kemungkinan dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila.

(7)

2.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

2.2.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata Classis : Pisces

Ordo : Percomorphii Sub Ordo : Percoidea Familia : Cichlidae Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis niloticus

2.2.2 Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Bentuk badan ikan nila (O. niloticus) pipih ke samping memanjang, sedangkan warna tubuh umumnya putih kehitaman sehingga dikenal sebagai nila hitam. Tubuh nila hitam berwarna kehitaman, semakin kearah perut semakin terang. Mempunyai garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip ekor terdapat 6-12 garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan. Pada punggungnya terdapat garis-garis miring (Kordi & Ghufron, 2010).

Mata nila tampak menonjol agak besar dengan bagian tepi berwarna hijau kebiru-biruan. Letak mulut terminal, posisi sirip perut terhadap sirip dada thorocis, garis rusuk (linea literalis) terputus menjadi dua bagian, memanjang diatas sirip dada. Jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah dan tipe sisik ctenoid. Jari-jari sirip terdiri dari 17 jari-jari keras dan 13 jari-jari lunak pada sirip

(8)

punggung, 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak pada sirip perut, 15 jari-jari lunak pada sirip dada, 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari lunak pada sirip dubur (anus) dan pada sirip ekor terdapat 8 jari-jari keras melunak (Kordi & Ghufron, 2010). Morfologi ikan nila dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

2.3 Bakteri Aeromonas hydrophila

2.3.1 Klasifikasi Bakteri Aeromonas hydrophila

Menurut Holt et al, (1994) klasifikasi bakteri A. hydrophila sebagai berikut : Phylum : Protophyta

Classis : Schizomycetes Ordo : Pseudomonadales Familia : Vibrionaceae Genus : Aeromonas

(9)

2.3.2 Karakteristik Aeromonas hydrophila

Bakteri A. hydrophila memiliki bentuk batang sampai dengan kokus dengan ujung membulat, berdiameter 0,3 - 1,0 µm dan panjang 1,0 - 3,5 µm (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Aeromonas hydrophila dengan perwarnaan Gram (Hayes, 2000 dalam Rahman, 2008)

Bakteri A. hydrophila bersifat motil dengan flagel tunggal di salah satu ujungnya dan fakultatif anaerob. Suhu optimal pertumbuhannya adalah 22 - 280 C, sebagian besar spesies tumbuh dengan baik pada suhu 370 C, namun pada beberapa strain tidak. Bakteri A. hydrophila bersifat Gram negatif, oksidasi positif dan katalase positif. Bakteri ini juga mampu memfermentasikan beberapa gula seperti glukosa, fruktosa, maltosa, dan trehalosa. Hasil fermentasi dapat berupa senyawa asam atau senyawa asam dengan gas. Bakteri A. hydrophila pada umumnya dapat ditemukan pada air tawar dan kotoran. Beberapa spesies bersifat patogen terhadap kodok, ikan, dan manusia. Penyakit manusia biasanya diare atau bakteremia (Holt et al., 1994).

Bakteri A. hydrophila sering dikaitkan dengan penyakit yang menyerang ikan budidaya. Ikan yang terserang bakteri A. hydrophila akan mengalami hemorraghic. Stress dapat menjadi factor pendukung dalam wabah penyakit yang disebabkan bakteri A. hydrophila (Cipriano et al, 1984).

(10)

2.3.3 Penyakit Motile Aeromonas Septicemia

Motile Aeromonad Septicemia (MAS) merupakan penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila (Haditomo et al., 2014). Penyakit MAS dikenal juga penyakit bercak merah. Bakteri A. hydrophila secara normal hidup di air tawar sehingga menyerang hampir semua jenis ikan air tawar dan ikan kakap putih yang dipelihara ditambak bersalinitas rendah. Penularan bakteri A. hydrophila dapat berlangsung melalui air, kontak badan, kontak dengan peralatan yang telah tercemar atau karena pemindahan ikan yang telah terserang A. hydrophila dari satu tempat ke tempat lain (Kordi & Ghufron, 2004).

Infeksi bakteri A. hydrophila dapat terjadi akibat perubahan kondisi lingkungan, stress, perubahan temperatur, air yang terkontaminasi dan ketika host tersebut telah terinfeksi oleh virus, bakteri atau parasit lainnya (infeksi sekunder). Oleh karena itu bakteri ini disebut sebagai bakteri yang bersifat patogen oportunistik (Mulia, 2003). Seain itu ikan dapat dengan mudah terinfeksi bakteri A. hydrophila jika kondisi budidaya yang buruk, seperti adanya perubahan lingkungan yang menyebabkan tingkat stress ikan meningkat, akan dapat menyebabkan kematian massal, baik pada ukuran benih maupun induk dalam waktu yang relative singkat sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar (Haditomo et al., 2014).

Infeksi bakteri ini dapat menimbulkan penyakit dengan gejala-gejala di antaranya, kulit mudah terkelupas, bercak merah pada seluruh tubuh, insang berwarna suram atau kebiruan, exopthalmia (bola mata menonjol keluar), pendarahan sirip punggung, sirip dada, sirip perut, dan sirip ekor, juga terjadinya

(11)

pendarahan pada anus, dan hilang nafsu makan (Mulia, 2003). Ikan yang terinfeksi oleh bakteri A. hydrophila pada umumnya mengalami pendarahan yang meluas pada permukaan kulit (haemorrhagic septicemia), yang diikuti dengan timbulnya luka terbuka (ulcer) pada permukaan tubuh atau hingga ke dalam jaringan. Selain itu, pada beberapa jenis ikan lain sering ditemukan tanda klinis seperti sirip punggung dan sirip ekor rontok, serta pembengkakan pada perut dan berisis cairan (dropsy), yang diikuti dengan kematian (Mangunwardoyo et al., 2010).

2.3.4 Patogenisitas Bakteri Aeromonas hydrophila

Bakteri A. hydrophila menyebabkan beragam kondisi patologis yang meliputi infeksi akut, kronis, dan laten (infeksi yang tidak terlihat). Tingkat keparahan penyakit MAS (Motil Aeromonas Septicemia) dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang saling bererkaitan, termasuk bakteri virulensi, jenis dan tingkat stres yang diberikan pada ikan. Kondisi patologis A. hydrophila berupa dermal ulceration, hemorrhagic septicaemia, penyakit radang merah dan penyakit busuk merah. Dalam kondisi akut, ditandai dengan septicaemia yang fatal dengan sedikit tanda penyakit. Tanda-tanda berikut paling signifikan adalah exophthalmia (penonjolan pada bola mata), kemerahan pada kulit, dan cairan didalam perut yang menyebabkan perut bisa menjadi menggembung dan sisik terkelupas (Cipriano et al., 1984).

Secara internal, hati dan ginjal merupakan organ yang menjadi sasaran bakteri A. hydrophila untuk diinfeksi dan menyebar melalui darah. Setelah ikan terinfeksi penyakit MAS maka hati menjadi pucat atau hijau dan ginjal bisa

(12)

menjadi bengkak dan gembur. Organ yang terserang bakteri A. hydrophila akan kehilangan strukturalnya Bahkan bila kerusakan jaringan di hati dan ginjal sangat luas, jantung dan limpa akan rusak. Tahap kronis A. hydrophila ditandai dengan gejala klinis utama meliputi muncul luka/borok, dengan perdarahan dan pembengkakan. Baik secara dermis maupun epidermis yang terluka dan otot-otot dasar menjadi sangat parah (Cipriano et al., 1984).

Bakteri A. hydrophila yang memiliki sifat patogen, diduga memproduksi faktor-faktor eksotoksin dan endotoksin yang sangat berpengaruh pada patogenisitas bakteri A. hydrophila. Eksotoksin merupakan komponen protein terlarut, yang disekresikan oleh bakteri hidup pada fase pertumbuhan eksponensial. Produksi toksin ini biasanya spesifik pada beberapa spesies bakteri tertentu baik Gram positif maupun Gram negatif, yang menyebabkan terjadinya penyakit terkait dengan toksin tersebut. Endotoksin adalah toksin yang merupakan bagian integral dari dinding sel bakteri Gram negatif. Eksotoksin yang diproduksi oleh A. hydrophila meliputi hemolisin, protease, elastase, lipase dan lain-lain. Hemolisin merupakan enzim yang mampu melisiskan sel-sel darah merah dan membebaskan hemoglobinnya. Protease adalah enzim proteolitik yang berfungsi untuk melawan pertahanan tubuh inang untuk berkembangnya penyakit dan mengambil persediaan nutrient inang untuk berkembangbiak. A. hydrophila dapat memanfaatkan albumin, kasein, fibrinogen, dan gelatin sebagai substrat protein. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bakteri ini bersifat proteolotik sehingga berpotensi besar sebagai patogen ikan. Adanya enzim proteolitik akan merusak dinding intenstin, sehingga terjadi penebalan dinding. Ketika A.

(13)

hydrophila masuk ke dalam tubuh inang, maka toksin yang dihasilkan akan menyebar melalui aliran darah menuju organ. Enterotoksin merupakan suatu toksin ekstraseluler bakteri yang khususnya menyerang saluran gastrointestinal. Lechitinase adalah enzim yang menghancurkan berbagai sel jaringan dan terutama aktif melisiskan sel-sel darah merah, sedangkan leucocidin adalah enzim yang dapat membunuh sel-sel darah putih. Endotoksin akan dilepaskan ke lingkungan hanya apabila bakteri tersebut mati dan mengalami lisis (Rahman, 2008).

2.4 Pengendalian Penyakit Motile Aeromonas Septicemia

Metode yang banyak digunakan untuk menanggulangi penyakit MAS pada ikan budidaya adalah pengobatan dengan zat kimia atau antibiotik (Mariyono et al., 2002). Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik melalui perendaman, penyuntikkan atau dicampur dengan pakan (Kordi et al., 2004). Pemberian antibiotik tetrasiklin dan kloramfenikol dapat digunakan untuk mengatasi penyakit ini. Namun, pengobatan dengan menggunakan antibiotik dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan pengendalian alternatif menggunakan tanaman yang ramah lingkungan dan berpotensi memiliki zat bioaktif alami yang berperan sebagai bakteri. Infeksi penyakit MAS muncul salah satunya dikarenakan stress pada ikan. Oleh karena itu mengusahakan agar kondisi lingkungan tetap terjaga, misalnya kualitas air yang selalu baik (suhu dan kandungan oksigen terlarut harus sesuai dengan standar).

Gambar

Gambar  2.1  Tanaman  Bakau  Api-  api  (Avicennia  marina).  A.  Akar  Napas  A.marina , B
Gambar 2.2 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)           (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Referensi

Dokumen terkait

Proses Pelaksanaan Wakaf Produktif di Bank Wakaf Mikro Syariah Denanyar Jombang, uang wakaf tersebut modal awalnya dari hasil penyumbang yang mana disalurkan

Sesuai dengan hasil penelitian, bahwa video pembelajaran renang gaya dada (breast stroke) berlandaskan tri hita karana adalah berdasarkan validitas hasil dari ahli

variabel dependen perubahan laba akuntansi dan variabel independen adalah perubahan indek laba pasar untuk akuntansi portofolio pasar.. akuntansi dan Beta pasar keduanya pengukur

Kekurangan utama pada sebuah OTEC yang menggunakan siklus terbuka adalah rendahnya tekanan yang ada untuk memutar turbin yaitu sebesar 2.8 kPa dibandingkan dengan sistim

Ayat (4) yang dimaksud dengan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah sejumlah modal dasar yang diberikan kepada perusahaan daerah sebagi badan hukum yang harus

Hasil analisis statistik menunjukkan pengaruh nyata dan positif persepsi, dan kesadaran kesehatan terhadap keinginan membeli produk pangan organik pada umumnya, disamping

Bahan penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah Peta Tata Batas Kawasan Tahura WAR, citra Landsat Thematic Mapper (TM), Enhanced Thematic Mapper (ETM+), dan